i PENGARUH KETEBALAN DAN KONSENTRASI LARUTAN GULA SELAMA PROSES DEHIDRASI OSMOSIS TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORIS MANISAN KERING JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) EFFECT OF THICKNESS AND CONCENTRATION OF SUGAR SOLUTION DURING OSMOTIC DEHYDRATION PROCESS ON PHSYCOCHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF DRIED SWETEENED GUAVA (Psidium guajava L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pangan Oleh : Devi Octaviani Purwoko 05.70.0073 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2009
198
Embed
judul, pengesahan, ringkasan, pengantar, daftar isi · 2016-05-25 · tekstur, dan sensoris pada pembuatan manisan kering jambu biji, dan mengetahui efektifitas proses dehidrasi osmosis.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENGARUH KETEBALAN DAN KONSENTRASI LARUTAN GULA SELAMA PROSES DEHIDRASI OSMOSIS TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORIS MANISAN KERING JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)
EFFECT OF THICKNESS AND CONCENTRATION OF SUGAR SOLUTION DURING OSMOTIC DEHYDRATION PROCESS ON PHSYCOCHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF DRIED SWETEENED GUAVA
(Psidium guajava L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pangan
Oleh :
Devi Octaviani Purwoko
05.70.0073
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2009
ii
PENGARUH KETEBALAN DAN KONSENTRASI LARUTAN GULA SELAMA PROSES DEHIDRASI OSMOSIS TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORIS MANISAN KERING JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)
EFFECT OF THICKNESS AND CONCENTRATION OF SUGAR SOLUTION DURING OSMOTIC DEHYDRATION PROCESS ON PHSYCOCHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF DRIED SWETEENED GUAVA
(Psidium guajava L.)
SAHAN Oleh :
Devi Octaviani Purwoko
NIM : 05.70.0073
Program Studi : Teknologi Pangan
Laporan Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada tanggal : 26 Oktober 2009.
Semarang, November 2009
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Katolik Sogijapranata
Semarang
Pembimbing I, Dekan,
Dipl–Ing. Fifi Sutanto-Darmadi Ita Sulistyawati, STP, MSc
Pembimbing II,
Ir. Sumardi, MSc
iii
Lord Jesus, as I enter this work place, I bring your presence with me I speak your peace,Your Grace and Your Perfect Order into the atmosphere of this office. I acknowledge your Lordship over all that will be spoken, thought and decided, and accomplished within this walls.
Lord Jesus, I thanks you for the gifts you have deposited in me. I do not take them lightly, but commit to using them responsibly and well. Give me a fresh supply of truth and beauty on which to draw as I do my job. Anoint in my creativity, my ideas, and my energy so that even my smallest
task my bring Your honour. Lord, when I am confused, guide me When I am weary, energize me. Lord, when I am burned out, infuse me with the Light of your Holy Spirit. May the work that I do and the way that I do it, bring hope, life and courage to all that I come in contact with today. And, to Lord, evevn in this day’s most stressful moments … may I rest in You. In Your strong and powerful name, Jesus Christ, I pray Amien.
iv
RINGKASAN
Buah jambu biji termasuk buah yang sifatnya mudah mengalami perubahan fisik dan kimia. Pemanfaatan dari jambu biji merah ini masih terbatas yaitu dinikmati secara langsung. Pengolahan buah jambu biji sebagai usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi, memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu gizi buah adalah dengan pengolahan manisan kering jambu biji. Kandungan kimia yang penting dari jambu biji adalah vitamin C. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kadar air, kadar sukrosa, kadar vitamin C, tekstur, dan sensoris pada pembuatan manisan kering jambu biji, dan mengetahui efektifitas proses dehidrasi osmosis. Manisan basah jambu biji dibuat dengan cara pencucian, pengupasan, pemotongan, pengambilan biji, blanching, perendaman dalam larutan gula. Pada saat pemotongan digunakan 3 macam ketebalan, yaitu 1 cm, 2 cm, dan 3 cm. Sedangkan pada saat perendaman dilakukan berbagai macam konsentrasi larutan gula, yaitu 40%, 50%, dan 60%. Analisa fisik yang dilakukan adalah hardness, sedangkan analisa kimia yang dilakukan antara lain kadar air, kadar sukrosa, dan kadar vitamin C. Analisa fisik dan kimia pada jambu biji dilakukan setelah pretreatment, perendaman, dan pengeringan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, kadar sukrosa, kadar vitamin C, dan tekstur manisan jambu biji. Model matematika yang tepat untuk penurunan kadar air selama perendaman adalah model power y = a.(xb). Kadar air terendah didapatkan pada manisan dengan perlakuan ketebalan 1 cm, dan konsentrasi gula 60% yaitu 61,31 ± 2,07%. Peningkatan kadar sukrosa yang paling cepat juga didapatkan pada perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60%, model matematika yang tepat adalah model polynomial orde 2 y=ax2+bx+c. Penurunan kadar vitamin C dan tekstur yang paling cepat juga didapatkan pada perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60%, model matematika yang tepat adalah model polynomial orde 2 y=ax2+bx+c. Berdasarkan pengujian sensoris, manisan kering jambu biji yang paling disukai panelis adalah manisan dengan perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% dengan nilai 5,02.
v
SUMMARY
Guava is a fruit that is easily change both physically and chemically. The fruit utilization is still limited, that is, mostly eaten directly. Guava processing as an effort to improve economic value, extending preservation and maintaining the nutritional quality of fruit is by drying the sweetened guava. An important chemical content of guava is vitamin C. The purpose of this study was to determine changes in water content, sucrose content, level of vitamin C, texture, and sensory in the manufacture of dried sweetened guava, and to determine the effectiveness of osmotic dehydration process. Wet sweetened guava made by washing, peeling, cutting, seed removing, blanching, and soaking in sugar solution. At the time of cutting is used 3 kinds of thickness, namely 1 cm, 2 cm and 3 cm. At the time of soaking conducted various concentrations of sugar solution, namely 40%, 50%, and 60%. Physical analysis that conducted is hardness analysis, whereas chemical analysis are include water content, sucrose content, and levels of vitamin C. Physical and chemical analysis of guava are conducted after pretreatment, soaking, and drying. From the research it was found that treatment of the thickness and concentration of sugar solution provided a real impact on water content, sucrose content, levels of vitamin C, and the texture of sweetened guava. Mathematic model that appropriate for the decrease of water content during soaking is power model y = a(xb). The lowest water content obtained in a treatment of sweets with a thickness of 1 cm and 60% sugar concentration, that is, 61.31 ± 2.07%. The fastest sucrose level improvement also obtained on treatment of 1cm thickness and concentration of 60% sugar solution, mathematic model that appropriate is order 2 polynomial model, that is y = ax2 + bx + c. The fastest of vitamin C level degradation and texture also obtained on treatment of 1 cm thickness and concentration of 60% sugar solution, the appropriate mathematic model is order 2 polynomial model, that is y = ax2 + bx + c. Based on sensory testing, sweetened dried guava that most liked by panelists is sweets with a thickness of 1 cm treatment and concentraion of 60% sugar solution with a value of 5.02.
vi
KATA PENGANTAR
Give thanks for My luvly Jessus Christ, karena atas anugerah dan kasihNya penulis bisa
menyelesaikan penulisan laporan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Ketebalan dan
Konsentrasi Larutan Gula Selama Proses Dehidrasi Osmosis Terhadap Karakteristik Fisikokimia
dan Sensoris Manisan Kering Jambu Biji (Psidium Guajava L.)” dengan baik dan tepat pada
waktunya. Banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang dapat menambah wawasan, pola
pikir dan cara pandang penulis untuk menempuh kehidupan selanjutnya. Laporan ini disusun
sebagai prasyarat untuk memenuhi kelengkapan akademis guna memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pangan.
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna yang disebabkan karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis dalam penulisannya. Namun berkat
bimbingan, nasihat, dorongan baik secara materiil maupun spirituil dari berbagai pihak, akhirnya
laporan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ibu Ita Sulistyawati, STP, MSc., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Katolik Soegijapranata.
2. Ibu Dipl.-Ing. Fifi Sutanto-Darmadi, selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini hingga laporan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Ir. Sumardi, MSc., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Semua Dosen FTP yang telah membimbing dan memberi bekal pengetahuan sehingga
penulis dapat menjadikannya landasan dalam penyusunan laporan skripsi ini.
5. Mas Soleh dan Mas Pri selaku laboran yang telah meluangkan waktu untuk membantu
penulis selama melakukan percobaan di laboratorium.
6. My Dad, My Mom, Tante Siska, Om Djing, yang tanpa henti berdoa, memberi dukungan dan
semangat baik secara material maupun spiritual kepada penulis dalam pembuatan laporan
skripsi.
vii
7. ”My best friends” Levina, Pramita, Yessica, Ivon ndut, Vina, Maya, Tita thanks a lot untuk
4 tahun yang telah kita lalui bersama dengan berbagai cerita suka dan duka. Semoga
persahabatan kita bisa terus selamanya, Amien.... Khususnya Tata yang selalu bersama-sama
penulis terus dari awal sampai akhir penulisan laporan skripsi.
8. My sweet heart Andrey yang selalu memberikan dukungan doa, yang selalu ada dalam suka
duka, siang dan malam, yang selalu memberikan semangat yang baru kepada penulis dalam
pembuatan laporan skripsi ini. You’re very precious to me.
Charles, Koh Yo, Koh Him, dll. Thank’s atas doa dan support yang begitu besar sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. You’re all will always be in my heart.
10. Teman-teman dan semua pihak especially angkatan 2004 dan 2005 yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga laporan skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kemajuan penulis dan kesempurnaan laporan skripsi ini. Semoga laporan skripsi ini dapat
berguna dalam menambah wawasan bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak yang
membutuhkannya.
Semarang, November 2009
Penulis,
Devi Octaviani Purwoko
viii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ............................................................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................ ii
RINGKASAN ............................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................................................1 1.1. Latar Belakang ..........................................................................................................................1 1.2. Tinjauan Pustaka .......................................................................................................................2 1.2.1. Jambu Biji .........................................................................................................................2 1.2.2. Manisan Jambu Biji ...........................................................................................................4 1.2.3. Dehidrasi Osmosis ............................................................................................................8 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................................................15
2. MATERI DAN METODA ........................................................................................................16 2.1. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................................................16 2.2. Materi Penelitian .....................................................................................................................16 2.3. Metoda Penelitian ...................................................................................................................17 2.3.1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................................................17 2.3.2. Penelitian Utama ..................................................................................................................18
2.3.2.1. Pembuatan Manisan Jambu Biji ..................................................................................18 2.3.2.2. Analisa Kimia ...............................................................................................................20
2.3.2.2.1. Analisa Kadar Air ...............................................................................................20 2.3.2.2.2. Analisa Sukrosa ...................................................................................................20 2.3.2.2.3. Analisa Vitamin C ................................................................................................22 2.3.2.3. Analisa Fisik .................................................................................................................22 2.3.2.4. Analisa Sensoris ...........................................................................................................22 2.3.2.5. Analisa Data .................................................................................................................23
3. HASIL PENELITIAN ...............................................................................................................24 3.1. Bahan Baku dan Pre-treatment ...............................................................................................24 3.2. Manisan Jambu Biji ................................................................................................................25 3.2.1. Analisa Kimia ..................................................................................................................25
ix
3.2.1.1. Kadar Air .................................................................................................................25 3.2.1.2. Kadar Sukrosa .........................................................................................................29 3.2.1.3. Kadar Vitamin C......................................................................................................33 3.2.2. Analisa Fisik ....................................................................................................................37 3.3. Manisan Kering Jambu Biji ....................................................................................................41 3.3.1. Analisa Kimia dan Fisik ..................................................................................................42 3.3.2. Analisa Sensoris ..............................................................................................................43
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................58
6. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................59
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jambu Biji Merah ......................................................................................................2 Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Manisan Kering Jambu Biji .............................................18 Gambar 3. Jambu Biji Segar .......................................................................................................23 Gambar 4. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Air Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ......................................25 Gambar 5. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan selama waktu perendaman
Terhadap Kadar Air Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ......................................25 Gambar 6. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Air Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ......................................................26 Gambar 7. Grafik Penurunan Kadar Air Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi
Larutan Gula .............................................................................................................28 Gambar 8. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..............................29 Gambar 9. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..............................30 Gambar 10. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..............................................30 Gambar 11. Peningkatan Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu
Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula .............................................................................................................32
Gambar 12. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..........................33 Gambar 13. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..........................34 Gambar 14. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..........................................34
xii
Gambar 15. Penurunan Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula .............................................................................................................36
Gambar 16. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Tekstur Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..........................................37 Gambar 17 Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan Selama Waktu Perendaman
Terhadap Tekstur Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..........................................37 Gambar 18 Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan ..............................................38 Gambar 19. Penurunan Tekstur Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu Perendaman
dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula .......40 Gambar 20 Manisan Kering Jambu Biji Dengan Berbagai Perlakuan ........................................41 Gambar 21. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Warna Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ...................43 Gambar 22. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Rasa Manisan Kering Jambu Biji Dengan Berbagai
Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ...................................44 Gambar 23 Grafik Analisa Sensoris Tingkat Aroma Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ...................44 Gambar 24. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Tekstur Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ...................44 Gambar 25. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Overall Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ...................45
x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kandungan Gizi Jambu Biji Segar pada setiap 100 gram .........................................3 Tabel 2. Standar Kualitas Buah Jambu Biji ...........................................................................16 Tabel 3. Pengujian Fisik dan Kimia pada Pre-treatment .......................................................24 Tabel 4. Kadar Air Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam
Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula. ...............................................27 Tabel 5. Persamaan Matematik Penurunan Kadar Air Selama Perendaman ..........................28 Tabel 6. Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai
Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ...................................31 Tabel 7. Persamaan Matematik Peningkatan Kadar Sukrosa Selama Perendaman ................32 Tabel 8. Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai
Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ..................................35 Tabel 9. Persamaan Matematik Penurunan Kadar Vitamin C Selama Perendaman ..............36 Tabel 10. Tekstur Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam
Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula ................................................39 Tabel 11. Persamaan Matematik Penurunan Kadar Vitamin C Selama Perendaman ..............40 Tabel 12. Hasil Pengujian Fisik dan Kimia Pada Manisan Kering Jambu Biji ........................42 Tabel 13. Score Rata-Rata Hasil Analisa Sensoris Produk Manisan Kering Jambu Biji degan
Berbagai Macam Perlakuan ......................................................................................43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3710-1995)
Lampiran 2. Lembar Kuisioner Uji Sensoris
Lampiran 3. Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dalam Suatu Bahan dengan Metode
Luff-Schoorl
Lampiran 4. Uji Normalitas
Lampiran 5. SPSS Pengujian Kimia dan Fisik Manisan Jambu Biji
Lampiran 6. SPSS Uji Kimiawi Pengeringan
Lampiran 7. SPSS Uji Analisa Sensoris
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Buah berwarna merah seperti jambu biji merupakan jenis buah yang mudah kita temukan dalam
kehidupan sehari hari. Namun buah ini termasuk buah yang sifatnya mudah mengalami
perubahan fisik dan kimia bila tidak ditangani secara tepat. Akibatnya, mutu pada buah akan
turun secara drastis dan menyebabkan buah jambu biji menjadi tidak segar lagi dalam waktu
yang singkat. Perubahan sifat pada buah ini sering disebabkan oleh proses oksidasi karena buah
telalu sering terkena sinar matahari secara langsung, proses pemanenan yang kurang baik, serta
pengaruh biologis karena adanya pertumbuhan jamur sehingga mempermudah terjadinya
pembusukan pada buah (Astawan dan Astawan, 1991).
Oleh karena itu, pengolahan buah menjadi salah satu alternatif untuk mengantisipasi hasil
produksi berlimpah yang tidak dapat dipasarkan karena mutunya rendah. Berbagai produk hasil
olahan buah diantaranya adalah sari buah, manisan, selai, jelly, buah kering, saus, acar, dan
sebagainya. Dengan diolah menjadi berbagai macam produk tersebut maka buah jambu biji akan
mendapatkan nilai tambah (Satuhu, 1996). Pemanfaatan dari jambu biji merah ini masih terbatas
yaitu dinikmati secara langsung dan masyarakat belum menyadari bahwa jambu biji merah dapat
diolah menjadi suatu produk, seperti manisan kering jambu biji.
Pengolahan manisan kering jambu biji dimaksudkan untuk menganekaragamkan pangan,
meningkatkan nilai ekonomi, memperpanjang umur simpan dan mempertahankan atau
memperbaiki mutu gizi buah (Lucianaratih, 2003). Dalam pembuatan manisan kering juga
dilakukan perendaman buah dalam larutan gula, yang dapat dibuat dalam berbagai kombinasi
ketebalan maupun konsentrasi larutan gula. Kombinasi-kombinasi perlakuan ini dapat
berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan sensorinya. Pada prinsipnya, proses pembuatan
manisan merupakan peristiwa dehidrasi osmosis, yaitu suatu proses penghilangan sebagian air
dalam bahan yang direndam dalam larutan osmotik seperti larutan gula. Dalam pembuatan
manisan setelah proses perendaman dengan larutan gula, dapat dilanjutkan dengan pengeringan.
Proses pengeringan sendiri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik menggunakan
2
sinar matahari, tenaga listrik maupun sumber panas lainnya. Pengeringan dengan alat pengering
yang menggunakan tenaga listrik merupakan perlakuan yang efektif dan memiliki banyak
kelebihan. Salah satu alat pengeringan yang digunakan adalah dehumidifier, dimana
kelebihannya dapat dilakukan pengontrolan suhu, sehingga produk dapat lebih baik dalam
warna, flavor, nilai nutrisi, kualitas pemasakan, dan kondisi pemasakan yang higienis. Selain itu
panas yang dihasilkan merata dan waktu pengeringannya cepat (Fellows, 2000).
1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Jambu Biji
Jambu biji merupakan tanaman tropis yang berasal dari Brazil, disebarkan ke Indonesia melalui
Thailand. Jambu biji juga punya nama sebutan lain, diantaranya glima breueh, glimeu beru,
Keterangan: - Semua nilai merupakan nilai mean ± standar deviasi dalam enam kali ulangan. - Superscript huruf kecil menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar baris tiap titik jam perendaman pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript huruf besar menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar konsentrasi larutan gula pada tiap kolom perlakuan ketebalan pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript angka menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar ketebalan pada tiap kolom perlakuan konsentrasi larutan gula pada tingkat kepercayaan 95%.
Pada Tabel 3 dari sembilan kombinasi perlakuan bila disajikan secara grafis, terlihat bahwa
kombinasi ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% perubahan kadar airnya paling
cepat, sedangkan yang paling lambat kombinasi ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula
40% seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Penurunan Kadar Air Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Hubungan perlakuan berbagai variabel konsentrasi larutan gula terhadap parameter kadar air
selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 5, dimana menunjukkan bahwa konsentrasi
larutan gula 60% mengalami penurunan kadar air yang paling cepat keluar dari produk.
Karakteristik konsentrasi larutan gula 40% agak berbeda dengan konsentrasi larutan gula 50%
dan 60%. Pada konsentrasi larutan gula 40% pada awal sampai jam ke-2 perendaman terlihat
cepat, pada jam ke-3 sampai ke-8 mulai melambat, dan setelah jam ke-8 cenderung lambat.
Sedangkan pada konsentrasi larutan gula 50% dan 60%, kadar air cenderung berjalan cepat pada
awal perendaman sampai jam ke-4, jam ke-5 sampai jam ke-8 mulai melambat dan cenderung
lambat setelah jam ke-8 cenderung lambat.
Gambar 5. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula selama waktu perendaman
Terhadap Kadar Air Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
28
Sedangkan hubungan perlakuan berbagai variabel ketebalan terhadap parameter kadar air selama
perendaman dapat dilihat pada Gambar 6, yang menunjukkan bahwa perlakuan ketebalan 1 cm
kadar airnya berkurang paling cepat dibandingkan pelakuan ketebalan lainnya terlihat jelas sejak
jam perendaman pertama. Karakteristik penurunan kadar air dari ketiga tingkat ketebalan
cenderung sebanding, terlihat cepat pada awal perendaman sampai jam ke-4; mulai melambat
pada jam ke-5 sampai jam ke-8; dan setelah melewati jam ke-8 kadar airnya berjalan lambat.
60
65
70
75
80
85
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
J am ke ‐
Kad
ar A
ir (%
)
1 cm 2 cm 3 cm
Gambar 6. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan selama waktu perendaman Terhadap Kadar Air Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
Interaksi antara perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula dapat terlihat pada Gambar 7.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa antara ketebalan dan konsentrasi larutan gula memiliki
interaksi yang sangat kuat. Pada ketebalan 1 cm, semakin besar konsentrasi larutan gula maka
penurunan kadar air besar baik pada 40% ke 50% maupun lebih dari 50%. Karakter penurunan
ini juga teramati pada ketebalan 2 cm, dengan tingkat penurunan yang lebih rendah. Sedangkan
pada ketebalan 3 cm terlihat paling melambat penurunan kadar airnya.
Gambar 7. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Air Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
29
Ketebalan terlihat lebih berpengaruh dibanding konsentrasi larutan gula. Perbedaan tersebut
terlihat bahwa hasil analisis grafis dari kedua variabel perlakuan tersebut yang masing-masing
diisi dalam 3 tingkat. Profil perubahan kadar air manisan jambu biji selama 12 jam perendaman
dapat digambarkan dengan model matematika ideal yaitu model power dengan rumus y = a.(xb).
Bila kurva tersebut diturunkan maka rumusnya berubah menjadi dy/dx (y’) =ab.(xb-1), dimana y
adalah kadar air, dy/dx adalah koefisien difusi untuk kadar air, dan x adalah satuan waktu
dehidrasi osmosis.
Tabel 4. Persamaan Matematik Penurunan Kadar Air Selama Perendaman.
Variabel Y (A.XB) dY/dX (AB.XB-1) 1 cm 72.491 X-0.061 -4,422 X -1.061 2 cm 75.113 X-0.060 -4,507 X -1.060 3 cm 77.820 X-0.050 -3,891 X -1.050 40% 76.315 X-0.045 -3.434 X -1.045 50% 75.177 X-0.054 -4.083 X -1.045 60% 72.737 X-0.060 -4,376 X -1.060
Dari profil penurunan kadar air yang ada pada Gambar 4,5,6, dan 7; Tabel 3 dan 4, dapat dilihat
bahwa manisan jambu biji dengan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% laju
penurunan kadar airnya paling cepat dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
3.2.1.2. Kadar Sukrosa
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi peningkatan kadar sukrosa selama 12 jam pengujian pada
ketiga tingkat konsentrasi larutan gula dan ketiga ketebalan disajikan pada Tabel 5. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa pada perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula berpengaruh
secara nyata terhadap kadar sukrosa yang dihasilkan. Pada ketebalan yang sama, perlakuan
konsentrasi larutan gula berpengaruh secara nyata terhadap kadar sukrosa yang dihasilkan.
Begitu pula pada konsentrasi larutan gula yang sama, perlakuan ketebalan juga berpengaruh
secara nyata terhadap kadar sukrosa yang dihasilkan.
30
Tabel 5. Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Keterangan : - Semua nilai merupakan nilai mean ± standar deviasi dalam enam kali ulangan. - Superscript huruf kecil menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar baris tiap titik jam perendaman pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript huruf besar menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar konsentrasi larutan gula pada tiap kolom perlakuan ketebalan pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript angka menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar ketebalan pada tiap kolom perlakuan konsentrasi larutan gula pada tingkat kepercayaan 95%.
Pada Tabel 5 dari sembilan kombinasi perlakuan bila disajikan secara grafis, terlihat bahwa
kombinasi ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% perubahan kadar sukrosanya paling
cepat, sedangkan yang paling lambat kombinasi ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula
40% seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Peningkatan Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Hubungan perlakuan berbagai variabel konsentrasi larutan gula terhadap parameter kadar
sukrosa selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 9, dimana menunjukkan bahwa
konsentrasi larutan gula 60% mengalami peningkatan kadar sukrosa yang paling cepat masuk ke
dalam produk. Karakteristik konsentrasi larutan gula 40% agak berbeda dengan konsentrasi
larutan gula 50% dan 60%, dimana pada jam ke-2 perendaman terlihat sudah mulai melambat,
dan setelah jam ke-9 cenderung lambat. Sedangkan pada konsentrasi larutan gula 50% dan 60%,
kadar sukrosa berjalan cepat pada awal perendaman sampai jam ke-4, jam ke-5 sampai jam ke-9
mulai melambat dan cenderung stabil setelah jam ke-9.
Gambar 9. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
32
Sedangkan hubungan perlakuan berbagai variabel ketebalan terhadap parameter kadar sukrosa
selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 10, yang menunjukkan bahwa perlakuan
ketebalan 3 cm kadar sukrosanya meningkat paling lama dibandingkan pelakuan ketebalan
lainnya, terlihat jelas sejak jam pertama. Karakteristik peningkatan kadar sukrosa pada ketebalan
1 cm dan 2 cm cenderung sebanding, terlihat cepat pada awal perendaman sampai jam ke-4;
mulai melambat pada jam ke-5 sampai jam ke-9; dan setelah melewati jam ke-9 kadar
sukrosanya berjalan lambat.
Gambar 10. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
Interaksi antara perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula dapat terlihat pada Gambar 11.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa antara ketebalan dan konsentrasi larutan gula memiliki
interaksi yang sangat kuat. Pada ketebalan 1 cm, semakin besar konsentrasi larutan gula maka
peningkatan kadar sukrosa besar. Karakter peningkatan ini juga teramati pada ketebalan 2 cm
dan 3 cm, pada konsentrasi larutan gula 40% ke 50% peningkatan relatif kecil. Namun terlihat
berbeda pada konsentrasi larutan gula 50% ke 60% terlihat pada ketebalan 3 cm mulai meningkat
sedangkan pada ketebalan 2 cm peningkatannya terlihat menurun atau dapat dikatakan stabil.
Gambar 11. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
33
Konsentrasi larutan gula terlihat lebih berpengaruh dibanding ketebalan. Perbedaan tersebut
terlihat bahwa hasil analisis grafis dari kedua variabel perlakuan tersebut yang masing-masing
diisi dalam 3 tingkat. Profil perubahan kadar sukrosa manisan jambu biji selama 12 jam
perendaman dapat digambarkan dengan model matematika ideal yaitu model polynomial tingkat
dua dengan rumus y=ax2+bx+c, sedangkan untuk mengetahui koefisien difusi didapatkan dengan
cara menurunkan rumus tersebut menjadi dy/dx (y’) = 2ax+b, dimana y adalah kadar sukrosa,
dy/dx adalah koefisien difusi untuk kadar sukrosa, dan x adalah satuan waktu dehidrasi osmosis.
Tabel 6. Persamaan Matematik Peningkatan Kadar Sukrosa Selama Perendaman Variabel y=ax2+bx+c y' = 2ax+b
40% -0,073 X2 + 1,610 X + 10,805 -0,147 X + 1,611 50% -0,098 X2 + 1,944 X + 10,793 -0,196 X + 1,944 60% -0,098 X2 + 1,962 X + 11,119 -0,196 X + 1,962 1 cm -0,097 X2 + 1,954 X + 10,886 -0,194 X + 1,954 2 cm -0,095 X2 + 1,903 X + 11,042 -0,190 X + 1,903 3 cm -0,077 X2 + 1,660 X + 10,789 -0,155 X + 1,660
Dari profil peningkatan kadar sukrosa yang ada pada Gambar 8,9,10, dan 11; Tabel 5 dan 6,
dapat dilihat bahwa manisan jambu biji dengan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60%
laju peningkatan kadar sukrosanya paling cepat dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
3.2.1.3. Kadar Vitamin C
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi penurunan kadar vitamin C selama 12 jam pengujian pada
ketiga tingkat konsentrasi larutan gula dan ketiga ketebalan disajikan pada Tabel 7. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa pada perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula berpengaruh
secara nyata terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan. Pada ketebalan yang sama, perlakuan
konsentrasi larutan gula berpengaruh secara nyata terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan.
Begitu pula pada konsentrasi larutan gula yang sama, perlakuan ketebalan juga berpengaruh
secara nyata terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan.
34
Tabel 7. Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
60% 25,34 ± 1,39eA1 24,76 ± 1,34efA1 23,65 ± 1,17efgA1 22,72 ± 1,69fghA1 21,65 ± 1,46ghA1 21,03 ± 1,01hA12 Keterangan : - Semua nilai merupakan nilai mean ± standar deviasi dalam enam kali ulangan. - Superscript huruf kecil menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar baris tiap titik jam perendaman pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript huruf besar menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar konsentrasi larutan gula pada tiap kolom perlakuan ketebalan pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript angka menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar ketebalan pada tiap kolom perlakuan konsentrasi larutan gula pada tingkat kepercayaan 95%.
35
Pada Tabel 7 dari sembilan kombinasi perlakuan bila disajikan secara grafis, terlihat bahwa pada
akhir perendaman kombinasi ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% memiliki kadar
vitamin C paling rendah yaitu sebesar 20,08±0,76 mg, sedangkan yang paling tinggi kombinasi
ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula 40% yaitu sebesar 24,03±1,01 mg seperti yang
terlihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Penurunan Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu
Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula
Hubungan perlakuan berbagai variabel konsentrasi larutan gula terhadap parameter kadar
sukrosa selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 13, dimana menunjukkan bahwa
konsentrasi larutan gula 60% mengalami penurunan kadar vitamin C yang paling banyak. Pada
awal perendaman sampai jam ke-6 terlihat penurunan kadar vitamin C hampir sama tiap variabel
konsentrasi larutan gula. Namun setelah jam ke-6 sampai akhir perendaman terlihat konsentrasi
larutan gula 60% menurun paling banyak.
Gambar 13. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
36
Sedangkan hubungan perlakuan berbagai variabel ketebalan terhadap parameter kadar vitamin C
selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 14, yang menunjukkan bahwa manisan jambu biji
dengan perlakuan ketebalan 2 cm memiliki profil penurunan kadar vitamin C paling tinggi
sampai perendaman jam ke-11 dibandingkan ketebalan lainnya, tetapi pada akhir perendaman
ketebalan 3 cm memiliki kadar vitamin C paling tinggi. Perlakuan ketebalan 1 cm kadar vitamin
C-nya menurun paling cepat dibandingkan pelakuan ketebalan lainnya terlihat jelas sejak jam
perendaman ke-8 sampai akhir perendaman.
Gambar 14. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
Interaksi antara perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula dapat terlihat pada Gambar 15.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa antara ketebalan dan konsentrasi larutan gula memiliki
interaksi. Pada ketebalan 1 cm, terlihat konsentrasi larutan gula 50% sudah menurun maksimal.
Apabila dinaikkan lagi konsentrasi larutan gulanya terlihat tidak ada penurunan lagi. Sebaliknya
pada ketebalan 2 cm dan 3 cm masih ada penurunan lagi dari konsentrasi larutan gula 50% ke
60%.
Gambar 15. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Vitamin C Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
37
Ketebalan terlihat lebih berpengaruh dibanding konsentrasi larutan gula. Perbedaan tersebut
terlihat bahwa hasil analisis grafis dari kedua variabel perlakuan tersebut yang masing-masing
diisi dalam 3 tingkat. Profil perubahan kadar vitamin C manisan jambu biji selama 12 jam
perendaman dapat digambarkan dengan model matematika ideal yaitu model polynomial tingkat
2 dengan rumus y=ax2+bx+c, sedangkan untuk mengetahui koefisien difusi didapatkan dengan
cara menurunkan rumus tersebut menjadi dy/dx (y’) = 2ax+b, dimana y adalah kadar vitamin C,
dy/dx adalah koefisien difusi untuk kadar vitamin C, dan x adalah satuan waktu dehidrasi
osmosis.
Tabel 8. Persamaan Matematik Penurunan Kadar Vitamin C Selama Perendaman Variabel y=ax2+bx+c y' = 2ax+b
40% 0,023 x2 - 1,374 x + 36,170 0,046 x - 1,374 50% 0,011 x2 - 1,311 x + 36,181 0,022 x - 1,311 60% 0,003 x2 - 1,278 x + 35,774 0,006 x - 1,278 1 cm 0,000 x2 - 1,255 x + 35,709 0,000 x - 1,255 2 cm 0,016 x2 - 1,322 x + 36,651 0,032 x - 1,322 3 cm 0,046 x2 - 1,648 x + 35,765 0,093 x - 1,648
Dari profil penurunan kadar vitamin C yang ada pada Gambar 12,13,14, dan 15; Tabel 7 dan 8,
dapat dilihat bahwa manisan jambu biji dengan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60%
laju penurunan kadar vitamin C-nya paling banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
3.2.2. Analisa Fisik
Analisa fisik pada manisan jambu biji meliputi tekstur (tingkat kekerasan). Dari hasil penelitian
terjadi penurunan tingkat kekerasan pada tekstur selama 12 jam pengujian pada ketiga tingkat
konsentrasi larutan gula dan ketiga ketebalan disajikan pada Tabel 9. Dari tabel tersebut terlihat
bahwa pada perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula berpengaruh secara nyata terhadap
kekerasan yang dihasilkan. Pada ketebalan yang sama, perlakuan konsentrasi larutan gula
berpengaruh secara nyata terhadap kekerasan yang dihasilkan. Begitu pula pada konsentrasi
larutan gula yang sama, perlakuan ketebalan juga berpengaruh secara nyata terhadap kekerasan
yang dihasilkan.
38
Tabel 9. Kekerasan Manisan Jambu Biji pada Waktu Perendaman dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Keterangan : - Semua nilai merupakan nilai mean ± standar deviasi dalam enam kali ulangan. - Superscript huruf kecil menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar baris tiap titik jam perendaman pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript huruf besar menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar konsentrasi larutan gula pada tiap kolom perlakuan ketebalan pada tingkat kepercayaan 95%. - Superscript angka menunjukkan ada tidaknya beda nyata antar ketebalan pada tiap kolom perlakuan konsentrasi larutan gula pada tingkat kepercayaan 95%.
39
Pada Tabel 9 dari sembilan kombinasi perlakuan bila disajikan secara grafis, terlihat bahwa pada
akhir perendaman kombinasi ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% memiliki tingkat
kekerasan paling rendah seperti yang terlihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Penurunan Kekerasan Manisan Jambu Biji pada Masing-masing Waktu Perendaman
dengan Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Hubungan perlakuan berbagai variabel konsentrasi larutan gula terhadap parameter kekerasan
selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 17, dimana menunjukkan bahwa konsentrasi
larutan gula 60% mengalami penurunan kekerasan yang paling banyak terlihat sejak jam
perendaman pertama sampai akhir perendaman.
Gambar 17. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Gula Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kekerasan Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
Sedangkan hubungan perlakuan berbagai variabel ketebalan terhadap parameter kekerasan
selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 18, yang menunjukkan bahwa perlakuan
ketebalan 1 cm pada awal perendaman sampai jam ke-5 terlihat paling tinggi, jam ke-6 terlihat
sama dengan perlakuan ketebalan lainnya, dan pada jam ke-7 sampai akhir perendaman terlihat
mengalami penurunan paling cepat dibandingkan ketebalan 2 cm dan 3 cm.
40
Gambar 18. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan Selama Waktu Perendaman
Terhadap Kekerasan Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan. Interaksi antara perlakuan ketebalan dan konsentrasi larutan gula dapat terlihat pada Gambar 19.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa antara ketebalan dan konsentrasi larutan gula memiliki
interaksi. Terlihat bahwa baik pada ketebalan 1 cm; 2 cm; dan 3 cm kekerasannya menurun
apabila dikombinasikan dengan konsentrasi larutan gula 60%.
Gambar 19. Grafik Hubungan Perlakuan Berbagai Ketebalan dan Konsentrasi Gula Terhadap
Kadar Sukrosa Manisan Jambu Biji yang Dihasilkan.
Ketebalan terlihat lebih berpengaruh dibanding konsentrasi larutan gula. Perbedaan tersebut
terlihat bahwa hasil analisis grafis dari kedua variabel perlakuan tersebut yang masing-masing
diisi dalam 3 tingkat. Profil perubahan kekerasan manisan jambu biji selama 12 jam perendaman
dapat digambarkan dengan model matematika ideal yaitu model polynomial tingkat dua dengan
rumus y=ax2+bx+c, sedangkan untuk mengetahui koefisien difusi didapatkan dengan cara
menurunkan rumus tersebut menjadi dy/dx (y’) = 2ax+b, dimana y adalah tekstur, dy/dx adalah
koefisien difusi untuk tekstur, dan x adalah satuan waktu dehidrasi osmosis.
41
Tabel 10. Persamaan Matematik Penurunan Kekerasan Selama Perendaman Variabel y=ax2+bx+c y' = 2ax+b
40% 0,012 x2 - 0,414 x + 10,188 0,025 x - 0,414 50% 0,017 x2 - 0,502 x + 10,501 0,034 x - 0,502 60% 0,019 x2 - 0,542 x + 10,282 0,038 x - 0,542 1 cm 0,010 x2 - 0,477 x + 10,479 0,019 x - 0,477 2 cm 0,021 x2 - 0,512 x + 10,287 0,041 x - 0,512 3 cm 0,019 x2 - 0,470 x + 10,205 0,037 x - 0,470
Dari profil penurunan kekerasan yang ada pada Gambar 16,17,18, dan 19; Tabel 9 dan 10, dapat
dilihat bahwa manisan jambu biji dengan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% laju
penurunan kekerasannya paling banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
3.3. Manisan Kering Jambu Biji
Produk manisan kering jambu biji dengan berbagai macam perlakuan ketebalan dan berbagai
macam perlakuan konsentrasi larutan gula yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 20 berikut.
Gambar 20. Manisan Kering Jambu Biji Dengan Berbagai Perlakuan.
42
3.3.1. Analisa Kimia dan Fisik
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terjadi perubahan sifat fisik dan kimiawi
manisan jambu biji setelah proses pengeringan. Perubahan yang terjadi meliputi kadar air, kadar
sukrosa, kadar vitamin C, dan tekstur jambu biji. Hal ini dikarenakan adanya proses pemanasan
akibat pengeringan menggunakan dehumidifier. Proses pengeringan manisan jambu biji pada
penelitian ini dilakukan secara kontinyu, dan produk tidak dikeluarkan dari alat dehumidifier
hingga akhir proses pengeringan. Proses pengeringan manisan jambu biji dilakukan sampai
didapatkan kadar air ±18%. Dari hasil penelitian didapatkan waktu pengeringan yang berbeda-
beda pada perlakuan ketebalan yang berbeda pula. Untuk mendapatkan produk manisan kering
jambu biji dengan perlakuan ketebalan 1 cm diperoleh selama 5 jam, perlakuan ketebalan 2 cm
selama 6 jam, dan perlakuan 3 cm selama 7,5 jam.
Tabel 11. Hasil Pengujian Fisik dan Kimia Pada Manisan Kering Jambu Biji
60% 14,88 ± 0,30 a2 14,05 ± 1,38 a1 10,22 ± 0,20 b1 Keterangan : ∗ Semua nilai merupakan rata-rata±standar deviasi dari enam kali ulangan. ∗ Beda nyata tiap-tiap pengujian antar ketebalan produk manisan jambu biji dinyatakan dengan superscript huruf
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95% berdasarkan uji ANOVA dua arah dengan menggunakan Duncan sebagai uji beda nyata.
∗ Beda nyata tiap-tiap pengujian antar konsentrasi larutan gula produk manisan jambu biji dinyatakan dengan superscript angka yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95% berdasarkan uji ANOVA dua arah dengan menggunakan Duncan sebagai uji beda nyata.
Pada pengujian kimia kadar sukrosa, nilai yang paling tinggi terdapat pada perlakuan ketebalan
1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% yaitu sebesar 15,78±0,30%, sedangkan yang paling kecil
nilai kadar sukrosanya adalah produk manisan kering dengan perlakuan ketebalan 3 cm dan
43
konsentrasi larutan gula 60% yaitu sebesar 14,13±1,74%. Pada pengujian kimia kadar vitamin C
dalam hasil pengamatan Tabel 11. tidak saling berpengaruh secara nyata pada tiap-tiap perlakuan
ketebalan dan konsentrasi larutan gula. Sedangkan pada pengujian fisik tekstur pada manisan
kering jambu biji, nilai yang paling tinggi didapatkan pada perlakuan ketebalan 3 cm dan
konsentrasi larutan gula 40% yaitu sebesar 10,98±0,10%. Pada pengujian kimia sukrosa dan
pengujian fisik tekstur, ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% paling berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
3.3.2. Analisa Sensoris
Hasil analisa sensoris yang dilakukan terhadap produk manisan kering jambu biji dengan
berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12, sedangkan grafik sensoris pada tiap-tiap
parameter (tekstur, warna, rasa, dan overall) dapat dilihat pada Gambar 21 – Gambar 25.
Tabel 12. Score Rata-Rata Hasil Analisa Sensoris Produk Manisan Kering Jambu Biji degan
Berbagai Macam Perlakuan. Tebal Kons Gula Warna Rasa Aroma Tekstur Overall 1 cm 40% 4.62 abc 4.44 ab 4.42 ab 4.66 bcde 4.62 abc 50% 4.92 bc 5.00 cd 4.70 bc 4.88 de 4.92 c 60% 5.02 c 5.06 d 4.92 c 4.94 e 4.94 c 2 cm 40% 4.48 a 4.60 abc 4.58 abc 4.38 abc 4.46 ab 50% 4.52 ab 4.66 abcd 4.48 abc 4.50 abcd 4.70 abc 60% 4.70 abc 4.82 bcd 4.64 abc 4.78 cde 4.86 bc 3 cm 40% 4.32 a 4.26 a 4.14 a 4.22 a 4.26 a 50% 4.32 a 4.32 a 4.24 ab 4.28 ab 4.38 a 60% 4.64 abc 4.50 ab 4.38 ab 4.54 abcde 4.66 abc • Keterangan score :
1 = sangat tidak suka 5 = agak suka 2 = tidak suka 6 = suka 3 = agak tidak suka 7 = sangat suka sekali 4 = netral
• Semua nilai pada tabel merupakan score rata-rata yang diperoleh dari 50 panelis. • Beda nyata antar perlakuan konsentrasi larutan gula dan ketebalan produk manisan jambu biji dinyatakan
dengan superscript huruf yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) berdasarkan uji ANOVA nonparametrik dengan two independent samples menggunakan Mann-Whitney sebagai uji beda nyata.
Produk manisan kering jambu biji antara perlakuan ketebalan 1 cm konsentrasi larutan gula 60%
dengan perlakuan ketebalan 3 cm konsentrasi larutan gula 40% dan 50% saling berbeda nyata
dilihat dari hasil parameter sensoris Tabel 12 (warna, rasa, aroma, tekstur, dan overall).
44
Gambar 21. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Warna Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Gambar 22. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Rasa Manisan Kering Jambu Biji Dengan Berbagai
Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Gambar 23. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Aroma Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
45
Gambar 24. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Tekstur Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Gambar 25. Grafik Analisa Sensoris Tingkat Overall Manisan Kering Jambu Biji Dengan
Berbagai Macam Perlakuan Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula.
Pada Tabel 12 dilihat dari segi kesukaan terhadap parameter warna (Gambar 21), manisan kering
jambu biji yang mendapatkan skor tertinggi adalah produk dengan perlakuan ketebalan 1 cm dan
konsentrasi larutan gula 60%. Produk yang mendapatkan skor terendah pada parameter warna
adalah perlakuan ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula 40% dan 50%. Sedangkan segi
kesukaan panelis terhadap parameter rasa (Gambar 22), aroma (Gambar 23), tekstur (Gambar
24), dan overall (Gambar 25) dari produk manisan kering jambu biji yang memiliki skor
tertinggi dimana paling disukai panelis adalah perlakuan ketebalan 1 cm den konsentrasi larutan
gula 60%, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah manisan jambu biji dengan perlakuan
ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula 40%.
46
4. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan manisan kering menggunakan bahan baku jambu biji
(Psidium guajava L.). Sampel jambu biji yang telah diberikan pretreatment kemudian
dikeringkan dengan menggunakan pengeringan dehumidifier. Sebelum dikeringkan sampel
mendapat perlakuan berbagai variasi ketebalan (1 cm; 2 cm; dan 3 cm), perendaman asam sitrat
dan blanching (steam blanching). Kemudian sampel manisan jambu biji didirendam dengan
beberapa variasi konsentrasi larutan gula (40%; 50%; dan 60%) selama 12 jam. Setelah itu setiap
jam diuji kandungan kadar air, kadar sukrosa, kadar vitamin C, tekstur (hardness), dan uji
sensoris.
Menurut Anonim (2007), buah berwarna merah seperti jambu biji merupakan jenis buah yang
mudah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun buah ini menurut Astawan dan
Astawan (1991) termasuk buah yang sifatnya mudah mengalami perubahan kimia dan fisik bila
tidak ditangani secara tepat. Akibatnya, mutu pada buah akan turun secara drastis dan
menyebabkan buah jambu biji menjadi tidak segar lagi dalam waktu yang sangat singkat.
Perubahan sifat pada buah ini sering disebabkan karena terjadi proses oksidasi karena buah telalu
sering terkena sinar matahari secara langsung, proses pemanenan yang kurang baik, serta
pengaruh biologis karena adanya pertumbuhan jamur sehingga mempermudah terjadinya
pembusukan pada buah. Oleh karena itu dilakukan pengolahan buah sebagai salah satu alternatif
guna untuk mendapatkan nilai tambah (Satuhu, 1996). Dan dalam penelitian ini dilakukan
pembuatan manisan kering dengan jambu biji sebagai bahan bakunya. Hal ini juga sesuai dengan
teori Lucianaratih (2003) bahwa pengolahan ini dimaksudkan untuk menganekaragamkan
pangan, meningkatkan nilai ekonomi, memperpanjang umur simpan dan mempertahankan atau
memperbaiki mutu gizi buah
4.1. Pembuatan Manisan Jambu Biji
Pretreatment sebelum pengeringan termasuk dalam persiapan bahan mentah. Persiapan raw
material meliputi seleksi, sorting, pencucian, pengelupasan kulit, pemotongan, dan blanching
untuk beberapa buah dan sayuran. Buah-buahan dan sayuran diseleksi, disortasi menurut ukuran
47
kematangan dan kesegaran, kemudian dicuci untuk menghilangkan debu, kotoran serangga,
spora, jamur, dan bagian-bagian lain yang dapat mengkontaminasi atau mempengaruhi warna,
aroma ataupun flavour dari buah dan sayuran. Pada proses awal pembuatan manisan kering
jambu biji, bahan baku (jambu biji) yang dipergunakan harus dicuci bersih, dikupas kulit luar
dan dibuang bijinya terlebih dahulu. Proses pembuatan manisan kering jambu biji, dilakukan
berbagai variasi ketebalan, yaitu 1 cm; 2 cm; dan 3 cm. Hal ini sesuai dengan teori Raghupathy
dan Thangavel (1995) bahwa pengupasan buah atau penghilangan bagian buah yang tidak
diperlukan biasanya dilakukan setelah pencucian. Selanjutnya produk akan dipotong sesuai
dengan bentuk dan ukuran. Sofyan (2004) juga mengatakan bahwa ketebalan irisan buah
merupakan faktor yang penting, dimana irisan buah yang terlalu tebal akan menyebabkan proses
pengeringan berlangsung lama karena semakin jauh jarak yang ditempuh oleh uap air, penutupan
jalan keluarnya air, penghambatan oleh rongga-rongga udara. Karena air dapat dengan mudah
keluar maka semakin tipis ketebalan suatu irisan semakin sedikit kandungan air yang terkandung
di dalamnya.
Selanjutnya dilakukan perendaman dengan larutan asam sitrat dilakukan setelah proses
pemotongan. Perendaman dengan asam sitrat berlangsung selama 10 menit. Hal ini sesuai
dengan teori de Man (1997) bahwa tujuan dari perendaman dengan asam sitrat adalah untuk
mencegah terjadinya browning enzimatis pada jambu biji yang disebabkan oleh enzim
polifenoloksidase. Penyebab utama pada proses browning adalah reaksi enzim polifenoloksidase
dengan oksigen yang akan mengubah senyawa o-difenol pada jambu biji menjadi o-kuinon.
Dengan adanya asam sitrat dapat mencegah reaksi browning yaitu dengan cara asam sitrat akan
bereaksi dengan o-kuinon dan mengubahnya kembali menjadi o-difenol.
Metode pretreatment yang dilakukan salah satunya adalah metode blanching. Blanching
merupakan proses pemanasan yang biasanya diberikan pada buah-buahan dan sayur-sayuran
sebelum mengalami proses pendinginan, pengeringan, atau pengalengan (Winarno et al., 1984;
Suprapti, 2005). Blanching pada bahan pangan berfungsi untuk melunakkan jaringan,
mengurangi jumlah mikroorganisme, menginaktifasi enzim dan membersihkan jaringan (Satuhu,
1996). Metode blanching yang digunakan dalam penelitian ini adalah steam blanching selama 3
48
menit. Kehilangan nutrisi terutama yang larut air dengan metode steam blanching dapat
diminimalkan karena dengan metode ini, buah tidak bersentuhan langsung dengan air sehingga
resiko kehilangan komponen yang larut air dapat diminimalkan. Hal ini sesuai dengan teori
Fellows; Sharma et al. (2000) bahwa steam blanching dilakukan dengan cara bahan pangan
diberi uap panas yang dihasilkan dari air yang telah mendidih. Uap air akan masuk dan melewati
seluruh jaringan dari bahan pangan tersebut. Pretreatment blanching berpengaruh terhadap
perubahan kualitas sensoris dan nutrisi pada bahan pangan, misalnya terjadinya perubahan
struktur jaringan menjadi lebih lunak, kehilangan beberapa kandungan mineral, kandungan
vitamin yang larut dalam air serta komponen larut dalam air lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang didapat bahwa kandungan kadar air, kadar sukrosa, kadar vitamin C, dan tekstur
berkurang.
Selain dilakukan pre-treatment dilakukan juga perendaman sampel ke dalam beberapa
konsentrasi larutan gula (40%, 50%, dan 60%). Jumlah sukrosa yang digunakan dari sejumlah air
untuk membuat larutan, hal ini didasarkan pada teori dari Winarno et al. (1984) bahwa dengan
penambahan gula ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40%
padatan terlarut), sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas air dari bahan pangan berkurang dan dapat mencegah
pertumbuhan mikrobia sehingga dapat digunakan sebagai pengawet. Sukrosa merupakan salah
satu agen osmotik yang terbaik karena keefektifannya baik, convenience, dan flavor yang disukai
(Sharma et al., 2000).
4.2. Pengujian Kimia Manisan Jambu Biji
Pada proses pembuatan manisan jambu biji, didapatkan bahwa kadar air jambu biji mengalami
penurunan yang signifikan selama 12 jam perendaman larutan gula yaitu sekitar 20-25%. Hal ini
dapat dilihat dari rata-rata kadar air awal jambu biji sebelum perendaman adalah 81-83%,
kemudian setelah dilakukan proses perendaman, rata-rata kadar air jambu biji menjadi 61-72%
(Tabel 3). Hal ini dikarenakan terjadi proses dehidrasi osmosis pada jambu biji dimana terjadi
masuknya komponen gula dan keluarnya kandungan air sel-sel jambu biji untuk mencari keadaan
setimbang. Proses masuknya gula dalam sel jambu biji adalah dengan cara menghancurkan
dinding sel jambu biji (dengan perbedaan tekanan osmosis kedua bahan tersebut) dan
49
menggantikan komponen air yang ada dalam jambu biji. Hal ini sesuai dengan Sharma et al.,
(2000), yang mengatakan bahwa potensial kimia air lebih tinggi dalam bahan biologis,
sedangkan potensial kimia gula lebih tinggi dalam larutan osmotik. Oleh karena itulah, air
mengalir keluar dari bahan biologis dan gula mungkin mengalir ke dalam bahan, tergantung dari
waktu kontak dan ukuran membran. Semakin banyak komponen air yang keluar dari buah jambu
biji maka komponen gula yang masuk juga semakin banyak.
Pada Tabel 3, terlihat perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% selama
perendaman, kadar airnya mengalami penurunan paling cepat keluar dari produk, sedangkan
perlakuan konsentrasi larutan gula 40% dan ketebalan 3 cm mengalami penurunan kadar air
paling lambat keluar dari produk (sesuai Gambar 4). Hasil tersebut sesuai dengan teori Omowaye
(2002), bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan osmotik dan semakin tipis pemotongan irisan,
maka laju perpindahan air dari bahan ke dalam larutan osmotik akan semakin tinggi. Jadi
semakin lama waktu dehidrasi osmosisnya maka akan semakin banyak air yang hilang dari
dalam buah, dan komponen gula yang akan masuk dalam jambu biji semakin besar pula sehingga
kandungan sukrosanya meningkat namun kadar airnya menurun. Yang menjadi gaya pendorong
penghilangan air adalah adanya perbedaan tekanan osmotik antara bahan pangan dengan larutan
yang disekitarnya.
Pada perlakuan perendaman konsentrasi larutan gula 40% (Gambar 5), didapatkan bahwa kadar
air mengalami penurunan lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan perendaman yang lainnya.
Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut, kandungan sukrosa yang terkandung pada
jambu biji paling rendah sehingga proses keluarnya kandungan air pada jambu biji lebih lambat
daripada perlakuan perendaman lainnya. Adanya molekul gula dalam jambu biji akan menutup
pori-pori dari jambu biji sehingga proses keluarnya kandungan air pada jambu biji akan sedikit
terhambat, yang akan berpengaruh pula terhadap laju pengeringan jambu biji. Pada Gambar 6
terlihat bahwa jambu biji dengan perlakuan ketebalan 1 cm penurunan kadar airnya paling cepat
dibanding dengan jambu biji dengan perlakuan ketebalan 3 cm. Hal ini sesuai dengan teori
Sofyan (2004), dimana irisan buah yang terlalu tebal akan menyebabkan proses dehidrasi
50
osmosis berlangsung lama karena semakin jauh jarak yang ditempuh oleh uap air, penutupan
jalan keluarnya air, penghambatan oleh rongga-rongga udara.
Setelah melewati jam ke-5 sampai pada akhir perendaman, proses masuknya larutan gula ke
dalam jambu biji tidak semaksimal awal perendaman. Terlihat jelas pada Tabel 3; Gambar 4; 5; 6
dan Gambar 7, bahwa kadar air berjalan lebih melambat. Hal ini dikarenakan kandungan air pada
jambu biji sudah keluar sebagian dari sel jambu biji, sehingga akan menyebabkan adanya reaksi
pengenceran larutan gula di sekitar jambu biji yang akan secara langsung menurunkan
konsentrasi dari larutan gula perendam, dengan adanya perubahan konsentrasi gula tersebut
maka kecepatan transfer massa antara gula dengan air menjadi semakin menurun (semakin lama
cenderung terlihat konstan). Hal ini sesuai dengan Alvarez et al., (1995) yang mengatakan bahwa
proses perpindahan gula ke dalam sel jambu biji akan berakhir pada saat keadaan mencapai
equilibrium, dimana konsentrasi di dalam sel jambu biji sama dengan konsentrasi di lingkungan
sekitar jambu biji. Gula akan mengalami kristalisasi selama proses pengeringan jambu biji,
sehingga menghambat keluarnya air yang ada di bagian dalam buah jambu biji. Dengan adanya
gula dalam buah jambu biji maka secara otomatis akan meningkatkan ketahanan internal
terhadap perpindahan air dikarenakan tekanan osmosis pada buah jambu biji lebih besar daripada
lingkungan sekitarnya.
Hasil analisa kadar sukrosa menunjukkan terjadinya peningkatan kadar sukrosa karena adanya
waktu dehidrasi osmosis selama perendaman. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu
dehidrasi osmosis maka komponen gula yang masuk dalam struktur sel manisan akan semakin
besar pula sehingga besarnya kadar sukrosa akan meningkat (Islam dan Flink, 1982). Dari
penelitian diketahui selama perendaman bahwa kadar sukrosa yang paling cepat masuk ke dalam
produk adalah manisan jambu biji dengan perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula
60%, sedangkan yang paling lambat masuk ke dalam produk adalah perlakuan ketebalan 3 cm
dan konsentrasi larutan gula 40% (Gambar 8-11). Hal ini disebabkan karena semakin kecil
ukuran produk, air yang keluar dari produk semakin banyak dan komponen gula yang masuk
juga semakin banyak (Sofyan, 2004). Dari Gambar 8 juga dapat dilihat bahwa terdapat titik
dimana sukrosa dapat menyerap ke dalam bahan secara maksimal (grafik setelah naik drastis lalu
51
mulai stabil) yaitu pada waktu perendaman jam ke-8. Hal ini dikarenakan penyerapan sukrosa ke
dalam bahan akan mengalami titik jenuh dimana sukrosa akan terserap pada bahan dengan cepat
dan banyak tetapi kemudian penyerapan sukrosa pada jam ke-10 terhadap bahan akan semakin
melambat.
Teori Omowaye et al. (2002) mengatakan bahwa dalam dehidrasi osmosis, struktur selular
kompleks dari bahan pangan berperan sebagai membran semipermeabel. Karena membran yang
bertanggung jawab terhadap transport osmotik tidak benar-benar selektif, maka zat terlarut lain
yang ada dalam sel juga akan terikut ke dalam larutan osmotik. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian, dimana adanya hubungan yang tidak sebanding antara masuknya molekul gula dan
keluarnya air dari jambu biji. Masuknya molekul gula lebih besar daripada keluarnya kandungan
air, hal ini juga terjadi pada semua perlakuan perendaman. Hal ini disebabkan karena kandungan
nutrisi yang keluar dari jambu biji bukan hanya air saja, terdapat kandungan nutrisi lainnya yang
mungkin keluar dari jambu biji selama proses perendaman, seperti vitamin C, zat warna jambu
biji, senyawa volatil, dan kandungan nutrisi lainnya yang larut dalam air. Kandungan nutrisi
yang reaktif dengan keberadaan air akan dengan mudah terikut keluar bersama air selama proses
perendaman.
Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran vitamin C dengan berbagai perlakuan. Kadar
vitamin C buah jambu biji segar yang digunakan sebesar 66,85±0,54 mg. Menurut Fellows dan
Sharma et al. (2000), selama proses pengolahan terjadi kehilangan komponen-komponen nutrien
seperti mineral, vitamin yang larut air, dan komponen larut air lainnya. Dari hasil penelitian
dapat dilihat bahwa dengan adanya proses perendaman maka kadar vitamin C lebih rendah. Hal
ini dikarenakan pada proses perendaman, manisan jambu biji direndam dalam sukrosa yang telah
dilarutkan dalam air, sehingga hilangnya vitamin C yang memiliki sifat mudah larut dalam air
lebih tinggi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan vitamin C dalam bahan antara lain varietas,
lama penyimpanan, tingkat kemasakan dan musim. Semakin kecil ukuran maka kadar vitamin C
juga semakin rendah. Dari data (Tabel 7) diketahui bahwa manisan jambu biji dengan perlakuan
52
ketebalan 3 cm, dan konsentrasi larutan gula 40% memiliki kadar vitamin C yang paling tinggi
yaitu sebesar 24,03±1,01 mg, sedangkan kadar vitamin C yang paling rendah ditunjukkan pada
perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% yaitu sebesar 20,08±0,76 mg. Hal ini
dikarenakan dengan adanya pemotongan maka akan memperbesar kehilangan vitamin C pada
bahan. Gambar 12-15 menunjukkan bahwa selama perendaman, antar perlakuan konsentrasi
larutan gula dan ketebalan tidak mempengaruhi terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan. Kadar
vitamin C manisan jambu biji mengalami penurunan yang nyata pada waktu perendaman (Tabel
7), tetapi tidak bisa dilihat kestabilannya selama perendaman (Gambar 14 dan 15). Hal ini
dikarenakan vitamin C mempunyai sifat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh dari luar seperti
suhu, oksigen, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara, 1992).
4.3. Pengujian Fisik Manisan Jambu Biji
Pada hasil penelitian, didapatkan bahwa kekerasan jambu biji menurun selama proses
perendaman pada semua perlakuan perendaman. Kekerasan jambu biji pada perlakuan ketebalan
1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% lebih rendah daripada jambu biji pada perlakuan
ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula 40% (Tabel 9, Gambar 16, 17, 18 dan 19). Hal ini
disebabkan pada perendaman larutan gula, struktur internal sel dalam jambu biji mengalami
perubahan yang signifikan. Kekuatan struktur internal sel jambu biji akan menurun pada saat
terjadi pemasukan molekul gula ke dalam sel-sel jambu biji karena dinding sel yang semula
memiliki kemampuan tahanan bentuk yang kuat menjadi lebih lunak karena masuknya gula ke
dalam sel jambu biji dengan cara menghancurkan dinding sel jambu biji, sehingga gula dapat
masuk dan kandungan air pada jambu biji dapat keluar (Roy et al., 2001). Akibatnya kekuatan
dinding sel dan kekuatan jaringan hilang secara cepat.
Perlakuan konsentrasi larutan perendaman dan ketebalan mempengaruhi kekerasan jambu biji
secara signifikan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan gula (satuan %)
maka semakin tinggi pula penurunan kekerasan jambu biji selama proses perendaman larutan
gula. Hal ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi zat terlarut (sukrosa) pada perendaman
60% lebih tinggi daripada perendaman 40% dan 50% sehingga perbedaan tekanan osmotiknya
semakin tinggi, maka proses pengeluaran air dari jambu biji semakin banyak dan cepat di antara
53
perlakuan konsentrasi lainnya. Proses pemasukan molekul gula yang semakin banyak, maka
semakin banyak pula dinding sel jambu biji yang rusak akibat perbedaan tekanan osmotik yang
tinggi sehingga jambu biji akan semakin lunak Hal ini sesuai dengan teori Baker (1997), yang
mengatakan bahwa adanya komponen gula yang masuk ke dalam jambu biji saat dehidrasi
osmosis menyebabkan terjadinya perubahan struktur jambu biji dari bentuk glassy ke bentuk
rubbery, yang menyebabkan hidrolisis komponen-komponen dinding sel dan pergerakan rantai
polimer sehingga terjadi pelunakan tekstur seiring dengan perubahan kadar air dan konsentrasi
zat terlarut seperti gula.
Tekstur lebih banyak ditentukan oleh peranan gula, terutama pada konsentrasi larutan gula lebih
dari 50%. Berapa pun ketebalannya, apabila dilarutkan pada konsentrasi larutan gula 60% tetap
lunak. Tekstur tidak semata-mata ditentukan oleh konsentrasi larutan gula, namun ada faktor lain
yang ikut menentukan. Apabila konsentrasi larutan gula mencapai 50%, ketebalan ikut
menentukan. Sedangkan apabila konsentrasi larutan gula lebih tinggi dari 50%, maka kadar air
masih menurun, sedangkan konsentrasi larutan gula meningkat. Namun semakin tinggi
ketebalan, proses penurunan masih berlangsung, hal ini berarti ada sel-sel yang masih kosong
dimana belum terisi oleh larutan gula.
4.4. Pengeringan
Jambu biji dalam penelitian ini dikeringkan dengan menggunakan dehumidifier. Pemilihan
dehumidifier sebagai alat pengering didasarkan atas pertimbangan kelebihan-kelebihan yang
dimiliki oleh dehumidifier yaitu: dapat dilakukan pengontrolan suhu, sehingga produk dapat
lebih baik dalam warna, flavor, nilai nutrisi, kualitas pemasakan, dan kondisi pemasakan yang
higienis. Selain itu panas yang dihasilkan merata dan waktu pengeringannya cepat (Fellows,
1990). Pengontrolan suhu merupakan hal yang penting karena pengeringan jambu biji. Dalam
penelitian ini tidak boleh dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi karena akan menyebabkan
kerusakan nutrisi-nutrisi yang terkandung dalam jambu biji, terutama yang tidak tahan panas,
serta dapat merusak komponen madu yang terkandung dalam pepaya sebagai hasil dehidrasi
osmosis. Oleh karena itulah pengeringan jambu biji dilakukan pada suhu 60oC. Hal ini didukung
teori Kendall and Sofos (2003), yang mengatakan bahwa pengeringan untuk buah dan sayur
54
biasanya berkisar pada 140oF (60oC), sedangkan lamanya waktu pengeringan tergantung dari
ukuran sampel yang dikeringkan, humidity, dan jumlah sirkulasi udara yang digunakan.
Dengan adanya proses pengeringan maka kadar air pada manisan jambu biji turun dalam jumlah
yang besar. Pengeringan jambu biji dilakukan hingga kadar air mencapai ±17-18%. Hal ini
sesuai standar SNI 01-3710-1995 tentang buah kering yang menyebutkan bahwa buah kering
harus memiliki kadar air di bawah 31%. Menurut Kendall et al. (2004), kadar air yang tepat
untuk makanan kering berkisar antara 5-25% tergantung dari jenis bahan pangannya. Dengan
kadar air yang rendah maka mikroorganisme akan semakin sulit untuk tumbuh sehingga bahan
pangan kering lebih awet (Winarno, 1993).
Ketebalan irisan buah merupakan faktor yang penting, irisan buah yang terlalu tebal akan
menyebabkan proses pengeringan berlangsung lama karena semakin jauh jarak yang ditempuh
oleh uap air, penutupan jalan keluarnya air, penghambatan oleh rongga-rongga udara. Karena air
dapat dengan mudah keluar maka semakin tipis ketebalan suatu irisan maka semakin sedikit
kandungan air yang terkandung didalamnya (Sofyan, 2004). Hal ini terlihat dari hasil penelitian
pada manisan kering jambu biji dengan ketebalan pemotongan 1 cm membutuhkan waktu
pengeringan yang paling singkat dibanding dengan manisan kering jambu biji dengan ketebalan
pemotongan 2 cm dan 3 cm. Alvarez et al., (1995) juga mengatakan bahwa molekul gula akan
mengalami kristalisasi selama proses pengeringan jambu biji, sehingga menghambat keluarnya
air yang ada di bagian dalam jambu biji. Seiring dengan waktu pengeringan, komponen gula
yang terkandung dalam jambu biji akan mengalami kristalisasi karena kondisi lewat jenuh
(terjadi pemekatan gula), sehingga menyebabkan terhalangnya air dari dalam jambu biji untuk
keluar. Dengan demikian laju pengeringan buah jambu biji tersebut menjadi semakin lambat
sehingga waktu pengeringannya menjadi lama.
Pada manisan kering jambu biji yang telah dikeringkan terjadi penurunan kadar sukrosa (Tabel
11). Penurunan kadar sukrosa ini disebabkan karena dengan adanya proses pemanasan dan
pengeringan dalam suatu rangkaian pengolahan bahan pangan. Karena pemanasan tersebut
larutan sukrosa di dalam bahan pangan akan mengalami inversi atau pemecahan sukrosa menjadi
55
glukosa dan fruktosa akibat pengaruh asam dan panas yang akan meningkatkan kelarutan gula
(Winarno, 1997; Davidek, 1990). Inversi pada sukrosa sering disebut dengan reaksi hidrolisis
sukrosa, dimana sukrosa berikatan dengan air sehingga menghasilkan senyawa glukosa dan
fruktosa (Gaman and Sherington,1994). Terlihat kadar sukrosa yang masih tinggi didapatkan
pada manisan jambu biji dengan perlakuan konsentrasi larutan gula 60% pada tiap perlakuan
ketebalan.
Jumlah gula yang tinggi dalam produk akan membuat tekstur sampel menjadi lebih lunak dan
lebih basah, karena gula akan mengikat sebagian air yang masih terdapat dalam sampel (Sutisna,
2004). Teori ini sesuai dengan hasil penelitian Tabel 11 dimana tekstur paling lunak (nilai paling
rendah) didapatkan pada konsentrasi larutan gula 60% dalam tiap perlakuan ketebalan. Winarno
(1993) mengatakan bahwa proses pengeringan pada buah dan sayuran akan mengurangi
kandungan vitamin C. Andarwulan dan Koswara (1992); Whitfield (2000) juga mengatakan
bahwa vitamin C mempunyai sifat kurang stabil dibandingkan vitamin lainnya dan mudah rusak
selama pengolahan dan penyimpanan. Setiap bentuk dari perlakuan panas dapat menyebabkan
hilangnya vitamin C.
4.5. Sensoris Manisan Jambu Biji
Karakteristik sensoris sangat berpengaruh terhadap penerimaan sampel oleh panelis (Fellows,
2000). Parameter yang digunakan dalam analisa sensoris produk manisan kering jambu biji
terdiri atas 4 parameter yaitu tekstur, warna, rasa, dan overall. Tekstur dapat diartikan sebagai
kualitas dari makanan dimana dapat dirasakan dengan indera peraba (jari) maupun indera perasa
(lidah) (Potter, 1978).
Dilihat dari segi kesukaan terhadap parameter warna Tabel 12 dan Gambar 21, manisan kering
jambu biji yang mendapatkan skor tertinggi adalah manisan dengan perlakuan ketebalan 1 cm
dan konsentrasi larutan gula 60%. Hal ini dikarenakan waktu pengeringan pada ketebalan 1 cm
paling cepat daripada parameter ketebalan lainnya dan konsentrasi larutan gula 60% mampu
mempertahankan warna produk lebih bagus dan cerah dibandingkan yang lainnya. Hal ini sesuai
dengan teori Sofyan (2004) bahwa semakin lama waktu pengeringan akan mengakibatkan
56
kecerahan produk akan semakin berkurang, intensitas warna merah meningkat dan intensitas
warna kuning berkurang, artinya produk yang dihasilkan semakin gelap. Perubahan warna ini
berhubungan dengan reaksi pencoklatan yang terjadi selama pengeringan. Menurut Fatah dan
Bachtiar (2004) bahwa dengan adanya kandungan gula merupakan suatu pengawet guna untuk
mempertahankan warna buah pada jambu biji selama proses pengolahan makanan.
Rasa merupakan pengalaman sensoris yang dihasilkan oleh stimulus dari reseptor yang berada di
lidah, langit-langit mulut, faring, laring, dan daerah sekitar mulut lainnya. Rasa suatu bahan
pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelezatan bahan pangan tersebut (Syafutri
et al., 2006; Taub & Singh, 1998). Setiap bahan pangan akan memiliki rasa yang khas sesuai
dengan sifat bahan itu sendiri, atau karena adanya zat lain yang ditambahkan pada saat proses
pengolahan, sehingga rasa asli bahan menjadi berkurang atau mungkin dapat menjadi lebih baik
(Priyanto, 1988). Dari hasil analisa sensoris Tabel 12 dan Gambar 22 dapat diketahui bahwa
sampel dengan perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% paling banyak
disukai dengan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut terjadi karena rasanya
paling manis. Parameter rasa dalam manisan berkaitan erat dengan banyak sedikitnya kandungan
gula yang masuk dan kadar air yang keluar. Terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 4, dimana
semakin kecil ukuran produk maka air yang keluar dari produk semakin banyak dan komponen
gula yang masuk juga semakin banyak, manisan dengan perlakuan tebal 1 cm dan konsentrasi
gula 60% memiliki rasa yang paling manis, hal ini sesuai dengan teori Sofyan (2004) disebabkan
karena penyerapan sukrosa selama proses perendaman berjalan paling efektif dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.
Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia senyawa volatile oleh
syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika bahan pangan masuk ke mulut
(Saloko et al., 1997). Gambar 23 dapat dilihat bahwa manisan kering jambu biji dengan
perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% paling banyak disukai sebagian besar
panelis, hal ini ditunjukkan dengan score paling tinggi diantara yang lain yaitu sebesar 4,92.
Sedangkan aroma untuk manisan kering jambu biji dengan perlakuan ketebalan 3 cm dan
konsentrasi larutan gula 40% memiliki score paling rendah yaitu sebesar 4,14 (sesuai Tabel 12).
57
Akan tetapi dengan score terendah tersebut panelis tetap menilai bahwa produk tersebut disukai
panelis. Parameter aroma yang dihasilkan berkaitan dengan kandungan gula, sifatnya yang
impermeabel terhadap dinding sel menjadikan sukrosa sebagai senyawa yang menghambat
hilangnya senyawa volatil dalam jambu.
Pada Tabel 12 dan Gambar 24 dapat diketahui bahwa sampel yang diberikan perlakuan ketebalan
1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan
sampel dengan perlakuan ketebalan 3 cm dan konsentrasi larutan gula 40%. Hal tersebut dapat
terjadi karena air dapat dengan mudah keluar pada saat proses pengeringan sehingga kandungan
air yang terkandung didalamnya lebih sedikit. Dari hasil sensoris tersebut banyak panelis yang
mengatakan bahwa sampel manisan jambu biji dengan ketebalan 1 cm lebih keras dari perlakuan
lainnya. Parameter tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan gula
yang masuk, kandungan kadar air yang keluar, dan juga proses pengeringan. Hal ini sesuai
dengan teori Taub & Singh (1998) bahwa pada proses pengeringan, terdapat penguapan
kandungan air yang berada dalam bahan, sehingga kandungan air yang berada dalam dinding sel
juga dapat ikut teruapkan. Pada perlakuan manisan dengan tebal 1 cm, luas permukaan bahan
yang dikeringkan semakin besar sehingga proses pengeringan berjalan dengan lebih cepat dan
efektif. Semakin tinggi kadar air pada bahan maka tekstur (tingkat kekerasan) akan semakin
berkurang (Roy et al., 2001).
Menurut Saloko et al., (1997), kesatuan interaksi antara sensasi rasa, aroma, tekstur, dan warna
akan membentuk keseluruhan citarasa produk pangan yang dinilai sebagai overall. Secara
keseluruhan sampel yang paling disukai oleh panelis adalah produk manisan kering jambu biji
yang diberikan perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60% sedangkan yang
paling tidak disukai adalah produk manisan kering jambu biji dengan perlakuan ketebalan 3 cm
dan konsentrasi larutan gula 40% (Tabel 12 dan Gambar 25).
58
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian Pengaruh Ketebalan dan Konsentrasi Larutan Gula Selama Proses Dehidrasi
Osmosis Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Manisan Kering Jambu Biji dapat
ditarik kesimpulan :
• Hasil penelitian pada manisan kering jambu biji dengan ketebalan pemotongan 1 cm
membutuhkan waktu pengeringan yang paling singkat (±5 jam) dibanding dengan manisan
kering jambu biji dengan ketebalan pemotongan 2 cm dan 3 cm.
• Perlakuan yang efektif dalam pembuatan manisan jambu biji yang direkomendasikan adalah
ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60%, dimana pada proses perendaman masuknya
gula ke dalam jambu biji paling cepat sehingga penurunan kadar air paling cepat pula.
• Selama proses perendaman, kandungan kadar air berbanding terbalik dengan kandungan
kadar sukrosa dan berbanding lurus dengan kandungan vitamin C dan tingkat kekerasan.
• Semakin tinggi konsentrasi larutan gula (satuan %) maka semakin tinggi pula penurunan
kekerasan jambu biji selama proses perendaman larutan gula.
• Dengan adanya kandungan gula yang ada dalam jambu biji selama proses pengeringan, maka
kadar air dan nutrisi-nutrisi yang ada dalam jambu biji dapat tertahan seperti vitamin C.
• Secara keseluruhan sampel yang paling disukai oleh panelis adalah produk manisan kering
jambu biji yang diberikan perlakuan ketebalan 1 cm dan konsentrasi larutan gula 60%.
5.2. Saran
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan serta pengemasan yang tepat
digunakan untuk manisan kering jambu biji agar diperoleh kualitas manisan kering jambu biji
yang bermutu baik dengan umur simpan yang panjang pula.
.
59
6. DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, C. A.; R. Aguerre; R. Gomez; S. Vidales; S. M. Alzamora and L. N. Gerschenson. (1995). Air Dehydration of Strawberries: Effect of Blanching and Osmotic Pretreatments on the Kinetics of Moisture Transport. Journal of Food Engineering 25 (1995) 167-178.
Andarwulan, N. dan S. Koswara. (1992). Kimia Vitamin. Rajawali. Jakarta.
Anonim. 2004. Obat Tradisional. Jambu Biji (Psidium guajava L.). Pusat Data dan Informasi PERSI. http://www.pdpersi.co.id/hospex/
Astawan, M. W. dan M. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. CV Akademika Pressindo. Bogor.
Astawan, Made. (2006). Vitamin C Terbaik dari Jambu Biji. Kompas. Cybermedia. Jakarta.
Baker, C. G. J. (1997). Industrial Drying of Foods. Blackie Academic & Profesional. London.
Bourne, M. C. (2002). Food Texture and Viscosity Concept and Measurement 2nd ed. Academic Press. New York.
de Man, J.M. (1997). Kimia Makanan. (Terjemahan dari Principles of Food Chemistry, diterjemahkan oleh Padmawinata, Prof. Dr. Kosasih). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Djubaedah E.; Djumarman; E. H. Lubis; dan T. Hendraswaty. (2004). Pengaruh Konsentrasi Garam, Penambahan Jenis Asam Terhadap Mutu Lada Hijau Dalam Botol Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XV, No.3.
Fatah, M. A. dan Y. Bachtiar. (2004). Membuat Aneka Manisan Buah. Agro Media Pustaka. Jakarta. Fellows, P. (2000). Food Processing Technology Principles and Practice 2nd ed. CRC Press LLC. USA. Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
60
Gould, W. A. (1996). Unit Operation for The Food Industries. CTI Publication, Inc. Maryland.
Hartuti, N. dan R. M. Singga. (1997). Pengeringan Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung.
Hermana. (1991). Iradiasi Pangan. ITB. Bandung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jambu_biji.
Kendall, P. and L. Allen. (2002). Quick Facts of Drying. Colorado State University. Colorado.
Kendall, P.; P. Dipersio and J. Sofos. (2003). Preparation Drying Vegetables.Corolado Sate University Cooperative Extension. USA.
Labuza, T. P. (1979). Open Shelf Life Dating of Food. OTA Publishing. USA.
Lucianaratih. (2003). Pengaruh Asam Sitrat dan Pektin terhadap Mutu Selai Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.). http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read &i=jiptumm-gdl-s1-2003-praptiluci-959.
Matusek, A. and Meresz P. (2003). Modelling of Sugar Transfer During Osmotic Dehidration of Carrots. Periodica Polytechnica Ser. Chem.Eng. Vol.46, No. 1-2, PP. 83-92.
Omowaye, B. I. O. A.; N. K. Rastogi; A. Angersbach and D. Knorr. (2002). Osmotic Dehydration Behavior of red Paprika (Capsicum Annuum L.). Journal of Food Science Vol. 67 Nr. 5.
Parker, R.O. (2003). Introduction to Food Science. Delmar. A Division of Thomson Learning, Inc. Albany. New York.
Potter, N. N. and J. H. Hotchkiss. (1996). Food Science the 5nd Eddition. CBS Publisher & Distributors. New Delhi.
61
Priyanto, G. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan. PAU UGM. Yogyakarta.
Raghupathy, R. and K. Thangavel. (1995). Dehydration of Fruits and Vegetables. http://www.techno-prencur.net.
Riva, M.; S. Campolongo; A. A. Leva; A. Maestrelli and D. Torreggiani. (2004). Structure-Property Relationships in Osmo-Air-Dehydrated Apricot Cubes. http://www.distam.unimi.it/~mriva/download/apricot.pdf.
Roy, S. S.; T. A. Taylor and H. L. Kramer. (2001). Textural and Ultrastructural Changes in Carrot Tissue as Affected by Blanching and Freezing.
Santoso, S. (2006). SPSS untuk statistik Non Parametrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Satuhu, Suyanti. (1996). Penanganan dan Pengolahan Buah. PT. Penebar Swadata. Jakarta.
Sharma, S. K.; S. J. Mulvarey and S. S. H. Rizvi. (2000). Food Process Engineering. Wiley-Interescience. New York.
Sofyan H.M.I. (2004). Mempelajari Pengaruh Ketebalan Irisan dan Suhu Penggorengan secara Vakum Terhadap Karakteristik Keripik Melon. http://www.laecenter.com/halaman/pengaruh%20suhu%20pengeringan%20dan%20ketebalan%20irisan.htm.
Standar Nasional Indonesia. (1995). Buah Kering. SNI 01-3710-1995. Dewan Standarisasi Nasional.
Sudarmadji, S.; B. Haryono & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suprapti, M. L. (2005). Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sutisna, A. (2004). Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengisi Dan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Karakteristik Fruits Leather Cempedak (Artocarpus champeden Lour). Jurusan Teknologi Pangan-Fakultas Teknik - Universitas Pasundan Bandung.
Taub, I.A. and R. P. Singh. (1998). Food Storage Stability. CRS Press. New York. USA.
62
Trisnawati, W. (2006). Preferensi Panelis Terhadap Produk Olahan Manisan Mangga. http://ntb.litbang.deptan.go.id/2006/TPH/preferensipanelis.doc.
Whitfield, D. E. (2000). Solar Dryer Systems and The Internet: Iimportant Resources to Improve Food Preparation. http://solarcooking.org/default.htm.
Winarno, F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. ; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction Kadar Sukrosa Tests of Normality kombinasi Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction Tekstur Tests of Normality kombinasi Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. Antar Ketebalan dengan Konsentrasi 40%
j0 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 35.2517 1 cm 6 35.9641 2 cm 6 35.9867 Sig. .731
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j1 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 34.2117 3 cm 6 34.7627 2 cm 6 35.3199 Sig. .442
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j2 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 32.5560 1 cm 6 33.5879 2 cm 6 34.6531 Sig. .056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j3 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 31.5360 1 cm 6 33.16272 cm 6 33.3517Sig. 1.000 .775
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j4
Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 30.3493 1 cm 6 32.15002 cm 6 32.2117Sig. 1.000 .940
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j5 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 28.6333 1 cm 6 30.3614 30.36142 cm 6 31.9172Sig. .089 .122
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j6 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 28.3517 3 cm 6 28.5120 2 cm 6 29.1813 Sig. .416
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j7 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 26.6747 2 cm 6 27.1781 1 cm 6 27.5689 Sig. .534
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j8 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 25.1317 3 cm 6 25.8853 2 cm 6 26.7317 Sig. .081
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j9 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 25.0948 3 cm 6 25.0960 2 cm 6 25.6797 Sig. .592
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j10
Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 24.7240 1 cm 6 24.7765 2 cm 6 25.6516 Sig. .382
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j11 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 23.6657 2 cm 6 24.1250 3 cm 6 24.3520 Sig. .319
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j12 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 22.5550 2 cm 6 22.7317 22.73173 cm 6 24.0283Sig. .786 .061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. Antar Ketebalan dengan Konsentrasi 50%
j0 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 35.0393 3 cm 6 35.4950 2 cm 6 37.1500 Sig. .156
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j1 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 34.0283 1 cm 6 34.1219 2 cm 6 36.0396Sig. .886 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j2
Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 33.0892 1 cm 6 33.9881 2 cm 6 34.9293 Sig. .139
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j3 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 31.8213 1 cm 6 32.2044 2 cm 6 33.5671 Sig. .131
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j4 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 30.1240 1 cm 6 30.7719 30.77192 cm 6 32.6247Sig. .570 .118
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j5 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 28.7467 2 cm 6 30.94031 cm 6 31.2317Sig. 1.000 .777
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j6 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 27.6333 1 cm 6 27.6497 2 cm 6 30.3201Sig. .989 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j7 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 25.2517 3 cm 6 26.5200 2 cm 6 29.7593Sig. .287 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j8
Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 24.5275 3 cm 6 25.6653 2 cm 6 28.2930Sig. .238 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j9
Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 1 cm 6 22.8263 3 cm 6 24.8107 2 cm 6 28.2117Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j10 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 1 cm 6 21.7250 3 cm 6 24.2933 2 cm 6 26.2659Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j11 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 21.1844 3 cm 6 23.77602 cm 6 24.2704Sig. 1.000 .682
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j12 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 20.6261 2 cm 6 22.57503 cm 6 23.5293Sig. 1.000 .144
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
Antar Ketebalan dengan Konsentrasi 60%
j0 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 35.0114 3 cm 6 35.4187 2 cm 6 36.3567 Sig. .341
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j1 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 33.9417 3 cm 6 34.8493 2 cm 6 35.2667 Sig. .331
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j2
Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 32.2800 1 cm 6 32.8719 2 cm 6 34.6301 Sig. .096
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j3 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 30.7093 1 cm 6 31.1844 2 cm 6 34.0335Sig. .670 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j4 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 29.1387 1 cm 6 30.7317 2 cm 6 32.9035Sig. .109 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j5 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 28.5293 1 cm 6 29.4969 2 cm 6 31.9535Sig. .369 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j6 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 3 cm 6 27.9200 1 cm 6 28.5205 2 cm 6 30.3225Sig. .445 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j7
Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 25.3413 1 cm 6 26.6844 2 cm 6 27.7415 Sig. .094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j8 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 24.6261 3 cm 6 24.7627 2 cm 6 26.9367Sig. .879 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j9 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 23.6500 1 cm 6 23.8719 2 cm 6 25.9648 Sig. .057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j10 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 1 cm 6 22.2917 3 cm 6 22.7150 2 cm 6 24.1881 Sig. .077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j11 Duncan
Tebal N
Subset for alpha =
.05
1 3 cm 6 21.6442 1 cm 6 21.9734 2 cm 6 22.8624 Sig. .160
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
j12 Duncan
Tebal N
Subset for alpha = .05
1 2 1 cm 6 20.0750 3 cm 6 21.0270 21.02702 cm 6 21.5367Sig. .068 .309
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. • Tekstur Descriptive Statistics Dependent Variable: tekstur
jamke tebal konsgula Mean Std. Deviation N jam ke- 0 1cm 40% 10.1417 .11232 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,313. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,313. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Kadar Sukrosa Descriptive Statistics Dependent Variable: Sukrosa
tebal kons_gula Mean Std. Deviation N 1cm 40% 14,6567 1,75803 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,919. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,919. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Kadar Vitamin C Descriptive Statistics Dependent Variable: VitC
tebal kons_gula Mean Std. Deviation N 1cm 40% 14,2017 1,73103 6
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2,876. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2,876. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,330. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,330. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 7. SPSS Uji Analisa Sensoris Test Statistics(a,b) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Chi-Square 31,192 37,500 24,600 30,747 25,095df 8 8 8 8 8Asymp. Sig. ,000 ,000 ,002 ,000 ,001
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 40% vs 1 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1068,000 831,000 1051,000 1150,000 1074,500 Wilcoxon W 2343,000 2106,000 2326,000 2425,000 2349,500 Z -1,423 -3,286 -1,536 -,793 -1,391 Asymp. Sig. (2-tailed) ,155 ,001 ,125 ,428 ,164
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 40% vs 1 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 999,500 778,500 946,000 1081,500 1058,500 Wilcoxon W 2274,500 2053,500 2221,000 2356,500 2333,500 Z -1,972 -3,749 -2,377 -1,334 -1,528 Asymp. Sig. (2-tailed) ,049 ,000 ,017 ,182 ,126
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 40% vs 2 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1128,000 1077,000 1125,000 992,500 1143,000 Wilcoxon W 2403,000 2352,000 2400,000 2267,500 2418,000 Z -,939 -1,336 -,966 -1,996 -,832 Asymp. Sig. (2-tailed) ,348 ,182 ,334 ,046 ,406
a Grouping Variable: Perlakuan
1 cm, 40% vs 2 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1151,500 1069,000 1190,000 1134,500 1191,500 Wilcoxon W 2426,500 2344,000 2465,000 2409,500 2466,500 Z -,762 -1,402 -,461 -,892 -,460 Asymp. Sig. (2-tailed) ,446 ,161 ,645 ,372 ,645
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 40% vs 2 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1092,500 937,500 1072,000 1213,000 1117,000 Wilcoxon W 2367,500 2212,500 2347,000 2488,000 2392,000 Z -1,230 -2,448 -1,382 -,291 -1,054 Asymp. Sig. (2-tailed) ,219 ,014 ,167 ,771 ,292
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 40% vs 3 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1037,000 1174,000 1068,000 915,000 983,500 Wilcoxon W 2312,000 2449,000 2343,000 2190,000 2258,500 Z -1,623 -,584 -1,376 -2,552 -2,030 Asymp. Sig. (2-tailed) ,105 ,559 ,169 ,011 ,042
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 40% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1015,500 1208,000 1120,000 1007,500 1075,500 Wilcoxon W 2290,500 2483,000 2395,000 2282,500 2350,500 Z -1,778 -,325 -,992 -1,875 -1,344 Asymp. Sig. (2-tailed) ,075 ,745 ,321 ,061 ,179
a Grouping Variable: Perlakuan
1 cm, 40% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1201,500 1145,500 1220,500 1110,500 1242,500 Wilcoxon W 2476,500 2420,500 2495,500 2385,500 2517,500 Z -,376 -,810 -,226 -1,093 -,059 Asymp. Sig. (2-tailed) ,707 ,418 ,821 ,274 ,953
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 50% vs 1 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1181,500 1206,500 1150,500 1173,500 1231,000 Wilcoxon W 2456,500 2481,500 2425,500 2448,500 2506,000 Z -,548 -,357 -,788 -,616 -,154 Asymp. Sig. (2-tailed) ,584 ,721 ,431 ,538 ,878
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 50% vs 2 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 938,500 1011,000 1174,000 874,000 965,000 Wilcoxon W 2213,500 2286,000 2449,000 2149,000 2240,000 Z -2,426 -1,883 -,594 -2,955 -2,243 Asymp. Sig. (2-tailed) ,015 ,060 ,553 ,003 ,025
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 50% vs 2 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 957,000 1027,000 1109,500 1028,500 1136,500 Wilcoxon W 2232,000 2302,000 2384,500 2303,500 2411,500 Z -2,296 -1,768 -1,091 -1,735 -,906 Asymp. Sig. (2-tailed) ,022 ,077 ,275 ,083 ,365
a Grouping Variable: Perlakuan
1 cm, 50% vs 2 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1234,500 1156,500 1228,000 1186,000 1207,000 Wilcoxon W 2509,500 2431,500 2503,000 2461,000 2482,000 Z -,123 -,752 -,173 -,512 -,346 Asymp. Sig. (2-tailed) ,902 ,452 ,863 ,609 ,729
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 50% vs 3 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 846,500 766,000 873,000 796,000 804,000 Wilcoxon W 2121,500 2041,000 2148,000 2071,000 2079,000 Z -3,106 -3,773 -2,868 -3,499 -3,430 Asymp. Sig. (2-tailed) ,002 ,000 ,004 ,000 ,001
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 50% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 823,000 791,000 919,000 897,500 894,500 Wilcoxon W 2098,000 2066,000 2194,000 2172,500 2169,500 Z -3,269 -3,603 -2,545 -2,762 -2,769 Asymp. Sig. (2-tailed) ,001 ,000 ,011 ,006 ,006
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 50% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1120,000 935,500 1018,000 997,500 1077,000 Wilcoxon W 2395,000 2210,500 2293,000 2272,500 2352,000 Z -1,023 -2,482 -1,792 -2,008 -1,372 Asymp. Sig. (2-tailed) ,306 ,013 ,073 ,045 ,170
a Grouping Variable: Perlakuan
1 cm, 60% vs 2 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 865,000 964,000 1072,500 817,000 951,500 Wilcoxon W 2140,000 2239,000 2347,500 2092,000 2226,500 Z -3,019 -2,287 -1,407 -3,392 -2,365 Asymp. Sig. (2-tailed) ,003 ,022 ,160 ,001 ,018
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 60% vs 2 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 881,500 982,000 1006,500 964,000 1119,500 Wilcoxon W 2156,500 2257,000 2281,500 2239,000 2394,500 Z -2,909 -2,157 -1,916 -2,235 -1,049 Asymp. Sig. (2-tailed) ,004 ,031 ,055 ,025 ,294
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 60% vs 2 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1171,000 1114,000 1129,500 1114,500 1189,000 Wilcoxon W 2446,000 2389,000 2404,500 2389,500 2464,000 Z -,631 -1,113 -,962 -1,081 -,495 Asymp. Sig. (2-tailed) ,528 ,266 ,336 ,279 ,621
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 60% vs 3 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 772,000 713,500 764,500 748,000 793,500 Wilcoxon W 2047,000 1988,500 2039,500 2023,000 2068,500 Z -3,703 -4,237 -3,737 -3,858 -3,527 Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
a Grouping Variable: Perlakuan
1 cm, 60% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 748,000 737,500 810,000 839,500 881,000 Wilcoxon W 2023,000 2012,500 2085,000 2114,500 2156,000 Z -3,865 -4,078 -3,426 -3,209 -2,889 Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,001 ,001 ,004
a Grouping Variable: Perlakuan 1 cm, 60% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1054,000 885,500 911,000 933,500 1061,000 Wilcoxon W 2329,000 2160,500 2186,000 2208,500 2336,000 Z -1,554 -2,919 -2,654 -2,511 -1,509 Asymp. Sig. (2-tailed) ,120 ,004 ,008 ,012 ,131
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 40% vs 2 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1224,000 1238,000 1185,500 1109,500 1086,500 Wilcoxon W 2499,000 2513,000 2460,500 2384,500 2361,500 Z -,201 -,093 -,501 -1,082 -1,278 Asymp. Sig. (2-tailed) ,841 ,926 ,616 ,279 ,201
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 40% vs 2 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 964,500 1109,000 1194,000 947,000 1008,000 Wilcoxon W 2239,500 2384,000 2469,000 2222,000 2283,000 Z -2,220 -1,110 -,441 -2,367 -1,905 Asymp. Sig. (2-tailed) ,026 ,267 ,660 ,018 ,057
a Grouping Variable: Perlakuan
2 cm, 40% vs 3 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1153,000 1007,000 945,000 1150,500 1090,000 Wilcoxon W 2428,000 2282,000 2220,000 2425,500 2365,000 Z -,740 -1,868 -2,325 -,759 -1,214 Asymp. Sig. (2-tailed) ,460 ,062 ,020 ,448 ,225
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 40% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1128,000 1035,500 993,000 1243,500 1185,500 Wilcoxon W 2403,000 2310,500 2268,000 2518,500 2460,500 Z -,926 -1,659 -1,980 -,050 -,495 Asymp. Sig. (2-tailed) ,355 ,097 ,048 ,960 ,621
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 40% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1075,500 1180,000 1093,000 1123,000 1132,000 Wilcoxon W 2350,500 2455,000 2368,000 2398,000 2407,000 Z -1,349 -,543 -1,215 -,991 -,918 Asymp. Sig. (2-tailed) ,177 ,587 ,224 ,322 ,359
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 50% vs 2 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 984,000 1127,000 1130,500 1094,000 1178,000 Wilcoxon W 2259,000 2402,000 2405,500 2369,000 2453,000 Z -2,081 -,974 -,934 -1,214 -,575 Asymp. Sig. (2-tailed) ,037 ,330 ,350 ,225 ,566
a Grouping Variable: Perlakuan
2 cm, 50% vs 3 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1126,000 998,500 1008,000 1023,500 930,000 Wilcoxon W 2401,000 2273,500 2283,000 2298,500 2205,000 Z -,949 -1,938 -1,837 -1,716 -2,447 Asymp. Sig. (2-tailed) ,342 ,053 ,066 ,086 ,014
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 50% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1099,500 1028,000 1058,000 1121,500 1018,000 Wilcoxon W 2374,500 2303,000 2333,000 2396,500 2293,000 Z -1,147 -1,722 -1,472 -,985 -1,795 Asymp. Sig. (2-tailed) ,252 ,085 ,141 ,324 ,073
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 50% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1098,000 1166,000 1158,500 1230,500 1197,500 Wilcoxon W 2373,000 2441,000 2433,500 2505,500 2472,500 Z -1,182 -,654 -,704 -,151 -,413 Asymp. Sig. (2-tailed) ,237 ,513 ,481 ,880 ,679
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 60% vs 3 cm, 40% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 877,000 868,500 891,500 867,500 847,000 Wilcoxon W 2152,000 2143,500 2166,500 2142,500 2122,000 Z -2,866 -2,971 -2,743 -2,933 -3,099 Asymp. Sig. (2-tailed) ,004 ,003 ,006 ,003 ,002
a Grouping Variable: Perlakuan
2 cm, 60% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 858,500 894,500 938,000 965,500 938,500 Wilcoxon W 2133,500 2169,500 2213,000 2240,500 2213,500 Z -2,991 -2,787 -2,414 -2,215 -2,426 Asymp. Sig. (2-tailed) ,003 ,005 ,016 ,027 ,015
a Grouping Variable: Perlakuan 2 cm, 60% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1141,500 1033,500 1037,500 1068,500 1121,000 Wilcoxon W 2416,500 2308,500 2312,500 2343,500 2396,000 Z -,853 -1,707 -1,652 -1,433 -1,023 Asymp. Sig. (2-tailed) ,394 ,088 ,098 ,152 ,306
a Grouping Variable: Perlakuan 3 cm, 40% vs 3 cm, 50% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 1224,500 1217,000 1193,500 1153,000 1149,000 Wilcoxon W 2499,500 2492,000 2468,500 2428,000 2424,000 Z -,192 -,254 -,428 -,736 -,763 Asymp. Sig. (2-tailed) ,848 ,799 ,669 ,462 ,445
a Grouping Variable: Perlakuan 3 cm, 40% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 986,500 1071,500 1094,500 1031,000 968,000 Wilcoxon W 2261,500 2346,500 2369,500 2306,000 2243,000 Z -2,015 -1,378 -1,179 -1,679 -2,150 Asymp. Sig. (2-tailed) ,044 ,168 ,238 ,093 ,032
a Grouping Variable: Perlakuan
3 cm, 50% vs 3 cm, 60% Test Statistics(a) Warna Rasa Aroma Tekstur Overall Mann-Whitney U 967,500 1101,000 1148,000 1135,000 1064,000 Wilcoxon W 2242,500 2376,000 2423,000 2410,000 2339,000 Z -2,149 -1,157 -,781 -,894 -1,435 Asymp. Sig. (2-tailed) ,032 ,247 ,435 ,372 ,151