-
0
Pengujian Tahan Gempa Sistem Pracetak untuk Bangunan Bertingkat
Tinggi dan Penerapan pada Program Pembangunan
1000 Tower Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi DR.Ir Hari
Nugraha Nurjaman,MT; Ir. HR Sidjabat, MPCI
1. Pendahuluan
Penerapan konstruksi beton pracetak dan prategang telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia dalam dekade
terakhir ini. Hal ini disebabkan konstruksi ini memiliki banyak
keunggulan dibanding sistem konvensional seperti : kontrol kualitas
yang baik sehingga lebih menjamin kualitas struktur dan konstruksi,
lebih ekonomis terhadap biaya karena adanya reduksi dalam
penggunaan cetakan, perancah, maupun tenaga kerja di lapangan,
serta lebih singkat dalam pelaksanaan dan juga lebih ramah
lingkungan [11].
Sejak pembangunan rumah susun sederhana menjadi program nasional
untuk mengatasi masalah permukiman di perkotaan pada tahun 1995 dan
ditegaskan lagi dalam Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah
(GN-PSR) pada tahun 2003, pemerintah mengajak para pakar konstruksi
untuk mengembangkan sistem konstruksi untuk pembangunan rumah susun
secara massal. Uji coba penerapan dilakukan pada pembangunan Rumah
Susun Cengkareng (1995), dan sejak waktu itu lahirlah berbagai
sistem konstruksi yang merupakan hasil karya putra-putri bangsa
Indonesia. Selama kurun waktu 1995 2006, telah sekitar 22 sistem
pracetak yang sudah dikembangkan, dipatenkan, diuji ketahanannnya
terhadap gempa dan diterapkan berbagai pembangunan rusunawa di
Indonesia. Sejak tahun 1979 2008 telah dibangun rusunawa dengan
teknologi pracetak sebanyak 24.244 unit (kurang lebih 75% dari
seluruh rusuna yang dibangun di Indonesia, atau 99% dari rusuna
yang dibangun selama 4 tahun terakhir)
Sampai tahun 2006, rumah susun sederhana yang dikembangkan
adalah berbentuk bangunan bertingkat sedang (4 - 6 lantai). Jumlah
rata-rata pembangunan selama Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta
Rumah (GNPSR) dicanangkan pada tahun 2003 adalah 50 blok/tahun.
Pada program Kabinet Indonesia Bersatu, ditargetkan dalam Rencana
Jangka Panjang dan Menengah (RJPM) dibangun sebanyak 60.000 unit
rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan 25.000 unit rumah susun
sederhana milik (rusunami). Pada medio tahun 2006, Pemerintah
menggagas percepatan pembangunan rumah susun sederhana yang dikenal
dengan program 1000 tower, yang dituangkan dalam Keputusan Presiden
(Keppres) No. 22 tahun 2006. Ditargetkan dalam sisa waktu sampai
2009 dibangun rusunawa berupa bangunan bertingkat sedang sekitar
150 blok/tahun dan (rusunami) berupa bangunan bertingkat tinggi
sebanyak 300 blok sampai tahun 2011. Jumlah ini adalah luar biasa,
sehingga perlu ada usaha sistematis agar pembangunan dapat
dilakukan secara efisien dengan tetap memenuhi persyaratan teknis
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan [18].
-
1
Dengan memperhatikan keberhasilan penerapan sistem pracetak pada
rumah susun sederhana bertingkat sedang, maka diharapkan sistem ini
juga dapat diterapkan dengan baik dan ekonomis pada rumah susun
sederhana bertingkat tinggi. Pemerintah pada bulan Maret 2007
mengeluarkan Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana
Bertingkat Tinggi melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
05/PRT/M/2007 [5]. Pada pedoman tersebut, disamping menegaskan
kembali konsensus-konsensus teknis mengenai rumah susun sederhana,
ada pasal tambahan untuk sistem konstruksi rumah susun bertingkat
tinggi. Pada pasal I.4 Kriteria Perencanaan Ayat 2 mengenai
kriteria khusus ditegaskan dalam (2j) Sistem konstruksi rusuna
bertingkat tinggi harus lebih baik, dari segi kualitas, kecepatan
dan ekonomis (seperti sistem formwork dan sistem pracetak)
dibanding sistem konvensional) dan (2k) Dinding luar rusuna
bertingkat tinggi menggunakan beton pracetak sedangkan dinding
pembatas antar unit/sarusun menggunakan beton ringan, sehingga
beban struktur dapat lebih ringan dan menghemat biaya
pembangunan.
Dengan adanya program 1000 tower, yang mengamanatkan bahwa
jumlah lantai rumah susun sederhana adalah sampai 20 lantai, maka
pada tahun 2007 dilakukan penelitian dan pengembangan sistem
pracetak untuk bangunan bertingkat tinggi. Sampai saat ini telah
dihasilkan 7 sistem pracetak yang sudah diuji ketahanan gempanya
dan salah satu sistem tersebut saat ini sedang diterapkan pada
pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi pertama di
Pulogebang, Jakarta Timur. Paparan ini akan menyampaikan detail
sistem yang dikembangkan, pengujian tahan gempa serta beberapa
contoh penerapan yang dilakukan di lapangan.
2. Deskripsi Sistem Pracetak yang Dikembangkan
Selama kurun waktu 2007 2008 telah dikembangkan 7 sistem
pracetak untuk bangunan gedung bertingkat tinggi yang dikembangkan
oleh inventor dalam negeri. 6 diantaranya adalah struktur rangka
pemikul momen (SRPM) dan 1 berupa struktur dinding pemikul.
Keseluruhan sistem telah di uji tahan gempa, dan beberapa
diantaranya sudah diterapkan pada rumah susun sederhana bertingkat
tinggi.
2.1 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 1 (SRPM PB1)
Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem
join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar balok
di join, yang diberi nama sistem sambungan tarik ulur [15].
Pada`balok pracetak, dipersiapkan selongsong untuk tempat tulangan
utama balok, untuk selanjutnya digrouting. Selongsong tulangan
sepanjang 2X40D+penampang kolom, seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Sistem SRPM PB 1
-
2
2.2 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 2 (SRPM PB2)
Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem
join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar
tulangan balok di join. Pada tulangan positif, tulangan ditekuk
pada pertengan join lalu disambung dengan ring, sedangkan pada
tulangan negatif sambungan dilakukan dengan serangkaian pelat
penjepit [17], seperti terlihat pada Gambar 2.
BALOK B1 (25x35cm)
BALOK K1(35x35cm)
Sambungan tulangan positif Sambungan tulangan negatif Gambar 2
Sistem SRPM PB2
2.3 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 3 (SRPM PB3)
Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem
join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar
tulangan balok di join. Pada tulangan positif, tulangan ditekuk
pada pertengan join lalu disambung dengan ring, sedangkan pada
tulangan negatif sambungan dilakukan dengan sabuk tulangan [13],
seperti terlihat pada Gambar 3
BALOK B1 (25x35cm)
BALOK K1(35x35cm)
Sambungan tulangan positif Sambungan tulangan negatif Gambar 3
Sistem SRPM PB3
2.4 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 4 (SRPM PB4)
Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem
join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar
tulangan balok di join. Pada tulangan positif, tulangan diangkurkan
ke pipa quarter, lalu di join diikatkan dengan pengikat yang
terbuat dari material strand prategang yang fleksibel [6]. Tulangan
negatif dipasangkan secara menerus di atas balok. Detail sambungan
dapat dilihat pada Gambar 4
-
3
Gambar 4 Sistem SRPM PB4
2.5 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 5 (SRPM PB5)
Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem
join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar
tulangan balok di join, yang menggunakan elemen pelat [16] seperti
terlihat pada Gambar 5
Gambar 5 Sistem SRPM PB5
2.6 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 6 (SRPM PB6)
Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem
join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar kolom
dan balok. Pada komponen kolom, angkur ditanam di kolom atas, yang
dimasukkan ke lubang-lubang kolom bawah. Pada komponen balok, untuk
tulangan positif, pada bagian ujung balok dibuat shell sebagai
tempat untuk meletakkan tulangan positif. Untuk tulangan negatif,
tulangan diletakkan di atas balok, menembus kolom atas yang diberi
profil khusus. Detail titik kumpul [2] dapat dilihat pada pada
Gambar 6.
-
4
Gambar 6 Sistem SRPM PB6 2.7 Sistem Dinding Penumpu Beton
Pracetak Type 1 (SDP BP1)
Komponen utama sistem adalah dinding pemikul dan komponen hollow
core, Pada arah utama sistem terdiri dari dinding pemikul
konvensional dengan elemen batas, sedangkan pada arah orthogonal
menggunakan dinding hollow core [14]. Sistem lantai menggunakan
komponen hollow core. Detail sistem dapat dilihat pada pada Gambar
6
Gambar 6 Sistem SDP BP1
3. Standar Pengujian
Untuk desain struktur tahan gempa, SNI 03-2847-06 [4]
mensyaratkan pada pasal 23.2.1.5 bahwa Sistem struktur beton
bertulang yang tidak memenuhi ketentuan pasal 23 boleh digunakan
bila dapat ditunjukkan dengan pengujian dan analisis bahwa sistem
yang diusulkan akan mempunyai kekuatan dan ketegaran yang minimal
sama dengan yang dimiliki oleh struktur beton bertulang monolit
setara yang memenuhi ketentuan pasal 23.
Metoda uji ini yang memberikan persyaratan minimum yang harus
disediakan dalam bentuk uji validasi sistem struktur rangka pemikul
momen beton bertulang pracetak yang diusulkan mengacu pada ACI
374.1-05 Acceptance Criteria for moment frames based on structural
testing [1]. Metoda ini akan menjadi dasar bagi Standar Nasional
Indonesia tentang Metode uji sistem struktur rangka pemikul momen
beton bertulang pracetak untuk bangunan gedung yang saat ini sedang
disusun di Pusat Litbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum
[8].
Untuk struktur dinding pemikul, uji mengacu pada kriteria NEHRP
2000 [7], dimana ada beberapa penyesuaian dari kriteria penerimaan
uji struktur rangka pemikul momen.
3.1 Struktur Rangka Pemikul Momen
Beberapa prinsip persyaratan metoda uji untuk struktur rangka
pemikul momen [1,8] adalah :
1. Rangka pemikul momen beton pracetak, yang dirancang atas
dasar penerapan konsepkolom kuat balok lemah harus memiliki
perilaku yang minimal ekivalen dengan
-
5
perilaku portal monolit yang dirancang sesuai dengan SNI
03-2847-06, pasal 23.2 hingga 23.5, bilamana kedua kondisi berikut
dipenuhi :
a) Pengujian pada modul sistem rangka pemikul momen beton
bertulang pracetak, sesuai dengan metoda uji ini, menetapkan
parameter kekuatan yang dapat diharapkan dan diprediksi, kapasitas
rasio drift, disipasi energi relatif dan kekakuan yang disyaratkan
oleh kriteria penerimaan pasal 6.
b) Sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak
secara keseluruhan, berdasarkan hasil uji pasal 1a diatas dan hasil
analisis, harus memperlihatkan kemampuan untuk mempertahankan
integritas struktur dan memikul beban gravitasi yang bekerja disaat
struktur mengalami perpindahan puncak yang mencapai rasio drift
minimum 0,035.
2. Sebelum pengujian, prosedur desain harus sudah dikembangkan
untuk sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak
prototipe yang akan diuji. Prosedur tersebut harus memperhitungkan
pengaruh faktor nonlinear material, termasuk retak, deformasi
komponen struktur dan join, dan pembebanan siklik penuh. Prosedur
desain tersebut harus digunakan untuk merancang benda uji.
3. Nilai faktor kuat lebih yang digunakan untuk merancang kolom
portal prototipe tidak boleh kurang dari pada yang ditetapkan pada
pasal 23.4.2.2 SNI 03-2847-06.
4. Jumlah benda uji yang diuji sekurang-kurangnya dua unit benda
uji terdiri dari satu unit join interior dan satu unit join
ekterior seperti figurasi join balok-kolom pada gambar 7. Benda uji
harus memiliki skala tidak kurang daripada sepertiga ukuran penuh
(sesungguhnya) sehingga mampu mewakili secara penuh kompleksitas
dan perilaku material aktual serta mekanisme transfer beban pada
sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak
prototipe. Panjang benda uji di sisi-sisi join balok-kolom
menggambarkan jarak antara titik-titik belok yang terdekat dengan
join tersebut, baik untuk balok maupun kolom. Titik belok tersebut
diperoleh berdasarkan analisis elastik linear sistem struktur
rangka pemikul momen beton bertulang pracetak prototipe yang diberi
beban lateral.
5. Benda uji harus dibebani oleh rangkaian urutan siklus kontrol
perpindahan yang mewakili drift yang diharapkan terjadi pada join
disaat gempa. Tiga siklus penuh harus diaplikasikan pada setiap
rasio drift (Lihat gambar 8). Rasio drift awal harus berada dalam
rentang perilaku elastik linear benda uji. Rasio drift berikutnya
harus bernilai tidak kurang daripada 1 1/4 kali, dan tidak lebih
daripada 1 1/2 kali, rasio drift sebelumnya. Pengujian harus
dilanjutkan dengan meningkatkan rasio drift secara bertahap hingga
tercapai nilai rasio drift minimum 0,035.
-
6
Gambar 7 Konfigurasi join Gambar 8 Program pembebanan
6 . Kriteria Penerimaan
a) Benda uji dikatakan berkinerja memuaskan bilamana semua
kriteria berikut ini dipenuhi di kedua arah responnya:
1) Benda uji harus mencapai tahanan lateral minimum sebesar nE
sebelum rasio driftnya (2%) melebihi nilai yang konsisten dengan
batasan rasio drift yang diijinkan peraturan gempa yang berlaku
(Gambar 4).
2) Tahanan lateral maksimum maxE yang tercatat pada pengujian
tidak boleh melebihi nilai
nE , dimana adalah faktor kuat lebih kolom uji yang disyaratkan.
3) Untuk beban siklik pada level drift maksimum yang harus dicapai
sebagai acuan
untuk penerimaan hasil tes, dimana nilainya tidak boleh kurang
daripada 0,035, karakteristik siklus penuh ketiga pada level drift
tersebut harus memenuhi hal-hal berikut ini :
i) Gaya puncak pada arah beban yang diberikan tidak boleh kurang
daripada 0,75 maxE pada arah beban yang sama (Gambar 9a).
ii) Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada 1/8
(Gambar 9b). iii) Kekakuan sekan garis yang menghubunkan titik
rasio drift 0.0035 ke rasio drift
+0.0035 harus tidak kurang dari 0.05 kali kekakuan awal (Gambar
9c)
4) Benda uji yang memenuhi kriteria 6a butir 1) sampai dengan
butir 3) dapat digunakan pada sistem struktur rangka pemikul momen
beton bertulang pracetak dengan R (faktor modifikasi respon)
maksimum 8.5 [3]
-
7
(a) Kekuatan (b) Energi Disipasi (c) Kekakuan Gambar 9 Besaran
untuk evaluasi kriteria penerimaan
b) Bilamana kriteria pada 6a butir 3) tidak dipenuhi pada
tingkat rasio drift 3,5 %, tapi dapat dipenuhi pada tingkat rasio
drift 2,5 %, maka benda uji dapat digunakan pada sistem struktur
rangka pemikul momen beton bertulang prcetak menengah dengan nilai
R (faktor modifikasi respon) maksimum 6.
c) Nilai R (faktor modifikasi respon) dapat ditetapkan lain dari
pasal 6a dan 6b diatas selama dapat dibuktikan dengan metode
eksperimental dan analisis yang dapat dipertanggung jawabkan.
3.2 Struktur Dinding Pemikul
Beberapa prinsip persyaratan metoda uji untuk struktur dinding
pemikul adalah [7] : 1. Benda uji sedikitnya mempunyai ketinggian 2
lantai 2. Rasio drift minimum mengacu pada formula
1.0 /hw (%) = 0.67 [ hw /lw ] 3.0 (1)
dimana hw adalah tinggi dari benda uji dan lw adalah panjang
benda uji. 3. Untuk beban siklik pada level drift maksimum yang
harus dicapai sebagai acuan untuk
penerimaan hasil tes, dimana nilainya tidak boleh kurang
daripada (1) karakteristik siklus penuh ketiga pada level drift
tersebut harus memenuhi hal-hal berikut ini :
-
8
a. Gaya puncak pada arah beban yang diberikan tidak boleh kurang
daripada 0,8 maxE pada arah beban yang sama (Gambar 9a).
b. Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada 15%
(Gambar 9b). c. Kekakuan sekan garis yang menghubungkan titik rasio
drift minimum ke rasio drift
maksimum dari (1) harus tidak kurang dari 0.05 kali kekakuan
awal (Gambar 9c)
4. Hasil-hasil Pengujian
Pengujian dari sistem-sistem tersebut dilakukan di Balai
Struktur Pusat Litbang Permukiman pada kurun waktu 2007 2008
seperti terlihat pada Gambar 10 [12]. Prototype yang digunakan
adalah prototype rusuna bertingkat tinggi dalam Permen PU No.
05/PRT/M/2007
Gambar 10 Pengujian Sistem Pracetak Suatu contoh analisis
pengujian yang diturunkan dari riwayat histeresis pengujian untuk
sistem SRPM PB6 dapat dilihat pada Gambar 11. Pola retak sudah
menunjukkan dipenuhinya konsep strong column weak beam, namun dari
analisis kriteria penerimaan, hanya sedikit saja kurang untuk
memenuhi persyaratan sebagai Struktur Rangka Penahan Momen Khusus
(SRPMK).
(a) Riwayat histeresis pengujian (b) Pola retak
-
9
(c) Analisis Penerimaan Kriteria Join Interior
(d) Analisis Penerimaan Kriteria Join Eksterior Gambar 11
Analisis karakteristik sistem pracetak SRPM PB6
Jika tidak dilakukan analisis lanjut, sistem termasuk katagori
Struktur Rangka Penahan Momen Menengah (SRPMM) dengan faktor
reduksi gaya gempa R =6. Analisis lanjut dilakukan dengan
menggunakan metoda pushover, berdasarkan input data-data
momen-kurvature yang disesuaikan dengan hasil uji titik kumpul,
lalu dibandingkan dengan pushover sistem monolit yang setara
seperti terlihat pada Tabel 2. Disimpulkan sistem ini mempunyai
faktor reduksi gaya gempa R = 7.11 .
Tabel 1 Rekapitulasi parameter hasil analisis pushover sistem
SRPM PB6
Metoda ini digunakan untuk seluruh sistem yang diuji, yang
ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Ringkasan parameter hasil pengujian dan analisis
No Sistem Katagori Reduksi
Kekakuan %
Daktilitas () Faktor Reduksi
Gaya (R)
Faktor Kuat
Lebih ()
1 SRPM PB1 SRPMM 35.47 2.03 4.05 2.45
2 SRPM PB2 SRPMM 20.22 3.4 7.76 2.56
3 SRPM PB3 SRPMM 24.78 2.24 6.74 2.23
4 SRPM PB4 SRPMM 40.75 2.81 4.89 2.43
5 SRPM PB5 SRPMM 37,76 2.66 7.61 2.44
6 SRPM PB6 SRPMM 60.76 3.31 7.11 2.84
7 SDP PB1 SDSK 54 4.00 6.4 2.92
-
10
5. Contoh Penerapan
Penerapan sistem pracetak untuk bangunan rusuna bertingkat
tinggi pertama kali dilakukan pada rusunami Pulogebang. Saat ini
sedang dibangun rusunami bertingkat 16 dengan sistem SRPM PB4
seperti terlihat pada Gambar 12. Pada kawasan Pulogebang juga
menyusul dibangun Kawasan Sentra Timur dengan berpusat pada hunian
rusuna 20 24 lantai yang akan menggunakan sistem SRPM PB6 seperti
terlihat pada Gambar 13
Gambar 12 Rusunami Pulogebang 16 lantai dengan Sistem SRPM PB4
dan 20- 24 lantai dengan Sistem SRPM PB6
6. Penutup
Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir
ini, karena sistem ini mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem
konvensional. Khusus di bidang gedung bertingkat medium seperti
Rumah Susun Sederhana, Sistem Pracetak telah terbukti dapat
mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang
berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara pemerintah,
perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan
industri pada bidang ini telah menghasilkan puluhan sistem bangunan
baru hasil karya putra-putra bangsa yang telah dipatenkan dan
diterapkan secara aktif.
Sehubungan dengan adanya Program Percepatan Pembangunan Rumah
Susun yang digagas Pemerintah pada tahun 2006, para pihak yang
terkait dengan industri pracetak pada tahun 2007 telah
mengembangkan dan menguji tahan gempa sistem pracetak untuk
-
11
rumah susun sederhana bertingkat tinggi yang telah siap
digunakan untuk mendukung program tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. ACI 374.1-05 (2005) Acceptance Criteria for moment frames
based on structural testing. Portland Cement Association, USA
2. Aziz, A.(2007), Sistem HK Precast, dalam Workshop Value
Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat
Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian
Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah
Propinsi DKI Jakarta.
3. Badan Standardisasi Nasional (2002), Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002,
Jakarta,Indonesia.
4. Badan Standardisasi Nasional (2006), Tata Cara Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2006, Jakarta,Indonesia.
5. Departemen Pekerjaan Umum (2007), Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Susun Sederhana Bertingkat Tinggi, Jakarta Indonesia,3
6. Doloksaribu,J. (2007), Sistem Modified JHS Column Beam Slab,
dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat
Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang,
IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.
7. Hawkins,N.M. and Ghosh, S.K. (2000), Proposed revisions to
1997 NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulation for
Precast Concrete Structures Part 2 - Seismic Force Resisting
Systems,PCI Journal, 45(3),36-44.
8. Imran, I. (2007), Draft SNI Metoda Pengujian Konstruksi Beton
Pracetak tahan Gempa dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun
Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem
Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat
Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI
Jakarta.
9. Nurjaman, H.N. (2002), Penentuan Model dan Parameter untuk
Analisis dan Perencanaan Tahan Gempa Struktur Pracetak Rangka
Beton, Disertasi Doktor,Institut Teknologi Bandung, Bandung,
Indonesia.
10. Nurjaman, H.N. (2002), Determination of Model and Parameter
for Precast Concrete Frame Structure Analysis and Design,
Proceeding of International Conference on Advancement in Design,
Construction, Construction Management and Maintenance of Building
Strutures, Ministry of Settlements and Regional
Infrastructure,Bali,Indonesia,I-204 I-205.
11. Nurjaman, H.N.(2005).Sistem Pracetak Beton di Indonesia,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material & Konstruksi Beton
2005, Jurusan Teknik Sipil ITENAS & Departemen Teknik Sipil
ITB, Bandung, Indonesia.
12. Pudjasukmana,N.(2008), Analisis Pengujian Sistem Pracetak
untuk Bangunan Bertingkat Tinggi, dalam Workshop Value Engineering
Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi
dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara
Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah
Propinsi DKI Jakarta.
-
12
13. Prijasambada (2007), Sistem Diamond Belt, dalam Workshop
Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan
Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI
Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.
14. Pusat Litbang Permukiman (2008), Pengujian Struktur Sistem
Precon HBS 15. Simanjuntak,T.(2007), Sistem Tricon 10 dan 20, dalam
Workshop Value Engineering
Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi
dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara
Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah
Propinsi DKI Jakarta.
16. Situmorang,R.(2007), Sistem Platcon, dalam Workshop Value
Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat
Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian
Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah
Propinsi DKI Jakarta.
17. Waskita Karya,PT (2007), Sistem Waskita Precast 07, dalam
Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang
dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI
Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.
18. Widjanarko,A.(2007),Sambutan Workshop, dalam Workshop Value
Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat
Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian
Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah
Propinsi DKI Jakarta.