ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 10 NOMOR 1 SEPTEMBER 2011 Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Volume 10 Nomor 1 Hal 1 - 60 Banda Aceh September 2011 • Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Melalui Pendekatan Realistik (Suatu Penelitian Pada Anak Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar) Muhammad Isa (1 – 13 ) • “Model Project Citizen Untuk Meningkatkan Kecakapan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme” Hafid Maksum (14 - 19) • Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai Teams Assisted Individualization ) Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI Pada Materi Hidrolisis Garam Di SMTI Negeri Banda Aceh Mariati (21 - 25) • Pelaksanaan Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Profesional Guru Pada Sma Negeri 1 Ingin Jaya Kab. Aceh Besar Musriadi dan Agus Jumaidi (26 – 41) • Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada MTSN 1 Lhokseumawe Jalaluddin ( 42 – 46 ) • Landasan Filosofis dalam Pendidikan Irwansyah (47 – 60)
48
Embed
ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ISSN 1693-4849
JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU
(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)
VOLUME 10 NOMOR 1 SEPTEMBER 2011
Diterbit Oleh
FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal
Pendidikan
Serambi Ilmu
Volume 10
Nomor 1
Hal
1 - 60
Banda Aceh
September
2011
• Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Melalui Pendekatan Realistik (Suatu Penelitian Pada
Anak Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar)
Muhammad Isa (1 – 13 )
• “Model Project Citizen Untuk Meningkatkan Kecakapan Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme”
Hafid Maksum (14 - 19)
• Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai Teams Assisted Individualization )
Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI Pada Materi Hidrolisis Garam Di SMTI Negeri Banda Aceh
Mariati (21 - 25)
• Pelaksanaan Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Profesional Guru Pada Sma Negeri 1
Ingin Jaya Kab. Aceh Besar
Musriadi dan Agus Jumaidi (26 – 41)
• Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Menin gkat kan K iner ja Gur u
Pada MTSN 1 Lhokseumawe
Jalaluddin ( 42 – 46 )
• Landasan Filosofis dalam Pendidikan
Irwansyah (47 – 60)
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Melalui Pendekatan
Realistik (Suatu Penelitian Pada Anak Kelas VIII SMP Negeri 1
Kuta Malaka Aceh Besar)
Oleh
Muhammad. Isa, *
Abstrak : Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika,
sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang
dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau
dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan
adalah lingkungan peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat
yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-
hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui
pendekatan realistik pada anak kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar. Populasi
dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka
Aceh Besar yang tersebar dalam tiga kelas paralel. Berdasarkan hal tersebut penulis tetapkan
satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII-2 dengan jumlah siswa 40 orang dan satu
kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII-3 dengan jumlah siswa 39 orang. Hasil belajar
siswa yang diajarkan dengan pendekatan realistik lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang
diajarkan tanpa menggunakan pendekatan realistik pada bangun ruang di SMP Negeri 1 Kuta
Malaka Aceh Besar.
Kata Kunci : Prestasi, Pendekatan Realistik, Materi, Bangunan
Sebagaimana tercantum dalam
kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan
diberikannya matematika antara lain agar siswa
mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia
yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis,
rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Hal ini
jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang
tidak mungkin di capai hanya melalui hafalan,
latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin, serta
proses pengerjaan soal yang biasa.
Untuk menjawab tuntutan tujuan yang
demikian tinggi maka perlu di kembangkan
materi serta proses pembelajarannya yang sesuai.
Berdasarkan teori belajar yang di kemukakan
Gagne (1970), bahwa "keterampilan intelektual
tingkat tinggi dapat di lakukan melalui
pemecahan masalah''. Suryuadi dkk. (1999)
dalam surveinya tentang Current situation on
matematics and science education in Bandung'',
antara lain menemukan bahwa pemecahan
masalah matematika merupakan salah satu
kegiatan matematika yang dianggap penting baik
oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan
mulai dari Sekolah Dasar sampai SMU.
Sehubungan dengan pemecahan masalah
(Problem Solving), National Council of Teachers
of Mathematics (NCTM, 2000) Menyatakan
bahwa pembelajaran matematika sekolah harus
mengupayakan agar siswa dapat (1) membangun
pengetahuan matematika melalui pemecahan
masalah, (2) memecahkan masalah yang muncul
dalam konteks matematika dan konteks yang lain,
jadi pembelajaran matematika di sekolah perlu
mengupayakan agar siswa mempunyai
kemampuan memecahkan masalah dan menjadi
pemecah masalah yang baik.
Salah satu karakteristik matematika
mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat
abstrak ini menyebabkan banyak siswa
mengalami kesulitan dalam matematika.
Rendahnya prestasi matematika siswa di
sebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami
masalah secara konfrehensif
Abidin (1989:5) menyatakan bahwa
pemecahan masalah dapat membentuk sikap
positif pada diri siswa untuk dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam situasi tertentu.
Menurut NCTM (2000: 335), Pemecahan
masalah mempunyai dua fungsi dalam
pembelajaran matematika. Pertama Pemecahan
masalah adalah alat penting mempelajari
matematika. Banyak konsep matematika yang
dapat dikenalkan secara efektif kepada siswa
melalui pemecahan masalah. Kedua pemecahan
masalah dapat membekali siswa dengan
pengetahuan dan alat sehingga siswa dapat
memformulasikan, mendekati, dan
menyelesaikan masalah sesuai dengan yang telah
mereka pelajari di sekolah. Sebagai implikasinya,
maka siswa harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan dan
strategi-strategi pemecahan masalah.
Media pembelajaran matematika
merupakan alat untuk mengoptimalkan hasil
belajar siswa dalam matematika terutama dalam
proses pemecahan masalah, selain itu alat peraga
dapat lebih membantu siswa agar tidak bosan saat
belajar dan lebih terfokus pada masalah yang
sedang di pecahkan. Penggunaan alat peraga yang
tepat diperlukan agar siswa dapat memahami
konsep abstrak pada konsep yang diajarkan. Alat
peraga pengajaran diperlukan dalam
pembelajaran matematika umumnya dan pada
bangun ruang khususnya. Bangun Ruang
merupakan sub konsep dari geometri yang
berhubungan dengan bentuk dari benda yang
mempunyai panjang, lebar dan tinggi sebagai
unsur-unsurnya. Hal ini menyebabkan timbulnya
kesulitan dalam mengongkritkan sifat-sifat
abstrak dalam imajinasi siswa. Siswa juga tidak
bisa mengkaitkan persoalan bangun ruang ke
dalam persoalan sehari hari. Dan siswa juga tidak
bisa menyelesaikan persoalan bangun ruang ke
penyelesaian Problem Solving.
Berdasarkan permasalahan di atas
penulis ingin mengetahui apakah melalui
pendekatan realistik bisa meningkatkan
pemahaman konsep-konsep kesebangunan dan
simetri lipat pada anak. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Hasil
Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang
Melalui Pendekatan Realistik (Suatu
Penelitian Pada Anak Kelas VIII SMP Negeri
1 Kuta Malaka Aceh Besar).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apakah ada peningkatan
prestasi belajar siswa pada materi bangun ruang
melalui pendekatan matematika realistik di kelas
VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa
melalui pendekatan realistik pada anak kelas VIII
SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar.
Manfaat Penelitian
a. Sebagai masukan bagi guru, dengan
dilaksanakannya penelitian ini guru dapat
dengan baik menilai bagaimana pendekatan
realistik ini lebih tepat untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa. Serta dapat
memberikan pembelajaran baru dalam dunia
pendidikan.
b. Sebagai masukan bagi siswa, penelitian ini
akan bermanfaat bagi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa pada
materi bangun ruang, serta dapat
meningkatkan proses belajar mengajar yang
baik.
c. Manfaat bagi lembaga terkait dan sekolah,
dengan dilaksanakannya penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi Kepala Sekolah dan guru Bidang studi
Matematika SMP Negeri 1 Kuta Malaka
dalam perbaikan mengajar ke arah yang lebih
baik.
Anggapan Dasar dan Hipotesis Anggapan dasar adalah sesuatu hal yang
diterima sebagai landasan berpikir. Arikunto
(2006:65) menyatakan bahwa “Anggapan dasar
atau asumsi adalah sesuatu hal yang diyakini
kebenarannya oleh peneliti harus dirumuskan
secara jelas. Anggapan dasar ini merupakan
landasan teori di dalam pelaporan hasil penelitian
nanti”. Adapun anggapan dasar dalam penelitian
ini adalah model pendekatan Matematika
Realistik sebagai salah satu model yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika dan
siswa dianggap berhasil dengan pendekatan
Matematika Realistik.
Hipotesis adalah dugaan mengenai
sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal
yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekannya. Berdasarkan anggapan dasar
tarsebut, yang menjadi hipotesis yaitu: Hasil
belajar siswa yang diajar dengan Pendekatan
Matematika Realistik lebih baik dari pada hasil
belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran
konvesional pada materi Bangun Ruang di SMPN
Kuta Malaka Aceh Besar.
Definisi Istilah
Untuk menghindari penafsiran yang
berbeda terhadap istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Maka menjadi definisi operasional
dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku
yang diperoleh pembelajar setelah mengalami
aktivitas belajar (Chatarina, 2004:4). Sedangkan
menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi
Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di
mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan
suatu perubahan yang khas. Penilaian hasil
belajar dilakukan sekali setelah suatu kegiatan
pembelajaran dilaksanakan.
2. Bangun Ruang
Bangun ruang adalah bangun yang semua
elemen pembentuknya tidak seluruhnya terletak
pada sebuah bidang datar atau lengkung. Bangun
ruang dapat berupa luasan dan bukan berupa
luasan, misalnya spiral. Yang dibahas hanya
berupa luasan saja. Pada penelitian ini bangun
ruang yang dibahas adalah Bangun Ruang Kubus
dan Balok.
3. Pendekatan Realistik
Pembelajaran matematika realistik pada
dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika,
sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika
secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang
dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata
atau kongret yang dapat diamati atau dipahami
peserta didik lewat membayangkan, sedangkan
yang dimaksud dengan lingkungan adalah
lingkungan tempat peserta didik berada baik
lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat
yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan
dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tujuan Pembelajaran Matematika di SMP
Kegiatan belajar dan mengajar
matematika seyogianya juga tidak disamakan
begitu saja oleh ilmu yang lain. Karena peserta
yang belajar matematika itu sebagai ilmu
pengetahuan yang dewasa ini berkembang sempat
pesat, baik materi maupun kegunaannya
merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan
kepada pendidik dasar, menengah dan tinggi,
masing-masing mempunyai tujuan pembelajaran
tersendiri.
Menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (2006: 388) tujuan pembelajaran
matematika di SMP berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebagai
berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat,
efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat.
Melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan menyatakan
matematika;
3. Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram atau media lain untuk
menjelaskan keadaan atau masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.
Matematika sekolah tidak dapat
dipisahkan sama sekali dari ciri-ciri yang dimiliki
matematika. Dua ciri penting matematika
menurut GBPP matematika adalah:
a. Memiliki obyek kajian yang abstrak.
b. Berpola pikir deduktif dan konsisten (Suyitno,
2000:10).
Dari kutipan di atas, jelas bahwa
tujuan diberikannya Matematika di SMP adalah
untuk memahami konsep matematika,
memecahkan masalah, mengkomunikasikan
gagasan dan memiliki sifat menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam memecahkan masalah. Selain
itu juga mempersiapkan siswa dalam menempuh
pendidikan yang lebih tinggi, serta berguna untuk
membantu siswa dalam mempelajari ilmu
pengetahuan.
2. Pembelajaran Matematika Realistik
a. Sejarah dan landasan filosofis
Matematika Realistik Pendidikan matematika realistik atau
Realistic Mathematics Education (RME) mulai
berkembang karena adanya keinginan meninjau
kembali pendidikan matematika di Belanda yang
dirasakan kurang bermakna bagi pembelajar.
Gerakan ini mula-mula diprakarsai oleh
Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek
Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada
sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh
pandangan Freudenthal (1977) tentang
matematika. Menurut pandangannya matematika
harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan
pengalaman anak dan relevan terhadap
masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari
nilai kemanusiaan. Selain memandang
matematika sebagai subyek yang ditransfer,
Freudenthal menekankan ide matematika sebagai
suatu kegiatan kemanusiaan.
Pelajaran matematika harus memberikan
kesempatan kepada pembelajar untuk
“dibimbing” dan “menemukan kembali”
matematika dengan melakukannya. Artinya
dalam pendidikan matematika dengan sasaran
utama matematika sebagai kegiatan dan bukan
sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran
matematika harus pada kegiatan bermatematika
atau “matematisasi” (Freudental,1968).
Kemudian Treffers (dalam Diyah, 2007) secara
eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe
matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu
matematisasi horisontal dan vertikal. Pada
matematisasi horizontal siswa diberi perkakas
matematika yang dapat menolongnya menyusun
dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Matematisasi vertikal di pihak lain
merupakan proses reorganisasi dalam sistem
matematis, misalnya menemukan hubungan
langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep
dan strategi-strategi dan kemudian menerapkan
temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal
bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol,
sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam
ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini
sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama
nilainya (Freudenthal, 1991 dalam Gusti Putu
Suharta, 2008). Hal ini disebabkan oleh
pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa
Belanda “realiseren” yang artinya bukan
berhubungan dengan kenyataan, tetapi
“membayangkan”. Kegiatan “membayangkan”
ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila
bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya
harus melalui cara itu.
b. Karakteristik Pendidikan Matematika
Realistik.
Pendidikan Matematika Realistik
mencerminkan pandangan matematika tertentu
mengenai bagaimana anak belajar matematika
dan bagaimana matematika harus diajarkan.
Pandangan ini tercermin pada 6 prinsip, yang
diturunkan dari 5 kaidah yang di kemukakan
Treffers (1987) yaitu eksplorasi fenomenologis
menggunakan konteks, menjembatani dengan
menggunakan instrumen vertikal, konstruksi dan
produksi oleh pembelajar sendiri, pembelajaran
interaktif, dan jalur-jalur belajar yang saling
menjalin.
Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut,
maka keenam prinsip yang merupakan
karakteristik pendidikan matematika realistik
akan dipaparkan sebagai berikut.
1) Prinsip kegiatan
Pembelajar harus diperlakukan sebagai
partisipan aktif dalam proses pengembangan
seluruh perangkat perkakas dan wawasan
matematis sendiri. Dalam hal ini pembelajar
dihadapkan situasi masalah yang memungkinkan
ia membentuk bagian-bagian masalah tersebut
dan mengembangkan secara bertahap algoritma,
misalnya cara mengalikan dan membagi
berdasarkan cara kerja nonformal.
2) Prinsip nyata
Matematika realistik harus
memungkinkan pembelajar dapat menerapkan
pemahaman matematika dan perkakas
matematikanya untuk memecahkan masalah.
Pembelajar harus mempelajari matematika
sedemikian hingga bermanfaat dan dapat
diterapkan untuk memecahkan masalah
sesungguhnya dalam kehidupan. Hanya dalam
konteks pemecahan masalah pembelajar dapat
mengembangkan perkakas matematis dan
pemahaman matematis.
3) Prinsip bertahap
Belajar matematika artinya pembelajar
harus melalui berbagai tahap pemahaman, yaitu
dari kemampuan menemukan pemecahan
informal yang berhubungan dengan konteks,
menuju penciptaan berbagai tahap hubungan
langsung dan pembuatan bagan yang selanjutnya
pada perolehan wawasan tentang prinsip-prinsip
yang mendasari dan kearifan untuk memperluas
hubungan tersebut. Kondisi untuk sampai tahap
berikutnya tercermin pada kemampuan yang
ditunjukkan pada kegiatan yang dilakukan.
Refleksi ini dapat ditunjukkan melalui interaksi.
Kekuatan prinsip tahap ini yaitu dapat
membimbing pertumbuhan pemahaman
matematika pembelajar dan mengarahkan
hubungan longitudinal dalam kurikulum
matematika.
4) Prinsip saling menjalin
Prinsip saling menjalin ini ditemukan
pada setiap jalur matematika, misalnya antar
topik-topik seperti kesadaran akan bilangan,
mental aritmatika, perkiraan (estimasi), dan
algoritma.
5) Prinsip interaksi
Dalam matematika realistik belajar
matematika dipandang sebagai kegiatan sosial.
Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan
bagi para pembelajar untuk saling berbagi strategi
dan penemuan mereka. Dengan mendengarkan
apa yang ditemukan orang lain dan
mendiskusikan temuan ini, pembelajar
mendapatkan ide untuk memperbaiki strateginya.
Lagi pula interaksi dapat menghasilkan refleksi
yang memungkinkan pembelajar meraih tahap
pemahaman yang lebih tinggi.
6) Prinsip bimbingan
Pengajar maupun program pendidikan
mempunyai peranan terpenting dalam
mengarahkan pembelajar untuk memperoleh
pengetahuan. Mereka mengendalikan proses
pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa
yang harus dipelajari untuk menghindarkan
pemahaman semu melalui proses hafalan.
Pembelajar memerlukan kesempatan untuk
membentuk wawasan dan perkakas matematisnya
sendiri, karena itu pengajar harus memberikan
lingkungan pembelajaran yang mendukung
berlangsungnya proses tersebut. Artinya mereka
harus dapat meramalkan bila dan bagaimana
mereka dapat mengantisipasi pemahaman dan
keterampilan pembelajar untuk mengarahkannya
mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini
perbedaan kemampuan pembelajar harus
diperhatikan, sehingga setiap pembelajar
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
pengetahuannya dengan cara yang paling cocok
untuk mereka masing-masing.
c, Langkah-langkah Pembelajaran dengan
Pendekatan Realistik Pendekatan Matematika Realistik
mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai
berikut: siswa memiliki seperangkat konsep
laternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya; siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan
membentuk pengetahuan itu untuk dirinya
sendiri; pembentukan pengetahuan merupakan
proses perubahan yang meliputi penambahan,
kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan
kembali, dan penolakan; pengetahuan baru yang
dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal
dari seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa
tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematika.
Konsepsi tentang guru sebagai berikut: guru
hanya sebagai fasilitator belajar; guru harus
mampu membangun pengajaran yang interaktif;
guru harus memberikan kesempatan kepada siswa
untuk secara aktif menyumbang pada proses
belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa
dalam menafsirkan persoalan riil; dan guru tidak
terpancang pada materi yang termaktub dalam
kurikulum, melainkan aktif mengaitkan
kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun
sosial. Hartono (dalam Diyah, 2007).
Menurut Sudharta (2004), dalam
pengajaran matematika realistik, dibutuhkan
upaya (1) penemuan kembali terbimbing dan
matematisasi progresif, artinya pembelajaran
matematika realistik harus diberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk mengalami
sendiri proses penemuan matematika ;(2)
fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi
dalam pemecahan masalah matematika realistic
harus menetapkan aspek aplikasi dan
mempertimbangkan pengaruh proses dari
matematisasi progresif; (3) mengmbangkan
model-model sendiri, artinya pemecahan masalah
matematika realistic harus mampu dijembatani
melalui pengembangan model-model yang
diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit
menuju situasi abstrak, atau model yang
diciptakan sendiri oleh siswa untuk memecahkan
masalah, dapat menciptakan kreasi dalam
keprbadian siswa melalui aktifitas di bawah
bimbingan guru.
Langkah-langkah pembelajaran
matematika dengan PMR dapat digambarkan
sebagai berikut (Sudharta, 2004):
Dunia Nyata Dunia
Berdasarkan gambar tersebut dapat
dijelaskan bahwa pembelajaran matematika
realistik diawali dengan fenomena yang ada di
dalam dunia nyata, kenudian siswa dengan bantuan
guru diberikan kesempatan menemukan kembali
dan mengkonstruksi dalam model matematika
kemudian membuat jawaban atas model
matematika tersebut.Setelah itu diaplikasikan
dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
Dalam pembelajaran, sebelum siswa
masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa
Masalah Konkrit Model Matematika
Jawaban Model Jawaban Atas Masalah
dibawa ke ‘situasi informal’, misalnya
pembelajaran pecahan dapat diawali dengan
pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya
pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan
pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep
matematika (pengetahuan matematika formal).
Setelah siswa memahami pembagian menjadi
bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan.
Ini sangat berbeda dengan pembelajaran
konvensional (bukan PMR) di mana siswa sejak
awal sudah dicekoki dengan istilah pecahan dan
beberapa jenis pecahan.
Jadi, Pembelajaran matematika realistik
diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan
bantuan guru diberikan kesempatan menemukan
kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri.
Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-
hari atau dalam bidang lain.
1. Kriteria Pemilihan Media Pada Bangun
Ruang
Ely (Ariel 2005:85) mengatakan bahwa
pemilihan seyogyanya tidak terlepas dari
konteksnya bahwa media merupakan komponen
dari sistem instruksional secara keseluruhan.
Karena itu meskipun tujuan dan isi sudah diketahui,
faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa,
strategi belajar mengajar, Organisasi kelompok
belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur
penilaiannya perlu di pertimbangkan.
Menurut Azhar (2004:75) bahwa ada
beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam
memilih media yaitu sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, tepat untuk mendukung isi pelajaran
yang sifatnya fakta konsep, prinsip dan
generalisasi, praktis, lues dan bertahan, dan guru
terampil menggunakannya, pengelompokan sasaran
dan mutu teknis.
METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
Menurut Margono (2005:118), populasi
adalah keseluruhan data yang menjadi perhatian
kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita
tentukan. Adapun yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar yang tersebar
dalam tiga kelas paralel. Sedangkan sampel adalah
sebagian dari populasi yang diteliti (Margono,
2005:121). Sampel dari penelitian ini dipilih dua
kelas yang mempunyai kemampuan sama,
berdasarkan dari pengamatan guru bidang studi
matematika pada sekolah tersebut dan diperkuat
dari hasil tes awal yang penulis berikan pada kedua
kelas. Dari pengolahan hasil tes awal dan pengujian
terhadap hipotesis didapat bahwasanya siswa kelas
VIII-2 dan siswa kelas VIII-3 mempunyai
kemampuan yang homogen. Berdasarkan hal
tersebut penulis tetapkan satu kelas sebagai kelas
eksperimen yaitu kelas VIII-2 dengan jumlah siswa
40 orang dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu
kelas VIII-3 dengan jumlah siswa 39 orang. Kelas
eksperimen adalah kelas yang digunakan untuk
penerapan pembelajaran dengan pendekatan
Realistik, sedangkan kelas kontrol adalah kelas
yang proses belajarnya tanpa menggunakan
pendekatan Realistik. Jumlah keseluruhan sampel
dari kedua kelas tersebut adalah 79 orang.
b. Teknik Pengumpulan Data Adapun perangkat pembelajaran yang
dipersiapkan dalam penelitian ini adalah Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar
Kerja Siswa (LKS), sedangkan instrumen
pengumpulan data yang disiapkan adalah lembaran
tes, yang terdiri dari tes awal dan tes hasil belajar.
LKS dan lembaran tes yang penulis siapkan
berlaku untuk kedua kelas tersebut.
Untuk memperoleh data dalam penelitian
ini peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal
yang bertujuan untuk mengetahui homogenitas
sampel dari kedua kelas yang akan diteliti.
Selanjutnya pada kelas eksperimen pembelajaran
dilanjutkan dengan menerapkan pembelajaran
pendekatan Realistik pada materi Bangun Ruang.
Pada akhir pertemuan, untuk kedua kelas tersebut
(eksperimen dan kontrol) diadakan tes hasil belajar
yang diberikan dalam bentuk essay sebanyak 5
butir soal. Nilai yang diperoleh dari kedua hasil tes
tersebut inilah yang diambil sebagai data
penelitian.
c. Teknik Pengolahan Data Data yang telah terkumpul kemudian
diolah dengan menggunakan statistik uji-t pada
taraf signifikan 05,0=α . Adapun statistik
lainnya yang diperlukan sehubungan dengan
pengujian uji-t adalah:
1. Menstabulasikan data ke dalam daftar
distribusi frekuensi.
2. Menentukan nilai rata-rata ( x ) dan
varians (2
s )
3. Uji Normalitas Sebaran Data
4. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians berguna untuk
mengetahui apakah penelitian ini berasal dari
populasi yang sama atau bukan. Menurut Sudjana
(2001:250) uji homogenitas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
terkecilians
terbesariansF
var
var=
Kriteria pengujian tolak H0 jika
)1,1( 21 −−≥ nnFF α dan dalam hal lain H0 diterima
dengan α = 0,05.
5. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan uji-t pihak kanan, dengan taraf
signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diuji dalam
penelitian ini adalah:
H0 : 21 µµ = Hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan pendekatan
Realistik pada materi Bangun
Ruang di SMPN 1 Kuta Malaka
sama dengan hasil belajar siswa
yang diajarkan dengan
pembelajaran selain pendekatan
Realistik .
H1 : 21 µµ > Hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan pendekatan
Realistik pada materi Bangun
Ruang di SMPN 1 Kuta Malaka
lebih baik dari pada hasil belajar
siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran selain pendekatan
Realistik.
Untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dapat digunakan rumus uji-t yang
menurut Sudjana (2001: 239) ialah:
21
21
11
nns
xxt
gab +
−=
Dimana varians gabungan (s2gab), menurut Sudjana
(2001:239) dapat dihitung dengan rumus:
2
)1()1(
21
2
22
2
112
−+
−+−=
nn
snsnsgab
Untuk pengujian digunakan dk = n1 + n2 – 2
dengan peluang (1 - α ), kriteria pengujian adalah:
terima 0H jika tabhit tt < dan tolak 0H untuk
harga t lainnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian
diproleh dari tes hasil belajar yang diberikan pada
pertemuan terakhir untuk kedua kelas tersebut.
Adapun rincian nilai tes hasil belajar dari masing-
masing kelas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Daftar Nilai Tes Hasil Belajar Siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran dengan pendekatan realistik
(Kelas Eksperimen)
No Kode
Sampel
Total
Nilai
No Kode
Sampel
Total
Nilai
1 X1 100 21 X21 60
2 X2 70 22 X22 80
3 X3 80 23 X23 85
4 X4 75 24 X24 90
5 X5 70 25 X25 70
6 X6 100 26 X26 90
7 X7 90 27 X27 85
8 X8 100 28 X28 90
9 X9 85 29 X29 80
10 X10 100 30 X30 60
11 X11 70 31 X31 90
12 X12 85 32 X32 85
13 X13 60 33 X33 85
14 X14 90 34 X34 80
15 X15 75 35 X35 100
16 X16 85 36 X36 85
17 X17 100 37 X37 85
18 X18 90 38 X38 80
19 X19 70 39 X39 80
20 X20 90 40 X40 75
Tabel 4.2 Daftar Nilai Tes Hasil Belajar Siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Non pendekatan realistik
(Kelas Kontrol)
No Kode
Sampel
Total
Nilai
No Kode
Sampel
Total
Nilai
1 Y1 75 21 Y21 60
2 Y2 85 22 Y22 60
3 Y3 80 23 Y23 75
4 Y4 60 24 Y24 65
5 Y5 60 25 Y25 80
6 Y6 60 26 Y26 50
7 Y7 65 27 Y27 80
8 Y8 75 28 Y28 65
9 Y9 60 29 Y29 70
10 Y10 70 30 Y30 90
11 Y11 75 31 Y31 85
12 Y12 55 32 Y32 70
13 Y13 65 33 Y33 70
14 Y14 70 34 Y34 50
15 Y15 50 35 Y35 80
16 Y16 65 36 Y36 90
17 Y17 70 37 Y37 70
18 Y18 65 38 Y38 90
19 Y19 75 39 Y39 55
20 Y20 65
2. Pengolahan Data
• Nilai tes hasil belajar siswa kelas eksperimen
Tabel 4.3 Daftar Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen di SMP Negeri 1 Kuta Malaka
Aceh Besar
Nilai fi xi fixi xi2 fixi
2
59 − 64
65 − 70
71 − 76
77 − 82
83 − 88
89 − 94
95 − 100
3
5
3
6
9
8
6
61,5
67,5
73,5
79,5
85,5
91,5
97,5
184,5
337,5
220,5
477
769,5
732
585
3782,25
4556,25
5402,25
6320,25
7310,25
8372,25
9506,25
11346,75
22781,25
16206,75
37921,5
65792,25
66978
57037,5
Jumlah 40 - 3306 - 278064
∑∑
=i
ii
f
xfx1
40
3306=
65,82=
)1(
)(22
2
1−
−=∑ ∑
nn
xfxfns
iiii
)140(40
)3306()278064(40 2
−
−= 66,123=
66,1231 =s
12,11=
• Nilai tes hasil belajar siswa kelas kontrol
Tabel 4.4 Daftar Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Kontrol di Negeri 1 Kuta Malaka Aceh
Besar
Nilai fi xi fixi xi2 fixi
2
50 − 55
56 − 61
62 − 67
68 − 73
74 − 79
5
6
7
7
5
52,5
58,5
64,5
70,5
76,5
262,5
351
451,5
493,5
382,5
2756,25
3422,25
4160,25
4970,25
5852,25
13781,25
20533,5
29121,75
34791,75
29261,25
80 − 85
86 – 91
6
3
82,5
88,5
495
265,5
6806,25
7832,25
40837,5
23496,75
Jumlah 39 - 2701,5 - 191823,75
∑∑
=i
ii
f
xfx 2
39
5,2701= 26,69=
)1(
)(22
2
2−
−=∑ ∑
nn
xfxfns
iiii
)139(39
)5,2701()75,191823(39 2
−
−=
1482
183024= 49,123=
49,1232 =s
11,11=
Sebelum dilakukan analisa data dengan
menggunakan uji-t, maka terlebih dahulu data dari
masing-masing kelas harus memenuhi syarat-syarat
normalitas dan homogenitas variansi.
2. Uji Normalitas Sebaran Data
Uji normalitas diperlukan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh dari
masing-masing kelas dalam penelitian ini
berdistribusi normal atau tidak. Adapun hipotesis
yang digunakan adalah:
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistri normal
Kriteria pengujian menurut Sudjana
(2001:273): ”tolak H0 jika 2
hitungχ ≥2
tabelχ , dengan
α = 0,05 dalam hal lain H0 diterima.
Tabel 4.5 Daftar Uji Normalitas Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen di Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar
Nilai
Batas Kelas
(x)
Zscore
Ls. DKN
Ls. DKI
Frekuensi
Diharapkan
(Ei)
Frekuensi
Pengamatan
(Oi)
59 − 64
65 − 70
71 − 76
77 − 82
83 − 88
89 − 94
95 − 100
58,5
64,5
70,5
76,5
82,5
88,5
94,5
100,5
-2,17
-1,63
-1,09
-0,55
-0,01
0,52
1,06
1,60
0,4850
0,4484
0,3621
0,2088
0,0040
0,1985
0,3554
0,4452
0,0366
0,0863
0,1533
0,2048
0,1945
0,1569
0,0898
1,46
3,45 11,04
6,13
8,19
7,78
6,27
9,86
3,59
11
6
9
14
Keterangan: Ls. DKN = luas daerah kurva normal
Ls. DKI = luas daerah kurva interval
Berdasarkan tabel diatas diperoleh:
∑=
−=
k
i i
ii
E
EO
1
2
2 )(χ
86,9
)86,914(
78,7
)78,79(
19,8
)19,86(
04,11
)04,1111( 2222
2 −+
−+
−+
−=χ
73,119,058,00001,02
+++=χ
50,22
=χ
Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 4 – 3 = 1, maka diperoleh nilai tabel2
)1(95.0χ
= 3,84. Karena2
hitungχ = 2,50 < 2
tabelχ = 3,84, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal.
Tabel 4.6 Daftar Uji Normalitas Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Kontrol di Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar
Nilai
Batas Kelas
(x)
Zscore
Ls. DKN
Ls. DKI
Frekuensi
Diharapkan
(Ei)
Frekuensi
Pengamatan
(Oi)
50 − 55
56 − 61
62 − 67
68 − 73
74 − 79
49,5
55,5
61,5
67,5
73,5
-1,77
-1,23
-0,69
-0,15
0,38
0,4616
0,3907
0,2549
0,0596
0,1480
0,0709
0,1358
0,1953
0,0884
0,1732
2,76
8,05
5,29
7,61
3,44
10,19
6,75
11
7
12
80 − 85
86 − 91
79,5
85,5
91,5
0,92
1,46
2,00
0,3212
0,4279
0,4772
0,1067
0,0493
4,16
6,08
1,92
9
Berdasarkan tabel diatas diperoleh:
∑=
−=
k
i i
ii
E
EO
1
2
2 )(χ
08,6
)08,69(
19,10
)19,1012(
61,7
)61,77(
05,8
)05,811( 2222
2 −+
−+
−+
−=χ
40,132,004,008,12
+++=χ
84,22
=χ
Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat
kebebasan (dk) = 4 – 3 =1, maka diperoleh nilai tabel2
)1(95.0χ = 3,84. Karena2
hitungχ = 2,84 < 2
tabelχ =
2,84, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa
data berdistribusi normal.
3. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians berguna untuk
mengetahui apakah sampel dari penelitian ini berasal
dari populasi yang sama atau bukan, sehingga
generalisasi dari penelitian ini hasilnya berlaku bagi
populasi. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : 2
2
2
1 σσ = (varians data homogen)
H1 : 2
2
2
1 σσ > (varians data tidak
homogen)
Statistik yang digunakan adalah
terkecilians
terbesariansF
var
var= , dengan kriteria pengujian
adalah tolak H0 jika )1,1( 2 −−≥ nnFF α dan dalam
hal lain H0 diterima (Sudjana, 2001:251).
Dari hasil perhitungan data sebelumnya
diperoleh:
n1 = 40 ; 1x = 82,65 ; 1s = 11,12 ;
2
1s = 123,66
n2 = 39 ; 2x = 69,26 ; 2s = 11,11 ;
2
2s = 123,49
sehingga: 49,123
66,123=F
F = 1,001
Dengan taraf signifikan α = 0,05 maka dari
tabel distribusi F diperoleh: )38,39(05,0FF ≥ = 1,71.
Ternyata Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari
populasi yang sama berarti kedua varians homogen.
4.Tinjauan terhadap Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan uji-t pihak kanan, dengan taraf
signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diuji dalam
penelitian ini adalah:
H0 : 21 µµ = Hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan pendekatan Realistik pada
materi Bangun Ruang di SMPN 1
Kuta Malaka sama dengan hasil
belajar siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran selain
pendekatan Realistik .
H1 : 21 µµ > Hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan pendekatan Realistik pada
materi Bangun Ruang di SMPN 1
Kuta Malaka lebih baik dari pada
hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran selain
pendekatan Realistik.
Sebelum mencari thit terlebih dahulu dicari
standar deviasi gabungan dari kedua sampel yaitu:
2
)1()1(
21
2
22
2
112
−+
−+−=
nn
snsnsgab
23940
)49,123)(139()66,123)(140(
−+
−+−=
77
36,9515= 57,123=
57.123=gabs
12,11=
Dengan demikian dapat dihitung nilai t
sebagai berikut:
21
21
11
nns
xxt
gab +
−=
39
1
40
112,11
26,6965,82
+
−=
1560
40
1560
3912,11
39,13
+
=
0506,012,11
39,13=
)22,0)(12,11(
39,13=
4464,2
39,13= 47,5=
Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan dk =
(40 + 39 - 2) = 77 maka ( ) 67,17795,0 =t . Karena
tabelhitung tt > yaitu 5,47 >1,67, maka H0 ditolak dan
diterima H1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan
realistik lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran selain pendekatan
realistik pada materi bangun ruang (kubus dan Balok)
di kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar.
4. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
penulis menganalisis pengaruh penerapan
pembelajaran dengan pendekatan Realistik hasil
belajar siswa pada materi bangun ruang di kelas VIII
SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar. Penelitian
ini dilakukan lima kali pertemuan, pada pertemuan
pertama dilakukan tes awal untuk menguji
homogenitas kemampuan siswa pada kedua kelas
(kontrol dan eksperimen) yang penulis teliti. Dari
pengujian tersebut didapat bahwasanya siswa pada
kedua kelas tersebut mempunyai kemampuan yang
homogen. Selanjutnya pada pertemuan kedua sampai
ke empat dilakukan proses pembelajaran dengan
pendekatan realistik. Model ini juga diberlakukan
untuk kedua kelas, hanya saja pada kelas eksperimen
(kelas VIII-2) pendekatan realistik. Pada pertemuan
terakhir dilakukan tes hasil belajar.
Dari hasil pengolahan data dan analisis data
yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa pada
dasarnya siswa dapat menguasai materi bangun
ruang, baik itu dengan menggunakan pendekatan
realistik maupun tanpa menggunakan pendekatan
realistik. Ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes
kedua kelas tersebut. Nilai rata-rata hasil tes kelas
yang diajarkan dengan pendekatan realistik adalah
82,65, sedangkan nilai rata-rata hasil tes kelas yang
diajarkan tanpa pendekatan realistik adalah 69,26.
Selisih nilai rata-rata dari kedua kelas tersebut adalah
13,39. Sehingga terdapat perbedaan hasil belajar
siswa pada materi sistem persamaan linear dua
variabel yang diajarkan dengan menggunakan
pembelajaran pendekatan realistik dibandingkan
tanpa menggunakan pembelajaran pendekatan
realistik. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran
pendekatan realistik siswa yang tadinya tidak berani
bertanya atau malu untuk bertanya pada guru utama
(berada di depan) dapat bertanya pada assistant
teacher (berada di belakang), sehingga guru dapat
membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa
dengan segera.
Tingkat keberhasilan proses belajar
mengajar pada kedua kelas dapat dilihat dari nilai
rata-rata hasil tes belajar siswa. Dengan demikian,
tingkat keberhasilan proses belajar mengajar dengan
pembelajaran pendekatan realistik berada pada
tingkat baik sekali atau optimal, sedangkan tingkat
keberhasilan proses belajar mengajar tanpa
pembelajaran pendekatan realistik berada pada
tingkat baik atau minimal. Secara umum kedua kelas
telah mencapai ketuntasan belajar. Hal ini ditinjau
menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu
suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila 85% atau
lebih dari jumlah siswa dalam satu kelas
mendapatkan nilai di atas 65. Namun secara
individual, pada kelas yang menerapkan
pembelajaran pendekatan realistik terdapat 3 orang
siswa yang tidak mencapai ketuntasan belajar dan
pada kelas yang tidak menerapkan pembelajaran
pendekatan realistik terdapat 11 orang siswa yang
tidak mencapai ketuntasan belajar. Hal ini mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor, baik yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri maupun dari luar diri
siswa.
Dalam proses belajar, pada kelas yang
menerapkan pembelajaran pendekatan realistik
siswanya terlihat lebih aktif baik secara fisik maupun
mental dibandingkan dengan kelas yang tidak
menerapkan pembelajaran pendekatan realistik.
Siswa dengan bebas mengeluarkan pendapat dalam
memahami konsep dan siswa saling berinteraksi baik
antara siswa maupun dengan guru, baik itu dengan
guru utama ataupun dengan assistant teacher dalam
berdiskusi. Pengetahuan siswa mengenai materi
bangun ruang juga lebih lengkap karena diberikan
dan ditinjau oleh guru-guru yang pandangan dan
pengetahuannya saling melengkapi, sehingga siswa
tidak hanya dapat memahami materi tetapi juga dapat
menguasai fakta, konsep serta prinsip-prinsip yang
digunakan dalam menyelesaikan soal-soal materi
persamaan linear dengan dua variabel terutama dalam
mengubah soal yang berbentuk cerita ke dalam
kalimat matematika. Hasil penelitian Rahmayani
(2009:71) juga menemukan bahwa dengan adanya
bimbingan yang lebih fokus dari dua orang guru
siswa lebih konsentrasi dalam belajar. Siswa juga
tidak berani mengganggu temannya karena mereka
diawasi/diamati oleh dua orang guru. Konsentrasi
yang tinggi dalam belajar mengakibatkan hasil
belajar yang lebih baik, sehingga prestasi belajar
matematika siswa juga meningkat.
Pembelajaran dengan pendekatan realistik
tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga
dengan adanya kolaborasi dua orang guru di dalam
kelas, maka proses observasi terhadap siswa lebih
intens. Catatan khusus terhadap perilaku,
ketidakbiasaan, kesulitan siswa akan terekam dengan
baik, sehingga setiap permasalahan yang muncul
dalam proses pembelajaran dapat diatasi secara
bersama-sama.
Walaupun pembelajaran dengan pendekatan
realistik dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik
(optimal), namun masih terdapat kekurangan dalam
pelaksanaan pembelajaran ini seperti team mudah
kembali kepada kerja individual sehingga tanggung
jawab kelompok terabaikan. Sulit untuk membentuk
team yang kompak terutama saat membagi peran di
dalam kelas.
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan
pengujian hipotesis yang dilakukan pada siswa kelas
VIII SMP N 1 Kuta Malaka Aceh Besar pada materi
bangun ruang dapat di simpulkan bahwa, “Hasil
belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan
realistik lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang
diajarkan tanpa menggunakan pendekatan realistik
pada bangun ruang di SMP N 1 Kuta Malaka Aceh
Besar”.
2, Saran Mengingat penerapan dengan pendekatan
realistik membawa pengaruh positif terhadap prestasi
belajar siswa, maka:
a) Diharapkan kepada guru untuk dapat
menerapkan strategi, model dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi
pelajaran dalam meningkatkan ketuntasan belajar
siswa.
b) Diharapkan kepada siswa untuk lebih sering
belajar, baik secara individu maupun
berkelompok karena hasil yang didapat akan
lebih baik dan memuaskan.
c) Disarankan kepada pihak lain untuk melakukan
penelitian selanjutnya terhadap bidang studi
matematika pada pokok bahasan lainnya untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang
dengan pendekatan realistic.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2004. Media pembelajaran. Jakarta:
PT. Raja Grafindo persada.
Arikunto, S. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning,
and Communicating. Macmillan Publising,
New York.
Freudenthal, H. 1977. Antwoord door Prof. Dr. H.
Freudenthal na het verlenen van het
eredoctoraat [Speech by Prof. H.
Freudenthal upon being granted an
honorary doctorate]. Euclides.
Freudenthal, H. 1968. Why to Teach Mathematics so
as to Be Useful. Educational Studies in
Mathematics. Dordrecht, Reidel.
Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics
Education. China Lectures. Dordrecht:
Kluwer Academic Publishers.
Gagne 1970. Realistic Mathematics.
http://www.depdiknas.co.id/editorial:jurn
al pendidikan Indonesia. (diakses Januari
2010)
Gravemeijer, K. 1994. Educational Development and
Developmental Research in Mathematics
Education. Journal for Research in
Mathematics Education
Hudojo. 1997. Strategi Belajar Mengajar
Matematika. Malang. IKIP Malang.
Junaedi, Samsul. 2004. Matematika SMP untuk Kelas
VII. Jakarta: Erlangga.
Junaedi, Dedi. 1999. Penuntun Belajar Matematika
Untuk SLTP Kelas 3. Jakarta: Mizan.
Maschke Kathy L., Gagne: The Condition of
Learning,
www.nc.gsu/~mstswh/course/it7000/paper
s/robert.htm.
Musser, Gary L and Brnger. 1994. Mathematics for
Ellementary Teachers A Cotemporary
Approuh. New York: Macmillan
Publishing Co.
M. Cholik Adinawan, Sugijono. 2006. Matematika
SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
National Council of Teachers of Mathematics (2000).
Principles and standards for school
mathematics. Reston: Author.
Polya, G. How to solve it. 1957. Garden City, NY:
Doubleday and Co., Inc.
Suryuadi. 1999. Current situation on matematics and
science education in Bandung.
http://www.ditnaga-
dikti.org/ditnaga/files/PIP/MRE. (akses
Januari 2010)
Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung. Tarsito.
Sukestiyarno, dan Budi Waluya. 2006. Upaya
Meningkatkan Penguasaan Konsep dan
Membentuk Mahasiswa menjadi
Matematikawan yang Filsafati Melalui
Pembelajaran Filsafat Ilmu dengan Strategi
Student Team Heroic Leadership. Laporan
Teaching Grant: Pend. Matematika Unnes
Treffers. A. 1987. Thee Dimensions, A Model of Goal
and Theory Description in Mathematics
Instruction, The Wiskobas project, D. Reidal
Publishing Company
“Model Project Citizen Untuk Meningkatkan Kecakapan Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme”
Oleh :
Hafidh Maksum
Abstrak. Salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan pendidikan kewarganegaraan
dalam pengembangan sikap nasionalisme siswa adalah dengan model Project citizen, yaitu sebuah
model pembelajaran berbasis portofolio. Melalui model ini para siswa bukan hanya diajak untuk
memahami konsep dan prinsip keilmuan, tetapi juga mengembangkan kemampuannya untuk bekerja
secara kooperatif melalui kegiatan belajar praktik empirik. Dengan demikian pembelajaran akan
semakin menantang, mengaktifkan dan lebih bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan hasil pretest dan postest antara siswa yang proses belajar mengunakan project citizen dengan
siswa yang belajar secara konvensional dalam meningkatkan kecakapan pendidikan kewarganegaraan
dalam pengembangan sikap nasionalisme. Penelitian ini didasarkan pada teori bahwa strategi
instruksional yang digunakan dalam model ini, pada dasarnya bertolak dari strategi “inquiriy, discovery,
problem solving, research-oriented,” yang dikemas dalam model ”project” ala John Dewey. Dalam hal
ini ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut: mengindentifikasi masalah, memilih masalah untuk
dikaji oleh kelas, mengumpulkan informasi, mengembangkan portofolio kelas, menyajikan portofolio,
dan melakukan refleksi pengalaman belajar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode
yang digunakan adalah eksprimen kuasi dengan desain ”nonequivalent control group pre-test dan post-
test design.” Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara radom. Pengumpulan data
dilakukan dengan pre-test dan post-test dengan mengunakan test angket. Hasil analisis menunjukkan
adanya peningkatan signifikan pada kecakapan intelektual, dan peningkatan kategori sedang pada
kecakapan kewarganegaraan dan kecakapan partisipatoris antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Analisis data dapat menunjukkan bahwa siswa merespon positif pembelajaran PKn dengan
menggunakan model project citizen. Dari hasil diatas rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada
pengajar agar mempraktekkan pembelajaran PKn dengan model project citizen karena terbukti
disenangi siswa dan dapat meningkatkan kecakapan kewarganegaraan.
Kata Kunci: Project Citizen, Kecakapan pendidikan kewarganegaraan dan Nasionalisme.
Pengaruh konflik yang berkepanjagan di Aceh
telah menimbulkan masalah baru yaitu memudarnya
rasa nasionalisme sesama anak bangsa. Arus masalah
tersebut dapat mempengaruhi identitas nasional
sebuah bangsa. Kalau kita perhatikan dewasa ini jika
ditinjau dari segi sikap nasionalisme (sebagai elemen
penting dalam penumbuhan nasionalisme), kita
banyak mengalami kemunduran.
Generasi muda Aceh khususnya dan
generasi muda indonesia pada umumnya pada saat
ini telah berada jauh dari rentang waktu
kepahlawanan ’45 (Nilai nilai nasionalisme atau nilai
nilai semangat kebangsaan pejuang kita tahun 1945).
Hal inilah yang kemudian membuat generasi muda
tidak terlalu peduli dengan hari kebangsaan. Mereka
perlu mengingat kembali peristiwa kolonial
(penjajah) di masa lampau.
Dalam menjawab persoalan ini, kecakapan
pendidikan kewarganegaraan dapat berpengaruh
dalam penyelesaian masalah masalah nasionalisme
terutama terhadap siswa yang tinggal di daerah
konflik dan daerah pasca konflik.
Identitas nasional erat kaitannya dengan
nasionalisme. Kecakapan PKn diyakini sebagai salah
satu cara untuk menumbuhkan sikap dan jiwa
nasionalisme. Pendapat ini nampaknya sesuai dengan
usulan Ernest Gelner yang dikutip oleh Tilaar (2007:
25) yang berpendapat bahwa :
Kewarganegaraan merupakan suatu keanggotaan
moral (moral membership) dari suatu masyarakat
modern. Keanggotaan itu diperolehnya melalui
pendidikan nasional dan biasanya menggunakan
bahasa yang dipilih sebagai bahasa ibu atau bahasa
nasional.
Tilaar (2007: 25) berpendapat bahwa pendidikan
merupakan faktor penting untuk menumbuhkan
nasionalisme disamping bahasa dan budaya.
Pendidikan kewarganegaraan sangat kental dan erat
dengan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Hal
tersebut bukanlah sebuah mitos belaka. Karena
memang secara substanstif pendidikan
kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga
negara yang baik, yang salah satu didalamnya kental
nuansa nasionalisme-nya.
Nasionalisme sebagai ungkapan perasaan
senasib sepenanggungan dalam lingkup bangsa dalam
bentuk kepedulian dan kepekaan akan masalah-
masalah yang dihadapi bangsa, termasuk didalamnya
masalah yang berkaitan dengan rasa solidaritas
sebangsa dan setanah air, dan pada saat kini perlu
terus ditumbuh kembangkan.
Dalam hal ini dapat diyatakan bahwa
nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki
oleh sebagian besar individu di mana mereka
menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan yang
secara bersama di dalam suatu bangsa.
Nasionalisme hari ini tentunya berbeda
dengan nasionalisme pada masa perjuangan
perebutan kemerdekaan bangsa Indonesia dulu,
sebagaiman dikemukakan oleh Cohyo (1995: 30)
Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang
integralistik, dalam arti yang tidak membeda-bedakan
masyarakat atau warga negara atas dasar golongan
atau yang lainnya, melainkan mengatasi segala
keanekaragaman itu tetap diakui. Singkatnya
nasionalisme bangsa Indonesia dalam perbedaan dan
berbeda dalam persatuan (Bhineka Tunggal Ika).
Dengan demikian dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa kebanggaan akan bangsa negara
sendiri dan rasa cinta terhadap tanah air perlu
dimiliki. Karena hal tersebut merupakan wujud dari
sikap seorang warga negara yang siap berjuang,
berkorban dan menegakkan kehidupan berbangsa dan
neagra didalam berbagai bidang.
Jiwa Nasionalisme sangat penting untuk
dimiliki setiap individu terutama generasi muda .
Namun, ada anggapan yang mengatakan generasi
muda tidak memiliki jiwa nasionalisme. Bahkan ada
pula yang mengatakan jiwa nasionalisme itu ada.
Hanya saja tidak ada pemicu yang dapat membuat
jiwa nasionalisme itu tampak. Berbagai cara harus
dilakukan untuk memicu jiwa nasionalisme dalam
diri generasi muda.
Siswa sebagai generasi muda penerus
bangsa memegang peranan penting dalam
menumbuhkan sikap dan jiwa nasionalisme. Salah
satu hal yang dapat dilakukan oleh para generasi
muda untuk mewujudkan sikap dan jiwa
nasionalisme yaitu dengan memanfaatkan pendidikan
dengan sebaik-baiknya, karena pendidikan
merupakan salah satu hal penting dalam hal
pembinaan sikap nasionalisme.
Menurut Somantri (2001: 279) pendidikan
kewarganegaraan memiliki tujuan mendidik warga
negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan
‘warga negara negara yang patriotik, toleran, setia
terhadap bangsa dan negara, beragama,
demokratis…, Pancasila sejati.
Kecerdasan yang dimiliki warganegara harus
tercermin dalam tiga aspek. yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan
pendidikan kewarganegaraan (civic skill), dan watak-
watak kewarganegaraan (civic disposition). Senada
dengan hal ini Wahab (2006: 62) mengemukakan
bahwa "...kewarganegaraan yang dikembangkan
haruslah mengandung pengetahuan. keterampilan-
keterampilan. nilai-nilai. dan disposisi yans idealnya
dimiliki warganegara". Jika warganegara sudah
tercerdalam aspek aspek tersebut maka tujuan Pkn
sudah dapat dikatakan berhasil
Sekolah sebagai lembaga formal
penyelenggara pendidikan sudah barang tentu
memiliki peran yang sentral dalam hal ini. Terlebih
sekolah merupakan pranata yang digunakan untuk
mengimplementasikan tujuan penyelenggaraan
pendidikan nasional yang sesuai dengan idealita yang
tertera dalam Undang-Undang negara kita.
Siswa sebagai generasi muda penerus bangsa
tentunya harus memiliki pengetahuan yang kuat akan
dinamika kehidupan kebangsaan. Sekolah tentu saja
mempunyai tanggungjawab untuk melakukan hal
tersebut. Dalam kacamata kewarganegaraan siswa
diyakini sebagai warga negara baru tumbuh, yakni
warga negara yang masih harus dididik menjadi
seorang yang sadar akan hak dan kewajibannya baik
sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Terlebih sikap nasionalisme sangat harus
dimiliki oleh generasi muda yang kelak akan
menjalankan roda kehidupan negeri ini.
Salah satu model pembelajaran dalam
pengembangan nasionalisme siswa adalah dengan
model Project citizen, yaitu sebuah model
pembelajaran berbasis potofolio, Melalui model ini
para siswa bukan hanya diajak untuk memahami
konsep dan prinsip keilmuan, tetapi juga
mengembangkan kemampuannya untuk bekerja
secara kooperatif melalui kegiatan belajar praktik-
empirik. dengan demikian pembelajaran akan
semakin menantang, mengaktifkan dan lebih
bermakna
Menurut Budimansyah (2009: 2) ,dengan
model prozect citizen dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap apa yang dikaji
khususnya tengtang kewarganegaraan. Program
tersebut mendorong para siswa untuk terlibat aktif
dengan organisasi organisasi pemerintah dan
masyarakat sipil untuk memecahkan satu persoalan di
sekolah atau masyarakat dan untuk mengasah
kecerdasan social dan intelektual yang penting bagi
kewarganegaraan demokratis yang
bertanggungjawab.
Berangkat dari pemaparan di atas, maka
penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah
pengkajian mengenai pengembangan sikap
nasionalisme siswa. Hal tersebut dilatar belakangi
pula oleh adanya sebuah keyakinan bahwa
pendidikan dan sekolah merupakan pranata yang
dapat membentuk pikiran, sikap, mental serta
semangat siswa. Atas dasar itulah maka judul yang
diambil ialah Model Project Citizen Untuk
meningkatkan kecakapan Pendidikan
kewarganegaraan pada konsep Pengembangan
Sikap Nasionalisme siswa. (Studi Kuasi
Eksprimental Pada SMA Negeri 12 Banda Aceh )
Metode Penelitian.
Penelitian ini mengunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode kuasi eksprimen. Dalam
penelitian, yang menjadi fokus adalah model project
citizen untuk mengembangkan kecakapan sikap
nasionalisme siswa. Metode yang digunakan adalah
penelitian kuasi eksperimen (Best, 1982). Metode
tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat
diperoleh dengan eksperimental sesungguhnya,
dalam keadaan tidak memungkinkan untuk
mengontrol atau mengendalikan semua variabel.
Untuk mendapatkan gambaran implementasi
model project citizen untuk mengembangkan sikap
nasionalisme siswa melalui pendidikan
kewarganegaraan, digunakan metode quasi
eksperiment dengan desain "randomized control
group pre-test post-test design" (Fraenkel,1993).
Dengan desain ini sampel dibagi dalam 2 kelompok
yaitu satu kelompok dengan eksperimen dan satu
kelompok lagi dengan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen mendapatkan pembelajaran konsep
nasionalisme dengan model project citizen sedangkan
kelompok control mendapatkan pelajaran dengan
model konvensional.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembelajaran PKn dengan Model project
citizen berpengaruh kategori sedang terhadap
kecakapan Kewarganegaraan,
Berdasarkan output SPSS diatas, karena
varians tidak sama, maka untuk melihat hasil uji t
memakai hasil pada baris ke dua (equal varians not
assumed). Diperoleh nilai p-value sebesar 0,503,
karena nilai p-value > 0,05 maka dapat diketahui
bahwa tidak terdapat perbedaan rerata skor
kecakapan partisipatoris dengan indikator
kemampuan partisipasi umum yang signifikan antara
kelas kontrol dan eksperimen. Tetapi berpengaruh
kategori sedang.
Hal ini menunjukkan bahwa model project
citizen berpengaruh secara sedang untuk
meningkatkan kecakapan kewarganegaraan. Adanya
pengaruh kategori sedang antara model project
citizen untuk meningkatkan kecakapan
kewarganegaraan dapat dianalisis dari beberapa hal:
Pertama: model project citizen bersifat alamiah bagi
siswa. Artinya, memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mempraktikkan berpikir kritis,
berinteraksi dan berdiskusi dengan teman-teman
sekelas, melakukan negosiasi, bekerjasama dan
membuat keputusan terbaik untuk kepentingan
umum.
Hal tersebut sejalan dengan paham
konstruktivistik yang dikemukakan oleh Glaserfeld
dalam Budiningsih dalam Adha (2010: 160) bahwa
ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam
proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; (1)
perlakuan.kemampuan mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalaman, (2)
kemampuan membandingkan dan mengambil
keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3)
kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman
yang satu dari pada lainnya. Manusia dapat
mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya.
Melalui interaksinya dengan objek lingkungan,
misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah,
membau, atau merasakan, seseorang dapat
mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses
pcmbentukan. Semakin banyak seseorang
berinteraksi dengan objek dan lingkungannya,
pengetahuan dan pemaliamannya akan objek dan
lingkungan akan lebih meningkat. Pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang
(guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah
yang hams mengartikan apa yang telah diajarkan
dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-
pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin dalam
Komalasari, 2008).
Pembelajaran PKn dengan Model Project Citizen
berpengaruh senifikan terhadap Kecakapan
Intelektual (intelectual skill) siswa
Model Project Citizen untuk meningkatkan
kecakapan kewarganegaraan berpengaruh secara
signifikan, Berdasarkan output SPSS , karena varians
tidak sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai
hasil pada baris ke dua (equal varians not assumed).
Diperoleh nilai p-value sebesar 0,000, karena nilai p-
value < 0,05 maka dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan rerata skor kecakapan intelektual dengan
indikator mengidentifikasi masalah yang signifikan
antara kelas kontrol dan eksperimen.
Kuatnya pengaruh secara signifikan antara
model project citizen untuk meningkatkan kecakapan
intelektual dapat dianalisis dari beberapa hal:
Pertama: model project citizen dalam proses
pembelajaran, dikaitkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari siswa, sehingga dapat membentuk
kecakapan hidup dan menambah wawasan siswa
yang sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat.
Kecakapan hidup itulah yang nantinya digunakan
oleh anak didik memasuki kehidupan nyata di
masyarakat. Dalam hal ini siswa dituntut untuk lebih
dapat berpikir secara lebih mendalam, dengan melihat
permasalahan apa saja yang terjadi di sekitar
lingkungan tempat mereka tinggal. Dan dalam proses
inilah maka terjadi proses belajar bagi siswa itu
sendiri.
Senada dengan yang dikemukakan oleh
Surya dalam Sutrisno (1997) : "belajar dapat
diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya". Berdasarkan pendapat tersebut dapat
dijelaskan bahwa dengan belajar maka perubahan
perilaku secara keseluruhan akan terjadi, dimana hal
tersebut didapat dari interaksi antar manusia dan
lingkungan dimana siswa tinggal. Dengan demikian
siswa dapat dapat berpikir secara lebih kritis dan
mampu mengembangkan kecakapan intelektualnya.
Kedua, dengan menggunakan model Project
Citizen lebih menekankan sikap dan perilaku yang
lebih baik dalam proses pembelajaran erat kaitannya
dengan kecakapan intelektual. Seperti yang
dikemukakan oleh Andriyan (2007) bahwa
Intelektualitas, sebagaimana yang selalu kita pahami
adalah seperangkat sikap dan perilaku yang lebih
bijak, lebih mengarahkan kepada pendekatan otak
dan rasional serta selalu menimbang-nimbang apa
yang akan diambil berdasarkan resiko yang akan
terjadi kemudian. Pendek kata, orang intelektual
adalah orang yang selalu mengedepankan prinsip
kehati-hatian dan pertimbangan-pertimbangan yang
rasional dibandingkan emosional. Intelektual, selalu
akan mencoba menghindari segala hal yang bersifat
kekerasan dan irasionalitas yang justru akan merusak
sisi intelektualitasnya. Sebab, intelektual selalu
mencari cara dan solusi yang lebih baik daripada
hanya mengedepankan otot dan perilaku kasar
semata.
Senada dengan yang dikemukakan oleh
Susanto (2008) bahwa pendidikan merupakan sebuah
proses penting dalam kehidupan manusia, karena
melalui proses ini manusia dibentuk dan dilahirkan
sebagai seorang manusia yang utuh dan sebenamya.
Pendidikan semestinya bertanggungjawab terhadap
proses pencerdasan bangsa dan berimplikasi kuat
pada proses empowerment (pemberdayaan). Hal ini
perlu ditegaskan kembali, karena tingkat pendidikan
yang meningkat ternyata tidak selalu inheren dengan