Elevasi Kepala Memperbaiki Tampakan Laring dengan Menggunakan Direk Laringoskop Abstrak Tujuan penelitian : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perubahan posisi kepala terhadap tampakan laring pada subjek yang sama. Desain : Prospektif, secara acak, perbandingan silang tampakan laring. Pasien : Seratus enam puluh tujuh pasien dewasa yang bersedia dan dijadwalkan akan menjalani operasi elektif dengan anestesi umum. Intervensi : Setelah pasien diinduksi dan diberikan pelumpuh otot dan posisi kepala diekstensikan, pandangan laring di klasifikasikan menjadi tiga tingkatan berbeda berdasarkan posisi tingginya kepala. Sebuah bantal tiup yang dapat di kembang-kempiskan diletakkan di bawah kepala subjek sebelum induksi. Dikempiskan untuk menurunkan ketinggian elevasi atau dikembangkan untuk menghasilkan ketinggian 6 cm (sniffing position), atau ketinggian 10 cm (elevated sniffing position) pada keadaan random. Hasil : Insiden dari kesulitan laringoskop (grade ≥3) adalah 8,38% tanpa elevasi kepala, 2,39% pada sniffing position dan 1,19% pada elevated sniffing position .Elevasi kepala tidak berhubungan dengan buruknya tingkatan pada pasien manapun. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Elevasi Kepala Memperbaiki Tampakan Laring dengan
Menggunakan Direk Laringoskop
Abstrak
Tujuan penelitian : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perubahan posisi kepala
terhadap tampakan laring pada subjek yang sama.
Desain : Prospektif, secara acak, perbandingan silang tampakan laring.
Pasien : Seratus enam puluh tujuh pasien dewasa yang bersedia dan dijadwalkan akan
menjalani operasi elektif dengan anestesi umum.
Intervensi : Setelah pasien diinduksi dan diberikan pelumpuh otot dan posisi kepala
diekstensikan, pandangan laring di klasifikasikan menjadi tiga tingkatan berbeda berdasarkan
posisi tingginya kepala. Sebuah bantal tiup yang dapat di kembang-kempiskan diletakkan di
bawah kepala subjek sebelum induksi. Dikempiskan untuk menurunkan ketinggian elevasi
atau dikembangkan untuk menghasilkan ketinggian 6 cm (sniffing position), atau ketinggian
10 cm (elevated sniffing position) pada keadaan random.
Hasil : Insiden dari kesulitan laringoskop (grade ≥3) adalah 8,38% tanpa elevasi kepala,
2,39% pada sniffing position dan 1,19% pada elevated sniffing position .Elevasi kepala tidak
berhubungan dengan buruknya tingkatan pada pasien manapun.
Kesimpulan : sniffing position memperbaiki paparan glotic ketika tingkatan laringoskopik
lebih besar dari 1 dibandingkan dengan posisi kepala mendatar. Elevated sniffing position
memperbaiki pandangan agar lebih baik pada beberapa pasien. Karena elevasi kepala tidak
behubungan dengan tingkat kesulitan pada pasien manapun, elevated sniffing position harus
dipertimbangkan sebagai posisi awal sebelum direk laringoskop ketika kesultian dicurigai.
1. Introduksi
sniffing position (SP) merupakan posisi yang telah direkomendasikan untuk
melakukan direk laringoskop pada dewasa. Untuk mencapai SP, leher semestinya di
ekstensikan pada sendi atlanto-occipital [2]. Kelebihan dari SP dibandingkan ekstensi kepala
sederhana telah masih dipertanyakan [3-4]. Selain itu, kekokohan anatomi dari teori 3 sumbu
kesejajaran yang membenarkan penggunaannya juga sudah ditantang [5,6]. Sebaliknya SP
1
dan elevasi kepala berhubungan dengan tampakan glottis yang lebih baik pada pasien dengan
tampakan awal yang sulit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi kepala
optimal yang menggambarkan tampakan laring yang paling baik dan sehingga dapat menjadi
posisi awal kepala yang direkomendasikan pada direk laringoskop.
2. Metode
Setelah mendapat persetujuan dari Illinois Masonic Medical Center Institutional
Review Board, surat persetujuan (informed consent) telah didapatkan dari 170 pasien dewasa
dengan status ASA 1-3 yang telah dijadwalkan akan menjalani operasi elektif yang
membutuhkan intubasi endotracheal. Pasien yang memiliki riwayat intubasi sulit, gigi yang
ompong, penyakit refluks gastroesofageal, obesitas berat (Body Mass Index [BMI] > 35
kg/m2 atau dikhawatirkan adanya resiko aspirasi di eksklusi dari penelitian ini. Sebelum
evaluasi jalan nafas preanestesi beberapa parameter telah dicatat, diantaranya : IMT,
pembukaan mulut, jarak thyromental, jangkauan gerakan leher dan klasifikasi Mallampati
yang dimodifikasi. Monitoring sesuai standar ASA diterapkan dengan premedikasi yang
diberikan ialah midazolam (2mg) dan fentanyl (1.5 µg/kg) dan preoksigenasi yang diberikan
3-5 menit dengan pernafasan tidal volum dengan menggunakan face-mask yang ketat. Sebuah
bantal khusus yang dapat ditiup diletakkan dibawah kepala pasien, didesain untuk dapat
membuat elevasi kepala sedemikian rupa. Ketika bantal mengembang penuh mengakibatkan
elevasi kepala setinggi 10 cm dan ketika dikempiskan penuh tidak ada elevasi kepala (posisi
kepala datar). Obat induksi anestesi yang digunakan ialah propofol (2 mg/kg) diikuti dengan
rocuronium (0,6 mg/kg) dan manual.
Usaha laringoskopi digunakan menggunakan laringoskop machintosh, ukuran 3 atau 4
untuk menilai tampakan laring pada 3 posisi yang berbeda.:
1. Tidak ada elevasi kepala.ketika bantal khusus dikempiskan dan hanya sedikit ekstensi
kepala.
2. Sniffing position : elevasi occiput 6 cm (sekitar 35° fleksi kepala) dengan sedikit ekstensi
kepala.
3. Elevated sniffing position (ESP) : elevasi occiput 10 cm (>35° fleksi kepala) dengan sedikit
ekstensi kepala.
2
Pengaplikasian ekstensi kepala dengan derajat yang sama pada 3 posisi kepala yang
berbeda. Seorang asisten memperhatikan tampakan dari profil kepala untuk membantu
menstandarisasi posisi wajah pada 3 posisi yang dipelajari.
Dengan kepala yang telah diposisikan sesuai dengan posisi awal, blade laringoskop
dimasukkan lalu tampakkan dinilai. Ketika laringoskop masih di dalam rongga mulut, bantal
diatur sedemikian rupa ke 2 posisi yang telah dipersiapkan lalu tampakannya dinilai. SP dan
ESP di dilakukan dengan cara mengembangkan bantal khusus tersebut sesuai dengan
ketinggian yang diinginkan dan penggaris digunakan untuk memastikan ketinggian tersebut.
Pengacakan urutan pengembangan tinggi bantal dengan cara menetapkan penerapan
secara acak dengan menggunakan metode komputerisasi, amplop tertutup berisi 1 kartu dari 6
kemungkinan urutan pada saat informed consent pasien didapatkan. Selama preoksigenasi,
amplop dibuka dan urutan elevasi kepala diketahui pada saat itu. Untuk mengklasifikasikan
tampakan laring, sistem tingkatan Cormack dan lehane’s dengan modifikasi benumof’s
digunakan.
1. Grade 1a: Seluruh pita suara, termasuk comisura anterior dapat dilihat.
Grade 1b: ketika hanya sebagian (tidak seluruh) pita suara terlihat. Rentang skor dari 1.1
(90% pita suara terlihat) sampai 1.9 (hanya ketika 10% terlihat).
2. Grade 2: Hanya arytenoid yang dapat dilihat, dan tidak ada bagian dari pita suara terlihat.
3. Grade 3: Hanya epiglottis terlihat
4. Grade 4: Epiglotis tidak dapat terlihat
3
Tampakan pada tingkatan tersebut tidak
menggunakan teknik External Laryngeal
Manipulation (ELM). Tiga laringoskopis yang
melakukan prosedur penelitian telah menjalani
pelatihan untuk memakai gaya angkat yang sama
pada laringoskop selama penelitian ini. Dasar
penelitian ini ialah untuk menjaga daya angkat
laringoskopis pada 3 posisi kepala yang berbeda.
Jika ELM atau peningkatan daya angkat
laringoskop diperlukan untuk visualisasi yang
lebih baik (tingkat 3 atau 4 pada semua posisi),
maneuver ini dilakukan setelah tingkatan
penglihatan dinilai pada ke-3 posisi. Sebuah serat