Page 1
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. W
• Umur : 31 tahun
• Pekerjaan : Karyawati
• Tgl MRS : 17 Maret 2014, jam 19.45
• No. RM : 188738
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Ibu mengeluhkan bahwa tidak ada gerakan janin selama ± 2 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu datang ke IGD dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin selama ± 2 hari
yang lalu. Ibu juga merasa sering lelah, letih, lesu dan akhir-akhir ini mudah capek
karena pekerjaan. Ibu mengaku hamil ± 6 bulan (22-24 minggu). Tidak ada riwayat
trauma dan perdarahan dari vagina.
Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Selama kehamilan melakukan pemeriksaan kehamilan di Bidan dan selalu
memeriksakan kehamilan sebulan sekali sejak dinyatakan hamil.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu menyangkal memiliki riwayat hipertensi pada masa kehamilan ini dan ibu
juga menyangkal memiliki riwayat diabetes militus, penyakit jantung dan asma,
Riwayat Penyakit Keluarga:
1
Page 2
Ibu menyangkal penyakit asma, diabetes militus dan hipertensi dalam keluarga.
Riwayat Pengobatan:
Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Riwayat Perkawinan:
Pernikahan pertama
Masih menikah
Lama menikah 5 tahun
Riwayat Haid:
Haid pertama : 15 tahun
Haid
Lama : 6-7 hari
Siklus : 28 hari
Teratur, sakit saat haid
HPHT : 20 September 2013
TP : 27 Juni 2014
Riwayat Persalinan:
Gravida (1), Aterm (-), Premature (-), Abortus (-), Anak Hidup (-), SC (-)
No Tempat
bersalin
Penolong Thn Aterm Jenis
persalinan
Penyulit JK BB/
PB
Keadaan
1 Hamil ini 2014
Riwayat Operasi
Belum pernah operasi sebelumnya
Riwayat Kebiasaan
2
Page 3
Tidak merokok, tidak minum alkohol, makan teratur, istirahat kurang karena aktivitas
(bekerja) dari pagi sampai sore hari.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda Vital :
– TD : 110/70mmHg
– Nadi : 76 x/menit
– Nafas : 20 x/menit
– Suhu : 36,5°C
Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Cekung (-/-), conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Hidung : Secret (-/-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab, faring hiperemis(-), gigi
geligi lengkap
Telinga : Serumen (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Inspeksi à Pergerakan dinding dada simetris, ictus cordis tidak terlihat
Palpasi à vocal fremitus normal, ictus cordis teraba di ICS 5 sinistra
Perkusi à sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi à Pulmo : vesicular +/+, wheezing-/- , ronki -/-
Cor : Bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
Ekstremitas : Atas Bawah
Akral hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
3
Page 4
Edem -/- -/-
RCT < 2 detik +/+ +/+
STATUS OBSTETRI
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : perut cembung
Palpasi :
Leopold I : TFU 2 jari diatas umbilikus
Leopold 2 : -
Leopold 3 : -
Leopold 4 : -
Denyut Jantung Janin : Tidak ada
Taksiran Berat Janin : 600 gram (melalui USG)
HIS : Tidak ada
Genitalia : Lendir (-), darah(-)
Pemeriksaan dalam : Belum ada pembukaan, darah (-), lendir (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tanggal : 17/03/2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10,5 g/dl L = 13,0 – 17,0
P = 11,3 – 15,5
Leukosit 13.200 µL/mm3 L = 4.5 – 10.8
P = 4.3 – 10.4
Hematokrit 30,5 % L = 42.0 – 50.0
P = 36.0 – 46.0
Trombosit 152 Ribu/mm3 L = 105 – 402
P = 132 - 440
Masa Perdarahan 2’,00” Menit 1-3
4
Page 5
Masa Pembekuaan 3’,00” Menit 2-6
ASSESSMENT
• Ibu : G1P0A0 usia 31 tahun gravid 22-24 minggu dengan IUFD
• Janin : Janin tunggal mati intrauterin
PROGNOSIS:
Ibu : Diharapkan baik
RENCANA TINDAKAN
• Pematangan serviks
• Induksi persalinan
• Partus spontan
• Kuretase
LAPORAN TINDAKAN DAN PENGOBATAN
Tanggal 17/03/2014
- Th/ oral Alinamin 2 x 1
Tanggal 18/03/2014
- USG : Gravid tunggal, DJJ (-), plasenta di fundus, cairan amnion cukup, UK 22-23
minggu, TBJ 602 gram.
- Jam 11.00 WIB : Th/ Nosuprostol 200 mg / vagina (observasi selama 6 jam)
- Inj. Clavamox 1 gr sebelum kuretase
- Setelah 6 jam (17.00 WIB) : Pembukaan (-), His (+) jarang
- Jam 17.00 WIB : Masukkan Nosuprostol 200 mg / vagina (observasi selama 6 jam)
- Setelah 6 jam (23.00 WIB) : Pembukaan (-), His hilang timbul
5
Page 6
- Pasang infus D 5% (observasi sampai besok pagi)
Tanggal 19/03/2014
- Pembukaan (-)
- Jam 02.05 WIB : Masukkan Nosuprostol 2 Tab sekaligus
- Pemeriksaan Laboratorium dan hasilnya
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
- Hemoglobin 10,0 g/dl L = 13,0 – 17,0
P = 11,3 – 15,5
- Inj. Clavamox pro kuretase
- Ganti cairan infus dengan RL
- Jam 11.30 WIB : Pemasangan balon kateter, isi air 50 cc dan beri beban 2 kolf cairan
infus
- Jam 16.00 WIB : Induksi —> Drip Synto (0xytosin) 5 ml max 40 tpm (observasi)
- Jam 21.00 WIB : Janin lahir spontan
- Jam 22.00 : Plasenta lahir tidak lengkap (Rest Plasenta)
LAPORAN PARTUS
• 18/03/2014
- Terpasang induksi RL 20 tpm
• 19/03/2014
– Jam 21.00 WIB : Janin lahir spontan, JK Perempuan, BB 590 gr, P 32 Cm, A/5 %
Laserasi (+)
– Jam 22.00 WIB : Plasenta lahir tidak lengkap (Rest Plasenta)
Keadaan ibu post partum
Keadaan umum : Baik
Tanda vital : Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Pernafasan 24 kali/menit,
Suhu 36 ᵒC.
TFU (-), Kontraksi (-), Perdarahan (-)
6
Page 7
Dokter : dr. Rusmaniah, Sp.OG
Bidan : Bd. Heni
LAPORAN PEMBEDAHAN KURETASE
Nama pasien : Ny. W
Umur : 31 Tahun
Dokter Ahli Bedah : dr. Rusmaniah, Sp.OG Asisten : St. Nafiah
Diagnosis Pra Bedah : Rest Plasenta Tgl Pembedahan : 20/03/2014
Diagnosis Pasca Bedah : Rest Plasenta Lama pembedahan : ± 20 menit
Tindakan Pembedahan : Kuretase
URAIAN PEMBADAHAN
- Pasien posisi litotomi
- Asepsis dan antisepsis
- Kateterisasi urine ± 20 cc
- Sondose uterus ± 13 cm
- Kuretase sampai bersih
- Jaringan ± 50 cc
- Tampon (-), PA (-)
- Kuretase selesai
RINGKASAN THERAPI DAN TINDAKAN
7
Page 8
- Diagnosa masuk G1P0A0 gravid 22 – 24 mgg + KJDR + Anemia
- Ringkasan riwayat masuk RS : G1P0A0, HPHT : 20/09/2013, tidak merasakan gerak
janin
- Pem. Fisik : TFU 2 jari diatas umbilikus, DJJ (-)
- Pem. Penunjang : USG = KJDR
- Terapi / pengobatan selama di RS : - Clavamox 3 x 1
- Amoxicillin 3 x 1
- As. Mefenamat 3 x 1
- Methargin 3 x 1
- Diagnosa utama : Post partum preterm + KJDR
- Diagnosa sekunder : - Anemia
- Rest Plasenta
- Tindakan : 1. Pematangan serviks
2. Pemasangan balon kateter
3. Induksi persalinan
4. Partus spontan
5. Kuretase
6. IV Transquilizer
- Diagnosa : Dubia ad Bonam
- Anjuran / Instruksi : Kontrol poli 27/03/2014
- Kondisi waktu keluar : Sembuh
BAB II
8
Page 9
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana
57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98%
dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang.. Kematian janin dapat terjadi
antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam
kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih
menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik.
WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra
Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih.
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death
dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan
20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28
minggu.
Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai
ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia
tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah
angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral
hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta
maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat
menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi.
Diagnosis dini dalam kasus kematian janin adalah melalui pemantauan kesejahteraan
janin serta pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) yang teratur. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra
uterin.
9
Page 10
Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang
dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode
terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan per
vaginam dan persalinan per abdominam ( Sectio Caesaria ).
Pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) sangat berperan penting dalam upaya
pencegahan kematian janin dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka kematian janin.
Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada
usia gestasional ≥ 22 minggu. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist
(1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan
berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death
adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20
minggu atau lebih.
Faktor Risiko
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko
kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko
IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD
dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat
pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian
risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,
diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.
Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko retardasi
pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth
khususnya pada kehamilan prematur.
10
Page 11
Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD.
Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan
Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD
dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan(IMT 25-
29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan
IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat
badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD.
Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi risiko
terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki
risiko dua kali lipat menderita IUFD.
Etiologi
Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai penurunan angka
mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk
perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal.
Persentase penyebab IUFD
Faktor Maternal Kehamilan post-term (≥ 42 minggu).11
Page 12
Diabetes Mellitus tidak terkontrol
Systemic lupus erythematosus
Infeksi
Hipertensi
Pre-eklampsia
Eklampsia
Hemoglobinopati
Penyakit rhesus
Ruptura uteri
Antiphospholipid sindrom
Hipotensi akut ibu
Kematian ibu
Umur ibu tua
Faktor fetal
Kehamilan ganda
Intrauterine growth restriction
(Perkembangan Janin Terhambat)
Kelainan kongenital
Anomali kromosom
Infeksi (Parvovirus B-19, CMV,
listeria)
Faktor Plasenta
Cord accident (kelainan tali pusat)
Abruptio Plasenta (lepasnya
plasenta)
Insufisiensi plasenta
Ketuban pecah dini
Vasa previa
Perdarahan Feto-maternal
12
Page 13
Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari
audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut :
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga
telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang
dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini
disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa
yang sama dengan insufisiensi plasenta.
IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan
dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal
dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD
adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat
berisiko memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau
usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin meningkat.
2. Penyakit Medis Maternal
Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko
IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan
populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat
kendali glikemi yang tidak baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion,
restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal
(pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia
adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan >4).
Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika
melahirkan, bahu janin dapat nyangkut.
Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi
kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang
sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang
bermakna.
13
Page 14
Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi
antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C
dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat
juga berhubungan erat dan IUFD terkait dengan gangguan implantasi, trombosis
dan infark pada plasenta. Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam
hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE.
Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif
pada IUFD.
Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan
kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin.
Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat
ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana.
3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin
Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk
melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah
kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21,
18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x.
Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi
pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan
confined placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya
ketidaksesuaian antara kariotipe janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik
lebih sering dijumpai pada CPM daripada kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan
18 yang makin banyak terjadi.
Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat
meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar
janin dengan malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung
kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter,
anensefali dan hernia diafragmatika.
4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat
14
Page 15
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada
plasenta, tali pusat dan membran plasenta.
1. Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari
pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit.
2. Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois
dan mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 – 60 cm dengan
diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua
trimeter pertama.
Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm
Tali pusat pendek : < 30 cm.
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya
inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular
uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda
adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara
langsung.
Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin,
sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.
Kompresi tali pusat.
Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab
kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada
tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan
oksigen akibat tertekannya arteri umbilikalis.
15
Page 16
Lilitan tali pusat.
Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD
dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH
sebesar 4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu
terjadinya transfusi fetomaternal.
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus,
dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD.
Abruptio Plasenta.
5. Infeksi
16
Page 17
Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental
(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD
terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD.
Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian
janin. Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV)
juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa
enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang.
Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada
kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari
herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat
ditransmisikan menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan
kematian janin. Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas
perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes,
lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat
infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat memicu IUFD.
17
Page 18
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin
dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam
plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-
plasental.
Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada
plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan. Infeksi dapat memicu pecahnya
ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan
dapat berakhir dengan kematian janin.
Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini. 9
6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.
Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan
berkisar 12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini
juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut
Froen dkk, IUFD mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional,
usia maternal, pemakaian rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas.
Asap rokok telah terbukti menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah,
meningkatkan risiko sindrom kematian bayi mendadak atau sudden infant death
18
Page 19
syndrome, serta mengakibatkan bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan
lainnya. Primipara dan riwayat IUFD sebelumnya tidak berhubungan dengan
IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk melaporkan dari 196 studi IUFD dari
tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor independen yang terkait dengan
IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra kehamilan lebih dari 68 kg,
rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15, kunjungan antenatal
yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status sosioekonomi
rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun.
Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin
dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
(early fetal death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di
atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan ‘setengah matang’
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian
menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa
di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat.
.
19
Page 20
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)
Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan
janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat
oedem dibawah kulit.
Diagnosis
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD
1) Anamnesis :
Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.20
Page 21
Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak
seperti biasanya )
Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
Penurunan berat badan
2) Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi :Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang
biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus
b. Palpasi :Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba
gerakan-gerakan janin.
c. Auskultasi :Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia
kehamilan 10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic
Doppler merupakan bukti kematian janin yang kuat.
d. Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :
a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak,
yang terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur
ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7
hari setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada
kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.
21
Page 22
Spalding’s sign.
b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari
system skelet
Femur Length Chart
22
Page 23
e. Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan
hypofibrinogenemia 25%.
f. Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,
pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa
kadar TSH, HbA1c dan TORCH. Sehingga dapat mengantisipasi pada
kehamilan selanjutnya.
Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier
(1997):
1. Deskripsi bayi
malformasi
bercak/ noda
warna kulit – pucat, pletorik
derajat maserasi
2. Tali pusat
prolaps
pembengkakan - leher, lengan, kaki
hematoma atau striktur
jumlah pembuluh darah
panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
warna – mekoneum, darah
konsistensi
volume
4. Plasenta
berat plasenta
bekuan darah dan perlengketan
malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
edema – perubahan hidropik
23
Page 24
5. Membran amnion
bercak/noda
ketebalan
Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD
Gejala dan Tanda yang
Selalu Ada
Gejala dan Tanda yang
Kadang- Kadang Ada
Kemungkinan
Diagnosis
Gerakan janin berkurang
atau hilang, nyeri perut
hilang timbul atau
menetap, perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu
Syok, uterus tegang/kaku,
gawat janin atau DJJ tidak
terdengar
Solusio Plasenta
Gerakan janin dan DJJ
tidak ada, perdarahan,
nyeri perut hebat
Syok, perut kembung/
cairan bebas intra
abdominal, kontur uterus
abnormal, abdomen nyeri,
bagian-bagian janin teraba,
denyut nadi ibu cepat
Ruptur Uteri
Gerakan janin berkurang
atau hilang, DJJ abnormal
(<100/mnt/>180/mnt)
Cairan ketuban bercampur
mekonium
Gawat Janin
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan
berhenti, TFU berkurang,
pembesaran uterus
berkurang
IUFD
24
Page 25
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi
bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban
pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.
Penatalaksanaan
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga
tidak diobati.
1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.
Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna
vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.
2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan,
tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.
3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu
didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir
pervaginam.
4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga
2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi
6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu
a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
25
Page 26
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah
6 jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis.
9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi .
26
Page 27
METODE-METODE TERMINASI
1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan
dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan
dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit
oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40
unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh
karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko
tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian
prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus
disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.
Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior sangat
efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian dapat
diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian
oksitosin.
2. Operasi Sectio Caesaria (SC)
Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang
dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.
Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm
adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu
keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta.
Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan dengan
koagulasi pembuluh anastomosis.
27
Page 28
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang
baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau
penggunaan obat-obatan.
Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test
fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi
kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin
28
Page 29
DAFTAR PUSTAKA
Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:EGC
Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21st Edition). United States of
America:TheMcGraw-HillCompanies,Inc
Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisiII.Jakarta:EGC
Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta :YayasanBinaPustaka
Krisnadi, Sofie Rifayani, dkk. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi
Prawirohardjo. S. Ilmu Kebidanan. Ed. III, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008.
29