-
BAB II
TINJAUAN KONSEP DAN TEORI
A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut
1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyebab
penting
morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi
respiratori adalah
mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga
paremkin paru.
Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari.
Infeksi
respiratori atas adalah infeksi primer respiratori di atas
laring, sedang infeksi
laring ke bawah disebut infeksi respiratori bawah (Nastiti,
2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari
satu saluran pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli
termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura
(Nelson, 2003)
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain dari genus streptocoocus pneumonia,
haemophilus
influenza, staphylococcus aureus.Virus penyebab ISPA antara lain
adalah dari
golongan Miksovirus, adnovirus, Koronavirus, mycoplasma
pneumonia.
(Soemantri, 2008).
-
3. Tanda dan Gejala ISPA
a. Ringan (bukan pneumonia)
Batuk tanpa pernafasan cepat / kurang dari 40 kali / menit,
hidung
tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair.
b. Sedang (pneumonia sedang)
Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah,
dari
telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis
purulendengan
pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adentis
servikal).
c. Berat (pneumonia berat)
Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan
di
taring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus, sianosis
dan adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke
dalam.
4. Factor Resiko
Menurut (Nastiti, 2008) Terdapat banyak factor yang mendasari
perjalanan
penyakit infeksi saluran pernapasan akut pada anak. Hal ini
berhubungan
dengan penjamu, agen penyakit, dan lingkungan.
a. Usia
Seperti telah dikemukakan sebelumnya ISPA dapat di temukan
paa
50% anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% anak berusia 5-12
tahun,
mendapatkan 23% kasus ISPA berat di seluruh kasus ISPA pada
anak
berusia di atas 6 bulan.
-
b. Jenis kelamin
Pada umumnya, tidak ada perbedaan insidens ISPA akibat virus
atau bakteri pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ada
yang
mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insiden
lebih
tinggi pada anak laki-laki berusia di atas 6 tahun.
c. Status gizi
Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya
pneumonia. Gizi buruk merupakan factor predisposisi terjadinya
ISPA
pada anak. Hal ini di karenakan adanya gangguan respon imun.
Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeks. Grant
melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang
ringan
mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang
tidak
mengalami defisiensi Vitamin A. Oleh karena itu, selain
perbaikan gizi
dan pemberian ASI, harus dilakukan pula perbaikan terhadap
defisiensi
vitamin A untuk mencegah ISPA.
d. Pemberian ASI
Terdapat banyak penelitian yang menunjukan hubungan antara
pemberian ASI dengan terjadinya ISPA. ASI mempunyai nilai
proteksi
terhadap pneumonia, terutama selama 1 bulan pertama. Lopez
mendapatkan bahwa prevalens ISPA berhubungan dengan lamanya
pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan
mengalami
ISPA.
-
e. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Berat badan lahir penting memiliki peran penting terhadap
kematian akibat ISPA. Di Negara berkembang, kematian akibat
pneumonia berhubungan dengan BBLR. Meta-analis menunjukkan
bahwa
BBLR mempunyai kematian 6,4 pada bayi berusia di bawah 6 bulan,
dan
2,9 pada bayi berusia 6-11 tahun.
f. Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan
terbalik tentang angka kejadian dengan kematian ISPA.
Tingkat
pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan social ekonomi,
dan juga
juga berkaitan dengan pengetahuan orang tua. Kurangnnya
pengetahuan
menyebabkan sebagian kasus ISPA tidak diketahui oleh orang tua
dan
tidak di obati.
g. Status social ekonomi
Dengan adanya alasan keadaan ekonomi yang kurang akan
menyebabkan menurunnya kemampuan menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat, serta kurangnya untuk memenuhi hidup
sehat
mendorong peningkatan jumlah balita yang rentang terhadap
berbagai
serangan penyakit menular terutama ISPA. Pada akhirnya akan
mendorong
meningkatnnya penyakit ISPA pada balita.
-
h. Lingkungan
Lingkungan dalam pradigma keperawatan anak yang dimaksud
adalah lingkungan eksternal maupun internal yang berperan
dalam
perubahan setatus kesehatan anak.
Segala fasilitas yang disediakan, apabila tidak dipelihara
dengan baik akan
mengakibatkan terjadinya penyakit. Contoh: lantai yang sering
kali tidak
dibersihkan, banyak mengandung debu dan tanah yang berasal
dari
berbagai tempat yang mengandung bakteri ataupun zat-zat yang
menimbulkan alergi. Selain itu dari segi kesehatan kepadatan
penghuni
juga sangat bermakna pengaruhnya, karena sebetulnya kepadatan
sangat
menentukan insiden penyakit maupun kematian dimana penyakit
menularmasih banyak sekali terdapat penyakitpernapasan dan
semua
penyakit yang menyebar lewat udara mudah sekali menular.
(Hidayat, 2008)
5. Patofisiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia
bakteri
penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus,
stafilikokus,
pneumokokus, hemorilis, bordetelle,adnevorius, korinobakterium.
Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan miksovirus,
adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, mikoplasama, herpes virus dan
lain-lain. Virus
merupakan penyebab tersering infeksi saluran pernapasan,
mereka
menginfeksi mukosa hidung, trakea dan bronkus. Infeksi virus
primer pertama
-
kali ini akn menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan
banyak
lender dan terjadilah akumulasi sekret di jalan nafas.
Pembengkakan mukosa
dan produksi lender yang meningkat ini akan menghambat aliran
udara
melalui pipa-pipa dalam saluran nafas.
Mekanisme terjadinya reflek batuk dimuali dari terangsangnya
bagian-
bagian yang peka pada saluran pernapasan. Rangsangan di tangkap
oleh
sensor taktil dan komoreseptor aferen melalui nervous vagus
menuju pusat
pernapsan, misal rangsang yang berupa benda asing yang memasuki
saluran
pernapasan bawah. Selanjutnya pusat pernapasan memerintahkan
tubuh untuk
melakukan reflek batuk agar benda asing tersebut dapat di
keluarkan
(Soemantri, 2008).
Selain itu infeksi dapat menyebabkan demam, batuk pilek dan
sakit
tenggorokan, serta mungkin tidak mau makan. Proses terjadinya
demam
berasal dari toksin bakteri. Misalnya: endotoxin yang bekerja
pada monosit,
makrofag dan sel-sel kapiler untuk menghasilkan beberapa macam
sitoxin
yang bekerja sebagai pathogen endogen kemudian mengaktifkan
daerah
preptik hipotalamus, sitokin juga di hasilkan dari sel-sel
system saraf pusat
apabila terjadi rangsangan infeksi dan sitoksin tersebut mungkin
bekerja
secara langsung pada pada pusat-pusat pengaturan suhu. Demam
yang
ditimbulkan sitoksin mungkin disebabkan oleh
pelepasanprostaglandin ke
dalam hipotalamus yang menyebabkan deman. Infeksi pembuluh darah
juga
dapat menyebabkan komplikasi misalnya, meningitis purulenta dll
(smeltzer
& bare, 2001)
-
6. Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang
sembuh
sendiri selama 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain.
Komplikasi yang
dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba
eucthachii, dan
penyebaran infeksi.
Sinusitis paranasal. Kompilkasi ini terjadai pada anak besar,
karena pada
bayi atau anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum
tampak
lebih berat, nyeri kepal bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan
biasanya di
daerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan
dengan foto
Rontgen dan transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis
sering kronik
dengan menjadi gejala malaise, cepat lelah, dan sukar
berkonsentrasi. Kadang-
kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul,
bersin yang
terus-menerus disertai sekret puluren dapat unitlateralmaupun
bilateral. Bila di
dapat pernapasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang
menetap
tanpa sebab yang jelas perlu dipikirkan terjadinya komplikasi
sinusitis.
Sinusitis paransal dapat di obati dengan antibiotic.
Penutupan tuba eustachii. Tuba eustachii yang buntu memberikan
gejala
tuli, dan infeksi dapat menembus langsung ke daerah telinga
tengah dan
menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil
dan bayi
dapat disertai suhu badan yang tinggi kadang menyebabkan kejang
demam.
Kadang-kadang ditemui gejala gelisah, juga disertai muntah atau
diare. Bayi
penderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga
tengah sehingga
-
mnyebabkan terjadinya OMA, dan sering menyebabkan kejang demam,
maka
bayi perlu dikonsul ke bagian THT. Biasanya bayi dilakukan
parasentesis 48-
72 jam diberikan antibiotic keadaan tidak membaik. Parasentesis
(penusukan
selaput telinga) dimaksudkan untuk mencegah membrab timpani
pecah sendiri
dan terjadi Otitis Media Perforata (OPA).
Penyebaran Infeksi. Penjalaran infeksi dari nasofaring ke arah
bawah
dapat menyebabkan radang saluran pernapasan bagian bawah
seperti
laryngitis, trakeitis, bronchitis, bronkopneumonia. Selain itu
dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta
(Ngastiyah, 2005)
7. Penatalaksanaan ISPA
a. Nonfarmakologi
Penatalaksanaan ISPA menurut (MTBS, 2005) menurut jenis dan
derajat keparahanya yaitu:
1). Bukan pneumonia
a). Ibu diminta memperhatikan timbulnya tanda-tanda yang
mengarah pada pneumonia selain 3 gejala pokok yaitu : nafas
cepat, sukar bernafas, tidak bisa minum atau menetek,
bertambah parah, timbul demam. Jelaskan dengan kata-kata
yang dimengerti ibu jika ibu tidak mengerti mungkin ibu
tidak
30 akan kembali pada waktu anak menderita pneumonia dan
anak mungkin akan meninggal.
b.) Kunjungan anak sehat berikutnya
-
Nasehati ibu kapan harus kembali ke klinik untuk pemberian
imunisasi dan suplemen vitamin A kecuali jika telah terlalu
banyak hal yang harus diingat ibu dan ibu memang harus
kembali.
c.) Menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri
Pada kunjungan sewaktu anak sakit, tanyakan apakah ibu
sendiri mempunyai masalah. Ibu mungkin membutuhkan
pengobatan atau rujukan untuk masalah kesehatannya sendiri
yaitu : jika ibu sakit beri perawatan untuk ibu atau dirujuk,
jika
ibu mempunyai permasalahan dengan payudaranya
(pembengkakan, nyeri pada putting susu, infeksi payudara)
beri perawatan atau dirujuk untuk pertolongan lebih lanjut,
nasehati pada ibu untuk makan makanan yang bergizi untuk
memjaga kekuatan dan kesehatan dirinya.
2. Pneumonia
a). Kunjungan ulang untuk pneumonia
Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke petugas
kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang yaitu :
periksa
adanya tanda bahaya umum, periksa untuk batuk atau adanya
sukar bernafas. Tanyakan pada ibu : apakah anak bernafas
lebih
31 lambat? Apakah nafsu makan anak membaik?
Tindakan:
-
1) Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke
dalam, beri 1 dosis antibiotic pilihan kedua atau suntikan
kloramfenikol. Selanjutnya rujuk segera.
2) Jika frekwensi atau nafsu makan anak tidak menunjukkan
perbaikan gantilah dengan menggunakan antibiotik pilihan
kedua dan anjurkan pada ibu untuk kembali dalam 2 hari bila
anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoxillin.
3) Jika nafas melambat atau nafsu makannya membaik lanjutkan
pemberian antibiotic hingga seluruhnya 5 hari dan pastikan
ibu
mengerti pentingnya menghabiskan obat itu walaupun keadaan
anak sudah membaik (WHO,2002).
-
b. Pathways keperawatan
Gambar 1.2
Infeksi mikroorganisme (virus/bakteri)
Infeksi jalan nafas bronkus faring
Batuk peningkatan sekret hipertermi
Bersihan jalan
Percikan nafas tidak efektif obstruksi kurang
Dahak bronkus pengetahuan
Nyeri telan
Resiko udara resiko terjadi
Terjadi intake tidak terperangkap komplikasi
Penularan adekuat
Gangguan
Perubahan nutrisi pertukaran gas
Kurang dari
Keb tubuh
Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga
Ketidak mampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit
Ketidak mampuan keluarga memodifikasi lingkungan
Ketidak mampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehataan
Sumber: Price (2006); Friedman (1998)
-
c. Pengkajian
Asuhan keperawatan keluarga dengan ISPA menurut Friedman:
a. Identitas data
1. Usia
ISPA sering terjadi pada anak. Kasus ISPA merupakan 50%
dari seluruh penyakit pada anak berusia di bawah 5 tahun,
dan
30% pada anak berusia 5-12 tahun. Anak berusia 1-6 tahun
dapat mengalami episode ISPA sebanyak 7-9 kali per tahun,
tetapi biasanya ringan. Puncak insiden biasanya terjadi pada
usia 2-3 tahun (Nastiti, 2008)
2. Status gizi
Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya
pneumonia. Gizi buruk merupakan factor predisposisi
terjadinya ISPA pada anak. Hal ini di karenakan adanya
gangguan respon imun.Vitamin A sangat berhubungan dengan
beratnya infeks. Grant melaporkan bahwa anak dengan
defisiensi vitamin A yang ringan mengalami ISPA dua kali
lebih banyak daripada anak yang tidak mengalami defisiensi
Vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan
pemberian ASI, harus dilakukan pula perbaikan terhadap
defisiensi vitamin A untuk mencegah ISPA (Nastiti, 2008)
-
3. Imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak
menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu. (Hidayat, 2008)
4. Status sosial ekonomi
Dengan adanya alasan keadaan ekonomi yang kurang akan
menyebabkan menurunnya kemampuan menyediakan
lingkungan pemukiman yang sehat, serta kurangnya untuk
memenuhi hidup sehat mendorong peningkatan jumlah balita
yang rentang terhadap berbagai serangan penyakit menular
terutama ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnnya
penyakit ISPA pada balita (Nastiti, 2008).
b. Data lingkungan
1. Karakteristik rumah
Kurangnya fentilasi akan menyebabkan kurangnya udara di
dalam rumah, yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun basi
penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam rumah menjadi
-
naik. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk
bakteri-bakteri pathogen.
Kurangnnya cahaya yang masuk kerumah terutama cahaya
matahari, dismping kurang nyaman, juga merupakan media
yang baik untuk berkembangnnya bibit-bibit penyakit. Luas
lantai rumah harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Luas
bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan penjubelan dan bila salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit infeksi akan mudah menular
pada anggota keluarga yang lain (Notoatmojo, 1997)
2. Fasilitas dan pelayanan kesehatan
Adanya fasilitas kesehatan sangat menentukan pemulihan
kesehatan, pencegahaan penyakit serta pengobatan (effendy,
1998)
Fasilitas dan transportasi
Transportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap
kemampuan keluarga untuk menjangkau fasilitas kesehatan
(effendy, 1998).
3. Hubungan keluarga dengan masyarakat
Keluarga membutuhkan pertolongan dari kelompok-
kelompok masyarakat untuk bersama-sama menjaga sanitasi
lingkungan (effendy, 1998)
-
c. Struktur keluarga menurut Effendi, 1998:
1. Struktur komunikasi
Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesame anggota keluarga
merupakan tugas keluarga, dan dapat menururnkan beban
masalah.
2. Struktur kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh pemegang
keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan masalah
dan kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan ISPA
dalam keluarga.
3. Struktur peran
Peran antar keluarga menggambarkan perilaku
interpersonal yang berhubungan dengan masalah kesehatan
dalam posisi dan situasi tertentu.
4. Nilai kepercayaan
Beban kasus keluarga sangat bergantung pada nilai
kekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga.
d. Fungsi keluarga menurut Effendi, 1998 adalah sebagai berikut
:
1. Fungsi afektif
Memberikan kasih sayang pada penderita ISPA untuk
mengurangi beban masalah.
2. Fungsi sosialisasi
-
Adanya interaksi antar keluarga dan nilai adaptif terhadap
masyarakat sekitar.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Lima fungsi keperawatan kesehatan keluarga yaitu:
a). Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
yang disebabkan oleh: kurangnya pengetahuan keluarga
tentang ISPA, anggapan penyakit ISPA adalah penyakit biasa
yang bias sembuh dengan sendirirnya.
b). Ketidak mampuan keluarga dalam mengambil keputusan
serta dalam mengambil tindakan yang tepat tentang ISPA
berhubungan dengan :
1) Tidak memahami tentang sifat beratnya masalah ISPA.
2) Ketidak mampuan keluarga dalam memecahkan masalah.
Karena kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga
seperti: latar belakang pendidikan dan keuangaan keluarga.
3) ketidak mampuan keluarga memeilih tindakan dianatara
beberapa alternative perawatan dan pengobatan penyakit ISPA.
4) kurangnya kepercayaan terhadap petugas kesehatan dan
kesalahan informasi terhadap masalah ISPA.
c) ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan penyakit
ISPA missal: sifat penyakit ISPA, penyebaran penyakit ISPA ,
-
perjalanan penyakit ISPA dan tanda gejala yang menyertai
ISPA .
d) ketidak mampuan memodifikasi lingkungan berhubungan
dengan ketidak mampuan keluarga menjaga kebersihan
lingkungan rumah sedemikian rupa menjaga kebersihan dan
kerapian lingkungan.
e) ketidak mampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada berhubungan dengan ketidak tahuan keluarga tentang
pentingnya kesehatan bagi keluarga.
e. Koping keluarga
Koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional
keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama
antara anggota keluarga serta adanya support system dalam
keluarga.
d. Diagnosa Keperawatan
Infeksi pernapasan akut, meliputi tetapi tidak terbatas pada
tonsillitis, faringitis, croup, laringotrakeobronkitis,
epiglotitis, bronchitis,
dan pneumonia.
Diagnose keperawatan: Pembersihan jalan nafas,
ketidakefektifan
Definisi: ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan nafas
yang
bersih.
-
1. Faktor yang berhubungan dengan: Edema, peningkatan dan
kentalnya
sekresi trakeobronkial/paru, bronkospasme, inflamasi
trakeobronkial, nyeri
pleura, dan batuk tidak efektif karena keletihan.
2. Batasan karakteristik
a. Subyektif: Dispnea
b. Obyektif: bunyi napas tambahan (misalnya: ronci basah halus,
ronchi
basah kasar, ronci kering)
3. Tujuan/Kriteria Evaluasi
a. Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif, dan
dibuktikan
dengan setatus pernapasan: pertukaran gas dan ventilasi
tidak
berbahaya, perilaku mengontrol gejala-gejala secara
konsisten
ditunjukkan, dan perilaku perawatan: penyakit atau cedera
secara
konsisten ditunjukkan.
b. Menunjukkan status pernapasan: pertukaran gas, ditandai
dengan
indicator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5:
ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada tanggapan)
c. Contoh lain, pasien akan:
1). Mempunyai jalan nafas yang paten
2). Mengeluarkan sekresi secara efektif
3). Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang
yang
normal.
4). Mempunyai fungsi paru yang normal
5). Mampu mendiskripsikan rencana untuk perawatan dirumah
-
4. Intervensi prioritas NIC
a. Pengelolaan jalan nafas: fasilitas untuk kepatenan jalan
nafas
b. Pengisapan jalan nafas: memindahkan sekresi jalan nafas
dengan
memasukan sebuah kateter pengisap kedalam jalan nafas oral
dan
trakea
5. Aktivitas keperawatan
a. Pendidikan untuk pasien/keluarga
1). Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang bahaya
merokok
diruangan
2). Intruksikan kepada pasien dan keluarga dalam rencana
perawatan
di rumah (misalnya: pengobatan, hidrasi, nebulisasi, postural
drainase,
fisioterapi dada)
3). Intruksikan pada pasien tentang batuk dan teknik nafas
dalam
untuk memudahkan mengeluarkan sekret
b. Aktivitas kolaborarif
1) Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan, sesuai dengan
kebutuhan
2) Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi
dan
atau peralatan pendukung
3) Berikan udara/oksigen yang telah dimodifikasi sesuai
dengan
kebijakan institusi
c. Aktivitas lain
1) Anjurkan aktivitas untuk meningkatkan pergerakan sekresi
-
2) Informasikan kepada pasien sebelum melakukan prosedur,
untuk
menurunkan kecemasan dan peningkatan control diri
3) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunkan
viskositasi
sekresi
(Wilikson, 2006)
e. Fokus Intervensi
Fisioterapi dada
Fisioterapi dada termasuk postural drainase, perkusi, dan
vibrasi
dada, latihan pernapasan/latihan ulang pernapasan dan batuk
efektif.
Tujuan fisioterapi dada adalah untuk membuang sekresi
bronchial,
memperbaiki ventilasi dan meningkatkan efisiensi otot-otot
pernapasan.
a. Postural drainase
Drainase postural menggunakan posisi spesifik yang
memungkinkan gaya grafitasi untuk membantu dalam membuang
sekresi bronchial. Sekresi mengalir dari bronkiolus yang terken
ke
dalam bronki dan trakea dan membuangnya dengan membatukkan
atau
pengisapan drainase postural digunakan untuk menghilangkan
atau
mencegah obstruksi bronchial yang disebabkan oleh akumulasi
sekresi.
Latihan postural drainase dapat diarahkan pada semua segmen
paru. Bronki lobus yang lebih rendah dan lobus tengah mengalir
lebih
efektif jika kepala lebih rendah; bronki lobus atas lebih
mengalir
efektif bila kepala tegak. Seringnya, pasien dibaringkan dalam
lima
-
posisi, satu posisi untuk mendrainase setiap lobus: kepala lebih
rendah,
pronasi, lateral kanan dan kiri, dan duduk tegak.
Intervensi keperawatan perawat harus waspada tentang
diagnosis
pasien juga lobus-lobus paru pasien yang sakit, status jantung,
dan
setiap deformitas structural dinding dada dan tulang
belakang.
Mengauskultasi dada sebelum dan setelah prosedur membantu
mengidentifikasi area yang membutuhkan drainase dan
keefektifan
tindakan, dengan demikian memberikan umpan balik langsung
tentang
keefektifan tindakan.
Drainase postural biasanya dilakukan dua sampai empat kali
sehari,
sebelum makan, dan saat menjelang tidur. Jika diresepkan
bronkodilator, air, atau salin dapat dinebulisasikan dan
dihirup
sebelum drainase postural untuk mendilatasi bronkiolus,
mengurangi
bronkospasme, menurunkan kekentalan lender dan sputum, dan
mengatasi edema dinding bronchial.
b. Teknik batuk,
Saat batuk pasiien diinstruksikan untuk bayuk dan membuang
sekresi
sebagai berikut:
1. Mengambil posisi duduk dan membungkuk sedikit ke depan
karena
posisi tegak memungkinkan batuk lebih kuat.
2. Jaga lutut dan panggul fleksi untuk meningkatkan relaksasi
dan
mengurangi tegangan pada otot-otot abdomen ketika batuk
-
3. Menghirup nafas dengan lambat melalui hidung dan
menghembuskannya melalui bibir yang dirapatkan beberapa
kali.
4. Batuk dua kali selama tiap kali ekshalasi ketika
mengkontraksi
(menarik dalam) abdomen dengan tajam bersama dengan setiap
kali
batuk.
5. Membebat insisi, dengan menggunakan sanggaan bental, jika
diperlukan
Sekresi mungkin harus dihisap secara mekanis jika pasien
tidak
mampu untuk batuk. Mungkin baik juga dilakukan perkusi dan
vibrasi
dada untuk melepaskan sekresi bronchial dan sumbatan mucus
yang
melekat pada dinding bronchial dan bronki serta untuk
mengeluarkan
mucus dalam arah drainase gaya gravitasi.
c. Perkusi dan vibrasi dada
Sekresi kental yang sulit untuk dibatukkan mungkin dapat
dilepaskan dengan menepuk (perkusi) dan memvibrasi dada.
Perkusi
dan vibrasi membantu melepaskan mucus yang melekat pada
bronchial
dan bronki.
Perkusi dilakukan dengan cara membentuk mangkuk pada telapak
tangan dan dengan ringan ditepukkan pada dinding dada dalam
gerakan berirama di atas segmen paru yang akan di alirkan.
Pergelangan tangan secara bergantian fleksi dan ekstensi
sehingga
dada dipukul atau di tepuk dalam cara yang tidak menimbulkan
nyeri.
Perkusi dilakukan bergantian dengan vibrasi, dilakukan selama
3
-
sampai 5 menit untuk setiap posisi. Pasien menggunakan
pernapasan
diafragmatik selama prosedur untuk meningkatkan relaksasi.
Vibrasi adalah tindakan memberikan kompresi dan getaran
manual
pada dinding dada selama fase ekshalasi pernapasan. Maneuver
ini
membantu untuk meningkatkan velositas udara yang di ekspirasi
dari
jalan nafas yang kecil, dengan demikian membebaskan mucus.
Setelah
tiga atau empat kali veibrasi pasien didorong untuk batuk,
dengan
menggunakan otot-otot abdomen (smeltzer. 2001)
f. Konsep keluarga
a. Pengertian Keluarga
Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga
yang
saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau
perkawinan.
Keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar
perkawinan
anatara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama
atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian
atau
dengan tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan
tinggal
dalam sebuah rumah tangga (sayekti, 1994)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (effendy,
1998)
b. Struktur Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga
menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota
keluarga.
-
2. Struktur kekuatan keluarga
kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain untuk merubah perilaku di keluarga tersebut.
3. Struktur peran
menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal.
4. Nilai atau norma keluarga
menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh
keluarga,
yang berhubungan dengan kesehatan.
5. Tipe/bentuk keluarga
Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan
dan
orang yang mengelompokkan menurut (Friedman, 1998) tipe
keluarga
ada tiga yaitu:
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya
terdiri
dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau
adopsi
atau keduanya.
b. Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga
yang
seseorang dilahirkan
c. Keluarga besar (estended family) adalah keluarga inti
ditambah
dengan anggota keluarga yang lain yang masih mempunyai
hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi)
-
6. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut friedman (1998) adalah:
a. Fungsi Afektif :keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial keluarga
b. Fungsi social dan penempatan sosisal: fungsi perkembangan
dan
melatih anak untukberkehidupan social sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah
c. Fungsi reproduksi: fungsi untuk mempertahankan generasi
menjadi
kelangsungan keluarga
d. Fungsi ekonomi: keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan: fungsi
untuk
mempertahankan keadaan anggota kesehatan keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan
menjadi
tugas keluarga dibidang kesehatan
7. Tugas kesehatan keluarga
Menurut Friedman (1998) Tugas kesehatan keluarga adalah
sebagai
berikut:
a. Mengenal masalah kesehatan
-
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
c. Memberi perawatan anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
8. Tugas perkembangan keluarga
Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahap-tahap.
Seperti
individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan
yang
berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap perkembangan
yang
berturut-turut. Adapun tahap-tahap perkembangan keluarga
menurut
Duvall dan Miller dalam Friedman (1998) adalah:
a. Tahap I pasangan baru atau keluarga baru (beginning
family)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu, yaitu
suami
dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologis
keluarga
tersebut sudah memiliki keluarga baru.
b. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child
bearing)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kelahiran
sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama
berusia
30 bulan (2,5 tahun).
c. Tahap III keluarga dengan anak pra sekolah (families with
preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5
tahun
dan berakhir saat anak usia 5 tahun.
-
d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with
children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki
sekolah
pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 bulan.
e. Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with
teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan
biasanya
berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak
meninggalkan rumah orang tuanya.
f. Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan
(launching
center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan
rumah.
g. Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah
dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.
h. Tahap VIII keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai pada saat salah
satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan
meninggal
g. Konsep Balita
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena
adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga
karena
bertambah besarnya sel (IDAI, 2002).
-
Pada pertumbuhan balita pada pertumbuhsn fisik khususnya
berat
badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg,
kelihatak kurus tetapi aktivitas motoriknya tinggi, dimana
system
tubuh sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat,
dan
lain-lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak
akan
bertambah rata-rata 6,75-7,5 cm setiap tahunnya.
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan pada pola
makan
dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan.
Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses
kemandirian
dan masa ini adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah
mulai
menunjukkan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri
untuk memasuki sekolah dan tampak sekali kemampuan anak
belum
mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dan
anak
membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang
tuanya. Sedangkan perkembangan psikososial pada anak sudah
menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif
serta
mampu mengidentifikasi identitas dirinya.
b. Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan
struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur,
dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses
diferensi
sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang
terorganisasi
(IDAI, 2002)
-
Pada perkembangan motorik kasar, diawali dengan kemampuan
untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan
satu
kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat
posisi
merangkak, dan berjalan dengan bantuan.
Perkembangan motorik halus memiliki kemampuan
menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga
bagian,
memilih garis yang lebih panjang, dan menggambar orang,
melepas
objek dengan jari lurus, makan sendiri, minum dengan
cangkir,
membuat coretan di atas kertas.
Pada perkembangan bahasa di awali mampu menyebutkan hingga
empat gambar,menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan
kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti
empat
kata depan, berespon terhadap panggilan orang-orang anggota
keluarga
terdekat.
Perkembangan adaptasi social dapat bermain dengan permainan
sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan
sederhana,
dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan kecemasan
terhadap
perpisahaan, mengenali anggota keluarga (Hidayat, 2008)