IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Cisarua adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, dengan luas wilayah 55,11 km 2 dan terletak disebelah barat Kota Bandung. Kecamatan Cisarua terbagi menjadi 8 desa, yaitu Desa Pasirhalang, Desa Jambudipa, Desa Padaasih, Desa Kertawangi, Desa Tugumukti, Desa Pasirlangu, Desa Cipada, dan Desa Sadangmekar. Desa terluas adalah Desa Kertawangi (10.51 km 2 ) dan desa dengan luas terkecil adalah Desa Jambudipa (1,45 km 2 ). Total populasi Kecamatan Cisarua sebanyak 74.884 jiwa dengan rincian 37.572 laki-laki dan 37.312 perempuan, dan kepadatan 1.359 per km 2 . Terdapat total 105 RW, 371 RT dan 20.394 KK di Kecamatan Cisarua. Kecamatan Cisarua berada di dataran tinggi dengan iklim sejuk. Kondisi tersebut menyebabkan Kecamatan Cisarua ideal untuk usaha pertanian dan peternakan, sehingga mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak. Selain dikenal sebagai salah satu sentra penghasil susu sapi yang potensial, Kecamatan Cisarua merupakan salah satu tujuan destinasi wisata di Kabupaten Bandung Barat, khususnya dalam hal agrowisata. Tempat wisata yang populer adalah Dusun Bambu, CIC (Ciwangun Indah Camp), Curug Bugbrug, Curug Tilu Leuwi Opat dan Curug Cimahi. Kecamatan Cisarua berada pada ketinggian ± 1500-1500 meter di atas permukaan laut. Iklim dan curah hujan di Kecamatan Cisarua dipengaruhi oleh keadaan alamanya yaitu daerah perbukitan dan pegunungan. Curah hujan di
43
Embed
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2015/200110150124_4_8202.pdf · 4.1.2 Keadaan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Kondisi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Cisarua adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, dengan luas
wilayah 55,11 km2 dan terletak disebelah barat Kota Bandung. Kecamatan Cisarua
terbagi menjadi 8 desa, yaitu Desa Pasirhalang, Desa Jambudipa, Desa Padaasih,
Desa Kertawangi, Desa Tugumukti, Desa Pasirlangu, Desa Cipada, dan Desa
Sadangmekar. Desa terluas adalah Desa Kertawangi (10.51 km2) dan desa dengan
luas terkecil adalah Desa Jambudipa (1,45 km2). Total populasi Kecamatan Cisarua
sebanyak 74.884 jiwa dengan rincian 37.572 laki-laki dan 37.312 perempuan, dan
kepadatan 1.359 per km2. Terdapat total 105 RW, 371 RT dan 20.394 KK di
Kecamatan Cisarua.
Kecamatan Cisarua berada di dataran tinggi dengan iklim sejuk. Kondisi
tersebut menyebabkan Kecamatan Cisarua ideal untuk usaha pertanian dan
peternakan, sehingga mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak.
Selain dikenal sebagai salah satu sentra penghasil susu sapi yang potensial,
Kecamatan Cisarua merupakan salah satu tujuan destinasi wisata di Kabupaten
Bandung Barat, khususnya dalam hal agrowisata. Tempat wisata yang populer
adalah Dusun Bambu, CIC (Ciwangun Indah Camp), Curug Bugbrug, Curug Tilu
Leuwi Opat dan Curug Cimahi.
Kecamatan Cisarua berada pada ketinggian ± 1500-1500 meter di atas
permukaan laut. Iklim dan curah hujan di Kecamatan Cisarua dipengaruhi oleh
keadaan alamanya yaitu daerah perbukitan dan pegunungan. Curah hujan di
Kecamatan Cisarua 2000-2500 mm per Tahun. Suhu rata-rata harian di Kecamatan
Cisarua antara 16°C-28°C.
Topografi Kecamatan Cisarua memiliki bentuk permukaan berombak,
perbukitan dan pegunungan. Hal tersebut menyebabkan adanya variasi wilayah
permukaan bumi atau daratan. Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan
Cisarua memiliki potensi untuk pengembangan usaha pertanian dan pengembangan
usaha ternak sapi perah.
Gambar 1. Denah Lokasi Penelitian
Kecamatan Cisarua memiliki luas wilayah 5.511 Ha, yang dipergunakan
untuk berbagai macam kepentingan. Penggunaan lahan pada umumnya untuk tanah
pekarangan seluas 1.788, 383 Ha, lalu kehutanan 1.364 Ha, fasilitas umum 926 Ha
dan tegal/kebun 868 Ha, ladang/perkebunan negara 375 Ha, sawah irigasi 173 Ha,
sawah tadah hujan 13 Ha dan kolam 3,617 Ha. Penggunaan lahan di Kecamatan
Cisarua berkembang mengikuti perkembangan zaman. Tabel penggunaan lahan
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Penggunaan Lahan Wilayah Kecamatan Cisarua
No Penggunaan Lahan Luas Tanah (Ha)
1 Sawah Irigasi 173
2 Sawah Tadah Hujan 13
3 Tanah Pekarangan 1.788
4 Tegal/Kebun 868
5 Ladang/Perkebunan Negara 375
6 Kehutanan 1.364
7 Fasilitas Umum 926
8 Kolam 3
Jumlah 5.511
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat, 2018
Ladang dimanfaatkan oleh para peternak dalam hal penyediaan stok pakan
untuk ternak yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), sehingga peternak tidak
perlu mengeluarkan biaya untuk penyediaan rumput sebagai pakan ternak. Keadaan
tanah di Kecamatan Cisarua subur, sangat cocok untuk digunakan dalam kegiatan
pertanian. Ladang dipergunakan pula oleh para petani untuk ditanami berbagai
macam komoditas sayuran seperti kacang panjang, cabai besar, kubis, bawang
daun, kembang kol, dan lain-lain. Lokasi peternakan yang berada di wilayah kerja
CV. Lembah Kamuning pada umumnya masih bersatu dengan lokasi pemukiman
penduduk, karena lebih memudahkan dalam proses kegiatan pemeliharaan ternak.
Kandang sapi yang digunakan masih tradisional berupa bangunan semi-tertutup.
4.1.1 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Cisarua
Mata pencaharian penduduk yang berada di Kecamatan Cisarua beragam.
Mulai dari petani/peternak, pedagang, PNS, angkutan (ojeg, jasa angkut barang,
angkutan umum), dan sebagainya. Berikut mata pencaharian penduduk Kecamatan
Cisarua disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Cisarua
No Mata Pencaharian Jumlah
1. Pertanian/Peternakan 20.202
2. Perdagangan 2.312
3. Jasa/PNS 786
4. Angkutan 350
5. Perindustrian 300
6. Pertambangan/Penggalian 117
7. TNI/Polri 99
8. Listrik 34
9. Bank/Keuangan 19
10. Lainnya 7.901
11. Tidak Bekerja 410
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat, 2018
Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Cisarua seperti yang tersaji pada
Tabel 4 pada umumnya adalah pertanian atau peternakan. Minat terhadap bidang
pertanian dan peternakan cukup tinggi, karena waktu kerja yang fleksibel dan
singkat hanya dilakukan pada pagi dan sore hari. Waktu luang setelah bertani dan
beternak dipergunakan untuk pekerjaan lain seperti berdagang dan penyedia jasa.
Terlebih pekerjaan dalam bidang pertanian/peternakan didukung oleh geografis
yang berada pada dataran tinggi, dengan iklim sejuk dan tanah yang subur sehingga
sangat potensial. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan beternak dipergunakan
untuk kepentingan pertanian sehingga lebih bermanfaat dan menghemat biaya.
Dengan demikian, terdapat kerja sama yang baik diantara peternak dan petani.
4.1.2 Keadaan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua
Kondisi peternakan yang berada di Kecamatan Cisarua cukup beragam dari
mulai sapi perah, sapi potong, domba dan kambing. Kondisi geografis yang
mendukung untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah sudah disadari
oleh para penduduk terdahulu. Peternakan sapi perah merupakan usaha yang sudah
lama dijalani oleh penduduk di Kecamatan Cisarua. Usaha tersebut secara umum
dijadikan mata pencaharian utama oleh penduduk di Kecamatan Cisarua.
Terdapat beberapa alasan mengapa usaha ternak sapi perah dijadikan mata
pencaharian. Pertama, usaha peternakan sapi perah telah turun menurun diwariskan
oleh mayoritas penduduk atau sebagai usaha keluarga. Kedua, kondisi geografis
Kecamatan Cisarua yang berada di dataran tinggi, berbukit dan pegunungan
potensial karena memiliki iklim yang sejuk dan baik untuk usaha ternak sapi perah.
Ketiga, kemudahan dalam proses pemasaran produk dengan harga kompetitif dari
usaha ternak sapi perah yaitu susu dikarenakan terdapat koperasi persusuan dan
kolektor susu. Keempat, usaha peternakan sapi perah terus berproduksi dan tidak
terlalu bergantung terhadap kondisi musim didukung dengan manajemen yang baik.
Berikut adalah tabel populasi ternak besar di Kecamatan Cisarua:
Tabel 5. Populasi Ternak di Kecamatan Cisarua
No Jenis Ternak Total (Ekor)
1. Domba 34.636
2. Sapi Perah 8.361
3. Sapi Potong 1.036
4. Kuda 181
5. Kambing 104
6. Kerbau 23
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat, 2018
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa populasi ternak di Kecamatan Cisarua
didominasi oleh domba dengan total 34.636 ekor. Posisi kedua ditempati usaha sapi
perah dengan populasi 8.361 ekor. Posisi ketiga ditempati usaha sapi potong dengan
populasi 1.036 ekor. Posisi keempat ditempati usaha kuda dengan populasi 181
ekor. Posisi kelima ditempati usaha kambing dengan populasi 104 ekor dan posisi
terakhir ditempati oleh usaha kerbau dengan populasi 23 ekor.
Jenis sapi perah yang dipelihara oleh mayoritas peternak adalah FH
(Friesien Holstein). Sapi FH memiliki ciri khas badan berwarna totol hitam dan
putih. Friesien Holstein merupakan jenis sapi yang menduduki mayoritas populasi
sapi di seluruh dunia, baik di negara subtropis maupun tropis. Memiliki tingkat
adaptasi yang cukup baik terhadap lingkungan baru. Dengan manajemen
pemeliharaan yang baik dan tepat, produksi susu dapat meningkat.
4.1.3 Gambaran Umum CV. Lembah Kamuning
CV. Lembah Kamuning merupakan kolektor susu yang didirikan pada
Tahun 2013. Berlokasi di Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Berdirinya CV. Lembah Kamuning merupakan
hasil pemikiran dari seorang lulusan peternakan dan dua orang mantan anggota
koperasi persusuan yang merasa kurangnya peran koperasi persusuan terhadap
peternak. Dengan segala permasalahan yang ada di koperasi persusuan terkait
manajemen yang kurang profesional, krisis kepercayaan dan pelayanan yang
kurang memuaskan, melatarbelakangi hadirnya CV. Lembah Kamuning.
CV. Lembah Kamuning memiliki tujuan guna mempertahankan usaha
peternakan sapi perah dari para peternak yang telah keluar keanggotaan koperasi
persusuan, memajukan usaha peternak sapi perah, menjadikan usaha peternakan
sapi perah lebih kompetitif, dan menyejahterahkan peternak.
Produksi susu harian CV. Lembah Kamuning sudah mencapai ± 3.000 liter.
Susu tersebut berasal dari 5 kelompok peternak dengan anggota mencapai 92 orang
per akhir Tahun 2018. Kelompok peternak tersebut merupakan mantan anggota
koperasi persusuan di Kecamatan Parongpong dan Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat. Walaupun usia CV. Lembah Kamuning terhitung muda, namun
produksi susu harian sudah dapat bersaing dengan kolektor susu yang berada di
Kecamatan Lembang dan Parongpong. Hal tersebut karena adanya kepercayaan dan
kepuasan para kelompok peternak kepada CV. Lembah Kamuning. Berikut struktur
organisasi CV. Lembah Kamuning.
Ilustrasi 2. Struktur Organisasi CV. Lembah Kamuning
Direktur
Manajer
Bagian Produksi Bagian Kesehatan
Hewan
Bagian Pemasaran
Produksi susu harian CV. Lembah Kamuning diperoleh dari dua wilayah
kerja. Wilayah kerja CV. Lembah Kamuning meliputi Kecamatan Parongpong dan
Kecamatan Cisarua. Berikut adalah wilayah kerja CV. Lembah Kamuning:
a. Kecamatan Cisarua, meliputi Kelurahan/Desa Cipada, Jambudipa, Kertawangi,
Padaasih, Pasirhalang, Pasirlangu, Sadangmekar dan Tugumukti.
b. Kecamatan Parongpong, meliputi Kelurahan/Desa Cigugur Girang, Cihanjuang
Rahayu, Cihanjuang, Cihideung, Ciwaruga, Karyawangi dan Sariwangi.
4.2 Karakteristik Informan
Karakateristik adalah ciri, sifat, atau hal yang unik yang melekat pada setiap
individu. Karakteristik individu akan tercermin dari segala perilaku dan tindakan
dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian
ini meliputi: 1) usia, 2) tingkat pendidikan, 3) pengalaman beternak, dan 4)
pemilikan ternak.
Gambar 2. Wilayah Kerja CV. Lembah Kamuning
a b
4.2.1 Usia Informan
Usia merupakan lama waktu hidup atau adanya seseorang sejak dilahirkan.
Usia berkaitan dengan pengaruh individual dan proses psikologi. Seseorang yang
memiliki usia yang lebih tua akan mempunyai pengalaman, pengetahuan dan
informasi yang didapatkan (Sastradipoera, 2003). Usia informan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Usia Informan
No Usia (Tahun) Jumlah (orang)
1. 31 - 45 9
2. 46 - 60 5
3. > 65 1
Total 15
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
Tabel 6 memperlihatkan bahwa usia informan pada penelitian cukup
beragam, namun seluruh informan berusia di atas 30 Tahun. Rentang Usia 31 – 45
Tahun terdapat 9 orang informan. Rentang usia 46 – 60 Tahun terdapat 5 orang
infoman, sedangkan untuk rentang usia di atas 65 Tahun hanya terdapat 1 orang
informan. Penggolongan usia dibagi menjadi 3 kelompok, (a) kelompok umur
muda, di bawah 15 Tahun, (b) kelompok umur produktif, usia 15 – 64 Tahun dan
(c) kelompok umur tua, usia 65 Tahun ke atas (Prijono, 2001). Terdapat 14
informan yang berada pada kelompok umur produktif dan hanya 1 informan yang
berada pada kelompok umur tua. Pada golongan usia produktif, manusia dapat
melakukan aktivitas secara maksimal dengan mengerahkan seluruh potensi yang
dimiliki. Informan yang berada dalam golongan usia produktif dapat melakukan
aktivitas seperti bertani, beternak, berdagang, penyedia jasa, buruh, dan sebagainya
secara maksimal.
Usia informan memiliki korelasi terhadap produktivitas bekerja dan proses
psikologis yaitu dalam proses berpikir yang lebih kompleks, pengambilan tindakan
dan keputusan. Seseorang yang berada pada usia produktif lebih dewasa
mempunyai lebih banyak pengalaman kerja dan memiliki banyak pengetahuan
(Thierry dan Francois, 2009). Usia memiliki korelasi juga terhadap pengalaman
kerja, dan pengalaman kerja memiliki pengaruh nyata terhadap produktivitas.
Lamanya seseorang bekerja pada pekerjaan yang sama akan mengakibatkan lebih
banyak tahu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga
produktivitas meningkat (Budhyani dan Sila, 2008). Mayoritas informan berusia di
atas 30 Tahun, hal ini disebabkan penduduk di Kecamatan Cisarua yang berusia di
bawah 30 Tahun atau kalangan remaja memiliki kesadaran yang lebih baik akan
pendidikan dan kemajuan karir.
4.2.2 Pendidikan Informan
Pendidikan merupakan suatu proses perubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang, usaha mendewasakan manusia melalui upaya
proses pengajaran dan pelatihan sehingga dapat membawa manusia menuju kualitas
hidup yang lebih baik (Mulyasa, 2011). Dengan pendidikan dapat mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat.
Pendidikan turut berperan dalam menentukan kualitas sumber daya manusia.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir, kemampuan belajar dan taraf
kecerdasan (Kusnadi, 1982). Tingkat pendidikan informan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 7. Tingkat Pendidikan Formal Informan
No Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (orang)
1 SD (Sekolah Dasar) 6
2 SMP (Sekolah Menengah Pertama) 6
3 SMA (Sekolah Menengah Atas) 3
Total 15
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
Tabel 7 menunjukkan tingkat pendidikan formal informan yang cukup
beragam. Sebanyak 6 informan memiliki tingkat pendidikan formal SD dan 6
informan memiliki tingkat pendidikan SMP. Sedangkan hanya 3 informan yang
memiliki tingkat pendidikan formal SMA. Terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi keberagaman tingkat pendidikan formal informan, yaitu tingkat
perekonomian, kesadaran diri yang rendah dan pengaruh sosial.
Tingkat perekonomian menempati faktor yang paling dominan dalam
memengaruhi tingkat pendidikan formal informan. Profesi sebagai petani atau
peternak dalam skala kecil tidak memiliki penghasilan yang cukup besar untuk
menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, pendapatan dipergunakan
hanya untuk memenuhi kebutuhan utama kehidupan seperti pangan, sehingga
mengenyampingkan pendidikan. Faktor kesadaran diri akan pendidikan yang masih
rendah turut memengaruhi informan untuk tidak memiliki pendidikan formal yang
tinggi, informan menganggap bahwa pendidikan bukan segalanya dalam
kehidupan. Terlebih didukung dengan faktor sosial yang memengaruhi tingkat
pendidikan formal informan.
Informan pada umumnya tinggal pada lingkungan yang mayoritas
penduduknya memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah. Kondisi lingkungan
tersebut yang memengaruhi kondisi psikologis, sudut pandang dan pola pikir
informan untuk tidak mementingkan pendidikan lebih lanjut karena disekitar
lingkungannya pendidikan bukan suatu hal penting. Terlebih pada saat itu belum
terdapat peraturan wajib sekolah 12 Tahun seperti saat ini. Namun, seluruh
informan pernah mendapatkan pendidikan non-formal seperti penyuluhan dan
sosialisasi. Pendidikan non-formal berupa penyuluhan dan sosialisasi tersebut
diberikan oleh koperasi persusuan dan dinas setempat. Penyuluhan dan sosialisasi
seputar dunia peternakan dan pertanian seperti manajemen pemeliharaan yang baik
dan benar, penyakit sapi perah, pakan, penyakit dan hama tanaman. Tingkat
pendidikan dapat memengaruhi penilaian dan pandangan seseorang terhadap suatu
hal. Mereka yang berpendidikan tinggi berpikir lebih kritis daripada mereka yang
berpendidikan rendah (Eriyanto, 1999).
4.2.3 Pengalaman Informan
Pengalaman merupakan suatu hal atau peristiwa yang pernah dialami oleh
setiap orang. Pengalaman akan membentuk pola pikir manusia, sikap dan kepuasan
terhadap suatu hal. Seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang, akan sulit
untuk mendapatkan kepuasan karena memiliki ekspektasi yang tinggi (Herzberg,
1981). Berikut adalah lama pengalaman informan di bidang peternakan dalam
Tabel 8.
Tabel 8. Pengalaman Informan
No Informan Pengalaman Beternak
(Tahun) Asal Koperasi
1 KR 13 KUD Puspa Mekar
2 HN 10 KUD Puspa Mekar
3 SO 20 KUD Puspa Mekar
4 IM 15 KUD Puspa Mekar
5 AT 30 KUD Puspa Mekar
6 WY 12 KUD Puspa Mekar
7 SW 21 KUD Puspa Mekar
8 YH 21 KUD Puspa Mekar
9 CH 20 KUD Puspa Mekar
10 AN 25 KUD Sarwa Mukti
11 CA 21 KUD Sarwa Mukti
12 KM 28 KUD Sarwa Mukti
13 DD 32 KUD Sarwa Mukti
14 CC 38 KUD Sarwa Mukti
15 HS 24 KUD Sarwa Mukti
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
Berdasarkan Tabel 8 rata-rata informan sudah memiliki pengalaman
beternak lebih dari 20 Tahun. Informan yang memiliki pengalaman beternak yang
cukup lama sudah mengetahui seperti apa kondisi usaha peternakan sapi perah,
segala permasalahan dan seluk-beluk yang ada dalam menjalankan suatu usaha.
Sehingga peternak dapat dengan cepat mengambil tindakan, mengantisipasi dan
meminimalisir kerugian yang timbul.
Pengalaman beternak merupakan lamanya seseorang menjalankan suatu
usaha dalam usaha peternakan. Pengalaman akan secara otomatis meningkatkan
pengetahuan mengenai tata cara beternak dan segala perubahan yang belum
diketahui. Dengan pengalaman, peternak belajar melalui aktivitas sehari-hari
(learning by doing) sehingga dapat memahami segala problematik yang ada dalam
usaha peternakan.
Informan yang paling lama memiliki pengalaman beternak adalah CC
dengan pengalaman beternak selama 38 Tahun. CC sudah memulai beternak sejak
masih remaja. Alasan untuk beternak sapi perah karena sudah turun-temurun dari
orang tua, terlebih tidak ada niat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang
lebih tinggi karena kesadaran akan pendidikan masih rendah. Dengan lama
pengalaman selama 38 Tahun, CC sudah mengenal seluk-beluk usaha ternak sapi
perah secara autodidak atau mendapatkan keahlian dengan belajar sendiri. Hal
tersebut sangat bermanfaat terhadap kegiatan usaha ternak sapi perahnya. Informan
CC sudah dapat mengambil tindakan dengan cepat jika terjadi permasalahan
dengan ternak.
Contoh kasus yang pernah dialami oleh CC adalah pada saat salah satu
ternaknya mengalami gejala penyakit mastitis. Mastitis adalah suatu peradangan
pada ambing yang bersifat akut, subakut atau kronis dan terjadi pada semua jenis
mamalia, salah satunya adalah sapi perah. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
jenis bakteri atau mikroplasma sepeti Streptococcus agalactiae, Streptococcus
disgalactiae, Escherichia coli, Mycoplasma sp dan sebagainya. Penyakit mastitis
dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar jika tidak ditangani secara dini.
Berkat pengalaman beternak yang sudah mumpuni, penyakit tersebut dapat
ditangani dengan mengenali gejala subklinis lalu memberikan antibiotika. Lamanya
seseorang bekerja pada pekerjaan yang sama akan mengakibatkan lebih banyak
tahu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga produktivitas
meningkat (Budhyani dan Sila, 2008). Dengan demikian, dapat meminimalisir
kerugian yang timbul dari penyakit tersebut.
4.2.4 Kepemilikan Ternak Informan
Kepemilikan ternak informan bervariasi, rata-rata jumlah ternak yang
dimiliki oleh informan 5 ekor. Kepemilikan ternak tertinggi yaitu 29 ekor dan
terendah 4 ekor. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya jumlah ternak
informan menurun dan stagnan. Jumlah kepemilikan ternak informan dapat dilihat
pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Kepemilikan Ternak Informan
No Informan
Kategori Ternak (ekor)
Pedet Dara Laktasi Jumlah
Jantan Betina
1 KR 1 - 2 3 5
2 YH 1 2 - 4 7
3 SO 1 1 - 4 6
4 CH 8 3 6 12 29
5 AN 1 2 2 4 9
6 CA - - - - -
7 KM 1 - 3 5 9
8 HN - - - 5 5
9 DD - 1 - 4 5
10 IM 1 1 - 3 5
11 CC 2 1 - 4 7
12 AT - - - 4 4
13 WY 2 - - 4 6
14 SW 2 1 - 4 7
15 HS - 1 2 3 6
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
Skala usaha yang dimiliki oleh mayoritas informan adalah skala usaha kecil.
Kepemilikan ternak yang dimiliki oleh informan rata-rata 5 ekor dan dapat
dikategorikan peternakan rakyat. Menurut Sugeng (2000), pada umumnya hampir
90% peternakan rakyat memiliki ciri-ciri yaitu: 1) skala usaha kecil dengan
kepemilikan ternak <5 ekor; 2) merupakan usaha rumah tangga; 3) pemeliharaan
ternak tradisional; 4) ternak digunakan sebagai sumber tenaga kerja; 5) kotoran
ternak dipergunakan untuk pupuk; dan 6) ternak digunakan sebagai jaminan
keuangan keluarga. Peternak tradisional pada umumnya menggunakan ternak
sebagai solusi pada saat mengalami masalah finansial, misalnya pada saat
memasuki Tahun ajaran baru atau menjelang hari raya dengan cara menjual pedet
dan dara.
Jumlah kepemilikan ternak informan rata-rata sebanyak 5 ekor. Hal yang
menyebabkan kepemilikan dalam jumlah skala usaha kecil adalah modal.
Keterbatasan modal menjadi kendala utama dalam penambahan jumlah ternak.
Menurut informan, kepemilikan ternak 4-5 ekor sangat kurang untuk menutupi
biaya produksi dan hidup karena tidak seluruhnya ternak berproduksi. Terlebih
harga pakan ternak selalu naik dan sulit mencari harga yang terjangkau dengan
kualitas yang baik. Bahkan ada peternak yang masih melakukan cicilan untuk
pembelian ternak. Idealnya terdapat > 7 ekor sapi laktasi untuk dapat menutupi
biaya produksi, memenuhi kebutuhan hidup dan tabungan. Skala usaha ternak sapi
perah yang rendah (< 5) per peternak menyebabkan pendapatan rumah tangga dari
sapi perah belum dapat menjadi sumber pendapatan utama yang layak bagi peternak
(Suryahadi, dkk., 2007).
Terdapat seorang informan yang tidak memiliki ternak, yaitu CA. Informan
merupakan mantan anggota koperasi persusuan dengan pengalaman ± 21 Tahun.
Pada awalnya CA memiliki ternak, namun seiring waktu populasi semakin menurun
dan memutuskan untuk tidak memiliki ternak kembali. Beliau merupakan seorang
ketua kelompok ternak yang diberikan kepercayaan oleh para anggotanya.
Pekerjaan yang dilakukan oleh informan saat ini adalah selain menjadi ketua
kelompok adalah menjual pakan ternak berupa jerami, ampas tahu dan konsentrat
kepada anggotanya dan peternak yang membutuhkan.
Kepemilikan ternak terbanyak dimiliki oleh seorang informan dengan
jumlah ternak sebanyak 29 ekor, yaitu informan CH. Jumlah kepemilikan ternak
CH di atas rata-rata daripada informan lainnya. Hal yang menyebabkan CH
memiliki jumlah ternak sampai 29 ekor adalah sifat gigih, kerja keras dan tidak
pantang menyerah untuk mencapai keberhasilan usaha. Beliau memulai usaha
ternak sapi perah sejak Tahun 1995 dan mengalami jatuh bangun terutama sejak
krisis moneter yang melanda Indonesia di Tahun 1997-1998. Namun, karena sifat
tidak pantang menyerahnya akhirnya beliau bisa mencapai diposisi saat ini dengan
memiliki ternak sebanyak 29 ekor.
Beliau bahkan dapat memasukkan anak pertamanya untuk berkuliah jurusan
farmasi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Bandung. Informan
menginginkan anak-anaknya dapat memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan karir
yang lebih baik. Informan CH menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai
penghasilan utama. Skala usaha ternak sapi perah > 7 ekor dapat dijadikan sumber
pendapatan utama yang layak bagi peternak (Suryahadi, dkk., 2007). Dengan
jumlah ternak yang cukup banyak, pendapatan beliau dirasa sudah dapat mencukupi
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4.3 Faktor Sosial Kepindahan Keanggotaan Koperasi Persusuan ke
CV. Lembah Kamuning
Faktor sosial kepindahan keanggotaan koperasi persusuan ke CV. Lembah
Kamuning dikaji berdasarkan pengalaman seluruh informan saat masih menjadi
anggota koperasi persusuan. Pengkajian tersebut melalui atribut pelayanan yang
tersedia di koperasi persusuan dan kolektor susu.
Faktor sosial merupakan faktor yang timbul dari lingkungan atau
kemasyarakatan pendorong informan dalam mengambil tindakan untuk berpindah
dari koperasi persusuan ke kolektor susu. Secara garis besar, faktor sosial ini
mengkaji kepercayaan, kerja sama dan kualitas pelayanan. Berikut adalah tabel
rangkuman faktor sosial kepindahan keanggotaan koperasi persusuan ke kolektor
susu yang tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10. Faktor Sosial Penyebab Kepindahan Keanggotaan Koperasi Persusuan ke
Kolektor Susu
No Indikator Keterangan
1 Kepercayaan Informan kecewa dan kurang percaya terhadap pelayanan
pengumpulan susu, inseminasi buatan dan pinjaman dan
perkreditan yang diberikan oleh koperasi persusuan yang
tidak sesuai.
2 Kerja sama Kerja sama antar sesama anggota baik, dilihat dari
tolong-menolong dalam kegiatan beternak seperti
mencari rumput bersama-sama, membersihkan kandang
dan memerah susu sapi.
Kerja sama anggota dengan petugas/pengurus kurang
baik, disebabkan kurang tanggapnya menangani keluhan
dan aspirasi anggota peternak.
3 Kualitas
Pelayanan Informan kurang puas dengan pelayanan yang diberikan
koperasi persusuan karena kurangnya akses terhadap
permohonan pelayanan, kurang tanggap, tidak ada
jaminan dan perbedaan perlakuan.
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
A. Kepercayaan Anggota Peternak Terhadap Kolektor Susu
Kepercayaan merupakan salah satu hal penting dalam sosial. Kepercayaan
adalah sebuah anggapan atau keyakinan terhadap sesuatu hal yang harus dipercayai
akan kebenarannya dan nyata. Kepercayaan adalah sebuah pengharapan yang
timbul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, kooperatif
berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama. Adanya penjaminan tentang
kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif
dalam komunitas (Fukuyama, 2001).
Rata-rata informan sudah memiliki pengalaman beternak ± 20 Tahun.
Mayoritas informan tertarik untuk menjadi anggota koperasi persusuan karena
sebelum Tahun 1990 di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Parongpong belum
terdapat sebuah lembaga yang menaungi peternak sapi perah. Pada saat itu koperasi
persusuan hadir untuk menaungi para peternak dengan menerima susu peternak dan
melakukan pemasaran. Koperasi persusuan hadir dengan janji dan jaminan-jaminan
yang memudahkan kegiatan usaha peternak. Informan bergabung dengan koperasi
persusuan karena meyakini bahwa koperasi persusuan akan mempermudah
kegiatan usaha sapi perah dan meningkatkan taraf hidup peternak dengan program-
program pelayanan yang ditawarkan dan jaminan-jaminan yang dijanjikan koperasi
persusuan. Hal tersebut yang menjadi awal mula keanggotaan peternak dalam
koperasi persusuan.
Terdapat tiga indikator faktor sosial yang dikaji berdasarkan pengalaman
informan sebagai anggota koperasi persusuan dan anggota kolektor susu. Indikator
pertama yaitu kepercayaan, dengan maksud untuk mengetahui seberapa besar
kepercayaan anggota koperasi persusuan dan kolektor susu terhadap
petugas/pengurus, penilaian terhadap sikap dan perilaku. Indikator kedua kerja
sama, dengan maksud untuk mengetahui kualitas kerja sama antara
petugas/pengurus dengan anggota peternak dalam mencapai suatu tujuan bersama.
Indikator ketiga yaitu kualitas pelayanan, dengan maksud untuk mengetahui
bagaimana kualitas pelayanan dari program atau pelayanan yang disediakan oleh
koperasi persusuan dan kolektor susu terhadap anggotanya.
Tabel 11. Kesesuaian Pelayanan Koperasi Persusuan dan Kolektor Susu
No Kategori Pelayanan
Koperasi Pesusuan Kolektor Susu
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai
.... orang ….
1 Pengumpulan susu 11 4 15 -
2 Pemasaran susu 15 - 15 -
3 Kesehatan ternak oleh
dokter hewan/mantri
15 - 15 -
4 Inseminasi Buatan (IB) 9 6 10 5
5 Lembar pembayaran susu 15 - 15 -
6 Pinjaman dan perkreditan 6 9 13 2
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
Terdapat 6 pelayanan pembanding antara koperasi persusuan dan kolektor
susu yaitu pengumpulan susu, pemasaran susu, kesehatan hewan oleh dokter
hewan/mantri, Inseminasi Buatan (IB), lembar pembayaran uang susu dan pinjaman
dan perkreditan. Pada Tabel 11 menggambarkan kesesuaian pelayanan yang
diberikan oleh koperasi persusuan dan kolektor susu. Mayoritas informan
merasakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh kolektor susu lebih sesuai dengan
yang ditawarkan daripada pelayanan yang diberikan oleh koperasi persusuan.
Kesesuaian pelayanan yang diberikan merupakan wujud dari ekspektasi anggota
dan realita yang ada, sehingga memenuhi harapan anggota peternak. Sedangkan
jika pelayanan yang diberikan tidak melebihi dari ekspektasi anggota peternak
maka berdampak terhadap tidak terpenuhinya harapan anggota peternak dan timbul
rasa kekecewaan.
Pelayanan pertama adalah pengumpulan susu. Pelayanan pengumpulan susu
oleh koperasi persusuan sebanyak 11 informan menjawab sesuai dan 4 informan
menjawab tidak sesuai. Pelayanan pengumpulan susu yang dilakukan oleh koperasi
persusuan dirasakan cukup baik oleh informan, namun terkadang mobil pengangkut
susu datang dengan jadwal yang tidak menentu. Hal tersebut dikarenakan mobil
pengangkut susu harus melakukan pengumpulan susu di tempat penampungan lain
sehingga datang telat. Informan mengeluhkan bahwa mobil pengangkut susu kerap
mendahulukan tempat penampungan yang memiliki jumlah susu yang lebih
banyak, sehingga timbul adanya perbedaan pelayanan oleh koperasi persusuan.
Pelayanan pengumpulan susu oleh kolektor susu sebanyak 15 informan
menjawab sesuai. Informan menilai pelayanan pengumpulan susu oleh kolektor
susu lebih baik daripada koperasi persusuan karena memiliki jadwal yang lebih
jelas dan durasi lebih lama. Jadwal pengumpulan susu dilakukan oleh ketua
kelompok dengan durasi sekitar 3 jam mulai pukul 5 – 8 pagi. Informan merasa
terbantu dengan jadwal yang ada karena dengan kesibukan masing-masing
informan masih dapat melakukan penyetoran susu di ketua kelompok. Terkadang
ketua kelompok senantiasa menunggu anggota kelompok yang sedikit telat
mengumpulkan susunya.
Pelayanan kedua adalah pemasaran susu. Pelayanan pemasaran susu yang
dilakukan oleh koperasi persusuan dan kolektor susu, sebanyak 15 informan
menjawab sesuai. Seluruh informan berpendapat bahwa pemasaran susu yang
dilakukan oleh koperasi persusuan dan kolektor susu sudah baik. Informan pada
umumnya tidak terlalu memedulikan pemasaran susu yang dilakukan oleh koperasi
persusuan dan kolektor susu, karena yang terpenting susu yang dimiliki oleh
informan dapat terjual dengan harga yang memuaskan. Namun, informan hanya
ingin mengetahui kemana pemasaran susu yang dilakukan oleh koperasi persusuan
dan kolektor susu.
Koperasi persusuan memasarkan susu kepada PT. Ultra Jaya dan PT.
Chimory, dan tempat lainnya. Sedangkan untuk kolektor susu, susu dipasarkan
kepada PT. Prima Lakto Sehat, PT. Chimory, PT. Diamond, dan PT. Bukit Baros.
Informan meyakini bahwa koperasi persusuan ataupun kolektor susu akan terus
membutuhkan susunya, karena tingkat konsumsi susu tinggi sedangkan produksi
rendah, terlebih jumlah peternak setiap Tahun makin berkurang, sehingga tidak
khawatir dengan masalah pemasaran susu.
Pelayanan ketiga adalah kesehatan ternak oleh dokter hewan atau mantri.
Pelayanan kesehatan ternak oleh dokter hewan atau mantri yang diberikan oleh
koperasi persusuan dan kolektor susu sebanyak 15 informan menjawab sesuai.
Dokter hewan atau mantri yang disediakan oleh koperasi persusuan maupun
kolektor susu merupakan orang yang kompeten dan profesional. Dokter hewan atau
mantri siap siaga selama 24 jam untuk melayani anggota peternak terkait keluhan
dengan ternaknya. Informan berpendapat pernah memanggil pada malam atau dini
hari dan tetap mendapatkan pelayanan yang cepat dan tepat sehingga masalah
dengan ternak dapat diatasi. Masalah ternak yang sering dialami adalah mastitis,
diare, bantuan kelahiran, dan bloat.
Pelayanan keempat adalah Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan
adalah program kebuntingan untuk betina dengan cara memasukkan semen jantan
ke dalam ovarium. Tujuan dari pelayanan inseminasi buatan adalah untuk
meningkatkan keberhasilan kebuntingan sapi betina, menghemat biaya produksi
dan meminimalisir penyebaran penyakit. Pelayanan inseminasi buatan yang
dilakukan oleh koperasi persusuan mendapatkan suara sebanyak 9 informan
menjawab sesuai dan 6 informan menjawab tidak sesuai. Pelayanan inseminasi
buatan yang dilakukan oleh koperasi persusuan dinilai sudah cukup baik, dengan
menghasilkan pedet yang saat dewasa memiliki produksi susu yang baik. Disatu
sisi informan mengeluhkan juga bahwa kemampuan inseminator masih rendah dan
mengeluhkan kualitas semen yang kurang berkualitas. Sehingga informan kurang
percaya terhadap pelayanan pelayanan inseminasi buatan.
Pelayanan inseminasi buatan yang diberikan oleh kolektor susu sebanyak
10 informan menjawab sesuai dan 5 informan menjawab tidak sesuai. Pelayanan
inseminasi buatan oleh kolektor susu sudah dinilai cukup baik, dinilai dari tingkat
keberhasilan kebuntingan betina. Kualitas semen pejantan dinilai sudah cukup baik.
Namun informan sedikit mengeluhkan terkait susahnya ketersediaan semen jantan
untuk inseminasi buatan sehingga anggota peternak perlu menunggu.
Pelayanan kelima adalah lembar pembayaran susu. Pelayanan lembar
pembayaran susu yang dilakukan oleh koperasi persusuan dan kolektor susu sudah
cukup baik, sebanyak 15 orang informan menjawab pelayanan sudah sesuai.
Lembar pembayaran susu sangat penting bagi anggota peternak, karena memiliki
lembar pembayaran susu anggota peternak bisa mengetahui berapa banyak susu
yang disetorkan dan perkiraan total pendapatan per bulan. Lembar pembayaran susu
merupakan langkah transparansi dari pihak koperasi persusuan maupun kolektor
susu, sehingga terhindar dari pemikiran negatif anggota peternak.
Pelayanan keenam adalah pinjaman dan perkreditan. Pelayanan pinjaman
dan perkreditan yang diberikan oleh koperasi persusuan, sebanyak 6 informan
menjawab sesuai dan 9 informan tidak sesuai. Informan menilai pelayanan
pinjaman dan perkreditan yang diberikan oleh koperasi persusuan menyulitkan
anggota peternak. Anggota peternak merasa disulitkan dengan banyaknya aturan
dan persyaratan dalam pengajuan pinjaman dan perkreditan. Anggota peternak
yang memiliki ternak laktasi sebanyak 1 ekor sulit bahkan ditolak untuk
mendapatkan pinjaman, karena dinilai oleh pihak koperasi anggota tersebut sulit
untuk melakukan pembayaran karena pendapatan yang cukup rendah dan rawan
untuk terjadinya masalah di hari yang akan datang. Padahal banyak anggota
peternak yang berharap adanya pelayanan pinjaman dan perkreditan di koperasi
persusuan dapat banyak membantu usaha ternak dan kehidupan mereka.
Pelayanan pinjaman dan perkreditan yang diberikan oleh kolektor susu,
sebanyak 13 informan menjawab sesuai dan 2 tidak sesuai. Informan menilai
pelayanan pinjaman dan perkreditan yang diberikan oleh kolektor susu sudah
sangat baik. Anggota peternak tidak merasa disulitkan dengan aturan yang ada.
Peternak dapat langsung mengajukan pinjaman kepada pengurus, 2-3 hari
kemudian dana cair. Anggota peternak menilai pinjaman dan perkreditan yang
diberikan oleh kolektor susu sangat membantu terhadap usaha ternak dan
kehidupan mereka.
Informan berpendapat bahwa aturan pinjaman yang ada di kolektor susu
tidak rumit dan tidak memberatkan mereka. Hubungan sosial antara pengurus dan
anggota peternak sangat harmonis dan kekeluargaan sehingga tidak sungkan dan
terdapat kemudahan dalam melakukan pinjaman. Maka dari itu, anggota peternak
lebih merasa terbantu dengan pelayanan pinjaman kolektor susu.
“Pelayanan yang diberikan kolektor susu lebih sesuai dan baik daripada
koperasi persusuan. Saya merasa selama menjadi anggota koperasi
persusuan kurang diperhatikan, kurang dilayani, ini itu agak susah. Berbeda
dengan pelayanan yang diberikan oleh kolektor susu”. (CC, 58 Tahun)
Secara umum berdasarkan Tabel 11, informan menilai bahwa keseuaian
pelayanan yang diberikan oleh kolektor susu lebih baik, sehingga informan lebih
percaya terhadap kolektor susu daripada koperasi persusuan. Kepercayaan
informan terhadap kesesuaian pelayanan merupakan tanda bahwa harapan informan
terpenuhi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lewicki dan Wiethoff (2000),
bahwa kepercayaan akan timbul jika refleksi sebuah harapan, keyakinan atau
asumsi seseorang terpenuhi dan membawa manfaat serta kebaikan. Kualitas
pelayanan yang diberikan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan anggota
peternak terhadap kolektor susu. Jika pelayanan yang diberikan sesuai akan
menimbulkan rasa puas/kepuasan dari anggota peternak yang secara tidak langsung
akan memberikan rasa percaya terhadap kolektor susu karena telah memberikan
kemudahan dalam kegiatan usahanya.
B. Kerja Sama Anggota Peternak Dengan Kolektor Susu
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara individu atau antar kelompok
untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kerja sama yang dikaji dalam penelitian ini
adalah kerja sama dalam hal mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Kerja sama
yang dimaksud secara gotong royong antara antara sesama anggota peternak dan
anggota peternak terhadap pengurus koperasi persusuan atau kolektor susu saat
masih menjadi anggota koperasi persusuan dan kolektor susu.
Indikator yang dilihat dalam penelitian ini adalah tanggung jawab
,kontribusi dan pengerahan kemampuan secara maksimal. Kerja sama merupakan
suatu hal penting terhadap regenerasi keanggotaan. Adanya kerja sama yang baik
diantara anggota dan pengurus akan memengaruhi rasa kenyamanan dalam
melakukan aktivitas usaha. Berikut adalah tabel kerja sama antar anggota dan
dengan pengurus/petugas koperasi persusuan.
Tabel 12. Kerja Sama Antar Anggota Peternak dan dengan Pengurus/Petugas
Koperasi Persusuan
No
Informan
Kerja sama
Sesama Anggota
Peternak
Anggota Peternak dengan
Pengurus/Petugas Koperasi Persusuan
1 KR Baik Tidak Baik
2 YH Baik Tidak Baik
3 SO Baik Tidak Baik
4 CH Baik Tidak Baik
5 AN Baik Tidak Baik
6 CA Baik Tidak Baik
7 HN Baik Tidak Baik
8 CC Baik Tidak Baik
9 AT Baik Tidak Baik
10 WY Baik Tidak Baik
11 SW Baik Tidak Baik
12 HS Baik Tidak Baik
13 DD Baik Baik
14 IM Baik Baik
15 KM Baik Baik
Sumber: Hasil Wawancara Penelitian
Tabel 12 menunjukkan kerja sama antara anggota peternak dan anggota
peternak dengan koperasi persusuan. Kerja sama antara sesama anggota peternak
baik. Kerja sama baik tersebut merupakan bentuk interaksi sosial positif yaitu
proses asosiatif. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kerja sama dalam kegiatan
beternak sehari-hari. Pada saat terdapat anggota peternak yang mengalami kesulitan
dengan pakan, maka anggota lain akan membantunya dengan memberikan stok
pakan yang dimilikinya atau membantu mencari rumput secara bersama-sama.
Begitu pun dengan limbah peternakan. Anggota peternak sadar bahwa limbah
peternakan memiliki aroma yang kurang sedap dan bisa menjadi polutan udara,
maka dari itu biasanya anggota peternak mengumpulkan limbah peternakan dalam
satu tempat lalu mengolahnya untuk digunakan dalam kegiatan pertanian.
Kerja sama lain yang dilakukan adalah membantu membersihkan kandang
dan memerah susu sapi jika ada peternak yang telat dalam pengumpulan susu di
pagi atau sore hari. Kegiatan kerja sama berupa tolong-menolong merupakan salah
satu dari lima bentuk kerja sama. Sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
dalam pelaksanaannya, terdapat lima bentuk kerja sama yaitu kerukunan (yang
mencakup gotong-royong dan tolong-menolong), bargaining, kooptasi, koalisi dan
joint venture (Saputra dan Rudyanto, 2005).
“Hubungan sesama anggota peternak baik-baik saja, karena memang kami
saling mengerti dan saling bantu. Kalau ada yang perlu bantuan, kami pasti
membantu baik tenaga maupun pikiran. Biasanya membantu mencari
rumput, membersihkan kandang atau memerah susu kalau waktu
pengumpulan susu sudah hampir telat”. (CH, 44 Tahun)
Kerja sama yang sering dilakukan oleh sesama anggota peternak
menimbulkan energi positif dalam kemajuan usaha ternak sapi perah mereka. Hal
tersebut selaras dengan pernyataan bahwa dengan kerja sama dapat membangkitkan
dan menghimpun tenaga yang secara bersama yang disebut sinergi (Aunurrahman,
2010).
Kerja sama anggota peternak dengan petugas/pengurus koperasi persusuan
diakui tidak terlalu baik, terbukti dengan adanya perpindahan keanggotaan dari
koperasi persusuan ke kolektor susu. Menurut informan hal tersebut disebabkan
oleh petugas/pengurus koperasi persusuan yang selalu menuntut kepada anggota
informan untuk menghasilkan susu dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
Namun, tidak ada bantuan dari pihak koperasi persusuan berupa pakan yang
berkualitas dan terjangkau. Sehingga informan merasa sulit untuk mencapai target
tersebut. Terlebih petugas/pengurus kerap bertingkah dengan arogan dan membeda-
bedakan anggota peternak antara yang memiliki kualitas dan kuantitas susu yang
tinggi dan rendah. Penolakan untuk melakukan perintah tersebut dapat
dikategorikan sebagai salah satu bentuk kontravensi anggota peternak terhadap
petugas/pengurus. Sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa salah satu
bentuk kontravensi yaitu meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan,
keenganan, perlawanan, protes dan mengacaukan (Soekanto, 2007).
Selain hal tersebut, aspirasi yang disuarakan oleh anggota peternak tidak
pernah direspon lebih lanjut oleh petugas/pengurus koperasi persusuan. Aspirasi
yang kerap dikeluhkan oleh anggota peternak adalah masalah konsentrat dan harga
susu yang tidak sesuai. Anggota peternak menilai bahwa harga konsentrat cukup
mahal dengan kualitas yang kurang baik, bahkan sapi pun enggan untuk
memakannya karena aroma yang kurang enak. Harga susu yang tidak sesuai kerap
dikeluhkan. Anggota peternak merasa harga susu yang dijanjikan tidak sesuai,
anggota peternak yang memiliki kualitas susu di bawah standar kerap dibayar lebih
rendah, padahal pada awal keikutsertaan sebagai anggota koperasi persusuan susu
anggota peternak dengan kualitas susu rendah kerap dibayar sama sesuai dengan