KAJIAN FISKAL REGIONAL KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Triwulan III 2021 kanwildjpbriau Kanwil DJPb Provinsi Riau
KAJIANFISKAL REGIONAL
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
Triwulan III2021
kanwildjpbriau Kanwil DJPb Provinsi Riau
Tim Penyusun
Penanggung Jawab: Ismed Saputra | Ketua Tim: Setyarta | Anggota: Aminah,
Khusnul Fuad, Dimas Priyambudhi, Rini Apriani, Dicky Priatama, dan Nurmiati
Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi unggulan di
Indonesia dengan kontribusi Produk Domestik Bruto
terbesar keenam se-Indonesia dan kedua di Pulau
Sumatera. Potensi pertanian terbesar se-Indonesia untuk
kelapa sawit, kelapa dan sagu menjadi faktor utama dalam
kontribusi perekonomian. Atas potensi besar tersebut,
Kanwil DJPb Provinsi Riau sebagai Regional Chief
Economist dan representasi Kementerian Keuangan di
daerah perlu melakukan analisis fiskal dan
makroekonomi melalui Kajian Fiskal Regional.
Dalam rangka penajaman KFR, pada periode Triwulan III
ini disampaikan analisis terkait kesejahteraan petani,
nelayan dan peluang investasi daerah. Adapun tujuan
penyusunan kajian ini yaitu mereviu implementasi
kebijakan fiskal dan keterkaitannya dengan
perkembangan makro ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat di Provinsi Riau.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan kajian ini, semoga
kajian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Pekanbaru, November 2021
Ismed Saputra
Kepala Kanwil DJPb Prov. Riau
Kata Pengantar
BAB 2
BAB 4KESIMPULAN DANREKOMENDASI
KAJIAN FISKALREGIONAL
BAB 1ANALISIS EKONOMI REGIONAL
Menjelaskan mengenai perkembangan dananalisis indikator makro ekonomi,kesehjahteraan di Provinsi Riau
ANALISIS FISKAL REGIONAL
Bab ini menjelaskan perkembanganpelaksanaan APBN, APBD dan KonsolidasianAPBN dan APBD di Provinsi Riau
BAB 3ANALISIS TEMATIK
Bab ini mmbahas peran fiskal untukkesejahteraan Petani dan Analisis PeluangInvestasi Daerah
Pada bab ini disampaikan kesimpulan danrekomendasi yang bersifat indikatif dari hasilanalisis fiskal regional
Kajian Fiskal Regional Provinsi Riau Triwulan III
1
6
1193
44
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN EKSEKUTIF
DASHBOARD MAKRO FISKAL
DAFTAR ISTILAH
BABIANALISISEKONOMIREGIONAL Hal
1.1. Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi
1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ……………………………………………………… 1
1.1.2. Inflasi …………………………………………………………………………………………………………... 2
1.2. Perkembangan dan Analisis Indikator Kesehjahteraan
1.2.1. Kemiskinan …………………………………………………………………………………………………... 3
1.2.2. Pengangguran ………………………………………………………………………………………………. 4
1.2.3. Ketimpangan Pendapatan ……………………………………………………………………………… 4
1.2.4. Nilai Tukar Petani (NTP) ……………………………………………………………………………….. 5
BABIIANALISISFISKALREGIONAL
2.1 . Pelaksanaan APBN
2.1.1. Pendapatan Negara ……………………………………………………………………………… 7
2.1.2. Belanja Negara ……………………………………………………………………………………. 8
2.1.3. Surplus/Defisit ……………………………………………………………………………………. 10
2.1.4. Prognosis APBN …………………………………………………………………………………... 10
2.1.5. Analisis Capaian Output: Layanan Dasar Publik ……………………………………. 10
DaftarIsi
2.2. Pelaksanaan APBD
2.2.1. Pendapatan Daerah ……………………………………………………………………………… 12
2.2.2. Belanja Daerah ……………………………………………………………………………………. 14
2.2.3. Surplus/Defisit APBD…………………………………………………………………………… 15
2.2.4. Pembiayaan Daerah ……………………………………………………………………………… 15
2.2.5. Prognosis APBD …………………………………………………………………………………… 16
2.3. Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
2.3.1. Pendapatan Konsolidasian ………………………………………………………………… 17
2.3.2. Belanja Konsolidasian ………………………………………………………………………………… 18
2.3.3. Surplus/Defisit Konsolidasian …………………………………………………………………… 18
BABIIIANALISISTEMATIK
3.1. Peran Fiskal Untuk Kesehjahteraan Petani dan Nelayan: Analisis NTP dan NTN
3.1.1. Reviu Program Pemerintah untuk Petani dan Nelayan ………………………………… 20
3.1.2. Analisis Perbandingan Tren Pengeluaran Pemerintah dengan NTP dan NTN 26
3.1.3. Rekomendasi Kebijakan ………………………………………………………………………………. 29
3.2. Analisa Peluang Investasi Daerah
3.2.1. Identifikasi Peluang Investasi ………………………………………………………………………. 35
3.2.2. Analisis Aspek teknis …………………………………………………………………………………… 36
3.2.3. Analisis Aspek Pasar……………………………………………………………………………………. 38
3.2.4. Analisis Aspek Biaya ………………………………………………..………………………………….. 39
3.2.5. Analisis Kelayakan Keuangan/Investasi ………………………………….……………………. 40
3.2.6. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Investasi Pemerintah ………………... 42
3.2.7. Kesimpulan dan Rekomendasi …………………….…………………….…………………………. 42
BABIVKESIMPULANDANREKOMENDASI
4.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………….. 44
4.2. Rekomendasi ………………………………………………………………………………………………………….. 46
Tabel 1.1 Indikator Ekonomi s.d. Triwulan III 2021 1
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Riau s.d. Akhir Triwulan III
Tahun 2020 dan Tahun 2021
6
Tabel 2.2 Perkiraan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Riau s.d. Triwulan IV Tahun 2021 10
Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBD Lingkup Provinsi Riau s.d. Triwulan III Tahun
2020 dan Tahun 2021
12
Tabel 2.4 Perkiraan Realisasi APBD Lingkup Provinsi Riau s.d. Triwulan IV Tahun
2021
16
Tabel 2.5 LRA Konsolidasian Provinsi Riau s.d. Triwulan III 2021 16
Tabel 2.6 Tax Ratio 18
Tabel 3.1 Lapangan Pekerjaan Utama Riau 20
Tabel 3.2 Alokasi Belanja Sektor Pertanian 21
Tabel 3.3 Realisasi Belanja Sektor Perikanan 23
Tabel 3.4 Jumlah Debitur UMi 25
Tabel 3.5 Alokasi DAK Fisik Sektor Pertanian 25
Tabel 3.6 Alokasi DAK Fisik Sektor Perikanan 26
Tabel 3.7 NTP Provinsi Riau per Subsektor 28
Tabel 3.8 Rencana Tapak KITB 38
Tabel 3.9 Struktur Transaksi Proyek 38
Tabel 3.10 Proyeksi Pendapatan dan Biaya 39
Tabel 3.11 Struktur Biaya Investasi dan Operasional 39
Tabel 3.12 Struktur Biaya Investasi 40
Tabel 3.13 Proyeksi Pendapatan dan Biaya (hasil analisis) 40
Tabel 3.14 Proyeksi Laba Rugi (hasil analisis) 40
Tabel 3.15 Proyeksi Arus Kas (hasil analisis) 40
Tabel 3.16 Proyeksi Arus Kas (hasil analisis) 41
Tabel 3.17 Sensivitas Proyek 41
DaftarTabel
Hal
Grafik 1.1 PDRB ADHB dan Pertumbuhan dari Sisi Lapangan Usaha di Prov. Riau TW II 2021 1
Grafik 1.2 PDRB ADHB dan Pertumbuhan dari Sisi Pengeluaran di Prov. Riau TW II 2
Grafik 1.3 Tingkat Inflasi di Riau dan Nasional (mtm) 2
Grafik 1.4 Tingkat Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) 3
Grafik 1.5 Tren Kemiskinan 3
Grafik 1.6 Tingkat Pengangguran 2019-2021 4
Grafik 1.7 GiniRatio Nasional dan Riau 4
Grafik 1.8 NTP Riau 2019-2021 5
Grafik 2.1 Perbandingan Penerimaan Perpajakan Q3 2020 dan Q3 2021 7
Grafik 2.2 Realisasi PNBP per Satker s.d. TW III 2021 8
Grafik 2.3 Belanja Pemerintah Pusat 9
Grafik 2.4 Realisasi Output 10
Grafik 2.5 Kontribusi per Jenis Pendapatan TW III 2021 12
Grafik 2.6 Realisasi PAD dan Pendapatan Transfer TW III Tahun 2020 dan 2021 13
Grafik 2.7 Perbandingan Rasio Kemandirian PEmda se-Prov. Riau s.d. TW III 2021 13
Grafik 2.8 Komposisi Belanja Daerah TW III 2021 14
Grafik 2.9 Realisasi Belanja Daerah TW III 2021 14
Grafik 2.10 Komposisi Belanja Daerah per Pemda TW III 2021 15
Grafik 2.11 Surplus/Defisit Anggaran TW III Tahun 2020-2021 15
Grafik 2.12 Kontribusi Pendapatan 17
Grafik 2.13 Pertumbuhan Pendapatan 17
Grafik 3.1 Realisasi Belanja Sektor Pertanian 22
Grafik 3.2 Realisasi KUR per Sektor 24
Grafik 3.3 Perkembangan NTP Riau 27
Grafik 3.4 Perbandingan Tren NTP dengan Pengeluaran Kebijakan Pemerintah 27
Grafik 3.5 NTP Provinsi Riau per Subsektor 28
Grafik 3.6 NTP Nasional dan Riau 29
Hal
DaftarGrafik
ANALISAEKONOMIREGIONAL
Inflasi tahunan sebesar 2,25 persen, melampaui tingkat inflasi nasional yang pada bulan
September di angka 1,60 persen. Andil terbesar dari kelompok makanan, minuman dan tembakau
sebesar 4,86 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran 2,93 persen dan
kelompok kesehatan sebesar 2,76 persen. PDRB Riau terakhir mencapai Rp 205.03 trilliun
dengan peringkat terbesar keenam di Indonesia serta terbesar kedua di luar Pulau Jawa, selain
itu berkontribusi sebesar 4,89 persen terhadap perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi
rilis terakhir BPS yaitu triwulan III tahun 2021 sebesar 4,10 persen (yoy), naik signifikan
dibandingkan tahun lalu yang terkontraksi 1,74 persen. Angka kemiskinan di Riau meningkat
sebesar 500.810 penduduk pada Maret 2021 yang disebabkan pandemi COVID-19. Pandemi juga
menyebabkan tingkat pengangguran terbuka meningkat pada awal pandemi khususnya di
perkotaan, namun sampai bulan Februari 2021 terjadi sedikit penurunan. Ketimpangan
pendapatan dibawah rata-rata nasional namun tren meningkat tipis sampai dengan Maret 2021.
NTP Provinsi Riau September 2021 sebesar 141,32 atau naik 3,35% di banding Agustus 2021
sebesar 136,74. NTP Provinsi Riau ini menduduki peringkat kesatu dari sepuluh provinsi di
Sumatera. Tanaman perkebunan rakyat sebanyak 3,73 persen, perikanan 1,29 persen,
peternakan 0,80 persen, tanaman pangan 0,27 persen dan hortikultura 0,18 persen. Komoditi
kelapa sawit menjadi kontributor terbesar dalam kenaikan NTP.
ANALISAFISKALREGIONAL
Realisasi pendapatan negara di Riau sampai dengan triwulan III 2021 mencapai Rp20,45
triliun. Dibanding realisasi pendapatan tahun sebelumnya yang sebesar Rp10,85 triliun, realisasi
ini tumbuh positif secara signifikan sebesar 88,44%. Namun dari sisi pengeluaran, realisasi
belanja mengalami sedikit penurunan yaitu sejumlah 6,43% dari Rp23,28 triliun menjadi
Rp21,77 triliun. Sehingga defisit pada triwulan III ini sebesar Rp1,31 triliun, berkurang 89%
dibanding defisit tahun lalu (yoy).
RingkasanEksekutif
Adapun kenaikan signifikan dari pendapatan di akhir Triwulan III dikarenakan kenaikan bea
keluar. Bea keluar bersumber dari ekspor komoditi minyak sawit mentah/CrudePalmOil (CPO)
yang disebabkan kenaikan harga referensi CPO mulai Januari sampai September Tahun 2021.
Realisasi DAK Fisik sebesar 28,14% secara persentase merupakan terendah dibanding
dana TKDD lainnya. Rendahnya realisasi tersebut disebabkan adanya mekanisme baru dalam
proses permintaan penyaluran DAK Fisik yaitu pra reviu APIP yang membuat alokasi waktu
bertambah, penerapan aplikasi SIPD, rendahnya responsivitas desa dan pemerintah daerah
terkait perubahan aturan dana desa, serta terlambatnya penetapan Perkada dan APBDes.
Pendapatan negara hingga akhir 2021 diperkirakan terealisasi Rp 16,25 triliun atau
sekitar 94,68% dari target pendapatan. Adapun belanja negara diprediksi terealisasi Rp29,07
triliun atau sekitar 99,63%. Hal tersebut mempertimbangkan peningkatan belanja dari tahun
sebelumnya yang memiliki peningkatan rata-rata 10,41 % per tahunya. Terdapat beberapa hal
lain yang diperkirakan akan mempengaruhi realisasi belanja, di antaranya menguatnya
pengeluaran konsumsi pemerintah, belanja pegawai, belanja barang operasional, dan bantuan
pemerintah, meningkatnya tren realisasi belanja modal pada triwulan I dan II tahun 2021 dan
pengeluaran tak terduga dikarenakan wabah covid-19.
Total APBD tahun anggaran 2021 di Provinsi Riau sebesar Rp30,43 triliun untuk target
pendapatan, pagu belanja sebesar Rp31,40 triliun dan defisit sebesar Rp986,41 miliar.
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah pada triwulan III 2021 mencapai 9,98 persen (yoy),
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tren positif ini didorong oleh pertumbuhan
Pajak Daerah 15,55 persen (yoy) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang
mencapai 5,04 persen. Kenaikan belanja tertinggi terjadi pada belanja operasi 7,22 persen (yoy)
dan diikuti oleh belanja transfer 5,04 persen (yoy). Sedangkan belanja modal dan belanja tidak
terduga, mengalami penurunan realisasi. Salah satu penyebabnya karena masih difokuskan pada
penanganan covid-19. Pendapatan daerah hingga akhir tahun 2021 diperkirakan dapat
direalisasikan sebesar Rp36,02 triliun atau 114,46% dari target pendapatan.
Sementara itu, perkiraan belanja daerah yang terealisasi sampai dengan akhir tahun 2021 sebesar
Rp31,69 triliun atau 99,91% dari pagu belanja.
Realisasi pendapatan konsolidasian di Provinsi Riau sebesar Rp 22,89 triliun. Sementara
itu, realisasi belanja konsolidasian mencapai Rp 24,28 triliun, sehingga pada periode ini terjadi
defisit sebesar Rp 1,38 triliun. Kontributor terbesar yaitu pada pendapatan pajak sebesar 90,93 %
dan mengalami kenaikan signifikan sebesar 82,64% dibandingkan periode yang sama tahun 2020.
Kenaikan tersebut disebabkan PBB yang telah tercapai target, pertumbuhan pada PPh
Badan/orang pribadi dan kenaikan harga sawit. Belanja Pemerintah Pusat masih mendominasi
belanja pemerintah sebesar 84,93%. Belanja konsolidasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
sebesar 3,66 trilliun meningkat 16,58% dibandingkan tahun 2020. Kenaikan ini disebabkan
naiknya realisasi belanja bagi hasil pada Pemerintah Daerah.
ANALISATEMATIK
Sumbangan terbesar pada pertumbuhan ekonomi di Riau berasal dari sektor pertanian
dengan angka pertumbuhan 1,63% (yoy), kemudian sektor perdagangan dengan laju
pertumbuhan 1,43% (yoy). Dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian diberikan dalam
bentuk belanja pemerintah pusat berupa belanja kementerian teknis, pemberian program
bantuan melalui program padat karya pertanian kepada petani dan peternak yang terdampak
pandemi, serta belanja melalui alokasi transfer ke daerah. Alokasi Output Strategis pada Bagian
Anggaran 018 Tahun Anggaran 2021 berjumlah Rp. 40,6 milyar dengan realisasi sampai dengan
September 2021 sebesar Rp. 33,3 milyar (81,9%). Dukungan berupa pembangunan sarana dan
prasarana yang menunjang pertanian di Provinsi Riau dilakukan dalam bentuk pembangunan
embung, pemeliharaan irigasi, dan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi
(P3TGAI). Total dari tiga rincian output tersebut adalah Rp. 80,91 milyar dengan realisasi sampai
dengan triwulan III 2021 mencapai Rp. 78 milyar atau 85%. Pada sektor perikanan, dukungan
fiskal dapat ditelusuri dengan alokasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Total pagu pada
Kementerian Kelautan dan Perikanan lingkup Provinsi Riau adalah sebesar Rp. 11,5 milyar.
Kinerja penyerapan anggaran sampai dengan triwulan III 2021 juga telah melebihi target
ideal. Sampai dengan penutupan September 2021, sebesar 71% anggaran. Selain dukungan fiskal,
untuk mendukung sektor pertanian dan perikanan, pemerintah juga menyediakan fasilitas kredit
yang dapat dimanfaatkan petani dan/atau nelayan. Pada sektor perikanan, peternak ikan yang
memanfaatkan fasilitas KUR sampai dengan triwulan III 2021 baru mencapai 1.266 debitur
dengan nilai penyaluran sebesar Rp. 48,4 milyar. Dukungan lain pemerintah yaitu melalui DAK
Fisik. Alokasi DAK Fisik Penugasan tahun 2021 untuk penguatan sektor pertanian meningkat
lebih dari 183%. Meningkat dari Rp. 31,3 milyar pada tahun 2020 menjadi Rp. 57,4 milyar pada
tahun 2021. Alokasi penugasan berupa pembangunan pengembangan kawasan pangan dan
pembangunan sarana pertanian.
Peningkatan NTP di Riau sejalan dengan kinerja penyaluran KUR, UMi dan besaran alokasi
DAK Fisik pada sektor Pertanian dan Perikanan. Sedangkan terhadap realisasi APBN yang lebih
rendah dari tahun lalu, laju NTP masih positif. Adapun dari sub-subsektor pembentuk NTP Riau,
subsektor tanaman perkebunan rakyat memiliki porsi dan peningkatan terbesar. Dari indeks
145,79 pada bulan Agustus 2021, subsektor tanaman perkebunan rakyat meningkat 3,73%
menjadi 151,23 pada bulan September 2021. Sedangkan subsektor hortikultura memiliki nilai
terendah pada level 90,53 pada September 2021, dengan margin pertumbuhan sebesar 0,18%
dibandingkan periode sebelumnya.
Pengembangan Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) merupakan salah satu peluang
investasi di Riau yang layak untuk ditindaklanjuti. Potensi yang sangat besar dari bahan baku
kelapa sawit memerlukan industri yang dapat melakukan hilirisasi sehingga dapat
mengoptimalkan value added dari produk sawit. Peluang investasi pengembangan Kawasan
Industri Tanjung Buton (KITB) di Kabupaten Siak sangat layak berdasarkan kajian dari BAPPEDA,
BPKM dan DPMPTSP dengan nilai investasi sebesar Rp 227.671.052.550,- dengan payback
periode tahun keenam, NPV sebesar Rp 87.156.862.717,- , IRR sebesar 19,83%, dan benefitcost
ratio 0,72. Secara aspek teknis KITB sudah sesuai dengan tata ruang wilayah, letak yang strategis
dan didukung pelabuhan dengan tujuan Internasional. Aspek pasar, permintaan akan hasil
olahan CPO sangat tinggi dan tepat dengan program pemerintah untuk hilirisasi CPO.
Aspek biaya dan keuangan, proyek KITB dapat memberikan banyak keuntungan, baik
secara materiil maupun sosial seperti penyerapan tenaga kerja, alih fungsi wilayah, serta
menjamin pasar terhadap produksi sawit lokal. Faktor pendukung KITB antara lain kawasan
tersebut termasuk sebagai kawasan strategis provinsi Riau, dokumen RPIP pengembangan
industry CPO dari migas, mempunyai pelabuhan dan Sumber Daya Alam kelapa sawit yang
melimpah. Sedangkan factor penghambat yaitu terdapat lahan gambut yang memerlukan biaya
besar, terdapat tumpeng tindih status lahan, kondisi jalan yang masih rusak sebagian, status
hokum lahan baru 1,5 persen dan ketersediaan SDM berpendidikan terbatas.
REKOMENDASI
Rekomendasi yang dapat kami sampaikan yaitu pemanfaatan program-program dari
BLU BPDPKS untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit dikarenakan masih minimnya
sosialisasi dan pengetahuan dari para petani terkait program tersebut. Selain itu peningkatan
pemanfaatan Program Kredit Usaha Rakyat untuk subsektor Nilai Tukar Petani yang masih
dibawah 100 yaitu subsektor peternakan, tanaman pangan dan hortikultura.
Perlu dukungan investasi dari Pemerintah terkait pengembangan infrastruktur
pendukung KITB seperti akses jalan tol, jalan raya menuju kawasan industri, pelabuhan dan
jalur kereta api. Selain dukungan tersebut, perlu adanya kebijakan insentif berupa keringanan
kewajiban pajak dan insentif lainnya untuk lebih menarik minat investor. Dari sisi lain, pelaku
usaha harus aktif berkolaborasi dengan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun daerah
dalam pengembangan KITB.
inflasi
INDIKATOREKONOMI RIAU
pertumbuhanekonomi & pdrb
tingkatpengangguranterbuka
nilai tukar petani
tingkat kemiskinan
peluang investasi
4,10%Rp 216,47
(yoy)
2.25
(yoy)
4,96 7,12
141,32
Kawasan Industri Tanjung Buton
Nilai investasiRp 227,67 M
Pagu
Kinerja APBD
28,83 TRealisasi21,78 T
75,54 %
Kinerja APBNBelanja Pemerintah Pusat
Pagu = 7,99 TRealisasi = 5,44 T (68,08%)
Transfer Ke Daerah dan Dana DesaPagu = 20,83 T
Realisasi = 16,33 T (78,40%)
Realisasi Pendapatan = 20,46 T
Target = 30,43 T Realisasi Pendapatan = 21,47 T
Pagu = 31,40 TRealisasi Belanja = 16,38 T
70,56%
52,16%
117,83 %
AnggaranPendapatandanBelanjaDaerah(APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebuah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bea adalah pungutan yang dikenakan atas keluar masuknya barang/komoditas yang berkaitan yang
masuk dan keluar wilayah pabean. Pungutan bea ini bersifat wajib dan dikenakan pada produk hasil
ekspor dan impor. Bea yang dikenakan atas barang impor disebut bea masuk, dan bea yang dikenakan
atas barang keluar disebut bea keluar.
BelanjaDaerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih. Belanja Negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat
atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang disahkan oleh Direktur
Jenderal Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara
terus menerus.
Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
NilaiTukarNelayan(NTN) adalah rasio antara indeks harga yang diterima nelayan (It) dengan indeks
harga yang dibayar nelayan (Ib) dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional, NTN pengukur
kemampuan tukar produk perikanan tangkap yang dihasilkan nelayan dengan barang atau jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga nelayan dan keperluan mereka dalam menghasilkan produk perikanan
tangkap.
DaftarIstilah
NilaiTukarPetani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani sebagai perbandingan antara
Indeks harga yg diterima petani (It) dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah
satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah kepada produsen untuk
menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
PajakPertambahanNilai(PPN) adalah pajak yang dikenakan dalam setiap proses produksi maupun
distribusi/pungutan terhadap konsumsi Barang Kena Pajak/Jasa Kena pajak di dalam daerah Daerah
Pabean.
PendapatanDaerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan Hibah adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau
surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari
dalam negeri atau luar negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut, pemerintah mendapat manfaat
secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L, atau diteruskan kepada
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
PendapatanNegara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
PenerimaanNegaraBukanPajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak
berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah adalah nilai seluruh jenis output pemerintah dikurangi nilai output untuk
pembentukan modal sendiri dikurangi nilai penjualan barang/jasa (baik yang harganya signifikan dan
tdk signifikan secara ekonomi) ditambah nilai barang/jasa yang dibeli dari produsen pasar untuk
diberikan pada RT secara gratis atau dengan harga yang tidak signifikan secara ekonomi (socialtransfer
inkind-purchasedmarketproduction).
ProdukDomestikRegionalBruto(PDRB) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.
Foto : Wisata Mangrove Jembatan Pelangi, Kepulauan Meranti
BAB I ANALISIS EKONOMIREGIONAL
Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
1 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
BAB I. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
1.1 Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi
Ekonomi Riau sampai dengan triwulan tiga tahun 2021 tumbuh sebesar 4,10
persen (y-on-y), naik signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terkontraksi sebesar 1,74 persen. Angka tersebut berada di atas target Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Riau sebesar 2,93 persen dan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) sebesar 5,0 persen. Inflasi tahun kalender sampai dengan September
2021 sebesar 0,79 persen dan Inflasi tahunan pada bulan September 2021 sebesar 2,25
persen, berada di bawah target RKPD sebesar 2,29 persen dan RKP sebesar 3,10
persen. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka pada bulan Agustus 2021 turun
sebesar 1,40 persen poin menjadi sebesar 4,42 persen dibanding TPT bulan Agustus
2020 sebesar 4,92 persen. Tingkat kemiskinan pada Maret 2021 sebesar 7,12 persen
naik sebesar 0.30 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,82
persen, lebih tinggi dari RKPD sebesar 6.82 persen, namun masih berada di bawah
target RKP sebesar 9,2 persen.
Tabel 1.1 Indikator Ekonomi s.d. Triwulan III 2021
Indikator Ekonomi s.d. TW III RKPD RKP
Pertumbuhan Ekonomi (y-on-y) 4.10 2.93 5,0
Tingkat Inflasi (kalender) 0.79 2,29 3,10
Tingkat Pengangguran Terbuka 4,42 5.96 7,7-9,1
Tingkat Kemiskinan 7,12 6,62 9,2-9,7
Sumber : BPS Provinsi Riau, Bappenas, Bappeda Provinsi Riau
1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Seiring geliat ekonomi yang mulai
bergerak, ekonomi Riau mencatatkan
pertumbuhan sebesar 4,10 persen
pada triwulan III-2021 terhadap
triwulan III-2020 (yoy). Dari sisi
pengeluaran, Komponen Ekspor Luar
Negeri mengalami pertumbuhan
tertinggi sebesar 47,71 persen, diikuti
Komponen Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah sebesar 28,50 persen. Pada periode ini, di sisi pengeluaran, pertumbuhan
terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali Pengeluaran Konsumsi Lembaga
Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT).
Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB beberapa Komponen Pengeluaran (yoy) (persen) Triwulan III 2021
Sumber : BPS
2 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Pada sisi lapangan usaha, pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh lapangan usaha.
kecuali pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian yang mengalami
kontraksi sebesar 0,79 persen. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial merupakan
lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 16,06 persen, diikuti
oleh Perdagangan, Reparasi Mobil dan Motor sebesar 10,09 persen dan Penyediaan
Akomodasi & Makan Minum sebesar 9,26 persen.
1.1.2 Inflasi
Pada bulan September 2021, Provinsi Riau mengalami inflasi bulanan (mtm) 0,19
persen setelah bulan sebelumnya tercatat mengalami deflasi 0,11 persen. Tingkat inflasi
tahun kalender (periode Januari sampai dengan September 2021) sebesar 0,79 persen,
sedikit di bawah inflasi tahun kalender nasional yang tercatat di angka 0,80 persen.
Sedangkan inflasi tahunan (y-o-y) sebesar 2,25 persen, melampaui tingkat inflasi
tahunan nasional yang pada bulan September berada di angka 1,60 persen. Tiga indeks
kelompok pengeluaran yaitu kelompok transportasi, kelompok kesehatan dan kelompok
Grafik 1.2 Pertumbuhan PDRB beberpa Lapangan Usaha (yoy) (persen)
Sumber : BPS
Grafik. 1.4 Tingkat Inflasi Riau dan Nasional (yoy)
Grafik. 1.3 Tingkat Inflasi Riau dan Nasional (mtm)
Sumber : BPS (diolah)
Sumber: BPS
3 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga memberikan andil terbesar
terhadap inflasi bulanan, yakni masing-masing 0,40 persen, 0,38 persen dan 0,36
persen. Sementara angka inflasi tahunan, andil terbesar dari kelompok Makanan,
Minuman dan Tembakau sebesar 4,86 persen, kelompok Penyediaan Makanan dan
Minuman/Restoran 2,93 persen dan kelompok kesehatan sebesar 2,76 persen.
1.2 Perkembangan dan Analisis Indikator Kesejahteraan
1.2.1 Kemiskinan
Perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Riau dalam empat tahun terakhir
(kurun waktu Maret 2017 hingga Maret 2020) menunjukkan tren menurun. Pada Maret
2017 jumlah penduduk
miskin tercatat sebanyak
514.620 atau 7,78
persen dan pada Maret
2020 turun menjadi
483.390 atau 6,90
persen. Perkembangan
tingkat kemiskinan di
Provinsi Riau dalam
empat tahun terakhir
(kurun waktu Maret 2017 hingga Maret 2020) menunjukkan tren menurun. Pada Maret
2017 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 514.620 atau 7,78 persen dan pada
Maret 2020 turun menjadi 483.390 atau 6,90 persen. Dampak pandemi covid-19 kembali
meningkatkan angka kemiskinan di Riau hingga melonjak menjadi 500.810 pada Maret
2021. Berbagai upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan melalui program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diharapkan dapat menekan laju penambahan
angka penduduk miskin, meski dampak covid masih berkelanjutan.
1.2.2 Pengangguran
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau pada periode Agustus 2021
mencapai 4,42 persen, turun 1,9 poin dari periode yang sama pada Agustus 2020
sebesar 6,32 persen. Angka tersebut masih dominan disumbang dari tingkat
pengangguran perkotaan. Pada Agustus 2020 angka melonjak sampai 6,32 persen,
karena efek pandemi covid-19. Berbagai kebijakan pemerintah dalam upaya menekan
jumlah kasus covid-19 dan pemulihan ekonomi, cukup menekan laju tingkat
pengangguran.
Grafik. 1.5 Tren Kemiskinan
Sumber : BPS (diolah)
514.62
496.39500.44494.26490.72483.92483.39
491.22500.81
7.78
7.41 7.39
7.217.08
6.96.82
7.047.12
6
6.5
7
7.5
8
460
470
480
490
500
510
520
Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar
2017 2017 2018 2018 2019 2019 2020 2020 2021
Jumlah Penduduk Miskin (Ribuan) Persentase Penduduk Miskin
4 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Angka pengangguran di
pedesaan relatif menurun
cukup tajam dibanding
perkotaan. Hal ini karena
lapangan pekerjaan yang
terdampak efek pandemi
covid lebih banyak di
perkotaan, sementara sektor
pertanian yang mayoritas di
pedesaan cenderung bisa
bertahan bahkan meningkat
sehingga lebih banyak menyerap tenaga kerja.
1.2.3 Ketimpangan Pendapatan (Gini Ratio)
Secara nasional, angka Gini Ratio sejak Maret 2017 mengalami penurunan sampai
dengan September 2019. Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut
terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia. Pada Maret dan September
2020 kembali mengalami kenaikan karena efek pandemi covid-19 dan sedikit menurun
lagi pada Maret 2021.
Gini Ratio Provinsi Riau pada pada
periode Maret 2017 hingga Maret
2021 mengalami fluktuasi dengan
angka-angka di bawah nasional.
Pada Maret hingga September 2020
angka Gini Ratio mengalami
penurunan 0,008 hal ini
menunjukkan ketimpangan
pengeluaran dan pendapatan di
Provinsi Riau tidak terlalu
terdampak dengan kondisi
pandemi. Namun di periode
September 2020 hingga Maret 2021 ketimpangan mengalami kenaikan lagi. Meski
secara angka Gini Ratio di bawah angka nasional, angka Gini Ratio ini masih jauh dari
target Pemerintah Provinsi Riau, dimana target Gini Ratio pada RPJMD dipasang pada
angka 0,28.
1.2.4 Nilai Tukar Petani (NTP)
NTP Provinsi Riau dalam tiga tahun terakhir (2019 sampai 2021) menunjukkan
tren yang meningkat dari tahun ke tahun. NTP Provinsi Riau September 2021 sebesar
Grafik 1.6 Tingkat Pengangguran 2019-2021
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 1.7 Gini Ratio Nasional dan Riau
Sumber : BPS (diolah)
7.347.98
6.38
8.73 8.43
6.98
4.41 4… 3.934.69
2.64 2.73
5.57 5.974.92
6.32
4.964.42
Feb 19 Agust 19 Feb 20 Agust 20 Feb 21 Agust 21
Perkotaan Perdesaan Riau
5 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
141,32 atau naik 3,35 persen dibanding Agustus 2021 sebesar 136,74. NTP Provinsi
Riau ini menduduki peringkat ke-1 dari 10 Provinsi di Sumatera.
Dibandingkan Agustus 2021, kenaikan NTP di Provinsi Riau terjadi pada semua
subsektor penyusun NTP. Tanaman Perkebunan Rakyat (sebagai subsektor
penyumbang terbesar) sebanyak 3,73 persen, Perikanan 1,29 persen, Peternakan 0,80
persen, Tanaman Pangan 0,27 persen dan Hortikultura 0,18 persen. Tanaman
Perkebunan Rakyat di Riau yang didominasi Kelapa Sawit, merupakan komoditi yang
tidak terpengaruh efek pandemi covid, sehingga indeks harga yang diterima petani (It)
meningkat. Dengan indeks yang diterima meningkat maka menjadi seiring, kemampuan
indeks harga yang dibayar petani (Ib) juga meningkat.
Nilai Tukar Usaha
Pertanian (NTUP)
Provinsi Riau pada
September 2021
sebesar 141,82 persen,
juga mengalami
kenaikan dibandingkan
NTUP Agustus 2021
sebesar 137,64 persen.
NTUP subsektor
Tanaman Perkebunan
Rakyat 151,67,
perikanan 105,22,
peternakan 99,35, hortikultura 91,82 dan tanaman pangan 91,52. Namun kenaikan
NTUP hanya disumbang oleh 4 subsektor yaitu Tanaman Perkebunan Rakyat 3,39
persen, Perikanan 1,24 persen, Peternakan 0,82 persen, dan hortikultura 0,07 persen.
Subsektor tanaman pangan mengalami penurunan NTUP -0,18 dibanding bulan
sebelumnya sebesar sebesar 91,69.
Menilik angka capaian NTUP Provinsi Riau pada September 2021 ini cukup unik
jika dibandingkan dengan target pemerintah Provinsi Riau. Pada RPJMD Provinsi Riau
target NTUP untuk tahun 2021 subsektor perkebunan 100,10, perikanan 110,00,
peternakan115,00, hortikultura 115,70 dan tanaman pangan 115,70. Target NTUP
subsektor perkebunan dipasang rendah namun dapat terealisasi tinggi, sementara 4
subsektor lainnya dipasang target cukup tinggi namun realisasinya rendah.
Grafik 1.8 NTP Riau 2019-2021
Sumber : BPS (diolah)
Foto : Tribun Venue Sky Air Rumbai, Pekanbaru
BAB II ANALISIS FISKALREGIONAL
Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
6 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
BAB II. ANALISIS FISKAL REGIONAL
2.1 Pelaksanaan APBN
Pada tahun 2021 target pendapatan di Provinsi Riau ditetapkan sebesar Rp17,36
triliun dan pagu belanja sebesar Rp28,82 triliun. Target pendapatan pada Triwulan III
2021 lebih tinggi jika dibandingkan target di tahun 2020 yang berjumlah sebesar Rp15,34
triliun. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun
2021 sudah menuju tahap pemulihan. Sedangkan pagu belanja negara pada tahun dari
2021 berjumlah sebesar Rp28,82 triliun, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pagu
belanja tahun 2020 sebesar Rp30,14 triliun.
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Riau s.d. Akhir Triwulan III Tahun 2020 dan Tahun 2021
(dalam miliar rupiah)
Uraian Q3 2020 Q3 2021
%Growth Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
15.340 10.857 70,77% 17.363 20.458 117,83% 88,44%
1. Penerimaan Perpajakan 14.706 10.254 69,73% 16.763 19.810 118,18% 93,19%
2. PNBP 634 602 95,00% 600 648 108,04% 7,58%
B. BELANJA NEGARA 30.142 23.289 77,26% 28.828 21.777 75,54% -6,49%
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP)
7.561 4.764 63,01% 7.996 5.444 68,08% 14,28%
1. Belanja Pegawai 3.134 2.254 71,94% 3.137 2.344 74,74% 4,00%
2. Belanja Barang 3.366 1.993 59,21% 2.919 1.903 65,19% -4,50%
3. Belanja Modal 1.039 505 48,56% 1.915 1.184 61,81% 134,58%
4. Belanja Bantuan Sosial 22 12 55,44% 25 13 51,10% 3,17%
II. TKDD 22.582 18.525 82,04% 20.832 16.333 78,40% -11,84%
1. TRANSFER KE DAERAH 21.128 17.354 82,14% 19.347 15.359 79,39% -11,50%
A) DANA PERIMBANGAN 20.718 17.008 82,09% 19.018 15.178 79,81% -10,76%
1) Dana Transfer Umum 15.859 13.340 84,12% 13.926 12.417 89,17% -6,92%
a) Dana Bagi Hasil 7.372 6.243 84,69% 5.522 5.783 104,72% -7,38%
b) Dana Alokasi Umum 8.486 7.096 83,62% 8.404 6.634 78,95% -6,51%
2) Dana Transfer Khusus 4.860 3.668 75,48% 5.092 2.761 54,22% -24,73%
a) DAK Fisik 1.577 1.436 91,04% 1.677 472 28,14% -67,13%
b) DAK Nonfisik 3.283 2.232 68,00% 3.415 2.289 67,03% 2,54%
B) DID 410 346 84,40% 329 181 54,94% -47,79%
a) Dana Insentif Daerah 410 346 84,40% 329 181 54,94% -47,79%
2. DANA DESA 1.453 1.171 80,60% 1.485 974 65,59% -16,86%
a) Dana Desa 1.453 1.171 80,60% 1.485 974 65,59% -16,86%
C. SURPLUS/DEFISIT (14.802) (12.432) 83,99% (11.465) (1.318) 11,50% -89,39%
Sumber: OMSPAN, Simtrada (pagu TKDD), Kanwil DJP Riau (pendapatan pajak), Kanwil DJBC Riau (pendapatan Bea dan Cukai)
Realisasi pendapatan negara di Riau sampai dengan triwulan III 2021 mencapai
Rp20,45 triliun. Dibanding realisasi pendapatan tahun sebelumnya yang sebesar
Rp10,85 triliun, realisasi ini tumbuh positif secara signifikan sebesar 88,44%. Namun
dari sisi pengeluaran, realisasi belanja mengalami sedikit penurunan yaitu sejumlah
6,43% dari Rp23,28 triliun menjadi Rp21,77 triliun. Sehingga defisit pada triwulan III ini
hanya sebesar Rp1,31 triliun, berkurang 89% dibanding defisit tahun lalu (yoy) yang
sebesar Rp12,43 triliun. Adapun kenaikan signifikan dari pendapatan di akhir Triwulan
7 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
III ini dikarenakan melonjaknya bea keluar. Penerimaan rutin bea keluar di Provinsi Riau
didapatkan dari ekspor komoditi minyak sawit mentah/Crude Palm Oil (CPO) dan terjadi
lonjakan penerimaan bea keluar dikarenakan kenaikan harga referensi CPO mulai dari
Bulan Januari sampai September Tahun 2021.
2.1.1 Pendapatan Negara
Penerimaan Perpajakan
Sampai dengan akhir triwulan III 2021, penerimaan perpajakan di Riau dapat
terealisasikan dengan jumlah neto
sebesar Rp19,81 triliun,
mengalami kenaikan 93,16%
dibanding periode yang sama di
tahun lalu yang hanya mencapai
Rp10,25 triliun. Penerimaan yang
dicapai pada Triwulan III T.A 2021
tersebut diurutkan dari yang
terbesar terdiri dari penerimaan
Bea keluar sebesar Rp 8 Triliun
(berkontribusi sebesar 40,38% penerimaan perpajakan), PPh sebesar Rp5,19 triliun
(kontribusi 26,23% penerimaan perpajakan), PPN sebesar Rp4,5 Triliun (kontribusi
22,76%), PBB sebesar Rp1,85 triliun (kontribusi 9,38%), Pajak lainya sebesar Rp134,79
miliar ( kontribusi 0,68%), Bea masuk sebesar Rp110,1 miliar (kontribusi 0,56%), PPnBM
sebesar Rp3,34 miliar (kontribusi 0,02%), dan terkecil adalah penerimaan Cukai sebesar
Rp150,3 juta (kontribusi 0,0008%, sekaligus satu-satunya pos penerimaan perpajakan
yang tumbuh negatif dibanding tahun lalu).
Secara umum penerimaan perpajakan menunjukkan trend positif dibanding
periode yang sama tahun lalu. Rata-rata pertumbuhan penerimaan perpajakan berada
di kisaran 17,78% (yoy), kecuali penerimaan bea keluar yang mengalami pertumbuhan
signifikan hingga ribuan persen. Penerimaan bea keluar Rp 8 triliun yang jauh
melampaui target (mencapai 5.079% dari target Rp157,51 miliar, dan tumbuh positif
3.400% dibanding realisasi tahun lalu (yoy) sebesar Rp228,52 miliar) diperoleh karena
komoditi CPO terus mengalami kenaikan harga sejak awal tahun ini. Kenaikan harga ini
berkorelasi positif dengan kenaikan Bea Keluar yang ditetapkan secara progresif sesuai
dengan Harga Patokan Ekspor (HPE).
Dari seluruh komponen penerimaan perpajakan di provinsi Riau, penerimaan
yang berasal dari Cukai adalah yang terkecil, hanya sebesar Rp150,3 juta. Kecilnya
Grafik 2.1 Perbandingan Penerimaan Perpajakan Q3 2020 dan Q3 2021 (miliar rupiah)
Sumber: OMSPAN, Kanwil DJP Riau & Kanwil BC Riau (diolah
5,196 4,508
1,858
135 3 0,15 110
8,000
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
mil
iar
2020 2021
8 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
penerimaan negara yang berasal dari Cukai ini turut dipengaruhi oleh maraknya
peredaran rokok dan minuman keras ilegal di provinsi Riau. Tahun ini saja, Kanwil Ditjen
Bea dan Cukai Provinsi Riau telah menyita rokok dan minuman keras illegal yang
menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp 2 miliar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Realisasi PNBP
sampai triwulan III 2021
berjumlah Rp647,83 miliar,
berkontribusi 3,17%
terhadap total pendapatan.
Jumlah ini meningkat 7,58%
dibandingkan triwulan III
2020 yang berjumlah
Rp602,17 miliar.
Penerimaan ini berasal dari pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) Rp290,95 miliar
dan PNBP Lainnya sebesar Rp356,87 miliar. Pendapatan Badan Layanan Umum
berasal dari 3 BLU di provinsi Riau, yaitu Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
sebesar Rp132,51 miliar, Universitas Riau sebesar Rp129,48 miliar, dan Rumah Sakit
Bhayangkara Pekanbaru sebesar Rp28,95 miliar. Pendapatan PNBP Lainnya terdiri dari
pendapatan PNBP Fungsional sebesar Rp339,39 miliar dan PNBP Umum sebesar
Rp17,47 miliar.
Secara akumulasi, realisasi PNBP terbesar berada di satuan kerja sektor
pendidikan, yaitu Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim sebesar Rp132,84 miliar
dan Universitas Riau sebesar Rp129,56 miliar.
2.1.2 Belanja Negara
Belanja negara lingkup Provinsi Riau dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
belanja pemerintah pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Total
realisasi belanja pemerintah pusat dan TKDD hingga triwulan III TA 2021 adalah
Rp21,77 triliun.
Grafik 2.2 Realisasi PNBP per satker s.d. Triwulan III 2021 (dalam juta Rupiah)
Sumber: OMSPAN (diolah)
180,219
22,414
28,962
61,655
92,169
129,567
132,844
- 100,000 200,000
319 satker lainnya
KSOP Tanjung Buton
Rumkit Bhayangkara Pku
Ditlantas Polda Riau
KSOP Dumai
Unri
UIN Suska
9 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Belanja Pemerintah Pusat
Realisasi belanja pemerintah pusat
sampai dengan triwulan III tahun
2021 tercatat sebesar Rp5,44 triliun
dari pagu belanja pemerintah pusat
yang berjumlah Rp7,99 triliun.
Realiasi ini berkontribusi 25%
terhadap total belanja negara.
Realisasi ini lebih besar 14,28%
dibandingkan dengan realisasi pada
periode yang sama di tahun lalu.
Pertumbuhan terbesar didorong oleh
kenaikan belanja modal hingga 134,58% dibanding tahun lalu. Belanja modal di Riau
didominasi untuk pembangunan jalan, perbaikan IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah) dan jaringan sumber daya air oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Balai
Pemukiman Prasarana Wilayah. Adapun arah pemulihan ekonomi terlihat dari
penguatan berbagai indikator seperti PMI Manufaktur, ekspor-impor dan belanja
masyarakat.
Adapun Belanja Pemerintah Pusat terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang,
Belanja Modal, dan belanja Bantuan Sosial. Per Triwulan III T.A 2021 ini realisasi Belanja
Pegawai berhasil direalisasikan sebesar Rp2,34 triliun, Belanja Barang Rp1,9 triliun,
Belanja Modal Rp1,18 triliun dan Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp12,59 Miliar.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Pagu Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2021 di Provinsi Riau
adalah sebesar Rp 20,83 triliun, lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
Rp22,58 triliun. Realisasi TKDD sampai dengan Triwulan III di Provinsi Riau adalah
sebesar Rp16,33 Triliun yang terdiri dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar
Rp6,63 triliun, diikuti Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp5,78 triliun, Dana Alokasi
Khusus (DAK) Fisik dan Non Fisik Rp2,76 triliun, Dana Insentif Daerah (DID) Rp180,7
milyar dan Dana Desa sebesar Rp973,83 Milyar. Realisasi DAK Fisik 28,14% secara
persentase merupakan terendah dibanding dana TKDD lainnya. Capaian ini juga
tergolong rendah jika dibandingkan dengan persentase realisasi DAK Fisik yang sudan
mencapai 91,04% pada periode yang sama tahun lalu. Rendahnya realisasi tersebut
disebabkan adanya mekanisme baru dalam proses permintaan penyaluran DAK Fisik
yaitu pra reviu APIP yang membuat alokasi waktu bertambah lama. Selain itu,
Grafik 2.3 Belanja Pemerintah Pusat (dalam miliar Rupiah)
Sumber: OMSPAN (diolah)
0
100
200
300
400
J a n F e b M a r A p r M e i J u n J u l A g t S e p
mil
iar
Belanja Pegawai Belanja Barang
Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial
10 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
penerapan aplikasi baru SIPD turut menyebabkan rendahnya realisasi TKDD. Hal ini
terbukti dengan persentase realisasi TKDD yang tumbuh negatif secara keseluruhan
dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (year on year).
2.1.3 Surplus/Defisit
Meningkatnya realisasi pendapatan pada tahun ini menyebabkan defisit yang lebih
kecil dibandingkan tahun lalu (yoy). Realisasi penerimaan bea keluar yang sangat
signifikan (mencapai 5.079% dari target Rp157,51 miliar) diikuti kenaikan realisasi
penerimaan sektor lainnya menyebabkan defisit pada triwulan III ini hanya sebesar
Rp1,31 triliun, berkurang 89% dibanding defisit tahun lalu (yoy) yang sebesar Rp12,43
triliun.
2.1.4 Prognosis APBN
Pendapatan negara hingga akhir 2021 diperkirakan terealisasi Rp 22,19 triliun atau
sekitar 127,80% dari target pendapatan. Sementara itu, belanja negara diprediksi
terealisasi Rp28,82 triliun atau sekitar 99,98%. Hal tersebut mempertimbangkan
peningkatan belanja dari tahun sebelumnya yang memiliki peningkatan rata-rata 10,41
% per tahunya.
Tabel 2.2 Perkiraan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Riau s.d. Triwulan IV Tahun 2021
Uraian Pagu
(miliar)
Realisasi s.d. Triwulan III
Perkiraan Realisasi s.d. Triwulan IV
Rp (miliar) % Rp (miliar) %
Pendapatan Negara 17.363 20.458 117,83% 22.190 127,80%
Belanja Negara 28.828 21.777 75,54% 28.827 99,98%
Surplus/Defisit -11.465 -1.318 11,50% -6.637 57,90%
Sumber: SPAN dan hasil prognosis
2.1.5 Analisis Capaian Output : Layanan Dasar Publik
Grafik 2.4 Realisasi Ouput
Apabila dibagi per fungsi,
progress realisasi belanja
dan capaian output strategis
terbesar berada pada sektor
pelayanan umum dengan
total realisasi mencapai
Rp2,81 triliun atau 54,68%
dari pagu sektor. Jumlah ini
didorong oleh capaian output
13
110
132
216
376
492
1,083
1,270
1,369
2,819
- 10,000
PERLINDUNGAN SOSIAL
KESEHATAN
AGAMA
LINGKUNGAN HIDUP
PERTAHANAN
PERUMAHAN DAN FASILITAS…
PENDIDIKAN
EKONOMI
KETERTIBAN DAN KEAMANAN
PELAYANAN UMUM
miliar Pagu Realisasi
Sumber: MEBE
11 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
tertinggi pada kelompok Alokasi BOS dari Dana Transfer dengan realisasi mencapai
Rp1,02 triliun. Realisasi terbesar kedua berada pada sektor ketertiban dan keamanan
sebesar sebesar Rp1,36 triliun. Selanjutnya realisasi terbesar ketiga berada pada sektor
ekonomi sebesar Rp1,26 triliun. Sedangkan 3 sektor dengan realisasi terendah secara
nominal adalah sektor perlindungan sosial (Rp13,2 miliar), sektor kesehatan (Rp110,2
miliar), dan agama (Rp131 miliar).
2.2. Pelaksanaan APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat berguna untuk
mengetahui komposisi anggaran dan prioritas kegiatan suatu daerah. Secara agregat
total APBD tahun anggaran 2021 di Provinsi Riau sebesar Rp30,43 triliun untuk target
pendapatan, pagu belanja sebesar Rp31,40 triliun dan defisit sebesar Rp986,41 miliar.
Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBD Lingkup Provinsi Riau s.d. Triwulan III Tahun 2020 dan Tahun 2021
(dalam miliar Rupiah)
Uraian Q3 2020 Q3 2021
%Growth Pagu Realisai %Realisasi Pagu Realisai %Realisasi
PENDAPATAN DAERAH
30.968,16 22.116,18 71,42 30.433,72 21.472,90 70,56 -2,91
Pendapatan Asli Daerah
5.852,07 4.125,52 70,50 7.247,39 4.537,36 62,61 9,98
Pajak Daerah 4.159,22 2.914,17 70,07 5.039,90 3.367,21 66,81 15,55
Retribusi Daerah 243,54 90,89 37,32 225,43 87,22 38,69 -4,04
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
327,54 239,26 73,05 314,62 251,32 79,88 5,04
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
1.121,77 881,21 78,55 1.667,44 831,61 49,87 -5,63
Pendapatan Transfer 25.116,09 17.990,66 71,63 23.186,33 16.935,54 73,04 -5,86
Transfer Pemerintah Pusat
22.581,50 17.192,63 76,14 21.456,71 15.969,33 74,43 -7,12
Dana Perimbangan 20.718,27 15.675,23 75,66 19.648,62 14.814,79 75,40 -5,49
Dana Insentif Daerah 410,06 346,10 84,40 323,28 180,71 55,90 -47,79
Dana Desa 1.453,18 1.171,30 80,60 1.484,82 973,83 65,59 -
Transfer Antar Daerah 1.674,39 768,90 45,92 1.379,57 771,43 55,92 0,33
Pendapatan Bagi Hasil 1.259,44 538,66 42,77 1.339,04 706,29 52,75 31,12
Bantuan Keuangan 414,95 230,24 55,49 40,53 65,14 160,72 -71,71
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
860,20 29,12 3,39 350,05 194,78 55,64 568,88
Hibah 696,83 2,46 0,35 284,94 121,58 42,67 4845,78
Lain-Lain Pendapatan Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
163,36 26,66 16,32 65,11 73,20 112,43 174,55
BELANJA DAERAH 32.195,03 15.862,42 49,27 31.402,13 16.379,10 52,16 3,26
Belanja Operasi 22.196,04 12.422,26 55,97 22.438,85 13.318,77 59,36 7,22
Belanja Pegawai 10.941,51 7.297,42 66,69 11.217,59 7.437,04 66,30 1,91
Belanja Barang dan Jasa
8.974,49 4.492,57 50,06 9.204,56 4.665,21 50,68 3,84
Belanja Subsidi 141,90 23,85 16,81 28,88 17,50 60,59 -26,64
Belanja Hibah 1.820,98 531,84 29,21 1.822,96 1.095,61 60,10 106,00
Belanja Bantuan Sosial 317,16 76,57 24,14 164,87 103,40 62,72 35,04
12 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Uraian Q3 2020 Q3 2021
%Growth Pagu Realisai %Realisasi Pagu Realisai %Realisasi
Belanja Modal 4.745,62 1.454,75 30,65 4.337,59 1.181,91 27,25 -18,76
Belanja Modal 4.745,62 1.454,75 30,65 4.337,59 1.181,91 27,25 -18,76
Belanja Tidak Terduga 821,42 236,24 28,76 199,57 41,15 20,62 -82,58
Belanja Tidak Terduga 821,42 236,24 28,76 199,57 41,15 20,62 -82,58
Belanja Transfer 4.431,96 1.749,16 39,47 4.426,12 1.837,27 41,51 5,04
Belanja Bagi Hasil 1.438,92 678,36 47,14 1.449,59 944,95 65,19 39,30
Belanja Bantuan Keuangan
2.993,03 1.070,80 35,78 2.976,53 892,32 29,98 -16,67
SURPLUS/DEFISIT -1.226,87 6.253,76 -509,73 -968,41 5.093,81 -526,00 -18,55
PEMBIAYAAN 1.724,41 1.581,25 91,70 1.690,83 1.087,01 64,29 -31,26
Penerimaan Pembiayaan
1.729,11 1.581,25 91,45 1.690,83 1.087,01 64,29 -31,26
SiLPA 1.729,11 1.580,35 91,40 1.690,83 1.085,02 64,17 -31,34
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah
0,00 0,00 - 0,00 0,05 - -
Penerimaan Pembiayaan Lainnya Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
0,00 0,90 - 0,00 1,94 - -
Pengeluaran Pembiayaan
4,70 0,00 - 0,00 0,00 - -
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA)
497,55 7.835,01 1574,73 722,42 6.180,82 855,57 -21,11
Sumber: SIKD, Simtrada, BPKAD se-Provinsi Riau (diolah)
Postur pendapatan daerah di Provinsi Riau tahun 2021 sebagian besar berasal
dari pendapatan transfer, yaitu Rp23,18 triliun (76,19 persen dari total pagu
pendapatan), menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang memberikan kontribusi
Rp25,12 triliun atau 81,10 persen. Selain itu, pagu belanja sebesar Rp31,40 triliun
mengalami penurunan 2,52 persen sebesar Rp32,19 triliun.
2.2.1 Pendapatan Daerah
2.2.1.1 Analisis Komposisi Pendapatan Daerah
Realisasi Pendapatan Daerah triwulan III
tahun 2021 di Provinsi Riau sebesar Rp21,47
triliun atau 70,56 persen dari target yang
ditetapkan, turun 2,91 persen bandingkan tahun
sebelumnya. Realisasi tersebut berasal dari
Pendapatan Transfer Rp16,74 triliun diikuti oleh
Pendapatan Asli Daerah senilai Rp4,54 triliun dan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Rp194,78 miliar.
Grafik 2.5 Kontribusi per Jenis Pendapatan
Triwulan III Tahun 2021
Sumber: BPKAD se-Provinsi Riau (diolah)
Pendapatan
Asli Daerah,
21.13%
Pendapatan
Transfer,
77.96%
Lain-Lain
Pendapatan
Daerah Yang
Sah, 0.91%
13 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
2.2.1.2 Analisis Pertumbuhan (Growth) Pendapatan PAD dan Dana Transfer
Seiring dengan program vaksinasi dan
pelonggaran PPKM, tren pendapatan daerah
cukup positif. Pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah pada triwulan III 2021 mencapai 9,98
persen (yoy), dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Tren positif ini
utamanya didorong oleh pertumbuhan Pajak
Daerah 15,55 persen (yoy) dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan yang mencapai 5,04 persen
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
2.2.1.3 Analisis pendapatan APBD
Penerimaan PAD memberi kontribusi
sebesar 21,47 persen dari total pendapatan
daerah. Jika dibandingkan dengan realisasi
PAD triwulan III tahun 2020, realisasi tahun
ini mengalami peningkatan sebesar
Rp411,84 miliar (9,98 persen). Rendahnya
kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah
menunjukkan bahwa rasio kemandirian
daerah masih rendah dan rasio
ketergantungan terhadap pendapatan transfer dari pemerintah pusat masih sangat
tinggi. Rasio kemandirian tertinggi berada di Provinsi Riau (34,80 persen), diikuti Kota
Pekanbaru dan Kota Dumai masing-masing 27,29 persen dan 19,13 persen. Sisanya,
berada di bawah 10 persen dan yang terendah berada di Kabupaten Kepulauan Meranti
sebesar 1,26 persen.
Grafik 2.6 Realisasi PAD dan Pendapatan Transfer
Triwulan III Tahun 2020-2021
Sumber: BPKAD se-Provinsi Riau (diolah)
Grafik 2.7 Perbandingan Rasio Kemandirian Pemda
Se-Provinsi Riau s.d. Triwulan III Tahun 2021
Sumber: BPKAD se-Provinsi Riau (diolah)
4,126
17,962
4,537
16,401
Growth,
9.98%
Growth, -
8.69%
-15.00%
-5.00%
5.00%
15.00%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
PAD Pendapatan Transfer
Milia
r R
up
iah
Realisasi 2020 Realisasi 2021
34.80%
7.59%
1.78%
2.74%
2.38%
6.78%
7.04%
7.57%
6.27%
2.83%1.26%
27.29%
19.13%
-2.00%
3.00%
8.00%
13.00%
18.00%
23.00%
28.00%
33.00%
38.00%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Pro
v.
Ria
u
Ka
mp
ar
Be
ng
ka
lis
Inh
u
Inh
il
Pe
lala
wa
n
Ro
hu
l
Ro
hil
Sia
k
Ku
an
sin
g
Ke
p M
era
nti
Pe
ka
nb
aru
Du
ma
i
Milia
r R
up
iah
PAD Pendapatan Daerah Rasio Kemandirian
14 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
2.2.2 Belanja Daerah
2.2.2.1 Analisis Komposisi Belanja Daerah
Realisasi belanja APBD mengalami
peningkatan dibanding tahun sebelumnya
sebesar 3,26 persen menjadi Rp16,38 triliun.
Belanja APBD terbesar adalah belanja
pegawai dengan realisasi Rp7,37 triliun,
66,30 persen dari pagu belanja pegawai atau
45,41 persen dari total realisasi belanja,
diikuti oleh belanja barang dengan realisasi
Rp4,66 triliun (28,48 persen dari total
realisasi belanja). Sementara itu, belanja
modal hanya terealisasi Rp340,84 miliar atau
7,22 persen dari total realisasi belanja.
2.2.2.2 Analisis Pertumbuhan (Growth)
Pada triwulan III 2021, kenaikan belanja tertinggi terjadi pada belanja operasi
7,22 persen (yoy) dan diikuti oleh belanja transfer 5,04 persen (yoy). Sedangkan belanja
modal dan belanja tidak terduga, mengalami penurunan realisasi jika dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Salah satu penyebabnya karena masih
difokuskan pada penanganan covid-19.
Grafik 2.8 Komposisi Belanja Daerah
Triwulan III 2021
Sumber: BPKAD se-Provinsi Riau (diolah)
Grafik 2.9 Realisasi Belanja Daerah Triwulan III 2021
Sumber: BPKAD (diolah)
66.30%
50.68%
60.59%60.10%
62.72%
27.25%
20.62%
65.19%
29.98%
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Mil
iar
Ru
pia
h
Pagu Realisasi Persentase
Growth, 7.22%
Growth, -18.76% Growth, -82.58%
Growth, 5.04%
-90.00%
-75.00%
-60.00%
-45.00%
-30.00%
-15.00%
0.00%
15.00%
-
4,000
8,000
12,000
16,000
Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Belanja Transfer
Milia
r R
up
iah
Realisasi 2020 Realisasi 2021
15 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
2.2.2.3 Analisis Komposisi Alokasi Belanja Daerah antar Kabupaten/Kota
Belanja operasi masih dominan di
seluruh pemda wilayah Riau. Secara spasial,
alokasi belanja operasional tertinggi terdapat
pada Kota Dumai yang mencapai 86,14 persen
dari total belanjanya, sedangkan yang terendah
di Kabupaten Bengkalis 65,46 persen. Terkait
belanja modal berada pada kisaran 6-22
persen. Belanja transfer tertinggi terdapat pada
Kota Dumai mencapai 19,46 persen dari total
belanjanya dan yang terendah di Kabupaten
Bengkalis sebesar 11,95 persen.
2.2.3 Surplus/Defisit APBD
Pada APBD tahun 2021 ini, Provinsi Riau
menargetkan defisit sebesar Rp968,41 miliar,
namun sampai dengan triwulan III 2021 masih
mengalami surplus sebesar Rp4,75 triliun. Hal ini
disebabkan realisasi pendapatan daerah yang
sudah mencapai 69,44 persen sedangkan
realisasi belanja daerah masih mencapai 52,16
persen. Dibandingkan tahun sebelumnya surplus
APBD mengalami penurunan 27,09% dari
Rp6,25 triliun pada triwulan III 2020 menjadi
Rp4,75 triliun di triwulan III 2021.
2.2.4 Pembiayaan Daerah
Penerimaan pembiayaan pemda pada umumnya berasal dari SiLPA tahun
sebelumnya. Hanya sebagian kecil saja yang berasal dari Penerimaan Kembali
Pemberian Pinjaman Daerah dan Penerimaan Pembiayaan Lainnya Sesuai dengan
Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Total realisasi penerimaan pembiayaan
mencapai Rp1.087 miliar (64,29 persen) dengan kontributor utama pada penerimaan
pembiayaan yaitu SILPA TA Sebelumnya sebesar 99,82 persen dari realisasi total
penerimaan pembiayaan, namun realisasinya mengalami penurunan sebesar 31,26%
(yoy). Di sisi lain, belum terdapat realisasi pengeluaran pembiayaan.
Grafik 2.10 Komposisi Belanja Daerah per Pemda
Triwulan III 2021
Sumber: BPKAD (diolah)
Grafik 2.11 Surplus/Defisit Anggaran
Triwulan III Tahun 2020-2021
Sumber: BPKAD (diolah)
65.46%
86.14%
19.64%
11.95%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Prov. Riau
Bengkalis
Inhil
Rohul
Siak
Kep Meranti
Dumai
Belanja Operasi Belanja Modal
Belanja Tidak Terduga Belanja Transfer
(1,227)
6,2
54
(968)
4,7
54
Growth,
-21.07%Growth,
-23.98%
-30.00%
-10.00%
10.00%
30.00%
50.00%
70.00%
90.00%
110.00%
130.00%
150.00%
170.00%
190.00%
(2,000)
-
2,000
4,000
6,000
8,000
Pagu Realisasi
Milia
r R
up
iah
Tw III
2020
16 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
2.2.5 Prognosis APBD
Pendapatan daerah hingga akhir tahun 2021 diperkirakan dapat direalisasikan
sebesar Rp28,85 triliun atau 94,80 persen dari target pendapatan. Sementara itu,
perkiraan belanja daerah yang terealisasi sampai dengan akhir tahun 2021 sebesar
Rp30,67 triliun atau 97,67 persen dari pagu belanja. Berikut disajikan perkiraan realisasi
APBD sampai dengan akhir tahun 2021 di Provinsi Riau.
Tabel 2.4 Perkiraan Realisasi APBD Lingkup Provinsi Riau s.d. Triwulan IV Tahun 2021 (dalam miliar Rupiah)
Uraian Pagu
Realisasi s.d. Triwulan III
Perkiraan Realisasi
s.d. Triwulan IV
Rp % Rp %
Pendapatan Daerah 30.433,72 21.133,22 69,44 28.853 94,80
Belanja Daerah 31.402,13 16.379,10 52,16 30.669 97,67
Surplus/Defisit (968,41) 4.754,13 (1.817)
Sumber: BPKAD, diolah dan hasil prognosis menggunakan forecasting
2.3 Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah laporan yang
disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian (LKPDK) dalam
periode tertentu. Pada tingkat wilayah, Kanwil DJPb Riau menyusun LKPK Tingkat
Wilayah yang mengonsolidasikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tingkat
Wilayah dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian di wilayah kerja
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Riau.
Tabel 2.5 LRA Konsolidasian Provinsi Riau s.d. Triwulan III 2021 (dalam miliar rupiah)
Uraian
Triwulan III 2020
Triwulan III 2021
Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi Growth
(%)
Pendapatan Konsolidasian 13.216,0 18.101,78 20.287,42 22.897,88 73,26
Penerimaan Perpajakan 11.400,0 17.453,95 3.367,21 20.821,15 82,64
PNBP 1.813,5 647,83 16.920,22 2.076,72 7,81
Penerimaan Hibah 2,4 - 121,58 121,58 -
Pendapatan Transfer 0,0 15.642,49 151,17 -
Belanja Konsolidasian 22.014,9 21.841,83 17.930,66 24.281,16 10,29
Belanja Pemerintah 18.877,1 5.509,14 15.113,85 20.622,99 9,25
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
3.137,8 16.332,69 2.816,81 3.658,17 16,58
Surplus/(Defisit) Anggaran -8.798,9 -3.740,05 2.356,77 -1.383,29 84,28
Pembiayaan 1.581,3 - 2.227,45 2.227,45 40,86
Sisa Lebih (Kurang) Pembiayaan Anggaran
-7.217,6 -3.740,05 4.584,22 844,17 111,70
17 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Sampai dengan triwulan III 2021, realisasi pendapatan konsolidasian di Provinsi
Riau sebesar Rp 22,89 triliun. Sementara itu, realisasi belanja konsolidasian mencapai
Rp 24,28 triliun, sehingga pada periode ini terjadi defisit sebesar Rp 1,38 triliun.
2.3.1 Pendapatan Konsolidasian
Pendapatan Pemerintahan Umum (General Government Revenue) Pendapatan
Konsolidasian Tingkat Wilayah adalah konsolidasian antara seluruh pendapatan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah suatu wilayah dalam satu periode pelaporan
yang sama dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).
a. Analisis kontribusi komponen Pendapatan Konsolidasian terhadap total
Pendapatan Konsolidasian
Grafik 2.12 Kontribusi Pendapatan
Sumber: Data LKPK TW III Tahun 2021
b. Analisis pertumbuhan (growth) komponen Pendapatan Konsolidasian
Grafik 2.13 Pertumbuhan Pendapatan
Sumber: Data LKPK TW III Tahun 2021
86.26%
13.72%
0.02%
90.93%
8.54%
0.53%
Pajak
PNBP
Hibah
2021
2020
11.40
1.810.00
20.82
1.960.12
Pajak PNBP Hibah
2020 2021
Realisasi pendapatan pada
triwulan III tahun 2021 sebesar
Rp 22.987,88 trilliun.
Kontributor terbesar yaitu pada
pendapatan pajak sebesar
90,93 %. Hal ini disebabkan
naiknya bea ekspor di Riau
pada tahun 2021.
Pendapatan perpajakan
mengalami kenaikan signifikan
sebesar 82,64% dibandingkan
triwulan III tahun 2020.
Sedangkan PNBP mengalami
kenaikan 7,81%. Kenaikan
disebabkan PBB yang telah
tercapai target, pertumbuhan
pada PPh Badan/orang pribadi
dan kenaikan harga sawit.
18 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
c. Analisis Tax Ratio terhadap PDRB
Tabel 2.6 Tax Ratio ((dalam trilliun rupiah)
Tahun (TW III)
Pajak
PDRB
Tax Ratio
2020 11.400 187,48 60,81
2021 20.821,15 205,03 101,55
Sumber: BPS dan LKPK (diolah)
Hal ini dipengaruhi oleh situasi pandemi COVID-19 yang sudah mengalami penurunan,
kegiatan masyarakat yang sudah mulai normal kembali sehingga perekonomian
khususnya di Provinsi Riau dengan meningkatnya harga komoditi kelapa sawit
2.3.2 Belanja Konsolidasian
Belanja Pemerintahan Umum (General Government Spending) atau Belanja
Konsolidasian Tingkat Wilayah adalah konsolidasian antara seluruh belanja Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang sama,
dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).
a. Analisis komposisi komponen belanja pemerintah terhadap total belanja
konsolidasian
Belanja Pemerintah Pusat masih mendominasi belanja pemerintah sebesar 84,93%
dari total belanja 24.281,16 trilliun rupiah. Realisasi belanja pada triwulan III tahun
2021 meningkat 10,29 persen dibanding tahun lalu.
b. Analisis pertumbuhan (growth) Belanja Pemerintah dan TKDD
Belanja konsolidasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa sebesar 3,66 trilliun
meningkat 16,58% dibandingkan tahun 2020. Kenaikan ini disebabkan naiknya
realisasi belanja bagi hasil pada Pemerintah Daerah. Sedangkan dari sisi realisasi
TKDD untuk APBN pada triwulan ini sebenarnya menurun dibandingkan tahun lalu.
c. Analisis rasio Belanja Pemerintah Konsolidasian terhadap PDRB
Rasio belanja pemerintah tahun 2021 sebesar 118,43 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2020 seiring dengan peningkatan PDRB dan belanja
pemerintah.
2.3.3 Surplus/Defisit Konsolidasian
Keseimbangan umum atau Surplus/Defisit adalah selisih lebih/kurang antara
pendapatan daerah dan belanja daerah dalam tahun anggaran yang sama.
Surplus/defisit dalam LKPK-TW merupakan gabungan surplus defisit APBD ditambah
dengan surplus/defisit LKPP Tingkat Wilayah. Provinsi Riau masih mengalami defisit
pada periode triwulan III tahun 2021, namun jika dibandingkan periode yang sama tahun
lalu jumlah defisit menurun drastis mencapai 84.28%. Hal ini menunjukkan pemulihan
ekonomi yang semakin nyata dalam mengatasi pandemi COVID-19 di Riau.
Tax Ratio di Riau tergolong tinggi dan
meningkat dibanding tahun 2020.
Foto: Kawasan Industri Tanjung Buton, Kab. Siak
BAB III ANALISIS TEMATIK
Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
19 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
BAB III. ANALISIS TEMATIK
3.1 Peran Fiskal Untuk Kesejahteraan Petani Dan Nelayan: Analisis NTP Dan NTN
Pandemi yang terjadi hampir dua tahun ini tidak hanya berdampak pada aspek
kesehatan masyarakat, namun juga merupakan ujian untuk seluruh aspek kehidupan.
Perekonomian, keuangan dan sosial masyarakat terdampak cukup dalam. Hampir
semua sektor usaha mengalami penurunan kerja. Sepanjang tahun 2020 sendiri,
tercatat bahwa hampir seluruh sektor lapangan usaha mengalami penurunan yang
cukup dalam. Seperti Industri pengolahan, perdagangan, kontruksi, transportasi dan
pegudangan dan sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif sejak triwulan II 2020.
Tercatat hanya sektor informasi komunikasi, jasa Kesehatan, dan pertanian, kehutanan
dan perikanan yang tumbuh positif dan tidak pernah menyentuh pertumbuhan negatif.
Sempat jatuh pada tingkat pertumbuhan 0.01% (yoy) di triwulan I tahun 2020,
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan selalu tumbuh pada kisaran 2% snb ampai
akhir 2020 (yoy). Bahkan pada triwulan I 2021, pertumbuhan sempat menyentuh angka
3.33% (yoy) walaupun triwulan setelahnya sempat menurun di level 0.38% (yoy).
Artinya, dengan kinerja pertumbuhan yang selalu positif selama pandemi, membuktikan
bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan ampuh dalam menghadapi gejolak
perekonomian yang ada.
Hal yang sama berlaku juga di Provinsi Riau. Dari beberapa sektor lapangan
usaha yang mengalami konstraksi sepanjang tahun 2020, hanya sektor pertanian dan
sektor industri pengolahan yang memiliki kinerja positif. Sektor pertanian memiliki andil
terbesar selama tahun 2020 sehingga perekonomian Riau tidak jatuh lebih dalam.
Dengan laju pertumbuhan pada sektor pertanian sebesar 1.14% dan sektor industry
pengolahan 0.6% (yoy), laju pertumbuhan negatif Riau sepanjang tahun 2020 hanya
sebesar -1.12% (yoy), jauh di atas level nasional sebesar -2.19% (yoy). Hal tersebut juga
berlaku di tahun 2021, sampai dengan triwulan II 2021, sektor pertanian menyumbang
kontribusi terbesar pada pertumbuhan ekonomi Riau. Dari total pertumbuhan ekonomi
Riau sebesar 5,13% (yoy), sumbangan terbesar berasal dari sektor pertanian dengan
angka pertumbuhan 1,63% (yoy), disusul oleh sektor perdagangan dengan laju
pertumbuhan 1,43% (yoy).
Dengan bentang alam yang kaya, tidak heran jika sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan juga menjadi pendukung utama di Provinsi Riau. Pada struktur PDRB,
20 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
setidaknya pada triwulan II 2021, sektor pertanian memegang peranan kedua tertinggi
dengan porsi 26.38% sebesar Rp. 54.09 T (harga berlaku) dari total PDRB Provinsi Riau,
hanya tertinggal dari sektor industri pengolahan dengan porsi 28% dengan besaran
sumbangan ke PDRB sebesar Rp. 57.4 T. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor krusial pendongkrak kinerja ekonomi regional Riau.
Dari sisi penyediaan lapangan kerja, sektor pertanian juga memberikan porsi
terbesar yang dijadikan masyarakat Riau sebagai mata pencaharian utama. Dari total
3.022.988 jiwa penduduk usia kerja, 1.184.203 jiwa atau 39,17% dari total usia kerja
bekerja dan menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
Tabel 3.1 Lapangan Pekerjaan Utama Riau
Status Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah
Total 1 2 3
(1) (2) (3) (4) (5)
Berusaha Sendiri 276,238 59,248 289,810 625,296
Berusaha dibantu buruh tidak
tetap/buruh tidak dibayar
159,233 28,354 151,054 338,641
Berusaha dibantu buruh tetap/buruh
dibayar
65,022 17,938 57,573 140,533
Buruh/Karyawan/Pegawai 248,270 224,324 717,800 1,190,394
Pekerja Bebas di Pertanian 240,413 - - 240,413
Pekerja Bebas di Non Pertanian - 64,166 47,685 111,851
Pekerja keluarga/tidak dibayar 195,027 29,891 150,942 375,860
Jumlah 1,184,203 423,921 1,414,864 3,022,988
Keterangan: 1. Pertanian, Kehutanan, Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air;
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; Konstruksi 3. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya
Sumber: BPS Riau, 2021
3.1.1 Reviu Program Pemerintah untuk Petani dan Nelayan
a. Belanja K/L Sektor Pertanian dan Perikanan
Pemerintah juga berkomitmen tidak hanya membuat sektor pertanian menjadi
salah satu penopang dalam pertumbuhan ekonomi, namun juga meningkatkan
produktivitas ketahanan pangan. Anggaran yang dialokasikan untuk mendukung
program tersebut disalurkan baik melalui belanja pemerintah pusat langsung maupun
pelimpahan kewenangan pemenuhan layanan dasar masyarakat melalui belanja
transfer. Alokasi melalui mekanisme belanja pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk
belanja K/L yang jika ditilik sesuai dengan kewenangan teknisnya berada pada
Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kemetnterian PUPR dan Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Hal tersebut belum termasuk belanja stimulus kepada para
21 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
petani dan peternak ikan/nelayan dalam bentuk insentif, sebagai perhatian pemerintah
terhadap petani/peternak/nelayan yang terkena dampak pandemi.
1) Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian
Dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian diberikan dalam bentuk belanja
pemerintah pusat langsung berupa belanja kementerian teknis, pemberian program
bantuan melalui program padat karya pertanian kepada petani dan peternak yang
terdampak pandemi, serta belanja melalui alokasi transfer ke daerah.
Alokasi OS pada BA 018 TA 2021 berjumlah Rp 40,6 milyar dengan realisasi sampai
dengan September 2021 sebesar Rp. 33,3 milyar (81,9%). Rincian OS dapat dilihat
pada 21able di bawah ini.
Tabel 3.2. Alokasi Belanja Sektor Pertanian
NO KD
GIAT
KD OU
TPUT
KD S OUT PUT
URSOUTPUT PAGU Real Sept %
1 1761 CAI 611 Kawasan Kedelai 835,750,000 618,227,200 74.0%
2 1762 RAI 621 Kawasan Padi 7,018,985,000 6,889,860,250 98.2%
3 1771 RAI 010 Kawasan Bawang Merah 210,000,000 205,578,700 97.9%
4 1771 RAI 011 Kawasan Aneka Cabai 600,000,000 589,223,300 98.2%
5 1785 QEH 001 Optimalisasi Reproduksi 1,410,619,000 1,409,396,150 99.9%
6 1794 RBK 002 Embung Pertanian 1,080,000,000 1,008,000,000 93.3%
7 1794 RBK U93 Irigasi Perpompaan Besar Wilayah Barat 448,200,000 440,940,000 98.4%
8 1794 RBK U94 Irigasi Perpompaan Menengah Wilayah Barat 224,000,000 205,868,000 91.9%
9 1794 RDK 001 Jaringan Irigasi Tersier 2,100,000,000 1,920,000,000 91.4%
10 1795 RBO 002 Optimasi Lahan 1,893,000,000 1,382,202,000 73.0%
11 1801 SDA 502 Diseminasi Teknologi Pertanian 1,632,088,000 1,213,058,030 74.3%
12 1812 QDC 001 Insentif Kinerja Penyuluh Pertanian 3,997,548,000 2,783,305,500 69.6%
13 3993 QAA 001
e-RDKK untuk Pendataan Penerima Pupuk Bersubsidi 1,925,280,000 918,915,200 47.7%
14 3993 QAH 001
Layanan Verifikasi dan Validasi Penerima Pupuk Bersubsidi 1,427,275,000 721,665,000 50.6%
15 4579 RAI 001 Area penyaluran benih padi 1,847,536,000 1,670,516,775 90.4%
16 4579 RAI 002 Area penyaluran benih jagung 3,334,191,000 3,185,763,000 95.5%
17 4581 CAI 015 Benih Sebar Umbi /RImpang Hortikultura 376,142,000 373,619,000 99.3%
18 4586 PDC 500 Sertifikasi Karantina Pertanian
5,600,511,000 3,094,756,445 55.3%
19 5885 CAG 001 Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 4,657,292,000 4,644,672,600 99.7%
TOTAL 40,618,417,000 33,275,567,150 81.9%
Sumber: OM SPAN
22 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Dukungan fiskal terbesar diberikan dalam bentuk alokasi anggaran untuk
pengembangan Kawasan Tanaman Pangan untuk menguatkan ketahanan pangan
yang sejalan dengan visi Nawa Cita. Sedang dilakukan pembangunan food estate
seluas 30ribu hektar yang berada pada Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Indragiri
Hilir dan Kabupaten Pelalawan. Pembangunan Kawasan pangan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pangan baik regional maupun nasional, dan mendukung
program ekspor pertanian Riau. Alokasi strategis lainnya berupa pelaksanaan
sertifikasi produk pertanian untuk meningkatkan kualitas pertanian, pembangunan
sarana infrastruktur pertanian, dan pemberian bantuan berupa penyediaan benih
tanaman.
Dukungan fiskal lainnya dilakukan dalam bentuk pemberian insentif dalam bidang
pertanian, yang menjadi salah satu instrument dalam pemulihan perekonomian
nasional, di Provinsi Riau juga mendapat alokasi bantuan dalam bentuk
pelaksanaan padat karya pertanian. Alokasi pada tahun 2021 sebesar Rp. 8,5
milyar.
2) Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian PUPR
Dukungan sektor pertanian juga dialokasikan pada program di Kementerian PUPR.
Dukungan berupa pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang pertanian
di Provinsi Riau dilakukan dalam bentuk pembangunan embung, pemeliharaan
irigasi, dan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI). Total
dari tiga rincian output tersebut adalah Rp. 80,91 milyar dengan realisasi sampai
dengan triwulan III 2021 mencapai Rp. 78 milyar atau 85%.
Grafik 3.1. Realisasi Belanja Sektor Pertanian
Sumber: OM SPAN
41.5%
79.1%
97.4%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
0
10,000,000,000
20,000,000,000
30,000,000,000
40,000,000,000
50,000,000,000
60,000,000,000
'Embung Sungsang
yang dibangun
'Irigasi yang
dioperasi dan
dipelihara
Program
'Percepatan
Peningkatan Tata
Guna Air Irigasi
PAGU Real Sept Real Rp %
23 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
3) Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian KKP
Pada sektor perikanan, dukungan fiskal dapat ditelusuri dengan alokasi pada
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Total pagu pada Kementerian Kelautan dan
Perikanan lingkup Provinsi Riau adalah sebesar Rp. 11,5 milyar. Kinerja penyerapan
anggaran sampai dengan triwulan III 2021 juga telah melebihi target ideal. Sampai
dengan penutupan September 2021, sebesar 71% anggaran pada sektor kelautan
dan perikanan telah terserap.
Sedangkan yang menjadi kegiatan strategis pemerintah pada tahun 2021 pada
sektor kelautan dan perikanan, dari total pagu tahun 2021 Rp. 11,5 milyar, Rp. 0,64
milyar merupakan output strategis dalam bentuk pengadaan kapal ikan dan
pelaksanaan bantuan kepada masyarakat berupa perlindungan dan pemanfaatan
kawasan konservasi laut. Rendahnya alokasi output strategis dikarenakan
terdampak adanya refocusing dan realokasi dalam bentuk pengadaan kapal ikan
yang batal dilaksanakan.
Tabel 3.3 Realisasi Belanja Sektor Perikanan
NO KD
GIAT KD
OUTPUT KD S
OUTPUT URSOUTPUT PAGU Real Sept %
1 2337 QEG 001 Kapal perikanan
bantuan yang
disalurkan
99,150,000 99,150,000 100%
2 2362 QEH 001 Kelompok Masyarakat
Penggerak Konservasi
539,098,000 522,374,326 97%
TOTAL 638,248,000 621,524,326 97%
Sumber: OM SPAN
b. Dukungan Kredit Program Pemerintah
Selain dukungan fiskal, untuk mendukung sektor pertanian dan perikanan,
pemerintah juga menyediakan fasilitas kredit yang dapat dimanfaatkan petani dan/atau
nelayan untuk mengembangkan usahanya. Dengan bunga pinjaman rendah dan
kemudahan syarat pengajuan, petani/nelayan dapat memiliki akses kredit dan dapat
menghindari tawaran rentenir yang sangat merugikan. Pemerintah menawarkan dua
fasilitas kredit yang bisa dimanfaatkan oleh petani/nelayan untuk meningkatkan
produktivitasnya atau bahkan untuk keperluan konsumsi. Petani/nelayan dapat
memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
1) Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Sektor pertanian dan perikanan merupakan salah satu target utama penyaluran KUR
di Provinsi Riau. Lapangan kerja dominan serta bentang alam Riau yang sangat
mendukung untuk bercocok tanam, seperti kelapa sawit, kelapa, karet dan sagu.
24 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tidak heran jika pertanian selalu menjadi salah satu primadona pembentuk PDRB di
Riau. Terlebih lagi pada masa pandemi ini, sektor pertanian dan perikanan
menunjukkan kinerja tahan banting, disaat semua sektor usaha mengalami koreksi
yang cukup dalam.
Dengan hadirnya KUR di tengah masyarakat, memberikan alternatif yang lebih murah
dan mudah kepada para petani untuk dapat mengembangkan usahanya. Kebutuhan
modal untuk melakukan pengolahan lahan dan pengadaan bibit pertanian dapat
ditutup dengan menggunakan skema KUR yang memiliki bunga rendah.
Layaknya gayung bersambut, kehadiran KUR ini diterima positif oleh para petani
maupun peternak. Kinerja penyaluran KUR sampai dengan triwulan III 2021, sektor
pertanian menyumbang angka terbesar dengan jumlah debitur sebanyak 60.564 atau
60,3% dari total debitur KUR di Riau sebanyak 100.511 debitur dengan total
penyaluran pada sektor senilai Rp. 3,7 triliun, yang tercatat meningkat 52,9% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2020.
Pada sektor perikanan, peternak ikan yang memanfaatkan fasilitas KUR sampai
dengan triwulan III 2021 baru mencapai 1.266 debitur dengan nilai penyaluran
sebesar Rp. 48,4 milyar. Walaupun masih rendah, angka tersebut juga meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan angka debitur 795, dengan nilai
akad Rp. 29 milyar, atau tumbuh sebesar 59,2% (yoy).
Grafik 3.2. Realisasi KUR per Sektor
Sumber: SIKP
2) Pembiayaan Ultra Mikro (UMi)
Selain KUR, masyarakat yang belum dapat memenuhi beberapa persyaratan yang
diajukan oleh bank penyalur KUR, dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan UMi
yang disediakan oleh pemerintah melalui pembiayaan Ultra Mikro (UMi). UMi
merupakan lanjutan program bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada
- 2,000,000,000,000 4,000,000,000,000
Pertanian
Perdagangan
Jasa Masyarakat
Akomodasi dan…
Ind Pengolahan
Perikanan
Sektor Lainnya
Jumlah Penyaluran
2020
2021
(80,000) (60,000) (40,000) (20,000) -
Jumlah Debitur
25 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
masyarakat kecil pemilik usaha mikro untuk dapat mandiri, yang belum dapat
mengakses fasilitas KUR dari perbankan.
Realisasi penyaluran UMi di Riau sampai dengan triwulan III 2021 telah mencapai
Rp. 85,6 milyar dengan total debitur berjumlah 24.348 nasabah. Realiasai penyaluran
terhitung meningkat dibandingkan tahun 2020 dengan periode yang sama, namun
dari jumlah kreditur hal ini mengalami penurunan.
Tabel 3.4 Jumlah Debitur UMi
Tahun Debitur Penyaluran
2020 26.943 79,552,369,750
2021 24.348 85,567,826,606
Sumber: SIKP
c. DAK Fisik
Dari sisi belanja transfer ke daerah, dukungan fiskal pada sektor pertanian pada
tahun 2021 juga semakin tinggi. Dibandingkan dengan alokasi fiskal belanja pemerintah
pusat yang disalurkan pada pada tahun 2020, alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik
Penugasan tahun 2021 untuk penguatan sektor pertanian meningkat lebih dari 183%.
Meningkat dari Rp. 31,3 milyar pada tahun 2020 menjadi Rp. 57,4 milyar pada tahun
2021. Alokasi penugasan berupa pembangunan pengembangan kawasan pangan dan
pembangunan sarana pertanian.
Tabel 3.5 Alokasi DAK Fisik Sektor Pertanian
No. Program/DaerahJumlah
KontrakNilai
Irigasi (Ketahanan Pangan) 41 25.767.429.432
KAB. INDRAGIRI HILIR 5 2.600.977.431
KAB. INDRAGIRI HULU 7 1.289.490.000
KAB. KAMPAR 9 3.816.419.000
KAB. KEPULAUAN MERANTI 6 2.111.878.210
KAB. KUANTAN SINGINGI 7 2.609.276.110
KAB. SIAK 7 13.339.388.681
Pertanian (Ketahanan Pangan) 212 31.610.026.752
KAB. BENGKALIS 18 1.972.898.568
KAB. INDRAGIRI HILIR 34 2.291.686.743
KAB. INDRAGIRI HULU 43 5.534.735.565
KAB. KAMPAR 45 8.147.678.418
KAB. KEPULAUAN MERANTI 9 2.039.377.426
KAB. ROKAN HILIR 13 1.323.836.000
KAB. ROKAN HULU 32 6.049.698.916
PROVINSI RIAU 18 4.250.115.115
253 57.377.456.184
1
2
Grand Total
Sumber: OM SPAN
26 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Sedangkan DAK Fisik sektor kelautan dan perikanan, alokasi Provinsi Riau
senilai Rp. 15,8 milyar yang terdiri dari 180 kegiatan. Rincian dukungan sektor kelautan
dan perikanan untuk masing-masing daerah di Provinsi Riau adalah sebagai berikut:
Tabel 3.6 Alokasi DAK Fisik Sektor Perikanan
No. Program/DaerahJumlah
KontrakNilai
Kelautan dan Perikanan (Ketahanan Pangan) 180 15.793.673.260
KAB. BENGKALIS 15 1.094.607.360
KAB. INDRAGIRI HILIR 35 1.523.366.900
KAB. KAMPAR 11 1.418.967.100
KAB. KEPULAUAN MERANTI 15 1.346.406.999
KAB. KUANTAN SINGINGI 24 1.039.264.374
KAB. PELALAWAN 8 927.594.074
KAB. ROKAN HILIR 8 920.875.600
KAB. ROKAN HULU 10 1.398.622.156
KAB. SIAK 6 1.324.918.600
KOTA DUMAI 21 684.582.499
KOTA PEKANBARU 12 768.657.000
RIAU 15 3.345.810.598
180 15.793.673.260
1
Grand Total
Sumber: OM SPAN
3.1.2 Analisa Perbandingan Tren Antara Pengeluaran Pemerintah Dengan Nilai
Tukar Petani (NTP) Dan Nilai Tukar Nelayan (NTN)
Dari seluruh dukungan fiskal yang diberikan pemerintah pusat, baik berupa
belanja langsung maupun tidak langsung dalam bentuk insentif kebijakan dan
pelaksanaan program kredit yang disalurkan kepada petani/nelayan secara langsung
meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Indicator tingkat kesejahteraan petani
dan nelayan tercermin dari naiknya pendapatan yang diterima oleh petani dan nelayan
untuk dapat memenuhi kebutuhan, baik untuk kelangsungan usahanya maupun
kebutuhan hidup sehari-hari.
NTP/NTN menunjukkan daya tukar (term of trade) dari perbandingan antara
indeks harga yang diterima petani/nelayan (lt) dengan indeks harga yang dibayar dan
dinyatakan dalam persentase. Indeks harga yang diterima petani/nelayan mengacu
pada rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani/nelayan sebelum dimasukkan
unsur biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga
penjualan. Sedangkan harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran
barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli oleh petani/nelayan untuk memenuhi
kebutuhan biaya produksi maupun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jadi nilai
NTP/NTN yang semakin tinggi mencerminkan semakin baiknya tingkat kesejahteraan
petani/nelayan.
27 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Dari data rilis BPS Riau, sampai dengan September 2021, indeks harga yang
diterima petani (lt) di Provinsi Riau adalah sebesar 151,60, atau meningkat sebesar
3,5%(m2m) dibandingkan dengan Agustus 2021. Sedangkan indeks harga yang dibayar
petani adalah sebesar 107,28, atau meningkat 0,15%(m2m). Dari perbandingan antara
lt dan lb tersebut, Nilai Tukar Petani di Riau per September 2021 adalah sebesar 141,32
atau meningkat 3,35% dari bulan Agustus 2021 dengan acuan nilai NTP (2018=100).
Berikut adalah perkembangan NTP Provinsi Riau dalam tiga tahun terakhir.
Grafik 3.3. Perkembangan NTP Riau
Sumber: BPS
Grafik 3.4. Perbandingan Tren NTP Dengan Pengeluaran Kebijakan Pemerintah
Sumber: BPS, OM SPAN diolah
jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec
2019 101.17 106.92 109.13 107.74 104 99.34 99.01 102.37 108.11 108.63 112.81 117.37
2020 123.93 117.9 113.76 115.64 111.74 109.66 113.57 116.88 120.94 123.61 127.32 130.34
2021 132.92 133.04 137.64 134.54 135.13 135.26 132.16 136.74 141.32
0
20
40
60
80
100
120
140
160
117.37
130.34
141.32
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
-
500,000,000,000
1,000,000,000,000
1,500,000,000,000
2,000,000,000,000
2,500,000,000,000
3,000,000,000,000
3,500,000,000,000
4,000,000,000,000
2019 2020 2021*
Realisasi APBN sektor Pertanian dan Perikanan**
Penyaluran KUR Sektor Pertanian dan Perikanan
Penyaluran UMi Sektor Pertanian dan Perikanan
Alokasi DAK Fisik sektor Pertanian dan Perikanan
Nilai NTP Riau (Tahunan)
28 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan NTP di Riau sejalan dengan
kinerja penyaluran KUR, UMi dan besaran alokasi DAK Fisik pada sektor Pertanian dan
Perikanan. Sedangkan terhadap realisasi APBN, setidaknya terhadap realisasi APBN
sampai dengan triwulan III yang lebih kecil dibandingkan dengan realisasi 2019-2020,
laju NTP masih tetap positif.
Sedangkan jika kita menilik sub-subsektor pembentuk NTP Riau, subsektor
tanaman perkebunan rakyat memiliki porsi dan peningkatan terbesar. Dari indeks 145,79
pada bulan Agustus 2021, subsektor tanaman perkebunan rakyat meningkat 3,73%
menjadi 151,23 pada bulan September 2021. Sedangkan subsektor hortikultura memiliki
nilai terendah pada level 90,53 pada September 2021, dengan margin pertumbuhan
sebesar 0,18% dibandingkan periode sebelumnya.
Tabel 3.7 NTP Provinsi Riau per Subsektor
Sumber: BPS
Komoditas pertanian yang menyumbang kenaikan indeks harga yang diterima
petani di Riau sebagian besar disumbang dari kenaikan harga penjualan Kelapa Sawit,
Karet, dan Kelapa. Kenaikan indeks lt juga terjadi pada seluruh subsektor lainnya.
Sedangkan kenaikan lt, atau harga yang harus dibayar petani, berasal dari kenaikan
Belanja Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) seperti pembelian pupuk
dan pakan, sebesar 0.45% dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan konsumsi rumah
tangga petani hanya naik sebesar 0,05% dibanding bulan Agustus 2021.
Capaian NTP Riau ini jauh lebih tinggi dari NTP Nasional. Indeks NTP Riau sepanjang
tahun 2021 selalu lebih tinggi daripada NTP Nasional. Jika dirata-rata, sepanjang tahun
2021, NTP di Riau 30.5% lebih tinggi dari NTP Nasional.
29 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Grafik 3.6 NTP Nasional dan Riau
Sumber: BPS
Sedangkan untuk NTN, BPS Riau tidak melakukan penghitugan terhadap NIlai
Tukar Nelayan. Namun, jika dilihat dari subsektor NTP, subsektor perikanan pada bulan
September 2021 mengalami peningkatan sebesar 1,24% pada angka 105,22
dibandingkan dengan bulan Agustus 2021 sebesar 103,93. Hal ini juga menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan kesejahteraan dari sektor usaha perikanan. Kenaikan
harga penjualan udang, ikan gulamah dan baung tawar menjadi penyebab subsektor
perikanan Riau meningkat sebesar 1,3%, dibandingkan dengan kenaikan harga
kebutuhan peternak ikan/nelayan di Riau.
Nilai NTP/NTN yang lebih dari 100 ini, mengindikasikan bahwa petani
mendapatkan surplus dari penjualan hasil pertanian/perikanan dibandingkan dengan
kebutuhan yang dikeluarkan oleh petani/nelayan. Kenaikan NTP di Riau tidak terlepas
dari membaiknya harga sawit yang merupakan hasil tertanian terbesar di Riau. Dengan
berakhirnya embargo sawit yang diberlakukan oleh negara Uni Eropa dan masih
berlakunya lockdown pada negara-negara penghasil sawit lainnya seperti Malaysia,
disamping konsumsi minya CPO dunia yang semakin meningkat, serta adanya
kebijakan pemerintah untuk memproduksi biodiesel, hal ini menyebabkan
terdongkraknya nilai jual sawit sampai pada level Rp. 3.250/kg di tingkat petani yang
menjadi rekor baru tingginya harga komoditas sawit. Hal ini tentu memberikan angin
segar kepada para petani sawit, yang merupakan penghasil sawit terbesar di Indonesia.
3.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Tren meningkatnya indeks NTP/NTN di Riau tidak terlepas dari dukungan
pemerintah, baik fiskal maupun penerapan kebijakan-kebijakan lainnya. Perbaikan
akses jalan konektivitas dan akses informasi membuat petani dapat menjual hasil
buminya dengan lebih mudah. Tidak hanya pasar domestik, dukungan kemudahan
ekspor juga memudahkan petani untuk melakukan pemasaran sampai ke luar negeri.
103.26 103.1 103.29 102.93 103.39 103.59 103.48 104.68 105.68
132.92 133.04 137.64 134.54 135.13 135.26 132.16 136.74 141.32
0
50
100
150
J A N F E B M A R A P R M A Y J U N J U L A U G S E P
Nasional Riau
30 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Angka ekspor Riau dari sektor pertanian pada periode September 2021 tercatat sebesar
US$15.94juta. Angka yang cukup besar, walaupun nilai ini menurun -6,86% jika
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Porsi ekspor nonmigas didominasi oleh
penjualan lemak dan minyak hewan/nabati yang sebagian besar berasal dari
pengolahan hasil pertanian sawit.
Walaupun indeks NTP Riau sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan
nasional, masih terdapat beberapa hal yang dapat ditingkatkan dan diperbaiki.
Rekomendasi dari hasil analisa peranan fiskal terhadap kesejahteraan petani/nelayan,
khususnya di wilayah Riau, dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pembukaan akses informasi yang lebih luas kepada petani/nelayan tentang
fasilitas kredit pemerintah.
Terdapat dua fasilitas kredit yang dapat dimanfaatkan oleh petani/nelayan untuk
mengembangkan usahanya. Dengan sebagian bunga disubsidi oleh pemerintah,
KUR dan UMi menawarkan pinjaman dengan plafon tertentu namun dengan bunga
yang sangat rendah. Jika dibandingkan dengan fasilitas kredit konvensional
perbankan, biaya bunga KUR dan UMi jauh lebih rendah. Program ini juga bertujuan
agar para petani/nelayan dalam mengembangkan usahanya tidak terbelit hutang
kepada rentenir, yang memberikan kemudahan dalam memberikan pinjaman,
namun pada akhirnya akan sangat merugikan petani/nelayan.
Seperti data yang telah disampaikan pada subbab sebelumnya, walaupun
penyaluran KUR didominasi oleh sektor pertanian, namun untuk sektor perikanan
masih sangat rendah. Selain itu, dari monitoring dan evaluasi kredit program yang
telah dilaksanakan, tingkat pengetahuan masyarakat, khususnya calon debitur yang
masih rendah, khususnya terkait dengan besaran bunga dan persyaratan
pengajuan. Hal ini diakibatkan karena kurangnya sosialisasi, atau tidak sampainya
informasi yang benar ke masyarakat. Untuk itu, beberapa rekomendasi untuk
permasalahan pertama ini, kepada masing-masing pihak antara lain:
a. Pihak Perbankan penyalur KUR
1) melaksanakan sosialisasi dan/atau pemasaran kepada masyarakat terkait
fasilitas kredit terkait besaran bunga dan besaran subsidi bunga yang
ditanggung oleh pemerintah;
2) melakukan penilaian usulan pengajuan kredit sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan;
31 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
3) mendorong sektor lainnya untuk dapat memanfaatkan fasilitas kredit
program untuk mendukung pengembangan usaha rakyat demi
kesejahteraan masyarakat.
b. Otoritas Jasa Keuangan
1) Melakukan pengawasan terhadap mekanisme penyaluran kredit program
oleh perbankan, dan memberikan teguran kepada bank yang dalam
penyaluran kredit pemerintah tidak sesuai dengan prosedur/persyaratan
yang ditetapkan;
2) Melaksanakan sosialisasi baik kepada masyarakat maupun pemerintah
daerah untuk dapat memanfaatkan fasilitas kredit murah dari pemerintah
untuk mendukung pengembangan usaha masyarakat;
c. Pemerintah Daerah
1) Melakukan sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk dapat
memanfaatkan fasilitas kredit pemerintah yang lebih aman dan murah,
sehingga masyarakat tidak tergiur untuk meminjam ke rentenir yang
merugikan;
2) Aktif mempromosikan KUR dan/atau UMi kepada masyarakat untuk
dimanfaatkan dalam pengembangan usahanya.
d. BLU PIP
1) Melakukan monitoring dan pengawasan penyaluran yang dilakukan oleh
agen penyalur;
2) Melakukan sosialisasi dengan lebih intens kepada masyarakat terkait
adanya fasilitas kredit program dari pemerintah yang berbunga rendah dan
tidak mengharuskan adanya jaminan.
e. Pemerintah Pusat
1) Melakukan sosialisasi dan mendorong rakyat untuk menggunakan KUR
pada sektor selain pertanian dengan memberikan insentif tambahan;
2) Memberikan insentif kepada penyalur untuk sektor-sektor lainnya yang
masih memerlukan dukungan, seperti sektor tanaman pangan, peternakan,
dan tanaman hortikultura.
2. Pemanfaatan Fasilitas BLU BPDPKS
Kelapa sawit memiliki usia produktif sekitar 25 tahun. Setelah memasuki post
produktif, kelapa sawit harus dilakukan peremajaan agar memberikan hasil yang
maksimal. Namun, proses peremajaan/replanting sawit tidak hanya memerlukan
waktu yang lama, namun juga biaya yang tinggi yang harus ditanggung oleh petani
32 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
sawit. Selain mempersiapkan biaya untuk membeli benih sawit, per hektar kebun
kelapa sawit memerlukan kurang lebih 100-150 pokok bibit sawit yang harganya
berkisar antara Rp. 100ribu per pokok. Sebelum melakukan penanaman, petani juga
harus memikirkan bagaimana melakukan pembersihan dan pemupukan lahan siap
tanam.
Selain itu, sawit membutuhkan masa sekitar 3 tahun sampai berbuah dan siap
dipanen. Sehingga proses replanting sawit memerlukan biaya yang cukup besar dan
memaksa petani tidak memiliki penghasilan selama tiga tahun lamanya.
Pemerintah melalui salah satu badan layanan umum, Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan dukungan kepada petani
swadaya sawit untuk melakukan peremajaan sawit. Terdapat beberapa persyaratan
awal yang harus dipenuhi petani swadaya untuk dapat mengikuti program tersebut.
Aspek legalitas, prduktivitas, prinsip sustainabilitas serta sertifikasi minimal
terhadap kebun dan hasil panen. Dukungan kepada petani swadaya yang
memenuhi syarat berbentuk modal usaha dan dalam bentuk sarana dan prasarana
perkebunan.
Dukungan dalam bentuk modal usaha berupa bantuan tunai sebesar Rp.
30juta/hektar dengan luas maksimal per petani adalah 4ha. Sedangkan bantuan
dalam bentuk sarana prasarana, petani swadaya akan menerima benih, pupuk dan
pestisida, alat pascapanen dan unit pengolahan hasil, alat transportasi, mesin
pertanian, verifikasi sertifikat ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) serta
peningkatan jalan dan tata kelola air serta infrastruktur pasar. Dari data
perbandingan potensi kebun sawit rakyat dan realisasi penyaluran bantuan, potensi
petani sawit di Riau untuk menerima bantuan peremajaan sawitnya belum
digunakan secara optimal.
Selain bantuan berupa pemberian modal peremajaan sawit, BPDPKS juga
memberikan program bantuan beasiswa kepada petani, baik untuk mengikuti
pelatihan masyarakat petani sawit, juga beasiswa yang dapat dimanfaatkan oleh
anak-anak petani untuk dapat melanjutkan pendidikan sampai jenjang kuliah.
Agar program tersebut dapat berjalan dengan baik, dan mencakup sebanyak-
banyaknya petani swadaya sawit, khususnya di wilayah Riau yang pada akhirnya
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit, beberapa poin yang
harus ditingkatkan oleh masing-masing pihak antara lain:
33 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
a. BLU BPDPKS
1) Proaktif melakukan sosialisasi terkait program bantuan peremajaan sawit
langsung kepada masyarakat petani sawit;
2) Melakukan MoU dan/atau kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan
Dinas-Dinas terkait untuk menyebarkan informasi tentang program
tersebut;
3) Membuka jalur komunikasi/hotline seluas-luasnya yang dapat diakses
petani swadaya perihal pelaksanaan program tersebut.
b. Pemerintah Daerah (Kepala Daerah dan/atau Dinas terkait)
1) Memberikan dukungan penuh terkait penyediaan data-data yang
dibutuhkan;
2) Melakukan sosialisasi kepada masyarakat petani sawit swadaya;
3) Menganalisa tahap inisiasi potensi sawit rakyat yang dapat diusulkan untuk
menjadi peserta program peremajaan;
4) Aktif menyampaikan usulan, sampai dengan melakukan pengawasan
pelaksanaan program tersebut di lapangan.
5) Mendorong dan mempermudah petani sawit untuk dapat memenuhi
persyaratan yang ditentukan seperti aspek legalitas lahan dan kemudahan
petani mendapatkan sertifikasi prinsip keberlanjutan lahan sawit.
Suksesnya program tersebut tidak hanya akan meringankan beban petani sawit
untuk melakukan peremajaan, namun juga akan meningkatkan produktivitas sawit
yang akan menguntungkan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Pemanfaatan Masa Jeda Tanam Peremajaan Sawit
Pada saat petani melakukan peremajaan, butuh sekitar tiga tahun sampai sawit
tersebut mulai menghasilkan. Untuk mengisi waktu tersebut, dimana petani tidak
memiliki sumber penghasilan selama masa jeda panen tersebut, petani dapat
memanfaatkan lahan sawit tersebut untuk budidaya tanaman lain, khususnya
tanaman hortikultura. Sistem tumpangsari kebun sawit ini dapat mendukung petani
untuk mendapatkan penghasilan lain, disamping meningkatkan produktivitas
tanaman hortikultura Riau yang masih rendah, serta dapat menjadi antisipasi
kebakaran hutan karena petani masih rutin mengunjungi kebun. Potensi kebakaran
hutan seringkali diakibatkan karena banyaknya limbah pohon sawit yang sudah
tidak produktif dan kurangnya kontrol petani pada kebunnya saat lahan sawit
tersebut tidak dalam masa produktif.
34 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Untuk mensukseskan hal tersebut, memang memerlukan kontribusi dari seluruh
pihak. Beberapa rekomendasi untuk mendukung hal tersebut, antara lain:
a. Pemerintah Daerah/Dinas Terkait
1) Memberikan pendidikan budidaya pertanian alternatif kepada petani sawit,
khususnya pada masa jeda peremajaan sawit;
2) Mensosialisasikan akses program kredit pemerintah kepada petani yang
membutuhkan modal untuk melakukan budidaya tumpangsari;
3) Aktif mengajak para kelompok pertanian untuk dapat memanfaatkan lahan
sawit yang belum produktif;
4) Mempermudah akses penjualan hasil hortikultura rakyat hasil budidaya
tumpangsari sawit;
5) Memberikan bantuan berupa benih, pupuk dan alat-alat perkebunan
kepada masyarakat.
b. Perbankan
1) Membuka kesempatan lebih luas kepada petani untuk dapat
memaksimalkan akses kredit, khususnya KUR, yang tidak hanya ditujukan
untuk pengembangan usaha sawit.
2) Aktif turun langsung kepada rakyat yang melakukan peremajaan sawit,
untuk dapat menggunakan akses kredit untuk budidaya tumpangsari
tanaman hortikultura.
3.2 Analisis Peluang Investasi Daerah
Analisis Peluang Investasi Daerah (APID) bertujuan untuk mengidentifikasi
peluang investasi yang berasal dari potensi-potensi investasi yang dimiliki daerah yang
sejalan dengan kebijakan pembangunan daerah yang tercantum dalam RPJMD. Potensi
investasi daerah diartikan sebagai kekuatan dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah
dalam menarik investasi.
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada acara sasarehan 100 ekonom
tanggal Agustus 2021 menyampaikan bahwa tiga strategi besar ekonomi dan bisnis
Indonesia di masa mendatang yaitu hilirisasi industri, digitalisasi UMKM dan ekonomi
hijau. Dalam RPJMN 2020-2024 menekankan bahwa ekspansi perekonomian akan
didorong oleh investasi, hal ini direpresentasikan oleh komponen Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh 6,88%-8,11% per tahun, lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan rata-rata sepanjang tahun 2015-2019 sebesar 5,6%. Target realisasi
penanaman modal pada tahun 2020-2024 mencapai 4.983,2 triliun rupiah. Dalam
rangka pemenuhan target tersebut,Pemerintah berupaya menarik investasi dalam
35 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
rangka industrialisasi terintegrasi hulu-hilir dan berbasis hilirisasi sumber daya alam
dengan pengembangan kawasan industri dan smelter yang akan meningkatkan nilai
tambah dan mengurangi ketergantungan impor. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 14
tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035
telah menetapkan tiga daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau sebagai wilayah pusat
pertumbuhan industri yaitu Dumai, Bengkalis dan Siak.
3.2.1. Identifikasi Peluang Investasi
Sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2019 tentang RPJMD Provinsi
Riau tahun 2019-2024, kebijakan kewilayahan difokuskan pada kerjasama
pembangunan antar wilayah (Kawasan Strategis PEKANSIKAWAN dan SIAP
BEDELAU), Kawasan Industri Dumai, Tanjung Buton, Pengembangan Pulau Rupat,
Kuala Enok Pulau Burung dan Kawasan Industri Tenayan.
Sebagai produsen kelapa sawit dengan nilai kontribusi nasional sebesar 20.67%,
Riau memiliki potensi yang sangat besar dalam bisnis olahan sawit. Saat ini belum
terdapat kawasan industri terpadu untuk mengoptimalkan value-added produk sawit.
Sawit hanya diolah menjadi CPO kemudian diekspor ke daerah lain untuk diolah menjadi
minyak nabati. Dengan hasil sawit yang melimpah, Riau hanya menikmati sedikit porsi
sawit dalam pembentukan PDRBnya.
Pembangunan Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) dapat menjawab isu
tersebut. Berlokasi di Kabupaten Siak yang didukung dengan letak geografis yang
strategis. Berada di hulu Sungai Siak, akan memudahkan alur transportasi barang
melalui Pelabuhan yang sudah ada. Akses transportasi darat juga didukung dengan
adanya tol Pekanbaru-Dumai yang sudah beroperasi.
Secara umum latar belakang berdirinya KITB antara lain:
1. Potensi sumber daya yang sangat besar di Riau;
2. Kegiatan ekonomi Riau terpusat pada penjualan raw material yang bernilai tambah
kecil;
3. Adanya ancaman terhadap kesinambungan (sustainability) kegiatan ekonomi akibat
pengeksploitasian raw material berlebih untuk mengimbangi peningkatan
kebutuhan.
4. Upaya untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dengan
mengoptimalkan peran sektor sekunder (industri).
5. Upaya jangka panjang menunjang kegiatan ekonomi pengganti yang tidak
berbasiskan SDA yang tidak terbarui;
36 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
6. Keterbatasan Sungai Siak dalam menampung industri di sepanjang Sungai Siak
yang menuntut perubahan peran dan fungsinya di masa mendatang;
7. Peningkatan aktifitas jasa dan ekonomi hingga perlu upaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan SDA.
Beberapa alasan pentingnya Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) yaitu:
1. Tanjung Buton ditetapkan dalam Ruang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Prov. Riau
sebagai salah satu outlet regional alternative dan pelengkap selain Dumai dan Kuala
Enok dan sebagai andalan bagi perkembangan ekonomi daerah.
2. Memiliki aksesibilitas yang baik ke arah darat (regional Riau) dan ke arah laut
(internasional, Batam, Kepri, Singapura dan Malaysia).
3. Secara fisik dan teknis Kawasan Buton layak dijadikan sebagai kawasan industri
dan pelabuhan.
4. Antisipasi alih fungsi Sungai Siak dari fungsi transportasi menjadi fungsi konservasi.
3.2.2. Analisis Aspek Teknis
3.2.2.1 Kondisi Geografis
Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) berada di Kecamatan Sungai Apit
Kabupaten Siak Provinsi Riau berada di posisi 0o 45’ 21’’-0 o 51’ 11’’ LU dan 102o 22’
40-102o 28’52’’ BT. Pengembangan pembangunan KITB sesuai dengan rencana
pengembangan seluas 5.600,3 hektar. Posisi rencana pembangunan KITB cukup
strategis karena terletak di tepi Selat Panjang yang tidak jauh dari Kota Pekanbaru. Sifat
lahan juga cocok untuk pembangunan, karena sifat lahan yang memiliki kemiringan
lereng yang datar.
3.2.2.2 Aksesabilitas Transportasi, Komunikasi dan Energi
a. Akses Transportasi
KITB dikelilingi dengan kemudahan akses yang cukup mudah. Terdapat jalan nasional
maupun provinsi yang menghubungkan antar kota-kota besar di Riau. Selain itu, adanya
pintu tol Dumai-Pekanbaru menambah kemudahan akses darat KITB.
Terdapat potensi tambahan transportasi jika rencana revitalisasi jalur kereta api.
Kabupaten Siak merupakan salah satu kota yang akan dilalui jalur kereta api tersebut.
Sedangkan untuk transportasi laut, lokasi pembangunan didaerah Pelabuhan, akses laut
menjadi prioritas jenis transportasi. Alur pelayaran yang telah ada merupakan alur
pelayaran lokal, nasional maupun internasional.
Transportasi udara eksisting dapat diakses melalui Bandara di Kota Pekanbaru. Namun
kedepannya sebagai rencana perluasan kapasitas penumpang, akan dibangun bandara
37 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
baru di wilayah Siak. Hal ini akan lebih mempermudah dan mendekatkan akses
transportasi udara.
b. Akses Komunikasi
Telah dilaksanakan kesepakatan dengan PT Telkom Divisi 1 Regional Sumatera dan PT
Indosat Cabang 63 Batam untuk penyediaan layanan komunikasi, baik dalam bentuk
komunikasi seluler maupun jaringan internet. Coverage akses komunikasi telah
memenuhi standar dengan 20-40 SST/ha.
c. Energi
Telah dilaksanakan kesepakatan dengan PT PLN UIW Riau dan Kepri untuk kesediaan
pemasangan jaringan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan energi KITB. Penyediaan
energi listrik dari PLN telah memenuhi standar minimal kebutuhan listrik untuk Kawasan
industry, yakni sebesar 0,15-0,2 MVA/ha.
3.2.2.3 Sarana Pendukung
Kebutuhan penyediaan air baku untuk KITB dengan luas 600 Ha membutuhkan
air sebesar 450 l/detik. Kebutuhan tersebut akan dipenuhi dari Danau Zamrud yang
berjarak sekitar 20km dari lokasi, air dari Sungai Rawa, dan penampungan situ tadah
hujan. Mekanisme pengelolaan air baku menggunakan prinsip re-cycle water, sehingga
tidak berdampak terhadap ekosistem yang ada. Selain itu, telah direncanakan untuk
dibangun fasilitas pendukung lainnya, seperti lokasi pengolahan limbah (IPAL), fasiltias
pergudangan, fasilitas stasiun bahan bakar, drainase, dermaga, perumahan dan
perkantoran, pembangunan TPS, dan gedung-gedung pendukung.
3.2.2.4 Aspek Mitigasi Resiko
Terletak pada dataran rendah dengan wilayah berbatasan dengan laut, mitigasi
resiko terhadap banjir telah dipetakan. Dari data Inarisk, BNPB, 39.5% wilayah total KITB
masuk kedalam resiko banjir rendah. 50.85% masuk ke dalam wilayah banjir sedang,
5.35% lahan beresiko banjir tinggi, dan 4,23% lahan tidak memiliki resiko banjir. Mitigasi
dilakukan dengan pembangunan fasilitas pendukung seperti drainase dengan debit
keluaran air yang cukup untuk memitigasi terjadinya banjir di dalam Kawasan.
Selain itu, untuk menghadapi sifat lahan yang sebagian merupakan Kawasan
gambut, dalam rencana pembangunannya mengikuti arahan delineasi kawasan, strategi
pembangunan akan dibagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu kegiatan berintensitas
tinggi dan kegiatan dengan intensitas sedang/rendah. Intensitas tinggi (58.10%)
dialokasikan untuk kegiatan industri besar, sedagkan sisanya (41.9%) untuk jenis
kegiatan industri menengah dan kecil dengan intensitas kegiatan rendah.
38 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel 3.8 Rencana Tapak KITB
ZONA SUB ZONA LUAS (ha)
Transportasi Jalan dan rel Kereta Api 173,97 Sarana Prasarana Penunjang
Sarana Prasarana Penunjang 1.188,98
Zona Industri Aneka Industri/Industri Lainnya 104,17 Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Tradisional 302,54 Industri Kertas dan Barang dari Kertas 281,39 Industri Komputer, barang elektronik dan optik 574,83 Industri Minyak dan Lemak Nabati dan Hewani 412,42 Industri Pokok pengilangan minyak bumi 136,08 Pergudangan 5,44
Zona RTH Kawasan Penyangga/Taman/Media Jalan/Sempadan 726,2 Total 3.821,86
Tabel 3.9 Struktur Transaksi Proyek
No. Aset Pemilik/Pengelola Keterangan 1 Lahan Pengelola Kawasan Lahan disewakan kepada tennant dengan jangka
waktu 30 tahun 2 Infrastruktur
Sarana dan Prasarana
Pengelola Kawasan Infrastruktur dalam Kawasan dibangun dan oleh pengelola Kawasan
3 Bangunan Pabrik
Investor Tennat dapat membangun pabrik di dalam Kawasan yang disewa
4 Mesin dan Peralatan
Investor Mesin dan peralatan dalam pabrik disediakan dan dikelola oleh investor
Dari aspek legal, KITB sudah memiliki perijinan pembangunan, seperti Izin
Usaha Kawasan Industri (IUKI), Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Lokasi, Izin
Lingkungan, Persetujuan dokumen andal, Rencana Tapak Kawasan Industri, Sertifikat
Hak atas Tanah, Tata Tertib Kawasan Industri, dan Struktur Pengelola Kawasan Industri.
Pembangunan KITB sendiri sesuai dengan visi misi Provinsi Riau dan Kabupaten Siak.
Bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap pembangunan KITB telah tertuang pada
Perda Kab Siak No. 05/2016 tentang Kawasan Industri Tanjung Buton.
3.2.3. Analisis Aspek Pasar
Produksi CPO dunia terkonsentrasi pada dua negara (Malaysia dan Indonesia).
Oleh karena itu, Malaysia dan Indonesia mendominasi ekspor CPO dunia. Pada tahun
2018, kedua negara ini memiliki total pangsa pasar sekitar 83,7%. Indonesia telah
menjadi eksportir CPO terbesar di dunia dengan total volume mencapai 42,1 juta ton di
tahun 2018 (57,2% dari ekspor dunia), diikuti ekspor Malaysia sebesar 19,5 juta ton. Dari
sisi demand, konsumsi CPO untuk memenuhi permintaan minyak nabati masih
menjanjikan. Rerata demand internasional tumbuh 4,7% pertahun dengan total
permintaan sebesar 71,5 juta ton pada tahun 2018.
Tidak hanya sebagai produsen terbesar untuk pasar nasional, Indonesia sendiri juga
merupakan konsumen CPO terbesar di dunia. Jadi peluang pasar terbuka lebar, baik
untuk pasar luar maupun pasar domestic. Riau sendiri merupakan produsen CPO
39 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
terbesar di Indonesia. Siak, yang menjadi lokasi pembangunan KITB merupakan tiga
besar daerah penghasil CPO di Riau.
Selain untuk pemenuhan kebutuhan CPO baik domestik maupun luar negeri,
KITB juga berencana untuk mengembangkan produk Oleokimia yang merupakan
industry hilir yang menghasilkan beragam produk turunan dari sawit, seperti makanan,
kosmetik, obat, sabun, dan hasil fisik yang berasal dari cangkang sawit untuk dijadikan
salah satu bahan baku infrastruktur. Lebih lanjut, dengan kebijakan pemerintah untuk
memperluas penggunaan biodiesel, pangsa pasar domestic semakin luas terbuka.
Dari analisa Competitive Advantage Ratio (CAR) sesuai teori yang dikenalkan oleh
Porter (1998), CAR CPO memiliki indeks antara 0.3-0.41 (dibawah satu) yang berarti
industry CPO memiliki keunggulan kompetitif yang masih tinggi.
Dari kajian yang dilakukan Prasetyo (2019), menunjukkan adanya peningkatan
biaya domestik sebesar 35,88%, yang mengindikasikan tingkat competitiveness CPO
semakin meningkat mengikuti turunnya biaya domestik dalam negeri. Kebijakan
pemerintah yang mendukung penurunan biaya produksi akan lebih menguntungkan
bisnis CPO.
3.2.4. Analisis Aspek Biaya
Tabel 3.10 Proyeksi Pendapatan dan Biaya
No. Uraian Jumlah (Rp)
1. Pendapatan (per tahun) 69.815.200.000
2. Biaya Investasi 221.471.200.000
3. Biaya Operasional (per tahun) 29.195.717.078
Tabel 3.11 Struktur Biaya Investasi dan Operasional
*) Kapasitas mesin terpasang 20ton/jam/hari beroperasi 20 hari/bulan. Total kebutuhan bahan baku TBS
96.000 ton/tahun (hanya 1% dari total produksi CPO Provinsi Riau. (harga TBS mengacu pada TBS Riau
yang dikeluarkan oleh Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) pada Oktober 2020.
**) Tenaga kerja mengikuti UMR Kab. Siak, dengan asumsi membutuhkan 100 orang, dengan tingkat inflasi
3%/tahun
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Bahan Baku (TBS)* 200.832.000.000
Biaya Administrasi dan Kantor 11.315.000.000
Biaya Tenaga Kerja** 3.658.286.400
Bahan Pembantu Proses Produksi 3.222.450.000
Biaya Pemeliharaan Pabrik 800.683.500
Biaya Lain-lain 637.581.650
Total 220.466.001.550
40 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel 3.12 Struktur Biaya Investasi
Biaya Jumlah (Rp/Tahun)
Sewa Lahan 100.000.000.000
Pabrik dan Set-up Peralatan 116.803.731.300
Kendaraan 5.519.550.000
Perumahan, Mess, Gudang 4.417.500.000
Biaya Lain-lain 930.271.250
Total 227.671.052.550
3.2.5 Analisis Kelayakan Keuangan/Investasi Pendapatan KITB diproyeksi berasal dari dua sumber: penyewaan lahan dan
pendapatan servis. Harga sewa ditentukan sebesar Rp. 1,3 juta/meter selama 30 tahun.
Sedangkan diproyeksikan terdapat dua biaya utama KITB, antara lain biaya investasi
dan biaya operasional.
Tabel 3.13 Proyeksi Pendapatan dan Biaya (hasil analisis) No Uraian Jumlah (Rp)
1 Pendapatan (per tahun) 69.815.200.000 2 Biaya Investasi 221.471.200.000 3 Biaya Operasional (per tahun) 29.195.717.078
Tabel 3.14 Proyeksi Laba Rugi (hasil analisis)
No Uraian Y1 Y2 Y3 Y4
1 Pendapatan (asumsi grow 6%/y)
- 69.815.200.000 74.004.112.000 78.444.358.720
2 Biaya Investasi (221.471.200.000) 3 Biaya Operasional
(grow 3%/y) 29.195.717.078 30.071.588.590 30.973.736.248
4 EBT 40.619.482.922 49.932.523.410 47.740.622.472
No Uraian Y5 Y6 Y7 Y8
1 Pendapatan (asumsi grow 6%/y)
83.151.020.243 88.140.081.458 93.428.486.345 99.034.195.526
2 Biaya Investasi 3 Biaya Operasional
(grow 3%/y) 31.902.948.335 32.860.036.786 33.845.837.889 34.861.213.026
4 EBT 51.248.071.908 55.280.044.672 59.582.648.456 64.172.982.500
Tabel 3.15 Proyeksi Arus Kas (hasil analisis)
Uraian Y1 Y2 Y3 Y4
Kas Masuk - 69.815.200.000 74.004.112.000 78.444.358.720 Kas Keluar (221.471.200.000) 29.195.717.078 30.071.588.590 30.973.736.248 Arus Kas Bersih (221.471.200.000) 40.619.482.922 43.932.523.410 47.470.622.472 Akumulasi Kas (221.471.200.000) (180.851.717.078) (136.919.193.668) (89.448.571.196)
Uraian Y5 Y6 Y7 Y8
Kas Masuk 83.151.020.243 88.140.081.458 93.428.486.345 99.034.195.526 Kas Keluar 31.902.948.335 32.860.036.786 33.845.837.889 34.861.213.026 Arus Kas Bersih 51.248.071.908 40.619.482.922 59.582.648.456 64.172.982.500 Akumulasi Kas (38.200.449.289) 2.419.033.633 62.001.682.089 126.174.664.589
41 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Dengan membandingkan kedua proyeksi di atas terhadap arus kas masuk dan keluar,
di dapat payback period (PP) adalah pada tahun keenam. Rasio keuangan lainnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.16 Proyeksi Arus Kas (hasil analisis)
Uraian Hasil Hasil Kesimpulan
IRR 19,83% Lebih besar dari CoC Layak investasi NPV (Rp) 87.156.862.717 Lebih besar dari Rp. 0 Layak investasi
Payback Period (Y) 6 tahun 6 tahun Layak investasi Benefit Cost Ratio 0,72 0,72 Layak investasi
Sedangkan hasil analisis terkait sensitivitas proyek, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.17 Sensivitas Proyek
Uraian Sensitivitas Pendapatan
95% 100% 113%
IRR (%) 17,72% 19,83% 25,05%
NPV (Rp) 62.524.025.573 87.156.862.717 151.202.239.291
Payback Period (Y) 7 6 4
BCR 0,56 0,72 1,22
Uraian Sensitivitas OPEX
95% 100% 113%
IRR (%) 24,75% 19,83% 17,91% NPV (Rp) 146.046.040.368 87.156.862.717 65.073.421.098 Payback Period (Y) 4 6 7 BCR 1,19 0,72 0,57
Uraian Sensitivitas CAPEX
95% 100% 113%
IRR (%) 25,98% 19,83% 17,66% NPV (Rp) 131.451.102.717 87.156.862.717 67.224.454.717 Payback Period (Y) 4 6 7 BCR 1,31 0,72 0,55
Dari analisis sensitivitas, proyeksi KITB akan lebih sensitif terhadap perubahan naik
pendapatan dan penurunan biaya, baik biaya operasional maupun kapital, dibandingkan
dengan kenaikan biaya dan penurunan pendapatan.
42 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
3.2.6 Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Investasi Pemerintah Analisis faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembangunan KITB dapat di
rangkum dengan analisa SWOT seperti di bawah ini.
3.2.7 Simpulan dan Rekomendasi Dari hasil analisa yang telah dilakukan, simpulan terhadap kelayakan proyek KITB
sebagai berikut:
ASPEK TEKNIS
Hasil Analisis KITB telah sesuai dengan arahan rencana tata ruang dengan menggunakan lokasi yang didukung dengan kemudahan geografis, aksesabilitas dan penyediaan sarana transportasi, komunikasi, dan energi serta fasilitas penunjang Kawasan industri
Kelayakan KITB layak untuk dikembangkan, dukungan letak yang strategis dan mekanisme mitigasi resiko telah mencukupi
Solusi/Rekomendasi Pengembangan KITB selanjutnya perlu untuk mengikuti arahan tata ruang terutama terkait intensitas bangunan
Insentif Pemerintah daerah dapat membantu mempermudah kepengurusan izin pembangunan kegiatan yang dilakukan investor, missal izin usaha, mendirikan bangunan pabrik, dan izin tinggal untuk tenaga asing dalam rangka transfer knowledge terhadap teknologi baru.
ASPEK PASAR
Hasil Analisis Permintaan akan hasil olahan sawit baik dari pasar domestik maupun pasar internasional masih menjanjikan dengan potensi pertumbuhan yang cukup tinggi. Ketersediaan bahan baku juga dapat dipernuhi dari supply lokal.
Kelayakan KITB layak untuk dikembangkan dan menjadi salah satu alternative pelaksanaan hilirisasi CPO yang sampai dengan saat ini masih kurang optimal
Solusi/Rekomendasi Memperjelas peran dan tujuan KITB sehingga dapat terdengar sampai pada level internasional untuk menarik minat investor
Insentif Jaminan dukungan dari pemerintah, baik dalam hal pembangunan dan insentif dalam bentuk kebijakan pemerintah
43 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
ASPEK BIAYA
Hasil Analisis Dari perhitungan proyeksi arus kas, KITB layak untuk dilanjutkan. Dukungan pemerintah pusat sangat diperlukan untuk menjamin keyakinan investor
Kelayakan Secara finansial, proyek KITB dapat memberikan banyak keuntungan, baik secara materiil maupun sosial seperti penyerapan tenaga kerja, alih fungsi wilayah, serta menjamin pasar terhadap produksi sawit lokal.
Solusi/Rekomendasi Perlu adanya insentif berupa keringanan kewajiban pajak dan insentif lainnya untuk lebih menarik minat investor
Insentif Dukungan pemerintah terkait paket kebijakan untuk mempermudah proses pemenuhan supply bahan baku dan proses pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri
ASPEK KELAYAKAN KEUANGAN DAN INVESTASI
Hasil Analisis Dari perhitungan ratio proyeksi keuangan, KITB layak untuk dikembangkan. Payback period yang relative tidak lama memberikan kepastian lebih dan relative dapat meminimalisir resiko ketidakpastian
Kelayakan KITB layak untuk diteruskan. Dapat memberikan sumbangan devisa kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Solusi/Rekomendasi Pemerintah secara aktif dapat menyiapkan paket kebijakan untuk menjaga tidak terjadinya ketidakpastian yang berdampak buruk bagi keberlangsungan proses bisnis KITB
Insentif Adanya insentif dalam bentuk kemudahan investasi dan keringanan untuk menekan biaya operasional
ASPEK FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT
Hasil Analisis Dibandingkan dengan potensi yang ditawarkan, KITB memberikan peluang yang lebih besar, baik dalam bentuk material maupun sosial
Kelayakan Pengembangan KITB layak untuk dikembangkan
Solusi/Rekomendasi Semua stakeholders berperan secara aktif untuk mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki KITB untuk berkembang, dan meminimalisir resiko-resiko yang mungkin dapat menghambat pembangunan KITB
Insentif Dukungan pengembangan akses ke kawasan, pajak, kemudahan perizinan penggunaan lahan, keringanan terhadap pengadaan tenaga kerja yang profesional
ASPEK LEGALITAS
Hasil Analisis Pola kebijakan perlu kolaborasi dengan para pemangku kepentingan
Kelayakan Kelayakan hukumnya dimungkinkan dilakukan perbaikan kebijakan dan pengaturan teknis mengikuti kondisi termutakhir
Solusi/Rekomendasi Perbaikan koordinasi didalam pengambilan kebijakan, menyegerakan segala bentuk penyelesaian masalah agar tidak berlarut larut apabila diperlukan ke level struktur yang lebih tinggi
Insentif Penyederhanaan izin usaha
Foto: Pengolahan ikan patin desa Koto Mesjid, Kab. Kampar
BAB IV KESIMPULAN DANREKOMENDASI
Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
44 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada kajian ini, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Di tengah suasana pandemi COVID-19, perekonomian di Provinsi Riau
menunjukkan kinerja baik dengan angka pertumbuhan ekonomi sampai dengan
data terakhir yaitu triwulan III tahun 2021 sebesar 4,10 persen (yoy) yang
terkontraksi sebesar 1,74 persen. Inflasi masih terkendali secara tahunan (yoy)
sebesar 2,25 persen dan bulanan 1,60 persen. Ekspor (yoy) meningkat 47,71%
dengan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial merupakan lapangan usaha yang
mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 16,06 persen.
2. Tingkat kemiskinan meningkat sejak pandemi COVID-19 menjadi 7,12 persen, dan
tingkat pengangguran terbuka juga menunjukkan peningkatan sebesar 0,04 yang
didominasi pengangguran perkotaan.Gini ratio (0,326) mengalami kenaikan dari
tahun 2020 walaupun masih dibawah rata-rata nasional dan dibawah target pada
RPJMD Pemerintah Provinsi Riau.
3. Pendapatan APBN di Riau berkinerja sangat baik dengan pertumbuhan positif
sebesar 88,44 persen dengan kontribusi penuh dari penerimaan perpajakan
sebesar 93,19 persen (19,81 trilliun). Penerimaan bea keluar sebesar 8 trilliun
menjadi penyumbang terbesar seiring dengan meningkatnya harga ekspor untuk
Crude Palm Oil (CPO). Selain itu disebabkan penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan yang telah tercapai targetnya dan pertumbuhan pada PPh Badan/orang
pribadi. Adapun PNBP sebesar 648 milyar atau naik 7,58 persen (yoy). PNBP
terbesar pada pendapatan tiga Badan Layanan Umum (BLU) di Riau yaitu sebesari
290,96 milliar rupiah.
4. Realisasi belanja APBN mengalami penurunan sebesar 6,49 persen (yoy),
khususnya pada belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun sebesar
11,84 persen walaupun pagu TKDD juga mengalami penurunan sebesar 1,75
trilliun. Belanja Pemerintah Pusat menjadi kontributor utama sebesar 25 persen atau
5,44 trilliun. Pertumbuhan belanja terbesar didorong oleh kenaikan belanja modal
hingga 134,58 persen dibanding tahun lalu untuk pembangunan jalan, perbaikan
IPAL dan jaringan sumber daya air.
45 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
5. Rendahnya realisasi TKDD disebabkan beberapa hal yaitu adanya mekanisme baru
dalam proses permintaan penyaluran DAK Fisik yaitu pra reviu APIP, untuk
beberapa implementasi aplikasi SIPD, rendahnya responsivitas desa dan
pemerintah daerah terkait perubahan aturan dana desa, terlambatnya penetapan
Perkada dan APBDes.
6. Penurunan kasus COVID-19, keberhasilan Program Pemulihan Ekonomi Nasional
dan peningkatan harga komoditi kelapa sawit membuat perekonomian semakin
menguat sehingga dapat diprediksi untuk realisasi pendapatan negara sampai
dengan akhir tahun 2021 meningkat menjadi kurang lebih 22,19 trilliun atau 127,80
persen, belanja sebesar kurang lebih 28,82 trilliun atau 99,98 persen.
7. Progress realisasi belanja dan capaian output strategis terbesar berada pada sektor
pelayanan umum dengan total realisasi mencapai Rp2,81 triliun atau 54,68% dengan
capaian output tertinggi pada alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah.
8. Pemerintah Daerah Riau masih mengandalkan pendapatan transfer yang berkontribusi
sebesar 76,19 persen, sedangkan Pendapatan Asli Daerahnya hanya berkontribusi
sebesar 21,47 persen. Jumlah pendapatan mengalami penurunan sebesar 2,91
persen dibandingkan tahun sebelumnya.
9. Realisasi belanja APBD meningkat sebesar 3,26 persen atau 16,38 trilliun dengan
kontribusi terbesar pada belanja pegawai sebesar 66,30 persen, sedangkan realisasi
terkecil pada belanja tidak terduga 20,62 persen dan belanja modal 27,25 persen.
Dengan berharap pencairan proyek-proyek fisik di akhir tahun, prediksi APBD sampai
dengan akhir tahun 2021 bisa mencapai kurang lebih 30,67 trilliun atau 97,67 persen.
10. Nilai Tukar Petani (NTP) di Riau pada tiga tahun terakhir dalam tren meningkat,
sedangkan sepanjang tahun 2021 NTP di Riau selalu lebih tinggi dari NTP nasional
atau rata-rata lebih tinggi 30,5 persen. Peningkatan NTP tersebut sejalan dengan
kinerja penyaluran KUR, UMi dan alokasi DAK Fisik pada sektor pertanian dan
perikanan. Komoditas yang berkontribusi besar yaitu kelapa sawit, karet dan kelapa.
Naiknya harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang mencapai Rp 3.254 per Kg
menjadi faktor terbesar dalam peningkatan NTP di Riau. NTP yang tinggi didominasi
oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat dan perikanan, tiga subsektor lain yang
perlu ditingkatkan yaitu peternakan, tanaman pangan dan hortikultura.
11. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan cenderung mampu bertahan ditengah
gejolak perekonomian dan menjadi pendukung utama di Riau. Hal ini didukung oleh
46 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
peran pemerintah dengan alokasi sektor pertanian sebesar 40,6 milyar untuk
pengembangan kawasan tanaman pangan di tiga kabupaten (Rokan Hilir, Indragiri Hilir
dan Pelalawan), pelaksanaan padat karya pertanian dan dukungan pembangunan
sarana dan prasarana pertanian di Kementerian PUPR sebesar 80,91 milyar, alokasi
11,5 milyar untuk pengadaan kapal ikan dan bantuan perlindungan dan pemanfaatan
Kawasan konservasi laut serta dukungan program kredit pemerintah untuk petani dan
nelayan. Selain dukungan dari pemerintah, peran dari BUMN perusahaan perkebunan
nusantara dan sektor swasta sangat berarti bagi perekonomian sektor pertanian di
Provinsi Riau.
12. Peluang investasi pengembangan Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) di
Kabupaten Siak sangat layak berdasarkan kajian dari BAPPEDA, BPKM dan
DPMPTSP dengan nilai investasi sebesar Rp 227.671.052.550,- dengan payback
periode tahun keenam, NPV sebesar Rp 87.156.862.717,- , IRR sebesar 19,83%, dan
benefit cost ratio 0,72.
13. Secara aspek teknis KITB sudah sesuai dengan tata ruang wilayah, letak yang
strategis dan didukung pelabuhan dengan tujuan Internasional. Aspek pasar,
permintaan akan hasil olahan CPO sangat tinggi dan tepat dengan program
pemerintah untuk hilirisasi CPO. Aspek biaya dan keuangan, proyek KITB dapat
memberikan banyak keuntungan, baik secara materiil maupun sosial seperti
penyerapan tenaga kerja, alih fungsi wilayah, serta menjamin pasar terhadap produksi
sawit lokal.
14. Faktor pendukung KITB antara lain kawasan tersebut termasuk sebagai kawasan
strategis provinsi Riau, dokumen RPIP pengembangan industry CPO dari migas,
mempunyai pelabuhan dan Sumber Daya Alam kelapa sawit yang melimpah.
Sedangkan factor penghambat yaitu terdapat lahan gambut yang memerlukan biaya
besar, terdapat tumpeng tindih status lahan, kondisi jalan yang masih rusak sebagian,
status hokum lahan baru 1,5 persen dan ketersediaan SDM berpendidikan terbatas.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan dan analisis diatas, rekomendasi yang dapat kami
sampaikan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan program dari BLU BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan
Kelapa Sawit) untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit sesuai dengan
Perpres 61 tahun 2015 jo Perpres 66 Tahun 2018 yaitu:
a. Peremajaan sawit rakyat
47 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Program pemberian dana bagi petani untuk peremajaan sawit secara gratis
sebesar Rp 30 juta/hektar untuk maksimal 4 hektar/Kepala Keluarga. Diawali
dari legalitas kelembagaan tani dan lahan kemudian proses verifikasi oleh Dinas
Perkebunan Kabupaten/Provinsi, rekomendasi Tim Ditjen Perkebunan dan
proses pencairan oleh BPDPKS. Hal ini perlu dukungan dari Kepala Daerah dan
sosialisasi aktif dari BPDPKS karena masih minimnya sosialisasi tentang ini.
b. Sarana dan prasarana perkebunan
Program bantuan sarana dan prasarana perkebungan kelapa sawit berupa
benih, pupuk, pestisida, alat pascapanen, peningkatan jalan dan tata kelola air.
Proses pengajuan sesuai dengan persyaratan melalui Dinas Perkebunan dan
verifikasi oleh Ditjen Perkebunan.
c. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Program ini berupa pelatiha petani, masyarakat sawit, bea siswa Pendidikan D1
dan D3, penyuluhan, pendampingan dan fasilitasi.
d. Penelitian dan pengembangan
Pengajuan proposal peneletian pada bidang bioenergy, budidaya, pangan dan
kesehatan, biomaterial, pasca panen, pengolahan, sosial ekonomi, bisnis,
manajemen, pasar, TIK dan lingkungan.
e. Promosi
f. Pemenuhan kebutuhan pangan
g. Hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit
h. Penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati
2. Peningkatan pemanfaatan Program Kredit Usaha Rakyat untuk subsektor Nilai
Tukar Petani yang masih dibawah 100 yaitu subsektor peternakan, tanaman pangan
dan hortikultura.
Pemerintah Pusat melakukan sosialisasi dan memberikan insentif khusus kepada
pihak penyalur untuk tiga sektor diatas, Pemerintah Daerah melalui Dinas Koperasi,
UMKM dan Dinas Pertanian, Perkebunan melakukan identifikasi dengan tepat untuk
petani yang potensial mendapatkan KUR dan pihak perbankan atau penyalur tidak
mempersulit dalam persyaratan pencairan KUR, seperti agunan tambahan yang
seharusnya tidak diperlukan.
3. Perlu dukungan investasi dari Pemerintah terkait pengembangan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri Tanjung Buton seperti akses jalan tol, jalan raya
menuju kawasan industri, pelabuhan dan jalur kereta api.
48 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
4. Selain dukungan investasi bidang infrastruktur dari Pemerintah, perlu adanya
kebijakan insentif berupa keringanan kewajiban pajak dan insentif lainnya untuk
lebih menarik minat investor.
5. Pelaku usaha harus aktif berkolaborasi dengan Pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun daerah dalam pengembangan KITB.
49 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Daftar Pustaka
Berita Resmi Statistik 01 Oktober 2021. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau diunduh
tanggal 3 Oktober 2021 Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Triwulan III tahun 2021. Bidang PAPK Kanwil
DJPb Provinsi Riau Laporan Penyusunan Peta Peluang Investasi Proyek Prioritas Strategis Kawasan
Industri Tanjung Buton. 2020. Badan Koordinasi Penanaman Modal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber
Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tata Cara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa
Porter, Michael.E.1998.Competitive Advantage Creating and Sustaining Superior
Performance.New York: The Free Press Prasetyo, A. 2019. Analisis Keunggulan Kompetitif CPO Indonesia. Jurnal Ilmiah
Agrineca Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Riau Tahun 2019-2024.
2019. Pemerintah Provinsi Riau Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Riau tahun 2019-2025. 2018. Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Riau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
https://spanint.kemenkeu.go.id/
https://djpk.kemenkeu.go.id/
https://sikp.kemenkeu.go.id/
https://www.bpdp.or.id/
http://172.16.2.123/ MEBE
https://riau.bps.go.id/
https://riaupos.jawapos.com/
50 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Daftar Lampiran
Tabel Inflasi Riau dan Nasional (mtm)
Tabel Inflasi Riau dan Nasional (yoy)
Tabel Perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Riau
Tabel Perkembangan Gini Ratio
Tabel Perkembangan NTP Riau
Perkembangan Inflasi Riau, Pekanbaru, Dumai, Tembilahan, dan Nasional Jan-20 Feb-20 Mar-20 Apr-20 Mei-20 Jun-20 Jul-20 Agt-20 Sep-20 Okt-20 Nop-20 Des-20 Jan-21 Feb-21 Mar-21 Apr-21 Mei-21 Jun-21 Jul-21 Agt-21 Sep-21
Nasional 0,39 0,28 0,10 0,08 0,07 0,18 -0,10 -0,05 -0,05 0,07 0,28 0,45 0,26 0,10 0,08 0,13 0,32 0,16 0,08 0,03 -0,04
Riau 0,42 0,34 -0,01 -0,26 0,54 0,13 -0,24 0,05 -0,01 0,56 0,33 0,55 0,44 -0,32 0,10 0,15 0,08 -0,01 0,27 -0,11 0,19
2020 2021
Jan-20 Feb-20 Mar-20 Apr-20 Mei-20 Jun-20 Jul-20 Agt-20 Sep-20 Okt-20 Nop-20 Des-20 Jan-21 Feb-21 Mar-21 Apr-21 Mei-21 Jun-21 Jul-21 Agt-21 Sep-21
Nasional 2,68 2,98 2,96 2,67 2,19 1,96 1,54 1,32 1,42 1,44 1,59 1,68 1,55 1,38 1,37 1,42 1,68 1,33 1,52 1,59 1,60
Riau 1,56 2,11 2,01 1,33 1,48 1,13 0,60 0,80 1,14 1,58 3,06 2,42 2,43 1,76 1,87 2,30 1,82 1,68 2,21 2,04 2,25
2020 2021
Perdesaan % Desa Perkotaan % Kota Total % Riau % Indonesia
2017 Maret 336,03 8,43 178,58 6,79 514,61 7,78 10,64
September 319,41 7,99 176,98 6,55 496,39 7,41 10,12
2018 Maret 326,86 8,09 173,57 6,35 500,43 7,39 9,82
September 322,05 7,86 172,21 6,25 494,26 7,21 9,66
2019 Maret 314,79 7,62 175,93 6,28 490,72 7,08 9,41
September 314,06 7,51 169,86 6 483,92 6,9 9,22
2020 Maret 308,23 7,29 175,16 6,12 483,39 6,82 9,78
September 312,76 7,47 178,46 6,39 491,22 7,04 10,19
2021 Maret 317,06 7,51 183,75 6,52 500,81 7,12 10,14
Periode
Mar-17 Sept-17 Mar-18 Sept-18 Mar-19 Sept-19 Mar-20 Sept-20 Mar-21
Riau 0,325 0,325 0,327 0,347 0,330 0,331 0,329 0,321 0,326
Indonesia 0,393 0,391 0,389 0,384 0,382 0,380 0,381 0,385 0,384
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
2019 101,17 106,92 109,13 107,74 104,00 99,34 99,01 102,37 108,11 108,63 112,81 117,37
2020 123,93 117,90 113,76 115,64 111,74 109,66 113,57 116,88 120,94 123,61 127,32 130,34
2021 132,92 133,04 137,64 134,54 135,13 135,26 132,16 136,74 141,32
51 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel Penerimaan Perpajakan Q3 2020 dan Q3 2021
Tabel Realisasi PNBP per satker s.d. Triwulan III 2021
Tabel Belanja Pemerintah Pusat
Tabel Realisasi APBN per sektor s.d. Triwulan III 2021
Jenis Pajak 2020 2021 Growth %
PPH 4.761.969.876.437 5.195.639.073.967 9,11%
PPN 3.455.505.893.177 4.508.116.617.594 30,46%
PBB 1.638.485.306.070 1.858.291.980.409 13,42%
Pajak lainya 78.492.636.774 134.797.016.397 71,73%
PPnBM 2.243.654.225 3.349.189.489 49,27%
Cukai 688.462.000 150.350.204 -78,16%
Bea Masuk 90.029.010.854 110.107.144.574 22,30%
Bea Keluar 228.527.457.149 8.000.008.528.000 3400,68%
Tota l PNBP
KSOP Tanjung Buton 22.413.835.422
Rumkit Bhayangkara Pku 28.961.936.159
Di tl antas Polda Ri au 61.654.930.012
KSOP Dumai 92.169.097.078
Unri 129.566.801.186
UIN Sus ka 132.844.373.539
Satker la innya 180.219.391.343
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
Belanja Pegawai 168.692.105.004 205.441.483.602 223.300.507.605 287.542.573.270 355.601.507.438 363.716.631.661 268.364.270.828 221.612.512.646 250.219.751.916
Belanja Barang 35.800.550.050 150.153.034.549 251.422.406.059 280.783.442.373 280.824.770.454 242.408.232.376 199.118.161.050 199.112.591.293 263.413.471.435
Belanja Modal 48.814.445.145 109.500.382.816 126.570.635.678 145.005.013.919 109.515.724.220 149.787.362.855 130.307.907.784 201.960.403.519 162.485.590.966
Belanja Bantuan Sosial 0 0 1.570.800.000 0 35.000.000 0 0 10.388.400.000 600.000.000
Realisasi Pagu %
PERLINDUNGAN SOSIAL 13.200.858.261 26.749.854.000 49,35%
KESEHATAN 110.200.391.627 162.443.492.000 67,84%
AGAMA 131.833.134.171 198.556.848.000 66,40%
LINGKUNGAN HIDUP 216.259.310.909 383.847.874.000 56,34%
PERTAHANAN 375.654.274.742 536.602.039.000 70,01%
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 491.786.474.356 699.287.276.000 70,33%
PENDIDIKAN 1.083.483.815.697 1.681.150.985.000 64,45%
EKONOMI 1.269.803.769.741 1.911.629.221.000 66,43%
KETERTIBAN DAN KEAMANAN 1.369.170.531.589 1.886.025.284.000 72,60%
PELAYANAN UMUM 2.818.944.581.703 5.155.564.396.000 54,68%
52 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel Kontribusi per Jenis Pendapatan Triwulan III 2021
PENDAPATAN DAERAH 100,00% 30.433.721.792.490
Pendapatan Asli Daerah 23,81% 7.247.389.949.870
Pendapatan Transfer 75,04% 22.836.281.769.620
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 1,15% 350.050.073.000
53 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel Realisasi PAD dan Pendapatan Transfer Triwulan III 2020-2021
Tabel Rasio Kemandirian Pemda Se-Provinsi Riau s.d. Triwulan III 2021
Tabel Komposisi Belanja Daerah Triwulan III 2021
Tabel Realisasi Belanja Daerah Triwulan III Tahun 2020-2021
Realisasi 2020 Realisasi 2021 Growth
PAD 4.125.521.979.600 4.537.364.755.307 9,98%
Pendapatan Transfer 17.961.535.893.868 16.401.076.699.259 -8,69%
PAD Pendapatan Daerah
Rasio
Kemandirian
Prov. Riau 2.248.076.149.486 6.459.993.009.992 34,80%
Kampar 102.652.443.481 1.351.630.829.162 7,59%
Bengkalis 49.166.304.441 2.757.179.567.356 1,78%
Inhu 29.218.885.682 1.065.012.373.114 2,74%
Inhil 32.443.042.290 1.360.998.222.940 2,38%
Pelalawan 57.465.228.912 847.591.792.458 6,78%
Rohul 73.582.579.805 1.045.385.400.933 7,04%
Rohil 82.807.942.877 1.094.020.129.638 7,57%
Siak 85.752.113.091 1.366.975.324.209 6,27%
Kuansing 20.049.634.163 709.057.610.752 2,83%
Kep Meranti 9.152.931.332 724.989.002.499 1,26%
Pekanbaru 425.339.410.428 1.558.368.543.817 27,29%
Dumai 151.500.452.921 792.021.116.340 19,13%
3.367.207.118.908 21.133.222.923.212 15,93%
Pagu Real is as i Pers entas e
Belanja Pegawai 11.217.589.257.836 7.437.044.046.561 66,30%
Belanja Barang & Jasa 9.204.555.464.482 4.665.214.278.414 50,68%
Belanja Subs idi 28.880.383.283 17.499.671.906 60,59%
Belanja Hibah 1.822.958.262.223 1.095.606.446.237 60,10%
Belanja Bansos 164.867.696.425 103.404.090.417 62,72%
Belanja Modal 4.337.594.993.953 1.181.910.331.450 27,25%
Belanja Tidak Terduga 199.566.760.628 41.148.827.393 20,62%
Belanja Bagi Has i l 1.449.590.525.039 944.950.566.314 65,19%
Belanja Bankeu 2.976.530.578.643 892.318.327.027 29,98%
Real i sas i 2020 Real isas i 2021 Growth
Belanja Opera s i 12.422.256.421.329 13.318.768.533.535 7,22%
Belanja Modal 1.454.754.559.723 1.181.910.331.450 -18,76%
Belanja Tidak Terduga 236.244.477.750 41.148.827.393 -82,58%
Belanja Transfer 1.749.163.687.923 1.837.268.893.341 5,04%
54 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel Komposisi Belanja Daerah per Pemda Triwulan III 2021
Tabel Surplus/Defisit Anggaran Triwulan III Tahun 2020-2021
Pajak Daerah Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Belanja Transfer Total
Prov. Riau 6.293.561.786.105 979.270.772.748 66.068.200.583 1.793.848.042.893 9.132.748.802.329
Kampar 1.692.368.361.633 362.654.009.909 7.000.000.000 342.967.700.960 2.404.990.072.502
Bengkalis 2.110.732.461.100 708.763.340.614 19.599.177.590 385.163.443.358 3.224.258.422.662
Inhu 1.190.537.960.923 243.467.688.246 3.541.744.062 256.352.559.545 1.693.899.952.776
Inhil 1.556.944.614.074 137.820.529.924 25.720.345.428 285.040.482.703 2.005.525.972.129
Pelalawan 1.119.156.617.379 316.158.926.757 9.902.921.781 199.896.302.300 1.645.114.768.217
Rohul 924.317.590.500 122.230.078.945 5.150.560.506 244.506.827.416 1.296.205.057.367
Rohil 1.321.935.683.334 290.639.971.872 8.715.292.500 254.423.250.073 1.875.714.197.779
Siak 1.498.356.573.334 269.889.420.991 10.000.000.000 254.981.456.800 2.033.227.451.125
Kuansing 999.240.393.116 141.417.917.369 5.585.013.618 254.094.093.934 1.400.337.418.037
Kep Meranti 817.129.567.857 189.387.616.182 18.500.000.000 154.846.943.700 1.179.864.127.739
Pekanbaru 2.043.279.363.756 537.064.621.983 10.000.000.000 - 2.590.343.985.739
Dumai 1.073.637.505.134 165.619.072.594 7.086.058.256 1.246.342.635.984
22.641.198.478.245 4.464.383.968.134 196.869.314.324 4.426.121.103.682 31.728.572.864.385
Pajak Daerah Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Belanja Transfer
Prov. Riau 68,91% 10,72% 0,72% 19,64%
Kampar 70,37% 15,08% 0,29% 14,26%
Bengkalis 65,46% 21,98% 0,61% 11,95%
Inhu 70,28% 14,37% 0,21% 15,13%
Inhil 77,63% 6,87% 1,28% 14,21%
Pelalawan 68,03% 19,22% 0,60% 12,15%
Rohul 71,31% 9,43% 0,40% 18,86%
Rohil 70,48% 15,49% 0,46% 13,56%
Siak 73,69% 13,27% 0,49% 12,54%
Kuansing 71,36% 10,10% 0,40% 18,15%
Kep Meranti 69,26% 16,05% 1,57% 13,12%
Pekanbaru 78,88% 20,73% 0,39% 0,00%
Dumai 86,14% 13,29% 0,57% 0,00%
Tw III 2020 Tw III 2021 Growth
Pagu (1.226.869.547.903) (968.412.130.022) -21,07%
Realisasi 6.253.759.438.004 4.754.126.337.494 -23,98%
55 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel Prognosis Daerah Riau
Rp
% Rea l is as i
Terhadap
Pagu
Rp
% Perkiraan
Real i sas i
Terhadap
Pagu
Pendapatan Daerah 30.433,72 21.133,22 69,44 28.853 94,80
Belanja Daera h 31.402,13 16.379,10 52,16 30.669 97,67
Surplus/Defi s i t (968,41) 4.754,13 (1.817)
FORECAST
Belanja TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tota l
2018 2.980,45 8.033,81 5.273,67 11.927,12 28.215
2019 2.987,37 7.421,66 7.579,07 14.052,49 32.041
2020 2.987,37 6.548,83 6.668,12 14.171,43 30.376
2021 2.076,00 7.498,05 6.805,04 14.290,36 30.669
FORECAST
Pendapatan TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tota l
2018 6.592,81 8.421,17 4.929,57 9.565,40 29.509
2019 6.623,01 8.364,16 8.399,89 9.424,28 32.811
2020 6.623,01 7.764,09 8.171,72 8.571,84 31.131
2021 6.616,97 7.122,74 7.393,51 7.719,41 28.853
Ura ian Pagu
Real i sas i s .d. Triwulan II IPerkira an Real i sas i s .d.
Triwulan IV
56 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel GFS
Tabel Kontribusi Pendapatan
0
NFP
S
Bud
geta
ry
Ext
rabu
dget
ary
Soc
ial
Sec
urity
Fund
s
Con
solid
ati
on C
olum
nC
entra
l Gov
ernm
ent a/
Con
solid
ated
Non
finan
cial
Pub
lic
Sec
tor
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
Acc
ount
ing
met
hod:
Non
Cas
hN
on C
ash
Non
Cas
hN
on C
ash
Non
Cas
hN
on C
ash
Non
Cas
hN
on C
ash
Non
Cas
hN
on C
ash
Non
Cas
hN
on C
ash
TRA
NS
AC
TIO
NS
AFF
EC
TIN
G N
ET
WO
RTH
:
1R
even
ue ..
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...25
.972
.687
.054
.851
,04.
747.
399.
820.
067,
58.
976.
647.
641.
479,
9-1
0.85
0.65
7.73
7.62
6,0
28.8
46.0
76.7
78.7
72,3
0,0
...28
.846
.076
.778
.772
,3
11T
axes
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
..
......
......
10.5
34.5
94.1
99.9
10,0
1.41
5.97
5.14
6.40
8,9
593.
806.
046.
553,
7...
12.5
44.3
75.3
92.8
72,5
......
12.5
44.3
75.3
92.8
72,5
12S
ocia
l con
tribu
tions
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
......
......
......
......
...
13G
rant
s ...
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.....
...
......
...0,
02.
869.
040.
359.
055,
08.
004.
298.
908.
528,
0-1
0.85
0.65
7.73
7.62
6,0
22.6
81.5
29.9
57,0
......
22.6
81.5
29.9
57,0
14O
ther
reve
nue
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.....
...
......
...15
.438
.092
.854
.941
,046
2.38
4.31
4.60
3,6
378.
542.
686.
398,
2...
16.2
79.0
19.8
55.9
42,8
0,0
...16
.279
.019
.855
.942
,8
2E
xpen
se ..
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...14
.291
.926
.791
.957
,02.
845.
183.
974.
646,
46.
386.
507.
009.
343,
7-1
0.85
0.65
7.73
7.62
6,0
12.6
72.9
60.0
38.3
21,1
0,0
...12
.672
.960
.038
.321
,1
21C
ompe
nsat
ion
of e
mpl
oyee
s ...
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...1.
705.
911.
577.
189,
02.
093.
581.
318.
005,
03.
976.
292.
378.
706,
1...
7.77
5.78
5.27
3.90
0,1
0,0
...7.
775.
785.
273.
900,
1
22U
se o
f goo
ds a
nd s
ervi
ces
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.
......
......
932.
318.
132.
421,
069
2.03
3.68
2.19
0,4
1.82
4.12
3.30
5.54
2,7
...3.
448.
475.
120.
154,
10,
0...
3.44
8.47
5.12
0.15
4,1
23C
onsu
mpt
ion
of fi
xed
capi
tal .
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
..
......
......
......
......
...0,
0...
0,0
24In
tere
st ..
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
......
0,0
0,0
0,0
...0,
00,
0...
0,0
25S
ubsi
dies
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.....
...
......
...0,
00,
011
.677
.423
.487
,0...
11.6
77.4
23.4
87,0
......
11.6
77.4
23.4
87,0
26G
rant
s ...
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.....
...
......
...11
.444
.633
.747
.516
,00,
049
0.64
3.95
5.96
8,0
-10.
850.
657.
737.
626,
01.
084.
619.
965.
858,
0...
...1.
084.
619.
965.
858,
0
27S
ocia
l ben
efits
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...1.
605.
800.
000,
00,
010
.115
.075
.354
,0...
11.7
20.8
75.3
54,0
......
11.7
20.8
75.3
54,0
28O
ther
exp
ense
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...20
7.45
7.53
4.83
1,0
59.5
68.9
74.4
51,0
73.6
54.8
70.2
86,0
...34
0.68
1.37
9.56
8,0
0,0
...34
0.68
1.37
9.56
8,0
GO
BG
ross
ope
ratin
g ba
lanc
e (1
-2+2
3+N
OB
z) ...
......
...11
.680
.760
.262
.894
,01.
902.
215.
845.
421,
12.
590.
140.
632.
136,
20,
016
.173
.116
.740
.451
,20,
0...
16.1
73.1
16.7
40.4
51,2
NO
BN
et o
pera
ting
bala
nce
(1-2
+NO
Bz)
c/...
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
..
......
......
11.6
80.7
60.2
62.8
94,0
1.90
2.21
5.84
5.42
1,1
2.59
0.14
0.63
2.13
6,2
0,0
16.1
73.1
16.7
40.4
51,2
0,0
...16
.173
.116
.740
.451
,2
TRA
NS
AC
TIO
NS
IN N
ON
FIN
AN
CIA
L A
SS
ETS
:
31N
et A
cqui
sitio
n of
Non
finan
cial
Ass
ets
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.....
...
......
...70
4.75
6.92
9.20
7,0
24.3
79.5
50.8
58,8
316.
463.
919.
498,
0...
1.04
5.60
0.39
9.56
3,8
0,0
...1.
045.
600.
399.
563,
8
311
Fixe
d as
sets
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...70
4.73
2.62
9.20
7,0
24.3
79.5
50.8
58,8
314.
855.
075.
498,
0...
1.04
3.96
7.25
5.56
3,8
0,0
...1.
043.
967.
255.
563,
8
312
Cha
nge
in in
vent
orie
s ...
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...0,
00,
00,
0...
0,0
0,0
...0,
0
313
Val
uabl
es ..
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
......
......
......
0,0
...0,
0
314
Non
prod
uced
ass
ets
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...24
.300
.000
,00,
01.
608.
844.
000,
0...
1.63
3.14
4.00
0,0
0,0
...1.
633.
144.
000,
0
NLB
Net
lend
ing
/ bor
row
ing
(1-2
+NO
Bz-
31) .
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...10
.976
.003
.333
.687
,01.
877.
836.
294.
562,
22.
273.
676.
712.
638
0,0
15.1
27.5
16.3
40.8
87,4
0,0
...15
.127
.516
.340
.887
,4
TRA
NS
AC
TIO
NS
IN F
INA
NC
IAL
AS
SE
TS
AN
D L
IAB
ILIT
IES
(FIN
AN
CIN
G):
32N
et a
cqui
sitio
n of
fina
ncia
l ass
ets
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.
......
......
10.9
76.0
03.3
33.6
87,0
1.87
7.83
6.29
4.56
2,2
2.27
3.67
6.71
2.63
8,2
...15
.127
.516
.340
.887
,40,
0...
15.1
27.5
16.3
40.8
87,4
321
Dom
estic
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...10
.976
.003
.333
.687
,01.
877.
836.
294.
562,
22.
273.
676.
712.
638,
2...
15.1
27.5
16.3
40.8
87,4
0,0
...15
.127
.516
.340
.887
,4
322
Fore
ign
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...0,
0...
......
0,0
......
0,0
33N
et in
curr
ence
of l
iabi
litie
s ...
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...0,
00,
00,
0...
0,0
0,0
...0,
0
331
Dom
estic
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...
......
...0,
00,
00,
0...
0,0
0,0
...0,
0
332
Fore
ign
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
....
...
......
...0,
00,
00,
0...
0,0
......
0,0
...
......
...0,
00,
00,
00,
00,
00,
0...
0,0
Ver
tical
che
ck: D
iffer
ence
bet
wee
n ne
t
lend
ing/
borro
win
g an
d fin
anci
ng (1
-2-3
1=32
-
ST
ATE
ME
NT
OF
GO
VER
NM
ENT
OP
ERA
TIO
NS
Cen
tral G
over
nmen
t
Sta
te G
over
nmen
tsLo
cal G
over
nmen
tsC
onso
lidat
ion
Col
umn
Con
solid
atio
n C
olum
n
Gen
eral
Gov
ernm
ent
Non
finan
cial
pub
lic c
orpo
ratio
nsG
ener
al G
over
nmen
t b/
57 Kajian Fiskal Regional Triwulan III 2021
Tabel Pertumbuhan Pendapatan
2020 2021 2020 2021
Pajak 11.400,00 20.821,15 86,26% 90,93%
PNBP 1.813,50 1.955,15 13,72% 8,54%
Hibah 2,40 121,58 0,02% 0,53%
Transfer - - 0,00% 0,00%
13.215,90 22.897,88
Persentase
2020 2021
Pajak 11.400,00 20.821,15
PNBP 1.813,50 1.955,15
Hibah 2,40 121,58