-
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
MENURUT
UNDANG - UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK
JURNAL
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
ERIKSON P SIBARANI NIM : 090200165
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
-
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
MENURUT
UNDANG - UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK
JURNAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat -
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
ERIKSON P SIBARANI
090200165 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Mengetahui: Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. M. Hamdan, SH, MH NIP: 195703261986011001
Editor Jurnal
Rafiqoh Lubis, SH.,M.Hum NIP : 197407252002122002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
-
ABSTRAKSI Erikson P Sibarani *
Dr. Madiasa Ablisar S.H., M.S.** Dr. Marlina S.H.,M.Hum.***
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita
perjuangan bangsa di masa yang akan datang, yang memiliki peran
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan
dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental, dan sosial secara seimbang. Dewasa ini kejahatan
yang dilakukan oleh anak mengalami perkembangan seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Oleh karena itu
banyak anak yang akhirnya harus memasuki proses peradilan pidana
untuk menyelesaikan tindak pidana yang dilakukannya. Anak pelaku
tindak pidana yang memasuki sistem peradilan pidana anak harus
diperlakukan secara khusus mengingat sifat anak yang belum mampu
untuk dimintai pertanggungjawaban sehingga perlu adanya
perlindungan hukum istimewa terhadap setiap anak yang mengalami
pemeriksaan di peradilan pidana anak.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak adalah peraturan yang secara khusus mengatur hukum acara
peradilan anak di Indonesia sebagai bentuk perlindungan hukum yang
diberikan oleh Negara dalam melindungi hak-hak anak. Berdasarkan
pokok pemikiran diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
yaitu bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak serta apakah yang menjadi kelemahan dari Undang-undang ini
dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif
yang menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi
deskriptif analitis, yaitu memaparkan tentang peraturan yang
berlaku dalam memberikan perlindungan bagi anak yang berkonflik
dengan hukum. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis
kualitatif.
Bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak mulai
dari tahap penyidikan hingga tahap pelaksanaan putusan di Lembaga
Pemasyarakatan tetap menjamin hak-hak anak yang berkonflik dengan
hukum. Penjatuhan hukuman terhadap anak hanya merupakan sebagai
upaya terakhir (ultimum remedium), apabila tidak ada kesepakatan
terhadap diversi yang diupayakan. Undang-undang ini merupakan suatu
kemajuan dalam pembaharuan hukum terhadap anak, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa undang-undang ini masih banyak memiliki titik
kelemahan dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum.
*Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan
**Dosen Pembimbing I ***Dosen Pembimbing II
-
A. PENDAHULUAN
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa di masa
yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan mempunyai
ciri dan sifat
khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara
seimbang.
Anak adalah masa depan suatu bangsa, oleh karena itu perlu
dibina dan
dilindungi agar kelak anak-anak tersebut tumbuh menjadi manusia
pembangunan
yang berkualitas tinggi. Salah satu cara pembinaan dan
perlindungan adalah
dengan adanya hukum1. Peraturan yang telah ada yang diharapkan
mampu
memberikan perlindungan terhadap anak pada kenyataannya masih
belum
menggembirakan. Nasib anak yang berkonflik dengan hukum belum
seindah
ungkapan verbal yang seringkali kerap kita dengar memposisikan
anak bernilai,
penting, penerus masa depan bangsa dan sejumlah simbolik
lainnya.
Hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam dokumen hukum
mengenai
perlindungan hak-hak anak masih belum cukup ampuh bisa
menyingkirkan
keadaan yang buruk bagi anak. Penegakan hak-hak anak sebagai
manusia dan
anak sebagai anak ternyata masih memprihatinkan. problematika
anak sampai saat
ini belum menarik banyak pihak untuk membelanya. Kenyataannya,
tatanan dunia
dan perilaku kehidupan masyarakat masih menyimpan masalah
anak.2
Dewasa ini kenakalan dan kejahatan yang dilakukan anak terus
mengalami
peningkatan seperti penyalahgunaan narkotika, perampokan,
pencurian dan
pemerkosaan, perusakan barang dan sebagainya. Fakta-fakta sosial
yang
belakangan ini terjadi dalam kehidupan bermasyarakat adalah
permasalahan yang
terkait anak, dimana dalam kehidupan sosial yang sangat
dipengaruhi oleh
1Syafruddin Hasibuan (ed), Penerapan Hukum Pidana Formal
Terhadap Anak Pelaku
Tindak Pidana Oleh Marlina dalam Bunga Rampai Hukum Pidana Dan
Kriminologi Serta Kesan Pesan Sahabat Menyambut 70 Tahun Muhammad
Daud, Medan, Pustaka Bangsa Press, hlm. 78.
2Muhammad Joni dan zulchaina Z Tanamas, 1999, Aspek Hukum
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi hak Anak, Bandung , PT
Citra Aditya Bakti, hlm. 1.
-
berbagai faktor tersebut, kita dihadapkan lagi dengan
permasalahan penanganan
anak yang diduga melakukan tindak pidana.
Anak-anak nakal perlu ditangani melalui suatu lembaga peradilan
khusus
karena anak tidak mungkin diperlakukan sama sebagaimana orang
dewasa. Pasal
25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
menyebutkan bahwa : Di lingkungan Peradilan Umum dapat
diadakan
pengkhususan yang diatur dengan undang-undang. Peradilan Anak
merupakan
salah satu Peradilan Khusus yang menangani perkara pidana anak,
disamping
adanya beberapa Peradilan Khusus lain yang berlaku di Indonesia,
yaitu Peradilan
Lalu Lintas Jalan dan Peradilan Ekonomi (sesuai dengan yang
tercantum dalam
penjelasan pasal demi pasal pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986.
Perhatian terhadap anakpun dari hari ke hari semakin serius
dimana untuk
menjamin perlindungan terhadap hak-hak anak yang berkonflik
dengan hukum,
perlu adanya pengaturan hukum yang lebih pasti. Adapun Peraturan
Perundang-
undangan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk
memberikan
perlindungan hak terhadap anak antara lain : Undang-undang No. 4
Tahun 1979
tentang Kesejahteraan anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak
Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan
Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana
Anak dimana secara substansinya Undang-Undang tersebut mengatur
hak-hak
anak yang berupa, hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak
kesehatan dasar,
hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi, berpikir,
bermain,
berkreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial.
Peraturan perlindungan hukum terhadap anak dalam Konstitusi
Negara
Republik Indonesia sudah sangat banyak mengatur hak-hak anak
dalam
memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan
hukum atau
dengan kata lain anak pelaku tindak pidana. Secara khusus yang
akan dibahas
dalam skripsi ini adalah bagaimana Undang-Undang No. 11 Tahun
2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak mampu memberikan perlindungan hukum
bagi
anak yang berkonflik sehingga anak sebagai generasi dan harapan
penerus bangsa
-
tetap terjamin hak-haknya sebagai anak yang sepantasnya
mendapatkan
perlindungan dari Negara.
Menghadapi dan menangani proses peradilan anak yang terlibat
tindak
pidana, maka hal yang pertama yang tidak boleh dilupakan adalah
melihat
kedudukannya sebagai anak dengan semua sifat dan ciri-cirinya
yang khusus,
dengan demikian orientasinya adalah bertolak dari konsep
perlindungan terhadap
anak dalam proses penangannya sehingga hal ini akan berpijak
pada konsep
kejahteraan anak dan kepentingan anak tersebut. Penanganan anak
dalam proses
hukumnya memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan
serta
perlindungan yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan
perlindungan
hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Alasan lain bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi
Hak
Anak yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak
mempunyai
kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak
yang
berhadapan dengan hukum. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang
Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan
kebutuhan
hukum masyarakat, karena belum secara komprehensif memberikan
perlindungan
kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti
dengan
undang-undang baru.3
Pemerintah berupaya untuk memperbaiki sistem perlindungan
hukum
terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana
Anak di Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 11 tahun
2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang kemudian disingkat
dengan SPPA
yang disahkan pada tanggal 3 Juli tahun 2012.
Pertanyaan yang timbul saat ini sehubungan dengan
dikeluarkannya
Undang-Undang yang baru tentang SPPA ini apakah benar akan lebih
efektif
dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum di Peradilan
Anak? dan
apakah undang-undang ini telah sesuai dengan bentuk perlindungan
hukum yang
seharusnya diberikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum?
apakah
3http://www.google.com/undang-undang-sistem-peradilan-pidana-anak-perundang-
undangan. Diakses pada tanggal 14 Januari 2013. Pkl: 11.45
WIB.
-
peraturan perundang-undangan yang baru disosialisakan selama
kurung waktu 2
(dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum
masyarakat dalam
memberikan perlindungan hukum terhadap anak sudah yang
berkonflik dengan
hukum?
Berdasarkan uraian diatas, maka saya mengangkat judul
ANALISIS
UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM
PERADILAN PIDANA ANAK DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM dan akan
membahasnya lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya dalam
skripsi ini.
B. PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
sebelumnya, adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini antara
lain:
1. Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang
Berkonflik
dengan Hukum Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak?
2. Apakah Kelemahan - Kelemahan Yang Terdapat dalam
Undang-Undang No.
11 Tahun 2012 dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap
Anak
Yang Berkonflik dengan Hukum?
C. METODE PENELITIAN Metode penelitian diperlukan agar tujuan
tujuan penelitian dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada 2
(dua) macam
tipologi penelitian hukum yang lazim digunakan yaitu penelitian
hukum normatif
dan penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini,
metode penelitian
yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif atau
penelitian
hukum kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat
diartikan
sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan
bahan
-
sekunder.4 Metode penelitian hukum normatif pada penulisan
skripsi ini
menggunakan beberapa penelitian hukum yaitu penelitian terhadap
asas-asas
hukum, dan penelitian untuk menemukan hukum in concreto.
Penelitian
hukum in concreto yang dilakukan adalah untuk menemukan hukum
yang
sesuai untuk diterapkan in concreto guna menyelesaikan suatu
permasalahan5
yaitu hukum yang sesuai dalam memberikan perlindungan hukum bagi
anak
yang berkonflik dengan hukum.
2. Jenis Data dan Sumber Data
Penelitian Yuridis Normatif menggunakan jenis data sekunder
sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara
langsung dari
objek penelitian. Data sekunder yang dipakai penulis adalah
sebagai berikut :
a) Bahan-bahan hukum primer
Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
d) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan
Pidana Anak (SPPA)
e) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
f) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
b) Bahan-bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder maksudnya adalah bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer seperti berupa buku-buku yang
berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil
penelitian,
laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media
cetak
maupun media elektronik.
c) Bahan-bahan hukum tersier
4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum
Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 13-14. 5 Ibid,
hlm, 22.
-
Bahan hukum tersier lebih dikenal dengan bahan acuan di bidang
hukum
atau bahan rujukan di bidang hukum, misalnya abstrak
perundang-
undangan, biografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia
hukum,
kamus hukum, indeks kumulatif dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui
teknik studi
pustaka (literature research).
4. Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan adalah analisa kualitatif,
yaitu dengan :
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang
relevan
dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan
tersebut di atas
agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.
c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan
kesimpulan dari permasalahan.
d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan
kualitatif,
yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan
tulisan.
D. HASIL PENELITIAN 1. BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK
YANG
BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-
UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK
a. Proses Penyidikan Perlindungan hukum dalam proses penyidikan
kepada anak terhadap
tindak pidana yang dilakukannya adalah sebagai bentuk perhatian
dan perlakuan
khusus untuk melindungi kepentingan anak. Perhatian dan
perlakuan khusus
tersebut berupa perlindungan hukum agar anak tidak menjadi
korban dari
penerapan hukum yang salah yang dapat menyebabkan penderitaan
mental, fisik
dan sosialnya.
-
Adapun bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak
yang
berkonflik dengan hukum antara lain:
a. Penyidik Khusus Anak Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 11
tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak menegaskan bahwa pejabat Penyidik adalah
Penyidik
Anak. Penyidik, yang dapat melakukan penyelidikan terhadap anak
yang diduga
melakukan tindak pidana tertentu adalah penyidik yang secara
khusus hanya
dapat dilakukan oleh Penyidik Anak.
Penyidik Anak dalam hal ini adalah penyidik yang ditetapkan
berdasarkan
Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
pejabat lain yang
ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Adapun syarat untuk
dapat ditetapkan sebagai Penyidik Anak sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 ayat
(3) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
adalah sebagai berikut :6
a. Telah berpengalaman sebagai penyidik;
b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan
c. Memahami masalah Anak; dan
d. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
b. Penyidikan dengan Suasana Kekeluargaan
Pasal 18 Undang- Undang No. 11 Tahun 2012 menyatakan bahwa
proses
penyidikan yang dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana
wajib
memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan
susasana
kekeluargaan tetap terpelihara. Ketentuan ini menghendaki bahwa
pemeriksaan
dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik. Efektif
dapat diartikan
bahwa pemeriksaannya tidak memakan waktu lama, dengan
menggunakan bahwa
yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan
keterangan
yang sejelas-jelasnya. Simpatik maksudnya pada waktu
pemeriksaan, penyidik
bersifat sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka.
Tujuannya ialah
agar pemeriksaan berjalan dengan lancar, karena seorang anak
yang merasa takut
6Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak
-
sewaktu menghadapi Penyidik, akan mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan
keterangan yang benar dan sejelas-jelasnya.
c. Penyidik Tidak Menggunakan Atribut Kedinasan Saat penyidikan
Berlangsung Pasal 22 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan
Pidana Anak menyatakan bahwa Penyidik pada saat melakukan
penyidikan
terhadap anak yang diduga pelaku tindak pidana, tidak memakai
toga atau atribut
kedinasan. Penyidik Anak dapat disimpulkan melakukan pendekatan
secara
simpatik, serta tidak melakukan pemaksaan, intimidasi, yang
dapat menimbulkan
ketakutan dan trauma pada anak.7
d. Kewajiban Pelaksanaan Diversi
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 menyatakan
bahwa hal
yang pertama sekali dilakukan dalam proses penyidikan terhadap
Anak Nakal yang
dilaporkan atau diadukan melakukan suatu tindak pidana yaitu
Penyidik wajib
mengupayakan diversi8 terlebih dahulu dengan ketentuan bahwa
tindak pidana yang
dilakukan :
a. Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun,
dan
b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana
Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan
diversi (bentuk
pelaksanaan diskresi di dalam penyidikan) berguna untuk
menghindari efek
negatif dari proses-proses peradilan selanjutnya dalam
administrasi peradilan
anak, misalnya labelisasi akibat pernyataan bersalah maupun
vonis hukuman.
e. Kewajiban Meminta Laporan Penelitian Kemasyarakatan
Pasal 27 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 menyatakan bahwa
Penyidik
dalam hal melakukan penyidikan terhadap anak yang dilaporkan
atau diadukan
melakukan tindak pidana harus meminta pertimbangan atau saran
dari
7Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam
Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Bandung , PT. Refika Aditama, hlm. 101
8Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses
peradilan pidana ke
proses di luar peradilan pidana. Proses Diversi dilakukan
melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,
korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan
Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan
Restoratif. Dengan tujuan antara lain untuk : (a) mencapai
perdamaian antara korban dan Anak; (b) menyelesaikan perkara Anak
di luar proses peradilan; (c) menghindarkan Anak dari perampasan
kemerdekaan; (d) mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan (e)
menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
-
Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat
meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog,
psikiater, tokoh agama,
Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan
tenaga ahli
lainnya.9Bila penyidikan dilakukan tanpa melibatkan
Pembimbing
Kemasyarakatan maka, penyidikan batal demi hukum.10
Penelitian kemasyarakatan terhadap anak perlu dilakukan,
sehingga
keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak positif bagi Anak
Nakal maupun
terhadap pihak yang dirugikan, serta untuk menegakkan hukum dan
keadilan.
Penelitian Kemasyarakatan terhadap Anak Nakal, bertujuan agar
hasil
pemeriksaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan
hasil
Penelitian Kemasyarakatan, Penyidik Anak dapat mempertimbangkan
berkas
perkara/Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat diteruskan kepada
pihak
kejaksaan atau tidak.11
Penyidikan yang tidak dilakukan dengan meminta pertimbangan atau
saran
dari Pembimbing Kemasyarakatan akan dikenakan sanksi
administratif
berdasarkan ketentuan pasal 95 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
f. Kerahasiaan Identitas Anak
Identitas anak yang dilaporkan melakukan tindak pidana wajib
dirahasiakan baik dari pemberitaan di media cetak maupun di
media elektronik.
Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
No. 11 Tahun
2012 sebagai bentuk perlindungan lainnya yang juga wajib
diberikan terhadap
anak pelaku tindak pidana. Hal ini juga berkaitan dengan asas
praduga tidak
bersalah (percumption of innocent). Asas ini menyiratkan bahwa
anak yang
melakukan kenakalan belum dapat dianggap bersalah apabila belum
ada
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Kerahasiaan
identitas tersangka ini sangat mendukung hak-hak anak yang harus
ditegakkan
dalam Sistem Peradilan Anak yang berkonflik dengan hukum.
9Pasal 27 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan
Pidana Anak 10Maidin Gultom, Op.Cit., hlm. 102 11Ibid
-
b. Penangkapan Adapun bentuk perlindungan hukum yang diberikan
kepada anak yang
berkonflik dengan hukum pada saat penangkapan antara lain:
a. Penangkapan Sebagai Upaya Terakhir
Pasal 3 huruf g Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang
Sistem
Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa seorang anak berhak untuk
tidak
ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya
terakhir dan dalam
waktu yang paling singkat. Ketentuan pasal ini jelas menunjukkan
bahwa
perlindungan hukum yang diberikan terhadap seorang anak yang
melakukan
tindak pidana tidak wajib untuk ditahan dalam proses peradilan
pidana dan
walaupun dilakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan
terhadap anak
tersebut, hal tersebut hanyalah sebagai upaya terakhir atau
tindakan terakhir
(ultimum remedium) dan dalam waktu yang sangat singkat yaitu
paling lama 24
(dua puluh empat) jam.
b. Penempatan Pada Lembaga Khusus Anak
Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang No.11 tahun 2012 menyatakan
bahwa
anak yang ditangkap harus ditempatkan dalam ruang pelayanan
Khusus Anak dan
harus diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan
kebutuhan sesuai
dengan umurnya. Penangkapan terhadap anak untuk kepentingan
penyidikan
harus tetap melindungi anak dari hak-hak nya dalam proses
peradilan pidana dan
berusaha untuk menghindarkan anak mendapat perlakuan yang kasar
terhadap
anak selama penahanan berlangsung.
c. Penahanan Penahanan anak merupakan pengekangan fisik
sementara terhadap seorang
anak berdasarkan putusan pengadilan atau selama anak dalam
proses peradilan
pidana.
a. Penahanan Tidak Dilakukan Dalam Hal Adanya Jaminan
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang
Sistem
Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penahanan terhadap anak
tidak boleh
dilakukan apabila anak tersebut memperoleh jaminan dari orang
tua/wali dan /atau
-
lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan
menghilangkan atau
merusak barang bukti, dan atau tidak akan mengulangi tindak
pidana.
b. Syarat Penahanan Anak Ketentuan tentang keringanan untuk
tidak dilakukan penahanan terhadap
anak pelaku tindak pidana tidak selamanya berlaku, dengan kata
lain bahwa anak
yang melakukan tindak pidana tertentu dapat ditahan dengan
syarat bahwa:
a) Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan
b) Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara
7
(tujuh) tahun atau lebih
c. Lamanya Waktu Penahanan
Tabel 1 Jangka waktu penahan terhadap anak dalam SPPA
No Tingkat Pemeriksaan Waktu Penahanan Perpanjangan
Penahanan 1. Penyidikan12 7 hari (oleh Penyidik) 8 hari (oleh
JPU) 2. Penuntutan13 5 hari (oleh JPU) 5 hari (oleh Hakim PN) 3.
Pengadilan14 10 hari (oleh Hakim) 15 hari (oleh ketua PN)
d. Penuntutan Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada
anak yang berkonflik
dengan hukum pada saat penangkapan antara lain:
a. Penuntut Umum Anak
Penuntutan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum hanya
dapat
dilakukan oleh Penuntut Umum Anak atau Jaksa Penuntut Umum
Anak.
Kedudukan jaksa dalam menjalankan tugas dalam penuntutan anak,
diartikan oleh
Undang-Undang No. 11 tahun 2012 dengan mengelompokkan secara
umum,
bahwa penuntutan yang dilakukan jaksa hanya dilakukan kepada
anak nakal.
b. Kewajiban Pelaksanaan Diversi
Bentuk perlindungan hukum yang juga jelas terlihat dalam
ketentuan
Undang-Undang No. 11 tahun 2012 ini pada tahap penuntutan adalah
bahwa
12Pasal 33 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak 13Pasal 34 Undang-Undang No. 11 tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 14Pasal 35 Undang-Undang No.
11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
-
dalam setiap tahap pemeriksaan anak dalam sistem peradilan
pidana anak
diwajibkan untuk melakukan diversi. Ketentuan ini diatur secara
tegas dalam
Pasal 42 ayat (1).
e. Pemeriksaan di Pengadilan Keistimewaan peradilan anak ini
terlihat dari bentuk perlindungan hukum
yang diberikan terhadapa anak antara lain yaitu :
a. Pemeriksaan Dengan Hakim Tunggal
Pemeriksaan sidang anak dilakukan dengan Hakim Tunggal.
Ketentuan ini
terdapat pada Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
Pemeriksaan dengan Hakim Tunggal tujuannya agar sidang perkara
anak dapat
diselesaikan dengan cepat.
b. Kewajiban Mendampingi Anak
Keadaan persidangan berbeda dengan terdakwa yang sudah dewasa,
untuk
perkara anak selama persidangan digelar Pasal 55 ayat (1)
UndangUndang
Sistem Peradilan Pidana Anak menghendaki terdakwa didampingi
oleh penasehat
hukum, orang tua, wali atau orang tua asuh, dan pembimbing
kemasyarakatan.
c. Peranan Pembimbing Kemasyarakatan
Pasal 58 ayat (1) menyatakan bahwa setelah dakwaan dibacakan,
maka
Hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan
laporan
hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan
yang dapat
digunakan hakim dalam mempertimbangkan putusan yang akan
dijatuhkan.
d. Putusan
Penjatuhan Pidana terhadap anak terdapat pada Pasal 71 UU No. 11
tahun
2012 antara lain yaitu :
(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: 1. pidana peringatan;
2. pidana dengan syarat:
a. pembinaan di luar lembaga; b. pelayanan masyarakat; atau c.
pengawasan.
3. pelatihan kerja; 4. pembinaan dalam lembaga; dan
-
5. penjara.
(2) Pidana tambahan terdiri atas:
1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
2. pemenuhan kewajiban adat.
Pasal 82 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tindakan yang
dijatuhkan
kepada anak nakal, dapat berupa yaitu :
1. pengembalian kepada orang tua/Wali; 2. penyerahan kepada
seseorang; 3. perawatan di rumah sakit jiwa; 4. perawatan di LPKS;
5. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan
yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 6. pencabutan surat
izin mengemudi; dan/atau 7. perbaikan akibat tindak pidana.
f. Pemasyarakatan Pada akhirnya, setelah semua putusan tingkat
pengadilan dilalui dan
setelah segala upaya hukum biasa dan luar biasa ditempuh, dan
lalu putusan
hukuman telah menjadi berkekuatan tetap (inkracht), maka tibalah
tahap eksekusi
untuk melaksanakan putusan pengadilan. Pelaksanaan putusan bisa
dikatakan
menjadi titik akhir perjalanan panjang rangkaian hukum acara
pidana yang telah
ditempuh.15
Adapun bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadapa anak
yang
berkonflik dengan hukum pada tahap pemasyarakatan antara lain
:
a. Penempatan Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak
Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di Lembaga
Pembinaan
Khusus Anak yang selanjutnya disingkat dengan LPKA. LPKA adalah
lembaga
atau tempat anak menjalani masa pidanaya. Lembaga lain yang juga
serupa tugas
dan fungsinya dalam melakukan pembinanaan terhadap narapidana
anak yaitu
Lembaga Pemasyarakatan Anak (LAPAS Anak). Berdasarkan pasal 1
ayat 1
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
menyebutkan
15Nikolas Simanjuntak, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus
Hukum, Jakarta,
Ghalia Indonesia, hlm. 314
-
bahwa pemasyarakatan berarti suatu kegiatan untuk melakukan
pembinaan bagi
warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan, dan
cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan
dalam tata
peradilan pidana.
Pelaksanan hukuman dengan menempatkan anak di lembaga
pembinaan
khusus anak dimaksudkan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya
yaitu upaya
untuk memulihkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada
fitrahnya
dalam hubungan manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan
pribadinya,
manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungannya.16 Hal
ini sesuai
dengan pasal 84 ayat 3 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 yang
menyatakan
LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan,
dan
pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Hak-Hak Anak Narapidana
Selama anak dalam proses pembinaan di LPKA maka anak
narapidana
berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan,
pendampingan,
pendidikan dan pelatihan serta hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.17 Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga
pembinaan ini
tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak ini,
sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pembinaan yang dilakukan
sama dengan
pembinaan terhadap orang dewasa. Aturan hukum yang dipergunakan
dalam
pembinaan anak adalah sama dengan ketentuan Undang-Undang No.12
Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan.18
LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan
keterampilan,
pembinaan dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan
terhadap anak
narapidana berdasarkan penelitian pembimbing kemasyarakatan
untuk
menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan yang
sesuai
16Darwan Prints, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung, Penerbit
Citra Aditya Bakti,
hlm. 58. 17Pasal 85 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak 18Marlina, Marlina, 2009, Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Medan, PT Refika
Aditama, hlm. 157.
-
dan dalam pengawasan Bapas. Ketentuan perlindungan hukum yang
diberikan
oleh undang-undang sistem peradilan pidana anak ini yaitu dengan
melibatkan
lembaga pembimbing masyarakat dapat mendidik anak selama dalam
proses
pelaksanaaan masa pidananya dengan menentukan program-program
yang sesuai
dengan kebutuhan anak. Pembimbing Kemasyarakatan juga harus
melakukan
pengawasan terhadap anak yang menjalani hukumannya serta
memperhatikan
pertumbuhan dan kepentingan anak selama dalam menjalani masa
pidana nya.
Pembimbing kemasyarakatan juga bertugas mendampingi,
melakukan
pengawasan terhadap anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan
bersyarat,
cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.19
2. KELEMAHAN PENGATURAN YANG TERDAPAT DALAM
UNDANG - UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 DALAM
MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN
HUKUM
Adapun yang menjadi kelemahan dari Undang-undang No. 11 tahun
2012
antara lain yaitu:
a. Sanksi Administratif
Ketentuan dalam pasal 18 (delapan belas) Undang-Undang No. 11
tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menghendaki agar
penyidikan
dilakukan dalam suasana kekeluargaan. Penyidikan dengan suasana
kekeluargaan
mencerminkan perlindungam hukum terhadap anak apabila dilakukan
oleh
penyidik sebagaimana mestinya, namun dalam hal Penyidik tidak
melakukan
pemeriksaan dalam suasana kekeluargaan, sanksi hukum yang dapat
dikenakan
kepada Pejabat tersebut hanyalah sanksi administratif. Sanksi
administratif yang
diberikan kepada pejabat Penyidik ketika penyidik melalaikan
kewajiban
memeriksa tersangka tidak dalam suasana kekeluargaan biasanya
terlalu mudah
untuk diabaikan.
19Pasal 65 huruf e Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana
Anak
-
c. Pejabat Khusus Anak
Memperlengkapi keberadaan pejabat khusus diseluruh wilayah
Indonesia
masih dalam proses persiapan yang panjang untuk dilaksanakan.
Perintah undang-
undang ini sangat jelas namun sumberdaya aparat penegak hukum
seringkali
sangat kurang, sehingga timbul kekuatiran ketika undang-undang
ini dilaksanakan
belum dapat memberikan perlindungan hukum yang sesuai dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ditentukan.
c. Bantuan Hukum
Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
ini
menegaskan bahwa pada setiap tingkat pemeriksaan, anak yang
berkonflik dengan
hukum wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh
Pembimbing
Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan. Keberadaan pengaturan pemberian Bantuan
Hukum dari
Advokat harus diperluas, dengan alasan antara lain, yaitu:
a) Advokat harus juga advokat yang memiliki kualifikasi
(misalnya
mempunyai pengalaman menangani masalah-masalah anak,
mempunyai minat dan dedikasi yang tinggi kepada anak,
mengikuti
pelatihan-pelatihan teknis). Persyaratan untuk dapat
dijadikan
Penasihat Hukum seharusnya sama seperti persyaratan untuk
penyidik
anak, Penuntut Umum Anak dan Hakim Anak, sehingga dalam
memberikan bantuan hukum lebih efektif;
b) Tidak banyak advokat yang tertarik memberikan bantuan
hukum
kepada anak, dan juga apabila melihat status anak yang
diduga
berhadapan dengan hukum tidak memiki status sosial yang jelas,
(saat
ini banyak anak yang tidak jelas tempat tinggalnya, orang tuanya
di
mana). Ketentuan siapa yang harus menyediakan advokat tidak
dijelaskan dalam undang-undang ini. Pasal 55 ayat (2)
undang-undang
ini hanya mewajibkan setiap anak dalam tingkat pemeriksaan
harus
didampingi oleh advokat, karena ini menyangkut masalah biaya
dan
ketersediaan advokat yang belum ada pada setiap tingkat polsek
yang
terpencil di pulau-pulau. Jumlah advokat tidak tersebar di
seluruh
-
kabupaten/kota diseluruh Indonesia dan hanya terkonsentrasi
di
beberapa kota- kota besar yang merupakan pusat - pusat bisnis
saja.20
d. Ketentuan Sanksi Terhadap Hakim
Keberadaan ketentuan Pasal 96, Pasal 100 dan Pasal 101
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 yang memberikan adanya kentuan sanksi
terhadap Hakim
pada Khususnya dianggap bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1)
dan Pasal 28 G
ayat (1) UUD 1945.21 Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa
kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan, akan tetapi seorang Hakim
pun sebagai
manusia, untuk memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sesuai
dengan UUD
1945, memerlukan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Hak Asasi yang
dimaksud dalam
ketentuan ini harus dimaknai hak asasi seorang Hakim dalam
memeriksa dan
memutus perkara secara imparsial dan bebas dari intervensi atau
pengaruh
siapapun atau dalam keadaan apapun. Undang-Undang Tentang Sistem
Peradilan Anak dengan
mengkriminalisasi suatu pelanggaran kewajiban hakim melalui
proses hukum
acara pidana merupakan penyimpangan kerangka konsepsi
konstitusional atas
independensi hakim yang harus dilindungi berdasarkan Pasal 24
ayat (1) UUD
1945.22 Penempatan ancaman sanksi pidana terhadap pelanggaran
atas suatu
kewajiban yang diperintahkan suatu Undang-Undang bukan hanya
dapat
dipandang sebagai overcriminalization atau overpenalization
melainkan juga
mencerminkan bentuk intervensi atau mempengaruhi integritas dan
kredibilitas
serta kapabiltas kekuasaan kehakiman yang merdeka.
20http//:www.google.com. Beberapa Catatan Tentang UU Sistem
Peradilan Pidana Anak
diakses pada tanggal 28 Januari 2012 pkl. 13.00 wib 21Pasal 28 G
ayat (1) UUD 1945 berbunyi: setiap orang berhak atas perlindungan
diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuet atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
22http//: www.google.com/ Maruarar Siahaan, Uji Materi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Independensi Hakim Sebagai Prinsip Konstitusi. (9 Januari
2013)
-
E. PENUTUP 1. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai
berikut :
a) Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang
No. 11
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terhadap anak
yang
berkonflik dengan hukum mulai dari tahap penyelidikan hingga
akhirnya
pelaksanaan putusan di lembaga pemasyarakatan anak telah
menunjukkan
adanya perlindungan yang khusus terhadap hak-hak anak. Hal ini
terlihat
dengan diwajibkannya Pejabat Khusus Anak untuk menangani
perkara
anak dalam setiap tahap pemeriksaan dan juga penahanan terhadap
anak
hanya akan dilakukan sebagai ultimum remedium serta selama
penahanan
kebutuhan anak harus tetap dipenuhi. Pemeriksaaan juga harus
dilakukan
dalam suasana kekeluargaan sehingga anak tidak terganggu
kejiwaan atau
psikologisnya karena merasa tertekan dan frustasi dengan kasus
yang
sedang dialaminya. Semua proses pemeriksaan pada sistem
peradilan anak
harus dilakukan dengan pendekatan restoratif justice dengan
mengupayakan proses diversi, sehingga pemidanaan terhadap
anak
hanyalah sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) apabila
tidak
terdapat kesepakatan diversi diantara para pihak yang
berkonflik.
b) Kelemahan Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan
Pidana Anak dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak
yang
berkonflik dengan hukum terlihat baik secara substansi maupun
dalam
pelaksanaannya ke depan masih menimbulkan kekuatiran apakah
undang-
undang ini akan mampu memberikan perlindungan hukum secara
komprehensif kepada anak atau masih harus menunggu hingga
terlengkapinya sarana dan prasarana yang ditentukan dalam
pasal-pasal
undang-undang ini. Misalnya dalam memperlengkapi pejabat
khusus,
lembaga khusus anak, bantuan hukum di setiap daerah dan juga
pelaksanaan diversi yang merupakan hal yang baru diberlakukan
dalam
-
hukum pidana anak. Hal ini mengingat bahwa undang-undang ini
menentukan adanya masa transisi selama 5 (lima) tahun.
2. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat
diberikan adalah
sebagai berikut :
a) Peraturan ini diharapkan mampu untuk memberikan
perlindungan
hukum yang konkrit terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum,
tidak hanya sebatas ketentuan pasal pasal yang sedemikan
rupa
keliatan mampu memberikan keadilan bagi anak sehingga
masyarakat
dapat merasakan dampak dari digantinya Undang- Undang No. 3
tahun
1997 yang masih belum mampu untuk memberikan perlindungan
terhadap hak-hak anak pelaku tindak pidana
b) Pemerintah perlu meninjau kembali terkait dengan ketentuan
sanksi
pidana yang ditetapkan kepada Penyidik, Penuntut Umum dan
Hakim
yang apabila tidak melakukan kewajibannya sebagaimana
ditetapkan
dalam undang-undang ini apakah efisien untuk tetap didakan
atau
tidak. Hal ini mengingat bahwa pasal terkait di judicial review
kan ke
Mahkamah Konstitusi oleh pihak-pihak yang merasa hak
konstitusionalnya dilanggar dengan adanya ketentuan pasal
tersebut.
c) Segala ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal undang-undang
ini yang masih membutuhkan pembenahan dalam peraturan
pelaksananya
semoga dapat dipersiapkan lebih awal sehingga ketika
undang-undang
sistem peradilan pidana anak ini berlaku maka akan
memudahkan
pelaksaanan perlindungan hukum yang telah ditentukan.
-
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Darwan Prints, 2003, Hukum Anak Indonesia, Penerbit Citra
Aditya Bakti,
Bandung. Gultom, Maidin, 2008, Perlindungan Hukum terhadap Anak
Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, PT Refika Aditama,
Bandung.
Hasibuan, Syafruddin (ed), Penerapan Hukum Pidana Formal
Terhadap Anak
Pelaku Tindak Pidana Oleh Marlina dalam Bunga Rampai Hukum
Pidana Dan Kriminologi Serta Kesan Pesan Sahabat Menyambut 70 Tahun
Muhammad Daud, Pustaka Bangsa Press, Medan.
Joni, Muhammad., dan zulchaina Z Tanamas, 1999. Aspek Hukum
Perlindungan
Anak Dalam Perspektif Konvensi hak Anak, Bandung Prinst, Darwin
S.H., 1997, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Pengembangan
Konsep
Diversi dan Restoratif Justice, Refika Aditama, Medan.
Simanjuntak, Nikolas, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam sirkus
Hukum,
Ghalia Indonesia, Jakarta. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat,, Rajawali Press, Jakarta. _________, 1994,
Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Depok
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar RI Tahun
1945 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan Anak
Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
-
B. WEBSITE
http://www.google.com/undang-undang-sistem-peradilan-pidana-anak-perundang-undangan.
http//:www.google.com. Beberapa Catatan Tentang UU Sistem Peradilan
Pidana Anak
http//: www.google.com/ Maruarar Siahaan/ Uji Materi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Independensi Hakim Sebagai Prinsip Konstitusi.