Top Banner
KANDUNGAN GINGEROL DAN SHOGAOL, INTENSITAS KEPEDASAN DAN PENERIMAAN PANELIS TERHADAP OLEORESIN JAHE GAJAH (Zingiber officinale var. Roscoe), JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Amarum), DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum) SKRIPSI DIFA FATHONA F24051308 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
69

jurnal jahe

Feb 17, 2016

Download

Documents

Achmad Dawardi

jahe abang eenak deg
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: jurnal jahe

KANDUNGAN GINGEROL DAN SHOGAOL,

INTENSITAS KEPEDASAN DAN PENERIMAAN

PANELIS TERHADAP OLEORESIN JAHE GAJAH

(Zingiber officinale var. Roscoe), JAHE EMPRIT (Zingiber

officinale var. Amarum), DAN JAHE MERAH (Zingiber

officinale var. Rubrum)

SKRIPSI

DIFA FATHONA

F24051308

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: jurnal jahe

GINGEROL AND SHOGAOL CONTENTS, PUNGENCY INTENSITY AND

PANELISTS ACCEPTANCE IN OLEORESIN OF GAJAH GINGER (Zingiber

officinale var. Roscoe), EMPRIT GINGER (Zingiber officinale var. Amarum),

AND MERAH GINGER (Zingiber officinale var. Rubrum)

Difa Fathona

1 and C. Hanny Wijaya

1

1Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor

Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java 16602, Indonesia.

Phone: +6281384428242, email: [email protected]

ABSTRACT

Ginger is one of traditional herb which is used widely in Indonesia. There are three main

species of gingers in Indonesia i.e. “gajah” ginger, “emprit” ginger, and “merah” ginger. It is

known that ginger contains bioactive components which also contribute to its flavor. Some of these

bioactive components such as gingerol, shogaol, zingerone, and their derivatives are phenolic

components which known as pungent properties of ginger. Homologs of gingerol, (6)-, (8)-, (10)-

gingerol; and (6)-shogaol on “gajah”, “emprit”, and “merah” ginger was observed on this study

along with sensory test (pungency intensity and hedonic test). The determination of (6)-, (8)-, (10)-

gingerol and (6)-shogaol in dried ginger was measured by liquid chromatography with photodiode

array detection (LC-PDA). The levels of (6)-, (8)-, (10)-gingerol and (6)-shogaol in the “gajah”

ginger were 9.56 mg/g, 1.49 mg/g, 2.96 mg/g, and 0.92 mg/g, respectively; in the “emprit” ginger

were 22.57 mg/g, 4.73 mg/g, 6.68 mg/g, and 2.24 mg/g, respectively; and in the “merah” ginger were

18.03 mg/g, 4.09 mg/g, 4.61 mg/g, and 1.36 mg/g, respectively. The levels of gingerols and shogaol

found in “emprit” ginger were the highest compared to “gajah” and “merah” ginger. The pungency

intensity of ginger oleoresin towards 30 panelists for “gajah”, “emprit”, and “merah” ginger, using

15 cm unstructured-line scale, was 2.25, 5.93, and 7.99, respectively. The result of hedonic test on the

taste, aroma, and overall attributes of ginger oleoresin towards 78 panelists for “gajah” ginger using

7-category scales, were 4.14, 4.31, and 4.04, respectively; for “emprit” ginger were 4.26, 5.04, and

4.38, respectively; and for “merah” ginger were 4.42, 5.12, and 4.55, respectively. There was no

significant difference of taste and overall acceptance among the three species. However, the aroma

acceptance of “gajah” was significantly lower than “emprit” and “merah” ginger.

Keywords: ginger oleoresin, gingerol, shogaol, pungency intensity, hedonic test

Page 3: jurnal jahe

DIFA FATHONA. F24051308. Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan

Penerimaan Panelis terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale var. Roscoe), Jahe

Emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum).

Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya. 2011

RINGKASAN

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah yang telah digunakan secara

luas di dunia, baik sebagai bumbu dapur maupun sebagai obat medis terhadap penyakit-penyakit

ringan. Di Indonesia dikenal tiga jenis utama jahe, yaitu jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah (jahe

sunti). Berbagai penelitian menyebutkan bahwa jahe mengandung komponen bioaktif yang memiliki

efek fisiologis, farmakologis, mikrobiologis, dan juga berperan terhadap pembentukan citarasa khas

jahe. Komponen bioaktif tersebut antara lain gingerol, shogaol, dan zingeron yang merupakan

kelompok senyawa fenolik. Senyawa gingerol dan shogaol merupakan senyawa citarasa yang

memberikan atribut sensori pungent pada jahe.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-

shogaol serta intensitas kepedasan dan penerimaan panelis pada oleoresin jahe gajah (Zingiber

officinale var. Roscoe), jahe emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe merah (Zingiber

officinale var. Rubrum) secara sensori.

Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan bubuk jahe yang selanjutnya diekstraksi dengan

etanol 95% menjadi oleoresin jahe. Parameter yang diamati adalah kadar air jahe segar dan jahe

bubuk, rendemen bubuk jahe, rendemen oleoresin jahe, dan kandungan senyawa gingerol dan shogaol

pada bubuk jahe menggunakan HPLC dengan metode liquid chromatography-photodiode array (LC-

PDA). Selain itu, dilakukan juga analisis sensori berupa uji intensitas kepedasan dan uji hedonik pada

minuman oleoresin jahe.

Kadar air jahe segar (basis basah) jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah berturut-turut

89.15%, 88.17%, dan 88.50%. Kadar air jahe bubuk (basis basah) jahe gajah, jahe emprit, dan jahe

merah berturut-turut 8.26%, 7.70%, dan 7.03%. Rendemen jahe bubuk jahe gajah, jahe emprit, dan

jahe merah berturut-turut 8.99%, 17.15%, dan 18.21%. Rendemen oleoresin jahe gajah, jahe emprit,

dan jahe merah beruturut-turut, yaitu 2.02%, 12.52%, dan 11.35%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-

shogaol diantara ketiga jenis jahe mulai dari yang tertinggi hingga terendah adalah jahe emprit, jahe

merah, dan jahe gajah. Kandungan senyawa (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol pada jahe gajah

adalah berturut-turut sebesar 9.56 mg/g, 1.49 mg/g, 2.96 mg/g, dan 0.92 mg/g; pada jahe emprit

sebesar 22.57 mg/g, 4.73 mg/g, 6.68 mg/g, dan 2.24 mg/g; serta pada jahe merah sebesar 18.03 mg/g,

4.09 mg/g, 4.61 mg/g, dan 1.36 mg/g.

Hasil uji intensitas kepedasan minuman jahe pada skala 0-15 oleh 30 panelis menunjukkan

bahwa jahe emprit memiliki tingkat kepedasan yang paling tinggi diantara ketiga jenis jahe yaitu

sebesar 7.98, diikuti jahe merah sebesar 5.93, dan jahe gajah sebesar 2.25, berbeda nyata secara

signifikan. Tingkat kepedasan jahe emprit termasuk dalam kategori sedang, sementara jahe merah

kepedasannya agak lemah, dan jahe gajah lemah.

Hasil uji hedonik oleh 78 orang panelis menggunakan skala kategori (7 skala) pada atribut

rasa, aroma, dan keseluruhan terhadap ketiga jenis jahe menunjukkan bahwa nilai kesukaan terhadap

atribut rasa, aroma, dan keseluruhan berturut-turut pada jahe gajah adalah 4.14, 4.31, dan 4.04; pada

jahe emprit adalah 4.26, 5.04, dan 4.38; serta pada jahe merah adalah 4.42, 5.12, dan 4.55. Nilai

kesukaan semua jahe berada di kisaran netral (antara agak tidak suka dan agak suka), yaitu pada

kisaran 4 dari 7 skala. Penerimaan panelis terhadap atribut rasa dan keseluruhan ketiga jenis sampel

jahe tidak berbeda satu sama lain (α = 0.05), artinya tingkat kepedasan ketiga jenis jahe yang berbeda

tidak menimbulkan perbedaan kesukaan panelis. Namun, pada atribut aroma terdapat perbedaan nyata

antara aroma jahe gajah dengan aroma jahe emprit dan aroma jahe merah. Aroma jahe merah dan

aroma jahe emprit memiliki tingkat kesukaan lebih tinggi daripada aroma jahe gajah.

Page 4: jurnal jahe

Hasil uji intensitas kepedasan tidak berkorelasi dengan hasil uji hedonik. Jahe merah yang

memiliki intensitas kepedasan sedang lebih disukai secara organoleptik dibandingkan jahe emprit

yang intensitas kepedasannya lebih tinggi maupun jahe gajah yang intensitas kepedasannya rendah.

Page 5: jurnal jahe

KANDUNGAN GINGEROL DAN SHOGAOL,

INTENSITAS KEPEDASAN DAN PENERIMAAN

PANELIS TERHADAP OLEORESIN JAHE GAJAH

(Zingiber officinale var. Roscoe), JAHE EMPRIT (Zingiber

officinale var. Amarum), DAN JAHE MERAH (Zingiber

officinale var. Rubrum)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DIFA FATHONA

F24051308

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 6: jurnal jahe

Judul Skripsi : Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan Penerimaan

Panelis terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale Var. Roscoe), Jahe

Emprit (Zingiber officinale Var. Amarum), dan Jahe Merah (Zingiber officinale

Var. Rubrum)

Nama : Difa Fathona

NIM : F24051308

Menyetujui,

Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr.

NIP 196004221983032003

Mengetahui:

Plt. Ketua Departemen,

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Sc.

NIP 196108021987032002

Tanggal lulus:

Page 7: jurnal jahe

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kandungan

Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan Penerimaan Panelis terhadap Oleoresin Jahe

Gajah (Zingiber officinale Var. Roscoe), Jahe Emprit (Zingiber officinale Var. Amarum), dan

Jahe Merah (Zingiber officinale Var. Rubrum) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan

Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Yang membuat pernyataan,

Difa Fathona

F24051308

Page 8: jurnal jahe

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Difa Fathona dilahirkan di Jakarta

pada 28 Juli 1987 merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan

Huzaifah Radhi dan Hamdanah Masiga. Penulis memulai pendidikan

formalnya di TK Jami’at Khair, kemudian dilanjutkan ke SD N Gunung 01

Pagi Jakarta (1993-1999), SLTP N 19 Jakarta (1999-2002) dan Man Insan

Cendekia Serpong pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis diterima

di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis

memilih mayor Ilmu dan Teknologi Pangan dan minor Ilmu Gizi melalui

Sistem Mayor-Minor yang ditetapkan IPB setelah satu tahun melewati masa

Tingkat Persiapan Bersama (TPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam UKM

Panahan IPB, menjadi panitia lepas beberapa kegiatan kampus seperti Ifoodex 2008, BAUR 2007, dan

Techno-F 2007, dan menjadi anggota HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi

Pangan). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) yang

diselenggarakan DIKTI pada tahun 2007 dan 2009.

Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas

Kepedasan dan Penerimaan Panelis terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale var. Roscoe),

Jahe Emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum)”

sebagai tugas akhir untuk meraih gelar sarjana di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya,

M.Agr.

Page 9: jurnal jahe

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang

berjudul Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan Penerimaan Panelis terhadap

Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale var. Roscoe), Jahe Emprit (Zingiber officinale var.

Amarum), dan Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum).

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada

sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian

tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas amal perbuatan baik pihak-pihak yang senantiasa

membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dengan kebaikan yang berkali lipat. Amin.

Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan,

dorongan, bimbingan, dan motivasi sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Ibu Dr. Dra. Waysima, M.Sc sebagai dosen penguji yang

memberikan banyak masukan dan bekal kepada penulis.

3. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan begitu banyak dorongan baik secara moril

maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

4. Teknisi laboratorium ITP: Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Wahid, Pak Sidik, Mas Edi, Bu Antin, Bu

Sri, Pak Gatot, Bu Rubiah. Terima kasih atas segala bantuan dan saran yang telah diberikan.

5. Teman-teman kosan Maharlika Belakang Bawah: Reni, Ajeng, Wulan, Azizah, Titi, Roma, Mbak

Wilis, Deasy, Ine, Iie, Lia, Mbak Poe, Mbak Imas, Mbak Uci, Dara, Upi, dan Mbak Iyus. Terima

kasih atas segala bantuannya baik fisik maupun mental selama penelitian. Teman kosanku yang

lama: Irna, Nenden, dan Ka Jule.

6. Teman-teman ITP 43, 44, dan 45 yang menjadi teman kerja di laboratorium ITP dan menjadi

panelis hedonikku. Kakak-kakak IPN yang juga menjadi panelis hedonikku.

7. Teman-teman ITP 42 yang secara tidak langsung tetap menyemangati penulis dalam penyelesaian

penelitian, khususnya Sina, Siyam, Susan, Fitri, Ike, Galih, Siska, dan Adit. Teman-teman ITP 42

Golden Generation yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih banyak atas

kebersamaan kalian selama ini.

8. Teman-teman CHW-erz, adik-adikku yang selalu mendorong dan menyemangatiku dalam

penelitian: Frendy, Kandi, Yunita, Putra, Viki, Esti, dan Sarah.

9. Arif Jahan, Yunas, dan Rayees yang telah menemani penulis dan mendengarkan keluh kesah

penulis selama menjalani penelitian hingga selesainya skripsi ini.

10. Segala pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, oleh

karena itu penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Semoga

karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang pangan.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

Page 10: jurnal jahe

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1

B. TUJUAN ............................................................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAHE.................................................................................................................................. 3

B. KANDUNGAN SENYAWA KIMIA JAHE ..................................................................... 5

C. OLEORESIN JAHE .......................................................................................................... 8

D. FLAVOR JAHE ................................................................................................................. 9

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .......................................................................... 10

B. BAHAN DAN ALAT ........................................................................................................ 10

C. METODE PENELITIAN ................................................................................................... 10

1. Penelitian Pendahuluan. .............................................................................................. 10

2. Penelitian Lanjutan ..................................................................................................... 11

D. METODE ANALISIS

1. Rendemen Jahe ........................................................................................................... 11

2. Rendemen Oleoresin Jahe ........................................................................................... 12

3. Kadar Air Metode Destilasi Azeotropik ..................................................................... 12

4. Analisis Gingerol dan Shogaol ................................................................................... 12

5. Analisis Sensori

a. Uji Intensitas Kepedasan (Meilgaard et al., 1999) .............................................. 13

b. Uji Hedonik ........................................................................................................ 13

c. Pengolahan Data Sensori ..................................................................................... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK JAHE ................................................................................................. 15

1. Kadar Air Jahe ............................................................................................................... 17

2. Rendemen Jahe Bubuk dan Oleoresin Jahe ................................................................... 17

B. KADAR GINGEROL DAN SHOGAOL .......................................................................... 18

C. UJI INTENSITAS KEPEDASAN DAN HEDONIK ....................................................... 20

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN ....................................................................................................................... 23

B. SARAN .............................................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 24

LAMPIRAN ..................................................................................................................................... 29

Page 11: jurnal jahe

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik tiga jenis utama jahe ..................................................................................... 4

Tabel 2. Standar mutu simplisia ....................................................................................................... 5

Tabel 3. Komponen zat gizi jahe (Zingiber officinale) .................................................................... 6

Tabel 4. Komposisi pelarut yang digunakan dalam kolom HPLC ................................................... 13

Tabel 5. Kadar air dan rendemen hasil olahan ketiga jenis jahe ...................................................... 16

Page 12: jurnal jahe

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman jahe ................................................................................................................................ 3

Gambar 2. Rimpang jahe gajah ...................................................................................................................... 3

Gambar 3. Struktur senyawa kimia pada komponen jahe ................................................................ 7

Gambar 4. Degradasi termal gingerol .............................................................................................. 8

Gambar 5. Diagram alir penelitian secara umum ............................................................................. 11

Gambar 6. Rimpang jahe (a) gajah, (b) emprit, dan (c) merah yang digunakan dalam penelitian ... 15

Gambar 7. Kadar air jahe segar dan jahe bubuk (basis basah) ......................................................... 17

Gambar 8. Rendemen bubuk jahe dan oleoresin jahe (basis basah) ................................................. 18

Gambar 9. Kadar gingerol dan shogaol jahe .................................................................................... 19

Gambar 10. Hasil uji intensitas kepedasan jahe ............................................................................... 21

Gambar 11. Hasil uji hedonik jahe (skala 0-7) ................................................................................ 21

Page 13: jurnal jahe

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alir proses pengeringan jahe .......................................................................... 29

Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan oleoresin jahe ............................................................ 29

Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe ............................................................ 30

Lampiran 4. Dokumentasi penelitian ............................................................................................... 31

Lampiran 5. Data faktor koreksi kadar air........................................................................................ 32

Lampiran 6. Data kadar air jahe segar .............................................................................................. 33

Lampiran 7. Data kadar air jahe bubuk ............................................................................................ 34

Lampiran 8. Data rendemen jahe bubuk .......................................................................................... 35

Lampiran 9. Data rendemen oleoresin jahe ...................................................................................... 36

Lampiran 10a. Kromatogram standar gingerol (ulangan 1) ............................................................. 37

Lampiran 10b. Kromatogram standar gingerol (ulangan 2) ............................................................. 38

Lampiran 11a. Kromatogram simplisia jahe gajah (ulangan 1) ....................................................... 39

Lampiran 11b. Kromatogram simplisia jahe gajah (ulangan 2) ....................................................... 40

Lampiran 12a. Kromatogram simplisia jahe emprit (ulangan 1) ...................................................... 41

Lampiran 12b. Kromatogram simplisia jahe emprit (ulangan 2) ..................................................... 42

Lampiran 13a. Kromatogram simplisia jahe merah (ulangan 1) ...................................................... 44

Lampiran 13b. Kromatogram simplisia jahe merah (ulangan 2) ...................................................... 45

Lampiran 14a. Data perhitungan uji (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol simplisia jahe

gajah, jahe emprit, dan jahe merah .......................................................................... 46

Lampiran 14b. Data (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol simplisia jahe gajah, jahe emprit,

dan jahe merah ........................................................................................................ 48

Lampiran 15. Contoh kuesioner uji hedonik .................................................................................... 49

Lampiran 16. Contoh kuesioner uji intensitas kepedasan ................................................................ 50

Lampiran 17a. Hasil uji intensitas kepedasan minuman jahe ........................................................... 51

Lampiran 17b. Uji keragaman (ANOVA) pada uji intensitas kepedasan jahe ................................. 52

Lampiran 18a. Hasil uji hedonik minuman jahe .............................................................................. 53

Lampiran 18b. Uji keragaman (ANOVA) pada uji hedonik minuman jahe ..................................... 56

Page 14: jurnal jahe

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah dalam suku temu-

temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temulawak (Curcuma

xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur

(Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga), dan lain-lain yang telah digunakan

secara luas di dunia baik sebagai bumbu dapur maupun sebagai obat medis terhadap

penyakit-penyakit ringan. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina.

Bagian utama yang dimanfaatkan pada tanaman jahe adalah rimpang jahe. Berdasarkan

morfologinya (ukuran, bentuk, dan warna rimpang), di Indonesia dikenal tiga jenis jahe, yaitu

jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah atau dikenal jahe sunti (Paimin dan Murhananto,

1991).

Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak rimpangnya

lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya.

Jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe

segar maupun jahe olahan. Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe

emprit ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen

setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah sehingga

rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan,

atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Koswara, 1995).

Jahe merah rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil daripada jahe putih kecil.

Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan

minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

Diantara ketiga jenis jahe tersebut, jahe merah mempunyai kandungan minyak atsiri yang

tinggi (Yuliani et al., 1991 diacu dalam Rosita et al., 1997).

Komponen yang terkandung dalam rimpang jahe sangat banyak gunanya, seperti

sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa bahan pangan, digunakan dalam industri

farmasi, industri parfum, industri kosmetika, dsb. Jahe yang masih muda dimakan sebagai

lalap, acar, dan manisan baik basah maupun kering. Di Indonesia, jahe segar dan simplisia

jahe digunakan sebagai bahan pembuat jamu dan berperan dalam pengobatan tradisional

(Paimin dan Murhananto, 1991).

Ada tiga jenis produk primer dari rimpang jahe, yaitu: jahe segar, jahe awetan dalam

sirup atau asinan, dan jahe kering. Jahe awetan dibuat dari rimpang jahe yang masih muda,

yaitu semakin pungent dan semakin tajam aromanya terbuat dari jahe yang cukup umur dan

rimpang jahe tua yang telah dikeringkan (Farrel, 1990). Jahe segar dikonsumsi sebagai

sayuran, baik jahe yang masih muda atau yang sudah tua. Jahe awetan dan jahe kering

merupakan produk utama yang digunakan sebagai perdagangan jahe internasional. Jahe

kering digunakan secara langsung sebagai bumbu dan juga disiapkan ekstraknya untuk dibuat

oleoresin dan minyak atsiri jahe yang diperoleh dengan cara penyulingan yang digunakan

sebagai ingridien flavor pada industri pangan (Koswara, 1995).

Oleoresin jahe diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut organik dari jahe kering.

Oleoresin jahe memiliki karakteristik organoleptik bumbu yang penuh, seperti aroma,

Page 15: jurnal jahe

2

citarasa, dan pungent (kepedasan). Oleoresin jahe berwarna gelap, hijau-kecoklatan, dan

semisolid digunakan dalam beberapa minuman dan penggunaan terbatas dalam obat farmasi

(Farrel, 1990). Minyak atsiri jahe disuling dari jahe kering dan mengandung aroma dan

flavor jahe, namun sedikit memiliki kepedasan. Minyak atsiri terutama digunakan sebagai

pecitarasa dalam minuman, konfeksionari, digunakan dalam industri farmasi dan parfum

(Vernin dan Parkanyi, 2005 diacu dalam Ravindran dan Babu, 2005).

Sifat khas pedas jahe atau pungent berasal dari atribut senyawa kimia jahe seperti

zingeron, shogaol, dan gingerol sedangkan konstituen flavor dari minyak atsiri seperti sineol,

borneol, geraniol, linalool, dan farmasen yang memberikan aroma khas pada jahe (Farrel,

1990). Oleoresin jahe mengandung komponen flavor yang memberikan rasa pedas (pungent)

jahe. Dua komponen utama yang memberikan pungent jahe adalah gingerol dan shogaol

(Ravindran dan Babu, 2005). Rendemen oleoresin jahe berkisar antara 3.2-9.5%, sementara

kandungan gingerol dalam oleoresin antara 14-25% dan shogaol dalam oleoresin antara 2.8-

7.0% (Zachariah et al., 1993 diacu dalam Ravindran dan Babu, 2005).

Senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam jahe seperti gingerol, shogaol, dan

paradol diteliti memiliki sifat sebagai anti-inflamasi, antioksidan, antibakteri, dan

antitrombosit (Liburt, 2005 diacu dalam Williams dan Lamprecht, 2008). Gingerol diteliti

memiliki efek analgesik, sedatif, dan antibakteri secara in vitro dan in vivo (Mascolo et al.,

1989 dan Connel, 1970 diacu dalam Kemper, 1999). Senyawa shogaol jahe yang diekstrak

dengan heksan diteliti memiliki efek antifouling agents (Etoh et al., 2002).

Pemilihan jahe yang digunakan dalam penelitian ini (jahe gajah, jahe emprit, dan

jahe merah) berdasarkan alasan bahwa jahe-jahe tersebut adalah jahe lokal yang diproduksi

dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sehingga penelitian ini diharapkan dapat

menambah informasi tentang kandungan gingerol-shogaol jahe serta memberikan penjelasan

tentang kandungan gingerol-shogaol jahe. Selain itu, uji intensitas kepedasan dan uji hedonik

(kesukaan) juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kepedasan serta preferensi panelis

diantara ketiga jahe tersebut.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kandungan gingerol dan shogaol jahe gajah

(Zingiber officinale var. Roscoe), jahe emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe

merah (Zingiber officinale var. Rubrum) serta mengetahui intensitas kepedasan dan

penerimaan panelis pada jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah secara sensori.

Page 16: jurnal jahe

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAHE

Tanaman jahe termasuk Famili Zingiberaceae yang merupakan tanaman herba

menahun, berakar serabut, dan termasuk kelas monokotil atau berkeping satu. Jahe tumbuh

subur di ketinggian 10-1500 m dpl, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500-950 m dpl.

Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan jahe optimal adalah 25-30oC (Januwati dan Herry,

1997).

Morfologi jahe secara umum terdiri atas struktur rimpang, batang, daun, bunga dan

buah. Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30-100 cm. Akarnya berbentuk

rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat.

Daun menyirip dengan panjang 15-23 mm dan panjang 8-15 mm. Berdasarkan ukuran,

bentuk, dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang dikenal, yaitu: jahe gajah (Zingiber

officinale var. Roscoe) atau jahe putih, jahe putih kecil atau jahe emprit (Zingiber officinale

var. Amarum), dan jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) atau jahe sunti (Wardana

dkk, 2002).

Gambar 1. Tanaman jahe Gambar 2. Rimpang jahe gajah

Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak memiliki rimpang

yang lebih besar dan gemuk dengan ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas

lainnya. Bagian dalam rimpang apabila diiris/dipotong/dipatahkan akan terlihat berwarna

kekuningan. Tinggi rimpang dapat mencapai 6-12 cm, dengan panjang antara 15-35 cm,

dan diameter berkisar 8.47-8.50 cm. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur

muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan (Syukur, 2002;

Hamiudin, 2007).

Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe emprit memiliki struktur rimpang kecil,

agak rata sampai agak sedikit menggembung, dan berlapis. Daging rimpang berwarna

putih kekuningan. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak

atsirinya lebih besar daripada jahe gajah sehingga rasanya lebih pedas, disamping

seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin

dan minyak atsirinya (Syukur, 2002; Hamiudin, 2007).

Jahe merah atau jahe sunti memiliki rimpang berwarna merah dan lebih kecil

daripada jahe putih kecil. Daging rimpangnya berwarna jingga muda sampai merah.

Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm dengan panjang rimpang hingga 12.5 cm. Sama

Page 17: jurnal jahe

4

seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua. Jahe ini memiliki kandungan

minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan (Syukur,

2002; Hamiudin, 2007). Karakteristik tiga jenis jahe (berdasarkan morfologi) dapat dilihat

pada Tabel 1.

Bagian utama pada jahe yang dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang jahe

digunakan secara luas sebagai bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa penyakit.

Rimpang jahe mengandung beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Jahe

segar digunakan sebagai anti muntah (antiematic), anti batuk (antitussive/expectorant),

merangsang pengeluaran keringat, dan menghangatkan tubuh (Kimura et al., 2005).

Jahe dapat dibuat berbagai produk olahan jahe seperti simplisia, oleoresin, minyak

atsiri, dan serbuk jahe. Jahe memiliki sifat khas, yaitu oleoresin dan minyak atsiri. Minyak

atsiri dan oleoresin jahe terdapat pada sel-sel minyak jaringan korteks dekat permukaan kulit

(Koswara, 1995).

Tabel 1. Karakteristik tiga jenis utama jahe

Bagian tanaman Jahe gajah Jahe emprit Jahe merah

Struktur rimpang Besar berbuku Kecil berlapis Kecil berlapis

Warna irisan Putih kekuningan Putih kekuningan Jingga muda

sampai merah

Berat per rimpang (kg)

Diameter rimpang (cm)

0.18-2.08

8.47-8.50

0.10-1.58

3.27-4.05

0.20-1.40

4.20-4.26

Kadar minyak atsiri (%) 0.82-1.66 1.50-3.50 2.58-3.90

Kadar pati (%) 55.10 54.70 44.99

Kadar serat (%) 6.89 6.59 -

Kadar abu (%) 6.60-7.57 7.39-8.90 7.46

Sumber: Dimodifikasi dari Rostiana dkk. (1991); Sri Yuliani dan Risfaheri (1990) diacu dalam

Bermawie, dkk (1997)

Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari

ekstraksi menggunakan pelarut organik. Menurut Guenther (1952), oleoresin jahe merupakan

cairan kental berwarna kuning, mempunyai rasa pedas yang tajam, larut dalam alkohol dan

potroleum eter, dan sedikit larut dalam air. Jahe mengandung resin yang cukup tinggi

sehingga dapat dibuat sebagai oleoresin. Kelebihan oleoresin adalah lebih higienis dan

memberikan rasa pedas (pungent) yang lebih kuat dibandingkan bahan asalnya.

Minyak atsiri adalah minyak yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap

dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Guzman dan Siemonsma (1999),

menyebutkan minyak atsiri jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning

dan berbau harum khas jahe. Sebagian minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan dan

hidrodestilasi. Minyak atsiri jahe memberikan aroma harum dan umumnya minyak atsiri

rempah digunakan sebagai bahan citarasa dalam makanan.

Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat karena

kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi sehingga lebih ampuh

menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit. Kandungan minyak atsiri jahe merah

berkisar antara 2.58-3.72% (bobot kering), sedangkan jahe gajah 0.82-1.68% dan jahe emprit

Page 18: jurnal jahe

5

1.5-3.3%. Selain itu, kandungan oleoresin jahe merah juga lebih tinggi dibandingkan jahe

lainnya, yaitu 3% dari bobot kering (Herlina et al., 2002).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah

dikeringkan (Ditjen POM, 1982). Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air

sampai batas yang terbaik sekitar 8-10% karena pada tingkat kadar air tersebut bahan cukup

aman terhadap pencemaran, baik yang disebabkan oleh jamur maupun insektisida. Ada

berbagai macam pengeringan, yaitu dengan penjemuran langsung, dianginkan ataupun

dengan udara panas yang mengalir (Mulyono dan Hernani, 1991).

Berdasarkan kadar minyak atsiri, pengeringan dengan cahaya matahari (T = 29.9-

40.1oC) menghasilkan kadar minyak atsiri yang cukup tinggi dibandingkan dengan alat

pengering lainnya. Hal ini dikarenakan proses pengeringan yang terjadi berjalan lambat

(lebih kurang dua minggu) sehingga senyawa volatil yang teruapkan lebih sedikit.

Pengeringan cara oven lebih cepat (lebih kurang dua hari) karena suhunya lebih tinggi dan

konstan (T = 45-55oC). Persyaratan mutu simplisia jahe ditetapkan oleh Materia Medika

Indonesia dalam Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu simplisia

Karakteristik Nilai

Kadar air, maksimum 12%

Kadar minyak atsiri, maksimum 1.5%

Kadar abu, maksimum 8.0%

Berjamur/berserangga

Benda asing, maksimum

Tidak ada

2.0%

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa ekstrak jahe dapat

menghambat proliferasi sel kanker (THP-1/monocytic leukimia cell line, K-

562/erythroleukemic cell line, dan A549/lung carcinoma) serta sel normal (sel vero/Kidney

African Green Monkey) pada konsentrasi tertentu tergantung pada karakteristik sel itu sendiri

(Agustinasari, 1998). Selain itu, berdasarkan penelitian Yuliasari (1997), ektrak jahe-air yang

ditambahkan pada media kultur sel dapat meningkatkan aktivitas sel NK (natural killer)

dalam melisis sel kanker secara in vitro. Oleoresin jahe juga diketahui dapat meningkatkan

aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) pada hati dan ginjal tikus yang mengalami

perlakuan stres (Prasetyawati, 2003; Nurdiana, 2003).

Penelitian tentang jahe merah antara lain, yaitu ekstrak jahe merah diketahui mampu

bersifat toksik bagi sel kanker THP-1 (Ahmad, 2008). Ekstrak air jahe merah juga diketahui

mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida darah tikus hiperuresemia (Safaati, 2007).

Selain itu, ekstrak jahe merah dapat menurunkan konsentrasi asam urat tikus putih jantan

hiperuresemia (Mudrikah, 2006). Sementara itu ekstrak jahe emprit mempunyai efek

penghambatan terhadap proliferasi sel kanker K-562 (Rizki, 2004).

B. KANDUNGAN SENYAWA KIMIA JAHE

Senyawa kimia rimpang jahe menentukan aroma dan tingkat kepedasan jahe.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe adalah antara lain:

jenis jahe, tanah sewaktu jahe ditanam, umur rimpang saat dipanen, pengolahan rimpang jahe

Page 19: jurnal jahe

6

(dijadikan bubuk, manisan, atau kristal jahe), dan ekosistem tempat jahe berada

(Rismunandar, 1988).

Redgrove (1933), Guenther (1952), dan Masada (1976) berpendapat bahwa

komponen cita rasa yang utama dalam jahe adalah minyak volatil yang terdiri dari zingiberen

(C15H24), zingiberol (seskuiterpen alkohol), D-β-feladren, dan kamfen (terpen); sineol

(turunan alkohol); metil heptenon, d-borneol, graniol, linalaol, dan kavikol (fenol).

Tabel 3. Komponen zat gizi jahe (Zingiber officinale) per 100 gram

Komponen Jumlah

Jahe segar

(bb)

Jahe kering

(bk)

Energi (KJ) 184,0 1424,0

Protein (g) 1,5 9,1

Lemak (g) 1,0 6,0

Karbohidrat (g) 10,1 70,8

Kalsium (mg) 21 116

Phospat (mg) 39 148

Besi (mg) 4,3 12

Vitamin A (SI) 30 147

Thiamin (mg) 0,02 -

Niasin (mg) 0,8 5

Vitamin C (mg) 4 -

Serat kasar (g) 7,53 5,9

Total abu (g) 3,70 4,8

Magnesium (mg) - 184

Natrium (mg) 6,0 32

Kalium (mg) 57,0 1342

Seng (mg) – 5

Sumber: Koswara (1995)

Kandungan senyawa kimia jahe yang dilaporkan oleh Natarajam et al. (1972), yaitu

1-2.7% minyak esensial, 3.9-9.3% ekstrak aseton, 4.8-9.8% serat kasar, 40.4-59% pati.

Menurut Nybe et al. (2007), komponen-komponen ini berbeda pada tiap jahe tergantung dari

kesegaran jahe (jahe segar atau jahe kering) dan juga usia jahe ketika dipanen. Jahe yang

berumur 5-7 bulan mengandung sedikit serat dan komponen pungent pada jahe tidak tajam,

sementara pada usia 9 bulan, komponen volatil dan pungent jahe mencapai maksimum begitu

juga dengan kandungan serat jahe yang semakin bertambah seiring dengan bertambahnya

usia jahe. Komponen zat gizi jahe segar dan jahe kering dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 20: jurnal jahe

7

Gambar 3. Struktur senyawa kimia pada komponen jahe

Komponen-komponen fenolik pada jahe dapat berkontribusi terhadap flavor jahe.

Beberapa sayuran dan rempah mengandung turunan fenolik yang menyebabkan karakteristik

panas, tajam, dan sensasi menyengat dalam mulut yang disebut pungensi (kepedasan).

Karakteristik pungent dari jahe segar dan juga terdapat dalam oleoresin jahe disebabkan oleh

fenilalkilketon yang merupakan turunan dari vanilin. Kelompok senyawa ini dikenal dengan

gingerol (Shahidi dan Naczk, 1995).

Gingerol atau 1-(3'-metoksi-4'-hidroksifenil)-5-hidroksialkan-3-ones memiliki rantai

samping yang bervariasi. Rantai samping senyawa gingerol yang telah diidentifikasi adalah

(3)-, (4)-, (5)-, (6)-, (8)-, (10)-, dan (12)-gingerol memiliki karbon atom berturut-turut 7, 8, 9,

10, 12, 14, dan 16 (Araona et al., 1999).

Pengolahan jahe seperti pengeringan dapat mengubah gingerol menjadi shogaol.

Shogaol juga memiliki sifat pungent. Shogaol diketahui dapat menghambat biosintesis

prostaglandin dan leukotriena melalui supresi enzim prostaglandin sintase atau 5-

lipoksigenase (Kiuchi et al., 1982, 1992; Flynn dan Rafferty, 1986 diacu dalam Surh, 2002).

Homolog-homolog shogaol yang telah diketahui antara lain (1)-, (4)-, (6)-, (14)-, dan (19)-

shogaol (Araona et al.,1999).

Gingerol dapat berubah menjadi zingeron dan heksanal melalui reaksi pemecahan

retroaldol serta menjadi shogaol melalui dehidrasi pada pemanasan di atas 200oC (Grosch,

1999). Kepedasan jahe semakin berkurang selama penyimpanan karena transformasi gingerol

menjadi shogaol (Purseglove et al., 1981). Transformasi gingerol menjadi shogaol dapat

dilihat pada Gambar 4.

Page 21: jurnal jahe

8

Gambar 4. Degradasi termal gingerol (Purseglove et al., 1981)

C. OLEORESIN JAHE

Oleoresin dari rimpang jahe mengandung [6]-gingerol (1-[4’-hidroksi-3’-

metoksifenil]-5-hidroksi-3-dekanon). Senyawa ini bersifat pungent dan memiliki aktivitas

farmakologi dan fisiologis yang sangat luas (Mustafa et al., 1993; Surh et al., 1998 diacu

dalam Surh, 2002). Senyawa aktif yang paling pungent pada jahe yaitu (6)-gingerol (Shahidi

dan Naczk, 1995). Beberapa review (Connell dan McLachlan, 1972; Murata et al., 1972;

Masada et al., 1973, 1974; Harvey, 1981; Smith, 1982; Chen et al., 1986 diacu dalam

Ravindran dan Babu, 2005) menyebutkan bahwa oleoresin jahe mengandung komponen-

komponen pungent sebagai berikut: (3)-, (4)-, (5)-, (6)-, (8)-, (10)-, (12)-, (14)-gingerol;

metil-(6)-, metil-(8)-, metil-(10)-, metil-(12)-gingerol; (4)-, (6)-, (10)-shogaol; (6)-, (8)-

metilshogaol; (4)-, (6)-, (8)-, (10)-gingediol; (6)-metilgingediol; (4)-, (6)-gingediasetat; (6)-

metilgingediasetat; (4)-, (6)-, (8)-gingerdion; dihidrogingerol; heksahidrokurkumin; dan

desmetilheksahidrokurkumin.

Komposisi kuantitatif oleoresin tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dan

secara umum tersusun oleh komponen-komponen: (1) gingerol dan zingeron, senyawa

turunan fenol dan keto-fenol, (2) shogaol dengan rumus bangun (C17H24O3), yaitu senyawa

homolog dari zingeron, (3) minyak volatil, dan (4) resin (Koswara, 1995). Selain itu,

oleoresin jahe juga mengandung komponen-komponen minor seperti gingerdiol, paradol,

heksahidrokurkumin, dan gingerdiasetat, lemak, lilin, karbohidrat, vitamin, dan mineral

(Kimura et al., 2005; Shukla dan Singh, 2006). Rimpang jahe juga mengandung enzim

proteolitik yang disebut zingibain (Shukla dan Singh, 2006).

Menurut Purseglove (1981), pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi oleoresin

jahe adalah etanol, aseton, dan trikloroetana. Ekstraksi oleoresin menggunakan pelarut etanol

menghasilkan rendemen oleoresin 3.1-6.9% yang memberikan warna coklat tua lebih kental,

sedangkan pelarut aseton menghasilkan rendemen oleoresin sekitar 3.9-10.3% yang

memberikan warna coklat muda dan lebih encer.

Titik didih pelarut yang digunakan untuk ekstraksi perlu dipertimbangkan. Pelarut

yang memiliki titik didih terlalu tinggi memerlukan suhu yang tinggi ketika proses

Page 22: jurnal jahe

9

pemisahan pelarut, sehingga beberapa komponen yang diekstraksi mengalami degradasi atau

ikut menguap dengan pelarutnya. Sebaliknya, pelarut yang memiliki titik didih yang terlalu

rendah dapat mengakibatkan kehilangan pelarut yang berlebihan melalui penguapan yang

secara ekonomis merugikan (Goldman, 1949).

Menurut Farrel (1990), beberapa keuntungan dari oleorsin antara lain: bentuknya

seragam, lebih higinis, mengandung citarasa yang lengkap seperti kompenen bahan asalnya,

bebas dari bakteri dan kontaminan lain, tidak mengandung enzim, mengandung antioksidan

alami, memiliki umur simpan yang relatif lama (pada kondisi normal), kehilangan minyak

atsiri akibat penguapan dapat diminimalisir, dan hemat dalam tempat penyimpanan.

Sementara beberapa kerugian dari oleoresin antara lain: mengandung tanin, kemungkinan

masih mengandung pelarut, bersifat viskos (kental) sehingga menyulitkan dalam

penimbangan dan dapat menempel pada wadah penyimpanan (hilang), bersifat immiscible

(tidak larut) sehingga tidak terdispersi dengan baik dalam matriks makanan, konsentrasinya

tinggi, dan citarasanya dipengaruhi oleh sumber dan kualitas bahan bakunya yang tidak

memungkinkan sumber yang sama seperti bahan yang ingin digantikan.

Komponen utama minyak atsiri jahe adalah seskuiterpen, monoterpen, dan

monoterpen teroksidasi. Beberapa kandungan minyak atsiri jahe yaitu, zingiberen, kurkumin,

borneol, geraniol, dan linalool. Komponen utama minyak atsiri yang membuat harum adalah

zingiberen dan zingiberol. Zingiberen merupakan seskuiterpen hidrokarbon, sedangkan

zingiberol merupakan seskuiterpen alkohol (Koswara, 1995).

D. FLAVOR JAHE

Substansi-substansi fenolik berperan pada pembentukan flavor sejumlah rempah-

rempah dan tanaman obat. Beberapa turunan fenolik menyebabkan karakteristik panas, tajam

(sharp), dan sensasi menyengat (stinging) yang gabungannya disebut pungensi . Karakter

pungent dari jahe segar dan oleoresin jahe disebabkan oleh senyawa fenilalkil keton yang

merupakan turunan vanilin. Kelompok senyawa ini dikenal dengan gingerol (Shahidi dan

Naczk, 1995). Selain itu, zingerol dan shogaol juga berperan dalam flavor pungent jahe

(Hirasa dan Takemasa, 1998).

Menurut Heath dan Pharm (1978), senyawa turunan terpenoid pada jahe seperti

seskuiterpen zingiberene juga memberikan kontribusi sensori berupa hangat, pedas (spicy),

dan bersifat (woody). Komponen-komponen minyak atsiri pada jahe terutama merupakan

golongan terpen yang mengandung atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Senyawa

kimia pembentuk flavor pada minyak atsiri jahe lainnya, yaitu gingiberen, felandren, borneol,

linalool, shogaol, dan gingeroen.

Page 23: jurnal jahe

10

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan

Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima bulan mulai

dari Desember 2010 hingga April 2011.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rimpang jahe emprit, jahe

gajah, dan jahe merah yang diperoleh dari Pasar Bogor yang berusia antara 8-9 bulan. Jahe

gajah yang digunakan berasal dari Pekalongan, sementara jahe emprit dan jahe merah

merupakan jahe Bogor. Bahan untuk ekstraksi yaitu etanol 95% (diperoleh dari CV. Jati

Perkasa Mandiri). Bahan untuk analisis yaitu toluena (diperoleh dari CV. Jati Perkasa

Mandiri). Bahan-bahan untuk analisis sensori yaitu sukrosa dan air mineral (diperoleh dari

air isi ulang ICAN).

Alat-alat yang digunakan antara lain HPLC, labu Bidwell-Sterling, labu didih, alat

destilasi lengkap dengan kondensor, pemanas berjaket (hot plate), neraca analitik, oven

vakum, pompa vakum, rotary evaporator, blender, gelas saji untuk analisis sensori, serta

alat-alat gelas yang dibutuhkan.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua penelitian utama, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan bertujuan memperoleh simplisia jahe dan

oleoresin jahe, sementara penelitian lanjutan bertujuan mengetahui kadar air dan rendemen

jahe, mengetahui kandungan senyawa gingerol dan shogaol simplisia jahe serta mengetahui

intensitas kepedasan dan kesukaan panelis terhadap oleoresin jahe menggunakan uji-uji

sensori. Diagram alir penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 5.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan berupa pembuatan bubuk jahe (simplisia jahe) dan oleoresin

jahe. Pembuatan oleoresin jahe diawali dengan pembuatan bubuk jahe. Bubuk jahe dibuat

dari jahe segar yang ditimbang sebanyak ±800 gram. Jahe kemudian dipotong tipis-tipis

tanpa proses pengupasan terlebih dahulu. Setelah itu, jahe kemudian dikeringkan dalam oven

vakum pada suhu 49-55oC selama dua hari dan dihaluskan dengan menggunakan blender.

Hasil yang diperoleh adalah bubuk jahe. Gambar bubuk jahe dapat dilihat pada Lampiran 4.

Bubuk jahe ini kemudian direndam dalam larutan etanol 95% sebanyak tiga kali

dengan perbandingan bubuk jahe : etanol sebesar 1 : 4. Filtrat kemudian disaring dengan

pompa vakum dan dipekatkan dengan rotari evaporator pada kecepatan 80 rpm dan suhu

50oC. Pemekatan ini berlangsung hingga tidak ada lagi etanol yang menetes di bagian labu

pemisah. Ekstrak jahe yang diperoleh merupakan oleoresin kental, pekat, dan berwarna

kecoklatan. Gambar oleoresin jahe dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 24: jurnal jahe

11

2. Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan berupa uji kadar air, perhitungan rendemen jahe, dan uji kadar

gingerol dan shogaol jahe. Uji gingerol dan shogaol dilakukan di Laboratorium Biofarmaka-

Bogor menggunakan metode yang diacu dalam AOAC (Lee et al., 2007). Senyawa-senyawa

homolog gingerol yang diujikan yaitu (6)-, (8)-, dan (10)-gingerol, sementara senyawa

shogaol jahe yang diujikan yaitu homolog (6)-shogaol.

Kadar gingerol dan shogaol yang telah diketahui kemudian diteliti pengaruhnya

terhadap kepedasan dengan uji intensitas kepedasan. Selain itu juga, diteliti kesukaan panelis

diantara ketiga jenis jahe dengan uji hedonik. Kedua uji sensori ini menggunakan oleoresin

jahe yang diaplikasikan dalam minuman jahe.

Gambar 5. Diagram alir penelitian secara umum

D. METODE ANALISIS

1. Rendemen Jahe

Rendemen jahe kering dan bubuk jahe

Rendemen jahe kering diperoleh dari menimbang jahe kering yang telah

dikeringkan dari oven vakum dan dibandingkan dengan bobot jahe segar yang

dimasukkan ke dalam oven. Rendemen bubuk jahe diperoleh dari menimbang jahe kering

yang telah dihaluskan (jahe bubuk) dan dibandingkan dengan jahe segar yang dimasukkan

ke dalam oven vakum.

Pembuatan bubuk jahe

(Lampiran 1)

Pembuatan oleoresin jahe

(Lampiran 2)

Pembuatan minuman jahe

(Lampiran 3)

Jahe segar

Bubuk jahe (simplisia)

Oleoresin jahe

-uji kadar air

-uji gingerol dan shogaol

-uji kadar air

-uji intensitas kepedasan

-uji hedonik

Minuman jahe

Page 25: jurnal jahe

12

Rendemen jahe kering = x 100%

Rendemen bubuk jahe = x 100%

2. Rendemen Oleoresin Jahe

Rendemen dihitung berdasarkan bobot oleoresin yang dihasilkan dibandingkan

dengan bobot bubuk jahe yang digunakan untuk ekstraksi oleoresin (basis kering).

Kadarnya dihitung sebagai berikut:

Rendemen oleoresin jahe = x 100%

3. Analisis Kadar Air Metode Destilasi Azeotropik (SNI 01-3181-1992

yang dimodifikasi)

Labu didih dan tabung Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC

sebelum digunakan dan didinginkan dalam desikator. Bubuk jahe ditimbang sebanyak 3

gram dan dimasukkan ke dalam labu didih yang telah dikeringkan dan ditambahkan 60-80

ml toluena. Setelah alat dirangkai, refluks pada suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama

45 menit kemudian suhunya dinaikkan (skala 8) dan dipanaskan selama 60-90 menit.

Volume air yang terdestilasi dibaca. Penetapan faktor destilasi diperoleh dengan

mengganti sampel ekstrak jahe dengan air (4 gram). Kadar air jahe segar juga diukur

menggunakan metode yang sama, hanya bubuk jahe diganti dengan jahe segar. Kadar air

bahan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air =

Keterangan: Ws = berat contoh (g)

Vs = volume air yang didestilasi dari contoh (ml)

FD = faktor destilasi (g/ml)

Faktor destilasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

FD =

Keterangan: W = berat air yang akan didestilasi (w)

V = volume air yang terdestilasi (ml)

4. Analisis Gingerol dan Shogaol (Lee et al., 2007)

Pengujian komposisi kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol pada

ketiga jenis jahe dilakukan dengan menggunakan metode LC-PDA (liquid

chromatography - photodiode array detection). Simplisia jahe diekstrak dengan sonikasi

menggunakan metanol pada suhu ruang. Ekstrak kemudian dianalisis dengan HPLC

(Shim pack ODS VP C18 150Lx4.6). Suhu kolom oven 40oC. Panjang gelombang 280 nm

Page 26: jurnal jahe

13

dan laju alir fase gerak 1 ml/menit. Pelarut yang digunakan dalam kolom C-18 adalah air

dan asetonitril (fase gerak). Komposisi pelarut dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi pelarut yang digunakan dalam kolom HPLC

Waktu (menit) Air (%) Asetonitril (%)

0 60 40

10 60 40

40 10 90

5. Analisis Sensori

a. Uji Intensitas Kepedasan Jahe (Meilgaard et al., 1999)

Uji intensitas kepedasan jahe dilakukan untuk mengukur tingkat kepedasan

yang dirasakan dari minuman ketiga jenis jahe. Ketiga jenis jahe disajikan dalam

bentuk minuman jahe. Minuman jahe dibuat dari ekstrak jahe (oleoresin) yang

dilarutkan dalam larutan gula 8% (b/v). Konsentrasi oleoresin yang terdapat dalam

setiap jenis minuman jahe adalah sebesar 60 ppm (b/v). Karena oleoresin tidak larut

dalam air, maka dalam persiapannya oleoresin yang telah diaduk bersama larutan

gula didiamkan beberapa saat agar butiran oleoresinnya mengambang pada bagian

permukaan kemudian baru dituangkan ke dalam gelas saji. Hal ini dilakukan untuk

meminimalisasi ketidakhomogenan minuman jahe. Cara pembuatan minuman jahe

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sebanyak 30 orang panelis tidak terlatih (namun telah terbiasa dengan

pengujian sensori) diminta untuk memberikan penilaian terhadap tingkat kepedasan

jahe dengan cara mencicipi sampel minuman jahe, kemudian panelis menilai atribut

kepedasan masing-masing minuman jahe dengan cara memberikan tanda pada garis

(unstructured-line scale) untuk menunjukkan intensitas yang dirasakan.

Unstructured-line scale yang digunakan adalah garis horizontal sepanjang 15 cm

(Meilgaard et al., 1999), titik 0 menunjukkan none (tidak ada rasa pedas sama

sekali) dan titik 15 menunjukkan very (sangat pedas sekali).

b. Uji Hedonik (Meilgaard et al., 1999)

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Tingkat–tingkat

kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka“ dapat mempunyai

skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya

jika tanggapan itu “tidak suka“ dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan

agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu antara agak

suka dan agak tidak suka.

Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala

yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik

dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat

dilakukan analisis secara statistik. Jumlah panelis yang digunakan pada uji ini yaitu

antara 75-150 orang (Lawless dan Heyman, 1998).

Page 27: jurnal jahe

14

Pengujian hedonik dilakukan dengan menyajikan ketiga jenis oleoresin

jahe yang telah dibuat menjadi minuman. Minuman jahe untuk uji hedonik sama

seperti minuman jahe yang digunakan dalam uji intensitas kepedasan. Atribut-

atribut yang diamati antara lain rasa, aroma, dan keseluruhan (overall). Sebanyak

78 panelis tidak terlatih yang diambil secara acak di sekitar kampus IPB diminta

untuk memberikan penilaian terhadap masing-masing sampel tanpa

membandingkan satu sama lain dan juga mengulang-ulang penilaian. Skala

penilaian yang digunakan yaitu skala 7 angka dengan nilai 1 (sangat tidak suka) dan

nilai 7 (sangat suka).

c. Pengolahan Data Sensori

Data hasil uji intensitas kepedasan dan uji hedonik yang diperoleh

dinyatakan dalam rata-rata±SD (standar deviasi). Analisis statistik dilakukan dengan

menggunakan One-Way ANOVA dengan taraf nyata 0.05. Data diolah dengan

menggunakan software SPSS 16.0. Uji lanjutan Duncan digunakan untuk

menentukan apakah terdapat perbedaan nyata antar sampel.

Page 28: jurnal jahe

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK JAHE

Rimpang jahe yang digunakan pada penelitian ini ada tiga jenis, yaitu jahe gajah

(Zingiber officinale var. Roscoe), jahe emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe

merah (Zingiber officinale var. Rubrum). Ketiga jenis jahe tersebut merupakan jahe lokal

yang berasal dari Indonesia yang memiliki perbedaan morfologi yang jelas (Gambar 6). Jahe

gajah berukuran sangat besar dengan panjang antara 18-21 cm, kulitnya berwarna coklat

muda, dengan kandungan serat sedikit. Bila diiris, memberikan aroma yang sangat kuat khas

aroma jahe.

Jahe emprit berukuran kecil (antara 5-8 cm), berwarna coklat muda namun lebih

gelap dari jahe gajah, seratnya banyak (lebih sulit diiris dibandingkan jahe gajah). Bila diiris,

aroma jahe emprit tidak sekuat aroma jahe gajah. Jahe merah berukuran hampir sama dengan

jahe emprit, namun warna kulitnya lebih coklat. Bila diiris, aroma jahe merah tidak begitu

kuat, seratnya lebih banyak daripada jahe gajah.

Perbedaan jahe merah dan jahe emprit adalah pada warna kulitnya, yaitu ketika

diiris jahe merah terlihat berwarna merah jambu pada bagian tepi kulitnya, sementara pada

jahe emprit berwarna coklat muda. Masing-masing jenis jahe yang digunakan dalam

penelitian ini berusia antara 8-9 bulan dimana jahe telah mencapai tingkat kematangan yang

cukup (tua) dan memiliki aroma, flavor, dan kepedasan yang utuh. Bila jahe yang digunakan

berusia lebih dari 9 bulan, menghasilkan produk dengan kandungan serat yang tinggi

(Purseglove et al., 1981).

Gambar 6. Rimpang jahe (a) gajah, (b) emprit, dan (c) merah yang digunakan dalam

penelitian

Pembuatan oleoresin jahe diawali dengan pembuatan bubuk jahe. Bubuk jahe dibuat

dari jahe segar yang dikeringkan dalam oven. Mulanya, jahe segar dicuci dan disikat untuk

menghilangkan sisa tanah yang menempel setelah pemanenan. Jahe kemudian dikeringkan di

bawah sinar matahari selama 2-3 jam. Setelah kering, jahe diiris-iris tipis dan dikeringkan

dengan oven vakum pada suhu 50-55oC selama 40-48 jam. Pengirisan jahe dilakukan tanpa

pengupasan kulit karena pada bagian kulit jahe mengandung komponen minyak atsiri yaitu

pada bagian korteks jahe sehingga dapat mengurangi hilangnya minyak atsiri (Koswara,

1995). Begitu pula dengan pemilihan oven vakum untuk pengeringan dan penggunaan suhu

oven pada kisaran 50-55oC, yaitu untuk meminimalisasi kehilangan minyak atsiri akibat

penguapan selama pengeringan pada suhu tinggi.

a c b

Page 29: jurnal jahe

16

Menurut Richardson (1966) yang diacu dalam Purseglove et al., (1981), suhu

optimum untuk pengeringan jahe yang menggunakan pengering rak dengan irisan satu lapis

pada tiap rak pada suhu 48.5-81oC menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari sampel

jahe dalam hal kandungan minyak atsiri dan oleoresin jahe. Tetapi pada suhu 65oC atau lebih,

terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap. Pengeringan jahe untuk perdagangan rempah

sebaiknya pada suhu dibawah 57oC, namun untuk keperluan ekstraksi, suhu hingga 81

oC

dapat digunakan.

Jahe yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender. Penghalusan jahe

menggunakan blender dilakukan selama 2 menit dengan kecepatan sedang-tinggi. Jahe yang

diperoleh adalah jahe bubuk. Jahe segar yang belum dikeringkan dan jahe bubuk yang

diperoleh diukur kadar airnya menggunakan metode destilasi azeotropik (SNI 01- 3181-1992

yang dimodifikasi).

Ekstraksi jahe dilakukan dengan metode maserasi (perendaman) pada suhu ruang.

Jahe bubuk direndam dalam pelarut etanol 95% dengan perbandingan bubuk jahe : etanol =

1:4. Penggunaan pelarut etanol karena pelarut ini bersifat aman (Somaatmaja, 1981),

polaritas tinggi, larut dalam air, dapat mengekstrak komponen polar lebih banyak

dibandingkan aseton dan heksan (Purseglove et al., 1981), dan memiliki titik didih 78.4oC.

Penggunaan pelarut dengan titik didih rendah dapat menyebabkan kehilangan (loss) pada saat

evaporasi, sementara penggunaan pelarut dengan titik didih tinggi akan mempersulit

pemisahan sehingga dapat menyebabkan kerusakan oleoresin pada saat pemisahan (Kirk dan

Othmer, 1952).

Ekstraksi dilakukan selama 72 jam, setiap 24 jam ekstrak jahe-etanol dipisahkan

dari bubuk jahe. Bubuk jahe yang telah dipisahkan dari etanol tersebut kemudian ditambah

kembali dengan etanol dengan perbandingan 1:4. Pengulangan ekstraksi sebanyak tiga kali

ini bertujuan memperoleh komponen-komponen fenolik yang bersifat pungent pada oleoresin

jahe terekstrak secara sempurna. Penggantian etanol setiap 24 jam bertujuan

mempertahankan minyak atsiri selama proses maserasi agar tidak terlalu banyak yang

menguap dan mengalami oksidasi sehingga berbau tengik (Ariviani, 1999).

Hasil ekstrak jahe-etanol yang berwarna coklat muda hingga coklat gelap disaring

menggunakan pompa vakum. Selanjutnya ekstrak ini dipisahkan dengan rotari evaporator

pada suhu 50oC hingga tidak ada lagi etanol yang menetes. Hasil yang diperoleh adalah

oleoresin jahe yang berwarna coklat gelap dan bersifat lengket (Lampiran 4). Oleoresin jahe

ini kemudian disimpan dalam vial gelap untuk mengurangi oksidasi akibat cahaya serta

disimpan dalam freezer untuk digunakan kemudian. Secara ringkas, kadar air dan rendemen

hasil olahan ketiga jenis jahe dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar air dan rendemen hasil olahan ketiga jenis jahe

Karakteristik Jahe gajah Jahe emprit Jahe merah

Kadar air jahe segar (%bb) 89.15 88.17 85.50

Kadar air jahe kering (%bb) 8.26 7.70 7.03

Rendemen bubuk jahe (%) 8.99 17.15 18.21

Rendemen oleoresin jahe

dalam bubuk jahe (%) 2.02 12.52 11.35

Page 30: jurnal jahe

17

1. Kadar air jahe

Jahe merupakan komoditas yang kadar airnya cukup tinggi. Berdasarkan hasil

pengukuran diperoleh kadar air jahe gajah segar 89.15% (bb), jahe emprit segar 88.17%

(bb), dan jahe merah segar 85.50% (bb). Kadar air jahe segar mempengaruhi rendemen

bubuk jahe dan rendemen oleoresin yang dihasilkan, semakin tinggi kadar airnya,

rendemen bubuk jahe dan rendemen oleoresin semakin rendah begitu pula sebaliknya.

Kadar air bubuk jahe (basis basah) yang diperoleh, yaitu jahe gajah bubuk

8.26%, jahe emprit bubuk 7.70%, dan jahe merah bubuk 7.03%. Kadar air bubuk jahe

(simplisia) ini telah memenuhi syarat standar mutu simplisia, yaitu maksimum 12.0%

(b/b) (Materia Medika Indonesia; BS 4593: 1970 diacu dalam Purseglove, 1981).

Menurut Guenther (1952), selama pengeringan terjadi pergerakan air beserta

zat-zat yang mudah menguap dari jaringan ke permukaan bahan yang menyebabkan

kehilangan zat-zat seperti komponen minyak atsiri dan resin. Kerusakan dinding sel

selama pengeringan memudahkan pengeluaran minyak dan resin sehingga waktu proses

ekstraksi menjadi lebih singkat.

Gambar 7. Kadar air jahe segar dan jahe bubuk (basis basah)

2. Rendemen bubuk jahe dan oleoresin jahe

Rendemen bubuk jahe yang diperoleh berturut-turut mulai dari yang terbesar

hingga terkecil adalah jahe merah 18.21%, jahe emprit 17.15%, dan jahe gajah 8.99%.

Menurut Nour (1996), rendemen jahe yang dikeringkan dengan sistem tray pada suhu

antara 45-55oC berkisar antara 13.23-18.07%, sementara Purseglove (1981)

menyebutkan bahwa rendemen jahe kering berkisar antara 13-15%.

Jahe gajah memiliki rendemen jahe bubuk yang paling rendah diantara ketiga

jenis jahe karena jahe gajah segar memiliki kadar air yang paling tinggi. Rendemen

bubuk jahe ini mempengaruhi rendemen oleoresin jahe.

Bubuk jahe diperoleh dari jahe kering yang telah dihaluskan. Bubuk jahe yang

digunakan untuk ekstraksi oleoresin sebaiknya ukurannya seragam agar antara bahan

dan pelarut mudah terjadi kontak sehingga ekstraksi lebih sempurna (Purseglove et

al.,1981). Menurut Guenther (1952), kehalusan bubuk yang diekstraksi merupakan

faktor yang harus diperhatikan. Kehalusan yang sesuai menghasilkan ekstraksi yang

sempurna dalam waktu yang singkat.

89.15 88.17 85.50

8.26 7.70 7.03

0

20

40

60

80

100

Gajah Emprit Merah

Kad

ar A

ir (

%)

Jenis Jahe

Segar

Bubuk

Page 31: jurnal jahe

18

Gambar 8. Rendemen bubuk jahe dan oleoresin jahe (basis basah)

Rendemen oleoresin jahe berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil

adalah jahe emprit 12.52%, jahe merah 11.35%, dan jahe gajah 2.02%. Rendemen

oleoresin jahe gajah paling rendah diantara ketiga jenis jahe karena rendemen jahe gajah

bubuk sangat rendah (Gambar 8).

Menurut Purseglove et al. (1981), rendemen oleoresin jahe yang dihasilkan dan

kandungannya tergantung pada bahan baku dan pelarut yang digunakan serta kondisi

ekstraksi. Rendemen oleoresin jahe juga mempengaruhi kadar gingerol dan shogaol yang

dikandungnya. Semakin tinggi rendemen oleoresin yang dihasilkan, maka semakin

tinggi pula kadar gingerol dan shogaol jahe. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah

rendemen oleoresin yang dihasilkan, maka kadar gingerol dan shogaol jahe yang

dihasilkan semakin rendah.

Ekstraksi oleoresin menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen

oleoresin 3.1-6.9% (Pursglove et al.,1981), sementara menurut Fakhrudin (2008),

rendemen oleoresin yang diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol adalah

8-14.5%. Semakin tinggi waktu ekstraksi dan semakin kecil ukuran bahan akan

memberikan nilai rendemen yang semakin besar. Hasil penelitian Risfaheri dan

Anggraeni (1994) menunjukkan rendemen oleoresin jahe kualitas rendah berkisar antara

8.50-8.69%, sementara jahe kualitas ekspor yaitu 10.13%.

Oleoresin jahe mengandung berbagai komponen diantaranya minyak atsiri,

lemak, beberapa asam lemak bebas, resin, dan karbohidrat (Guenther, 1952). Selain itu,

rendemen oleoresin juga ditentukan oleh umur jahe ketika dipanen (Baranowski, 1986

diacu dalam Ravindran et al., 2005).

B. KADAR GINGEROL DAN SHOGAOL

Gingerol dan shogaol merupakan komponen fenolik jahe yang diketahui memiliki

efek anti-inflamasi (Wresdiyati dkk, 2003; Sabina et al., 2010), antikanker (Rieska, 2004;

Rizki, 2004), dan antitumor (Abdullah et al., 2010). Selain memberikan efek fungsional bagi

kesehatan, gingerol dan shogaol juga merupakan komponen pungent pada jahe yang

memberikan citarasa dan aroma khas (Shahidi dan Naczk, 1995).

Hasil pengujian menunjukkan kandungan (6)-gingerol paling tinggi bila

dibandingkan dengan (8)-gingerol, (10)-gingerol, dan (6)-shogaol; namun bila dibandingkan

8.99

17.15 18.21

2.02

12.52 11.35

0

5

10

15

20

25

30

Gajah Emprit Merah

Re

nd

em

en

(%

)

Jenis Jahe

rendemen bubuk jahe

rendemen oleoresin jahe

Page 32: jurnal jahe

19

antara gingerol dan shogaol, total kadar gingerol lebih tinggi secara keseluruhan

dibandingkan kadar shogaol. Menurut Zachariah et al. (1993) diacu dalam Ravindran dan

Babu (2005), kandungan gingerol dalam oleoresin antara 14-25% dan shogaol dalam

oleoresin antara 2.8-7.0%. Rasio senyawa gingerol : shogaol : zingeron pada oleoresin jahe

adalah 60 : 30 : 10 (Connel dan Sutherland, 1969).

Kandungan gingerol dan shogaol jahe mulai dari yang terbesar hingga terkecil

adalah jahe gajah, jahe merah, dan jahe emprit. Kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol, dan (6)-

shogaol jahe gajah berturut-turut sebesar 9.56, 1.49, 2.96, dan 0.92 mg/g; jahe emprit 22.57,

4.73, 6.68, dan 2.24 mg/g; serta jahe merah 18.03, 4.09, 4.61, dan 1.36 mg/g. Hasil penelitian

ini tidak jauh berbeda untuk jahe gajah dengan hasil yang diperoleh Lee et al. (2007), dimana

kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol, dan (6)-shogaol dalam jahe segar berturut-turut 9.3, 1.6,

2.3, dan 2.3 mg/g.

Perbedaan kandungan homolog-homolog gingerol dan shogaol diantara ketiga jenis

jahe dikarenakan perbedaan jenis jahe. Tinggi-rendahnya kadar gingerol dan shogaol pada

ketiga jenis jahe mempengaruhi kepedasan jahe. Jahe gajah yang mengandung gingerol dan

shogaol paling rendah, berdasarkan uji intensitas kepedasan memperoleh nilai kepedasan

yang paling rendah, begitu pula sebaliknya jahe emprit yang mengandung gingerol dan

shogaol paling tinggi memperoleh nilai kepedasan yang paling tinggi diantara ketiga jenis

jahe.

Gambar 9. Kadar gingerol dan shogaol jahe

Kadar (6)-, (8)-, dan (10)-gingerol yang lebih besar daripada kadar (6)-shogaol pada

simplisia jahe ini dikarenakan gingerol bersifat termostabil. Gingerol dapat berubah menjadi

zingeron dan heksanal melalui reaksi retroaldol serta menjadi shogaol melalui dehidrasi pada

pemanasan di atas 200oC. Kepedasan jahe semakin berkurang selama penyimpanan karena

transformasi gingerol menjadi shogaol (Purseglove et al., 1981). Menurut Vernin dan

Parkanyi (2005), kadar gingerol jahe meningkat seiring dengan bertambahnya usia panen

jahe. Biasanya jahe segar hanya mengandung sedikit shogaol jahe. Menurut Puengphian dan

Siringchote (2008), kandungan (6)-gingerol jahe berubah tergantung pada suhu pengeringan.

Semakin tinggi suhu pengeringan, maka kandungan (6)-gingerol jahe semakin rendah.

9.56

1.492.96

0.92

22.57

4.73

6.68

2.24

18.03

4.09 4.61

1.36

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

(6)-gingerol (8)-gingerol (10)-gingerol (6)-shogaol

Kan

du

nga

n (

mg/

g)

Senyawa pungent jahe

Gajah

Emprit

Merah

Page 33: jurnal jahe

20

C. UJI INTENSITAS KEPEDASAN DAN HEDONIK

Uji intensitas kepedasan dan hedonik jahe menggunakan bahan oleoresin pada

konsentrasi 60 ppm (w/v), dimana oleoresin ini dibuat menjadi minuman jahe dengan

mencampurnya ke dalam larutan gula 8% (w/v). Batas konsentrasi oleoresin yang dapat

digunakan dalam minuman tidak beralkohol (minuman jahe) adalah 79 ppm sehingga dalam

penelitian ini, penggunaan oleoresin masih memenuhi kriteria yang diizinkan oleh FEMA

(Federal Emergency Management Agency No. 2523 diacu dalam Furia dan Bellanca, 1970).

Pengujian intensitas kepedasan dalam bentuk minuman jahe ini dipilih karena

diantara produk-produk pemanfaatan oleoresin jahe sebagai flavor seperti: minuman tidak

beralkohol, es krim, permen, produk bakery, saos, daging; minuman jahe merupakan aplikasi

oleoresin yang paling sederhana dan murah. Selain itu, minuman jahe dipilih agar intensitas

kepedasan jahe tidak berkurang akibat pengikatan komponen pungent jahe dengan protein

(protein dapat menurunkan intensitas kepedasan jahe).

Penilaian dilakukan menggunakan metode skoring dengan garis horizontal

sepanjang 15 cm (ujung 0 cm menunjukkan tidak ada rasa pedas sama sekali/none dan ujung

15 cm menunjukkan rasa pedas yang sangat/very). Pemilihan uji intensitas metode skoring

dengan skala garis dibandingkan dengan metode ranking karena metode ini dapat mengetahui

seberapa besar perbedaan kepedasan diantara sampel (Watts et al., 1989)

Hasil uji intensitas kepedasan jahe oleh 30 orang panelis tidak terlatih menunjukkan

bahwa jahe emprit memiliki intensitas kepedasan yang paling tinggi diantara ketiga jenis jahe

(7.99), diikuti jahe merah (5.94) dan jahe gajah (2.25). Secara statistik (uji Duncan), ketiga

jenis jahe berbeda nyata kepedasannya pada taraf signifikansi 5% (α = 0.05).

Menurut panelis, jahe emprit pedasnya lebih menyengat dan tidak bertahan lama;

sementara kepedasan jahe merah muncul ketika diakhir dan lebih sebentar bila dibandingkan

jahe emprit. Jahe merah ketika diawal cenderung terasa hambar sehingga lebih dominan rasa

manis. Ada panelis yang menilai sampel jahe gajah tidak pedas sama sekali (nilai 0).

Beberapa panelis menilai secara keseluruhan jahe kurang terasa pedas.

Intensitas kepedesan yang diujiakan pada ketiga jenis jahe berkorelasi positif

terhadap kadar gingerol-shogaol dimana jahe emprit memiliki kadar gingerol-shogaol yang

paling tinggi bila dibandingkan dengan jahe gajah dan jahe merah. Sifat pedas (pungent) jahe

segar dan juga yang terdapat dalam oleoresin jahe merupakan gabungan sensasi panas, tajam,

dan menyengat yang berasal dari komponen gingerol jahe (Shahidi dan Nackz, 1995).

Menurut Govindarajan dan Govindarajan (1979) diacu dalam Shahidi dan Nackz

(1995), senyawa (6)-gingerol merupakan yang paling pungent dalam jahe. Proses

pengeringan (rehidrasi/menghilangkan molekul air) dari jahe segar menjadi jahe kering

mengubah homolog-homolog gingerol menjadi homolog-homolog shogaol yang memiliki

ke-pungent-an lebih rendah dari gingerol. Diantara homolog-homolog gingerol, (6)-gingerol

memiliki ke-pungent-an yang paling tinggi, diikuti oleh (8)-gingerol, dan (10)-gingerol.

Page 34: jurnal jahe

21

Gambar 10. Hasil uji intensitas kepedasan jahe

Uji hedonik yang dilakukan menggunakan metode skala kategori (1 = sangat tidak

suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat

suka) dimana panelis memberikan penilaian terhadap kesukaan minuman jahe pada atribut

rasa, aroma, dan kesukaan keseluruhan. Jahe gajah memiliki nilai kesukaan netral untuk

atribut rasa (4.14), aroma (4.31), dan keseluruhan (4.04). Jahe emprit memiliki nilai kesukaan

netral untuk atribut rasa (4.26) dan keseluruhan (4.38), sementara atribut aroma nilai

kesukaannya agak disukai (5.04). Jahe merah memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut

rasa (4.42) dan keseluruhan (4.00), sementara atribut aroma nilai kesukaannya agak disukai

(5.12).

Hasil analisis ragam (ANOVA), atribut rasa pada ketiga jenis jahe yang diujikan

tidak berbeda nyata (p>0.05), atribut aroma pada ketiga jenis jahe berbeda nyata (p<0.05),

dan secara keseluruhan tidak berbeda nyata (p>0.05). Mengingat bahwa atribut rasa dan

keseluruhan tidak berbeda nyata, sementara atribut aroma berbeda nyata, maka uji lanjutan

(Duncan) dilakukan hanya untuk atribut aroma. Hasil uji Duncan terhadap atribut aroma

dengan taraf nyata 5% menunjukkan bahwa aroma jahe gajah berbeda nyata dengan aroma

jahe emprit dan aroma jahe merah, sedangkan aroma jahe emprit tidak berbeda nyata dengan

aroma jahe merah (Lampiran 18b).

Gambar 11. Hasil uji hedonik jahe (skala 0-7)

2.25

7.99

5.94

0

3

6

9

12

15

Gajah Emprit Merah

Tin

gkat

ke

pe

das

an

Jenis Jahe

Keterangan:

0 = tidak pedas sama sekali (none)

15 = sangat pedas sekali (very)

4.14 4.314.044.26

5.04

4.384.42

5.124.55

1

2

3

4

5

6

7

Rasa Aroma Keseluruhan

Tin

gkat

Ke

suka

an

Atribut Sensori

Gajah Emprit Merah

Keterangan:

1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka

3 = agak tidak suka

4 = netral

5 = agak suka

6 = suka

7 = sangat suka

a a a

b b

a a a a

Page 35: jurnal jahe

22

Parameter yang dirasakan dan dinilai oleh panelis terhadap atribut rasa minuman

jahe ini berkaitan dengan sifat khas jahe yang memberikan rasa hangat, rasa pedas dan juga

rasa manis dari minuman jahe. Beberapa panelis mengatakan bahwa rasa jahe gajah dan jahe

emprit kurang mantap (kurang terasa jahe dan kurang pedas), sementara rasa manis minuman

jahe gajah lebih dominan dan ada juga panelis yang menilai rasanya terlalu netral (seperti

air).

Rasa pedas jahe emprit terlalu tajam (berada di pangkal tenggorokan) sehingga pada

saat mencicipi sampel, panelis mengalami kaget (batuk dan tersedak). Sampel jahe emprit

juga memiliki aftertaste pahit sehingga kurang disukai. Beberapa panelis menilai jahe merah

rasanya terlalu pedas dan menyengat dimana rasa jahenya lebih terasa. Selain itu juga,

sampel jahe merah lebih memberikan rasa hangat di tenggorokan, terasa spicy seperti ada

cabai, namun aftertaste-nya terasa hambar.

Beberapa panelis menilai aroma minuman jahe tidak begitu wangi, terutama jahe

gajah yang aromanya tidak kuat. Namun, ada juga panelis yang menilai aroma ketiga

minuman jahe sangat menyengat. Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah memiliki nilai skor

kesukaan aroma paling tinggi. Panelis menilai minuman jahe merah lebih terasa aroma dan

rasa jahenya dibandingkan jahe gajah dan jahe emprit. Sementara jahe gajah aromanya

terlalu slight dan rasa jahenya kurang terasa. Beberapa panelis ada yang menilai bahwa

semua jahe kurang kuat rasa pedas dan aromanya, namun ada juga yang menilai sampel jahe

merah paling pas secara keseluruhan.

Penyajian sampel dalam keadaan hangat dapat meningkatkan sensasi pedas

(terbakar/burn), sementara kondisi penyajian dalam keadaan dingin menghambat kepedasan

(Green, 1985; Sizer dan Harris, 1985 diacu dalam Sugai et al., 2005). Hal ini dapat

mengantisipasi kesalahan positif dari uji intensitas kepedasan dan uji hedonik.

Sifat oleoresin jahe yang viskos (lengket) membuat konsistensi (emulsi) minuman

jahe kurang stabil, yaitu oleoresin jahe tidak larut sempurna dalam air. Hal ini bisa

mempengaruhi penilaian terhadap penampilan (skor keseluruhan). Kelarutan oleoresin pada

air kurang baik dapat diatasi dengan menambahkan emulsifier atau dengan mikroenkapsulasi

oleoresin jahe menggunakan bahan karier seperti tepung, susu skim, maltodekstrin, natrium

kaseinat, dan bahan lainnya. Selain itu, melarutkan oleoresin dalam etanol terlebih dahulu

sebelum dicampurkan ke dalam larutan gula juga dapat menghomogenkan sampel minuman

jahe yang diujikan.

Page 36: jurnal jahe

23

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Kadar air jahe segar (basis basah) mulai dari yang tertinggi hingga terendah

berturut-turut diperoleh pada jahe gajah sebesar 89.15%, diikuti jahe emprit sebesar 88.17%,

dan jahe merah sebesar 85.50%. Kadar air jahe bubuk (basis basah) pada jahe gajah sebesar

8.99%, jahe emprit sebesar 7.70%, dan jahe merah sebesar 7.03%. Diantara ketiga jenis jahe,

rendemen oleoresin jahe emprit paling tinggi, yaitu 12.52%; sementara jahe gajah 2.02%, dan

jahe merah 11.35%.

Kadar (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol jahe gajah berturut-turut 9.56, 1.49,

2.96, dan 0.92 mg/g; jahe emprit 22.57, 4.73, 6.68, dan 2.24 mg/g; serta jahe merah 18.03,

4.09, 4.61, dan 1.36 mg/g. Jahe emprit memiliki kadar gingerol dan shogaol tertinggi, diikuti

jahe merah, dan jahe gajah.

Pengukuran terhadap intensitas kepedasan jahe menunjukkan bahwa jahe emprit

memiliki tingkat kepedasan tertinggi diantara ketiga jenis jahe, yaitu 7.99, diikuti jahe merah

5.94, dan jahe gajah 2.25. Namun, kepedasan jahe emprit termasuk kategori sedang/sedikit

pedas karena nilainya berada pada pertengahan skala 0-15, sedangkan jahe merah

kepedasannya termasuk kategori agak lemah, dan jahe gajah termasuk kategori lemah.

Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa dan keseluruhan pada ketiga jenis jahe tidak

berbeda, artinya tingkat kepedasan ketiga jenis jahe yang berbeda tidak menimbulkan

perbedaan kesukaan panelis. Namun, pada atribut aroma terdapat perbedaan nyata antara

aroma jahe gajah dengan aroma jahe emprit dan aroma jahe merah. Aroma jahe merah dan

aroma jahe emprit memiliki tingkat kesukaan lebih tinggi daripada aroma jahe gajah.

B. SARAN

Perlu diperhatikan cara penyajian minuman jahe dari oleoresin jahe. Sebaiknya

oleoresin jahe dilarutkan ke dalam sedikit etanol terlebih dahulu sebelum dilarutkan ke dalam

air gula agar minuman yang tersaji lebih homogen. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan

terhadap ketiga jenis jahe asli Indonesia melalui uji deskriptif (Quantitative Descriptive

Analysis) untuk diperoleh profil flavor jahe-jahe Indonesia secara utuh guna mempermudah

kesesuaian dalam penggunaannya. Selain itu, nilai intensitas kepedasan yang digunakan

dalam penelitian ini belum dinyatakan dalam SHU (Scoville heat unit) sehingga perlu

dilakukan uji intensitas kepedasan dengan menggunakan capsaicin sebagai standar pedas.

Page 37: jurnal jahe

24

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S, Abidin SAZ, Murad NA, Makpol S, Ngah WZW, dan Yusof YAM. 2010. Ginger extract

(Zingiber officinale) triggers apoptosis and G0/G1 cells arrest in HCT 116 and HT 29 colon

cancer cell lines. African Journal of Biochemistry Research 4(4): 134-142

Agustinasari I. 1998. Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Segar dan Bertunas terhadap

Proliferasi Beberapa Alur Sel Kanker dan Normal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB

Bogor.

Ahmad M. 2008. Pengaruh Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rubrum) dan Mahkota Dewa

(Paleria macrocarpa (Scheff) Boerl) terhadap Penghambatan Proliferasi Sel Leukimia THP-1

secara In Vitro. Skripsi. FATETA. IPB Bogor.

Araona K, Elisabetsky E, Farnsworth N, Fong H, dan Hargono D. 1999. WHO Monographs on

Selected Medicinal Plants Volume 1. World Health Organization. Geneva.

Ariviani S. 1999. Daya Tangkal Radikal dan Aktivitas Penghambatan Pembentukan Peroksida Sistem

Linoleat Ekstrak Rimpang Jahe, Laos, Temulawak, dan Temuireng. Skripsi. Fakultas

Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta.

Baranowski JD. 1986. Changes in solids, oleoresin, and (6)-gingerol content of ginger during growth

in Hawaii. Hort. Sci. 21: 145–146

Bermawie N, Hadad EA, Martono B, Ajijah N, dan Taryono. 1997. Plasma Nutfah dan Pemuliaan. Di

dalam: Jahe Monograf Nomor 3. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Connel DW dan Sutherland MD. 1969. A re-examination of gingerol, shogaol, and zingerone, the

pungent principles of ginger (Z. officinale Rosc.). Aust. J. Chem 22 (5): 1033-1043

Etoh H, Kondoh T, Noda R, Pal SI, Sekiwa Y, Morimitsu K, dan Kubota K. 2002. Shogaols from

Zingiber officinale as promising antifouling agents. J. biosci, biotechnol, biochem 66 (8):

1748-1750

Farrel KT. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The Avi Publishing Company, Inc. Westport,

Connecticut.

Fakhrudin MI. 2008. Kajian Karakteristik Oleoresin Jahe Berdasarkan Ukuran dan Lama Perendaman

Serbuk Jahe dalam Etanol. Skripsi. Universitas Negeri Sebelas Maret Solo.

Furia TE dan Bellanca N. 1970. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingridients. Ohio: The Chemical

Rubberco Co.

Grosch W dan Belitz H–D. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag. Heidelberg.

Goldman A. 1949. How species oleoresin are made. The American Perfumes and Essential Oil 53:

320-323.

Page 38: jurnal jahe

25

Govindarajan B dan Govindarajan VS. 1979. Evaluation of spices and oleoresins-viii-improved

separation and estimation of pungent and related components of ginger by thin layer

chromatography. Journal of Food Quality 2(3): 205-217

Green BG. 1985. Sensory interactions between capsaicin and temperature in the oral cavity. Chem.

Senses 11: 371-386

Guenther E. 1952. The Essential Oil. Nostrand Co Inc. New York.

Hamiudin. 2007. Budidaya Jahe (Zingiber officinale). www.skma.org/...budidaya.../204-budidaya-

jahe-zingiber-officinale.pdf [13 Februari 2010].

Heath BH dan Pharm B. 1978. Flavor Technology: Profiles, Products, Application. AVI Publishing

Company, Inc. Westport, Connecticut.

Herlina R, Murhananto JE, Listyarini T, dan Pribadi ST. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah: Si

Rimpang Ajaib. Media Pustaka. Jakarta.

Hirasa K dan Takemasa M. 1998. Spice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York.

Januwati M dan Herry M. 1997. Peranan Lingkungan Fisik Terhadap Produksi. Di dalam: Jahe

Monograf Nomor 3. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Kimura I, Pancho LR, dan Tsuneki H. 2005. Pharmacology of Ginger. Di dalam: Ravindran PN dan

Babu KN (eds.). Ginger: The Genus Zingiber.: CRC Press. Washington DC, pp: 469

Kirk RE dan Othmer, DF. 1952. Encyclopedia of Chemical Technology, Vol. IX. The Interscience

Encyclopedia Inc. New York.

Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Lawless HT dan Heymann H. 1998. Sensory Evaluation of Food Principles and Practices. Kluwer

Academic. New York.

Lee S, Choo C, Halstead CW, Huynh T, dan Bensoussan. 2007. Liquid chromatographic

determination of 6-, 8-, 10-gingerol, and 6-shogaol in ginger (Zingiber officinale) as the raw

herb and dried aqueous extract. Journal of AOAC International 90(5): 1219-1226

Masada Y. 1976. Analysis Essential Oil by Gas Chromatography and Mass Spectrophotometry. John

Wiley and Sons, Inc. New York.

Meilgaard M, Civille GV, dan Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techiniques 3rd

Edition. CRC

Press. Boca Raton.

Mudrikah F. 2006. Potensi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) dan Campurannya dengan

Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) sebagai Antihiperuresemia pada Tikus. Skripsi.

FMIPA. IPB Bogor.

Mulyono E dan Hernani. 1997. Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil. Di dalam: Jahe Monograf

Nomor 3. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Nurdiana Y. 2003. Pengaruh Pemberian Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) terhadap Aktivitas

Superoksida Dismutase (SOD) Ginjal Tikus yang Mengalami Perlakuan Stres. Skripsi.

FATETA. IPB Bogor.

Page 39: jurnal jahe

26

Nour R. 1996. Mempelajari Karakteristik Pengeringan Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan Alat

Pengering Tipe Rak. Skripsi. FMEP. IPB Bogor.

Nybe EV, Raj MN, dan Peter KV. 2007. Major Spices. Di dalam: Peter KV (ed). Spices: Horticulture

Volume No. 5. New Delhi Publishing Agency. New Delhi.

Paimin FB dan Murhananto. 1991. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Purseglove JW, Brown EG, Green CL, dan Robbins SRJ. 1981. Spices Volume 2. Longman Inc. New

York.

Prasetyawati RC. 2003. Evaluasi Daya Antioksidatif Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) terhadap

Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Hati Tikus yang Mengalami Perlakuan Stres. Skripsi.

FATETA. IPB Bogor.

Puengphian C dan Siringchote A. 2008. [6]-gingerol content and bioactive properties of ginger

(Zingiber officinale Roscoe) extracts from supercritical CO2 extraction. As. J. Food Ag-Ind

1(01): 29-36

Ravindran PN dan Babu KN (eds.). 2005. Ginger: The Genus Zingiber. CRC Press. Washington DC.

Redgrove HS. 1933. Spices and Condiments. Sir Issac Pitman and Sons, Ltd. London.

Ricahrdson KC. 1967. Effect of dehydration temperature on the quality of dried ginger. Food Tech.

Australia Feb., 93-5.

Risfaheri dan Anggraeni. 1994. Pemanfaatan Jahe Kualitas Rendah untuk Bahan Baku Sirup

Oleoresin Jahe. Bul. Littro Vol. IX, No. 2

Rieska A. 2004. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antikanker pada Minuman Sari Jahe (Z. officinale

Amarum). Skripsi. FATETA. IPB Bogor.

Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. CV Sinar Baru. Bandung.

Rizki ZM. 2004. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Anti Kanker pada Minuman Formulasi Susu Jahe

(Zingiber officinale var. Amarum) Pasteurisasi. Skripsi. FATETA. IPB Bogor.

Rosita SMD, Moko H, dan Sudiarto. 1997. Sejarah dan Penyebaran. Di dalam: Jahe Monograf Nomor

3. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Rostiana O, Abdullah A, Taryono, dan Hadad EA. 1991. Jenis-jenis tanaman jahe. Edisi Khusus Litro

VII (I): 7-10

Sabina EP, Rasool MK, Mathew L, EzilRani P, dan Indu H. 2010. 6-Shogaol inhibits monosodium

urate crystal-induced inflammation - An in vivo and in vitro study. J. Food and Chemical

Technology 48: 229-235

Safaati NS. 2007. Potensi Ramuan Jahe Merah dan Herba Suruhan sebagai Antioksidan pada Tikus

Putih Hiperuresemia. Skripsi. FMIPA. IPB Bogor.

Shahidi F dan Naczk M. 1995. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects, Application. Technomic

Publishing Co., Inc. Lancester.

Page 40: jurnal jahe

27

Shukla Y dan Singh M. 2006. Cancer preventive properties of ginger: a brief review. J. Food and

Chemical Toxicology 45: 683-690

Sizer F dan Harris N. 1985. The influence of common food additives and temperature on treshold

perception of capsaicin. Chem. Senses 10: 279-286

Sri Yuliani dan Risfaheri. 1990. Identifikasi berbagai klon minyak jahe. Buletin Littro V(2): 65-72.

Somaatmadja, D. 1981. Prospek Pengembangan Industri Oleoresin di Indonesia. Komunikasi no. 21.

Bogor: Balai Besar Industri Hasil Pertanian.

Sugai E, Morimitsu Y, Iwasaki Y, Morita A, Watanabe T, dan Kubota K. 2005. Pungent qualities of

sanshool-related compounds evaluated by a sensory test and activation of rat TRPV1. Biosci.

Biotech. Biochem. 69(10): 1951-1957

Surh YJ. 2002. Anti-tumor promoting potential of selected spice ingridients with antioxodative and

anti-inflammatory activities: a short review. J. Food and Chemical Toxicology 40: 1091-1097

Syukur C. 2002. Agar Jahe Berproduksi Tinggi, Cegah Layu Bakteri dan Pelihara secara Intensif.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Wresdiyati T, Astawan M, dan Adnyane IKM. 2003. Aktivitas anti inflamasi oleoresin jahe (Zingiber

officinale) pada ginjal tikus yang mengalami perlakuan stres. Jurnal Teknol. dan Industri

Pangan, Vol. XIV, No. 2

Vernin G dan Parkanyi C. 2005. Chemistry of Ginger. Di dalam: Ravindran PN dan Babu KN (eds.).

Ginger: The Genus Zingiber. CRC Press. Washington DC.

Wardana, Heru D, Barwa NS, Kongsjahju A, Iqbal A, Khalid M, dan Taryadi RR. 2002. Budi Daya

secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Watts BM, Ylimaki GL, Jeffery LE, dan Elias LG. 1989. Basic Sensory Methods for Food Evaluation.

The International Development Research Centre. Ottawa.

Williams CA. dan Lamprecht ED. 2008. Some commonly fed herbs and other functional foods in

equine nutrition: A review. The Veterinary Journal 178: 21-31

Yuliani S, Yanti L, dan Hernani. 1992. Pembuatan anggur dan acar jahe. Review Hasil Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 8 hal (tidak

diterbitkan).

Yuliasari F. 1997. Mempelajari Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Segar dan

Bertunas terhadap Aktivitas Sel Natural Killer Manusia dalam Melisis Alur Sel Leukimia (K-

562). Skripsi. FATETA. IPB Bogor.

Page 41: jurnal jahe

28

LAMPIRAN

Page 42: jurnal jahe

29

Lampiran 1. Diagram alir proses pengeringan jahe

Jahe segar

Dicuci untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel pada kulit

Diiris-iris tipis tanpa dikupas kulitnya

Dikeringkan dalam oven vakum

T = 49-55oC, t = 40-48 jam

Dihaluskan dengan blender

t = 2 menit

Jahe bubuk

Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan oleoresin jahe (Wresdiyati dkk., 2007 dengan

Modifikasi)

30-50 gram jahe bubuk

Dimaserasi dengan etanol 95% (jahe:etanol = 1:4) dengan menggunakan shaker kecepatan 40 rpm

Diulang 3x (72 jam)

Disaring dengan pompa vakum

Filtrat dipisahkan dengan rotary evaporator

T = 50oC

Oleoresin jahe

Page 43: jurnal jahe

30

Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe

Gula pasir 80 gram dimasukkan dalam 1 L air

Direbus hingga gula larut (sambil diaduk)

Larutan gula

Larutan gula ditambahkan 60 mg oleoresin jahe

Diaduk hingga rata

Didiamkan hingga oleoresin berkumpul di permukaan

Dituangkan ke dalam gelas masing-masing 80 mL (tanpa mengikutsertakan oleoresin yang tidak larut)

Disajikan dan diujikan kepada para panelis

Page 44: jurnal jahe

31

Lampiran 4. Dokumentasi penelitian

Pengeringan jahe setelah dicuci Pengirisan jahe tanpa dikupas kulitnya

Pengeringan jahe dengan oven vakum Maserasi bubuk jahe

Pemisahan etanol dengan rotary vaccum evaporator Bubuk jahe

Oleoresin jahe Minuman jahe (uji sensori)

merah emprit gajah

gajah emprit merah

Page 45: jurnal jahe

32

Lampiran 5. Data faktor koreksi kadar air

Faktor

koreksi Ulangan

Bobot air

(g)

Volume

air (ml)

Massa jenis

air (g/ml) Rerata

Standar

deviasi

Air 1 3.0000 2.79 1.08

1.08 0.0000 2 3.0000 2.79 1.08

Perhitungan:

Massa jenis air (g/ml) =

= = 1.08 g/ml

Rerata = = = 1.08 g/ml

Page 46: jurnal jahe

33

Lampiran 6. Data kadar air jahe segar

Jenis jahe Ulangan Bobot sampel

basis basah (g)

Volume

sampel (ml)

Bobot sampel

basis kering (g)

Kadar air

(%bb)

Rerata

(%bb)

Rerata

(%bb) St. deviasi

Gajah 1 5.0073 4.10 0.60 88.05

89.15 89.15 1.56 5.0039 4.20 0.49 90.25

Emprit

1 5.0226 4.09 0.62 87.56

88.06

88.17 0.45 5.0392 4.15 0.58 88.56

2 5.0786 4.16 0.61 88.08

88.28 5.0804 4.18 0.59 88.47

Merah

1 5.0086 4.03 0.68 86.52

87.50

85.50 2.45 5.0432 4.15 0.58 88.49

2 5.0190 3.90 0.83 83.56

83.49 5.0266 3.90 0.83 83.43

Contoh perhitungan (jahe gajah ulangan1):

Kadar air (%bb) = x faktor koreksi x 100%

= x 1.08 x 100% = 88.05%

Rerata (%bb) = = = 89.15%

Catatan:

Pengukuran kadar air jahe emprit dan jahe merah dilakukan dua kali

ulangan penelitian karena pada saat pengerjaan sampel bubuk kedua jahe

tersebut tidak mencukupi untuk analisis sehingga dilakukan pengeringan

jahe tahap kedua untuk menambah sampel bubuk jahe. Sampel bubuk jahe

tahap pertama dan kedua dicampur untuk kemudian menjadi sampel bubuk

jahe akhir sehingga pengukuran kadar air jahe segarnya pun dilakukan dua

kali ulangan penelitian.

Page 47: jurnal jahe

34

Lampiran 7. Data kadar air jahe bubuk

Jenis jahe Ulangan Bobot sampel

basis basah (g)

Volume sampel

(ml)

Bobot sampel

basis kering (g)

Kadar air

(%bb)

Rerata

(%bb) St. dev

Gajah 1 5.0151 0.41 4.57 8.79

8.26 0.75 2 5.0115 0.36 4.62 7.72

Emprit 1 5.0395 0.38 4.63 8.11

7.70 0.58 2 5.0123 0.34 4.65 7.29

Merah 1 5.0684 0.35 4.69 7.43

7.03 0.55 2 5.0189 0.31 4.69 6.64

Contoh perhitungan (jahe gajah ulangan 1):

Kadar air (%bb) = x faktor koreksi x 100%

= x 1.08 x 100% = 8.79%

Rerata (%bb) = = = 8.26%

Page 48: jurnal jahe

35

Lampiran 8. Data rendemen jahe bubuk

Jenis jahe Ulangan Bobot jahe segar

(g)

Bobot jahe bubuk

(g)

Rendemen

(%) Rerata (%) St. deviasi

Gajah 1 374.12 35.32 9.44

8.99 0.64 2 337.96 28.85 8.54

Emprit 1 326.88 56.79 17.37

17.15 0.31 2 326.56 55.28 16.93

Merah 1 302.36 55.98 18.51

18.21 0.43 2 302.86 54.25 17.91

Contoh perhitungan (jahe gajah ulangan 1):

Rendemen = x 100%

= x 100% = 9.44%

Rerata = = = 8.99%

Page 49: jurnal jahe

36

Lampiran 9. Data rendemen oleoresin jahe

Jenis

jahe Ulangan

Bobot jahe

bubuk (g)

Volume

etanol (ml)

Bobot

oleoresin (mg)

Bobot jahe bubuk

basis kering (g)

Rendemen

(%)

Rerata

(%)

St.

deviasi

Gajah 1 50 600 0.77 45.87 1.54

2.02 0.68 2 50 600 1.25 45.87 2.50

Emprit 1 30 360 3.61 27.69 12.03

12.52 0.68 2 30 360 3.90 27.69 13.00

Merah 1 30 360 3.29 27.89 10.97

11.35 0.54 2 30 360 3.52 27.89 11.73

Contoh perhitungan (jahe gajah ulangan 1):

Rendemen = x 100%

= x 100% = 1.54%

Rerata = = = 2.02%

Page 50: jurnal jahe

37

Lampiran 10a. Kromatogram standar gingerol (ulangan 1)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

3.877 16358 0.24 885 0.29

4.537 34101 0.49 1760 0.57

5.730 15737 0.23 1034 0.33

6.053 40364 0.58 2337 0.76

6.777 26087 0.37 1225 0.4

7.747 18373 0.26 701 0.23

10.167 161801 2.33 6279 2.03

11.313 19937 0.29 719 0.23

12.563 1621004 23.3 52882 17.11

14.380 144811 2.08 4118 1.33

21.247 78402 1.13 3553 1.15

22.840 867162 12.46 44207 14.3

23.503 193788 2.79 8788 2.84

24.323 1948080 28 93504 30.25

25.313 11038 0.16 509 0.16

26.370 33185 0.48 1382 0.45

28.467 95834 1.38 4619 1.49

29.763 1504276 21.62 76326 24.69

31.487 40801 0.59 1391 0.45

32.913 43102 0.62 1584 0.51

33.713 43537 0.63 1280 0.41

Totals 6957778 100 309083 100

10-gingerol

6-gingerol

8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 51: jurnal jahe

38

Lampiran 10b. Kromatogram standar gingerol (ulangan 2)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

2.250 10185 0.16 1529 0.51

10.817 126714 1.94 6052 2.01

10.987 23993 0.37 3603 1.2

13.470 1636688 25.03 53011 17.6

21.700 10441 0.16 1814 0.6

21.833 53957 0.83 3171 1.05

23.470 874053 13.37 42375 14.07

24.420 59084 0.9 4836 1.61

24.850 1994952 30.51 94977 31.53

29.030 81230 1.24 4415 1.47

30.320 1619315 24.76 80781 26.82

32.903 11384 0.17 1183 0.39

34.480 10903 0.17 1485 0.49

34.623 26251 0.4 1970 0.65

Totals 6539150 100 301202 100

10-gingerol

6-gingerol

8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 52: jurnal jahe

39

Lampiran 11a. Kromatogram simplisia jahe gajah (ulangan 1)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

4.060 118208 3.39 7174 5.68

4.953 45073 1.29 1989 1.58

8.870 68900 1.97 2566 2.03

9.553 18594 0.53 648 0.51

10.537 104806 3 3893 3.08

12.027 27722 0.79 1042 0.83

12.857 1582859 45.34 48615 38.51

14.267 10552 0.3 476 0.38

15.827 23612 0.68 742 0.59

16.977 24333 0.7 891 0.71

18.753 20769 0.59 909 0.72

19.337 26630 0.76 983 0.78

21.563 20269 0.58 804 0.64

23.003 268933 7.7 12564 9.95

24.487 178187 5.1 7323 5.8

26.500 17021 0.49 699 0.55

27.473 217215 6.22 7067 5.6

28.600 60334 1.73 1944 1.54

29.850 458964 13.15 18825 14.91

31.290 71305 2.04 2192 1.74

31.817 26439 0.76 1439 1.14

32.077 29395 0.84 1284 1.02

34.207 70627 2.02 2179 1.73

Totals 3490747 100 126248 100

10-gingerol

6-gingerol

8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 53: jurnal jahe

40

Lampiran 11b. Kromatogram simplisia jahe gajah (ulangan 2)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

4.023 112743 3.33 7526 5.72

4.900 39975 1.18 1894 1.44

8.717 51607 1.53 2216 1.69

9.467 12365 0.37 515 0.39

10.393 94971 2.81 3743 2.85

11.920 28441 0.84 1065 0.81

12.750 1562003 46.17 50427 38.34

15.773 22570 0.67 749 0.57

16.893 19424 0.57 801 0.61

18.677 19527 0.58 858 0.65

19.260 20961 0.62 828 0.63

21.487 16700 0.49 676 0.51

22.940 254635 7.53 12473 9.48

24.450 185977 5.5 7624 5.8

26.477 24421 0.72 898 0.68

27.427 211650 6.26 6883 5.23

28.560 60534 1.79 2032 1.55

29.820 443566 13.11 20173 15.34

30.800 11736 0.35 722 0.55

31.233 53024 1.57 2177 1.66

31.787 21687 0.64 1147 0.87

32.083 14650 0.43 795 0.6

33.210 10732 0.32 456 0.35

33.623 10852 0.32 573 0.44

34.050 35828 1.06 2126 1.62

34.157 42409 1.25 2133 1.62

Totals 3382988 100 131510 100

10-gingerol 6-gingerol 8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 54: jurnal jahe

41

Lampiran 12a. Kromatogram simplisia jahe emprit (ulangan 1)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

3.450 61784 0.76 5184 1.79

4.047 38504 0.47 2592 0.9

4.910 64089 0.79 3766 1.3

6.580 21458 0.26 986 0.34

7.907 12970 0.16 517 0.18

8.707 54339 0.67 2016 0.7

10.350 97279 1.2 3755 1.3

11.810 104487 1.28 3268 1.13

12.623 3762075 46.23 117968 40.84

15.503 12696 0.16 621 0.21

17.380 180646 2.22 5710 1.98

18.527 226530 2.78 8474 2.93

19.103 27053 0.33 1507 0.52

20.413 18445 0.23 621 0.21

21.363 62449 0.77 1417 0.49

22.913 929576 11.42 36382 12.6

24.403 444694 5.46 16371 5.67

25.637 43693 0.54 1377 0.48

26.663 102664 1.26 2543 0.88

27.303 322423 3.96 11151 3.86

28.580 118646 1.46 3405 1.18

29.810 1096637 13.48 47674 16.5

30.920 40819 0.5 1873 0.65

31.263 109414 1.34 4081 1.41

32.097 22438 0.28 1113 0.39

33.223 43997 0.54 1242 0.43

34.130 118032 1.45 3241 1.12

Totals 8137837 100 288855 100

10-gingerol 6-gingerol 8-gingerol

6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 55: jurnal jahe

42

Lampiran 12b. Kromatogram simplisia jahe emprit (ulangan 2)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

2.210 37050 0.52 4966 1.59

2.440 12756 0.18 1363 0.44

3.143 28343 0.39 3001 0.96

3.457 97769 1.36 6840 2.19

4.120 39808 0.55 2758 0.88

5.020 48290 0.67 3405 1.09

6.773 10198 0.14 805 0.26

9.333 23389 0.33 1762 0.56

11.020 20433 0.28 2750 0.88

11.137 59485 0.83 3599 1.15

11.347 10543 0.15 1792 0.57

12.273 18406 0.26 2683 0.86

12.393 23411 0.33 3837 1.23

12.533 37172 0.52 4901 1.57

12.613 24448 0.34 5239 1.68

13.377 3791496 52.71 114540 36.65

14.260 13377 0.19 2249 0.72

18.050 14967 0.21 986 0.32

22.940 16705 0.23 2062 0.66

23.053 16226 0.23 2653 0.85

23.450 756546 10.52 35447 11.34

24.087 11093 0.15 1466 0.47

24.837 447222 6.22 19896 6.37

27.107 13763 0.19 2089 0.67

27.217 32497 0.45 2552 0.82

27.817 276058 3.84 11672 3.73

28.867 14400 0.2 1147 0.37

10-gingerol 6-gingerol

8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 56: jurnal jahe

43

(lanjutan)

Retention Time Area Area % Height Height %

29.203 14959 0.21 1317 0.42

29.687 20742 0.29 1980 0.63

30.320 1023085 14.22 46475 14.87

31.690 104553 1.45 5012 1.6

32.290 10300 0.14 1062 0.34

34.400 39651 0.55 3810 1.22

34.540 70377 0.98 4071 1.3

34.720 13742 0.19 2378 0.76

Totals 7193260 100 312565 100

10-gingerol

Page 57: jurnal jahe

44

Lampiran 13a. Kromatogram simplisia jahe merah (ulangan 1)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

4.053 52896 0.79 3428 1.46

4.910 56169 0.84 3369 1.43

6.590 14693 0.22 717 0.31

8.717 75258 1.13 2941 1.25

10.340 107407 1.61 4150 1.77

11.853 102583 1.54 3616 1.54

12.670 3183932 47.8 98434 41.88

14.103 14754 0.22 544 0.23

15.657 35488 0.53 860 0.37

17.437 157633 2.37 5182 2.2

18.583 200096 3 7574 3.22

19.220 30565 0.46 1497 0.64

20.430 23665 0.36 919 0.39

21.213 42898 0.64 1856 0.79

21.380 37708 0.57 1787 0.76

22.987 764397 11.48 29703 12.64

24.457 284050 4.26 9832 4.18

25.677 25053 0.38 814 0.35

26.467 34534 0.52 1488 0.63

26.630 26616 0.4 1431 0.61

27.347 278266 4.18 9742 4.14

28.620 90850 1.36 2978 1.27

29.030 16870 0.25 1078 0.46

29.877 734955 11.03 30988 13.18

31.013 14487 0.22 904 0.38

31.313 44732 0.67 1692 0.72

32.153 59446 0.89 2769 1.18

33.240 26610 0.4 1031 0.44

34.147 124129 1.86 3723 1.58

Totals 6660740 100 235047 100

10-gingerol 6-gingerol

8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 58: jurnal jahe

45

Lampiran 13b. Kromatogram simplisia jahe merah (ulangan 2)

UV-Vis Results

Retention Time Area Area % Height Height %

4.010 50094 0.79 3264 1.48

4.870 55583 0.88 3283 1.49

6.557 14074 0.22 669 0.3

8.670 69641 1.1 2711 1.23

10.310 99398 1.56 3855 1.74

11.807 96447 1.52 3411 1.54

12.640 2985918 47.01 92406 41.8

15.593 35671 0.56 1003 0.45

17.387 181302 2.85 6088 2.75

18.530 245526 3.87 8350 3.78

20.353 28986 0.46 864 0.39

21.143 77752 1.22 1828 0.83

22.947 719977 11.34 27787 12.57

24.427 259929 4.09 9097 4.12

25.660 24319 0.38 795 0.36

26.460 38461 0.61 1454 0.66

26.660 20955 0.33 1379 0.62

27.333 261534 4.12 9122 4.13

28.627 88362 1.39 2813 1.27

29.020 15940 0.25 1079 0.49

29.877 703616 11.08 29745 13.46

31.007 14850 0.23 957 0.43

31.340 54816 0.86 1774 0.8

32.160 57551 0.91 2673 1.21

33.253 26009 0.41 969 0.44

34.170 124784 1.96 3689 1.67

Totals 6351495 100 221065 100

10-gingerol 6-gingerol 8-gingerol 6-shogaol

6-gingerol

10-gingerol

6-shogaol

8-gingerol

Page 59: jurnal jahe

46

Lampiran 14a. Data perhitungan uji (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol simplisia jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah

Jenis jahe Senyawa Berat sampel

(MI) Dilarutkan ke (ml)

F

P L Luas area standar [Standar]

Luas area

sampel [Inject]

[Sampel] (mg/g

bahan)

Gajah (u1)

6-gingerol 0.5006 100 1 1 1621004 50 1582859 48.82341 9.7529793

8-gingerol 0.5006 100 1 1 867162 25 268933 7.753251 1.548791732

6-shogaol 0.5006 100 1 1 1948080 50 178187 4.5734 0.913583795

10-gingerol 0.5006 100 1 1 1504276 50 458964 15.25531 3.047405551

Gajah (u2)

6-gingerol 0.5139 100 1 1 1621004 50 1562003 48.18011 9.375386138

8-gingerol 0.5139 100 1 1 867162 25 254635 7.341045 1.42849673

6-shogaol 0.5139 100 1 1 1948080 50 185977 4.773341 0.92884626

10-gingerol 0.5139 100 1 1 1504276 50 443566 14.7435 2.868944253

Emprit

(u1)

6-gingerol 0.5098 100 1 1 1655537 50 3762075 113.621 22.28736529

8-gingerol 0.5098 100 1 1 876784 25 929276 26.49672 5.197473486

6-shogaol 0.5098 100 1 1 1930741 50 444694 11.51615 2.258954191

10-gingerol 0.5098 100 1 1 1508626 50 1096637 36.34556 7.129375342

Emprit

(u2)

6-gingerol 0.5067 100 1 1 1636688 50 3791496 115.8283 22.85934615

8-gingerol 0.5067 100 1 1 874053 25 756546 21.63902 4.270578173

6-shogaol 0.5067 100 1 1 1994952 50 447222 11.20884 2.212125738

10-gingerol 0.5067 100 1 1 1619315 50 1023085 31.59006 6.234469125

Merah

(u1)

6-gingerol 0.5282 100 1 1 1655537 50 3183932 96.1601 18.20524383

8-gingerol 0.5282 100 1 1 876784 25 764397 21.79548 4.126368122

6-shogaol 0.5282 100 1 1 1930741 50 284050 7.355984 1.392651278

10-gingerol 0.5282 100 1 1 1508626 50 734955 24.35842 4.611590842

Page 60: jurnal jahe

47

(lanjutan)

Jenis jahe Senyawa Berat sampel

(MI) Dilarutkan ke (ml)

F

P L Luas area standar [Standar]

Luas area

sampel [Inject]

[Sampel] (mg/g

bahan)

Merah

(u2)

6-gingerol 0.5052 100 1 1 1655537 50 2985918 90.17974 17.85030528

8-gingerol 0.5052 100 1 1 876784 25 719977 20.52892 4.063522546

6-shogaol 0.5052 100 1 1 1930741 50 259929 6.731328 1.332408453

10-gingerol 0.5052 100 1 1 1508626 50 703616 23.31976 4.615946652

Contoh perhitungan (6)-gingerol jahe gajah:

Konsentrasi gingerol =

= = 9.7529793 mg/g bahan

Page 61: jurnal jahe

48

Lampiran 14b. Data (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol simplisia jahe gajah, jahe emprit,

dan jahe merah

Jenis jahe Ulangan Parameter uji Hasil (mg/g) Rerata (mg/g) St. deviasi

Gajah

1

6 gingerol 9.752 9.564 0.267

8 gingerol 1.549 1.489 0.086

10 gingerol 3.047 2.958 0.126

6 shogaol 0.914 0.922 0.011

2

6 gingerol 9.375

8 gingerol 1.428

10 gingerol 2.869

6 shogaol 0.929

Emprit

1

6 gingerol 22.287 22.573 0.404

8 gingerol 5.197 4.734 0.655

10 gingerol 7.129 6.682 0.633

6 shogaol 2.259 2.236 0.033

2

6 gingerol 22.859

8 gingerol 4.271

10 gingerol 6.234

6 shogaol 2.212

Merah

1

6 gingerol 18.205 18.028 0.251

8 gingerol 4.126 4.095 0.045

10 gingerol 4.612 4.614 0.003

6 shogaol 1.392 1.362 0.042

2

6 gingerol 17.85

8 gingerol 4.063

10 gingerol 4.616

6 shogaol 1.332

Page 62: jurnal jahe

49

Lampiran 15. Contoh kuesioner uji hedonik

Nama: Hari/tanggal pengujian: Senin, 11 April 2011

UJI RATING HEDONIK MINUMAN JAHE

Petunjuk:

Dihadapan Anda terdapat tiga sampel minuman jahe

1. Cicipi tiap sampel mulai dari paling kiri hingga ke kanan

2. Cicipi sampel dengan sendok yang disediakan, bukan dari sendok dari gelas sampel

3. Setiap selesai mencicipi satu sampel, netralkan mulut Anda dengan air yang telah disediakan

4. Berikan penilaian dengan tanda cek (v)

5. Jangan membandingkan sampel satu dengan lainnya

Rasa

kode/nilai 287 372 993

sangat suka

suka

agak suka

netral

Agak tidak suka

tidak suka

sangat tidak suka

Aroma

kode/nilai 287 372 993

sangat suka

suka

agak suka

netral

Agak tidak suka

tidak suka

sangat tidak suka

Keseluruhan

kode/nilai 287 372 993

sangat suka

suka

agak suka

netral

Agak tidak suka

tidak suka

sangat tidak suka

Komentar: ……………………………………………………………………............................

~Terima kasih atas partisipasinya~

Page 63: jurnal jahe

50

Lampiran 16. Contoh kuesioner uji intensitas kepedasan

Nama: Hari/tanggal pengujian: Rabu, 20 April 2011

UJI INTENSITAS KEPEDASAN JAHE

Petunjuk:

Dihadapan Anda terdapat tiga sampel minuman jahe

1. Cicipi tiap sampel mulai dari paling kiri hingga ke kanan

2. Cicipi sampel dengan sendok yang disediakan, bukan dengan sendok langsung dari gelas sampel

3. Setiap selesai mencicipi satu sampel, netralkan mulut Anda dengan air yang telah disediakan

4. Berikan penilaian tiap sampel mengenai atribut kepedasan jahe dengan tanda garis

5. Jangan membandingkan sampel satu dengan lainnya

kode sampel: 813

kepedasan

none

kode sampel: 413

kepedasan

none

kode sampel: 598

kepedasan

none

Komentar:

……………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………….

~Terima kasih atas partisipasinya~

very

very

very

Page 64: jurnal jahe

51

Lampiran 17a. Hasil uji intensitas kepedasan minuman jahe

No. Nama Gajah Emprit Merah

1 Mathelda 2.30 7.90 5.35

2 Vita 1.15 1.20 2.60

3 Cicoy 0.75 3.45 7.25

4 Zita L.S. 1.10 13.35 10.05

5 Riffi 2.40 6.35 7.45

6 Dwi Wahyu U. 1.35 9.95 5.05

7 Muslikatin 0.90 9.05 11.20

8 Alia Mustika N. 4.25 5.05 3.05

9 Tika S. 6.10 7.25 6.25

10 Reni 3.25 12.00 9.00

11 Fransisca L. 2.50 9.20 6.70

12 Nurhayati 4.75 9.75 8.75

13 Oni 0.00 9.60 1.00

14 Indri 2.50 4.75 3.60

15 Putu Adi P. 0.20 1.15 5.15

16 Sari Wahyuni 3.90 14.35 8.65

17 I Kadek Putra 4.05 9.80 1.25

18 Zaim 2.80 6.50 4.05

19 Marisa 1.95 9.10 10.70

20 Munyatul I. 0.25 3.05 2.95

21 Lia 5.50 11.80 7.35

22 Ariyanti 2.75 7.80 6.85

23 Denis S. 1.60 8.65 2.65

24 Anonim 1.35 8.30 4.25

25 Wiwit Arif W. 1.10 6.25 7.30

26 Yunita S. Mardiyah 2.50 5.50 3.45

27 Sarah Fathia 0.95 7.30 5.75

28 Khofid 2.10 12.30 9.65

29 Yuszda 1.05 14.50 7.50

30 Uswah 2.10 4.25 3.15

Rata-rata 2.25 7.98 5.93

SD 1.55 3.54 2.82

Keterangan: Skala garis 0 cm (none) – 15 cm (very)

Page 65: jurnal jahe

52

Lampiran 17b. Uji keragaman (ANOVA) pada uji intensitas kepedasan jahe

Sumber Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat tengah F Sig.

Model 3474.603a 32 108.581 20.414 .000

Panelis 356.203 29 12.283 2.309 .003

Kode_sampel 506.406 2 253.203 47.604 .000

Galat 308.499 58 5.319

Total 3783.103 90

a. R Squared = .918 (Adjusted R Squared = .873)

Intensitas_kepedasan (Duncan)

Kode_sampel N

Subset

1 2 3

Gajah 30 2.2483

Merah 30 5.9383

Emprit 30 7.9917

Sig. 1.000 1.000 1.000

Page 66: jurnal jahe

53

Lampiran 18a. Hasil uji hedonik minuman jahe

No. Nama Rasa Aroma Keseluruhan

Gajah Emprit Merah Gajah Emprit Merah Gajah Emprit Merah

1 Azizah 2 7 5 2 6 6 2 7 4

2 Puji Astuti 4 6 5 6 6 6 2 6 5

3 Yunita S. M. 5 2 1 2 7 6 6 3 2

4 Firzatus 4 2 3 4 6 2 4 5 3

5 Marisa 3 5 6 6 7 6 2 5 6

6 Putu 1 1 1 1 5 5 1 3 5

7 Reggie 6 5 5 6 6 6 6 5 5

8 Alia M. N. 2 3 5 2 5 5 2 3 5

9 Ricky A. 6 6 5 6 2 2 6 3 1

10 Anonim 1 5 6 6 3 5 4 3 6 6

11 Mr. x 4 6 2 2 6 5 4 6 5

12 Melina S. 4 7 6 5 7 6 5 7 6

13 Intan K. 2 5 3 3 5 6 3 3 5

14 Nindira 7 3 2 2 4 3 7 2 3

15 Dwi W. U. 5 2 3 3 5 6 5 3 5

16 Ramlan 4 5 6 5 5 6 5 6 7

17 Andrew 6 4 2 4 3 3 6 3 3

18 Audi 5 4 3 4 3 3 5 3 2

19 Mely 2 5 5 5 5 5 2 4 4

20 Chyntia 2 5 5 5 6 6 3 5 6

21 Azizati 6 6 5 6 6 6 6 6 5

22 Hafid F. 4 3 5 6 4 6 2 2 5

23 Nova 2 4 4 5 4 4 3 4 4

24 Deka N. 5 4 2 6 6 6 6 5 5

25 Rizki 5 3 6 4 4 4 4 4 5

26 Legistia 4 5 5 4 4 4 4 4 5

27 Zaenal 6 5 6 4 5 5 6 6 5

28 M. Fajar 1 2 2 1 2 2 1 2 2

29 Melati K. 6 5 6 5 5 6 4 5 5

30 Maz'um 3 1 1 4 4 5 2 2 2

31 Kuntoro 2 2 5 3 5 6 3 2 4

32 Bayu P. 6 6 5 6 3 4 6 6 4

33 Riri D. 4 5 7 4 5 7 6 5 7

34 Luthfia 6 5 2 4 5 3 5 6 2

35 Ade Z. 6 6 3 5 6 5 5 6 4

36 Tanti 6 2 2 3 3 5 6 3 2

Page 67: jurnal jahe

54

(lanjutan)

No. Nama Rasa Aroma Keseluruhan

Gajah Emprit Merah Gajah Emprit Merah Gajah Emprit Merah

37 Zahra 5 2 2 6 3 5 6 2 5

38 Isaac 5 2 3 6 6 6 6 3 4

39 Amalia M. 5 6 7 3 5 3 5 6 6

40 Adi I. P. 4 5 3 4 6 4 4 6 2

41 Ronald A. 6 5 4 6 5 4 6 5 4

42 Adelina 5 2 5 4 5 7 5 3 5

43 I Kadek 5 1 6 4 4 4 2 1 6

44 Vita A. P. 4 5 2 3 6 6 4 6 3

45 Waryati 2 5 6 5 6 4 2 5 5

46 Yunita 3 4 5 4 6 6 4 5 6

47 Kandi J. 5 5 6 5 5 6 5 5 6

48 Kornelia 4 5 6 3 4 6 4 5 6

49 Michael 6 2 3 3 5 6 5 3 6

50 Akhyar 6 7 6 6 7 6 6 7 5

51 Rita 5 6 6 4 4 5 5 5 6

52 Syeila 5 6 6 4 6 7 3 5 6

53 Indri 5 6 3 6 6 6 5 6 3

54 Lukman 4 6 7 4 6 6 4 6 7

55 Zita 5 7 6 4 7 7 5 7 6

56 Baso 6 6 7 4 5 6 4 5 6

57 Zaki 4 3 3 4 3 4 4 3 4

58 Shannora 2 5 6 6 7 6 2 5 6

59 Cicoy 2 5 4 4 6 5 2 6 4

60 Devy N. N. 4 6 6 5 4 6 4 5 6

61 Yesica S. 3 2 2 7 4 4 4 2 2

62 Vanya 3 5 6 4 5 6 3 5 6

63 Khafidudin 6 5 6 6 5 7 6 5 6

64 Puji 2 5 6 5 6 2 2 5 5

65 Eliana S. 4 5 6 6 6 5 4 5 6

66 Kenny M. 3 3 6 3 6 6 3 5 6

67 Lukman H. 3 2 2 4 4 5 3 2 2

68 Trancy 2 4 5 5 4 6 1 5 4

69 Frendy A. A. 3 3 4 5 5 4 3 3 4

70 Munyatul 4 1 3 4 5 5 4 2 3

71 Indri P. H. 5 5 5 5 6 6 5 5 5

72 Oni 2 3 4 2 3 4 2 3 4

73 Fransisca L. 3 2 4 4 3 4 3 2 4

74 Yuszda 5 7 6 5 7 6 4 7 6

Page 68: jurnal jahe

55

(lanjutan)

No. Nama Rasa Aroma Keseluruhan

Gajah Emprit Merah Gajah Emprit Merah Gajah Emprit Merah

75 Rola N. W. 6 2 5 6 5 5 6 2 3

76 Masudah 3 7 6 4 7 6 5 7 6

77 Deasy A. 3 4 5 4 5 6 2 3 4

78 Anonim 2 5 2 1 4 5 6 5 3 2

Rata-rata 4.14 4.26 4.42 4.31 5.04 5.12 4.04 4.38 4.55

SD 1.49 1.74 1.72 1.33 1.23 1.27 1.54 1.60 1.47

Keterangan: nilai kesukaan 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka,

7 = sangat suka.

Page 69: jurnal jahe

56

Lampiran 18b. Uji keragaman (ANOVA) pada uji hedonik minuman jahe

1. Rasa

Sumber Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Model 4596.470a 80 57.456 28.402 .000

Panelis 319.829 77 4.154 2.053 .000

Sampel 3.137 2 1.568 .775 .462

Galat 311.530 154 2.023

Total 4908.000 234

a. R Squared = .937 (Adjusted R Squared = .904)

2. Aroma

Sumber Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Model 5661.000a 80 70.762 58.905 .000

Panelis 192.462 77 2.500 2.081 .000

Sampel 31.000 2 15.500 12.903 .000

Galat 185.000 154 1.201

Total 5846.000 234

a. R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .952)

Skor_aroma (Duncan)

Sampel N

Subset

1 2

gajah 78 4.31

emprit 78 5.04

merah 78 5.12

Sig. 1.000 .701

3. Keseluruhan (Overall)

Sumber Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Model 4632.009a 80 57.900 29.526 .000

Panelis 244.650 77 3.177 1.620 .006

Sampel 10.675 2 5.338 2.722 .069

Galat 301.991 154 1.961

Total 4934.000 234

a. R Squared = .939 (Adjusted R Squared = .907)