Top Banner

of 21

imunisasi keadaan khusus

Mar 08, 2016

Download

Documents

fatah

enjoy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUANI.1 Latar BelakangTujuanimunisasi adalah melindungi seseorang atau sekelompok masyarakat terhadap penyakit tertentu, bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia, seperti imunisasi cacar. Jika seseorang terlindungi dari suatu penyakit, kemungkinan terkena penyakit tersebut akan berkurang, sehingga pada akhirnya tercapailah tujuan akhir imunisasi, yaitu pemberantasan penyakit di dunia. Agar terlindungi dari penyakit tersebut, seseorang harus mempunyai kekebalan tubuh dengan cara membentuk zat anti penyakit (antibodi) dengan kadar tertentu yang disebut kadar protektif (kadar zat anti penyakit yang dapat melindungi).Untuk mencapai kadar perlindungan tersebut, imunisasi harus diberikan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi terbagi atas jadwal imunisasi dasar dan jadwal imunisasi ulangan. Ada yang cukup satu kali imunisasi, ada yang memerlukan beberapa kali imunisasi dan bahkan pada umur tertentu diperlukan ulangan imunisasi. Jadwal imunisasi tersebut dibuat berdasarkan rekomendasi WHO dan organisasi profesi yang berkecimpung dalam imunisasi setelah melalui uji klinis. Oleh karena itu, jika ada imunisasi yang belum diberikan sesuai jadwal yang seharusnya, atau imunisasi tertunda, imunisasi harus secepatnya diberikan atau dikejar.Masalah yang paling umum dijumpai dalam praktek sehari-hari adalah imunisasi yang tidak sesuai dengan jadwal, terlambat, tidak lengkap, belum imunisasi, imunisasi pada penyakit kronik, imunisasi pada imunodefisiensi, imunisasi pada saat terjadinya bencana alam, dan imunisasi pada anak malnutrisi. Pemberian imunisasi yang tidak sesuai jadwal atau belum lengkap tersebut bukan merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi. Imunisasi yang telah diberikan sudah menghasilkan respon imunologis walaupun masih di bawah ambang kadar proteksi atau belum mencapai perlindungan untuk kurun waktu yang panjang (life long immunity)sehingga dokter tetap perlu melanjutkan dan melengkapi imunisasi (catch up immunization) agar tercapai kadar perlindungan yang optimal.1

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 DefinisiImunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.1II.2 Imunisasi di IndonesiaTidak semua negara menerapkan kebijaksanaan vaksinasi yang sama pada masyarakatnya. Namun, biasanya rekomendasi vaksinasi lebih diprioritaskan bagi bayi dan anak-anak, karena kelompok usia ini dianggap belum mempunyai sistem kekebalan tubuh sempurna. Diindonesia, pemerintah mengambil kebijakan dalam pemberian vaksinasi menjadi dua, yaitu vaksin wajib (sebagai program imunisasi nasional) serta vaksin yang dianjurkan (bukan merupakan program imunisasi nasional)Vaksinasi yang dianjurkan Pemerintah 2014

Tuberculosis Hepatitis B DPT (Difteri, tetanus, pertusis) Poliomielitis Campak Haemophilus influenza tipe B MMR (campak, gondong, rubella) Demam tifoid Varisela Hepatitis A Influenza Pneumokokus Rotavirus Yellow fever Japannesse encephalitis Meningokokus

Tabel 1.Vaksinasi yang dianjurkan (Satgas Imunisasi I katan Dokter Anak Indonesia, 2014)1

II.3 Jadwal Pemberian VaksinJadwal Imunisasi IDAI 2014 secara garis besar sama dibandingkan dengan jadwal 2008. Perbedaan terletak pada penambahan booster pada vaksin campak pada 24 bulan dimana pada 2008 pemberian campak hanya 1 kali pada 6 bulan dan booster pada 6 tahun. Pada tahun 2014 ini berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tidak adanya lagi perbedaan program imunisasi yang diwajibkan dan dianjurkan serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi seperti varisela atau imunisasi ulangan seperti hepatitis B.

Gambar. Jadwal imunisasi 20142

II.4 Respon imun terhadap imunisasiRespons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu : 1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut juga komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag ( APC = antigen presenting cel ) Pada sel T untuk antigen TD ( T dependent ) sedangkan antigen TI ( T independent ) akan langsung diperoleh oleh sel B.Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut imunoglobulin ( Ig ) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang lain dengan cara penyuntikan serum.Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang. Faktor genetik pejamu Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.1

II.5 Dosis dan cara pemberian imunisasiVaksinCaraDosis

BCGIntrakutan*0.05ml (2th)

PolioOral/Intramuskular**2 tetes (oral)/0,5 ml (i.m)

Hep BIntramuskular0,5 ml

DTPSubkutan, Intramuskular0,5 ml

HibIntramuskular0,5 ml

PCVIntramuskular0,5 ml

RotavirusOral1 ml/ 2 ml

InfluenzaIntramuskular0,5 ml

CampakIntramuskular0,5 ml

MMRIntramuskular0,5 ml

TifoidIntramuskular, (>3th oral)0,5 ml

Hep AIntramuskular0,5 ml

VarisellaIntramuskular0,5 ml

HPVIntramuskular0,5 ml

*region deltoideus lateralis** Musculus Vastus lateralis anterolateral, musculus deltoideus lateral.3

II.6 Jenis VaksinPada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan ) Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )Vaksin hidup attenuatedDiproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954. Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien. Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh ( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif. Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar. Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup. Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh. Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela, polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ). Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.

Vaksin Inactivated Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit ( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah. Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu. Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari : Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A. Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease. Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum. Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus influenzae tipe b. Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).4II.7. Catch-up ImunisasiPemberian imunisasi ulangan maupun lanjutan (catch-up) ditujukan untuk memastikan kadar antibodi tubuh kita mencapai kadar proteksi yang optimal, sehingga keterlambatan imunisasi bukan halangan untuk melanjutkan imunisasi.Bayi s.d usia 1 tahun, dilakukan imunisasi dasar untuk memberikan kekebalan pada anak. Saat anak usia 1-4 tahun merupakan imunisasi ulangan yang bertujuan untuk memperpanjang masa kekebalan imunisasi dasar; merupakan masa untuk melengkapi imunisasi (catch up).Catch upimunisasi juga diberikan pada anak usia sekolah 5-12 tahun dan usia remaja 13-18 tahun (selain imunisasi HPV yang diberikan primer pada remaja awal), sebagai persiapan menuju masa dewasa dan kehamilan.

Hepatitis-BImunisasi hepatitis B idealnya diberikan sedini mungkin (< 12 jam) setelah lahir, lalu pada interval 4 minggu dari imunisasi pertama. Interval imunisasi ke-3 dengan ke-2 minimal 2 bulan dan terbaik setelah 5 bulan. Apabila anak belum pernah mendapat imunisasi hepatitis B pada masa bayi, maka ia bisa mendapat serial imunisasi kapan saja saat berkunjung. Hal ini dapat dilakukan tanpa harus memeriksa kadar AntiHBs. Idealnya dosis pertama imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir (jika memungkinkan < 12 jam), kemudian dilanjutkan dengan interval 4 minggu dari dosis pertama. Interval imunisasi kedua dan ketiga yang dianjurkan adalah 5 bulan, namun pada kondisi tertentu interval minimalnya adalah 2 bulan. Apabila sang anak belum mendapatkan imunisasi hepatitis B semasa bayi, maka imunisasi hepatitis B tersebut dapat diberikan kapan saja, sesegera mungkin, tanpa harus memeriksakan kadar AntiHBs-nya. Kecuali, jika sang ibu memiliki hepatitis B ataupun sang anak pernah menderita penyakit kuning, maka ia dianjurkan untuk memeriksakan kadar HBsAg dan antiHBs terlebih dahulu.BCGWalau jadwal IDAI untuk BCG adalah 0-2 bulan, Imunisasi BCG terbaik diberikan pada usia 2 bulan, oleh karena imunisasi BCG pada bayi < 2 bulan dapat meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis karena sistem imun anak yang belum matur saat itu. Apabila bayi berusia > 3 bulan, maka harus dilakukan uji tuberkulis (tes PPD RT 23 2TU) terlebih dulu. Pemberian booster tidak dianjurkan. Imunisasi BCG sebaiknya pertamakali diberikan pada saat bayi berusia 2-3 bulan. Pemberian BCG pada bayi beruisa < 2 bulan akan meningkatkan risiko terkena penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh bayi yang belum matang. Apabila bayi telah berusia > 3 bulan dan belum mendapatkan imunisasi BCG, maka harus dilakukan uji tuberkulin (tes mantoux dengan PPD2TU/PPDRT23) terlebih dulu. Bila hasilnya negatif, imunisasi BCG dapat diberikan. Imunisasi BCG tidak membutuhkan booster.DPTImunisasi DPT diberikan 3 kali sebagai imunisasi dasar dilanjutkan dengan booster 1 kali dengan jarak 1 tahun setelah DPT3. Pada usia 5 tahun (sebelum masuk SD) diberikan imunisasi DPT (DPaT/Tdap) dan pada usia 12 tahun berupa imunisasi Td. Pada wanita, imunisasi TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah dan 1 kali pada ibu hamil, yang bertujuan untuk mencegah tetanus neonatorum Apabila DPT terlambat diberikan, maka berapa pun interval keterlambatannya, jangan mengulang dari awal, namun lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak belum pernah diimunisasi dasar pada usia < 12 bulan, lakukan imunisasi sesuai imunisasi dasar baik jumlah maupun intervalnya. Bila pemberian DPT ke-4 sebelum ulang tahun ke-4, maka pemberian ke-5 paling cepat diberikan 6 bulan sesudahnya. Bula pemberian ke-4 setelah umur 4 tahun, maka pemberian ke-5 tidak diperlukan lagi.PolioVaksin polio oral (OPV) diberikan saat lahir, usia 2, 4, 6, 18 bulan, sedangkan untuk vaksin polio suntik (IPV) diberikan pada usia 2, 4, 6, 18-24 bulan dan 6-8 tahun. Apabila imunisasi polio terlambat diberikan, jangan mengulang pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan lengkapi sesuai jadwal, tidak peduli berapa pun interval keterlambatan dari pemberian sebelumnya.CampakCampak diberikan pada usia 9 bulan dan dosis penguatan (second opportunity pada crach program campak) pada usia 24 bulan serta saat SD kelas 1-6. Imunisasi campak sebaiknya diberikan pada bayi berusia 9 bulan. Dosis penguatannya diberikan kembali pada saat anak bersekolah di Sekolah Dasar. Pada program PIN (Pekan Imunisasi Nasional), terkadang dilakukan imunisasi campak pula yang bertujuan sebagai penguatan (strengthening) untuk mencakup sekitar 5% individu yang diperkirakan belum membentuk kekebalan yang cukup baik saat diimunisasi terdahulu. Bila anak Anda terlambat mendapatkan imunisasi campak, segera berikan kapan pun saat Anda membawa anak anda ke dokter, selama sang anak berusia 9-12 bulan. Namun, bila anak Anda telah berusia lebih dari 1 tahun, Anda dapat memberikannya langsung imunisasi MMR.Terkadang terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak yang bertujuan sebagai penguatan (strengthening). Program ini bertujuan untuk mencakup sekitar 5% individu yang diperkirakan tidak memberikan respons imunitas yang baik saat diimunisasi dulu. Bagi anak yang terlambat/belum mendapat imunisasi campak, bila saat itu anak berusia 9-12 bulan, berikan kapan pun saat bertemu. Bila anak berusia > 1 tahun, berikan MMR. Jika sudah diberi MMR usia 15 bulan, tidak perlu campak di usia 24 bulan.MMRVaksin MMR diberikan pada usia 15-18 bulan dengan minimal interval 6 bulan antara imunisasi campak dengan MMR. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau sesudah penyuntikan imunisasi lain. Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada usia 12-18 bulan dan diulang pada usia 6 tahun tidak perlu lagi diberikan. Bila booster belum diberikan setelah berusia 6 tahun, maka berikan vaksinasi campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada prinsipnya, berikan imunisasi campak 2 kali atau MMR 2 kali.HiBImunisasi HiB diberikan diberikan pada usia 2,4, dan 6 bulan, dan diulang pada usia 18 bulan. Mirip dengan imunisasi DPT, imunisasi HiB juga diberikan pada bayi berusia 2,4, dan 6 bulan, kemudian diulang pada usia 18 bulan. Oleh karenanya, imunisasi HiB seringkali diberikan dalam bentuk imunisasi kombinasi (Combo). Bila anak Anda telah berusia 1-5 tahun dan belum pernah mendapatkannya, imunisasi HiB ini hanya perlu diberikan 1 kali. Sedangkan bila ia telah berusia 5 tahun dan belum pernah mendapatkannya, maka imunisasi ini tidak diperlukan lagi, karena penyakit ini hanya menyerang anak-anak berusia dibawah 5 tahun.Vaksin HiB juga dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun, HiB hanya diberikan 1 kali. Untuk anak di atas usia 5 tahun, tidak perlu diberikn, karena penyakit ini hanya menyerang anak di bawah usia 5 tahun. Imunisasi MMR diberikan pada saat anak berusia 15-18 bulan dengan jarak minimal dengan imunisasi campak 6 bulan. Imunisasi MMR merupakan imunisasi dengan virus hidup yang dilemahkan, sehingga harus diberikan dalam kondisi anak yang sehat dan dengan jarak minimal 1 bulan sebelum atau sesudah penyuntikan imunisasi lain. Booster perlu diberikan saat anak berusia 6 tahun. Bila lewat 6 tahun dan belum juga mendapatkannya, berikan imunisasi campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada prinsipnya, berikan imunisasi campak 2 kali ATAU MMR 2 kali.

PCVImunisasi pneumokokus diberikan tergantung usia pasien:2-6 bulan 3 dosis, interval 6-8 minggu ulangan 1 dosis, 12-15 bulan7-11 bulan 2 dosis, interval 6-8 minggu ulangan 1 dosis, 12-15 bulan12-23 bulan 2 dosis, interval 6-8 minggu>24 bulan 1 dosisRotavirusJika memakai Rotateq diberikan 3 dosis. Pertama pada usia 6-14 minggu, pemberian ke-2 4-8 minggu kemudian, dan dosis ke-3 maksimal pada usia 8 bulan. Jika memakai Rotarix diberikan 2 dosis: dosis pertama pada usia 10 minggu, dan dosis kedia pada usia 14 minggu (maksimal pada usia 6 bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih dari 6-8 bulan, maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi keamanannya.InfluenzaeImunisasi varisela diberikan hanya 1 kali pada anak berusia > 1 tahun. Untuk anak berusia > 13 tahun atau pada usia dewasa, imunisasi ini diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu. Apabila terlambat, imunisasi ini bisa diberikan kapan saja bahkan hingga usia dewasa.Vaksin influenza diberikan dosis tergantung usia anak. Pada usia 6-35 bulan cukup 0,25 ml. Anak > 3 tahun diberikan 0,5 ml. Pada anak berusia < 8 tahun, untuk pemberian pertama diperlukan 2 dosis dengan interval minimal 4-6 minggu, sedangkan bila anak berusia > 8 tahun, maka dosis pertama cukup 1 dosis saja.VaricellaVaksin varisela diberikan pada anak > 1 tahun sebanyak 1 kali. Untuk anak berusia > 13 tahun atau pada dewasa, diberikan 2 kali dengan interval 4-8 minggu. Apabila terlambat, berikan kapan pun saat pasien datang, karena imunisasi ini bisa diberikan sampai dewasa.Hepatitis A dan TyphoidImunisasi hepatitis A dan tifoid diberikan pada usia lebih dari 2 tahun. Imunisasi hepatitis A diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6-12 bulan. Imunisasi tifoid diberikan pada usia lebih dari 2 tahun, dengan ulangan setiap 3 tahun. Vaksin tifoid merupakan polisakarida sehingga hanya diberikan di atas 2 tahun.HPVVaksin HPV diberikan sejak anak berusia 10 tahun sebelum menikah/berhubungan seksual, dan dapat diberikan hingga anak berusia 26 tahun. Vaksin ini bertujuan untuk mencegah kanker cervix, mengingat prevalensinya lebih tinggi daripada kanker payudara. Diberikan pada usia 0,1,6 bulan (Cervarix) disuntik di deltoid lengan, dan vaksin Gardasil pada 0,2, dan 6 bulan. Pada masa remaja pertengahan, imunisasi pada remaja yang tidak mendapat imunisasi lengkap sebelumnya, misalnya imunisasi hepatitis B, polio, MMR, varisela, hepatitis A, pneumokokus polisakarida, serta vaksin untuk remaja tertentu yang berisiko tinggi. Demikian juga, pada masa remaja akhir, semua jenis vaksin sudah harus dilengkapi pemberiannya. Jadi apabila status imunisasi pasien tidak diketahui, maka dianggap belum pernah diimunisasi dan harus sesuai jadwal. Imunisasi HPV diberikan sejak anak berusia 10 tahun, dan terbaik diberikan sebelum anak Anda menikah/berhubungan seksual pertama kali. Imunisasi ini diberikan 3 dosis yaitu bulan ke-0,1,6 bulan (Cervarix) atau bulan ke-0,2,6 bulan (Gardasil).5

Tabel. catch up imunisasi berdasarkan CDCII.8 Imunisasi pada imunodefisiensi dan penyakit kronikMenurut CDC, berdasarkan tabel dijelaskan bahwa bila vaccine yang tidak kontraindikasi dapat diberikan, pada pasien dengan gangguan immunodefisiensi pada kategori limfosit-B kontraindikasi untuk OPV, Small pox, BCG Typhoid dan BCG, gangguan immunodefisiensi pada kategori limfosit-T kontraindikasi untuk vaksin hidup, begitu juga sel fagosit hanya direkomendasikan pneumococcal, kecuali sel complement tidak memiliki kontraindikasi vaksin

Sedangkan pada gambar dibawah pasien HIV/AIDS hanya efektif vaksin MMR, Varicella, Rotavirus dan semua vaksin inaktif termasuk influenza. Pada pasien dengan neoplasma atau yang sedang menerima transplantasi organ dan diberikan imunosupresan dapat diberikan semua vaksin. Pasien tanpa kelenjar limfe dan gagal ginjal kronik dapat menerima semua jenis vaksin dengan efektif.6

II.9 Imunisasi pada bencana massalTujuan imunisasi pada bencana massal adalah mencegahnya infeksi menular yang dapat dicegah dengan imunisasi akibat kerentanan petugas ataupun korban bencana missal dilakukan 3 hari setelah kejadian bencana dan dilakukan pemetaan epidemiologi penyakit didaerah setempat berdasarkan 3 tahun terakhir.Target sasaran :1. Imunisasi campakDilakukan terhadap anak 6-59%, dengan perhitungan 11% x jumlah penduduk.2. Imunisasi berdasarkan epidemiologi daerah setempatBiasanya data diambil selama 3 tahun sebelumnya dan juga biasanya pemberian imunisasi TT terutama pada petugas sukarelawan, penyelamatan dan pengungsi yang lebih dari 15 tahun, diberikan 2 kali dengan interval 1 bulan, bila tersedia dapat diberikan TD (tetanus, difteri, toksoid) pada petugas atau korban dengan luka akibat benda tajam dapat diberikan Anti tetanus toksoid3. Perhitungan jumlah vaksin campak1 vial untuk 10 dosis:Jumlah sasaran ditambah 5% untuk cadangan81 vial untuk 20 dosis:Jumlah sasaran ditambah 5% untuk cadangan164. Perhitungan jumlah vaksin lain (contoh : tetanus toksoid)TT/Td dalam 10 dosis yang diberikan sebanyak 2 dosisJumlah sasaran x 2 ditambah 5% untuk cadangan85. Alat suntik, safety box, cold chain dan jumlah petugas medis.Untuk indikator keberhasilan, dinilai dari ketersediaan vaksin beserta kelengkapannya dan tidak terjadinya kejadian luar biasa pada penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.7II.10 Imunisasi pada malnutrisiSejauh mana kekurangan gizi mempengaruhi efisiensi vaksin kurang jelas, tapi sejauh ini bukti menunjukkan bahwa dalam banyak kasus ada sangat sedikit atau tidak berpengaruh pada respon atau efektifitas vaccines.8 Namun untuk beberapa vaksin oral, seperti rotavirus, kekurangan gizi telah melibatkan keefektifitasan vaksin yang lebih rendah di negara berkembang.9Tetapi pada international child health review organization berpendapat bahwa penting sekali untuk memberi imunisasi semua anak, termasuk anak yangsakit dan kurang gizi, kecuali bila terdapat kontraindikasi.Hanya terdapat 3 kontra-indikasi imunisasi: Jangan beri BCG pada anak dengan infeksi HIV/AIDS simtomatis, tetapi beri imunisasi lainnya Beri semua imunisasi, termasuk BCG, pada anak dengan infeksi HIV asimtomatis Jangan beri imunisasi DPT-2 atau -3 pada anak yang kejang atau syok dalam jangka waktu 3 hari setelah imunisasi DPT sebelumnya Jangan beri DPT pada anak dengan kejang rekuren atau pada anak dengan penyakit syaraf aktif pada SSP.10

BAB IIIPENUTUP

Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam menghadapi ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi. Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian yang seharusnya dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak akan terjangkit penyakit tersebut.Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang diwajibkan. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya penularan dan wabah juga akan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA1. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.2. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2014 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014 Available from : http://idai.or.id/wp-content/uploads/2014/04/Jadwal-Imunisasi-2014-lanscape-Final.pdf3. Ilmu kesehatan anak FK Universitas Trisakti. Modul ketrampilan klinik dasar. September 20114. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 20105. Melengkapi dan mengejar imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2014 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014 Available from : http://idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/melengkapi-mengejar-imunisasi-bagian-i6. Vaccination of Persons with Primary and Secondary Immune Deficiencies Available from : http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/appendices/A/immuno-table.pdf7. Petunjuk teknis penanggulangan masalah imunisasi di daerah terkena bencana Available from : http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1347/1/BK2009-Sep02.pdf8. Savy M, Edmond K, Fine PEM, Hall A, Hennig BJ, Moore SE, Mulholland K, Schaible U, and Prentice AM. Landscape analysis of interactions between nutrition and vaccine responses in children, Journal of Nutrition 2009, vol 139 no. 11 2154S-2218S9. Moore SR, et al, Prolonged episodes of acute diarrhea reduce growth and increase risk of persistent diarrhea in children Gastroenterology, 2010, 139:11561164.10. Memeriksa status imunisasi international child health review organization Available from : http://www.ichrc.org/126-memeriksa-status-imunisasi

21