Top Banner
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013 68 PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN SITU KABUPATEN SUMEDANG Dewi Dolifah 1) , Ahmad Yamin 2) , Taty Hernawaty 3) [email protected] Abstrak Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan manusia. Depresi dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia. Di Indonesia prevalensi depresi pada lansia cukup tinggi yaitu sebesar 30%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang. Desain penelitian quasi eksperimental pre test-post test with control group. Sampel pada penelitian berjumlah 72 orang yang terdiri dari 36 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna terhadap kondisi depresi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value < α 0.05), adanya perbedaan yang signifikan pada perubahan kondisi depresi lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value<α 0.05). Intervensi psikoedukasi direkomendasikan pada lansia yang mengalami depresi dengan kategori depresi ringan/sedang. Kata Kunci : Depresi, intervensi psikoedukasi, intervensi general education. Abstract Depression is a psychological disorder that most commonly occurs in the last years of human life. Depression can arise spontaneously or as a reaction to changes that occur in the elderly. Prevalance rate of depression among elderly In Indonesia is quite high at 30%. The aim of this study was to determine the effect of psychoeducation on depression of life among elderly in Situ Village of Sumedang District. The research design was quasi-experimental pre-test post-test with control group. The samples of this research are 72 respondents, 36 respondents in the intervention group and 36 respondents in the control group. This results showed a significantly changed conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). The existance of significant difference in the conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). Psychoeducation are recommended for elderly with depression with category mild /moderate depression. Keyword: Depression, elderly, psychoeducation interventions, general education interventions.
24

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Oct 24, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

68

PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI

KELURAHAN SITU KABUPATEN SUMEDANG

Dewi Dolifah1), Ahmad Yamin2), Taty Hernawaty3) [email protected]

Abstrak

Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan manusia. Depresi dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia. Di Indonesia prevalensi depresi pada lansia cukup tinggi yaitu sebesar 30%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang. Desain penelitian quasi eksperimental pre test-post test with control group. Sampel pada penelitian berjumlah 72 orang yang terdiri dari 36 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna terhadap kondisi depresi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value < α 0.05), adanya perbedaan yang signifikan pada perubahan kondisi depresi lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value<α 0.05). Intervensi psikoedukasi direkomendasikan pada lansia yang mengalami depresi dengan kategori depresi ringan/sedang. Kata Kunci : Depresi, intervensi psikoedukasi, intervensi general education.

Abstract Depression is a psychological disorder that most commonly occurs in the last years of human life. Depression can arise spontaneously or as a reaction to changes that occur in the elderly. Prevalance rate of depression among elderly In Indonesia is quite high at 30%. The aim of this study was to determine the effect of psychoeducation on depression of life among elderly in Situ Village of Sumedang District. The research design was quasi-experimental pre-test post-test with control group. The samples of this research are 72 respondents, 36 respondents in the intervention group and 36 respondents in the control group. This results showed a significantly changed conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). The existance of significant difference in the conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). Psychoeducation are recommended for elderly with depression with category mild /moderate depression. Keyword: Depression, elderly, psychoeducation interventions, general education interventions.

Page 2: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

69

A. PENDAHULUAN

Wujud nyata dari keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari makin

meningkatnya rata-rata umur harapan hidup penduduk Indonesia, yang berdampak pada makin

banyaknya jumlah lansia pada populasi penduduk Indonesia. Peningkatan usia harapan hidup ini

mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun akan semakin meningkat. Hal ini

akan memberikan implikasi bahwa pelayanan kepada lansia termasuk pelayanan kesehatan perlu

peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang telah berumur lebih dari 60 tahun (WHO, 2010).

Batasan usia pada lansia ini juga sesuai dengan batasan usia yang ditetapkan di Indonesia yang

tercantum dalam Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan

bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (BPKP, 1998). Pada tahun 2000

jumlah lansia di dunia sekitar 600 juta (11%), tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 milyar

(22%) dan tahun 2050 diperkirakan menjadi 2 milyar. Data United Nations Departement of economic

and social affairs (UNDESA) bahwa hampir setengah jumlah penduduk lansia di dunia hidup di Asia

yang proporsi populasi lansianya tahun 2006 sebesar (9%) dan tahun 2050 diperkirakan (24%).

Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang menempati posisi ke-4 setelah Cina, India

dan Jepang yang memiliki populasi lansia terbanyak (Komnas Lansia, 2011). Data Badan Pusat

Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak

14.439.967 jiwa (7,18 %), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 %).

Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34%) (Kemensos,

2012). Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak di Indonesia yaitu Yogyakarta

(12,48 %), Jawa Timur (9,36 %), Jawa Tengah (9,26 %), Bali (8,77 %) dan Jawa Barat (7,09 %)

(Komnas Lansia, 2010). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk lansia

terbanyak di Indonesia. Jumlah Penduduk Jawa Barat sebanyak 46.497.175 jiwa, yang terdiri dari

7,89% usia ≥ 60 tahun (3.669.908 jiwa), dan 68,95% usia 15–59 tahun (32.061.615 jiwa) (Profil

Kependudukan Jawa Barat, 2011).

Menjadi tua adalah suatu proses alami yang terjadi pada manusia. Lansia bukanlah suatu

penyakit tetapi merupakan suatu tahap akhir dari siklus hidup manusia, dan merupakan proses dari

kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses menjadi lansia

Page 3: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

70

merupakan proses alamiah sesuai dengan peningkatan usia seseorang. Dalam proses menua ini

dapat terjadi beberapa perubahan yang menyangkut biologis, psikologis,sosial dan spiritual.

Perubahan-perubahan ini pada setiap individu dapat berbeda-beda, namun tetap mengalami proses

perubahan yang sama (Nugroho, 2006).

Perubahan biologis yang terjadi dalam proses menua dimulai dari perubahan tingkat sel

hingga perubahan pada tingkat sistem organ(Ham, 2007). Perubahan ini akan berdampak pada

perubahan sistem organ seperti perubahan pada kulit, jantung, paru, ginjal, sistem

gastrointestinal,sistem muskuloskeletal, sistem imun, sistem saraf dan organ sensori. Pada sistem

sensori, proses menua akan mengakibatkan penurunan fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman

maupun perasa (Ham, 2007; Nugroho,2000). Penurunan fungsi sistem sensori ini sangat

menghambat interaksi lansia dengan orang lain, sehingga lansia mudah frustasi akibat kesulitan

dalam berkomunikasi dengan orang lain. Semua perubahan sistem tubuh pada lansia akibat proses

menua mengakibatkan lansia mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik dan perubahan

penampilan fisik yang tidak diinginkan, sehingga lansia tidak produktif lagi secara sosial dan ekonomi.

Keadaan ini merupakan suatu stressor yang dapat menimbulkan perasaan negatif bagi lansia yakni

perasaan tidak berdaya, tidak berguna, frustasi, putus asa, sedih dan perasaan terisolasi, sehingga

lansia akan meminimalkan interaksi dengan orang lain.

Selain perubahan biologis, proses menua juga memberikan dampak pada perubahan

psikologis lansia. Perubahan psikologis lansia berkaitan erat dengan perubahan biologis yang

dialaminya. Adanya perubahan biologis atau fisik pada lansia akan berdampak pada kemampuan

sensasi, persepsi dan penampilan psikomotor yang sangat penting bagi fungsi individu sehari-hari

(Atchley & Barusch, 2004). Menurut Maramis (1995), permasalahan yang menarik pada lansia adalah

kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada

dirinya. Penurunan fungsi ini akan memberikan efek pada kemampuan belajar, daya ingat, berpikir,

menyelesaikan masalah, daya kreativitas, intelegensi, keahlian dan kebijaksanaan. Perubahan yang

terjadi tersebut dapat menghambat lansia untuk melakukan aktivitas dewasa seperti bekerja,

melakukan pekerjaan rumah dan kesenangan. Lansia yang tidak siap dengan perubahan tersebut

akan sangat berdampak pada perubahan psikologisnya. Perubahan sosial yang dapat dialami lansia

adalah perubahan status dan perannya dalam kelompok atau masyarakat, kehilangan pasangan

hidup, serta kehilangan sistem dukungan dari keluarga, teman dan tetangga (Ebersole, et al., 2005).

Page 4: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

71

Pada masa lansia, individu dituntut untuk dapat bersosialisasi kembali dengan kelompoknya,

lingkungannya dan generasi ke generasi. Sosialisasi berarti lansia meningkatkan kemampuan untuk

berpartisifasi dalam kelompok sosialnya. Ketidakmampuan bersosialisasi dalam lingkungan yang

berbeda dari kehidupan sebelumnya merupakan suatu stressor yang cukup berarti bagi lansia.

Menurunnya kontak sosial membawa lansia pada masalah depresi. Depresi dipandang sebagai suatu

masalah bermakna bagi lansia (Miller, 1995).

Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan,

kegagalan yang beruntun, stress yang berkapanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak,

atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya. Kondisi–kondisi hidup seperti

ini dapat memicu terjadinya depresi (Hurlock, 2004). Depresi merupakan salah satu penyakit yang

banyak terjadi di kalangan lansia. Umumnya angka depresi terjadi dua kali lebih tinggi di kalangan

lansia daripada orang dewasa (Alexopoulus, Bruce Hull, Sirey & Kakuma, 1999).

Depresi merupakan suatu keadaan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang sangat,

perasaan tidak berharga dan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, susah tidur,kehilangan

nafsu makan dan kesenangan terhadap aktivitas sehari-hari (Davidson & Neale , 2002).

Menurut Blazer (2003), terdapat beberapa faktor menjadi penyebab depresi pada lansia, yaitu

faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis yang menjadi penyebab depresi pada lansia

biasanya comorbid dengan kondisi fisik dan kejiwaan. Depresi biasanya berkaitan dengan penyakit

seperti diabetes, gangguan pernapasan, gangguan ginjal, alzheimer, dan masalah-masalah

kesehatan lainnya. Kemunculan depresi sendiri dapat disebabkan oleh adanya masalah kesehatan

tersebut. Hal ini dapat berlaku sebaliknya, yaitu depresi berkepanjangan dapat pula mencetuskan

munculnya masalah kesehatan pada lansia, misalnya karena depresi, mereka tidak makan dengan

baik hingga kesehatannya terganggu.

Faktor psikologis yang dapat menyebabkan depresi pada lansia salah satunya adalah pikiran

negatif yang mereka miliki ketika menghadapi suatu masalah dalam hidupnya. Lansia yang

mempersepsikan masalah secara negatif akan memiliki tendensi mengembangkan depresi yang

levelnya lebih tinggi daripada yang tidak mempersepsikan masalah secara negatif. Kemampuan

coping dengan masalah juga menentukan daya tahan yang dimiliki lansia untuk tidak mengalami

Page 5: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

72

depresi berkelanjutan. Kemampuan coping yang buruk akan membuat lansia sulit menghadapi

masalahnya, hingga berpotensi memunculkan depresi.

Faktor sosial yang menyebabkan depresi pada lansia ini khususnya bicara mengenai

keberadaan dukungan sosial (social support). Ketika memasuki usia lansia, individu akan

meninggalkan lingkungan pekerjaan, tidak lagi aktif seperti dahulu, hingga mengalami perubahan

dalam sistem sosialnya. Ketika sudah tidak aktif berhubungan dengan orang lain, lansia dapat merasa

kesepian, dan hal ini memiliki potensi untuk berkembang menjadi depresi, terlebih jika mereka tidak

memiliki kegiatan apapun dan teman beraktivitas sehari-hari.

Tanda dan gejala depresi pada lansia menurut Segal, et al, (2009), yaitu adanya perasaan

sedih, mudah lelah, penurunan terhadap minat dan hobi, penurunan aktifitas dan pertemanan,

penurunan berat badan, gangguan pola tidur serta memiliki penilaian negatif pada diri sendiri seperti

(cemas akan menjadi beban, perasaan tidak berharga, benci pada diri sendiri), peningkatan

penggunaan alkohol atau obat-obatan lain, berfikir tentang kematian, serta memiliki upaya bunuh diri.

Menurut Gellis & McCracken (2008), sebagai gambaran data kasus gangguan depresi berat pada

lansia di Amerika kurang lebih mencapai 6%-24% dari populasi lansia keseluruhan. Sementara itu,

kasus-kasus depresi ringan yang menampilkan simptom depresi pada lansia dilaporkan berjumlah

12%-50% dari populasi lansia keseluruhan.

Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15% dan hasil meta analisis dari laporan

negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan

perbandingan wanita-pria 14,1: 8,6 dimana wanita dua kali lebih banyak daripada pria. Adapun

prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30%

(Kompas, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada lansia yang terjadi di

masyarakat di dunia cukup tinggi dan sebagian besar adalah wanita.

Data prevalensi depresi pada lansia di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia prevalensi

depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Oxford Institute of

aging menunjukkan bahwa 30% dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas lansia,

2011). Hal ini didukung oleh data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 bahwa gangguan mental

emosional (di atas usia 15 tahun termasuk lansia) sekitar 11,6% dan di Jawa Barat menempati urutan

yang tertinggi yaitu 20% (Depkes RI, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi angka

Page 6: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

73

gangguan mental emosional di Indonesia dan di Jawa Barat cukup tinggi sejalan dengan

meningkatnya usia penduduk.

Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi, misdiagnostik dan tidak ditangani dengan

baik, hal ini karena gambaran klinisnya yang tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil

dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan

sebagainya (Miller, 2004). Depresi pada lansia mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya.

Lansia merasa tidak puas dengan fungsi sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah

dan persepsi kesehatan fisik dan mental yang rendah (Miller, 2004). Gejala depresi berupa rasa

khawatir, lelah, afek sedih, gangguan tidur dan kehilangan minat secara langsung berpengaruh

terhadap kesehatan dan kualitas hidup lansia (Miller, 2004). Menurut Blazer (2002, dalam Miller,

2004) semua dampak negatif depresi ini secara signifikan telah berdampak negatif terhadap kualitas

hidup lansia, sebab hal ini akan menyebabkan lansia memandang ”struktur dan tujuan hidupnya”

dengan cara yang negatif pula.

Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui

pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua

pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007). Berdasarkan

pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi yang bersifat

Multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk mengatasi berbagai

masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian tersebut adalah

mengkombinasikan Self-Help Skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya dengan memberikan

psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan kognitif, latihan pemecahan

masalah, cara komunikasi yang efektif, dan psikoedukasi mengenai masalah kesehatan tertentu.

Dampak yang ditimbulkan depresi pada lansia diperlukan pendekatan dan suatu upaya

khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia termasuk intervensi keperawatan yang

dilakukan oleh perawat Perawat yang berada dalam tatanan yang bervariasi (rumah sakit medis,

tatanan perawatan panjang, kesehatan komunitas) berada pada posisi penting untuk mengidentifikasi

dan mengatasi depresi pada lansia (Marry & Kathleen, 2011). Upaya yang dilakukan perawat beserta

pihak yang terkait lainnya dalam melaksanakan intervensi keperawatan bersifat edukatif yaitu agar

lansia lebih menyadari perlunya meningkatkan taraf kesehatannya karena sesungguhnya lansia

Page 7: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

74

memiliki kemampuan dalam melakukan perawatan mandiri atau merawat diri sendiri (Tamher, 2009).

Salah satu intervensi yang dapat digunakan dalam berbagai seting dan dapat diterapkan secara

individual ataupun kelompok adalah Psikoedukasi. Psikoedukasi sebenarnya sudah cukup populer

dalam praktek-praktek helping selama 30 tahun terakhir di Amerika dan seluruh dunia. Namun, untuk

Indonesia sendiri bentuk intervensi ini belum banyak diterapkan untuk setiap seting (Raudhoh, 2010).

Psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan

kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup,

membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam

menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan koping untuk menghadapi

tantangan tersebut (Walsh, 2010). Ada berbagai program psikoedukasi yang berfokus pada

pendidikan yang telah ditemukan untuk membantu dalam mengurangi tingkat kekambuhan, beban

penyakit serta meningkatkan gejala dan peran serta pasien.

Program yang mencakup topik seperti kesadaran semua pasien tentang penyakit, mengetahui

lebih banyak tentang penyebab penyakit, kebutuhan tentang pengobatan dan pilihan pengobatan

yang berbeda, menghadapi perubahan suasana hati, kesadaran tetang efek samping obat dan

pentingnya gaya hidup yang teratur ( Colom & Vieta, 2006; Dashtbozorgi et al, 2009; fayyazi et al,

2009; Sadoks et al, 2009; Wheeler, 2010).

Metode intervensi psikoedukasi yang dilakukan pada lansia yang mengalami depresi pada

penelitian ini dengan mengemas materi edukasi dalam bentuk booklet yang diberikan dalam 4 (empat)

sesi yang berisi tentang identifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia baik fisik,

psikologis/kejiwaan maupun sosial, deteksi dini penyakit (identifikasi faktor-faktor yang dapat

menyebabkan depresi serta masalah/dampak yang muncul akibat faktor penyebab depresi pada

lansia), identifikasi pengenalan pengobatan dan kepatuhan terhadap anjuran terapis serta evaluasi

keteraturan gaya hidup (manajemen stress dan keterampilan koping). Psikoedukasi dapat diberikan

oleh penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, psikolog, perawat, terapis okupasi dan spesialis

(Family psychoeducation, 2002).

Page 8: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

75

Hasil studi pendahuluan dan observasi yang dilakukan peneliti bersama kader kesehatan

lansia terhadap lansia berusia ≥ 60 tahun yang dilakukan secara acak di RW 01, RW 06 dan RW 15

Kelurahan Situ ditemukan ada sekitar 15 orang yang mengalami gejala yang mengarah kepada

depresi terutama karena adanya kelemahan fisik, perubahan kondisi kesehatan lansia yang menurun,

gangguan komunikasi dan interaksi yang mengakibatkan lansia tidak mampu melakukan aktivitas

seperti biasanya.

Fenomena yang terjadi tersebut didukung oleh faktor yang terdapat pada lansia, seperti latar

belakang psikososial lansia yang tinggal dengan keluarga yang sosial ekonomi kurang mampu

(keluarga miskin), tingkat pendidikan, status perkawinan, juga faktor kurangnya dukungan serta peran

serta dari keluarga kepada lansia. Kejadian depresi pada lansia yang terjadi memerlukan suatu upaya

khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia, termasuk intervensi keperawatan

diberikan.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini:

sejauhmana pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ

Kabupaten Sumedang.

B. METODE

Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment (eksperimen semu), dengan rancangan

Pre-Post Test With Control Group dengan intervensi psikoedukasi, sedangkan metode pengambilan

sampel ditetapkan dengan simple random sampling yaitu dengan jumlah responden sebanyak 72

orang, 36 orang responden untuk kelompok intervensi dan 36 orang responden untuk kelompok

kontrol. Sampel dipilih berdasarkan criteria inklusi yaitu: lansia yang berusia ≥ 60 tahun, tinggal

dengan keluarga, yang mengalami depresi berdasarkan penilaian peneliti menggunakan kuesioner

GDS /Gerontic Depression Scale yaitu depresi ringan/sedang (dengan nilai GDS ≥ 11 dan ≤ 20),

komunikatif dan kooperatif, bersedia menjadi responden. Instrumen telah diuji coba dan di uji validitas

dimana semua item valid dan realiabilitas dengan r hasil = 0,444.

Pengumpulan data dilakukan setelah seleksi lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi

penelitian. Lansia yang tinggal diwilayah RW 04,05,06,08 dan 09 sebanyak 36 orang sebagai

kelompok intervensi dan lansia yang berada diwilayah RW 11,13, 14, 15 dan RW 16 sebanyak 36

Page 9: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

76

orang sebagai kelompok kontrol. Data pre-test diambil untuk mengetahui karakterisktik dan kondisi

awal depresi responden sebelum dilakukan intervensi.

Intervensi yang dilakukan adalah intervensi psikoedukasi yang diberikan pada kelompok

intervensi dan intervensi general edukasi pada kelompok kontrol. Post-test dilakukan setelah

intervensi pada kedua kelompok yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi depresi pada

lansia sesudah intervensi diberikan.

Analisis data diolah dengan menggunakan program statistik yang meliputi analisis univariat

untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan dukungan

psikososial keluarga, sedangkan analisa bivariat dilakukan untuk menganalisis perubahan kondisi

depresi pada lansia masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi dengan menggunakan uji Wilcoxon Test, dan untuk menganalisis perbedaan

kondisi depresi pada masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi, peneliti menggunakan uji Mann-Whitney Test.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini menjelaskan tentang analisis kondisi depresi pada lansia, kesetaraan

antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, perbedaan antara sebelum dan sesudah

diberikan intervensi pada kedua kelompok serta perbedaan kondisi depresi antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol sesudah dilakukan intervensi.

3.1.1. Kondisi Depresi Pada Lansia Sebelum dilakukan Intervensi Psikoedukasi dan General

Education.

Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bahwa uji kesetaraan dari kondisi

depresi lansia pada kelompok intervensi p = 0,433 dan kelompok kontrol p = 0,342, sehingga

hasil uji kesetaraan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sebelum dilakukan

intervensi memiliki varian yang sama atau setara yaitu dengan (pvalue > α 0,05).

Page 10: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

77

3.1.2. Kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi

pada kelompok intervensi

Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil yaitu sebelum dilakukan intervensi

psikoedukasi pada kelompok intervensi kondisi depresi pada lansia sebanyak 36 (100%)

responden mengalami depresi ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi

kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan secara bermakna sebanyak 25 (69,4%)

responden mengalami perubahan kondisi tidak mengalami depresi.

3.1.3 Kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi General

Education pada kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa sebelum dilakukan intervensi General

education pada kelompok kontrol kondisi depresi lansia sebanyak 36 (100%) responden

mengalami depresi ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi general education pada

lansia kondisi depresi mengalami perubahan secara bermakna sebanyak 14 (38,9 %)

responden mengalami perubahan kondisi yaitu tidak mengalami depresi.

3.1.4. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Intervensi Sebelum Dan Sesudah

dilakukan Intervensi Psikoedukasi.

Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bahwa rerata kondisi depresi sebelum

dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 14,67, sedangkan rerata kondisi depresi sesudah

dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 9,50 adanya perubahan kondisi depresi pada lansia

secara bermakna sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi yaitu 5,17 poin atau 35,2%

dengan nilai signifikansi 0,000 (P value < α 0,05), dengan demikian terdapat perbedaan

secara bermakna pada kondisi depresi lansia sesudah diberikan intervensi psikoedukasi pada

kelompok intervensi dengan nilai rerata 9,50 hal ini termasuk penilaian tidak mengalami

depresi.

3.1.5. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah

dilakukan Intervensi General Education.

Berdasarkan hasil analisis statistic didapatkan hasil bahwa rerata kondisi depresi

sebelum dilakukan intervensi general education adalah 13,58, sedangkan rerata kondisi

depresi sesudah dilakukan intervensi general education adalah 11,58 adanya perubahan

Page 11: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

78

kondisi depresi pada lansia sesudah dilakukan intervensi general education yaitu 2,00 poin

atau 14,7% dengan nilai signifikansi 0,000 (P value < α 0,05).

3.1.6 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Sesudah

Diberikan Intervensi Psikoedukasi dan General Education Pada Lansia Di Kelurahan Situ

Kabupaten Sumedang.

Berdasarkan hasil analisa pada didapatkan nilai p value = 0,009 (p<0,05) pada

kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, berdasarkan nilai yang didapat sesudah

dilakukan intervensi, kelompok yang diberikan intervensi psikoeduksi mengalami perubahan

kondisi depresi pada lansia secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol yang

diberikan intervensi general education, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada α

(0,05) lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna

pada kondisi depresi dibandingkan lansia yang dilakukan intervensi general education.

3.2 PEMBAHASAN

3.2.1 Pengaruh Intervensi Psikoedukasi terhadap Perubahan Kondisi Depresi pada Lansia.

Kondisi depresi pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi menunjukkan adanya

perubahan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Adanya perbedaan

perubahan kondisi depresi pada lansia secara bermakna sesudah dilakukan intervensi

psikoedukasi secara bermakna yang dimaksud dalam hasil penelitian ini adalah bahwa

kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, dimana nilai hasil

pengukuran depresi mengalami perubahan pada lansia yaitu sebagian besar lansia tidak

mengalami depresi sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi. Depresi merupakan gangguan

psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi

dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi

pada lansia.

Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis,

gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya (Miller, 2004). Penurunan fungsi fisik

merupakan salah satu konsekuensi dari depresi yang dialami oleh lansia. Secara psikologis,

lansia yang mengalami depresi dapat mempunyai perasaan cemas, iritabel, penurunan harga

diri, tidak ada perasaan atau perasaan kosong dan perasaan negatif tentang diri sendiri.

Perubahan psikososial lansia akibat depresi ini sangat merugikan bagi kesehatan lansia

Page 12: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

79

tersebut baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mentalnya (jiwanya). Sedangkan secara

sosial depresi ini akan mengakibatkan lansia kehilangan minat untuk melakukan aktivitas

sosial dengan orang lain. Menurut Roy (1999), bahwa lansia sebagai mahluk biopsikososial

yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga

lansia selalu berinteraksi terhadap perubahan tersebut. Kemampuan adaptasi setiap lansia

akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan konsep diri yang positif, kemampuan

untuk hidup mandiri serta kemampuan akan peran dan fungsi secara optimal untuk

memelihara integritas diri. Sehingga apabila lansia tidak mampu beradaptasi terhadap

lingkungan akan terjadi perubahan terutama perubahan psikologis. Depresi pada lansia

mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya. Lansia merasa tidak puas dengan fungsi

sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah dan persepsi kesehatan fisik dan

mental yang rendah (Miller, 2004).

Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui

pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua

pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007).

Pendekatan biologis dilakukan dengan pemberian obat-obatan anti-depresan yang diberikan

oleh tenaga medis ahli. Sedangkan pendekatan psikologis dilakukan dengan menggunakan

pendekatan psikoterapi diantaranya yang sudah berkembang yaitu terapi Terapi Kognitif-

Perilaku atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Terapi Interpersonal atau Interpersonal

Therapy (IPT), dan Terapi Perilaku Dialektikal atau Dialectical Behavioral Therapy (DBT)

(Arjadi, 2012). Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah seperti mengatasi

kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan

relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti

keterbatasan dukungan dari keluarga, kendala terkait faktor kultural serta perubahan peran

social (Dharmono, 2008).

Berdasarkan pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi

yang bersifat multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk

mengatasi berbagai masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian

tersebut adalah mengkombinasikan self-help skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya

dengan memberikan psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan

Page 13: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

80

kognitif, latihan pemecahan masalah, cara komunikasi yang efektif, dan psikoedukasi

mengenai masalah kesehatan tertentu.

Berdasarkan pada penelitian diatas, diperlukan pendekatan dan suatu upaya khusus yang

ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia termasuk intervensi keperawatan yang

dilakukan oleh perawat. Perawat yang berada dalam tatanan yang bervariasi (misalnya,

rumah sakit medis, tatanan perawatan panjang, kesehatan komunitas) berada pada posisi

penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi depresi pada lansia (Marry & Kathleen, 2011).

Upaya yang dilakukan perawat beserta pihak yang terkait lainnya dalam melaksanakan

intervensi keperawatan bersifat edukatif yaitu agar lansia lebih menyadari perlunya

meningkatkan taraf kesehatannya karena sesungguhnya lansia memiliki kemampuan dalam

melakukan perawatan mandiri atau merawat diri sendiri (Tamher, 2009).

Salah satu intervensi yang dapat digunakan dalam berbagai seting dan dapat diterapkan

secara individual ataupun kelompok adalah intervensi psikoedukasi. Psikoedukasi adalah

suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus pada

mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup, membantu partisipan

mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi

tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan koping untuk menghadapi tantangan

tersebut (Griffith, 2006: Walsh, 2010).

Intervensi psikoedukasi dapat menurunkan gejala masalah kesehatan mental, khususnya

dapat menurunkan kecemasan dan depresi. Selain itu psikoedukasi dapat memperbaiki

kualitas hidup, pengetahuan, harga diri, suasana dalam keluarga dan perkawinan, dapat

meningkatkan kepatuhan dan kepuasaan serta pengobatan dan penyembuhan (Cartwright,

2007). Pemberian intervensi psikoedukasi pada kelompok intervensi berdampak terhadap

perubahan kondisi depresi yang cukup bermakna hal ini disebabkan intervensi psikoedukasi

yang diberikan selama 4 sesi dalam empat kali pertemuan memberikan pelajaran pada lansia

bagaimana mereka mengetahui perubahan yang terjadi pada proses menua serta akibat dari

perubahan tersebut sehingga lansia menyadari terhadap kondisi yang dialaminya.

3.2.2 Pengaruh Intervensi General Education terhadap Perubahan Kondisi Depresi pada

Lansia.

Page 14: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

81

Kondisi depresi pada lansia yang dilakukan intervensi general education menunjukkan adanya

perubahan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Adanya perbedaan

perubahan kondisi depresi pada lansia yang bermakna sesudah dilakukan intervensi general

education dalam hasil penelitian ini adalah bahwa kondisi depresi pada lansia mengalami

perubahan ke arah yang lebih baik, meskipun perubahan yang terjadi tidak signifikan. Dimana

nilai hasil pengukuran depresi mengalami perubahan yaitu sebagian kecil lansia tidak

mengalami depresi sesudah dilakukan intervensi general education. Depresi pada lansia

dapat terjadi karena permasalahan psikologis yang dapat terjadi karena lansia tidak mampu

menyelesaikan setiap tahapan perkembangannya dengan sukses. Tugas perkembangan

lansia yaitu mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi baik fisik/biologis,

sosial ekonomi sehingga lansia mengerti dan menerima kehidupan serta mampu

menggunakan pengalaman hidup untuk dapat mengikuti perubahan yang terjadi karena

proses menua sehingga tercapai integritas diri. Ini sejalan dengan pernyataan bahwa lansia

yang sukses dalam melampaui tahapan perkembangannya akan tercapat integritas diri yang

utuh, memiliki tugas perkembangan untuk menerima tanggung jawab diri dan kehidupan

(Viedebeck, 2008; Lahey, 2002) serta menerima berbagai perubahan yang terjadi dengan

tulus sebagai satu–satunya kondisi dari tahapan kehidupan yang harus terlampaui dan tidak

tergantikan (Stanley, Blair & Beare, 2005).

Pada lansia yang mengalami depresi intervensi yang diberikan dapat bersifat upaya

pencegahan maupun upaya pemulihan. Menurut Miller (2004) perawat mempunyai peran

yang sangat penting untuk mengkaji depresi pada lansia, sebab ada suatu intervensi

keperawatan yang mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap kualitas hidup lansia.

Perawat dapat memberikan intervensi keperawatan baik yang bersifat independen maupun

kolaboratif. Intervensi kolaboratif merupakan kerjasama dengan medis. Penatalaksanaan

medis dilakukan secara farmakologis dan terapi somatik, sedangkan penatalaksanaan

keperawatan dengan memberikan intervensi keperawatan generalis sesuai dengan masalah

keperawatan yang ditetapkan dengan intervensi general education. Pada responden yang

diberikan intervensi generalis dengan general education intervensi yang diberikan untuk

penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau

instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,

Page 15: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

82

kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat

(Depkes, 2002). Sehingga belum tentu dapat memotivasi lansia untuk mengalami perubahan

yang lebih baik, karena penguatan untuk melakukan perilaku yang baik bukan hanya

didapatkan dari 1 orang saja yaitu perawat. Hal ini terkait dengan adanya dukungan dari

sosial, dimana dukungan tersebut merupakan salah satu motivator seseorang untuk berubah.

Kenyataan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stuart (2009) bahwa dukungan

sosial merupakan salah satu sumber koping yang mendukung untuk terjadinya perubahan

perilaku pada seseorang.

3.2.3 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah

Dilakukan Intervensi Psikoedukasi Pada Lansia

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi

pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi pada lansia yang menurun, sebelum

dilakukan intervensi adalah 14,67 sedangkan sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi

adalah 9,50 adanya perbedaan perubahan kondisi depresi secara bermakna pada kondisi

depresi lansia sesudah diberikan intervensi psikoedukasi dengan nilai 5,17 poin.

Perubahan kondisi depresi yang lebih tinggi pada kelompok intervensi yang dilakukan

psikoedukasi pada lansia menurut pendapat peneliti hal ini terjadi karena pada kelompok yang

diberi intervensi psikoedukasi, lansia tidak hanya mendapatkan informasi dan pengetahuan

yang berasal dari sesama anggota kelompok melainkan juga dari perawat secara langsung.

Sehingga informasi dan pengetahuan yang didapatkan lansia pada kelompok intervensi lebih

banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010), bahwa pengetahuan diperoleh

dengan adanya proses pembelajaran, budaya, pendidikan, pengalaman hidup. Berdasarkan

hal tersebut, pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi lansia mendapatkan

pembelajaran secara langsung tentang psikoedukasi yaitu terapi yang mengajarkan

bagaimana menemukan strategi serta makna dari kehidupan yang dihadapi, dimana dengan

ditemukannya strategi dan makna dari kehidupan yang dihadapi bagi lansia akan dapat

menurunkan depresi pada lansia tersebut.

3.2.4 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Intervensi General Education Pada Lansia

Page 16: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

83

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi

pada kelompok yang dilakukan intervensi general education pada lansia yang menurun

sebelum dilakukan intervensi adalah 13,58, sedangkan sesudah dilakukan intervensi general

education adalah 11,58 adanya perubahan kondisi depresi yaitu 2,00 poin.

Penurunan depresi yang kurang tinggi pada kelompok yang dilakukan general education

menurut pendapat peneliti hal ini terjadi karena pada kelompok yang dilakukan general

education hanya mendapatkan pengetahuan satu arah yang berasal dari perawat tanpa ada

proses diskusi antar sesama responden dan tidak dilakukan intervensi atau terapi kepada

lansia secara langsung.

3.2.5 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sesudah

Dilakukan Intervensi Pada Lansia

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi

pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi pada lansia yang menurun sebesar

5,17 poin dari 14,67 menjadi 9,50 dari nilai maksimal kondisi depresi pada lansia. Sedangkan

pada kelompok yang dilakukan general education terjadi perubahan kondisi depresi sebesar

2,00 poin dari 13,58 menjadi 11,58 dari nilai maksimal depresi lansia. Hal ini menunjukkan

bahwa intervensi psikoedukasi sangat efektif diberikan pada lansia yang mengalami depresi,

karena pada lansia dengan depresi akan mengalami perasaan tidak berguna dan perasaan

tidak memiliki makna dalam kehidupannya.

Dalam pelaksanaan kegiatan intervensi psikoedukasi tugas perawat yaitu mengajarkan

kepada lansia untuk membuka pandangan yang lebih luas tentang kondisi lansia, perubahan-

perubahan yang dialami lansia, masalah yang dialami lansia dan kemampuan yang masih

dimiliki lansia meskipun lansia dalam kondisi keterbatasan tetapi lansia masih mampu

melakukan hal–hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dowrick.,et al(2000), pada lansia

dengan depresi di masyarakat. Intervensi yang dilakukan adalah tehnik relaksasi, berpikiran

positif dan kemampuan bersosialisasi. Hasil penelitiannya bahwa secara signifikan metode

psikoedukasi baik kelompok ataupun individu dapat menurunkan depresi pada lansia dan

dapat meningkatkan fungsi subyektif pada metode pemecahan masalah masing-masing

responden.

Page 17: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

84

Dengan intervensi psikoedukasi, lansia yang mengalami depresi diajarkan bagaimana

memahami kondisi yang dialaminya kemudian diarahkan terhadap apa yang diinginkan lansia

terkait dengan kondisinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi kondisi atau masalah

yang dialaminya tersebut. Melalui kegiatan intervensi psikoedukasi ini lansia akan mampu

membangkitkan pengalaman yang membawanya keluar dari kondisi yang dirasakannya pada

saat ini yaitu kondisi merasa tidak berguna, tidak berdaya karena perubahan yang terjadi dari

proses menua yang dialaminya. Dengan pengalaman yang dimiliki lansia melalui kegiatan

yang dilakukan maka lansia mempunyai perasaan diri berguna serta adanya interaksi dengan

sesama lansia juga perawat dapat mengubah kondisi depresi pada lansia.

Psikoedukasi merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada lansia yang

mengalami masalah psikososial. Pemberian Psikoedukasi pada kelompok intervensi

berdampak terhadap perubahan kondisi depresi yang cukup signifikan karena pada intervensi

psikoedukasi yang dilakukan selama 4 sesi dengan mengajarkan bagaimana lansia

mengetahui perubahan yang terjadi pada proses menua serta akibat dari perubahan tersebut,

pengenalan terhadap masalah dan patuh terhadap anjuran terapis, mengetahui bagaimana

cara memanajemen stress dan keterampilan terhadap koping sehingga lansia menyadari

terhadap kondisi yang dialaminya dan mengetahui apa yang harus dilakukannya. Pada sesi 4

yaitu mengevaluasi keteraturan gaya hidup (manajemen stress dan keterampilan koping),

dimana lansia dididik tentang pengelolaan kebiasaan rutin. Menurut Colom & Vieta (2009),

bahwa kebiasaan rutin dan manajemen stres merupakan komponen inti, di mana pasien

dididik bagaimana mengatur jam tidur mereka dan melaksanakan fungsi sehari-hari, seperti

makan, minum obat dan manajemen stres, sehingga mengurangi kekambuhan (Colom &

Vieta, 2009).

Perubahan kondisi depresi pada lansia lebih bermakna pada kelompok yang diberikan

intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan intervensi

general education. Hal tersebut menurut pendapat peneliti terjadi karena pada kelompok yang

dilakukan general education hanya mendapatkan pengetahuan yang berasal dari informasi

yang disampaikan perawat secara umum tanpa ada pengalaman yang didapatkan dalam

proses pembelajaran tersebut. Sehingga pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi

mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dengan proses pembelajaran secara langsung

Page 18: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

85

tentang bagaimana mengembangkan dan meningkatkan penerimaan diri terhadap masalah

ataupun gangguan yang ia alami, meningkatkan partisipasi individu dalam terapi, dan

pengembangan mekanisme koping ketika individu menghadapi masalah yang berkaitan

dengan penyakit sehingga akan dapat merubah kondisi depresi pada lansia tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan intervensi psikoedukasi pada

lansia yang dilakukan secara berkelompok lebih efektif dalam mengubah kondisi depresi. Hal

ini karena pada intervensi yang dilakukan secara berkelompok akan memberikan kesempatan

bagi masing-masing anggota kelompok untuk berinteraksi, memberikan pendapat, bertukar

informasi dan pengalaman sehingga antar anggota kelompok merasa memiliki perasaan

terhadap masalah yang sama dan akan berdampak terhadap peningkatan sikap positif pada

diri serta meningkatkan interaksi yang akan merubah kondisi depresi lansia tersebut.

Intervensi psikoedukasi yang dilaksanakan secara berkelompok mempunyai keuntungan yang

lebih daripada intervensi yang dilakukan secara individu. Intervensi psikoedukasi yang

diberikan secara kelompok telah memberikan kesempatan kepada lansia untuk mendapatkan

sistem dukungan (support system) dari orang lain. Menurut Depkes RI (2008) bahwa lansia

dapat menikmati kehidupan di hari tua dengan bergembira serta bahagia diperlukan dukungan

dari orang-orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap

dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan. Hal ini diperkuat

oleh pendapat Johnson & Johnson (1991) yang mengemukan bahwa lingkungan merupakan

sumber dukungan sosial yang akan mempengaruhi individu untuk menyesuaikan diri dengan

baik. Dukungan sosial diartikan oleh Johnson & Johnson (1991) sebagai suatu usaha untuk

memberikan pertolongan kepada seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas

kesehatan mental, memberi rasa percaya diri, doa, dorongan atau semangat, nasehat serta

sebuah penerimaan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa intervensi psikoedukasi dirasakan

bermanfaat bagi lansia sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk mendukung kesinambungan

dari pelaksanaan intervensi psikoedukasi.

Page 19: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

86

E. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini menguraikan tentang simpulan penelitian mengenai pengaruh intervensi

psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang yang telah

dilaksanakan pada tanggal 13 Mei sampai dengan 8 Juni 2013. Rangcangan pada penelitian ini

adalah quasi eksperimental pre test-post test with control group, sedangkan sampel pada penlitian

berjumlah 72 responden yang terdiri dari 36 responden kelompok intervensi dan 36 responden

kelompok kontrol. Simpulan pada penelitian ini menunjukan bahwa: Kondisi depresi pada lansia

sebelum dilakukan intervensi psikoedukasi rata-rata mengalami kondisi depresi dengan kategori

ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan dengan rata-rata

dengan kategori normal.

Kondisi depresi pada lansia sebelum dilakukan intervensi general education rata-rata

mengalami kondisi depresi dengan kategori ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi general

education rata-rata masih mengalami kondisi depresi dengan kategori ringan/sedang. Perbedaan

perubahan kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan kondisi

depresi secara bermakna. Perbedaan perubahan kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi

general education mengalami perubahan kondisi depresi secara bermakna. Perbedaan perubahan

kondisi depresi pada lansia yang mendapatkan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan lebih

besar dibandingkan dengan lansia yang mendapatkan intervensi general education.

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka saran disampaikan kepada: Kepala Puskesmas Situ

yang diharapkan untuk dapat memfasilitasi pelaksanaan pelatihan intervensi psikoedukasi bagi

perawat (petugas) puskesmas atau pemegang program lansia, perawat (petugas) Puskesmas

pemegang program lansia diharapkan dapat terus memfasilitasi, memotivasi dan memberikan

penguatan positif pada lansia dalam upaya pemulihan terhadap kondisi depresi. Intervensi

psikodukasi dapat digunakan sebagai intervensi lanjutan untuk mengurangi kondisi depresi pada

lansia. Memodifikasi intervensi general education untuk mengurangi kondisi depresi pada lansia. Dan

yang terakhir hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan data awal untuk melakukan

penelitian intervensi psikoedukasi pada lansia lebih lanjut di masyarakat. Sehingga penelitian yang

dilaksanakan masih dalam tingkat satu kelurahan untuk kedepan masih perlu dilakukan penelitian

selanjutnya yang dilaksanakan di beberapa kelurahan atau dalam lingkup lebih luas yaitu satu wilayah

kerja Puskesmas.

Page 20: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

87

DAFTAR PUSTAKA

Albin.R.S 2001. Bagaimana mengenal dan mengarahkan gangguan mental. Yogyakarta: Kanisius.

Alexopoulus., et al. 1999. Depression in the elderly the lancet. 365, 1961-70.

Ariawan. I, 1998, Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan, Jakarta : Jurusan Biostatistik

dan kependudukan Fakultas Kesehatan masyarakat, Universitas Indonesia.

Arjadi, Retha. 2012. Terapi Kognitif-perilaku untuk menangani Depresi pada lanjut usia. tesis, Jakarta

: Universitas Indonesia.

Atchley, R.C. dan Barusch, A.S. 2004, Social forces and aging ; an introduction to social gerontology.

(10th ed.). USA: Thomson Learning, Inc.

Bailon.S.G & Maglaya.A.S. 1998. Family health nursing. Quezon City.

Blazer, D.G. (2003). Depression in late life: Review and commentary. Journal of

Gerontology: Medical Sciences, 58A (3), 249-265.

BPKP Republik Indonesia. 1998. Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia. http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/1998/13- 98.pdf, diperoleh 03

Desember 2012.

Cartwright, M.E. 2007. Psycoeducation Among, Caregiver Of Children Receving Mental Health

Service. Disertation.

Colom, F. & Vieta, E. 2006. Psychoeducation Manual for Bipolar Disorder, Cambridge University

Press, ISBN-13 978-0-521-68368-5, New York.

_________________. 2009. Psychoeducation for bipolar disorders, In: Kaplan & Sadock's

Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition, Sadock, B.J.; Sadock, V.A. & Ruiz, P.

(Ed.), pp.1822-1838, Lippincott Williams & Wilkins, ISBN 0683301284, New York.

Data kependudukan Jawa Barat, 2011, Profil Kependudukan Jawa Barat, http://www.jabarprov.go.id ,

diakses pada tanggal 30 Januari 2013.

Davidson, Gerald C., Neale, John M., Kring, Ann M. 2002. Psikologi Abnormal. Kharisma Putra Utama

Offset : Jakarta.

Page 21: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

88

Das, B., Greenspan, M., Muralee, S., Choe, C.J. & Tampi, R. R. (2007). Late-life depression: A review.

Clinical Geriatrics, 15 (10), 35-44.

Depkes RI. 2000. Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif, Jakarta: Direktoral Bina

Farmasi Komunitas dan Klinik RI.

________. 2001. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan,

Jakarta.

________. 2008. Pelayanan Gangguan Jiwa Usia lanjut (Psikogeriatrik) di Puskesmas, Direktorat

jendral pelayaan Medik, Jakarta.

Depression Guideline Panel.1993. Depression in primary care: volume 1. Detection and diagnosis.

Clinical practice guideline, number 5. Rockville, Md.US. Departement of Health and Human

Service, Public Health service, agency for Health Care Policy and research. AHCRP

publication No. 93-0550.

Desi. A.R. 2011. Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap dukungan psikososial keluarga pada

anggota keluarga dengan penyakit kusta di Kabupaten Pekalongan, Tesis. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Dharmono, S. 2008. Waspadai depresi pada lansia. http://www.klikdokter.com , diperoleh 03

Desember 2012.

Dini. R. 2012. Pengaruh Pskoedukasi terhadap Kecemasan dan Koping Orang Tua dalam merawat

anak dengan Thalasemia Mayor di RSU Tangerang Banteun, Tesis. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Dorothea Orem. 1995. Nursing Theory. http://faculty.ucc.edu/nursing_gervase/orem%5BI%SD

diakses pada tanggal 29 Januari 2013.

Dunbar, et al. 2009. Effect of a Psychoeducational Intervention on Depression, Anxiety, and Health

Resource Use in Implantable Cardioverter Defibrillator Patients, The Authors. Journal

compilation C _ 2009 Wiley Periodicals, Inc.

Ebersole & Hess. 2005. Gerontological nursing and health aging, (3th ed.). USA, Philadelphia: Mosby,

Inc.

____________.2010. Gerontological nursing and health aging, (3th ed.). USA, Philadelphia: Mosby,

Inc.

Family Psychoeducation. 2002. Information For Praktitioners And Clinical Supervisors. Draf Version.

Fathra .N.A. 2011. Pengaruh Logoterapi Dan Psikoedukasi Keluarga Terhadap Depresi Dan

Kemampuan Memaknai Hidup Pada Lansia di Kelurahan Katulampa Bogor Timur. Tesis,

Jakarta : Universitas Indonesia.

Friedman Marilyn M. 1998. Keperawatan Keluarga : teori dan praktek, alih bahasa : Ina Debora RI,

Jakarta : EGC.

Page 22: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

89

Frazer, C.J., Christensen, H. & Griffiths, K.M. 2005. Effectiveness of treatments for depression in older

people. Medical Journal of Australia,182 (12), 627-632.

Galo & Gonzales. 2001.Buku Saku Gerontologi. EGC: Jakarta.

Gebretsadik, M., Jayaprabhu, S. & Grossberg, G.T. (2006). Mood disorders in the

elderly. Med Clin N Am, 90, 789-805.

Gellis, Z.D. & McCracken, S.G. (2008). Introduction to mental health disorders in older adults. Dalam

S. Diwan (Ed.), Mental Health and Older Adults Resource Reviews. CWSE Gero-Ed Center,

Master’s Advance Curriculum Project.

http://depts.washington.edu/geroctr/mas/1_5mental.html diakses pada tanggal 29 Januari

2013.

Gittlieb. B. H. 1998. Marshaling Social Support : Formats, Process, and Effects. New Delhi: Sage

Publication Inc.

Ham, R.J., et al. 2007. Primary care geriatric ; a case-based approach. (5th ed.). Philadelphia: Mosby,

Inc.

____________. 2001. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, Jakarta : FK-UI.

Havins, W. 2011. Factor Structure of The Geriatric Depression Scale and Its Relationship to Cognition

in Alzheimer’s Disease. Thesis. The Faculty of the Department of Psychology University of

Houston.

Hidayat, A.A.A. 2007. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Penerbit Salemba

Medika.

Hurlock, E. B. 2004. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan,

Jakarta : Erlangga.

Hutapea, A dkk. 2006. Faktor-faktor yang memotivasi lansia belajar, Jurnal Psikologi, Fakultas

Psikologi Universitas Surabaya.

Indian Womens Health. 2009. Deppression. http://www.indianwomenshealth.com diakses pada

tanggal 17 Januari 2013.

Johnson & Johnson. 1991. Joining together group theory and group skill fourth Edition: New York :

Prentice Hall International.

Kaplan & Sadock. 2007. Sinopsis Psikiatri: ilmu pengetahuan psikiatri klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina

Rupa Aksara.

Kelana. K.D. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Pedoman melaksanakan dan menerapkan

hasil penelitian, Jakarta : Trans Info Media.

_______. 2012. Jumlah Penduduk yang Depresi Meningkat, http://health.kompas.com , diakses pada

tanggal 27 Desember 2012.

Page 23: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

90

Komnas lansia. 2011. Perlindungan bagi lansia di Indonesia, paper presentasi pada kongres Nasional

API-4, Makasar.

Lukens, Ellen P. McFarlane, William R. 2004. Journal Brief Treatment and Crisis Intervention Volume

4. Psychoeducation as Evidence-Based Practice: Consideration for Practice, Research, and

Policy. Oxford University Press.

Maramis, W.F. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.

McFarlane WR, Lukens E, Link B, Dushay R, Deakins SA, Newmark M, Dunne EJ, Horen B and Toran

J. 1995. Multiple-family groups and psychoeducation in the treatment of schizophrenia.

Archives of General Psychiatry 52, 679-687.

Meinner and Lueckenotte. 2006. Gerontologic Nursing. St Louis (3th.Ed). Missouri Mosby.

Menkokesra. 2010. Lansia Masa Kini Dan Mendatang, http://Menkokesra.go.id , diakses pada tanggal

03 Desember 2012.

Marry D. Hardy, Kathleen C. Buckwalter., et al. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis

NANDA, Kriteria hasil NOC, &Intervensi NIC, Jakarta: EGC.

Miller, C.A. 1995. Nursing Care of Older Adults Theory and Practice (2nd ed.). Philadelphia : JB.

Lippincott Co.

_________. 2004. Nursing for wellness in older adults; theory and practice. USA: Lippincott Williams &

Wilkins.

Mottaghipour Y, Bickerton. 2005. The Pyramid of Family Care: A Framework For Family Involvement

With Adult Mental Health Services. Toronto: Prentice Hall Health.

Notoatmodjo.S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nugroho. 2006. Gerontik dan Geriatrik, Jakatra : EGC.

Polit & Beck. 2006. Essential of Nursing Research : Method, Appraisal, and Utilization. 6th.ed

Lippincott, Philandelphia.

Riduwan. 2005. Panduan Penyusunan Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

Ronawulan. 2009. Gangguan Masalah Mental Pada Lansia Dapat Dicegah, http://www.yastroki.or.id

diakses pada tanggal 03 Desember 2012.

Roy, C.S. 1999. Essensial of Roy Adaptation Model. Connecticut: University of California.

Roudhouh S. 2010. Psikoedukasi: Intervensi Rehabilitasi dan Prevensi. hhtp://leapinstitute.com

diakses pada tanggal 25 Pebruari 2013.

Page 24: Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013

91

Rybarczyk, B., DeMarco, G., DeLaCruz, M., Lapidos, S. & Fortner, B. 2001. A classroom mind/body

wellness intervention for older adults with chronic illness: Comparing immediate and 1-year

benefits. Behavioral Medicine, 27 (15).

Sarason. R.B & Sarason I.G. 2002. Handbook of Social Support and The Family. New York: Plenum

Publishing Corporation.

Sastroasmoro, S. dan Imanuel S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV.

Sagung Seto.

Segel, S, et.,al. 2009. Depresion Elderly, http://wwwhealpguide.org. diakses pada tanggal 03

Desember 2012.

Stanley, M., Blair, K.A. dan Beare, P.G. 2005. Gerontological nursing; promoting succeccful aging with

older adults. (3rd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.

______________________________.2007, Gerontological nursing; promoting succeccful aging with

older adults. (3rd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Stuart, G. W. & Laraia, M.T. 2005. Principle and practice of psychiatric nursing. (8th ed.). Philadelphia,

USA: Mosby, Inc.

Stuart, G. W. 2009. Principles and practice of psychiatric nursing. (9th ed.). Canada: Mosby, Inc.

Suaib A. 2011. Prevalensi Lansia Depresi Bab II, http://publikasi.umy.ac.id diakses pada tanggal 27

Januari 2013.

Supratiknya, A. 2008. Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta : Penerbit

Universitas Sanata Darma.

Syamsudin. 2010. Depresi pada lansia, http://www.menkokesra.go.id , diakses pada tanggal 03

Desember 2012.

Tamher, S. Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan,

Jakarta : Salemba Medika.

Taylor, S. (2006). Health psychology. Singapore: McGraw Hill.

Walsh, Joseph. 2010. Psycheducation In Mental Health. Chicago: Lyceum Books, Inc.

World Health Organization. 2010. Proposed working definition of an older person in Africa for the

MDS project. http://www.who.int.html, diperoleh 03 Desember 2012.