Top Banner
8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 1/9  TANGGUNG JAWAB YAYASAN TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA YANG DILAKUKAN OLEH RUMAH SAKIT Steffi Graf  1) , Badriyah Rifai 2)  , dan Sakka Pati 2)  1) Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar. 2) Dosen Pengajar Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar.  AB STRAK Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Wakaf UMI Makassar, Yayasan Ratna Miriam Makassar, Yayasan Sentosa Ibu Makassar, Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, Rumah Sakit Stella Maris Makassar, berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris melalui metode wawancara dan pengamatan lapangan. Hasil penelitian ini yaitu kegiatan usaha rumah sakit yang berupa laundry, parkir, salon, toko buku, toko kacamata, bank, kantin, kafe atau minuman dan pemasangan alat pemancar tidak sesuai dengan visi dan misi rumah sakit maupun yayaasan, sedangkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan masih terdapat kontroversi (perbedaan sudut pandang) terhadap kesesuaian kegiatan usaha tersebut, karena di dalam Undang-undang Yayasan dan Undang-undang Rumah Sakit justru terdapat penafsiran yang saling bertentangan terhadap ketentuan di dalam pasal-pasal tersebut. Meskipun demikian, kesesuaian terhadap kegiatan usaha tersebut dapat dapat ditinjau berdasarkan “kewajaran” atau “kepatutan”. Dengan kata lain, apabila kegiatan usaha rumah sakit yang berada di luar batas kewajaran dan kegiatan usahanya tidak sejalan lagi dengan keberadaan fungsi dan tujuan dari rumah sakit itu sendiri, maka kegiatan usaha tersebut tidak dapat dilakukan oleh rumah sakit. Hal ini terlepas dari visi dan misi yayasan maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengurus yayasan telah memberikan kewenangan secara penuh kepada pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan usahanya, namun pimpinan rumah sakit tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan perihal kegiatan usaha tersebut kepada pihak yayasan sebelum hendak mengusahakan kegiatan tersebut. Dalam hal ini, pengurus yayasan tetap bertanggung  jawab dalam hal mengawasi seluruh kegiatan usaha rumah sakit agar kegiatan usaha rumah sakit tersebut sejalan dengan pelaksanaan fungsi dari rumah sakit, atau menunjang keberadaan rumah sakit. Pengurus Yayasan dapat memerintahkan kepada pimpinan rumah sakit untuk segera menutup kegiatan usaha tersebut apabila dinilai sudah tidak sejalan dengan fungsi rumah sakit. Kata kunci : Yayasan, Rumah Sakit, Kegiatan Usaha PENDAHULUAN Dewasa ini, Yayasan sulit dibedakan dengan lembaga yang berorientasi laba. Bentuk hukum Yayasan telah dijadikan payung untuk menyiasati berbagai aktivitas di luar bidang sosial, keagamaan, kemanusiaan, kesehatan, serta pendidikan. Selain itu, motif pendirian rumah sakit dengan bentuk hukum Yayasan, tidak murni lagi untuk sosial, idiil atau filantropis, melainkan karena adanya faktor keterpaksaan, sehingga dalam kegiatannya sangat mungkin sosok tujuan sosial tidaklah diutamakan. Fenomena yang ada di dalam praktik penyelenggaraan rumah sakit menunjukkan adanya pergeseran orientasi pelayanan rumah sakit antara bentuk kelembagaan dengan manajemen pengelolaannya, artinya rumah sakit dengan bentuk kelembagaan Yayasan dikelola dengan manajemen perusahaan sebagaimana layaknya manajemen Perseroan Terbatas (PT). Meskipun demikian, apabila badan sosial (rumah sakit) melakukan perusahaan atau badan usaha, tujuan utamanya bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk melaksanakan sesuatu yang
9

jurnal hukum skripsi4.pdf

Jul 05, 2018

Download

Documents

Wied Widayat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 1/9

 

TANGGUNG JAWAB YAYASAN TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN

USAHA YANG DILAKUKAN OLEH RUMAH SAKIT

Steffi Graf  1) , Badriyah Rifai 2) , dan Sakka Pati 2) 

1) Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum,Universitas Hasanuddin, Makassar.

2) Dosen Pengajar Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi Hukum Keperdataan, FakultasHukum, Universitas Hasanuddin, Makassar.

 ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Wakaf UMI Makassar, Yayasan Ratna Miriam Makassar,Yayasan Sentosa Ibu Makassar, Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, Rumah Sakit Stella MarisMakassar, berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan

penelitian hukum empiris melalui metode wawancara dan pengamatan lapangan. Hasil penelitianini yaitu kegiatan usaha rumah sakit yang berupa laundry, parkir, salon, toko buku, toko kacamata,bank, kantin, kafe atau minuman dan pemasangan alat pemancar tidak sesuai dengan visi dan misirumah sakit maupun yayaasan, sedangkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan masihterdapat kontroversi (perbedaan sudut pandang) terhadap kesesuaian kegiatan usaha tersebut,karena di dalam Undang-undang Yayasan dan Undang-undang Rumah Sakit justru terdapatpenafsiran yang saling bertentangan terhadap ketentuan di dalam pasal-pasal tersebut. Meskipundemikian, kesesuaian terhadap kegiatan usaha tersebut dapat dapat ditinjau berdasarkan“kewajaran” atau “kepatutan”. Dengan kata lain, apabila kegiatan usaha rumah sakit yang berada diluar batas kewajaran dan kegiatan usahanya tidak sejalan lagi dengan keberadaan fungsi dantujuan dari rumah sakit itu sendiri, maka kegiatan usaha tersebut tidak dapat dilakukan oleh rumahsakit. Hal ini terlepas dari visi dan misi yayasan maupun ketentuan perundang-undangan yang

berlaku. Pengurus yayasan telah memberikan kewenangan secara penuh kepada pimpinan rumahsakit dalam melaksanakan kegiatan usahanya, namun pimpinan rumah sakit tetap memilikikewajiban untuk melaporkan perihal kegiatan usaha tersebut kepada pihak yayasan sebelumhendak mengusahakan kegiatan tersebut. Dalam hal ini, pengurus yayasan tetap bertanggung jawab dalam hal mengawasi seluruh kegiatan usaha rumah sakit agar kegiatan usaha rumah sakittersebut sejalan dengan pelaksanaan fungsi dari rumah sakit, atau menunjang keberadaan rumahsakit. Pengurus Yayasan dapat memerintahkan kepada pimpinan rumah sakit untuk segeramenutup kegiatan usaha tersebut apabila dinilai sudah tidak sejalan dengan fungsi rumah sakit.

Kata kunci : Yayasan, Rumah Sakit, Kegiatan Usaha

PENDAHULUANDewasa ini, Yayasan sulit dibedakan

dengan lembaga yang berorientasi laba. Bentukhukum Yayasan telah dijadikan payung untukmenyiasati berbagai aktivitas di luar bidangsosial, keagamaan, kemanusiaan, kesehatan,serta pendidikan. Selain itu, motif pendirianrumah sakit dengan bentuk hukum Yayasan,tidak murni lagi untuk sosial, idiil ataufilantropis, melainkan karena adanya faktorketerpaksaan, sehingga dalam kegiatannya

sangat mungkin sosok tujuan sosial tidaklahdiutamakan.

Fenomena yang ada di dalam praktikpenyelenggaraan rumah sakit menunjukkanadanya pergeseran orientasi pelayanan rumahsakit antara bentuk kelembagaan denganmanajemen pengelolaannya, artinya rumahsakit dengan bentuk kelembagaan Yayasandikelola dengan manajemen perusahaansebagaimana layaknya manajemen PerseroanTerbatas (PT). Meskipun demikian, apabilabadan sosial (rumah sakit) melakukan

perusahaan atau badan usaha, tujuanutamanya bukan untuk mencari keuntungan,melainkan untuk melaksanakan sesuatu yang

Page 2: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 2/9

 

idiil atau filantropis atau amal, walaupun tidakmustahil bahwa Yayasan itu mendapatkeuntungan. Jadi, penekanannya bukan pada

keuntungan (profit),  melainkan padakemanfaatan (benefit). Lahirnya Undang-undang Yayasan tidak

serta merta menjamin pelaksanaan kegiatanusaha Yayasan tetap berjalan dalamkoridornya. Hal ini disebabkan oleh Undang-undang Yayasan sendiri telah memberikanpeluang bagi Yayasan untuk melakukankegiatan usaha terutama dengan mendirikanbadan usaha dan/atau ikut serta dalam suatubadan usaha yang pada gilirannyamenghendaki adanya perolehan laba, sehingga

kesempatan tersebut bisa saja disalahgunakandan disalahtafsirkan oleh organ Yayasandengan menomorduakan tujuan sosial dankemanusiaan demi memberikan prioritas utamapada tujuan mengejar keuntungan. Dengankata lain, kebebasan (meskipun di batasi) yangdiberikan kepada Yayasan untuk melakukankegiatan usaha dapat celah bagi Yayasanuntuk melakukan hal yang menyimpang.

Namun, setelah lahirnya Undang-undangNomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,Rumah Sakit Swasta, baik yang berbentuk

Yayasan maupun Perseroan Terbatas hanyadiperkenankan untuk memiliki kegiatan usahayang hanya bergerak di bidangperumahsakitan. Dengan kata lain, tidak adalagi kesempatan bagi rumah sakit untukmelakukan usaha lain yang berada di luarrumah sakit dengan tujuan menunjangoperasionalnya.

Praktik yang terjadi saat ini, khususnyadalam lingkungan rumah sakit menunjukkanbahwa rumah sakit dapat memproduksiberbagai kegiatan jasa yang bervariasi danmempunyai puluhan bahkan ratusan instalasiyang berbeda-beda produknya, mulai daripelayanan rawat inap, yang terdiri dari berbagaipenggolongan kelas, pelayanan rawat jalan,yang terdiri dari pemeriksaan kesehatan olehberbagai dokter unggulan dan dokter spesialis,UGD, operasi (bedah), apotik, laboratorium,fisioterapi, radiologi, citi-scan, USG,pemeriksaan hemadialisa, medical check up,bank darah, gizi, endoscopy, EKG, EEG,pemulasaran jenazah, excercise treatmill test,

forensik, dan pelayanan lainnya. Selain itu,rumah sakit tidak hanya memproduksipelayanan untuk orang sakit, tetapi rumah sakit

 juga memproduksi berbagai jenis pelayananbagi mereka yang ingin bertambah sehat, dantampil lebih prima misalnya pelayanan general

check-up,  pelayanan tumbuh kembang anak,pelayanan bagi orang-orang tua, klinikperawatan wajah, klinik perawatan gigi, sampaiklinik kebugaran hingga pengkurusan beratbadan yang membutuhkan teknologi biomedik.Bahkan ada rumah sakit yang didirikan untukmereka yang menginginkan pelayanan yangprima, tidak berdesak-desakan, dan berada didalam rumah sakit seolah-olah berada di hotelmewah.

Selain itu, rumah sakit tidak hanyamelakukan kegiatan usaha yang bergerak di

bidang pelayanan kesehatan, melainkan rumahsakit juga melakukan kegiatan usaha lain yangberupa pelayanan pendidikan bagi mahasiswa,pelayanan parkir bagi pengunjung rumah sakit,pelayanan laundry bagi pasien, pelayananwarung telepon, bahkan pihak rumah sakit jugamenyewakan tempat bagi pihak lain untukmelakukan kegiatan usaha di dalam lingkunganrumah sakit yang terdiri dari usaha perbankan,usaha kafe, usaha toko buku, usaha fotocopy,usaha salon, usaha toko kacamata, dan usahakoperasi karyawan.

Selanjutnya, berbagai faktor yang dapatmempengaruhi timbulnya masalah dalamhubungan antara manajer dan pemilik rumahsakit, antara lain: anggota Yayasan yang tidakmempunyai pemahaman dan keahlianmengenai rumah sakit, terjadi perangkapan jabatan Yayasan dengan direksi sehinggamenimbulkan conflict of interest; para manajertidak memahami akan pentingnya sistemkontrol dan berbagai hal lainnya. Oleh karenaitu, setiap pihak harus mengetahui tugas dankewenangannya, serta batasan kegiatan usahayang dapat dilakukan oleh rumah sakitkhususnya rumah sakit yang berada di bawahnaungan Yayasan.

METODOLOGI PERCOBAAN 

Penelitian ini dilaksanakan di kotaMakassar dan Pare-pare Provinsi SulawesiSelatan pada beberapa yayasan yangmendirikan rumah sakit beserta rumah sakit,antara lain Yayasan Wakaf UMI Makassar dan

Rumah Sakit Ibnu Sina, Yayasan Ratna MiriamMakassar dan Rumah Sakit Stella Maris

Page 3: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 3/9

 

Makassar. Penelitian ini berlangsung sejakbulan Juni sampai Agustus 2012

Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah : Daftar rumah sakit yang didirikanoleh yayasan, terdiri dari 15 Yayasan pendirirumah sakit, Statuta Rumah sakit, AnggaranDasar Rumah Tangga Yayasan, Profil RumahSakit, Daftar Kegiatan Pelayanan Medik RumahSakit, Visi dan misi rumah sakit dan visi danmisi Yayasan, serta pertanyaan wawancarayang masing-masing ditujukkan kepada pihakyayasan dan pihak rumah sakit.

Penulis menggunakan penelitian hukumempiris melalui metode analisis deskriptifkualitatif, yaitu penulis menganalisa data yang

sudah diperoleh dari studi kepustakaan, danmelalui metode wawancara, serta pengamatandi lapangan secara langsung kemudianmengaitkan berbagai peraturan hukum yangmempunyai korelasi dengan objek yang diteliti.Pertama, penulis mendeskripsikan visi dan misiYayasan, visi dan misi rumah sakit, kegiatanusaha rumah sakit, kesesuaian visi dan misitersebut dengan kegiatan usaha rumah sakit.Kedua, penulis mendeskripsikan kesesuaianantara peraturan perundang-undanganmengenai kegiatan usaha rumah sakit yang

terdapat di dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 7 ayat(1), dan Pasal 8 Undang-undang Yayasan,serta Pasal 7 ayat (4) Undang-undang RumahSakit dengan pelaksanaan kegiatan usaharumah sakit. Ketiga, penulis menjabarkantanggung jawab pengurus Yayasan, dan

organisasi sakit terhadap pelaksanaan kegiatanusaha rumah sakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Visi dan Misi

Hasil wawancara menunjukkan bahwapemisahan antara visi dan misi Yayasandengan visi dan misi rumah sakit sangatlahdiperlukan. Meskipun rumah sakit merupakansatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dariYayasan, namun rumah sakit tersebutsebenarnya bersifat mandiri atau independen,karena pengelolaan rumah sakit itu sendiri

terpisah dari Yayasan. Oleh karena itu,pengurus Yayasan menganggap bahwa rumahsakit itu sendiri harus memiliki visi dan misisecara khusus yang dapat menjadi pedomanbagi pihak rumah sakit di dalam menjalankanoperasionalnya.

Yayasan merupakan badan hukum,sedangkan rumah sakit merupakan unit usahadari Yayasan. Oleh karena itu, visi dan misirumah sakit haruslah sejalan dengan visi danmisi Yayasan, di mana maksud yang tertuangdi dalam visi dan misi rumah sakit harus sesuaidengan maksud dan tujuan Yayasan, yaitumasih berada di dalam bidang sosial,keagamaan, dan kemanusiaan, sedangkan misifinansial sama sekali tidak sesuai maksud dantujuan Yayasan.

Tabel 1. Perbedaan antara Visi dan Misi Yayasan Ratna Miriam dan Rumah Sakit Stella Maris denganVisi dan Misi Yayasan Wakaf UMI dan Rumah Sakit Stella Maris 

No Visi dan Misi Yayasan Ratna Miriam danRumah Sakit Stella Maris

Yayasan Wakaf UMI danRumah Sakit Ibnu Sina

1. Visi Pelayanan Kesehatan Ada Ada2. Visi Pendidikan Hanya ada pada visi Yayasan Ada

3. Visi Penginjilan / Dakwah Ada Tidak ada

4. Misi Pelayanan Kesehatan Ada Ada

5. Misi Pendidikan Hanya ada pada misi Yayasan Ada

6. Misi Penginjilan / Dakwah Hanya ada pada misi Yayasan Ada

7. Misi Sosial Hanya ada pada misi Yayasan Hanya ada pada misi Yayasan

8. Misi Keadilan Ada Tidak ada

9. Misi Kesejahteraan Ada Hanya ada pada misi rumah sakit

10. Misi Perolehan Finansial Tidak ada Hanya ada pada misi rumah sakit

Sumber : Hasil peninjauan visi dan misi Rumah Sakit Ibnu sina Yayasan Wakaf UMI dengan visi dan

misi Rumah Sakit Stella Maris Yayasan Ratna Miriam

Page 4: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 4/9

 

Tabel 2. Kesesuaian Kegiatan Usaha Rumah Sakit dengan Visi dan Misi Yayasan Wakaf UMI dan RumahSakit Ibnu Sina, serta Visi dan Misi Yayasan Ratna Miriam dan Rumah Sakit Stella Maris  

Sumber : Hasil analisis kegiatan usaha Rumah Sakit berdasarkan visi dan misi Yayasan Wakaf UMI danRumah Sakit Ibnu Sina, serta visi dan misi Yayasan Ratna Miriam dan Rumah Sakit Stella Maris.

Berdasarkan hasil tabel di atasmenunjukkan bahwa misi perolehan

finansial dan misi kesejahteraan

masyarakat yang tercantum di dalam misiRumah Sakit Ibnu Sina dan misi Yayasan

Ratna Miriam tersebut tidaklah menjamin

No

Kegiatan UsahaRS Ibnu Sina &RS Stella Maris

Visi & MisiYW-UMI

Visi & MisiRS

Ibnu SinaKesesuaian

Visi & MisiYayasan

Ratna Miriam

Visi & MisiRS Stella

MarisKesesuaian Kepatutan

1.Pelayanan Apotek

ü   ü  sesuai misipelayanankesehatan

ü   ü  sesuai misipelayanankesehatan

ü  

2.

PelayananTransfusi

Darah (PMI)ü   ü  

sesuai misipelayanankesehatan

- - - ü  

3.Pelayanan

PemulasaranJenazah

ü   ü  sesuai misipelayanankesehatan

ü   ü  sesuai misipelayanankesehatan

ü  

4.PelayananLaundry

× ü  sesuai misiperolehanfinansial

ü   ×sesuai misi

kesejahteraanmasyarakat

×

5.PelayananPendidikan ü   ü  

sesuai misipendidikan ü   ü  

sesuai misipendidikan ü  

6.

Penyewaantempat

(perbankan)× ü  

sesuai misiperolehanfinansial

ü   ×sesuai misi

kesejahteraanmasyarakat

ü  

7.

Penyewaantempat(kantin)

× ü  sesuai misiperolehanfinansial

ü   ×sesuai misi

kesejahteraanmasyarakat

ü  

8.

Penyewaantempat

(minuman/kafe)

× ü  sesuai misiperolehan

finansial

ü   ×sesuai misi

kesejahteraan

masyarakat

ü  

9.

Penyewaantempat

(alat pemancar)× ü  

sesuai misiperolehanfinansial

- - - ×

10Pelayanan

Parkir× ü  

sesuai misiperolehanfinansial

- - - ü  

11Penyewaan

tempat(toko buku)

- - - ü   ×sesuai misi

kesejahteraanmasyarakat

×

12

Penyewaantempat

(salon)

- - - ü   ×sesuai misi

kesejahteraan

masyarakat

×

13

Penyewaantempat

(toko kacamata)- - - ü   ×

sesuai misikesejahteraan

masyarakat×

14KoperasiKaryawan

- - - ü   ü  sesuai misi

kesejahteraankaryawan

×

Page 5: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 5/9

 

bahwa rumah sakit boleh melakukankegiatan usaha secara bebas. Hal itu

disebabkan karena seluruh kegiatan usahayang dimiliki oleh rumah sakit harusmemperhatikan aspek kewajaran ataukepatutan. Oleh karena itu, kegiatan usaharumah sakit yang tidak sesuai denganperuntukkan rumah sakit atau tidakmenunjang keberadaan rumah sakit, makatidak dapat dijalankan atau dilakukan olehrumah sakit.

Hasil wawancara dengan pihak rumahsakit menunjukkan bahwa selama ini rumahsakit hanya memiliki kegiatan usaha yang

berupa pemberian pelayanan kesehatankepada masyarakat, dan pelayanan pendidikankepada mahasiswa, sedangkan kegiatan usahayang berada di luar bidang perumahsakitan,seperti kantin, salon, toko buku, toko kacamata,kafe, bank, koperasi karyawan, dan parkirmerupakan kegiatan usaha yang dimiliki dandiusahakan oleh pihak lain. Pihak rumah sakithanya sekedar membantu menyediakan tempatbagi para pihak yang bermaksud untukmengusahakan barang dagangannya di rumahsakit.

Di samping itu, menurut pihak rumahsakit, keberadaan kegiatan usaha tersebutmerupakan hal yang sah-sah saja, karenakegiatan usaha tersebut sebenarnya bukanlahmerupakan tujuan utama dari rumah sakit,melainkan hanya sebagai penunjang bagikepentingan pasien, keluarga pasien,pengunjung, dan karyawan rumah sakit.Kegiatan usaha tersebut juga dapat dikatakanhanya mendatangkan penghasilan yang sangatkecil bagi rumah sakit, sehingga kegiatanusaha tersebut tidak terlalu berpengaruh

terhadap penghasilan rumah sakit, namunkeberadaan kegiatan usaha tersebutmemberikan penghidupan bagi pedadang kecilyang mengusahakan barang dagangannya didalam rumah sakit, di mana hal ini secara tidaklangsung telah mendukung misi sosial dan misikesejahteraan masyarakat yang dimiliki olehrumah sakit.

2. Peraturan Perundang-undangan

Kepastian hukum sangatlah diperlukanuntuk menjamin hukum dapat berfungsi

sebagai peraturan yang harus ditaati. Namun,pada kenyataannnya berbagai persoalan yang

terkait dengan substansi hukum yang belum jelas, perbedaan penafsiran yang didasari olehkepentingan masing-masing pelaku hukum, danpenegakan hukum yang lemah tidaklahdipungkiri dapat menimbulkan adanyaketidakpastian hukum, sedangkan ketertibanhukum pada umumnya berakar dariketidakpahaman atas substansi dan kulturhukum di dalam masyarakat.

Menurut Satjipto Rahardjo, bahwaadanya cacat di dalam peraturan perundang-undangan dan terutama dalam hal

penegakkan hukumnya yang akan menjadifaktor penghambat untuk mencapai tujuanhukum. Namun, bekerjanya hukumsangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu :1. Pengetahuan masyarakat tentang

hukum.2. Eksistensi lembaga hukum. Keberadaan

lembaga hukum3. Penegakkan hukum.4. Budaya hukum masyarakat.

Keempat faktor tersebut secarabersama-sama menentukan apakah hukumdapat dijalankan. Jika salah satu faktortersebut tidak ada, maka hukum tidak akandapat berjalan atau menjalankan fungsinya,sehingga keempatnya harus terdapat didalam sistem hukum.

Peraturan perundang-undangan yangdapat dijadikan sebagai pedoman dasardalam menilai kesesuaian kegiatan usahatersebut, antara lain :

1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 jo

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004tentang Yayasan :a. Pasal 3 ayat (1) dan penjelasanb. Pasal 7 ayat (1)c. Pasal 8 dan penjelasan

2. Undang-undang No. 44 Tahun 2009tentang Rumah sakit (Pasal 7 ayat (4)dan penjelasan).

Di dalam menafsirkan pasal-pasaltersebut terdapat berbagai perbedaanpenafsiran yang terjadi terhadap kegiatan

usaha rumah sakit apabila ditinjau dari

Page 6: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 6/9

 

ketentuan pasal-pasal yang terdapat didalam Undang-undang Yayasan. Hal ini

menyebabkan penilaian terhadap kewajaransuatu kegiatan usaha rumah sakit adalahhal yang sangat sulit, karena di dalamketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7, danPasal 8 Undang-undang Yaysasan sendiri justru memuat 2 (dua) tolok ukur yangsaling berbeda tentang penilaian kewajaranterhadap kegiatan usaha tersebut (tidak adatolok ukur yang objektif). Selain itu, di dalamketentuan Undang-undang Yayasan sendiritidak ada batasan atau kriteria yang jelastentang mencari keuntungan hanya sebagai

“alat” dan mencari keuntungan sebagai“tujuan”, sehingga sangat sulit untukmemisahkan atau membedakan antaramenjalankan bisnis sebagai “alat” dansebagai “tujuan”. Hal tersebut mendorongrumah sakit menafsirkan kegiatan usahatersebut sesuai dengan selera merekasendiri, di mana mereka merasa ketentuantersebut menguntungkan mereka.

Menurut pendapat Anwar Borahima didalam bukunya “Kedudukan Yayasan diIndonesia” bahwa perbedaan antara ukuran

mencari keuntungan sebagai “tujuan” dansebagai “alat” sangat tipis, bahkan sangatsulit dibedakan. Salah satu kriteria yangdapat digunakan, adalah denganmenekankan pada aspek kepentinganumum atau kemanfaatan bagi publikumumnya. Jadi, ukurannya adalahpemanfaatan hasil usaha Yayasan. Jikahasil usaha itu dimanfaatkan untukkepentingan umum atau sesuai dengananggaran dasar, maka usaha tersebutmasih dapat dikategorikan sebagai alat.

Namun, jika hasil usaha tersebut untukkepentingan organ Yayasan atau pihaklainnya yang tidak sesuai dengan anggarandasar, tidak lagi dapat dikatakan sebagai“alat”, melainkan sudah merupakan “tujuan”.

Selain itu, menurut beliau bahwa untukdapat melihat apakah kegiatan bisnistersebut masih dapat dikategorikan sebagaihanya alat untuk mencapai tujuan Yayasanatau memang sudah merupakan tujuanYayasan dapat dilakukan dengan menilikkembali latar belakang pembentukanYayasan tersebut, serta tujuan yang hendak

dicapai oleh Yayasan tersebut. Jika latarbelakang dan tujuan telah sesuai, maka

langkah berikutnya adalah mengetahuitingkat pencapaian tujuan tersebut. Satu halyang perlu diperhatikan adalah kepatutandan kewajaran. Walaupun pelaksanaankegiatan ditujukan untuk kepentinganumum, dan tujuannya bukan untukkepentingan pemilik atau pengurus, tetapimelampaui batas kewajaran, maka ini tidakdapat disebut tujuan sosial kemanusiaan(charity).”

Di dalam Undang-undang Yayasandimungkinkan bagi Yayasan melakukan

bisnis yang terkait, sedangkan untuk bisnisyang tidak terkait tidak diatur sama sekali,termasuk sanksi jika Yayasan melakukanbisnis yang tidak terkait. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa kegiatan usaha rumahsakit yang berupa apotek, transfusi darah,pemulasaran jenazah, pendidikan, kafe,kantin, parkir, bank, laundry, merupakanbisnis yang terkait, sehingga kegiatanusaha tersebut sangatlah mungkin untukdilakukan oleh rumah sakit. Hal tersebutdisebabkan oleh kegiatan usaha tersebut

menunjang keberadaan rumah sakit dantidak melampaui batas kewajaran.Sedangkan kegiatan usaha yang berupasalon, toko buku, toko kacamata, koperasikaryawan, alat pemancar merupakan bisnisyang tidak terkait, sehingga kegiatan usahatersebut tidak boleh untuk dilakukan olehrumah sakit, terlepas dari ada atau tidakadanya sanksi yang diberikan oleh Undang-undang Yayasan. Hal tersebut disebabkanoleh kegiatan usaha tersebut tidakmenunjang keberadaan rumah sakit dan

telah melampaui batas kewajaran.Hasil penelitian penulis membuktikan

bahwa penerapan terhadap ketentuan yangterdapat di dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentangRumah Sakit masih belum sepenuhnyadilaksanakan oleh semua rumah sakitswasta. Meskipun Undang-undang RumahSakit dengan jelas mencantumkan laranganbagi pihak Rumah Sakit untuk melakukankegiatan usaha yang berada di luar bidang

perumahsakitan, namun pihak rumah sakitdan pihak Yayasan tetap mengganggap

Page 7: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 7/9

 

bahwa kegiatan usaha tersebut merupakanhal yang termasuk wajar, asalkan

keberadaan kegiatan usaha tersebut beradadi dalam lingkungan rumah sakit danpengelolaan terhadap kegiatan usahatersebut tidak langsung berada pada pihakrumah sakit, melainkan pengelolaantersebut harus diserahkan kepada pihaklain.

Pada dasarnya, Yayasan merupakanbadan hukum dan rumah sakit merupakanunit kegiatan dari Yayasan, sehinggarumah sakit bukan merupakan badanhukum dan bukan merupakan subjek

hukum. Oleh karena itu, rumah sakit tidakdapat bertanggung jawab secara hukum,melainkan badan hukum Yayasan yangwajib bertanggung jawab secara badanhukum atas seluruh perbuatan melawanhukum yang dilakukan oleh organ rumahsakit tersebut sesuai dengan Pasal 1367KUHPerdata. Meskipun demikian, unitkegiatan rumah sakit tersebut tidakterlepas dari tanggung jawab hukumsebagaimana terdapat di dalam ketentuanPasal 46 Undang-undang Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit yangmenyebutkan bahwa : “rumah sakitbertanggung jawab secara hukum terhadapsemua kerugian yang ditimbulkan ataskelalaian yang dilakukan oleh tenagakesehatan di rumah sakit.” Mengenaitanggung jawab rumah sakit tersebut tidakhanya sebatas terdapat di dalam Undang-undang Rumah Sakit, melainkan terdapat juga di dalam Pasal 1367 ayat (1) dan (3)KUHPerdata, bahkan rumah sakit jugabertanggung jawab atas wanprestasi dan

perbuatan melawan hukum, apabilaperbuatan itu dilakukan oleh pegawainyasesuai dengan Pasal 1243, 1370, 1371 dan1365 KUH Perdata. Hal tersebut sesuaidengan prinsip doktrin hospital liability.

Hasil penelitian menunjukkan bahwadirektur rumah sakit memegang perananpenting dalam pertanggungjawaban organrumah sakit yaitu sebagai payung yangmenaungi seluruh kesalahan dan kelalaianyang dilakukan oleh organ rumah sakit(mulai dari wakil direktur, komite medik,kepala bagian dan kepala instalasi, dan staf

rumah sakit). Dengan kata lain, bebanpertanggungjawaban di dalam unit kegiatan

rumah sakit berada pada direktur rumahsakit. Oleh karena itu, direktur rumah sakitwajib bertanggung jawab atas seluruhpelaksanaan kegiatan usaha rumah sakitdan seluruh jumlah kerugian yang telahditimbulkan oleh orang-orang tersebut.Selanjutnya, pimpinan rumah sakit tetapmempunyai kewajiban untukmenyampaikan mengenai seluruh kegiatanusaha yang telah dilakukan oleh rumahsakit melalui laporan tahunan yang terdiridari laporan kegiatan rumah sakit dan

laporan keuangan rumah sakit yangdisampaikan secara rutin setiap tahun olehpimpinan rumah sakit kepada pengurusYayasan.

Hasil wawancara dengan pihak rumahsakit menunjukkan bahwa  apabila organrumah sakit (tenaga kesehatan) dituduhmelakukan kesalahan yang menyangkutpraktek medis dan mengakibatkan rumahsakit harus menanggung ganti kerugianterhadap pihak lain, maka selain tenagakesehatan tersebut harus bertanggung

 jawab secara pribadi, maka pihak rumahsakit juga harus bertanggung jawab atasperbuatan tenaga kesehatan tersebutkarena mereka bekerja atas nama rumahsakit. Menurut Lambang Basri Said bahwaPengurus Yayasan Wakaf UMI hanyabertanggung jawab secara moral atasseluruh kesalahan yang dilakukan olehtenaga kesehatan yang bekerja padaRumah Sakit Ibnu Sina.

Meskipun pengurus Yayasan yangbertindak sebagai perwakilan dari badan

hukum Yayasan, dan direktur rumah sakityang bertindak sebagai perwakilan dari unitkegiatan rumah sakit bertanggung jawabatas seluruh kerugian yang ditimbulkan olehorang-orang yang bekerja untuk mereka,namun orang-orang yang melakukankesalahan tersebut tidak dapat terlepas daripertanggung jawaban secara pribadi atasseluruh kesalahan yang ditimbulkan olehmereka sesuai dengan Pasal 1365 dan1366 KUHPerdata, dan Pasal 35 ayat (5)Undang-undang Yayasan. Jadi, organrumah sakit berkewajiban untuk

Page 8: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 8/9

 

mempertanggungjawabkan seluruhkesalahan dan kerugian yang telah mereka

timbulkan kepada atasan mereka.Hasil wawancara dengan pihak rumhsakit menunjukkan bahwa salah satu bentukpertanggungjawaban pimpinan rumah sakitkepada pengurus Yayasan terhadapkegiatan usaha Rumah Sakit Ibnu Sina,yaitu apabila ternyata di kemudian haripihak Yayasan mendapatkan bahwa RumahSakit telah melakukan kegiatan usaha yangtidak sejalan lagi dengan pelaksanaanfungsi rumah sakit itu sendiri, atau dengankata lain kegiatan usaha tersebut dinilai

oleh pihak Yayasan tidak lagi menunjangkeberadaan dari fungsi rumah sakittersebut, maka pihak Yayasan dapatmemerintahkan kepada pihak Rumah SakitIbnu Sina untuk segera menutup kegiatanusaha tersebut, dan selanjutnya PimpinanRumah Sakit Ibnu Sina wajib untuk segeramenjalankan perintah penutupan kegiatanusaha tersebut.

KESIMPULAN

1. Pada kenyataannya, apabila ditinjauberdasarkan visi dan misinya, makakegiatan usaha rumah sakit yang berupalaundry, parkir, salon, toko buku, tokokacamata, bank, kantin, kafe/minumandan pemasangan alat pemancar tidaksesuai dengan visi dan misi, sedangkanapabila ditinjau berdasarkan ketentuanperundang-undangan, maka masihterdapat kontroversi terhadapkesesuaian kegiatan usaha tersebut,karena di dalam Undang-undang

Yayasan dan Undang-undang RumahSakit justru terdapat penafsiran yangsaling bertentangan terhadap ketentuandi dalam Pasal-Pasal tersebut. Meskipundemikian, kesesuaian terhadap kegiatanusaha tersebut dapat ditinjauberdasarkan “kewajaran” atau“kepatutan”. Dengan kata lain, apabilakegiatan usaha rumah sakit berada diluar batas kewajaran dan kegiatanusahanya tidak sejalan lagi dengankeberadaan fungsi dan tujuan dari rumahsakit itu sendiri, maka kegiatan usaha

tersebut tidak dapat dilakukan olehrumah sakit.

2. Pada dasarnya, pengurus Yayasan telahmemberikan kewenangan secara penuhkepada pimpinan rumah sakit dalammelaksanakan kegiatan usahanya.Meskipun demikian, pimpinan rumahsakit memiliki kewajiban untukmelaporkan perihal kegiatan usahatersebut kepada pihak Yayasan sebelumhendak mengusahakan kegiatantersebut. Dalam hal ini, pengurusYayasan tetap bertanggung jawab dalamhal mengawasi seluruh kegiatan usaha

rumah sakit agar kegiatan usaha rumahsakit tersebut sejalan denganpelaksanaan fungsi dari rumah sakit,atau menunjang keberadaan rumahsakit. Selain itu, apabila pengurusYayasan menemukan bahwa rumah sakittelah melakukan kegiatan usaha yangtidak sejalan lagi dengan pelaksanaanfungsi rumah sakit itu sendiri, makapengurus Yayasan dapat memerintahkankepada pimpinan rumah sakit untuksegera menutup kegiatan usaha

tersebut.

SARAN

1. Pemerintah sebaiknya mengkaji ulangketentuan Pasal yang terdapat di dalamUndang-undang Yayasan, khususnyaPasal yang mengatur tentang kegiatanusaha Yayasan, sehingga tidakmenimbulkan penafsiran ganda terhadapmakna yang terkandung di dalam pasal-

pasal tersebut. Pemerintah juga harusmemperhatikan setiap pasal yangterdapat di dalam undang-undangYayasan, sehingga tidak terdapat pasalyang saling bertentangan, melainkansebaiknya pasal yang satu bisamendukung pasal yang lainnya. Selainitu, pemerintah juga harusmemperhatikan dalam menyusunketentuan isi pasal dan penjelasan yangterdapat di dalam Undang-undang RumahSakit, sehingga isi pasal dan penjelasan

tersebut tidak menimbulkan perbedaan

Page 9: jurnal hukum skripsi4.pdf

8/16/2019 jurnal hukum skripsi4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-hukum-skripsi4pdf 9/9

 

penafsiran terhadap makna yangterkandung di dalam ketentuan pasal

tersebut. Melainkan, sebaiknya isi pasaldan penjelasan tersebut sejalan dansaling mendukung maksud dari ketentuanpasal tersebut.

2. Pemerintah sebaiknya segeramembentuk Badan Pengawas RumahSakit untuk mengawasi pelaksanaan dariketentuan yang terdapat di dalamundang-undang tersebut, khususnya yangmenyangkut kegiatan usaha rumah sakityang berada di luar bidangperumahsakitan.

3. Bentuk pertanggungjawaban Yayasanterhadap rumah sakit yang paling efektifyaitu sesuai sistem Good CorporateGovernance (GCG) dengan caramembentuk Badan Pembina Rumah Sakityang bertujuan untuk menjamin tujuanrumah sakit dapat tercapai seefisienmungkin. Peranan badan tersebut

sebagai media penghubung antarakepentingan rumah sakit dan kepentingan

Yayasan, sehingga keseimbangan diantara keduanya dapat terpeliharadengan baik. Selain itu, sebaiknya harusada batasan yang jelas antara tugas dankewenangan pengurus Yayasan danpimpinan rumah sakit terhadap kegiatanusaha dan penyertaan modal rumah sakit,sehingga seluruh hal yang merupakantugas dan kewenangan pimpinan rumahsakit tidak boleh dicampuri oleh pengurusYayasan. Demikian juga halnya denganbatasan kewenangan antara Pembina

Yayasan, Pengurus Yayasan, maupunPengawas Yayasan haruslah jelas,sehingga baik Pembina, Pengurus,maupun Pengawas dapat menjalankantugasnya dengan baik, tanpa adanyatumpang tindih antara tugas dankewenangan masing-masing organ.