Top Banner
143

ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Mar 15, 2019

Download

Documents

tranhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat
Page 2: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

I S S N : 1 4 1 0 - 4 3 5 0

AnalisaVolume 20 Nomor 01 Juni 2013

Penanggung JawabDr. H. Arifuddin Ismail, M.Pd.

Mitra bestariProf. Dr. H. Mudjahirin Thohir, M.A. (Antropologi Agama/ UNDIP)

Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M.Ed. (Pendidikan Keagamaan/ IAIN Walisongo)Prof. Dr. H. Muslich Shabir, M.A. (Lektur dan Khazanah Keagamaan/ IAIN Walisongo)

Prof. Dr. H. Djamaluddin Darwis, M.A. (Bahasa/ Unimus)Prof. Dr. H. Wasino, M.Hum. (Sejarah Sosial/UNNES)

Prof. Dr. Dwi Purwoko, M.Si., APU (Tradisi Keagamaan/LIPI)

PeMiMPin redaksiDrs. H. Sulaiman, M.Ag. (Kehidupan Keagamaan)

redaktur PelaksanaMoh. Hasim, S.Sos.I, M.Pd. (Naskah Kontemporer)

anggota redaksiDrs. Mulyani Mudis Taruna, M.Pd. (Pendidikan Keagamaan)

Joko Tri Haryanto, M.S.I (Kehidupan Keagamaan)Samidi, S.Ag., M.S.I. (Lektur dan Khazanah Keagamaan)

Siti Muawanah, S.Pd.I., M.A. (Kehidupan Keagamaan)

adMinistrasiMustolehudin, S.Ag., S.IPI., M.S.I (Dokumentasi dan Arsip)

Moch. Lukluil Maknun, M.A. (Distribusi)Ahmad Muntakhib, S.Pd.I (Bendahara Redaksi)

Umi Muzayanah, S.Si. (Administrasi Umum)

layouterMusafak, S.Pd.

Muhammad Purbaya, S.Kom.Riza Ahmad

alaMat redaksiBalai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Jl. Untung Suropati Kav. 70 Bambankerep, Ngaliyan, Semarang Telp. (024) 7601327. Fax (024) 7611386

email: [email protected]

Jurnal Pengkajian Masalah Sosial Keagamaan

Jurnal ANALISA diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang dengan tujuan untuk mewadahi, menyebarluaskan dan pertukaran pemikiran tentang wacana ilmiah bidang keagamaan. Naskah yang dimuat dalam jurnal berasal dari hasil penelitian maupun kajian kritis para peneliti atau akademisi yang berkaitan dengan permasalahan Kehidupan Keagamaan, Pendidikan Agama dan Keagamaan, dan Lektur dan Khazanah Keagamaan. Jurnal ANALISA terbit pertama kali

pada bulan Maret tahun 1996 dengan frekuensi dua kali dalam setahun.

Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI/08/2012

Page 3: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

iv Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

PENGANTAR REDAKSI

Masyarakat merupakan kenyataan objektif, dan sekaligus kenyataan subjektif, demikian dinyatakan oleh Berger dan Luckmann (1990). Sebagai kenyataan objektif, individu berada di luar diri manusia dan berhadap-hadapan dengannya; sedangkan sebagai kenyataan subjektif, individu berada di dalam masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Individu adalah pembentuk masyarakat; dan masyarakat adalah pembentuk individu. Oleh karena itu, kenyataan sosial bersifat ganda dan bukan tunggal, yaitu kenyataan objektif dan sekaligus subjektif. Kenyataan ini berimplikasi pada cara pandang dan sikap manusia-manusia dalam dan terhadap konteks masyarakat.

Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan obyektif dan subyektif masyarakat. Di antaranya seperti terlihat dalam tulisan Sulaiman mengenai Islam Aboge. Komunitas Islam Aboge melakukan internalisasi dan sekaligus eksternalisasi nilai-nilai kebudayaannya berupa strategi adaptasi dalam menghadapi tantangan globalisasi. Strategi tersebut berupa strategi adaptasi konservatif dan strategi adaptasi resistensi guna menjaga nilai-nilai warisan budaya leluhur sehingga mampu bertahan dalam era globalisasi dewasa ini.

Tulisan Joko Tri Haryanto juga menegaskan hal yang sejalan dengan itu. Pengalaman konflik sosial di Kalimantan Tangah antara etnis Dayak dan Madura di tahun 2001 juga berpengaruh pada internalisasi dan eksternalisasi pengalaman tersebut dalam relasi sosial antar etnis. Relasi agama dan etnisitas dalam masyarakat Islam di Kalimantan Tengah dapat tercapai menjadi kerukunan beragama di antaranya dikonstruks dengan budaya ekonomi, akulturasi dan politik uniformitas.

Dalam kasus konflik etnis di Sambas Kalimantan Barat, sebagaimana tulisan Raudlotul Ulum perkembangan masyarakat korban konflik Sambas yang terjadi antara etnis Madura dan Melayu, meskipun relatif lebih lambat dibandingkan Kalimantan Tengah, juga menunjukkan adanya peluang perdamaian dan sebuah kesempatan menciptakan masyarakat baru yang harmoni. Hal ini memerlukan rekonstruksi sosial yang melibatkan pengalaman manusia-manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki pengalaman relasi yang konfliktual. Pengalaman yang dihayati dan diungkapkan kembali dalam bentuk konsruksi sosial baru menjadi peluang membangun relasi yang harmonis pascakonflik.

Relasi sosial bahkan dapat terwujud dalam perbedaan sesungguhnya yang rentan menjadi konflik, seperti perbedaan agama. Hal ini ditunjukkan dalam tulisan Retnowati, di mana ia menunjukkan contoh upaya membangun relasi dalam perbedaan agama, yakni jaringan sosial antara Gereja Kristen Jawa Wetan (GKJW) dengan pondok pesantren di Jawa Timur. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sumber daya lokal mempunyai peran yang sangat besar dalam menciptakan hubungan-hubungan yang memungkinkan terjadinya relasi dan kerjasama antarumat beragama. Jaringan sosial GKJW dengan pondok pesantren ini diwujudkan melalui Program SIKI (Studi Intensif Islam dan Kristen) yang membantu kedua umat beragama saling belajar, mengenal, dan memahami pengalaman keberagamaan orang lain. Kehadiran, persahabatan dan tinggal bersama (live In) melalui program SIKI telah membuka wawasan dan pemahaman baru umat Islam dan Kristen akan pentingnya kerjasama dan jaringan antar umat beragama dan atau institusi agama.

Jurnal Analisa Edisi ini juga menampilkan wacana-wacana filsafat yang juga penting dalam konteks masyarakat dewasa ini. Ahmad Tajuddin Arafat mencoba menelaah pemikiran etik Ibn Hazm al-Andalusy dalam karyanya al-Akhla q was-Siya r fi Mudawati al-Nufus melalui pendekatan content analysis. Ia menemukan bahwa dalam karyanya tersebut terdapat beberapa nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan upaya memperbaiki moralitas dan mencari cita-cita luhur manusia, yaitu kebahagiaan. Wacana filsafat lainnya ditulis oleh Nurul Huda yang

Page 4: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

vJurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

menggambarkan konsepsi iman menurut al-Baidāwi dalam karya tafsirnya Anwār at-Tanzil wa Asra r at-Ta’wi l. Iman menurut al-Baidawi merupakan bagian dari aktivitas hati yang dikonsepsikan sebagai membenarkan, yaitu mengakui dan mempercayai ajaran Nabi SAW yang berkaitan dengan yang gaib, dan dijalankan secara tersamar. Adapun Ahmad Musyafiq dalam tulisannya membahas model teologi yang dipahami masyarakat pesantren. Model teologi berpengaruh dalam cara pandang dan sikap keberagamaan yang pada akhirnya membentuk konstruksi sosial umat beragama.

Tulisan Masmedia Pinem tentang masjid kuno di Aceh Selatan juga menarik disimak sebagai kajian sejarah dan arkeologi yang merupakan khazanah budaya Islam. Masjid Pulo Kameng yang diteliti oleh Masmedia Pinem ini merupakan yang tertua di Aceh Selatan, didirikan 28 Ramadan 1285 H/12 Januari 1869 M dan pertama sekali dibangun pada kerajaan Teuku Kejruen Amansyah. dari arsitektur masjid ini ada pengaruh berbagai budaya seperti kubah berbentuk pagoda (Cina), atap tumpang (Hindu-Buddha), berakulturasi dan berasimilasi dengan tipe bangunan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Aceh pada masa lalu toleran dan akomodatif dengan budaya-budaya diluar Acah dan Islam.

Tulisan dalam bidang pendidikan diantaranya ditulis oleh Farida Hanun tentang pengaruh efikasi diri, iklim kerja, dan motivasi berprestasi terhadap kinerja kepala madrasah. Penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap iklim kerja, motivasi berprestasi, dan kinerja kepala madrasah. Adapun tulisan Yustiani mengenai kompetensi kinerja pengawas dalam upaya peningkatan mutu madrasah menunjukkan bahwa kinerja pengawas madrasah di daerah sasaran penelitian dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil program kepengawasan tergolong dalam kategori baik dan sangat baik.

Berbagai artikel dalam jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini dimaksudkan untuk mendesiminasikan hasil-hasil penelitian dan pemikiran dan mengembangkan wacana pengetahuan di kalangan peneliti, akademisi, maupun masyarakat luas. Kami menyadari bahwa dalam penerbitan ini masih ada kekurangan dan kelemahan, untuk itu kami senantiasa terbuka untuk kritikan dan masukan bagi peningkatan kualitas jurnal Analisa ini. Selamat membaca.

Page 5: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

vi Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

DAFTAR ISI

Volume 20 Nomor 01 Juni 2013Halaman 1-132

I S S N : 1 4 1 0 - 4 3 5 0

AnalisaJurnal Pengkajian Masalah Sosial Keagamaan

Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI/08/2012

ISLAM ABOGE : PELESTARIAN NILAI-NILAI LAMADI TENGAH PERUBAHAN SOSIALIslam Aboge : Conserving The Old Values In The Mids of Social Change Sulaiman :: 1-12

DINAMIKA KERUKUNAN INTERN UMAT ISLAM DALAM RELASI ETNISITAS DAN AGAMA DI KALTENGThe Dynamics of Intra-Religious Harmony Within Moslems in Relation Ethnic Religious Issue In Central Kalimantan Joko Tri Haryanto :: 13-24

PROSPEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK SAMBAS Community Development Prospect Of Post-Conflict SambasRuadatul Ulum :: 25-36

JARINGAN SOSIAL GEREJA KRISTEN JAWI WETAN (GKJW) DENGAN PONDOK PESANTREN DI MALANG JAWA TIMURSocial Networks Between East Java Christian Churches (GKJW) and Moslem Boarding Schools in Malang, East Java Retnowati :: 37-50

FILSAFAT MORAL IBN HAZM DALAM KITAB AL-AKHLAq WAS-SIYAR FI MUDAWATI-N-NUFUSMoral Philosophy Of Ibn Hazm In His Book al-Akhlaq was-Siyar fi Mudawati-n-NufusAhmad Tajuddin Arafat :: 51-64

KONSEPSI IMAN MENURUT AL-BAID ĀWI DALAM TAFSIR ANWĀR AT-TANZĪL WA ASRĀR AT-TA’WĪLThe Concept of Im an According to al-Baidāwi’s Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil. Nurul Huda :: 65-74

Page 6: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

viiJurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

AqAID 50 VERSUS AqAID 48(KAJIAN KITAB UMM BARAHIN DI PESANTREN SALAF)Aqaid 50 Versus Aqaid 48(A Study of Umm Barahin Book in Pesantren Salaf) Ahmad Musyafiq :: 75-86

MASJID PULO KAMENG AKULTURASI DAN TOLERANSI MASYARAKAT ACEHPulo Kameng Mosque Acculturation and Tolerance in AcehnessMasmedia Pinem :: 87-98

PENGARUH EFIKASI DIRI, IKLIM KERJA, DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA KEPALA MADRASAH(SURVEY DI MADRASAH IBTIDAIYAH KOTA BEKASI )Effect of Self-Efficacy, Work Climate End Motivation of Achievement Permance Head Madrasah

Farida Hanun :: 99-114

KINERJA PENGAWAS MADRASAH DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAThe Performance of Madrasah’s Supervisor In Daerah Istimewa Yogyakarta ProvinceYustiani :: 115-130

Lembar Abstrak/ Sari :: 131-132

Page 7: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

viii Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Page 8: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Sulaiman

1Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ISLAM ABOGE : PELESTARIAN NILAI-NILAI LAMADI TENGAH PERUBAHAN SOSIAL

SuLAIMANPeneliti Balai Litbang Agama

SemarangJl. Untung Suropati Kav.70

Bambankerep Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601327 Fax. 024-7611386

e-mail: [email protected] Naskah diterima: 6 Februari 2013

Naskah direvisi: 22 Pebruari - 3 Maret 2013

Naskah disetujui: 5 Maret 2013

AbstrAk Komunitas Islam Aboge menghadapi tantangan global yang membawa perubahan pada pola hidup yang lebih dinamis. Komunitas Islam Aboge dapat dibedakan men-jadi dua golongan, yakni Islam “nyantri” dan Islam “nyandi”. Pada era globalisasi, komunitas tersebut telah mengalami perubahan / pegeseran dalam sistem keyaki-nan dan sistem ritualnya karena faktor pembangunan, pendidikan, urbanisasi, dan dakwah. Untuk menjaga kelangsungannya, komunitas Islam Aboge memiliki strate-gi adaptasi tersendiri, yakni strategi adaptasi konservatif dan strategi adaptasi re-sistensi. Strategi adaptasi konservatif dilakukan melalui sistem kekerabatan, sistem pembaitan, dan pembinaan pemerintah. Sementara itu, strategi adaptasi resistensi hanya bersifat toleran terhadap apa saja yang dilakukan pihak lawan. Dengan se-mangat seperti inilah komunitas Islam Aboge dapat melestarikan nilai-nilai warisan budaya leluhur sehingga mampu bertahan hingga sepanjang jaman.

Kata kunci: Islam Aboge, Perubahan Sosial, Strategi Adaptasi

AbstrAct

Islam Aboge community face the global challenge that impact on lifestyle changes were more dynamic. Islam Aboge community can be classified in two categories, namely “Islam Nyantri” and “Islam Nyandi”. In the age of globalization, the community has experienced a change or shift in beliefs and ritual system because of several factors: development, education, urbanization, and religious missionary. In keeping its existence, Islam Aboge community has its own adaptation strategies, namely conservative adaptation strategy and resistence adaptaion strategy. Conservative adaptation strategy carried out through kinship system, religious-path system, and goverment guidance. Meanwhile resistence adaptation strategy were only tolerant of whatever is done by the opponents. With this spirit, Islam Aboge community preserve the value of cultural heritage so it can survive along age.

Keywords: Islam Aboge, Social Change, Adaptation Strategy

SuLAIMAN

Islam Aboge : Conserving The Old Values In The Mids of Social Change

Page 9: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial

2 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

latar Belakang

Dalam perspektif sosiologis, agama bukan hanya sebagai sesuatu yang transenden, melain-kan sebagai sesuatu yang profan berdasarkan realitas sosial dalam memahaminya. Durkheim (1965: 62) mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem kesatuan dari keyakinan dan prak-tek-praktek yang bersifat relatif terhadap hal-hal yang sacred. Hendropuspito (1984: 12) memberi-kan definisi agama sebagai suatu jenis sistem so-sial yang dibuat oleh para penganutnya yang ber-poros pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dapat didayagunakan untuk men-capai keselamatan bagi diri mereka dan masya-rakat luas pada umumnya.

Agama, dalam pengertian seperti ini memiliki peran yang fungsional dalam kehidupan masya- rakat, yakni terbentuknya komunitas yang diikat oleh keyakinan akan kebenaran hakiki yang sama. Atas dasar itu, terbentuklah kelompok-kelompok keagamaan atau komunitas-komunitas agama yang berbeda-beda, sesuai dengan landasan keyakinannya, seperti : Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Agama-agama ini dalam konteks Indonesia diakui sebagai aga-ma yang dipeluk oleh masyarakat Indonesia, se-bagaimana yang terlihat dalam Penetapan Presi-den No 1/PNPS /1965 yang diundang-undangkan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1965, yang menetapkan agama Islam, Kristen, Katho-lik, Hindu, Budha, dan Khonghucu sebagai aga-ma resmi penduduk Indonesia.

Agama-agama tersebut seringkali difahami hanya sekedar simbol yang tidak mampu bertin-dak sebagai basis orientasi hidup manusia, sum-ber etika dan moral, serta spirit dalam mengkon-truksi budaya, karena pemahaman agama tanpa disertai dengan penghayatan dan pengama-lan nilai-nilai yang memadai dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, fungsi agama tidak ber-jalan sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh pemeluk agama, termasuk pemeluk agama lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Kepercayaan keagamaan yang berbasis pada kekuatan spiritualitas lokal yang berkembang di masyarakat cukup banyak, antara lain agama lokal “Sunda Wiwitan” yang dipeluk oleh masya- rakat Sunda di Banten, agama lokal “Wetu Telu” yang dipeluk oleh masyarakat Lombok, NTB, aga-ma lokal “Kaharingan” yang dipeluk oleh masya- rakat Dayak Kalimantan Tengah, dan agama lokal “Parmalim” yang dipeluk oleh masyarakat Batak Sumatera Utara, agama lokal “Alok Todolo” yang dipeluk oleh masyarakat Toraja Sulawesi Sela-tan, dan agama lokal “Merapu” yang dipeluk oleh masyarakat Sumba.

Di Jawa Tengah, salah satu agama lokal yang masih berkembang hingga sekarang adalah agama lokal “Islam Aboge” . Dalam hal ini, Is-lam Aboge yang dimaksud adalah sebuah aliran dalam Islam yang mendasarkan segala aktivitas-nya dengan perhitungan kalender Alif Rebo Wage disingkat Aboge. Kalender Aboge ini merupakan penggabungan kalender perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni : Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing. Oleh penga-nutnya diyakini bahwa kalender perhitungan ini telah dipergunakan oleh para wali sejak abad ke-14. Sampai sekarang, Islam Aboge masih berkem-bang luas di daerah Kabupaten Banyumas, se-perti : Jatilawang, Ajibarang, Rawalo, Pekuncen, Karanglewes, dan Wangon.

Agama-agama lokal tersebut merupakan ke-percayaan tradisional yang lahir dan telah ada sejak lama, bahkan telah ada sebelum agama-agama besar masuk ke wilayah Nusantara, se-perti Hindu, Budha, Kristen, Katholik, Islam, dan Konghucu. Kepercayaan keagamaan ini ber-sifat lokal, bukan aliran kepercayaan dan bukan agama-agama besar, melainkan agama lokal yang dulunya sudah pernah ada dan hingga sekarang tetap bertahan atau berkembang terus serta di-anut oleh sekelompok masyarakat di lingkungan setempat.

Dengan berjalannya waktu, komunitas aga-ma lokal tersebut menghadapi tantangan global yang membawa perubahan pada pola hidup yang

Page 10: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Sulaiman

3Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

lebih dinamis dan kompetitif. Perubahan dapat terjadi pada setiap lapisan, baik dalam lingkup yang luas ataupun perubahan dalam lingkungan yang sempit, seperti keluarga atau suku bangsa. Negara Indonesia memiliki banyak suku bangsa dan dalam perkembangannya perubahan tidak dapat dihindarkan, baik itu perubahan secara lambat (evolusi) ataupun perubahan secara cepat (revolusi). Mudzhar (2006 : 21) melihat bahwa penetrasi globalisasi sebagai bentuk perkemba- ngan baru dari kapitalisme memberikan imbas pada perubahan tata nilai di masyarakat seper-ti perubahan orientasi hidup berdasarkan nilai- nilai tradisional.

Rumusan Masalah

Sehubungan dengan pemikiran tersebut di atas, maka fokus penelitian adalah “Dinamika Agama Lokal Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial”. Ber-dasarkan masalah penelitian (research problem) tersebut, maka pertanyaan penelitian dapat diru-muskan sebagai berikut :

Bagaimanakah pokok-pokok ajaran Islam 1. Aboge yang dianut dan dikembangkan oleh masyarakat saat ini?

Bagaimanakah perubahan atau pergeseran ni-2. lai yang terjadi di masyarakat tersebut?

Bagaimana strategi adaptasi dalam pelesta- 3. rian nilai-nilai ajaran di tengah-tengah peru-bahan?

Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan yang diambil oleh pemerintah benar-benar berdasarkan fakta yang ada di lapangan.

Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digu-

nakan adalah pendekatan kualitatif, yakni suatu pendekatan penelitian yang dimaksudkan untuk menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif, gambaran sis-tematis, faktual dan akurat mengenai fenomena yang diamati.

Penelitian ini berada di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa tengah. Di daerah ini, lokasi penelitian berada di dua daerah, yakni a). Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilwang; dan b). Desa Cikakak, Kecamatan Wangon. Masing-masing wilayah memiliki karakteristik keberagamaan tersendiri. Di Desa pekuncen, sebagian besar komunitas Islam Aboge tergolong Islam Nyandi yang memusatkan aktivitas keagamaannya pada “punden” (makam leluhurnya), yakni Eyang Bonokeling. Sedangkan di Desa Cikakak, sebagi-an besar komunitas Islam Aboge tergolong Islam Nyantri karena sebagian besar telah melaknakan salat lima waktu, tetapi mereka masih kuat de- ngan tradisi-tradisi lokalnya.

Sumber data utama adalah tokoh adat/kasepuhan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan komunitas Islam Aboge. Adapun teknik pen-gumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi metode wawancara, observasi, dan kajian dokumen. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang berkaitan atau informan yang dipilih secara purposif (Purposive or Judgmen-tal Sampling) berdasarkan kriteria tertentu yang diharapkan memiliki informasi yang akurat (En-draswara, 2006:115). Observasi dilakukan guna melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat agama lokal, khususnya adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Kajian dokumen dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang terdokumentasi, seperti naskah-naskah klasik.

Dari hasil pengumpulan data tersebut akan dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif, yang merupakan suatu alur kegiatan yang meli-puti : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Moleong, 2000 : 190). Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan per-hatian, pengabstraksian data kasar dari lapan-gan. Penyajian data dimaksudkan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tin-dakan. Kemudian dilakukan penarikan kesimpu-lan yang juga diverifikasikan selama penelitian berlangsung (Miles and Hubberman, 1992 : 15).

Page 11: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial

4 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Dalam penelitian ini, kerangka pikir yang diban-gun adalah sebagai berikut :

Agama Islam Aboge

Sistem keyakinan

Sistem Ritual

Perubahan sosial

Kelangsungan/continuity

Perubahan sosial

Strategi adaptasi

Adaptasi Konservasi

Adaptasi Resistensi

hasil dan PeMBahasan

Mengenal Komunitas Islam Aboge

a) Sejarah Islam Aboge

Islam Aboge adalah aliran Islam yang men-dasarkan perhitungan bulan dan tanggalnya pada kalender Alif Rebo Wage disingkat Aboge. Dasar penentuan kalender ini diyakini warga Aboge dalam kurun waktu delapan tahun atau satu win-du, yang dimulai dari tahun Alif, ha, jim awal, za, dal, ba, wawu, dan jim akhir. Satu tahun terdiri atas 12 bulan, dan satu bulan ter-diri atas 29-30 hari. Perhitungan ini merupakan penggabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari ber-dasarkan perhitungan Jawa, yakni : Pon, Wage, Kliwon, Legi (Manis) dan Pahing.

Pada awalnya penyusunan sistem kalender ini adalah atas perintah Sultan Agung Hanyakraku-suma sebagai pemegang tertinggi kerajaan Mata-ram waktu itu. Dengan berjalannya waktu terjadi modifikasi dan beberapa penyesuaian, sehingga model penanggalan ini sedikit berbeda dengan apa yang telah ditetapkan pada awalnya oleh Sul-tan Agung. Proses penetapan penanggalan ini di-dasarkan pada kebutuhan umat Islam Jawa akan adanya kepastian waktu dalam menentukan ber-bagai perayaan, semisal Idhul Fitri, Idhul Adha dan awal Ramadhan. Selanjutnya model penang-galan ini menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan

Mataram termasuk ke wilayah Banyumas dan Cilacap pada waktu itu.

Di Banyumas ini ada tiga titik pusat perse-baran komunitas Islam Aboge, yakni di Cika-wong Kecamatan Pekuncen; di Cikakak Keca-matan Wangon; dan di Pekuncen Kecamatan Jatilawang. Ketiga titik pusat ini tidak diketahui titik temunya, akan tetapi jika dilihat dari jaba-tan juru kuncinya, maka masing-masing men-gakui sebagai juru kunci yang ke-12. Jika dilihat dari karakteristik keberagamaanya, komunitas Islam Aboge di Cikawong (Pekuncen) dan di Cikakak (Wangon) lebih banyak diwarnai dengan Islam santri karena telah melakukan salat lima waktu, meskipun sebagian penganutnya masih mengenakan simbol-simbol kejawen, seperti me-makai tudung “iket” dan “tembang” (lagu Jawa) dalam berdzikir. Hal ini berbeda dengan komu-nitas Islam Aboge di Pekuncen Jatilawang yang lebih dominan abangannya. Sementara salat lima waktu, bahkan salat-salat sunat lainnya tidak di-lakukan oleh para penganutnya.

Penyebaran Islam di Banyumas ini erat kai-tannya dengan sejarah Islam di Demak dan Pa-jang. Kedua kerajaan ini telah banyak berjasa dalam mengislamkan tanah Jawa. Pada waktu itu, kedua kerajaan tersebut mengutus beberapa orang untuk mengembara di beberapa daerah, termasuk di Banyumas. Di daerah ini, ada beber-apa kyai yang diutus adalah Kyai Makdum Wali di Pasir Luhur, Kyai Mustholih (Mbah Tholih) di Cikakak, dan Kyai Bonokeling (nama samaran). Karena masih dirahasiakan eksistensinya (ter-masuk namanya) sampai sekarang. Ketiga kyai tersebut memiliki pembagian tugas, yakni Kyai Pasir Luhur bertugas di Banyumas bagian utara; Kyai Cikakak bertugas di Banyumas bagian te- ngah, dan Kyai Bonokeling bertugas di Banyu-mas bagian selatan. Nampaknya, mereka menye-barkan Islam tidak tuntas, sehingga ada beberapa Rukun Islam yang ditinggalkannya.

b) Sistem Keyakinan

Di daerah penelitian, hampir semua masya-rakat beragama Islam, akan tetapi keberaga-maan mereka masih diwarnai oleh adat dan atau

Page 12: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Sulaiman

5Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

tradisi-tradisi lokal, baik di Cikakak ataupun di Pekuncen. Keberagamaan Islam di Cikakak lebih dominan santri karena telah mengamalkan salat lima waktu, tetapi sebagian besar masyarakat masih menggunakan adat-adat istiadat lokal. Se-dangkan di Desa Pekuncen mereka kebanyakan tidak melaksanakan salat lima waktu, tetapi per-caya adanya Tuhan Yang Maha Esa, kitab suci-nya, dan hari akhir/kiyamat. Karena itu, kebera-gamaan masyarakat Islam daerah penelitian dapat digolongkan menjadi dua, yakni Islam Nyantri dan Islam Nyandi. Bagi golongan Islam nyantri berpusat di masjid atau musala/langgar; sedang-kan golongan Islam nyandi berpusat di candi atau makam.

Dalam hal ini, makam yang sangat disakral-kan adalah makam Eyang Kyai Bonokeling di Pekuncen dan makam Kyai Tholih di Cikakak. Kedua makam ini setiap saat dikunjungi oleh banyak orang. Makam Kyai Bonokeling dikun-jungi pada setiap hari nyadran atau unggahan, dan makam Kyai Tholih dikunjungi pada setiap hari Jaro Rojab (27 Rajab). Hal ini menunjukkan bahwa kedua makam tokoh tersebut sebagai pusat kegiatan ritual dan sebagai figur perekat komunitas masyarakat adat dan bahkan masyara-kat umum di daerah ini.

Fenomena semacam ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumitro (juru bicara Kasepu-han) bahwa “wong urip iku angger ora nyantri yo nyandi” (Orang hidup itu jika tidak nyantri ya nyandi). Menurut Ridwan (2008 : 32) kedua is-tilah ini digunakan untuk memilah antara kelom-pok muslim dengan pengamalan Rukun Islam yang lima waktu, sehingga sering disebut sebagai Islam Lima Waktu; dan kelompok muslim yang rukun Islamnya hanya tiga, yakni syahadat, pu-asa, dan zakat, tanpa melakukan salat lima waktu. Karena itu, istilah “nyantri” sama dengan “Islam lima waktu”, sedangkan istilah “nyandi” lebih identik dengan “Islam tanpa salat lima waktu”.

Mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang ada ini berpusat pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka meyakini adanya Tuhan yang disebut “Gusti Allah”, mempercayai adanya Nabi Muha-

mad SAW, mempercayai kitab suci al-Quran, dan percaya adanya hari akhir. Hanya saja, mereka yang menganut Islam Nyandi tidak mau meng-amalkan salat lima waktu. Nampaknya, mereka memiliki pemahaman tentang salat tersendiri karena istilah “salat” dibedakan dengan istilah “sholat”. Baginya, sholat adalah penggautan (pekerjaan) yang suatu saat bisa berhenti dan atau memulai lagi, seperti pekerjaan bertani, berdagang, dan sebagainya. Sedangkan salat merupakan “laku” yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghormati orang, tidak menyakiti hati orang, suka mem-bantu orang yang lemah, dan suka merukunkan orang, dan sebagainya.

Dengan demikian, ajaran yang dipegangi oleh Islam Nyandi adalah rukun iman, artinya percaya kepada Tuhan Allah, Nabi Muhamad, malaikat, kitab al Qur’an, dan percaya pada hari akhirat, bahkan dia mengatakan bahwa kehidupan du-nia ini sebagai lahan untuk nandur (menanam) amal kebaikan dan kelak di akhirat akan menuai hasilnya (panen). Hanya saja, rukun Islam bagi mereka terasa tidak lengkap, yakni hanya syaha-dat, puasa, dan zakat, sedangkan salat lima waktu dan haji tidak dilakukannya. Inilah yang mem-bedakan antara Islam nyandi dan Islam santri. Islam nyandi lebih dominan kejawennya, sedang-kan Islam santri lebih dominan keislamannya.

c) Sistem Ritual

Di daerah ini, berbagai ritual keagamaan di-lakukan oleh masyarakat, baik di Pekuncen atau-pun di Cikakak. Ritual keagamaan tersebut pada umumnya berbentuk selamatan dengan doa-doa bersama. Secara umum, ritual yang diselengga-rakan oleh masyarakat meliputi ritual yang ber-kenaan siklus kehidupan, ritual yang berkenaan dengan siklus ekologi, dan ritual yang berkenaan degan siklus hari suci. Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat adalah muji atau puji-pujian. Adapun tempat kegiatan puji-pujian berada di Bale Pasemuan yang dipimpin oleh kyai kunci. Khusus pada ritual Sura, biasanya dibu-nyikan suara “genjringan” dan “klontangan”, sedangkan pada bulan Ruwah biasanya diseleng-

Page 13: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial

6 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

garakan “sadran” atau “perlon unggahan” yang diikuti oleh ribuan orang dari berbagai daerah, seperti : Adiraja, Adipala (Cilacap). Mereka da-tang ke makam Eyang Bonokeling dengan jalan kaki untuk melestarikan tradisi budaya warisan para leluhurnya.

Di Cikakak, tradisi ritual hari suci yang sa-ngat menonjol adalah “Jaro Rajab”, yakni suatu tradisi diselenggarakan pada setiap bulan Rajab, tepatnya tanggal 27. Pada hari dan bulan ini, ribuan orang datang ke Cikakak tanpa koordi-nasi, tanpa undangan, dan atau pemberitahuan. Mereka membawa bahan-bahan makanan, se-perti: beras, sayuran, lauk pauk, dan hewan sem-belihan (kambing, bahkan sapi). Mereka makan bersama dengan masakan yang telah disediakan. Bahkan, di saat ini pula terdapat sebuah prosesi arak-arakan untuk mengusung nasi tumpeng be-sar ke makam Kyai Tholih. Makanan ini menjadi rebutan para peziarah setelah diberi doa oleh juru kunci karena dipandang memiliki berkah bagi ke-hidupan manusia.

Perubahan/Pergeseran Ajaran

Di era globalisasi sekarang ini, komunitas tersebut telah mengalami perubahan/perge- seran, meskipun tidak signifikan. Dalam masalah keyakinan, kepercayaan masyarakat masih terasa sulit terjadinya perubahan, akan tetapi dalam masalah ritual telah banyak perubahan karena beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang men-dorong terjadinya perubahan/pergeseran itu adalah globalisasi pembangunan, pendidikan, urbanisasi, dan dakwah. Keempat aspek ini tid-ak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya karena semuanya saling berkaitan.

Bentuk-bentuk perubahan ajaran Islam Aboge di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi tiga aspek, yakni perubahan dalam as-pek keyakinan, perubahan dalam aspek ritual, dan perubahan dalam aspek peribadatan. Untuk lebih jelasnya, perubahan-perubahan tersebut di-uraikan sebagai berikut:

a) Perubahan dalam Aspek Keyakinan

Bagi kelompok Islam nyantri, sistem keyaki-

nan terlihat dalam rukun iman yang enam, yakni percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya pada rasul-rasul Allah, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya kepada takdir baik dan buruk, dan percaya kepada hari akhir. Ber-beda dengan kelompok Islam nyandi yang pusat keyakinannya kepada Gusti Allah dan penghor-matan kepada roh leluhur, khususnya “Eyang Panembahan Bonokeling”. Baginya, beragama Is-lam yang paling penting adalah membaca “sadat” (maksudnya kalimat syahadat), yakni kesaksian terhadap Gusti Allah. Meski demikian, sebagian masyarakat sudah mengalami perubahan karena sudah berfaham sebagaimana Islam santri.

Di Pekuncen, Islam yang tergolong taat (san- tri) nampaknya sudah mengalami perkembangan. Keberagamaan mereka dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni Islam yang berfaham Salafiyah dan Islam yang berfaham Nahdhiyah (NU). Is-lam salafiyah ditengarai oleh simbol-simbol yang dikenakannya dan keyakinan yang dikembang-kannya. Simbol yang dikenakan terlihat pada pa-kaian celana cingkrang dan berjenggot panjang. Sedangkan ciri keyakinan adalah mereka sangat ekstrim terhadap bid’ah dan khurafat. Kelompok yang berfaham seperti ini, dikembangkan oleh Muhamadiyah, Jamaah Tabligh, dan Jamaah Salafi. Oleh masyarakat, kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang fanatik dan atau ekstrim garis keras.

Berbeda dengan itu, komunitas Islam Aboge desa Cikakak mayoritas berfaham NU, namun sebagian ada yang berfaham Muhamadiyah. Hal ini ditandai dengan salat teraweh sebanyak 23 rekaat bagi NU dan 11 rekaat bagi Muhamadiyah. Demikian juga dalam salat Jumat yang hanya memakai azan satu bagi Muhamadiyah, dan adz-an dua bagi NU. Di kalangan NU ini juga terli-hat ada dua faham, yakni faham NU Asapon dan faham NU Aboge, tetapi sebagian besar adalah faham NU Aboge, terutama yang berada di dae-rah dukuh Cikakak. Biasanya Asapon mengikuti Islam secara nasional, terutama dalam mengikuti lebaran, sedangkan Aboge mengikuti fahamnya sendiri yang sudah diwariskan oleh leluhurnya

Page 14: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Sulaiman

7Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

secara turun temurun.

b) Perubahan dalam Aspek Ritual

Substansi ritual tidak mengalami peruba-han melainkan hanya pada aspek peserta dan materialnya. Hal ini terlihat pada upacara ritual unggahan, udunan, khitanan, ijaban, sedekah bumi, dan mlebon. Tradisi unggahan yang di-maksudkan adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat untuk menyongsong datangnya bulan Puasa atau Ramadan, sedangkan tradisi udunan atau turunan merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat untuk meng-hormati usainya bulan Ramadan. Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa kegiatan unggahan sebagai persiapan bagi para petani dalam meng-hadapi musim tanam padi, sedangkan kegiatan turunan sebagai tanda syukur dalam mengahapi musim panen. Hal ini menggambarkan dialog budaya petani dengan budaya Islam sebagaimana sejarah asal tokoh leluhur yang bertujuan untuk membuka lahan pertanian dan sekaligus dalam penyebaran agama Islam.

Kedua macam tradisi ini merupakan tradisi ritual paling besar yang diselenggarakan oleh komunitas Islam Aboge di daerah Pekuncen, Ja-tilawang. Meskipun kedua tradisi tersebut masih sangat kuat, akan tetapi secara berangsur-angsur telah mengalami penurunan, terutama bagi pe-serta yang mengikutinya. Meskipun demikian, kegiatan tradisi unggahan dan turunan masih tergolong semarak dilakukan oleh masyarakat. Tradisi ini memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang sangat tinggi, seperti kebersamaan, kerukunan, dan kedamaian. Nilai-nilai adat semacam ini ber-jalan dengan baik, karena pada hakikatnya ham-pir sama dengan nilai “ziarah” ke makam para wali.

Dalam masalah khitanan, anak-anak pada ja-man dahulu selalu di-sowan-kan ke atas (makam Bonokeling) untuk minta doa keselamatan dan kesembuhan, kemudian dilakukan selamatan di rumah bedogol. Namun sekarang tidak se-muanya diajak ke makam itu terutama bagi sese-orang yang memiliki keyakinan kegamaan yang kuat. Akan tetapi, bagi yang memiliki keyakinan

tradisi yang kuat, maka mereka tentu tidak akan lepas dari itu. Demikian juga ketika akan nikah, kedua calon penganten yang masih bujang dan atau perawan harus diajak ke makam Eyang Kyai Bonokeling oleh Bedogol. Jika salah satu diantara mereka sudah pernah menikah (baik duda atau atau janda), maka keduanya tidak diperkenankan untuk sowan ke makam Eyang Bonokeling. Akan tetapi, sebagian di antara mereka tidak mesti dia-jak ke makam lagi karena pergeseran keyakinan atau faktor lain.

Acara sedekah bumi, biasanya diselenga-rakan pada setiap bulan Apit, tepatnya pada hari Selasa Kliwon di bulan itu. Upacara ini dimasud-kan untuk mengungkapkan rasa syukur atas lim-pahan rizki dan keselamatan atas warga masya-rakat desa. Selain itu, sedekah bumi dimaksudkan sebagai bentuk pelestarian adat budaya daerah sehingga bermakna pula sebagai wujud menjaga keselamatan warga dari berbagai malapetaka atau musibah. Karena itu, masyarakat memberi-kan sedekah kepada bumi yang telah menghasil-kan beberapa hasil bumi tersebut untuk kebutu-han manusia dan sebagai tempat hidup di muka bumi ini.

Dalam masalah “mlebon” juga terdapat pe-rubahan karena dahulu tradisi ini merupakan sesuatu yang “wajib” bagi masyarakat Pekuncen. Biasanya, sebelum nikah/kawin atau masih bu-jang/perawan, mereka sudah mengikuti upacara “mlebon”. Namun, sekarang ini mereka terka-dang sudah berusia lebih dari 17 tahun, bahkan sudah menikah, sehingga usianya bisa menca-pai lebih dari 25 tahun, bahkan sudah usia tua. Lebih dari itu, tradisi mlebon seolah-olah bukan merupakan kewajiban sehingga orang tua tidak bisa memaksa anak-anaknya, dan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dengan kata lain, orang tua tidak bisa memaksanya kecuali kesadaran anak itu sendiri.

c) Perubahan dalam Aspek Peribadatan

Dalam hal ini, sistem peribadatan yang di-maksudkan adalah ibadah salat, ibadah zakat, dan ibadah puasa. Dalam masalah salat, sekarang sudah banyak yang melaksanakannya, terutama

Page 15: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial

8 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

pada anak-anak sekolah. Hal ini terbukti bahwa ketika Jumatan banyak anak-anak dan sebagian orang dewasa yang salat di masjid. Demikian juga pada saat salat harian, ada beberapa orang yang salat, meskipun jumlahnya tidak banyak tetapi tetap ada jamaahnya.

Dalam masalah zakat, khususnya zakat fit-rah sudah banyak yang melaksanakan zakat 2,5 kg sesuai dengan ajaran fiqh. Biasanya, hal ini dilakukan oleh anak-anak atau penganut Islam aktif atau Islam santri. Karena itu, zakat fitrah se-bagian diserahkan kepada pengurus takmir mas-jid dan sebagian diserahkan kepada kazim atau modin. Kemudian hasil perolehan dari kedua macam zakat tersebut diserahkan lagi kepada Balai Desa untuk dibagikan kepada masyarakat miskin di desa ini. Dalam masalah puasa, seka-rang tidak ada lagi yang puasa sirrih sehingga di-laksanakan jam tiga pagi dan berakhir pada ter-benamnya matahari (sekitar jam enam sore). Hal ini dikarenakan telah terpengaruh oleh masya-rakat sekitar pada umumnya yang melaksanakan puasa sejak terbit fajar (pagi) hingga terbenam-nya matahari.

d) Strategi Adaptasi di tengah Perubahan So-sial

Adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam mengha-dapi perubahan-perubahan di masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa bertahan sehingga mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan atau menyesuaikan lingkungan dengan dirinya. Jika mereka tidak mampu ber-adaptasi dengan kondisi-kondisi yang berubah, maka dapat dipastikan eksistensinya akan punah (Winich, 1977: 5). Menurut Mustafa Fahmi (dalam Sobur, 2003: 526) mengatakan bahwa adaptasi merupakan suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakukan guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan. Karena itu, dalam strategi adaptasi memungkinkan adanya reproduksi atau konservasi dan resistensi budaya bagi identitas minoritas pada umumnya (Jamil, 2012 : 84).

Meskipun terjadi perubahan/pergeseran

dalam berbagai aspek kehidupan keagamaan, termasuk kehidupan kepercayaan keagamaan komunitas Islam Aboge di Banyumas, akan tetapi masih ada bagian-bagian yang masih tetap berta-han hingga sekarang. Karena itu, strategi adapta-si yang dilakukan oleh komunitas Islam Aboge di daerah tersebut, sebagai berikut:

Strategi Adaptasi Konservatif

Ada beberapa strategi adaptasi yang beperan untuk menjaga nilai-nilai Komunitas Islam Aboge di daerah ini, antara lain :

1) Sistem Kekerabatan

Di daerah ini, sistem kekerabatan dibangun melalui hubungan antara kerabat kyai kunci dan kerabat wakil kyai kunci (bedogol). Masing-masing memiliki jaringan yang disebut “anak putu”, dan anak putu itu tersebar ke berbagai daerah, seperti Adiraja, Kroya, Daun Lumbung, dan sebagainya. Setiap tahun, semua anak putu tersebut berkumpul menjadi satu dalam upacara ritual, seperti: tradisi unggahan atau sadran, tu-runan, suronan, muludan, dan sebagainya. Ber-kumpulnya anak putu tersebut karena diikat oleh leluhurnya, dan leluhur yang bersifat kharismatik dan sangat disakralkan sehingga menjadi sentral dalam berbagai aktivitas sosial keagamaan / ke-masyarakatan adalah “Eyang Kyai Bonokeling” di Pekuncen, Jatilawang.

Konon, ia berasal dari Pasir Luhur di Purwo- kerto, sebuah daerah yang merupakan daerah be-kas kerajaan di Pejajaran. Kedatangan Bonokeling ke Pekuncen adalah dalam rangka babad alas un-tuk membuka lahan pertanian. Namun, dalam perkembangannya ia juga mengembangkan aga-ma Islam versi kejawen. Ia mempunyai seorang isteri bernama Mbah Kuripan dan dikarunia empat orang anak, yakni: Dewi Pertimah ting-gal di desa Tinggarwangi; Gandabumi tinggal di Kepungla; Danapada tinggal di Pekuncen, dan satu lagi tinggal di Adiraja, Cilacap. Keturunan Danapada menurunkan secara estafet sebagai juru kunci di makam Eyang Bonokeling ini, dan juru kunci pertama adalah seorang perempuan, yakni “Ni Cakrapada”.

Page 16: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Sulaiman

9Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Di Pekuncen, juru kunci yang pernah men-jabat dari awal hingga sekarang adalah sebagai berikut : 1). Cakra Pada, 2). Soka Candra, 3). Candrasari, 4). Raksa Candra, 5). Praya Bangsa, 6). Pada Sari, 7). Singa Pada, 8). Jaya Pada, 9). Partareja, 10). Arsapada, 11). Karyasari, 12). Me-jasari, 13). Kartasari. Mereka adalah pemimpin spiritualitas tertinggi di kalangan komunitas Is-lam Kejawen Bonokeling yang memiliki tanggung jawab mengayomi dan melestarikan adat istiadat dan atau nilai-nilai agama lokal. Karena itu, kyai kunci harus dipilih secara ketat melalui musya-warah seluruh anggota komunitas (anak cucu atau kerabat-kerabatnya). Sedangkan calon kyai kunci diambil dari keluarga kyai kunci yang ber-asal dari turunan wali (garis laki-laki), baik jalur menyamping atau jalur ke bawah.

Berbeda dengan struktur kyai kunci di Cikakak, yang terdiri atas tiga juru kunci, yakni kunci dalam, kunci tengah, dan kunci bawah (lebak). Masing-masing juru kunci mempunyai fungsi yang sama, yakni sowan (mengantarkan) bagi saudara-saudara yang bermaksud ziarah ke makam Mbah Tholih. Akan tetapi, ada perbedaan dalam sistim pengangkatannya. Juru kunci dalam dipilih berdasarkan trah laki-laki, sedangkan juru kunci tengah dan juru kunci bawah dipilih berdasarkan trah perempuan. Juru kunci dalam bisa menghantarkan langsung ke makam Mbah Tholih, akan tetapi juru kunci lainnya harus min-ta ijin terlebih dahulu kepada juru kunci utama, yakni Bambang Jauhari. Dengan demikian, fung-si juru kunci adalah sama, yakni mengantarkan para penziarah yang akan sowan (munggah) ke makam Mbah Tholih.

2) Sistem Ketarekatan

Di dalam organisasi tarekat terdapat sis-tem yang dapat mengikat hubungan antara guru murid, yang dinamakan “baiat”. Dalam hal ini, Nazarudin Umar (2012) menjelaskan bahwa baiat adalah janji setia dari calon murid atau sa-lik kepada guru mursyid. Komunitas Islam Aboge memiliki sistem yang mengikat antara pengikut / jamaah dan guru spiritualnya. Dalam keadaan seperti ini, mereka dapat merekrut suatu anggota

ke dalam komunitas Islam Aboge. Di Pekuncen, cara-cara yang dilakukan adalah pendaftaran anak putu yang dikenal istilah “mlebon”. Biasan-ya, prosesi ini dilakukan ketika anak masih beru-sia muda atau remaja. Bagi anak perempuan, usianya setelah menginjak 17 tahun dan laki-laki telah berusia 12 tahun. Hal tersebut terkadang ditengarai dengan “sunatan” bagi laki-laki dan “tindikan” bagi perempuan.

Di Cikakak, setiap tahun juga ada pertemuan umum regenerasi baru, yang dikenal dengan “pembaiatan”. Oleh Suyitno, pertemuan ini di-namakan “Dawuh Pangandiko” sesepuh Saka-tunggal, yakni mbah “Nawirja”, yang telah beru-sia sekitar 90 tahun. Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat yang tidak hanya dari Desa Cikakak melainkan dari daerah-daerah lain yang sefa-ham dengan Islam Aboge, seperti Cilacap, Purba-lingga, dan Tegal. Pada kesempatan ini, sesepuh Sakatunggal memberikan wejangan atau pitutur (nasehat) kepada umatnya, khususnya berkenaan dengan pembinaan mental, seperti keikhlasan, kejujuran, dan sebagainya.

Dengan demikian, sistem ketarekatan yang dikenal dengan baiat atau mlebon dapat mengga-lang kesatuan dan membentuk jaringan yang kuat antara sesama penganut/jamaah sehingga komu-nitas Aboge dapat berkembang dan eksis hingga sekarang. Hal ini terlihat pada saat upacara ritual “unggahan” atau “sadranan” di Pekun-cen, dan upacara ritual “Jaro Rojab” di Cikakak, yang keduanya diikuti oleh ribuan orang. Mereka berkumpul tidak hanya di sekitar makam leluhur (Eyang Bonokeling dan Mbah Tholih), melainkan dari berbagai daerah, utamanya di Kabupaten Banyumas dan Cilacap. Hal ini dimungkinkan terkait dengan tradisi ziarah atau sowan ke makam leluhurnya.

3) Sistem Kepatuhan

Komunitas Islam Aboge memiliki kepatu-han yang sangat tinggi terhadap pimpinannya. Kepatuhan tersebut terlihat pada aktivitas ritual yang hampir tak pernah surut pada setiap ta-hunnya, seperti ritual “unggahan atau sadran”. Tradisi ini sebagai ritual adat yang paling be-

Page 17: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial

10 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

sar, khususnya di daerah Pekuncen, Jatilawang. Acara ini dihadiri oleh ribuan orang penganut Islam Aboge yang masih kuat dengan tradisi, se-perti jalan kaki hingga puluhan kilometer. Mereka sangat patuh terhadap aturan-aturan adat, mes- kipun di era modern sekarang ini. Sementara itu, banyak kendaraan bermotor dua roda dua atau roda empat (transportasi umum), tapi mereka tetap melaksanakan tradisi leluhurnya.

Karena itu, mereka juga seringkali berkomu-nikasi dan berkonsultasi kepada pihak kasepuhan dan meminta pertolongan dalam masalah apapun, termasuk berkenaan nasib atau hajat pribadi dan atau keluarganya, seperti : akan membuka usaha dagang, akan bepergian jauh, bahkan akan men-cari jodoh. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada ketakutan bagi komunitas ini jika tidak mema-tuhi apa yang diajarkan atau diperintahkan oleh kasepuhannya. Dalam kehidupan masyarakat, hal semacam ini dikenal dengan istilah “ora elok” atau “pamali” , yakni tata aturan adat yang tidak boleh dilanggar oleh penganutnya. Jika dilanggar maka kemungkinan akan terjadi sesuatu, seperti : sakit, hidupnya menderita. Istilah ini dikenal juga dengan istilah “kualat” yang dipandang se-bagai sangsi spiritual yang berakibat buruk bagi seseorang.

Dengan demikian, ada beberapa nilai yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat pemeluk-nya karena bisa menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut terwujud dalam tata kehidupan manusia sehari-hari, baik yang menyangkut hubungannya dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, dan hubu-ngan dengan lingkungannya. Hal semacam inilah yang dapat memperkuat keyakinan masyarakat sehingga mempertahankan kearifan lokal yang terdapat dalam adat istiadat dan tradisi-tradisi hingga sekarang.

b) Strategi Adaptasi Resistensi.

Kenyataannya, kedua masyarakat Pekuncen dan Cikakak banyak mengalami perubahan - pe-rubahan, terutama dalam melaksanakan adat dan tradisi, seperti unggahan atau sadran dan jaro Rojab. Mereka kebanyakan adalah para pemuda

dan anak-anak yang sudah berinteraksi dengan dunia luar dan telah mengenyam pendidikan sekolah, terutama sekolah lanjutan. Sekarang ini, banyak anak-anak yang telah dimasukkan ke lembaga pendidikan oleh orang tuanya sejak kecil, seperti : TK, SD. Dalam pendidikan terse-but, mereka sudah diajarkan tentang pendidikan agama Islam, sehingga berpengaruh terhadap se-bagian orang tuanya untuk menjalankan agama dengan baik, seperti salat dan puasa.

Menghadapi kenyataan yang demikian ini, Kyai Wiryatpada sudah memahaminya dan mem-prediksinya, sebagaimana yang dikatakan oleh para sesepuh terdahulu, sebagai berikut :

“besok yen bumi tuwo, utawi sengoro, bumi sete-ngah meh lan anak putu setengah emoh” (besok jika bumi tua atau sengsara, maka bumi itu hampir hancur, dan anak cucu setengah menolak).

Kata-kata seperti itu sudah terbukti di dalam kehidupan jaman sekarang ini. Meskipun para sesepuh merasakan keresahan dan kekhawati-rannya terhadap keadaan itu, sehingga generasi sekarang ini sudah banyak yang tak peduli de-ngan nilai-nilai tradisi, tetapi para sesepuh tak berani mengingatkan dan nampaknya hanya membiarkan saja. Pandangan semacam ini ber-beda dengan komunitas Aboge yang ada di Adira-ja, Adipala, Cilacap, di mana para sesepuh be-rani mengajak dan setengah memaksa harus ikut tradisi leluhurnya, jika tidak mau maka ia akan dikeluarkan dengan adat tradisi itu. Karena itu, para sesepuh tidak fanatik dan lebih bersifat to-leran terhadap perubahan-perubahan di masya-rakat.

Sebagai langkah antisipatif terhadap gang-guan atau tekanan pihak luar, maka kelompok kasepuhan mengadakan aktivitas internalisasi nilai yang dipegangi oleh para sesepuhnya. Ka-mus Bahasa Indonesia (2005 : 187) mengartikan internalisasi sebagai penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaraan akan kebenaran dok-trin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi nilai yang dimaksudkan adalah sebagai suatu proses atau cara menanam-kan nilai-nilai normatif yang menentukan ting-

Page 18: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Sulaiman

11Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

kah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang mendidik sesuai dengan tuntunannya.

Komunitas Islam Aboge di daerah ini tidak memiliki cara-cara khusus mengajarkan nilai-ni-lai tradisi kepada penganut atau anak putu-nya, tetapi hanya dilakukan melalui tradisi tutur atau lesan. Tradisi ini dikenal dengan istilah “Turki”, artinya pituturing para kaki (nasehatnya orang-orang tua). Tradisi tutur ini tidak hanya dilaku-kan dalam kehidupan keluarga, melainkan juga dalam kelompok atau komunitas anak putu. Bi-asanya, cara pengajarannya dilakukan melalui oral dari mulut ke mulut sesuai dengan keyakin-annya, yakni ajaran tidak boleh ditulis di atas ker-tas, melainkan ditangkap dengan hati dan pikiran yang jernih. Karena itu, setiap ada aktivitas ritual adat, para sesepuh senantiasa memberikan ara-han kepada anak cucu dan masyarakat umum.

PenutuP

Komunitas Islam Aboge di Banyumas dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni komu-nitas Islam Aboge Santri (Islam Nyantri) dan komunitas Islam Aboge Candi (Islam Nyandi). Komunitas Islam yang pertama memiliki ciri-ciri telah mengamalkan ibadah salat (wajib dan su-nah). Komunitas Islam yang kedua memiliki ciri-ciri tidak mengamalkannya. Namun, keduanya tetap mengakui Islam sebagai agamanya dan meyakini adanya Tuhan Allah, Nabi Muham-mad, dan hari akhirat. Selain itu, mereka juga melaksanakan amal ibadah puasa Ramadan dan zakat fitrah. Di era globalisasi, kedua komunitas tersebut telah mengalami perubahan, baik dalam aspek keyakinan ataupun dalam aspek ritual.

Untuk menjaga sistem keyakinan dan sistem ritual tersebut, komunitas Islam Aboge memiliki strategi adaptasi konservasi dan strategi adaptasi resistensi sehingga dapat bertahan hingga seka-rang. Strategi adaptasi konservatif dilakukan melalui sistem kekerabatan sehingga terbentuk jaringan anak putu di berbagai daerah. Sistem jaringan ini dikembangkan juga melalui sistem baiat antara guru-murid, dan atau sistem “mle-bon” antara tokoh kasepuhan dan anak putu.

Lebih dari itu, ada sistem pembinaan oleh pemer-intah yang menjadikan “Desa Adat” sebagai pe-lestarian nilai-nilai leluhur agar terjaga dengan baik. Sementara itu, strategi adaptasi resistensi dilakukan melalui internalisasi nilai dan sarese-han-saresehan serta bersifat tolerance terhadap apa saja yang dilakukan oleh pihak lawan.

daftaR Pustaka

Durkheim, Emile. 1965. The Elementary Forms of Religious Life. New York : The Free Press.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Te-knik Penelitian Kebudayaan, Idiologi, Epis-temologi, dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Widiatama.

Hendropuspito. 1984. Sosiologi Agama. Yo-gyakarta : Penerbit Kanisius

Jamil, Muhsin. 2012. Dinamika Identitas dan Strategi Adaptasi Minoritas Syiah di Jepara. Semarang: Program Doktor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang

Miles and Hubberman. 1992. Expanded Sources, Books, Qualitative Data Analysis. Sage: Pub-lications

Moleong, Lexy. J. 2000. Metode Penelitian Kual-itatif. Bandung: Penerbit Rosda Karya.

Mudzhar, M. Atho’. 2006. Evaluasi Kebijakan Teknis Kelitbangan dan Kediklatan. Jakar-ta : Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI

Ridwan, dkk. 2008. Islam Kejawen, Sis-tem Keyakinan dan Ritual Anak Cucu Ki Bonokeling. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia

Suharsa dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Be-sar Bahasa Indonesia Edisi Lux. Semarang: CV. Widyakarya.

Wininch, Charles.1977. Dictionary of Anthropol-

Page 19: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Islam Aboge : Pelestarian Nilai-Nilai Lama Di Tengah Perubahan Sosial

12 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ogy. New Jersey: Littlefield, Adam & CoDokumentasi:Monografi Desa Cikakak, Kecamatan Wangon,

Kabupaten Banyumas, tahun 2011Monografi Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, tahun 2011

Page 20: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Joko Tri Haryanto

13Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

DINAMIKA KERUKUNAN INTERN UMAT ISLAM DALAM RELASI ETNISITAS DAN AGAMA DI KALTENG

The Dynamics of Intra-Religious HarmonyWithin Moslems in Relation Ethnic Religious Issue

In Central Kalimantan

Joko TrI HAryANToBalai Penelitian dan Pengembangan

Agama SemarangJl. Untung Suropati Kav. 70

Bambankerep, Ngaliyan, SemarangTelp. 024-7601327 Fax. 024-

7611386 e-mail: [email protected]

Naskah diterima: 6 Februari 2013Naskah direvisi: 22 Pebruari -

3 Maret 2013 Naskah disetujui: 5 Maret 2013

AbstrAk Agama Islam dianut oleh sebagian besar penduduk Kalimantan Tengah yang terdiri dari berbagai etnis seperti Dayak, Banjar, Jawa, Madura, dan lainnya. Penelitian ini mengkaji dinamika hubungan intern umat Islam dalam konteks relasi etnisitas dan agama di Kalimantan Tengah. Permasalahannya adalah bagaimana dinamika hubungan inten umat Islam, faktor pendukung kerukunan, dan strategi adaptasi membangun harmoni di Kalimanta Tengah. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, Focus Group Discussion (FGD), dan telaah dokumen. Hubungan intern umat Islam di Kalimantan Tengah diwarnai dengan tanggapan terhadap konflik etnis tahun 2001 antara Etnis Dayak dan Madura. Faktor yang mendukung kerukunan yang tercapai saat ini antara lain adanya daya tawar budaya, simbiosisme ekonomi, peran tokoh masyarakat, dan peran pemerintah. Adapun strategi adaptasi yang dilakukan untuk memelihara harmoni dilakukan secara kultural dengan revitalisasi dan akulturasi budaya dan nilai-nilai lokal, serta secara struktural dengan politik uniformitas baik yang dilakukan oleh pranata Adat Dayak maupun pemerintah Kalimantan Tengah.

Kata kunci: Kerukunan, Budaya Dominan, Politik Uniformitas, Strategi Adaptasi

AbstrAct

Islam is professed by the majority of people in Central Kalimantan who consists of various ethnic groups such as the Dayak, Banjar, Javanese, Madurese, and others. This study discusses about the dynamics of internal relationship among Muslim in the context of the relationship of ethnicity and religion in Central Kalimantan. The problems are how the dynamics of the internal relationship amongst Muslims in Central Kalimantan and what factors are supporting to the reconciliation and adaptation strategies to build harmony amongst them. This research was carried out with the qualitative approach in which data were collected through interviews, observation, Focus Group Discussions (FGD), and document review. The results of the study show that the internal relations among Muslims in Central Kalimantan was coloured by the responses to the ethnic conflict in 2001 between Dayaknese and Madurese. The study can also reveal that the factors which support to the achieved-harmony today are include the bargaining power of the culture, economic simbiosism, the roles of both community leaders and the local goventment. The adaptation strategies carried out to maintain the harmony were conducted in two ways: culturally (revitalizing and acculturating cultures and local values) and structurally (political uniformity which is performed not only by the social institution of Dayaknese but also by the local government of Central Kalimantan).

Keywords: Harmony, Dominant Culture, Politics Uniformity, Adaptation Strategies

Joko TrI HAryANTo

Page 21: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama Di Kalteng

14 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Kebhinekaan yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia merupakan kekayaan sosial budaya yang luar biasa. Kenyataannya Bangsa Indonesia bukan saja Bhineka dalam suku, agama, dan ras, tetapi juga tingkat evolusi kebudayaannya, mulai dari masyarakat sangat sederhana sampai paling kompleks (Hikam, 2000:14). Kebinekaan ini di satu sisi menjadikan hubungan simbiosis mutu-alisme antar segmen masyarakat dapat terjalin, sebagai struktur fungsional dalam kehidupan sosial. Namun, kebinekaan juga disadari da-pat menjadi sumber konflik yang akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bermasya-rakat, apabila tidak dikelola oleh anggota masya-rakat dengan baik.

Individu-individu dalam masyarakat dengan konfigurasi pemilahan sosial yang terkonsolidasi cenderung lebih mudah melakukan subyektivi-tas konflik. Mereka juga lebih mudah untuk me-nerjemahkan konflik yang menyangkut kondisi obyektif (objective conflict) menjadi konflik yang menyangkut pribadi (subjective conflict), misal-nya konflik mengenai persoalan ekonomi atau kriminal biasa berkembang menjadi konflik et-nik atau konflik agama, baik konflik antar agama yang berbeda (inter-religious conflict) maupun konflik antar umat satu agama (intra-religious conflict) (Tumanggor et.al, 2009:11-12).

Umat Islam juga mengalami pemilahan so-sial. Oleh karena pemahaman keagamaan, etnisi-tas pemeluknya, afiliasi organisasi kemasyarakat-an, bahkan aspirasi politik. Suatu pemahaman keagamaan dapat pula mendorong munculnya gerakan keagamaan atau menjadi kelompok keagamaan tertentu yang membedakan dirinya dengan kelompok pemahaman yang lain. Ormas atau organisasi kemasyarakatan bisa muncul membawa aspirasi pemahaman keagamaan, ak-tivitas keagamaan, aktivitas sosial dan ekonomi, maupun politik tertentu.

Konfigurasi umat Islam yang semacam ini juga dapat saja saling kelindan satu aspek dengan

aspek yang lain. Suatu ormas Islam bisa saja di-ikuti oleh berbagai etnis, berbagai kelompok pro-fesi, maupun memiliki beberapa aktifitas sosial, ekonomi, atau politik. Demikian juga dimung-kinkan ada ormas yang anggotanya merupakan bagian dari anggota ormas-ormas yang lain. Konfigurasi lintas ini tentu dapat membangun di-namika yang positif dalam hubungan antarumat Islam sendiri. Dengan adanya keanggotaan silang dalam kelompok-kelompok di masyarakat, maka interaksi antarkelompok bisa terjadi secara lebih intens dalam konfigurasi tersebut.

Namun demikian, konfigurasi umat Islam tidak dipungkiri juga menjadi potensi pemilahan sosial yang rawan konflik. Segregasi sosial akibat pemilahan ini memungkinkan munculnya batas-batas budaya (cultural boundaries). Perasaan kelompok bisa terbangun dalam bentuk senti-men kelompok ormas, maupun kelompok etnis yang semakin mempertegas batas-batas tersebut. Batas-batas budaya ini apabila mengalami ke-tegangan maka dapat berpotensi menjadi konflik antarkelompok. Namun sebaliknya, batas-batas budaya ini dapat menjadi cair dan lentur oleh karena intensitas interaksi, penerimaan, dan tole-ransi satu kelompok atas kelompok yang lain.

Bercermin dari pengalaman di Kalimantan Tengah yang pernah mengalami konflik sosial, yakni antar suku Dayak dan Madura, ternyata masyarakat memiliki strategi adaptasi yang baik dalam rangka penyelesaian konflik. Masyarakat Kalimantan Tengah berhasil dengan cepat memu-lihkan situasi, bahkan merehabilitasi hubungan lebih cepat dari wilayah lainnya, misalnya konflik di Kalimantan Barat yang juga melibatkan etnis Madura (Cahyono, 2008). Hal ini diharapkan dapat menjadi model kerukunan di masyarakat, maupun penyelesaian konflik sosial, khususnya kerukunan intern umat Islam dalam berbagai konfigurasi sosialnya.

Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan:

Page 22: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Joko Tri Haryanto

15Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Bagaimana dinamika hubungan intern umat 1. Islam di Kalimantan Tengah?

Apa faktor pendukung kerukunan di Kaliman-2. tan Tengah?

Bagaimana strategi masyarakat dalam men-3. jaga harmoni di Kalimantan Tengah?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika hubungan intern umat Islam, faktor pendukung kerukunan intern-umat Islam, dan strategi adaptasi masyarakat dalam menjaga harmoni di Kalimantan Tengah. Adapun manfaat penelitian ini secara teoretik diharapkan memberi informasi dan melengkapi hasil-hasil kajian tentang persoalan keruku-nan umat beragama di masyarakat, khususnya kerukunan intern umat Islam di Kalimantan Te-ngah. Adapun manfaat praktis dari hasil pene-litian ini adalah 1) untuk bahan penyusunan kebijakan dalam bidang kehidupan beragama terutama masalah kerukunan intern umat ber-agama, khususnya umat Islam oleh Kementerian Agama terutama Pusat Kerukunan Umat Beraga-ma (PKUB), dan Direktorat Jenderal Bimas Is-lam; 2) bahan evaluasi terhadap rehabilitasi dan pemulihan kerukunan masyarakat di Kalimantan Tengah pasca konflik 2001 bagi pemerintah khu-susnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan persoa-lan kerukunan di Kalimantan Tengah; dan 3) ba-han penyusunan strategi resolusi konflik, rehabil-itasi dan pemulihan kerukunan pada kasus-kasus konflik di masyarakat bagi pemerintah pusat dan daerah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang kerukunan dan resolusi konflik.

Kerangka Teoretik

Dinamika hubungan dalam penelitian ini adalah kondisi relasi sosial yang dilakukan antarelemen umat Islam dalam konteks waktu dan tempat. Relasi sosial ini meniscayakan ke-mungkinan terjadinya kohesi maupun segregasi sosial sebagai akibat dari tanggapan masyarakat

terhadap persoalan yang melingkupi dirinya. In-ternumat Islam adalah bagian-bagian dari struk-tur sosial masyarakat yang memeluk agama Is-lam, dan kaitannya dengan masyarakat muslim atau umat Islam sebagai bagian dari identitas diri yang mencakup identitas etnis dan identitas organisasi sosial. Dengan demikian penelitian ini tentang kondisi yang dinamis dari hubungan antarelemen dalam masyarakat Islam atau inter-numat Islam, yakni yang berada di Kalimantan Tengah.

Salah satu teori tentang masyarakat adalah teori fungsionalisme struktural. Teori ini meman-dang bahwa masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, dan sa-ling pengaruh mempengaruhi antarbagian terse-but secara ganda dan timbal balik. Dalam sebuah masyarakat, integrasi sosial tidak pernah terca-pai dengan sempurna, tetapi secara fundamental bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dina-mis. Adapun ketegangan-ketegangan dan penyim- pangan-penyimpangan akan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka panjang keada-an tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan demikian peru-bahan dipandang sebagai proses adaptasi dan penyesuaian, dan tumbuh bersama dengan diffe-rensiasi dan inovasi yang diintegrasikan melalui pemilikan nilai-nilai yang sama (Zamroni, 1992: 25; Nasikun, 1992: 11-12).

Konsep lain yang penting dalam penelitian ini adalah identitas sosial dan strategi adaptasi. Identitas sosial, menurut Jenkin (dalam Jamil. 2012. 19), secara sederhana dapat dipahami se-bagai konsep mengenai siapa seseorang atau kelompok orang dikenali oleh orang/kelom-pok lain, atau juga mengenai seseorang dikenali dalam kelompoknya sendiri. Dengan demikian identitas sosial merupakan ciri-ciri kelompok yang membedakan dengan kelompok lain, dalam hal ini dapat berbentuk identitas etnis (ethnicity) yang terbentuk karena perbedaan budaya, tradisi, dan bahasa.

Page 23: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama Di Kalteng

16 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Masing-masing kelompok berupaya hidup bersama dalam perbedaan-perbedaan identi-tas tersebut dengan mengembangkan strategi adaptasi, yakni cara-cara yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang untuk menyesuaikan dirinya dengan perubahan dan situasi sosialnya. Pengertian adaptasi dalam hal ini merujuk pada mekanisme bagaimana manusia memperoleh ke-inginannya atau menyesuaikan hidupnya kepada lingkungan pergaulannya (Jamil. 2012. 30). De-ngan strategi atau cara-cara tertentu kelompok-kelompok sosial menjalani hubungan dengan kelompok lainnya dalam masyarakat muslim atau umat Islam guna memenuhi tujuan-tujuan dirinya.

Metode Penelitian

Penelitian tentang dinamika hubungan in-ternumat Islam di Kalimantan Tengah ini meng-gunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan bulan Pebruari-April 2012 di Kali-mantan Tengah, dengan mengambil lokus pene-litian di Kota Palangkaraya dan Kota Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur). Sebagaimana diketahui, Kalimantan Tengah pernah menga-lami konflik sosial antara etnis Dayak dengan Et-nis Madura. Kejadian tersebut mempengaruhi di-namika hubungan internumat Islam di Kaliman-tan Tengah. Kedua lokus ini dipandang sebagai representasi dari wilayah Kalimantan Tengah, di mana Sampit merupakan wilayah awal dari pe-ristiwa konflik tersebut, sementara Palangkaraya merupakan daerah imbas akibat efek domino konflik yang kemudian juga menyebar di hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah.

Pengumpulan data-data lapangan dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dokumen, dan Focus Group Discussion (FGD). Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur kepada pihak-pihak yang dipandang representatif terkait den-gan persoalan penelitian, yaitu tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama; anggota masyara-kat dari etnis Dayak, Madura, Banjar, Jawa dan lainnya; warga masyarakat yang berafiliasi pada oganisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan

Muhammadiyah. Wawancara ini ditujukan untuk menggali pandangan mereka terhadap dinamika hubungan internumat Islam, dan mendalami aspek-aspek terkait dengan persoalan tersebut. Tehnik observasi dilakukan untuk melihat secara langsung perikehidupan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh umat Islam lintas baik dalam ling-kup kelompok tertentu maupun lintas kelompok. Dalam beberapa kegiatan observasi, peneliti melakukan observasi terlibat (participant obser-vation) dengan mengikuti kegiatan yang dilaku-kan oleh masyarakat, terutama dalam kegiatan keagamaan, seperti acara “yasin-tahlil”.

Telaah dokumen dilakukan untuk mendapat-kan informasi-informasi terkait dengan perso-alan penelitian yang berasal dari dokumen-doku-men tertulis, baik laporan-laporan dari lembaga pemerintah maupun lainnya, dan perda (per-aturan daerah) yang diterbit oleh pemrintah da-erah yang relevan dengan penelitian ini. Adapun Focus Group Discussion (FGD) ini dilaksanakan dua kali, yaitu di KUA Kecamatan Pahandut dan di Kantor Kemenag Kotawaringin Timur yang masing-masing diikuti 10 orang tokoh masya-rakat lintas etnis dan lintas ormas. FGD ini di-lakukan untuk mengkonfirmasi data-data yang telah diperoleh, dan menggali informasi-infor-masi baru yang belum diperoleh dalam tehnik lainnya.

Analisis terhadap data-data penelitian ini di-lakukan dengan teknik deskriptif kualitatif, yang merupakan suatu alur kegiatan yang meliputi : reduksi data, penyajian data, dan penarikan ke-simpulan (Moleong,1998: 190). Analisis terhadap data ini menggunakan paradigma positivisme dengan pendekatan fungsionalisme struktural.

hasil Penelitian dan PeMBahasan

Setting Sosio-Religius Masyarakat Kalteng

Penduduk Kalimantan Tengah secara kom-posisi cukup heterogen dari sisi agama maupun etnis. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kalimantan Tengah se-banyak 2.202.599 jiwa (BPS, 2011). Komposisi

Page 24: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Joko Tri Haryanto

17Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

penduduk berdasarkan agama menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk beragama Islam, yakni 1.617.812 jiwa (71,99%), diikuti oleh umat Kristen 350.634 jiwa (16%), baru kemudian Ka-tolik 75.284 jiwa (3,35%), Hindu 191.682 jiwa (8,52%), Budha 3.993 jiwa ( 0,17%), Khonghucu 406 jiwa (0,01%) dan lainnya 7.384 jiwa (0,32%) (Kanwil Kemenag Kalteng, 2010).

Dari jumlah pemeluk agama seperti tersebut dapat dipahami bahwa agama asli orang Dayak, yakni Kaharingan tidak berkembang. Hal ini di-sebabkan karena terjadinya gelombang masuk-nya agama-agama baru yang datang kemudian, seperti Islam, Kristen, Katolik, dan Konghucu. “Umat Islam di sini sekitar 76%, Dayak Islam se-benar-nya sedikit saja, karena di sini ada orang-orang Banjar, Jawa jadi muslimnya banyak.” Demikian diungkapkan oleh H.Hamsan, mantan Petugas Pembantu Pencatat Nikah (P3N) Keca-matan Pahandut.

Di Kalimantan Tengah, terdapat banyak ke-lompok etnik, seperti misalnya Dayak, Banjar, Jawa, dan Madura. Etnik Dayak merupakan et-nik asli masyarakat Kalimantan Tengah dan um-umnya Kalimantan. (Riwut, 1993:229). Dengan adanya transformasi sosial berupa kedatangan agama-agama baru tersebut memang menjadikan banyak pilihan bagi masyarakat Kalimantan Te-ngah untuk memilih agama yang sesuai dengan hati nuraninya. Penduduk yang memeluk agama-agama pendatang tersebut juga berasal dari ba-nyak etnis. Akan tetapi terdapat kecenderungan utama, yakni bahwa orang Banjar, Madura, dan Bugis hampir dapat dipastikan memeluk Islam. Hal tersebut berbeda dengan orang-orang Dayak, yang tidak seluruhnya memeluk Agama Hindu. Akan tetapi pemeluk Agama Hindu (Kahari-ngan) bisa dipastikan adalah orang Dayak (Ah-mad Syafi’I dalam Azra ed., 1998: 39).

Adapun komposisi penduduk berdasarkan etnis, berdasarkan data Suryadinata , dkk. (dalam Cahyono, 2008: 45) di tahun 2003 di Kaliman-tan Tengah sebagian besar adalah Suku Dayak dari berbagai sub-suku adalah 742.729 jiwa atau 41,24% (terdiri dari Dayak Ngaju 18,02%, Dayak

Sampit 9,57%, Dayak Bakumpai 7,51%, Dayak Katingan 3,34% dan Dayak Ma’anyan 2,8%), di-lanjutkan Suku Banjar sebanyak 435.756 jiwa atau 24,2 % , lalu Jawa 325.160 jiwa atau 18,06%, kemudian Madura 62.228 jiwa atau 3,46%, Suku Sunda 24.479 atau 1,36 %, dan sisanya suku-su-ku lain seperti Bugis, Betawi, Minangkabau, dan Banten.

Proses migrasi telah menyebabkan peru-bahan yang cukup signifikan dalam komposisi penduduk berdasarkan kelompok etnik. Pada tahun 1980 jumlah migran yang diorganisir oleh pemerintah melalui program transmigrasi hanya mencapai 1 persen saja dari jumlah penduduk Kalimantan Tengah, dan pada tahun 2000 me-ningkat hingga 21 persen. Keberadaan pendatang ini sering disebut sebagai faktor di balik ber-langsungnya proses marginalisasi penduduk asli Dayak, akibat ketidakmampuan mereka bersaing dengan penduduk pendatang (Cahyono, 2008: 45).

Di Kalimantan Tengah, masyarakat Dayak lebih menerima identitas secara bersama se-bagai identitas Kalimantan secara keseluruhan, sehingga dalam pergaulan sehari-hari antar-etnis menggunakan bahasa Banjar. Meskipun demikian, Etnis Dayak di Kalimantan Tengah mengorientasikan identitas sosialnya kepada sukunya masing-masing, seperti Dayak Ngaju, Dayak Kapuas, dan sebagainya; dan bukan tidak mengorientasikan identitasnya pada satu agama, sebagaimana Dayak di Kalimantan Barat yang mengidentifikasikan diri sebagai Kristen yang dibedakan dengan Islam yang Melayu (Cahyono, 2008: 46).

Hubungan intern umat Islam terjadi antara kelompok-kelompok atau komunitas-komuni-tas dalam umat Islam, baik antaretnis maupun antar ormas keagamaan dalam Islam. Di Kali-mantan Tengah ini terdapat berbagai organisasi keagamaan, di mana yang paling banyak menjadi afiliasi dan orientasi keagamaan adalah Nah-dlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah lengkap dengan lembaga otonomnya. Masyarakat Ka-limantan Tengah yang budaya Etnis Dayak be-

Page 25: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama Di Kalteng

18 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

gitu dominan, juga terdapat lembaga adat yang dipandang memiliki otoritas dalam masyarakat yaitu Dewan Adat Dayak (DAD).

Lembaga adat tersebut berfungsi menjaga keharmonisan tata kehidupan masyarakat adat di Kalimantan Tengah, mencakup hukum adat, norma-norma, pranata-pranata, dan nilai-nilai budaya. Dengan demikian, peran utama lembaga adat tersebut adalah mencakup pelestarian bu-daya Dayak dalam kehidupan sehari-hari masya-rakat Dayak, dan sekaligus menjaga keseimba-ngan kehidupan masyarakat Dayak. Masyarakat Dayak lebih memilih menyandarkan segala uru-sannya pada kebudayaan adat ketimbang dengan agama (wawancara dengan Sawerdi, Ketua De-wan Adat Dayak (DAD) Kec. Sabangau).

Dinamika Hubungan Internumat Islam Kalimantan Tengah

Pandangan masyarakat terhadap situasi hubungan internumat Islam di Kalimantan Te-ngah seringkali dihubungkan dengan kejadian kerusuhan di tahun 2001, yakni konflik Suku Dayak dengan Suku Madura. Berbagai kajian menegaskan bahwa konflik tersebut adalah kon-flik antaretnis, bukan konflik agama. Madura te-lah dikenal sebagai warga yang memeluk agama Islam, tetapi warga Dayak pun tidak sedikit yang juga memeluk agama Islam. Sekitar 70 persen dari orang Dayak di Kalimantan Tengah adalah Muslim. Oleh karena itu hubungan intern umat Islam, juga menyinggung hubungan antara etnis Madura dengan Dayak yang beragama Islam, dan dengan etnis-etnis lainnya yang anggotanya be-ragama Islam.

Suku Dayak dan Suku Madura adalah dua suku yang sangat menonjol dan dominan di Ka-limantan Tengah sebelum terjadinya kerusuhan 2001 tersebut. Relasi antara Dayak-Madura di-warnai pencitraan dan stereotipe tentang orang Madura yang sudah ada sebelum mereka ber-interaksi langsung dengan orang Madura. Pa-dahal keberadaan warga Madura di Kalimantan Tengah telah lama. Bahkan menurut penuturan Cimanur, tokoh Dayak di Sampit, bahwa kakek-nya dahulu, sekitar tahun 1930-an, pernah men-

datangkan ratusan orang Madura orang untuk diajak bekerja di lahannya. Hubungan Madura dengan etnis lainnya terjalin biasa saja, terikat atas dasar simbiosis mutualisme, di mana mere-ka saling bekerja sama yang saling menguntung-kan. Perkembangannya warga Madura kemudian mendominasi ekonomi, adanya sikap sebagian warga Madura yang kurang baik, tidak adanya ketegasan hukum terhadap kekerasan yang melibatkan orang Madura, menjadikan stereotip Madura dipandang sebagai kelompok suka me-maksakan kehendak dan mau menang sendiri se-makin menguat. Sebenarnya banyak juga warga Madura yang memiliki sikap yang baik, tetapi kalah dengan citra negatif yang terbentuk dari sikap buruk warga Madura lainnya (wawancara H. Hamsan, mantan P3N Kecamatan Pahandut).

Akhirnya, di penghujung Februari 2001 konf-lik etnis antara Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah pecah. Tindak pembunuhan dan peru-sakan nyaris berlangsung di semua wilayah. Se-mula, kerusakan terjadi hampir sepekan di Kota Sampit, kemudian merembet ke Kuala Kapuas, Pangkalan Bun, dan Palangkaraya. Kurang dari dua pekan, 400 orang Madura terbunuh, dan 80.000 sisanya dipaksa keluar dari bumi Kali-mantan untuk kembali ke daerah asalnya, Madu-ra maupun tempat lainnya (Cahyono, ed., 2008: 4-5).

Tentu ada berbagai faktor lain dalam peristi-wa kerusuhan tersebut, seperti tidak ditegakkan-nya hukum, situasi politik yang tidak menentu, euphoria otonomi daerah, dan adanya perbedaan kebudayaan antara warga asli dengan “penda-tang”. Ketimpangan ekonomi juga menjadi fak-tor paling signifikan, terutama kebijakan “kom-ersialisasi” hutan, di mana hutan merupakan sumber penghidupan etnik Dayak. Lebih jauh lagi, konflik tersebut muncul disebabkan karena Etnik Dayak yang merupakan penduduk asli Ka-limantan, mengalami pelemahan secara sistemik. Berawal dari pembabatan hutan yang bagi warga Dayak merupakan sumber ekonomi dan ekspresi kebudayaan mereka baik oleh pendatang trans-migrasi maupun perusahaan Hak Penggunaan

Page 26: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Joko Tri Haryanto

19Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Hutan (HPH). Proses ini kemudian menjalar ke bidang politik dan pemerintahan, sosial dan bu-daya, yang menjadikan etnik Dayak semakin ter-pinggirkan.

Peristiwa konflik tersebut menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan aspek sosial, budaya, dan ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah. Etnik Dayak kemudian menjadi etnik tunggal yang dominan di Kalimantan Tengah baik secara kultural maupun struktural. Terjadi standarisasi kehidupan sosial budaya dan hukum dengan standar budaya Dayak, yang terlihat dari peran yang dominan dari Dewan Adat Dayak (DAD) terhadap kehidupan sosial, standar cara pandang dan nilai kebudayaan. Misalnya orang pendatang boleh datang kembali ke Kalimantan Tengah dan menjadi saudara orang Dayak mela-lui falsafah hidup Huma Betang dan Belum Ba-hadat.

Standar kebudayaan Dayak tersebut di atas relatif cukup berhasil dalam upaya meng-konstruksi sosial dan membangun kembali kerukunan masyarakat pasca kerusuhan yang melibatkan etnis Dayak dan Madura tersebut. Masyarakat Dayak dan masyarakat etnis lainnya telah menerima kembali warga Madura di Bumi Tambun Bungai ini. Dua atau tiga tahun setelah peristiwa itu, orang Madura telah dapat kembali untuk bersama-sama bermasyarakat dan bekerja mencari nafkah, dan berangsur-angsur hingga saat ini.

Sementara di sisi lain, etnis lainnya juga turut memberikan sumbangsih bagi tercipta-nya situasi damai pasca konflik. Beberapa etnis seperti Banjar dan Jawa, telah lama dikenal se-bagai masyarakat yang terbuka dan ramah. Ban-jar juga dipandang sangat memegang teguh nilai-nilai ajaran Islam. Sementara Madura yang ke-mbali, juga telah bersedia melakukan perubahan-perubahan sikap yang baik dalam berhubungan kelompok masyarakat lainnya.

Dinamika inten umat Islam juga terkait de-ngan ormas-ormas keagamaan yang memiliki perbedaan pemahaman keagamaan di masya-rakat, seperti ormas Nahdatul Ulama dan Mu-

hammadiyah. Hubungan kedua ormas ini secara organisatoris tidak ada persoalan. Namun, dalam dataran massa, perbedaan-perbedaan pandangan keagamaan menjadi penyekat hubungan antar anggota/simpatisan ormas. Munculnya istilah “kelompok tua” dan “kelompok muda”, menun-jukkan adanya batas budaya antara kelompok yang memegang tradisi dengan kelompok yang berpandangan purifikasi. Perbedaan pandangan ini tidak sampai menimbulkan konflik terbuka antar kelompok, sehingga dapat terjaga keruku-nan intern umat Islam. Hal ini peran para tokoh agama yang mendorong toleransi dan penghar-gaan terhadap perbedaan pandangan keagamaan. Demikian pula pemerintah, yakni kebijakan Ke-menterian Agama seperti di Kota Palangkaraya dan Kota Sampit yang mengatur jadual khatib se-cara silang antara NU dan Muhammadiyah. Pro-gram ini setidak-tidaknya semakin mendekatkan jarak sosial komunitas NU dan Muhammadiyah.

Faktor Pendukung Kerukunan

Daya Tawar Budaya, antara Dominasi dan 1. Akulturasi

Pengalaman marginalisasi Dayak di masa lalu hingga sampai terjadi konflik telah mendoro-ng budaya Dayak menjadi budaya dominan, yak-ni pemposisian status sosial tinggi dan sejumlah keistimewaan dibandingkan budaya yang lain. Dayak saat sekarang ini telah mampu meng-ambil peran sosial politik, baik dalam struktur so-sial maupun gerakan sosial, seperti ditunjukkan de-ngan menguatnya struktur adat Dayak, per-angkat adat dan pemberlakukan wilayah hukum dan budaya adat. Budaya Dayak sebagai satu-satu-nya budaya dominan menjadikan tidak adanya gesekan antar budaya yang memicu munculnya konflik.

Hal ini sebenarnya patut untuk diwas-padai karena budaya dominan juga mendorong munculnya seperangkat prasangka terhadap go-longan lain yang ada dalam masyarakatnya. Pra-sangka ini berkembang berdasarkan pada adanya perasaan superioritas pada mereka yang tergo-long dominan; menganggap kelompok lain se-bagai orang asing; dan adanya klaim bahwa akses

Page 27: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama Di Kalteng

20 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

sumber daya yang ada adalah hak mereka, dan disertai kecurigaan kelompok lain akan meng-ambil sumberdaya-sumberdaya tersebut (Supar-lan, 2004). Dengan demikian, penerimaan ter-hadap budaya dominan ini hanya strategi Coping berupa tindakan diam dan menghindari masalah untuk memelihara eksistensinya dan menjaga agar tetap survive dengan tidak memancing per-soalan dengan kelompok lain yang dapat men-imbulkan kesulitan bagi dirinya di lingkungan budaya dominan (Farida, 2006: 25).

Pergeseran lainnya dalam gerakan sosial, terlihat nyata dalam kasus penolakan terhadap Front Pembela Islam (FPI) di Palangkaraya. Demonstrasi yang massif di Bandara Cilik Ri-wut oleh unsur Dewan Adat Dayak (DAD) atau pemuda Dayak, dapat dilihat sebagai anomali dari sifat orang Dayak yang toleran dan mudah mengalah. Penolakan ini didasari, bahwa FPI di-anggap sebagai organisasi sosial keagamaan yang beraliran keras sehingga dikhawatirkan akan merusak hubungan baik yang sudah terbentuk, terutama pascakonflik etnik (wawancara dengan H. Abdul Hadi Ridwan, Ketua MUI Kab.Kotawa-ringin Timur).

Walaupun budaya dominan Dayak ini me-nguat, tetapi faktor instrinsik budaya Dayak se-jak awal juga sangat mendukung terciptanya kerukunan di Kalimantan Tengah. Etnis Dayak dikenal memiliki nilai-nilai budaya huma betang yang sangat toleran terhadap keberadaan orang lain, ketaatan pada aturan, dan juga kesetaraan. Hal ini menunjukkan kebersediaan untuk hidup rukun, saling menghormati dalam satu kehidupan bersama.

Sementara etnis lainnya juga turut me-ndukung kerukunan bersama. Etnis Banjar dan etnis Jawa selama ini dikenal sebagai warga yang mampu berbaur dan santun dalam pergaulan di masyarakat. Terutama Jawa, dikenal sebagai warga yang sangat mengedepankan kerukunan dan bersedia mengalah. Etnis Madurapun pada saat sekarang ini telah mengubah sikap dan perilakunya yang negatif, sehingga masyarakat, khususnya Dayak dapat menerima kembali

warga Dayak untuk bersama-sama bekerja dan membangun Kalimantan Tengah. Sikap-sikap positif dari masing-masing etnis ini mendorong pembauran batas-batas kelompok yang semakin menguatkan kohesi sosial.

Terlebih dengan adanya penyatuan budaya atau akulturasi yang menciptakan ikatan sosial baru atau memperkuat ikatan sosial yang telah ada, dan semakin menuju pada keseimbangan, sebagaimana ditunjukkan dalam fungsional-isme struktural (Zamroni, 1992: 25). Hal ini ditunjukkan dengan pergeseran tradisi guna menyesuaikan dengan budaya yang diterima se-bagai bagian dari dirinya, seperti penggunaan da-rah yang diganti tepung tawar pada perkawinan adat Dayak muslim.(Wawancara dengan Basel, Damang Adat Kecamatan Sabangau; Rina Mis-liya, Ketua Majelis Taklim Ibu-ibu Kel. Sabaru). Ditambah lagi dengan fenomena perkawinan lintas etnis (amalgamasi), baik antara Dayak dengan Banjar atau Jawa, bahkan juga dengan Madura.(wawancara dengan Syahriansah, tokoh Madura di Sampit).

Simbiosisme Ekonomi 2.

Keinginan manusia untuk memenuhi ke-butuhan hidupnya mendorong interaksi dengan orang lain. Hal ini karena manusia adalah ma- khluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhinya sendiri. Salah satu perangkat pemenuhan kebutuhan adalah ekono-mi, di mana interaksi yang berjalan secara positif akan mendorong kerjasama, tetapi sebaliknya, interaksi yang terjadi secara assertif atau nega-tif maka malah akan menimbulkan pertentangan (Taneko, 1990: 116). Dalam konteks masyarakat Kalimantan Tengah, pada masa lalu terjadi mar-ginalisasi terhadap Dayak sehingga menghala-ngi akses terhadap sumber daya ekonomi hutan menimbulkan konflik.

Diakui sendiri oleh Cimannur, Tokoh Dayak di Sampit, ketergantungan Dayak dengan hutan sangat besar. Dari hutan mereka bisa menghasil-kan bahan-bahan produksi seperti kayu, rotan, karet, dan sebagainya dengan hasil yang besar.

Page 28: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Joko Tri Haryanto

21Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Namun sebagian besar mereka tidak memiliki ketrampilan yang lebih baik untuk mengolah persawahan, membangun gedung, serta men-jadi pedagang yang sukses. Akibatnya mereka memiliki ketegantungan dengan etnis lain untuk kepentingan tersebut.

Warga etnis Madura selama ini telah dikenal dengan etos kerjanya yang tinggi, bahkan mereka bersedia melakukan pekerjaan kasar dan meneri-ma upah rendah. Demikian juga suku Jawa dike-nal ulet dalam bekerja, dan terutama berdagang olah-olahan pangan seperti warung makan. Se-mentara Banjar sejak dahulu dikenal pula sebagai pedagang yang ulet dan berhasil.

Situasi sosial ekonomi termasuk yang men-dorong kohesi sosial dan integrasi masyarakat di Kalimantan Tengah. Bahkan diakui oleh Za-enuddin, pejabat di Kemenag Kotim, bahwa se-lama setahun pascakonflik 2001, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan bahan makanan, karena umumnya yang ekerja di sektor pertanian adalah orang-orang Madura. Kepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidup inilah yang mem-percepat pula pemulihan pasca konflik, karena terciptanya situasi yang kondusif juga akan men-dukung terpenuhinya kebutuhan bersama.

Peran Para Tokoh Masyarakat dan Pemerin-3. tah

Proses rekonsiliasi masyarakat pascakon-flik 2001 tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh-tokoh masyarakat. Mereka inilah yang berperan mere-dam amuk massa, dan menjadi penjamin bagi pengungsi yang hendak kembali ke Kalimantan Tengah. (Wawancara Gusti Misruni tokoh Dayak Pahandut, H.Abdul Hadi Ridwan Ketua MUI Ko-tim, H. Nasihin Tokoh NU Kotim ). Pascakonflik peran mereka juga sangat penting, karena um-umnya masyarakat Kalimantan Tengah sangat mempercayai dan mengikuti pendapat tokoh-tokohnya ini.

Besarnya peran tokoh dan pengaruhnya pada proses sosial di Indonesia antara lain karena masyarakat masih menganut budaya patrilineal (patriachi) dan patron-client. Tokoh-tokoh di

masyarakat, baik tokoh agama maupun tokoh adat merupakan pihak yang dipandang memiliki status sosial tertentu yang baik berupa Ascribed Status (status yang tidak memperhatikan per-bedaan jasmani atau rohani karena status terse-but diperoleh karena kelahiran atau hasil ketu-runan), maupun Achieved Status (status yang dicapai oleh seseorang melalui usaha-usaha yang disengaja, usaha dan kerja keras) yang dengan status tersebut dirinya memerankan diri sebagai tokoh (key person) (Patoni, 2007; 44). Mere-ka ini menjadi pemimpin-pemimpin informal yang suaranya didengar dengan kepatuhan oleh masyarakat. Pandangan masyarakat perhadap persoalan-persoalan di masyarakat, termasuk konflik sosial, sangat tergantung pandangan dari tokoh-tokoh tersebut.

Menurut Muhtadi dan Sudharto (dalam Pahrudin, 2003: 23-24) peran tokoh (informal leader) terutama tokoh agama (Islam) dalam masyarakat sangat jelas dalam proses pembangu-nan di Indobesia, program-program pemerintah dapat berhasil atau gagal juga tergantung peme-ransertaan pemuka masyarakat setempat. Hal ini karena pemuka masyarakat tersebut telah diakui mampu memerankan diri menjadi pembimbing, motivator, sumber pengetahuan, teladan dan mengawasi umatnya. Selain itu, budaya paternal-istik pada masyarakat Indonesia memungkinkan adanya teladan dari agen perubahan sosial, yakni para tokoh di masyarakat tersebut.

Pemulihan situasi pascakonflik sangat diten-tukan oleh kebijakan pemerintah, berupa settle-ment yang koersif untuk menghentikan tindakan-tindakan kekerasan. Pemerintah provinsi Kali-mantan Tengah dan kabupaten lainnya mengelu-arkan perda-perda terkait pemulihan keagamaan dan resolusi konflik. Pemerintah mengembang-kan kebijakan untuk menguatkan budaya Dayak sebagai suatu uniformitas budaya di Kalimantan Tengah. Kebijakan ini, dalam suasana pemulih-an pasca konflik telah mampu mengembalikan kerukunan masyarakat. Namun, kebijakan ini perlu ditinjau kembali, karena uniformitas yang mendorong munculnya budaya dominan, dalam

Page 29: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama Di Kalteng

22 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

waktu lama akan menjadi bom waktu yang meru-sak kerukunan bersama dalam konteks masya-rakat yang plural.

Strategi Adaptasi Membangun Harmoni

Strategi Kultural :1.

Masyarakat Kalimantan Tengah telah belajar secara baik dengan peristiwa konflik yang me-nimpanya. Masyarakat Dayak telah menemukan ikatan social baru, yakni perasaan bersama se-bagai warga Kalimantan Tengah melalui falsafah hidup Huma Betang. Oleh karena itu, di Kali-mantan Tengah dilakukan revitalisasi terhadap nilai-nilai budaya lokal sebagai modal kultural yang mendorong relasi sosial yang akomodatif menuju kerukunan masyarakat.

Di antara modal kultural budaya tersebut adalah falsafah budaya huma betang yang mencerminkan perilaku hidup yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan toleransi, serta taat pada hukum (hukum negara, hukum adat, dan hukum alam). Ungkapan Bumi Dipijak Langit Dijunjung, dalam tradisi kebu-dayaan masyarakat Kalimantan Tengah, teruta-ma Dayak, tidak hanya merupakan peribahasa, melainkan sebuah pandangan hidup dan etika hubungan sosial di tengah heterogenitas etnis dan agama di wilayah tersebut. Belom Penyang Hinje Simpei, bahwa orang hidup haruslah penuh kerukunan dan menjaga persatuan dan kesatuan untuk kesejahteraan bersama.

Akulturasi budaya, dimotori oleh misalnya kesamaan agama (Islam), dimana banyak juga warga Dayak yang memeluk Islam. Selain adanya kesamaan agama, pola akulturasi yang terjadi juga melalui perkawinan antar etik. Kedua hal ini menjadikan terjadinya perasaan bersama sebagai warga Kalimantan Tengah dan terbentuklah ke-budayaan akulturasi. Modal yang dikembangkan adalah kebersediaan menerima dan beradaptasi. Kebersediaan menerima dilakukan oleh warga asli, yakni menerima budaya dari luar sebagai bagian dari kebudayaan bersama Kalimantan Tengah. sementara kebersediaan untuk ber-adaptasi dilakukan oleh warga pendatang, ter-

utama adalah warga Madura untuk beradaptasi dengan kebiasaan dan kebudayaan lokal di Kali-mantan Tengah.

Strategi Struktural2.

Selain modal-modal kultural tersebut, relasi damai juga terbangun melalui jalur struktural, yakni politik uniformitas yang diberlakukan di wilayah Kalimantan Tengah. Politik uniformitas tersebut didukung secara stuktural dalam bentuk penguatan adat Dayak. Ikatan sosial baru berupa uniformitas kebudayaan, atau standarisasi meng-gunakan satu kebudayaan yang dijadikan sebagai standar dan dianggap unggul atau dominan, yakni Dayak. penerapan standar kebudayaan ini misal-nya dapat dilihat melalui penerapan Dewan Adat Dayak (DAD) yang peranan dan kewenangannya sangat luas hingga mengurusi urusan-urusan perdata, cara, dan pidana dalam kehidupan social warga Kalimantan Tengah.

Politik uniformitas didukung dengan keter-libatan pemerintah daerah dalam menguatkan struktur Dewan Adat Dayak (DAD) di dalam ke-hidupan social masyarakat. Peraturan pemerin-tah daerah ini menyebutkan kelembagaan DAD sebagai salah satu lembaga yang diakui pemer-intah, dan kewenangannya juga begitu kuat. Ke-bijakan pemerintah daerah dalam menerapkan politik uniformitas juga menggunakan etika dan sudut pandang satu kebudayaan standar yang di-anggap lebih unggul, yakni kebudayaan Dayak. Pemerintah daerah menghendaki bahwa warga Kalimantan Tengah hidup rukun dan damai dalam ikatan social baru yang lebih mampu men-jamin keberlangsungan antar etnis dan agama di Kalimantan Tengah.

Pengalaman konflik etnis tahun 2001 antara etnis Dayak dan etnis Madura mendasari pola hubungan antaretnis dewasa ini. Etnis Dayak meneguhkan dominasi melalui jalur kultural maupun struktural, di mana hal ini diterima oleh etnis lain untuk membangun ikatan sosial baru. Dinamika relasi sosial dewasa ini menunjukkan bahwa situasi kerukunan di Kalimantan Tengah telah dapat mencapai tingkat perdamaian, me-skipun taraf perdamaian negatif. Perdamaian

Page 30: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Joko Tri Haryanto

23Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

negatif ini menujukkan adanya pengakuan ter-hadap perbedaan, tetapi secara struktural be-lum memberi akses yang berimbang pada semua pihak.(Susan 2009. 132) Kebijakan uniformitas yang dikembangkan di Kalimantan Tengah men-dorong –atau memaksa-- proses keseimbangan dalam masyarakat sebagai kesatuan. Hal ini ter-masuk proses institusionalisasi budaya untuk menjamin keselarasan dan berjalannya fungsi-fungsi sosial akibat adapun ketegangan-ketegang-an dan penyimpangan-penyimpangan terjadi (Zamroni, 1992: 25), berupa pertentangan atau konflik sehingga struktur-struktur sosial dalam masyarakat dapat fungsional kembali.

PenutuP

Simpulan

Hubungan internumat beragama mengalami dinamika sesuai tanggapan atas persoalan yang dihadapi. Di Kalimantan Tengah, dinamika ini dapat dilihat dari proses relasi antar etnis dalam lingkungan umat Islam, baik sebelum terjadi-nya konflik besar tahun 2001 yang berawal dari Sampit, hingga saat sekarang ini. Dinamika re-lasi sosial dewasa ini menunjukkan bahwa situ-asi kerukunan di Kalimantan Tengah telah dapat mencapai tingkat perdamaian, meskipun taraf perdamaian negatif. Perdamaian negatif ini men-ujukkan adanya pengakuan terhadap perbedaan, tetapi secara stuktural belum memberi akses yang berimbang pada semua pihak. Hal ini karena adanya kebijakan uniformitas yang dikembang-kan di Kalimantan Tengah.

Namun demikian, suasana kondusif dan rukun di masyarakat dapat terwujud dengan menekan terjadinya konflik. Adapun faktor pen-dukung kerukunan dalam hubungan intern-umat Islam terutama muncul dari modal-modal kultural yang selama ini ada dalam kehidupan masya-rakat sendiri, kepentingan kerjasama ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan, peran tokoh masyarakat, dan peran pemerintah setem-pat.

Strategi yang dipakai guna menciptakan ke-hidupan yang harmonis, terutama pasca terjadi-

nya konflik adalah menggunakan dua pendeka-tan, yakni kultural dan struktural. Pendekatan kultural mencakup revitalisasi nilai-nilai kebu-dayaan sebagai komitmen untuk hidup bersama dalam situasi yang damai. Pendekatan struktural yang dimainkan adalah melalui politik uniformi-tas atau penyeragaman menjadi satu identitas.

Rekomendasi

Berangkat dari temuan-temuan penelitian ini maka, beberapa hal yang dapat disarankan pada pihak-pihak terkait adalah:

Perlunya penguatan dan revitalisasi nilai-ni-1. lai budaya yang mendorong pada kerukunan umat beragama dan masyarakat pada umum-nya.

Memperbesar ruang temu budaya untuk 2. membuka dialog kebudayaan yang membuka sikap saling memahami antarbudaya

Meninjau kembali politik uniformitas kebu-3. dayaan yang mendorong pandangan etnosen-trisme dan budaya dominan dengan memper-timbangkan strategi multikulturalisme guna mencairkan batas-batas budaya.

Membangun kerukunan harus pula menyele-4. saikan faktor-faktor yang menjadi permasala-han hubungan sosial, terutama ketidakadilan secara politik dan ekonomi yang memargin-alkan sebagian kelompok masyarakat secara sistemik.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi pengembangan dunia ilmu pengetahuan, terutama studi perdamaian (peace studies), khususnya membantu memeli-hara situasi damai di Kalimantan Tengah.

daftaR Pustaka

Azra, Azyumardi (ed). 1998. Agama dalam Keag-aman Etnik di Indonesia. Jakarta: Badan Lit-bang dan Diklat Agama Departemen Agama.

BPS. 2011. Kalimantan Tengah dalam Angka 2010. Palangkaraya: BPS Provinsi Kaliman-

Page 31: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama Di Kalteng

24 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

tan Tengah

Cahyono, Heru. Dkk. 2008. Konflik Kalbar dan Kalteng Jalan Panjang Meretas Perdama-ian. Yogyakarta: P2P-LIPI bekerjasama den-gan Pustaka Pelajar.

Farida, Anik. 2006. Survival Umat Khonghucu dalam Pemenuhan Hak-hak Sipil. Dalam Alam, Rudy Harisyah (ed). Adaptasi dan Re-sistensi Kelompok-kelompok Sosial Keaga-maan. Jakarta : Penamadani bekerjasama dengan Balai Litbang Agama Jakarta. Hlm. 19-50.

Hikam, Muhammad A.S. 2000. Islam, Demok-ratisasi dan Pemberdayaan Civil Society. Jakarta: Penerbit Airlangga.

Jamil, M. Muhsin. 2012. “Dinamika Identitas dan Strategi Adaptasi Minoritas Syi’ah di Jepara”. Ringkasan Disertasi Program Dok-tor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang

Kanwil Kemenag Kalteng. 2010. Data-data Keag-amaan tahun 2010.

Moleong, Lexy J. 1998. Metode Penelitian Kuali-tatif. Bandung: Penerbit Rosda karya.

Nasikun. 1992. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawalipress

Pahrudin, Agus. 2003. Peran Mubaligh dalam Menunjang Program Pembangunan Masyar-akat (Studi Kasus pada Mubaligh Kader Pem-bangunan di Desa Kerawangsari Kecamatan natar Lampung Selatan). Jurnal Analisis Edisi Juli 2003 Vo.3 No.1. IAIN Raden Intan Bandar Lampung. hlm.22-37. Dalam http://

idb2.wikispaces.com/file/view/ok2007.pdf diunduh 11 Juni 2012.

Patoni, Achmad. 2007. Peran Kyai Pesantren dalam Partai Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riwut, Tjilik. 1993. Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan. Yogyakarta : PT. Ti-ara Wacana

Suparlan. 2004. Masyarakat Majemuk, Masyar-akat Multiultural, dan Minoritas: Memper-juangakan Hak-hak Minoritas. Makalah dalam Workshop Yayasan Interseksi, Hak-hak Minoritas dalam Landscape Multikul-tural, Mungkinkah di Indonesia?, Wisma PKBI, 10 Agustus 2004. Dalam http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/masyarakat_majemuk.html diunduh 6 juni 2010

Taneko, Soleman. B. 1990. Struktur dan Proses Sosial; Suatu Pengantar Sosiologi Pemban-gunan. Edisi 1. Cetakan 2. Jakarta: CV Ra-jawali

Tumanggor, Rusmin.(et.al). 2009. Buku Paket Panduan Penyadaran Dan Pendampingan Penguatan Kedamaian (Peace Making). Ja-karta: Departemen Agama Republik Indo-nesia, Badan Litbang Dan Diklat, Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana

Page 32: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Raudatul Ulum

25Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

PROSPEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK SAMBAS

Community Development Prospect Of Post-Conflict Sambas

rAudATuL uLuMISekretariat Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama Gedung Kementerian Agama RI Jalan M.H.

Thamrin No. 6, lt. 17 JakartaTelp. (021)3920668,3920688

Faks (021) 3920668e-mail: [email protected]

Naskah diterima: 4 Februari 2013Naskah direvisi: 22 Pebruari - 3 Maret 2013

Naskah disetujui: 5 Maret 2013

AbstrAk Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami perkembangan masyarakat korban konflik Sambas yang terjadi antara etnis Madura dan Melayu yang dilakukan dengan pendekatan deskriptif bersifat kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap informan yang terlibat dalam program relokasi serta mereka yang terlibat dalam usaha perdamaian. Kemudian data diolah dan disajikan melalui teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menghasilkan deskripsi dan proses relokasi sebagai bagian dari strategi antara untuk capain relonsiliasi sosial melalui diplomasi budaya. Dalam hal ini, digambarkan tentang kehidupan masyarakat di relokasi serta upaya-upaya perdamaian dalam rangka merekonsiliasi. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan tentang adanya peluang perdamaian dan sebuah kesempatan menciptakan masyarakat baru yang harmonis.

Kata kunci: Prospek, Masyarakat, Konflik.

AbstrAct

This study is an attempt to understand the development of conflict-affected communities of Sambas that occurred between Madurese and Malay. It is performed with a qualitative descriptive approach. The data were collected through in-depth interview technique towards informants involved in the re-location program and peace efforts. The data were analyzed and presented through descriptive analysis techniques to describe the refugee’s lives and peace efforts in the framework of reconciliation. The result of the study show cultural diplomacy as an effective process towards reconciliation. Therefore, it can be concluded that there are new chances opportunities to create peace and harmonious society.

Keywords: Prospects, Community, Conflict.

rAudATuL uLuM

Page 33: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas

26 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Konflik sosial di Kalimantan Barat adalah per-istiwa yang kerap kali terjadi. Konflik sosial yang termanifestasi dalam bentuk fisik diperkirakan terjadi sejak 1770-1790 (Supriyadi, 2011). Pada saat itu, menurut sejarah telah terjadi benturan besar antara komunitas etnis Tionghoa dan etnis Melayu, lebih tepatnya konflik antara Kerajaan Sambas dengan Kongsi China. Konflik disebab-kan perlawanan kongsi China yang dipekerjakan di penambangan emas yang didatangkan oleh pihak kerajaan Sambas dan Mempawah. Kongsi China sempat mendeklarasikan Republik Lan Fang yang membuat repot kerajaan, kemudian meminta bantuan Belanda di Batavia untuk me-numpas pemberontakan itu.

Konflik berikutnya terjadi antar komunitas etnis Tionghoa dan etnis Dayak pada tahun 1967. Konflik tersebut sebenarnya terjadi atas banyak kepentingan, faktor utama sebagai penyebab adalah sinyalemen pemberontakan PGRS PAR-AKU (Partai Komunis Kalimantan Utara), ben-turan dengan skala besar mengikatkan evakuasi besar-besaran warga Tionghoa dari wilayah pedalaman.

Kemudian terjadi konflik yang melibatkan antara etnis Dayak dan Madura sepanjang kurun tahun 1950 sampai 1999, setidaknya telah terjadi 13 kali (Supriyadi, 2011). Konflik terbesar dua suku tersebut terjadi pada tahun 1997 yang se-barannya sebagian besar wilayah Kalbar.

Konflik terbesar mutakhir melibatkan etnis Melayu dan Madura terjadi pada tahun 1999, per-istiwa tersebut mencengangkan banyak pihak dan menimbulkan banyak spekulasi, adapun pemicu dari peristiwa tersebut adalah pembunuhan yang dilakukan orang Madura terhadap orang Melayu. Dalam hal ini, dampak benturan fisik tersebut menyebabkan sekitar 48.000 mengungsi yang tersebar di beberapa tempat penampungan yang ada di Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Tidak berhenti sampai disitu, benturan terus ber-langsung dalam skala kecil secara sporadis pada

tahun 2000, 2001 dan 2002 di sebagian wilayah Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak (Sub-ro, 2011:20).

Kenyataan pahit etnis Madura yang terpaksa kehilangan hak-haknya sebagai manusia yang merdeka dan menjadi pengungsi di negeri sen-diri merupakan pukulan telak terhadap masa de-pan pluralisme dan multikuralisme sebagai roh kebangsaan Indonesia yang berdaulat dan ber-martabat.

Terlepas dari semua cerita penderitaan ter-sebut, muncullah kebijakan relokasi. Penanga-nan konflik sendiri terdiri dari tiga utama, per-tama adalah penyelamatan, kedua pemulihan (konseling trauma), ketiga adalah rekonsiliasi atau penanganan akhir, karena tidak dapat di-wujudkan maka dilaksanakan kebijakan relokasi. Pilihan relokasi berangkat dari ketidak mungki-nan pengembalian etnis Madura ke Sambas, se-bagai transisi dilakukan penempatan di daerah baru bagi pengungsi. Alasan utama dari relokasi adalah menghindarkan dampak sosial yang lebih besar dari pengungsian. Menyangkut penangan akhir pengungsian, sejatinya ada beberapa pi-lihan, pertama dengan program relokasi, kedua inisiatif mandiri dengan penyisipan yang menye-bar di sekitar pemukiman penduduk Kota Pon-tianak dan Kabupaten Pontianak, ketiga pindah ke tempat lain misalnya kembali ke Pulau Madu-ra, Jawa dan Sumatra.

Relokasi pengungsi eks Sambas terdiri atas lima tahapan, awalnya dibuat suatu permodelan Satuan Proyek 1 yang bersandarkan pada stan-dar program transmigrasi (perumahan standar transmigrasi). Meskipun kebijakan relokasi sem-pat mengalami banyak hambatan terutama dari sebagian pengungsi yang ingin menyelesaikan upaya perdamaian sebagai bargaining dengan menempatkan diri secara mandiri di sekitar Kota Pontianak, akhirnya seiring waktu sejak tahun 2000 relokasi terwujud di beberapa lokasi.

Perdamaian adalah sebuah kebutuhan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan sebuah upaya rekonsiliasi. Tujuan utama dari rerekon-siliasi adalah menciptakan kembali masyarakat

Page 34: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Raudatul Ulum

27Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ke dalam sebuah sistem hubungan yang baru, lebih baik dan menjanjikan. Pasca pertikaian dua atau lebih etnis tentunya diperlukan suatu masa dan usaha pemulihan hubungan, dalam hal ini diperlukan banyak pihak terutama Negara untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat memfasili-tasi dan mengintervensi suatu usaha sosial me-nuju suatu keadaan yang ideal. Untuk itu perlu suatu penelitian yang mendalam untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan baru dari keadaan yang terjadi sampai saat ini.

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk memahami perkembangan masyarakat eks korban konflik Sambas dan melibatkan diri dalam program re-lokasi, serta memahami tentang peluang perda-maian. Aspek-aspek yang diteliti dalam peneli-tian ini adalah adanya kemungkinan perubahan dari program penanganan pengungsi relokasi, dalam hal ini relokasi sebagai komunitas baru dilihat sebagai upaya pembangunan masyarakat baru yang berdaya. Aspek lain yang diteliti adalah hambatan dalam hal menumbuhkan inisiasi per-damaian terutama menyangkut kebijakan untuk mencegah dan mengintervensi konflik baru. Ber-dasarkan hal tersebut penelitian ini dirumuskan dalam sebuah pertanyaan “Bagaimana prospek pembangunan masyarakat melalui program re-lokasi dan inisiasi perdamaian pasca konflik so-sial antara etnis Melayu dan Madura di Kalbar?”

Tujuan Penelitian

Memahami prospek pembangunan masya-1. rakat korban konflik Sambas dengan adanya relokasi sebagai sebuah program untuk men-ciptakan kembali sebuah komunitas.

Memahami prospek rekonsiliasi antara etnis 2. Madura dan Melayu yang terlibat konflik pada tahun 1999 sebagai sebuah usaha untuk men-ciptakan kembali masyarakat yang harmonis.

Kerangka Konseptual

Secara umum community development dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengem-bangan masyarakat yang diarahkan untuk mem-

perbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya kegiatan pembangunan. Sasaran yang ingin di-capai dalam community development adalah ka-pasitas masyarakat dan sasaran kesejahteraan.

Assumsi yang fundamental menurut Ross (1967) terhadap Community Social Work dapat dibagi menjadi 6 (enam) kategori, yakni:

Komunitas dapat mengembangkan kapa-sitasnya untuk menghadapi masalah-masalah mereka;

Orang-orang ingin berubah dan memiliki ke-1. mampuan untuk melakukannya;

Orang-orang perlu berpartisipasi dalam pem-2. buatan, penyesuaian, dan pengendalian pe-rubahan penting yang terjadi dalam komuni-tasnya;

Perubahan dalam kehidupan masyarakat 3. yang berdasarkan kepada self-imposed dan self developed memiliki pengertian dan ke-tetapan bahwa perubahan yang dipaksakan tidak dapat dilakukan;

Sebuah “pendekatan yang holistik” dapat le-4. bih berhasil dalam mengatasi permasalahan yang tidak dapat diatasi oleh “pendekatan yang terfragmentasi”;

Demokrasi membutuhkan partisipasi dan 5. tindakan yang kooperatif dalam persoalan masyarakat, dan orang-orang harus mempe-lajari berbagai keterampilan yang membuat-nya menjadi memungkinkan;

Pada umumnya orang-orang membutuhkan 6. bantuan dalam pengorganisasian untuk me-menuhi kebutuhan-kebutuhannya sebagai in-dividu membutuhkan bantuan dalam meng-atasi kebutuhan individualnya.

Istilah konflik menurut Webster seperti diku-tip (Rubin, 2009:9) adalah suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” berupa konfronta-si fisik antara beberapa pihak. Lebih lanjut Rubin (2009:10) menjelaskan konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived

Page 35: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas

28 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.

Konflik menurut Lewis merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kem-bali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dili-hat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.

Berkaitan dengan pecahnya konflik terbuka di Kalimantan Barat, beberapa riset mencoba membuka peluang untuk mencari tahu tentang sebab musababnya. Dalam hal tersebut Purwana (2003:58) melihat peluang untuk mempertemu-kan pluralisme etnis dalam tatanan sosial budaya. Dia menyajikan informasi berharga tentang mo-dal sosial yang dimiliki oleh etnis Melayu Sambas dan Madura. Bagi Purwana modal sosial tersebut dapat menjadi landasan kehidupan multikultur-alisme bagi kedua etnis yang terlibat kerusuhan sosial di Kabupaten Sambas. Meskipun begitu, secara umum penelitian ini belum menjawab bagaimana modal sosial masing-masing etnis da-pat membentuk relasi atau pranata yang menga-rah pada perdamaian.

Bertolak dari kasus lain, Kristianus (2009:15) menemukan modal sosial pada orang Dayak dan orang Madura. Kedua kelompok etnis hidup da-pat berdampingan. Interaksi sosial berjalan baik dan lancar. Ditemukan pula bahwa di sejumlah wilayah Kalbar ditemukan inisiatif lokal yang bisa dianggap sebuah awal terbentuknya me-kanisme penyelesaian sengketa sosial antar etnis Atok (2005). Dua penelitian ini memang cukup berhasil menjelaskan fakta kemungkinan rekon-siliasi antar etnis. Namun sayangnya, penelitian-penelitian yang sangat berharga ini dilakukan di wilayah yang tidak mengalami konflik kekerasan berskala masif. Temuan penelitian yang bersifat kasuistik agak sulit dijadikan landasan yang lebih

umum sifatnya (Beger, 1981).

Istilah relokasi diberikan oleh pemerintah dan masyarakat yang terlibat, relokasi di Kalimantan Barat merupakan pemukiman kembali (resettle-ment) dengan menggunakan “model transmigra-si”. Dengan kata lain, secara umum pendekatan pembangunan berdiri pada pondasi dan struktur program transmigrasi. Secara teoritis transmigrasi diartikan sebagai sebuah usaha memindahan atau perpindahan suatu masyarakat dari tertentu ke daerah lainnya.

Rekonsiliasi menurut Fanani (2010) adalah upaya untuk menyelesaikan konflik, khususnya antar komunitas yang luas. Konflik adalah situasi dimana hubungan anggota komunitas atau antara kelompok rusak yang disertai dengan dehuman-isasi masing-masing pihak. Tanpa adanya inter-vensi terhadap para pihak yang terlibat konflik, kebencian, dendam, dan pandangan negatif me-ngenai pihak lain tidak akan terobati. Rekonsiliasi memungkinkan adanya penyembuhan (healing) melalui penemuan kembali nilai kemanusiaan dari masing-masing pihak, pengakuan akan hak-hak korban, dan penyesalan dari pelaku kekerasan yang disertai dengan pemaafan. Dalam rekonsi-lasi, nilai keadilan tertentu sangat ditekankan se-hingga semua pihak dapat merasakan keikhlasan akan peristiwa masa lalu karena hak-hak mereka telah diakui dan diberikan

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan review dan pengem-bangan penelitian sebelumnya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuali-tatif, berlokasi Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, tepatnya di pemukiman yang dikenal dengan relokasi pen-gungsi korban konflik Sambas.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi lapangan dengan mengkomparasikan beberapa penelitian. Kemudian, dilakukan wa-wancara terbatas terhadap informan yang terli-bat relokasi, mereka adalah Kepala Dusun Parit Madani, Bhakti Suci serta informan yang ditun-juk oleh informan lainnya. Dalam rangka menda-

Page 36: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Raudatul Ulum

29Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

patkan data tentang rekonsiliasi, diperoleh infor-masi melalui individu yang terlibat upaya-upaya perdamaian. Sebagai penunjang dikumpulkan data sekunder yang berasal dari tulisan dan hasil penelitian sebelumnya.

Pengolahan dan penyajian data dilakukan melalui teknik analisis deskriptif, kemudian data yang ada dianalisis berdasarkan kedalaman dan kebutuhan terhadap terciptanya masyarakat har-monis serta terciptanya rekonsiliasi.

hasil dan PeMBahasan

Dalam rangka penanganan konflik yang ter-buka dan termanifestasi secara fisik masif, di-lakukan penyelamatan berupa evakuasi etnis Ma-dura dari Kabupaten Sambas, kemudian ditem-patkan sementara di Kota Pontianak sebagai tahapan pemulihan. Berikutnya adalah penanga-nan pemulihan trauma pasca konflik, penempa-tan kembali adalah bagian akhir dari penanganan sebagai alternatif dari terhambatnya rekonsiliasi antara dua suku. Selain dari penempatan kem-bali di daerah baru, para eks pengungsi korban konflik Sambas melakukan penyisipan mandiri di sekitar Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak dengan biaya yang diberikan oleh pemerintah.

Menyangkut program relokasi sendiri yang merupakan kebijakan utama dalam penanganan akhir dari pengungsian, pemerintan mengenal-kan beberapa satuan proyek yang lebih dikenal dengan SP 1, 2, 3, Bhakti Suci 1 dan 2. Dari ke-adaan tersebut dapat digambarkan tentang pelak-sanaan relokasi yang mewujud menjadi sebuah pembentukan komunitas baru, dengan kata lain telah terbentuk komunitas baru di tempat baru yang terletak pada beberapa lokasi.

Lebih jelasnya dalam hal ini dalam dilihat pada satuan penempatan yang diberi nama Satu-an Proyek (Ulum, 2001:26), sebagai berikut:

Berdasarkan observasi, maka diperoleh data sebagai berikut: Relokasi SP 1 dibangun pada tahun 1999 oleh Departemen Transmigrasi dan PPH Kalbar dengan pola pertanian, terletak di dusun Madani. Luas lahan yang dipergunakan

secara menyeluruh seluas 649 Ha, Berdasarkan hasil wawancara pihak Departemen Transmi-garasi waktu itu dijelaskan bahwa SP 1 adalah proyek percontohan dengan mengikuti standar transmigasi. Sebagai sebuah proyek percontoh-an, SP 1 di rencanakan sebaik mungkin untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak. Se-lanjutnya daerah tersebut disebut sebagai Dusun Parit Madani, Desa Tebang Kacang, Kecamatan Sei Raya Kabupaten Pontianak (setelah dipecah masuk dalam Kabupaten Kubu Raya).

Relokasi SP 2 dibangun pada tahun 2000 oleh Departemen Transmigrasi dengan pola per-tanian. Terletak di Dusun Sari Makmur. Dari rencana 500 unit rumah yang akan dibagun, te-realisasi sebanyak 420 unit rumah ukuran 4X6m. Disebabkan isu munculnya klaim kepemilikan dari masyarakat setempat dan masyarakat desa tetangga tentang tanah yang dijadikan relokasi SP 2, maka masyarakat relokasi SP 2 banyak yang meninggalkan tempat tinggalnya dengan alasan percuma mengelola lahan tidur selama bertahun-tahun kalau akhirnya diambil orang lain.

Relokasi SP 3 dibangun pada tahun 2001 oleh Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kalimantan Barat dengan pola non-pertanian. Terletak di Dusun Madani, tidak jauh dari re-lokasi SP 1. Rumah yang terbangun sebanyak 380 unit sesuai dengan rencana awal. Pemukiman ini menganut pola non-pertanian, maka masyarakat tidak mendapatkan lahan pertanian sebagaimana di relokasi SP 1 dan SP 2, sehingga masyarakat relokasi SP 3 hanya memanfaatkan lahan peka-rangan rumah seluas 0,25 Ha untuk bercocok tanam.

Relokasi Bakti Suci 1 dibangun pada tahun 2001 oleh Dinas Kimpraswil Kalbar dengan pola non-pertanian. Terletak di Dusun Bakti Suci. Ru-mah yang terbangun sebanyak 350 unit dari ren-cana semula sebanyak 375 unit. Ukuran rumah 4X6 m. Seperti halnya relokasi SP 3, relokasi Bakti Suci 1 juga tidak mendapatkan lahan per-tanian. Kemudian dibangun relokasi terletak di dusun Bakti Suci 2. Lebih lengkapnya bisa dilihat dalam tabel 1.1.

Page 37: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas

30 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Dalam jangka pendek, para pengungsi di ka-wasan relokasi cenderung terhindar dari kemung-kinan munculnya kerusuhan baru karena rendah-nya intensitas interaksi dengan masyarakat luar, tetapi keterbatasan prasarana pembangunan juga membuat kapasitas mereka sangat rendah un-tuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan adanya relokasi tercipta suatu komunitas baru yang tentunya dimaksudkan untuk memenuhi harapan-harapan baru. Melalui program reloka-si ini, tercipta suatu bangunan baru masyarakat yang memulai semuanya dari awal. Hal ini tidak cukup memberi ruang terhadap penguatan terha-dap kebutuhan utama yaitu terjalinnya kembali hubungan saling membutuhkan baik secara so-sial maupun ekonomi serta kebutuhan lainnya.

Adapun dari sisi lain, relokasi dapat dilihat dari aspek pembangunan secara positif, etnis Madura dapat membangun kembali kehidupan-nya dengan lebih baik lagi dibandingkan pada saat mereka berada di Sambas. Setidaknya aspek positif yang dapat dimanfaatkan adalah kedeka-tan geografis dengan ibukota propinsi, sehingga secara ekonomi lebih strategis, hanya saja in-frastruktur belum dapat menunjang kebutuhan ekonomi yang dimaksud.

Inisiasi Perdamaian

Rekonsiliasi sendiri secara faktual telah ba-nyak diupayakan baik oleh Pemerintah maupun lembaga-lembaga non Pemerintah. Adapun me-nyangkut relokasi, banyak lembaga interna-sional dan tak sedikit lembaga swadaya masya-rakat (LSM) yang ambil bagian dalam pemba-ngunan kembali pengungsi di relokasi sejak awal penempatan. Program pembinaan pengungsi dari Pemerintah selesai tahun 2002, sedangkan program lembaga internasional umumnya selesai pada tahun 2004, kecuali CRS yang bekerja sama dengan LSM lokal melanjutkan dengan program pertanian berkelanjutan dan peace building. In-dikasi pembangunan transformatif-berkelanjut-an sejauh ini belum muncul. Program belum mampu mendorong munculnya inisiatif masya-rakat untuk turut mengendalikan kebijakan dan intervensi program yang terkait dengan upaya

perbaikan kehidupan mereka sebagai bentuk adanya transformasi sosial, demikian urian Kudi-jono (2006:27).

Alur logika yang dapat dibangun terhadap perdamaian di Kalimantan Barat berdasarkan skema yang dikembangkan oleh Beger (1981:37) adalah sebagaimana alur di bawah ini.

Pra Kerusuhan Sosial Pasca Kerusuhan Sosial

Gambar 1: Pranata Perdamaian Pasca Kerusuhan

Kemudian berkaitan dengan peran negara dalam resolusi konflik di Sambas dalam be-berapa penelitian dianggap kurang, meskipun dari sisi tahap penyelamatan dan recovery bisa dianggap telah memenuhi sebagian kecil kebu-tuhan ideal dalam rangka penanganan konflik. Aspek penanganan pada tahapan penyelamatan dan pengungsian dapat dianggap sebagai upaya de-eskalasi konflik pada saat itu. Dari hasil kajian terhadap beberapa penelitian, didapatlah sebuah menganalisis tentang peranan negara dalam upaya rekonsiliasi sebagai tujuan akhir dari pe-nangan konflik dapat dilihat dalam tabel 1.2.

Meskipun pihak pemerintah sendiri terkesan lambat di dalam mengupayakan rekonsiliasi, na-mun ternyata tidak menutup upaya pihak-pihak untuk melakukan komunikasi, terutama antar pihak yang masih berkaitan keluarga. Hubungan kekeluargaan akibat banyaknya percampuran darah diantara dua etnis yang bertikai, ternyata cukup efektif dalam menyambungkan komunika-si sebagai awal penjajagan hubungan satu sama lain. Menurut pengakuan informan yang selama ini kerap melakukan komunikasi, senyatanya

Masyarakat A Masyarakat A1

Masyarakat B

Social Adaptation and Forces

(Ekonomi, Budaya, Moral, Agama)

Pranata Perdamaian

Page 38: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Raudatul Ulum

31Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

mereka terhubungkan oleh keterikatan persau-daraan. Komunikasi secara informal diman-faatkan untuk membangun kembali citra etnis Madura terhadap etnis Melayu di Sambas, seh-ingga secara alamiah terbangun suatu hubungan informal. Hubungan tersebut menjalinkan ke-inginan satu sama lain, dalam hal ini bagaimana orang Madura bisa menyampaikan kesan positif kepada etnis Melayu di Sambas tentang keingi-nan mereka untuk bisa keluar masuk Sambas dengan aman. Olahan tentang perkembangan re-konsiliasi secara alamiah dilihat dalam tabel 2.3.

Dapat dipahami bahwa residu tentang ada-nya keterikatan emosional masih ada diantara mereka, hanya saja belum memberikan indika-tor signifikan terciptanya suatu rekonsiliasi yang mendasar pada tingkatan re-integrasi. Dalam hal ini diperlukan pihak lain untuk merangkai suatu pola hubungan yang lebih baik. Selama ini hubungan dapat dilakukan melalui komunikasi person to person yang melahirkan pesan kegia-tan hubungan. Selama ini mediasi telah dilaku-kan meskipun hasilnya belum memuaskan, hal ini dapat dilihat dalam tabel 2.4.

Makna relasi bagi masyarakat selama ini adalah identitas dan hubungan intersubjektif, et-nis Madura dianggap eksklusif begitu juga dengan pandangan etnis Madura yang menganggap etnis lain yang sulit membuka diri terhadap mereka. Berdasarkan cara pandang seperti ini, prasyarat utama dalam upaya perdamaian pasca konflik di Kalbar belum tampak.

Menyangkut hal ihwal pesimisme, Muna-war (2009:22) melihat bahwa interaksi antara masyarakat Madura dan Melayu pascakerusu-han Sambas tidak memiliki masa depan yang cerah, karena perbedaan kultur/budaya antara kedua etnis (masyarakat) sangat tajam, acap-kali memunculkan benturan, dan diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum. Dengan demi-kian, suatu pandangan yang dibangun atas dasar ketidakmungkinan dapat menimbulkan asumsi negatif terhadap setiap proses.

Pandangan Munawar Saad dapat dikom-parasikan dengan Giring (2004:39) melihat

bahwa suatu pencitraan itu bergerak dinamis, sebagai contoh menurutnya pencitraan hubu-ngan antara orang Madura dan Dayak Kanayatn tidak statis pada satu asumsi karena elemen-ele-men luar adalah bagian dari relasi sosio-kultural orang Dayak Kanayatn turut serta terlibat dalam mengembangkan suatu pranata. Lebih lanjut, ci-tra itu dapat dibangun berdasarkan konstruksi elemen-elemen sosio-kultural internal kedua pihak yang dapat diintervensi oleh elemen lain misalnya pemerintah yang memiliki kewenangan cukup kuat.

Terciptanya suatu rekonstruksi hubungan antar etnis dan perdamaian pasca konflik tetap terbuka. Lemahnya penegakan hukum, menu-rut Cahyono (2008) merupakan salah satu fak-tor makro yang melemahkan proses perdamaian di Kalbar, dianggap berbeda dengan Kalimantan Tengah. Oleh karena itu, penegakan hukum men-jadi syarat untuk menggerakan perdamaian.

Sebuah perdamaian memerlukan suatu syarat adaptasi dari masyarakat yang terlibat, melalui apa yang disebut Beger (1981:43) sebagai legiti-masi, yaitu objektivikasi makna “dunia kedua” (second order). Lebih lanjut, Subro menjelaskan faktor legitimasi menghasilkan makna baru dan berfungsi menciptakan objektifikasi dan kepua-san subjektif atas “dunia pertama” (fisrt order) yang telah menjadi pranata (institutionalized) sebelumnya. Dengan kata lain kalau manusia, dan juga masyarakat, memiliki bakat berdamai dalam “dunia pertama”-nya, namun suatu wak-tu dikacaukan oleh konflik kekerasan, maka ke-mampuan adaptif masyarakat korban konflik ke-kerasan untuk menerima perdamaian merupakan legitimasi. Legitimasi ini memungkinkan suatu penciptaan makna baru pada tahapan akhir dari penyelesaian konflik yang berakhir dengan damai secara substantif. Dalam hal ini, baik etnis Ma-dura maupun Melayu dapat menciptakan suatu keterikatan baru yang lebih baik.

Hambatan Perdamaian

Relokasi sampai saat ini dianggap sebagian kalangan menjadi satu hal yang menghambat hubungan antar dalam hal kepentingan mereka

Page 39: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas

32 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

untuk menjalinkan kembali persaudaraan yang sempat pecah. Masyarakat pengungsi sendiri per-hatiannya dominan pada sisi survival dan upaya membangun kembali kehidupan sosial ekonomi mereka, ada atau tidak perdamaian. Sedangkan dari sisi pemerintah menganggap bahwa persoa-lan konflik telah selesai.

Masyarakat Melayu di Kabupaten Sambas menganggap semua telah berjalan dengan se-mestinya dengan mengabaikan kepentingan satu sama lain akan perdamaian. Hal ini menem-patkan dua komunitas etnis untuk selalu pengon-sentrasikan diri pada asumsi masing-masing ter-hadap kebutuhan hubungan rekonsiliasi seakan tidak lagi diperlukan di masa mendatang.

Berkaitan dengan belum adanya titik temu antara Madura dengan Melayu pada poin-poin kritis, sangat dipengaruhi oleh kurangnya sikap saling memahami di antara kedua belah pihak se-bagaimana dikemukakan Ulum (2001) seperti:

Orang Madura tidak memahami betapa men-1. dalamnya trauma psikologis orang Melayu Sambas yang selama bertahun-tahun hidup menganggap diri mereka berada dibawah “tekanan” orang Madura.

Orang Sambas sendiri tidak memahami beta-2. pa orang Madura sangat menginginkan pergi keluar masuk daerah Sambas dengan tenang dan damai atas tujuan:

Mengurus tanah yang ditinggalkan dengan 3. alasan ingin menjualnya dengan harga yang wajar.

Berziarah kubur. Orang Sambas tidak mema-4. hami betapa dekatnya orang Madura dengan kuburan.

Di lain hal, terdapat tiga kelompok yang berkepentingan agar Madura tidak kembali ke Sambas yakni, anak-anak muda yang terpo-larisasi oleh faktor trauma. Kemudian para poli-tisi yang membuat keadaan menjadi lebih rumit. Keadaan mengambang antara ada perdamaian atau tidak justru menjadi bagian dari opini yang dimanfaatkan untuk menguatkan posisi secara

politis. Kelompok berikutnya adalah mereka yang berkepentingan dengan tanah-tanah yang diting-galkan oleh orang Madura.

Demikian pembahasan tentang keadaan yang terjadi diantara dua etnis yang bertikai, dapatlah dipahami kebutuhan satu sama lain akan suatu hubungan yang baik dengan pencitraan yang baik juga. Hal ini membutuhkan suatu langkah awal melalui penciptaan opini di masing-masing pihak tentang suatu cara yang bermartabat dan penuh pengertian.

PenutuP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan temuan-temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa prospek membangun kembali hubungan etnis Madura dan Melayu ke dalam suatu tatanan masyarakat yang harmonis cukup baik, dengan kata lain rekonsiliasi sosial bukanlah suatu hal yang mustahil. Tentunya, keadaan ideal yang diinginkan perlu didesain melalui pendekatan konstruk sosial yang mengandalkan elemen luar terutama kebijakan. Kemudian disambungkan dalam suatu hubungan komunikasi antar elemen secara intergratif.

Relokasi merupakan tindakan eksklusif untuk mengatasi problem pengungsian yang acapakali menimbulkan ketegangan dengan masyarakat sekitar Kota Pontionak, sehingga dirasa perlu untuk memberikan mereka suatu akses ekono-mi untuk mengurangi dampak karean hak-hak dasar yang direnggut. Relokasi memiliki dampak positif terutama dalam hal memenuhi kebutu-han ekonomi bagi korban kerusuhan, setidaknya mereka dapat melanjutkan hidup dan bertahan sedemikian waktu berjalan. Meskipun pada sisi lain menjadi penghambat terhadap proses alami rekonsiliasi. Pola pengonsentrasian etnis Madura pada suatu pembentukan komunitas baru dapat menimbulkan citra eksklusifitas model lain dari ketertuduhan selama ini sebagai kelompok eksk-lusif, sehingga menyulitkan pembentukan opini yang prospektif bagi rekonsiliasi. Bahkan, dengan melihat akselerasi perubahan yang ada, aspek

Page 40: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Raudatul Ulum

33Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ekonomi di tempat baru dianggap lebih strategis dibandingkan dengan saat mereka di Sambas. Se-dangkan dari aspek sosial, relokasi memberikan kesempatan untuk membangun sebuah masya-rakat baru sedari awal.

Hambatan rekonsiliasi sebenarnya disebab-kan juga oleh faktor-faktor internal masing-masing kedua suku karena banyaknya kelompok kepentingan yang tidak menginginkan orang Ma-dura kembali ke Sambas.

Untuk itu, keterlibatan mediator atau bisa disebut dengan elemen luar diperlukan terutama dalam kerangka intervensi terhadap rekonsiliasi dua etnis yang bertikai, aspek penegakan hu-kum serta pembangunan fasilitas untuk mediasi komunikasi bisa terlaksana dengan baik dan ter-struktur. Pemerintah adalah kunci dalam penye-lesaian secara tuntas problema sosial yang terjadi, karena elemen lain tidak cukup strategis untuk memasuki persoalan sampai ke akar. Begitu juga keterlibatan elemen LSM, organisasi masyarakat perlu melakukan intervensi sosial dan budaya melalui serangkaian program kerjasama yang dapat memberikan rasa kepercayaan satu sama lain.

Saran

Satu hal yang sangat diperlukan dalam penyelesaian konflik adalah kebijakan negara yang menyiapkan suatu konstruk baru hubungan kedua etnis yang bertikai.

Keterlibatan lebih serius lagi elemen luar selain negara, misalnya tokoh etnis lain yang menjembatani dialog antara dua etnis yang ber-tikai.

daftaR Pustaka

Atok, K. dkk. 2005. Membangun Relasi Etnis Pembelajaran dari Beberapa Kampung di Ka-limantan Barat. Jakarta: Era Grafia.

Beger, Peter L dan Thomas Luckman. 1981. The Social Construction of Reality. New York: Penguin Books.

Cahyono, H. dkk. 2008. Konflik Kalimantan Ba-rat dan Kalimantan Tengah Jalan Panjang Meretas Perdamaian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar-P2P LIPI.

Coper A, Lewis http://id.wikipidia.org/wiki/Teori-konflik.

Fanani, Ahmad. 2010. Pendekatan Restorasi Cir-cle (Lingkaran Pemulihan) dalam Rekonsili-asi. (http://wmc-iainws.com/detail-artikel.php?id=37, diakses 26 Oktober 2011)

Giring. 2004. Madura di Mata Dayak dari Konflik ke Rekonsiliasi. Yogyakarta: Galang Press.

Jamil, M Mukhsin. 2007. Mediasi dan Resolusi Konflik. Semarang: Walisongo Median Cen-ter.

Kritinus. 2009. Kisah Penting dari Kampung Orang Dayak dan Madura di Sebangki. Pon-tianak: STAIN Pontianak Press.

Kusdijono. 2006. Evaluasi Program Pemulihan dan Pembangunan Pengungsi Madura Pasca Kerusuhan di Kalimantan Barat: Studi Kasus di Tiga Satuan Relokasi di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Pontianak. Tesis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Depok: Universitas Indonesia.

Pruitt, Dean G dan Rubin, Jeffrey Z. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwana, Bambang Hendarta Suta. 2003. Konflik antar Komunitas Etnis di Sambas 1999 Suatu Tinjauan Sosial Budaya. Pontianak: Remeo Grafika Pontianak.

Ross, M.G and B.W, Lappin. 1967. Community Organization: Theory, Principles and Prac-tice, Secon Edition. New York: Harper & Row Publisher.

Saad, M. Munawar. 2009. Sejarah Konflik Antar Suku di Kabupaten Sambas. Pontianak: STAIN Pontianak Press.

Subro. 2011. Suara Kami Buat Perdamaian. Pon-tianak: Cordaid-Caireu-YSDK-STAIN Ponti-anak Press.

Page 41: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas

34 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Supriyadi, Y. 2011. Konflik di Kalimantan Barat. (http://www.akademikayak.com/2008/03/tentang-konflik-di-kalbar. html diakses tang-gal 10 Oktober 2011, 21.00)

Ulum, Raudlatul. 2001. Pelaksanaan Proglam

Relokasi Korban Konflik Sambas, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Pontianak: Universitas Tanjung Pura.

laMPiRan

Tabel 1 : Realisasi Pembangunan Program Relokasi Korban Konflik Sambas

No NamaLokasi

DayaTampung

(KK)

RealisasiPembangunan

Rumah

TahunPelaksanaan

Pola

(Unit)1 SP 1 500 500 1999 Pertanian2 SP 2 500 420 2000 Pertanian3 SP 3 380 380 2001 Non-pertanian4 Bakti Suci 1 375 350 2001 Non-pertanian5 Bakti Suci 2 200 200 2002 Non-pertanian

Sumber data: Raudatul Ulum. Hasil observasi dan pengumpulan data dari berbagai sumber.

Tabel 2 : Peranan Negara Dalam Resolusi Konflik Di Kalbar

Sumber data: Konflik Kalbar dan Kalteng 2009

Tahapan Resolusi Konflik

Program atau Tindakan Perkembangan

De-eskalasi Konflik Jangka Pendek

Aparat keamanan dalam jumlah yang sangat terbatas mencoba meredam konflik yang berada di desa sumber konflik

Aparat yang diterjunkan tidak netral

Polsek dan Koramil tidak lagi mampu mengendalikan situasi, dan tidak mampu segera mencegah berlanjutnya kekerasan

Aparat gagal melokalisasi kerusuhan dan pemblokiran, sehingga kerusuhan meluas

Aparat gagal mencegah jatuhnya banyak korban jiwa dan

Jangka Panjang Negara kurang mendorong surutnya perasaan saling membenci di antara pihak-pihak yang berkonflik

Dalam konteks Sambas: Pemda setempat turut mendukung dan menyebarkan hidden agenda untuk menolak Madura kembali ke bumi Melayu (Sambas)

Negara gagal memainkan memainkan peranan de-eskalasi karena Negara belum menemukan cara-cara pemecahan masalah yang dapat dikatakan adil bagi pihak Madura

Di kalangan masyarakat maupun kalangan elite, perasaan “membenci” etnis Madura masih tumbuh subur

Pendekatan resolusi konflik yang digunakan ialah “pendekatan alamiah yang cenderung pembiaran”, yang secara sepihak

menguntungkan etnis Melayu Sambas tapi sangat merugikan warga

Intervensi kemanusiaan dan negosiasi politik

Pemprov melakukan relokasi pengungsian dan program pemberdayaan

Surat edaran Bupati Sambas tentang intervensi tanah-tanah Madura

Program pemerintah untuk resolusi konflik hampir dikatakan tidak ada

Tidak ada koordinasi antara Pemprov dan Pemkab Sambas

Pemkab Sambas merasa ditinggalkan atau tidak dilibatkan

Pemda tidak serius sehingga banyak tanah milik orang Madura yang dikuasai oleh orang Melayu, oleh pemerintah desa, atau disita sebagai “rampasan perang”

Page 42: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Raudatul Ulum

35Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Nama Kegiatan Peranan Output

Orang Melayu Sambas bebas lalu-lalang dengan aman di terminal Batu Layang (Kota Pontianak)

Orang Melayu Sambas akan bercerita di kampung halamannya, bahwa mereka diperlakukan dengan baik dan aman di terminal Batulayang

Diplomasi budaya

Orang Sambas mengunjungi sanak keluarganya di relokasi pengungsian

Orang Madura membuktikan bahwa tempat relokasi merupakan tempat yang aman bagi orang Melayu Sambas

Diplomasi budaya

Acara pernikahan antara wanita Madura dengan lelaki Melayu di Sambas, keluarga Madura boleh hadir dan tinggal di Sambas selama prosesi pernikahan berlangsung

Orang Sambas memberikan atau membuka sedikit pintunya bagi masuknya orang Madura ke Sambas

Diplomasi budaya

Acara pertandingan olahraga atau kesenian, dimana peserta dari Madura bisa hadir dengan aman

Orang Sambas memberikan atau membuka sedikit pintunya bagi masuknya orang Madura ke Sambas

Diplomasi budaya

Sumber Data: Konflik Kalbar dan Kalteng

Tabel 3 : Perkembangan Pendekatan Informal dan Alamiah

Tabel 1.4: Peranan Mediator Untuk Resolusi Konflik

Jenis Lembaga Peran Output

LSM Mengadakan kegiatan dialog-dialog

Bantuan pangan

Bantuan fisik

Bantuan pengadaan air bersih

Sebatas dialog-dialog, belum ada follow upuntuk mendorong resolusi konflik.

Satu dua LSM justru dibentuk untuk mobilisasi politik

Partai Politik Secara sadar enggan terlibat karena mengurus resolusi konflik merupakan isu yang kontraproduktif bagi partai

Nihil

Ikatan-ikatan Etnis Ekslusif Masing-masing bersifat ekslusif dan hamper-hampir tidak ada kerja sama

Sukar untuk mempertemukan antar-identitas

Organisasi Lintas Etnis Forum Komunikasi Masyarakat Kalimantan Barat (FKMKB)

Praktis tidak memiliki program

Nyaris tidak efektif

Anggota tidak terlibat secara sepenuh hati

Institusi keagamaan Kecil Sulit mencari figur tokoh agama yang dihormati oleh kedua belah pihak

Figur ulama tidak turun langsung ketika konflik berlangsung, untuk mengamankan situasi

Sumber Data: Buku Konflik Kalbar dan Kalteng

Page 43: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Prospek Pembangunan Masyarakat Pasca Konflik Sambas

36 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Page 44: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

37Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

JARINGAN SOSIAL GEREJA KRISTEN JAWI WETAN (GKJW) DENGAN PONDOK PESANTREN

DI MALANG JAWA TIMUR Social Networks Between East Java Christian Churches (GKJW) and

Moslem Boarding Schools in Malang, East Java

rETNoWATI

rETNoWATI Dosen Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro

No. 52 – 60 Salatiga Telp. (0298) 321212, 321433

Faks (0298) 321433e-mail: [email protected]

Naskah diterima: 10 Januari 2013Naskah direvisi:

22 Pebruari - 3 Maret 2013 Naskah disetujui: 5 Maret 2013

AbstrAk

Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia selalu menarik untuk dibahas karena penuh dengan dinamika dan konflik. Data secara langsung diperoleh dari Muslim (Pondok Pesantren) dan Kristen (Gereja Kristen Jawi Wetan) di Malang, Jawa Timur, dengan cara wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan didukung dengan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan sosial. GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) dan Pondok Pesantren telah berhasil membangun hubungan dan jaringan yang kokoh untuk menjembatani hubungan antar-agama di Jawa Timur. Fakta menunjukkan bahwa sumber daya lokal memainkan peran utama dalam membangun hubungan yang memungkinkan antar-agama dan kerjasama berlangsung. Jaringan Muslim-Kristen yang didirikan oleh Pondok Pesantren dan GKJW di Jawa Timur menunjukkan meningkatnya kesadaran pentingnya membangun hubungan antara Muslim dan Kristen. Program SIKI (Studi Intensif Kristen dan Islam) telah mengawali belajar memahami agama-agama lain. Jaringan sosial ini adalah titik awal yang baik untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan antarumat beragama. SIKI telah melakukan dialog kehidupan yang melibatkan Muslim dan Kristen secara langsung melalui kehadiran, persahabatan, dan pengalaman hidup bersama (live in). Di sinilah pentingnya kerjasama dan jaringan antar umat beragama dan atau institusi agama dilakukan dan terus dikembangkan.

Kata kunci: Jaringan Sosial, Modal Sosial, Gereja, Pondok Pesantren

AbstrAct

The relation of Moslems and Christians in Indonesia is always interesting to be discussed since it is riddled with dynamics and conflicts. The data are directly obtained from the Muslims (Moslem Boarding Schools) and Christians (East Java Christian Churches) in Ma-lang, East Java, by using in-depth interviews, participatory observation and are support-ed with bibliographical studies. Data analysis is carried out in the descriptive qualitative method. The theory used in this research is the social network. GKJW (East Java Christian Churches) and Pondok Pesantren (Moslem Boarding Schools) have succeeded in establish-ing realtions and nertworks resulting in the forces to bridge inter-religions relation in East Java. The fact shows that local resources play major roles in establishing relations that allow inter-religion cooperation to take place. The Moslem-Christian network established by the Pondok Pesantren and the GKJW shows the growing awareness of the importance of establishing relations among Moslems and Christians. SIKI program (Intensive Study of Christians and Moslems) has started and learnt to understand other religions. This social network is a good starting point to solve the problems that had been the burden of inter-religions lives. SIKI has conducted the dialogue of life directly involving Moslems and Christians with the presence, fellowship, and live in activity . This is the importence of why inter-religion and or religion institutions cooperation and network need to be carried out and maintained.

Keywords: Social Network, Social Capital, Churches, Moslem Boarding Schools

Page 45: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

38 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia selalu menarik untuk dibicarakan karena kedua agama ini memang mempunyai hubungan yang diwarnai oleh berbagai dinamika dan rentan konflik. Hubungan yang mengalami ketegangan tersebut mulai terjadi ketika muncul gerakan pu-rifikasi dikalangan Islam-Kristen.

Sejak paruh kedua abad ke-19 sudah ter-jadi konflik-konflik antara Islam dan Kristen, khu-susnya di Jawa Timur. Konflik ini tampak jelas pada kuburan, karena kuburan mempunyai arti mistis teologis. Orang-orang Islam dan Kristen yang tadinya dikuburkan dalam suatu kompleks tertentu, akhirnya harus dipindahkan ke kuburan yang terpisah. Dengan kata lain schock-breaker dari budaya asli semakin tumpul sehingga yang terjadi adalah bentrokan-bentrokan terbuka antara dua agama monotheis yang semakin bero-rientasi kepada yang ada di luar negeri, dalam hal ini Belanda dan Arab. Dalam perkembangannya agama sering dipolitisir, pemeluk agama yang satu diadu dengan pemeluk agama lain untuk kepentingan politik. Pada titik inilah agama telah menjadi lahan yang paling empuk untuk diadu domba, demi untuk kepentingan-kepentingan tertentu (Dokumen SIKI, 1999).

Di Indonesia hubungan antar pemeluk agama nampak terjadi eskalasi yang makin meng-khawatirkan. Khususnya di Jawa Timur, dimulai dengan ketegangan di sana sini yang berlanjut dengan penutupan beberapa rumah kebaktian yang dianggap tanpa ijin pendiriannya, kemu-dian meningkat dengan penghancuran dan pem-bakaran rumah-rumah ibadah seperti yang terja-di di daerah Pasuruan, Dampit (Malang Selatan), Sempolan (daerah Jember), Surabaya, Situbondo dan Keras (daerah Tulung Agung). Bahkan keru-suhan tersebut terus berlanjut secara luas sep-erti di Tasikmalaya, Rengasdengklok, Ketapang (Jakarta), Kupang, Ambon, Sambas, Poso dan sebagainya. Konflik tersebut sangat memperi-hatinkan, karena tidak hanya menelan kerugian

harta dan infrastruktur, gedung gereja, masjid, sekolah, perkantoran dan lain sebagainya, na-mun juga nyawa, yang hanya menyisakan luka anak-anak bangsa (Utomo, 2006).

Jawa Timur dapat dijadikan sebagai baro-meter untuk melihat potret hubungan antar kedua kelompok agama, dalam hal ini Islam dan Kristen di Indonesia, karena Jawa Timur dapat disebut sebagai wilayah basis Islam, khususnya Nahdalul Ulama (NU). Di Jawa Timur terdapat banyak pondok pesantren dan organisasi Islam baik modern maupun tradisional. Kehadiran pon-dok pesantren di Jawa Timur yang berjumlah pu-luhan bahkan ratusan ini mempunyai pengaruh sangat kuat di tengah masyarakat. Sementara itu gereja-gereja Kristen maupun Katolik, juga gereja-gereja Pentakosta, Karismatik, Injili dan sebagainya, semakin berkembang di Jawa Timur, khususnya di kota Malang dan Surabaya.

Pengalaman Jawa Timur dalam mengupaya-kan kerjasama antar umat beragama diawali oleh pimpinan pesantren dan pimpinan gereja/pende-ta Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Hubung-an tersebut selanjutnya diteruskan pada tataran umat. Menarik karena di Jawa Timur, pesantren dan gereja, dalam hal ini GKJW berhasil mem-bangun relasi, jaringan dan persaudaraan yang cukup kuat sehingga hubungan kedua umat be-ragama tersebut dapat dikatakan cukup harmo-nis.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat dipandang sebagai lingkungan yang khusus. Wa-hid (1977) meringkas nilai-nilai yang berlaku di pesantren sebagai berikut: hidup dipandang se-bagai ibadah, ajaran dari guru agama tidak dapat dibantah karena ajaran tersebut adalah bagian dari ibadah, cinta terhadap doktrin Islam: dedi-kasi pada masalah-masalah agama dan kesinam-bungan semangat santri. Nilai-nilai ini ditambah dengan kedudukan kiai yang selain menjadi guru dan pemimpin pesantren sekaligus juga sebagai pemilik. Dalam hal ini umat menempatkan kiai sebagai pemegang kekuasaan mutlak di lingkung-an pesantren. Dengan perkataan lain kiai dan para pembantunya merupakan hirarki kekua-

Page 46: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

39Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

saan satu-satunya yang secara eksplisit diakui dalam lingkungan pesantren (Wahid, 1985:42). Sementara Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) adalah lembaga Kristen atau biasa disebut perse-kutuan orang percaya yang bertugas melayani umat manusia dan dunia agar mengalami damai sejahtera. Dalam kehidupan sehari-hari gereja mempunyai tugas membina dan mengajarkan kebenaran Firman Tuhan kepada umat, di sam-ping melakukan berbagai kegiatan pelayanan baik di dalam maupun ke luar.

Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) yang menjadi subyek penelitian ini adalah gereja yang tumbuh dan berkembang di Jawa Timur sejak ta-hun 1931 (awal abad 20). Sesuai dengan nama-nya GKJW secara konsisten hanya berada di Jawa Timur. Karennya satu-satunya GKJW di seluruh dunia, hanya ada di Jawa Timur. Dilihat dari sejarah lahirnya maka, GKJW termasuk gereja tertua (gereja induk) dibanding dengan muncul-nya gereja-gereja lain yang ada di wilayah Jawa Timur. Bahkan dapat dikatakan GKJW merupa-kan cikal bakal munculnya keKristenan di Jawa. Di sini disebut “Kristen Jawa” untuk menggam-barkan bahwa keKristenan orang Jawa adalah keKristenan yang tetap mengakar dalam konteks budaya Jawa.

Selama ini gereja dan pondok pesantren diragukan kemampuannya dalam membangun hubungan kerjasama, dalam pergaulan sehari-hari masih ada perasaan saling curiga, stereo-type antara keduanya. Terlebih dengan ma-raknya isue kekerasan, teroris, bom, dan sebagai-nya yang mengkhawatirkan warga masyarakat umumnya dan orang Kristen khususnya. Tidak adanya pemahaman dan pengenalan yang benar dari pihak Kristen terhadap pondok pesantren dan pihak Islam terhadap gereja menghasilkan prasangka negatif dan bahkan kesalahpahaman di antara kedua umat beragama ini. Karena itu dibutuhkan upaya bersama untuk membangun hubungan persaudaraan yang lebih baik antara keduanya.

Dengan penjelasan di atas, maka posisi yang saya tentukan dalam penelitian ini adalah, jar-

ingan Gereja, dalam hal ini GKJW dengan pon-dok pesantren dan bagaimana kedua agama ini membangun jaringan. Penelitian ini menggu-nakan pendekatan jaringan sosial untuk melihat bagaimana hubungan antara Islam dan Kris-ten di Jawa Timur, dan bagaimana memahami situasi dan kondisi yang terjadi di dalamnya, me-nyangkut kegiatan para santri di pesantren dan kegiatan jemaat di GKJW. Pendekatan jari-ngan sosial digunakan untuk melihat bagaimana strategi-strategi, kiat-kiat yang digunakan GKJW dan pondok pesantren agar dapat tetap memper-tahankan hubungan baik dan bagaimana kedua-nya menghadapi perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

Rumusan Masalah

Bagaimana Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan pondok pesantren di Jawa Timur menggunakan jaringan sosial yang dimiliki untuk mengakses sumber daya lokal yang tersedia di lingkungannya, dalam upaya mempertahankan dan membangun kelangsungan hubungan Kris-ten dan Islam?

Kerangka Teori tentang Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan salah satu di-mensi kapital sosial selain kepercayaan dan nor-ma. Konsep jaringan dalam kapital sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organ-isasi). Pengertian adanya hubungan sosial diikat oleh adanya kepercayaan, di mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada. Pada konsep jaringan ini terdapat un-sur kerja yang melalui media hubungan sosial menjadi kerja sama.

Jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, sa-ling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan atau mengatasi sesuatu. Intinya konsep jaringan dalam kapital sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau ke-lompok lain yang memungkinkan suatu kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif.Selan-jutnya jaringan itu sendiri dapat dibentuk dari

Page 47: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

40 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

hubungan antar personal, antar individu dengan institusi serta jaringan antar institusi.

Sementara jaringan sosial (networks) merupakan demensi yang bisa saja memerlu-kan dukungan dua dimensi lainnya karena kerja sama atau jaringan sosial tidak akan terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling percaya. Dalam menganalisis jaringan sosial juga perlu diperhatikan tentang gagasan mengenai pe-ngaruh struktur sosial, terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan yang berdasarkan manfaat ekonomis, khususnya menyangkut kualitas in-formasi. Empat prinsip utama yang yang melan-dasi pemikiran mengenai adanya hubungan dan pengaruh antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi yaitu, (1) norma dan kepadatan jaring-an (2) lemah atau kuatnya ikatan menyangkut manfaat ekonomi ternyata cendrung didapat dari jalinan ikatan yang lemah. Dalam konteks ini di-jelaskan bahwa pada tataran empiris informasi baru misalnya akan cenderung didapat dari ke-nalan baru dibandingkan dengan teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hampir sama dengan individu, kenalan baru relatif mem-buka cakrawala dunia luar individu (3). Peran lu-bang struktur (structural holes) yang berada di luar ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ter-nyata berkonstribusi untuk menjembatani relasi individu dengan pihak luar. (4) intrepetasi terha-dap tindakan ekonomi dan non-ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya.

Pendekatan jaringan sosial memiliki signi-fikansi ketika ada dimensi-dimensi yang tersem-bunyi dalam masyarakat serta belum terungkap dan luput dari perhatian pendekatan struktur so-sial. Meskipun dalam teori struktur sosial din-yatakan oleh tokohnya Redcliffe Brown bahwa masyarakat merupakan jaringan dari jaringan-jaringan sosial (Brown, 1968: 90), namun dalam perkembangannya konsep-konsep tersebut diperbaiki oleh para ahli tentang jaringan sosial yang lain.

Menurut Mitchell (1969: 1-2), jaringan sosial adalah seperangkat hubungan khusus atau spesi-

fik yang terbentuk diantara sekelompok orang yang karakteristik hubungan-hubungan tersebut berguna untuk menafsirkan motif-motif prilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Penelitian ini dipakai dalam rangka mengatasi kekurangan analisis struktural fungsional (Mitch-ell, 1969:8). Jaringan sosial memiliki kelebihan-kelebihan yaitu, (1) bisa melewati atau menero-bos batas-batas yang tidak dapat dijangkau oleh batas-batas formal (2) jaringan sosial bisa mema-hami struktur sosial dan kebudayaan secara lebih pasti (3) bisa meneliti hal-hal yang tersembunyi dalam masyarakat yang diteliti (4) bisa masuk ke jantung masyarakat yang diteliti.

Dalam hal ini, Barnes (1954: 55-57) me-ngatakan bahwa hubungan sosial yang dapat dimasuki oleh masing-masing individu ada dua macam yakni, jaringan total dan jaringan bagi-an. Jaringan total adalah keseluruhan jaringan yang dipunyai seseorang dan meliputi bermacam kontras atau bidang kehidupan dalam masya-rakat, sedangkan jaringan bagian adalah jari-ngan yang dipunyai oleh seseorang terbatas pada bidang kehidupan tertentu seperti jaringan poli-tik, jaringan kekerabatan, jaringan ketetanggaan, jaringan pertemanan dan jaringan keagamaan. Dalam konteks penelitian ini jaringan antara gereja dan pondok pesantren termasuk jaringan bagian.

Bila seseorang memiliki mobilitas diri yang cukup baik untuk mengadakan hubungan-hubungan sosial yang luas, maka hal itu berarti ia mempunyai sejumlah jaringan. Hal ini juga mengandung arti bahwa seseorang tersebut akan memiliki sejumlah pengelompokan dan kestatu-san sosial, sesuai dengan waktu, ruang, situasi dan kebutuhan atau tujuan yang akan dicapainya. Dengan demikian keanggotaan seseorang dalam suatu jaringan sosial bersifat fleksibel dan dina-mis, serta selalu terkait dengan jaringan sosial yang kompleks. Bila seseorang memasuki sejum-lah jaringan sosial yang berbeda-beda sesuai de-ngan fungsinya, maka ia memasuki struktur so-sial yang berbeda pula. Oleh sebab itu salah satu aspek utama dalam kajian jaringan sosial tidak

Page 48: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

41Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

terletak semata-mata pada atribut para pelaku-nya, tetapi juga pada karakteristik dan pola-pola hubungan di antara mereka yang ada di dalam jaringan sosial untuk memahami dasar atau latar belakang prilaku mereka itu (Mitchell, 1969:4).

Karakteristik jaringan sosial juga berpe-ngaruh terhadap penguasaan dan pemanfaatan sumber daya sosial. Pada dasarnya kapital sosial terdiri dari tiga dimensi utama yakni (1) keper-cayaan (trust), norma, dan jaringan (network). Berdasarkan sifatnya kapital sosial dapat bersi-fat mengikat (bonding), menyambung (bridg-ing) dan yang bersifat mengait (linking). Sifat kapital sosial itu sangat kentara dalam dimensi jaringan sosial. Peran yang dimainkan jaringan sosial dalam pembangunan tidak sama di setiap wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa kapital sosial juga bervariasi antar wilayah atau antar daearah, demikian juga dampak yang ditimbul-kannya sangat bervariasi. Aspek yang terakhir ini sangat jarang dikemukakakn oleh ahli kapi-tal sosial. Dengan demikian jaringan sosial juga bersifat lokal indigeneous atau mengandung di-mensi kelokalan yang tak dapat digeneralisasikan dalam setiap kajadian.

Dengan mengacu pada kerangka konsep-tual di atas, penelitian tentang jaringan pondok pesantren dan GKJW hendak menyoroti pen-tingnya potensi lokal dalam implementasi suatu jaringan sosial antar umat beragama. Gejala so-sial berupa memudarnya pemberdayaan potensi lokal sesungguhnya merupakan suatu masalah sosiologis yang sangat mendasar yang antara lain ditunjukkan oleh semakin terpinggirkannya sumber daya lokal oleh arus globalisasi.

Sumber daya lokal merupakan kapital so-sial yang mempunyai potensi-potensi yang patut diperhitungkan. Kapital sosial dikonsepsikan se-bagai kuantitas dan kualitas sumber daya yang oleh aktor (individu, kelompok atau komunitas) dapat diakeses dan dimanfaatkan melalui posisi atau lokasinya dalam jaringan sosial. Konsep di atas menjelaskan bahwa yang pertama mengan-dung pengertian mengenai sumber kapital sosial dan dapat diakeses pada relasi sosial, sedangkan

konsep yang kedua memberi penekanan me-ngenai lokasi atau sumber kapital sosial berada pada jaringan sosial atau karakteristik sosial. Dalam jaringan sosial setiap individu dapat sa-ling belajar melalui pengalamannya masing-ma-sing, memilih dan mengembangkan hubungan-hubungan sosial yang tersedia dalam masya-rakat, disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada pada diri individu atau kelompok yang bersangkutan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jawa Timur, di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan Pondok Pesantren, di Jawa Timur. Pondok Pesantren yang menjadi subyek penelitian adalah Pon-dok-pondok Pesantren di Jawa Timur, dengan mengambil studi khusus di pondok pesantren Sirotul Fuqoha Gondanglegi, Spanjang Turen Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan meng-gunakan pendekatan kualitatif, dengan metode wawancara mendalam dan pengamatan terlibat terhadap, pendeta pimpinan gereja, warga gereja, kiai pimpinan pondok pesantren dan para santri.

Observasi dilakukan dalam rangka menda-patkan gambaran kegiatan umum yang terjadi di GKJW dan pondok pesantren dengan cara meng-identifikasikan tentang situasi dan kondisi wilayah penelitian. Gambaran kegiatan umum tersebut meliputi berbagai informasi tentang kehidupan di lingkungan pesantren dan GKJW yang diperoleh melalui serangkaian percakapan umum dengan Jemaat dan pendeta GKJW, para kiai dan para santri pondok pesantren di Jawa Timur, juga penduduk yang tinggal di sekitar GKJW dan pesantren. Informasi itu bermanfaat bagi saya sebagai peneliti yang memiliki penge-tahuan yang terbatas tentang keadaan, tempat dan masyarakat yang hendak diteliti. Hal ini di-sebut sebagai grand tour observation (Spradley, 1980:77-88)

Keterlibatan peneliti dengan subyek peneli-tian dilakukan diantaranya, bergaul secara inten-sif, ngobrol, melakukan kegiatan bersama, ber-dialog baik secara formal maupun non-formal

Page 49: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

42 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

dengan santri, kiai, pendeta dan warga gereja, dalam hal ini GKJW. Peneliti juga mengamati kehidupan sehari-hari Pondok pesantren dan ke-hidupan jemaat GKJW. Keterlibatan dilakukan dengan subyek-subyek yang diamati seperti kiai, keluarga kiai, santri, alumni santri, beberapa pengurus pondok pesantren Sirotul Foqoha dan masyarakat disekelilingnya juga lembaga-lem-baga keagamaan lainnya, sebagai anggota atau bagian dari jaringan sosial ponpes.

Penelitian terhadap GKJW dilakukan dengan cara mengamati secara mendalam bagaimana re-lasi, keterlibatan, pergaulan pendeta, keluarga pendeta, warga gereja dengan kiai, santri. Penga-matan juga dilakukan pada saat pimpinan atau pengurus GKJW melakukan kegiatan dengan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

hasil dan PeMBahasan

Hubungan Islam dan Kristen di Jawa Timur

Pengalaman kehidupan beragama dalam hal ini Islam dan Kristen sepanjang sejarah bangsa ini telah membuahkan berbagai dampak posi-tif maupun negatif. Dampak negatif yang terja-di dalam relasi antara Islam dan Kristen perlu disikapi secara serius agar tidak berkembang kearah yang lebih buruk. Salah satu cara untuk memperbaiki hubungan kedua umat beragama tersebut adalah dengan cara membuka jaring-an yang memungkinkan terjadinya kerjasama, saling mengingatkan, saling membantu dalam melaksanakan atau mengatasi sesuatu,saling ber-bagi informasi, mendukung dsb untuk kehidupan yang lebih baik bagi keduanya.

Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kondisi riel masyarakat Indonesia, menyangkut hubungan antar umat beragama, khususnya Is-lam dan Kristen. Harus diakui hubungan Islam dan Kristen di Indonesia masih menyimpan be-berapa kelemahan yang jika dibiarkan akan men-datangkan kerugian pada kedua umat beragama tersebut. Berdasar latar belakang tersebut pene-litian ini akan menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk relasi Islam dan Kristen khususnya yang

terjadi di Jawa Timur.

Upaya untuk mengatasi hubungan yang kurang harmonis antara Islam dan Kristen ini telah dilakukan oleh berbagai pihak. Sejarah me-nunjukkan bahwa pada akhir abad 19 dan awal abad 20, hubungan keduanya berangsur-angsur menjadi baik dan mengalami “perkembangan” yang menggembirakan. Pertama, orang Islam menyadari adanya “ancaman” dari pihak Kris-ten karena melihat adanya kemajuan kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu pemerintah ko-lonial juga berpihak kepada gereja. Kesadaran ini diperkuat dengan munculnya kebangkitan Islam yang bersamaan waktu dengan tumbuh-nya kebangkitan nasional melawan pemerintah kolonial. Kedua, orang Kristen juga menyadari bahwa Islam merupakan kekuatan besar yang su-lit ditaklukan, maka timbul pemikiran dari pihak Kristen untuk mengupayakan hubungan baik dengan Islam sambil terus berusaha memahami Islam melalui berbagai cara, salah satunya adalah dialog dan kerjasama (Soetopo, 1999).

Dalam sejarah perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan, orang Islam dan Kristen berjuang bersama demi mewujudkan kemerdekaan Indo-nesia. Perjuangan bersama sebagai sesama war-ga bangsa ini menjadi sarana bagi kedua umat beragama tersebut untuk saling mengenal dan menyadari bahwa mereka adalah saudara, se-bangsa dan setanah air. Perjuangan bersama un-tuk mencapai kemerdekaan ini mampu menutup berbedaan-perbedaan yang ada. Karena itu tid-aklah mengherankan kalau pada masa-masa awal kemerdekaan hubungan Islam-Kristen berada dalam suasana harmonis. Namun dalam perkem-bangannya, yaitu pada pasca perang kemer-dekaan Indonesia, terjadi perselisihan di antara pemeluk kedua umat beragama tersebut yang disebabkan oleh berbagai persoalan. Dalam hal inilah kemudian disadari perlunya mengupaya-kan kekuatan bersama bertujuan mewujudkan kehidupan beragama yang rukun di Indonesia.

Ada begitu banyak program yang dilakukan pemerintah seperti musyawarah-musyawarah di bebarapa kota yang melibatkan pimpinan atau

Page 50: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

43Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

tokoh-tokoh agama, namun upaya ini nampak-nya tidak membawa hasil yang diharapkan, bahkan nampak mengalami kegagalan, karena pada kenyataannya umat beragama pada tataran grass root belum tersentuh, masih berhenti pada tataran elit dan masih sebatas pertemuan-per-temuan formal bertujuan menciptakan kamtib-nas (keamanan ketertiban masyarakat) dengan penyelenggaranya Departemen Agama, Departe-men Dalam Negri dan Departemen Pertahanan keamanan, dengan demikian masih nampak sa-ngat elitis. Kenyataan ini menunjukkan kega-galan pemerintah dan pimpinan agama dalam mengupayakan kerukunan umat beragama yang sesungguhnya karena belum menyentuh kebutu-han umat beragama itu sendiri. Namun walau-pun demikian perlu dihargai upaya-upaya para pemimpin agama tersebut, hanya saja masih perlu dicari bentuk-bentuk musyawarah, diskusi dan pertemuan yang lebih banyak melibatkan umat beragama secara langsung dan harus dimu-lai dari kebutuhan umat beragama itu sendiri.

Berangkat dari kenyataan tersebut maka, beberapa institusi agama dalam hal ini GKJW telah memikirkan bentuk hubungan antar umat beragama yang lebih riel, konkrit dan menyentuh langsung persoalan umat di tengah masyarakat. Diawali oleh diskusi-diskusi, sarasehan, dialog dan berbagai kegiatan yang lain kegiatan kedua umat beragama tersebut dilakukan. Diskusi-dis-kusi yang diselenggarakan tersebut mengangkat topik-topik tertentu yang relevan dengan berbagai pergumulan yang sedang dihadapi umat. Dalam hal inilah umat beragama diajak melihat secara bersama-sama berbagai permasalahan yang be-nar-benar terjadi di masyarakat. Diskusi-diskusi yang diselenggarakan tersebut tidak hanya ter-batas pada agama Islam dan Kristen saja, namun juga melibatkan agama-agama lain, dalam hal ini Katolik, Hindhu dan Budha. Kegiatan ini cukup memberikan kontribusi kepada pemerintah, khu-susnya dalam rangka dialog dan pengenalan ten-tang agama-agama.

Permulaan dan perkembangan hubungan antara Islam dan Kristen di Jawa Timur khu-

susnya antara GKJW dan Pondok Pesantren ini diawali dengan program-program bersama yang menekankan dimungkinkannya terjadi dialog antar kedua umat beragama tersebut. Dialog antar umat Islam dan Kristen pada satu pihak memang lahir dari kondisi Jawa Timur, dipi-hak lain merupakan kebutuhan riel kehidupan umat beragama di Jawa Timur. Hal ini tidak ter-lepas dari apa yang terjadi di luar Jawa Timur, khususnya dari hasil dari pertemuan-pertemuan dialog yang diprakarsai oleh Persekutuan Gereja –Gereja di Indonesia (PGI), Forum Komunikasi Kristen Indonesia (FKKI), dll yang juga dihadiri oleh unsur-unsur Islam dan Kristen yang ada di wilayah Jawa Timur.

Dialog Islam dan Kristen Oleh Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)

Hubungan antara GKJW dan Pondok Pe-santren berawal dari gerakan kecil dan seder-hana yang dilakukan oleh kedua umat beragama, dalam hal ini Islam dan Kristen. Gerakan terse-but dilakukan secara serentak dari aras pimpinan sampai warga jemaat. Di aras pimpinan secara rutin pimpinan GKJW mengadakan kunjung-an silaturahmi kepada tokoh-tokoh organisasi, akademisi dan pondok-pondok pesantren. Si-latu-rahmi tersebut dilakukan secara kekeluar-gaan, fleksibel, mengalir ringan, tanpa dibebani oleh agenda-agenda tertentu. Hubungan yang se-derhana ini kemudian berlanjut pada hubungan yang lebih bersifat formal dan terprogram.

Salah satu bentuk hubungan kerjasama antara Islam dan Kristen tersebut adalah, ker-jasama GKJW dengan PB NU yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yaitu, Ge-rakan Moral Nasional yang terjadi pada tahun 1998. Kegiatan ini didukung penuh oleh PB NU, Muhamadiah, PGI dan KWI. Selanjutnya hubu-ngan tersebut diteruskan dengan kegiatan-kegia-tan lain yang melibatkan baik pimpinan agama maupun umat beragama. Dalam hal inilah GKJW belajar bahwa untuk membangun relasi, persau-daraan dan kerjasama dengan umat beragama lain dalam hal ini Islam, tidak bisa ditempuh secara instan, tetapi harus melalui proses yang

Page 51: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

44 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

panjang, butuh belajar satu terhadap yang lain dan disertai motivasi yang tulus. Pengalaman GKJW membangun hubungan dengan NU sudah dirintis dan dimulai sejak lama, sekitar tahun 80-an, telah mengalami jatuh bangun. Dalam hal ini dibutuhkan kesabaran, komitmen dan ketulusan, hingga pada akhirnya GKJW dan pondok-pondok pesantren berhasil membangun hubungan dan kerjasama di berbagai bidang. Hubungan baik ini bisa bertahan sampai saat ini dan sudah ter-uji karena melalui proses saling mengenal yang cukup panjang.

Di samping melakukan kegiatan-kegiatan sosial bersama, GKJW dan pondok-pondok pe-santren juga melakukan dialog-dialog melalui seminar-seminar maupun forum-forum diskusi. Menarik, karena kerjasama Islam dan Kristen di GKJW tidak hanya berhenti pada tataran dialog, namun ditindaklanjuti dengan kerjasama riel dalam hal menyikapi dan mengatasi masalah yang terjadi di tengah masyarakat secara kon-krit.

Program dialog dan kerjasama dengan Islam yang telah dilakukan oleh GKJW antara lain:

Melakukan aksi Gerakan Moral Bersama 1. Antar Umat beragama dalam menyikap kri-sis multidimensi di Indonesia. Gerakan moral ini dilakukan bersama-sama oleh para tokoh Kristen, Islam (NU dan Muhammadiyah, Ka-tolik, Hindhu, Budha dan Konghucu). Agama-agama ini bersatu memberikan seruan moral agar umat beragama tidak mudah terprovoka-si oleh issue-isue yang memecah belah umat.

Menggiatkan forum-forum antar umat ber-2. agama di wilayah Jawa Timur yang sesuai dengan kebutuhan wilayah Jawa Timur, misal-nya kegiatan Perempuan Antar Umat Beraga-ma (PAUB) di Malang Jawa Timur, bergerak di bidang pendampingan gender dan pengha-pusan trafficking.

Kursus Komputer bersama-sama pemuda Is-3. lam dan Kristen di Pondok Pesantren untuk peningkatan wawasan teknologi.

Kursus Bahasa Inggris bersama-sama antara 4.

komunitas GKJW dan pondok pesantren un-tuk meningkatan komunikasi berbahasa asing, khususnya bagi kaum muda.

Berwirausaha bersama-sama antara komuni-5. tas gereja dan pondok pesantren untuk me-ningkatkan kesejahteraan ekonomi, khusus-nya peningkatan ekonomi warga pedesaan.

Mengadakan bazaar murah menjelang hari 6. raya Idhul Fitri di desa-desa yang masyarakat-nya masih hidup di bawah standard kecuku-pan.

Pelayanan kesehatan gratis7.

Pelayanan HIV –Aids8.

Pelayanan Advokasi bagi buruh-buruh mi-9. grant, dsb.

Semua kegiatan di atas merupakan wujud “dialog kehidupan” yang dilakukan oleh GKJW bersama umat Islam. Di samping itu GKJW juga melakukan kegiatan silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama baik dikalangan akademisi, organ-isasi keagamaan, maupun para kiai pondok-pondok pesantren dan membaurnya seluruh warga GKJW di tengah-tengah masyarakat un-tuk melakukan berbagai kegiatan sosial bersama umat beragama lain, khususnya Islam. Kegiatan seperti ini sangat penting karena melaluinya tim-bul rasa saling percaya dan mengenal antar umat beragama. Kegiatan-kegiatan bersama antara GKJW dengan pondok pesantren tersebut me-nunjukkan bahwa kedua umat beragama terse-but berhasil mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat melalui program-program kegiatan yang dilakukan.

Hubungan antara GKJW dengan pondok pe-santren yang dijelaskan di atas menunjukkan adanya jaringan baik pada individu maupun in-stitusi. Konsep jaringan sosial menjelaskan, ja-ringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengin-gat-kan, dan saling membantu dalam melak-sanakan atau mengatasi sesuatu. Konsep jarin-gan dalam kapital sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang

Page 52: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

45Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

memungkinkan kegiatan tersebut dapat berjalan secara efisien dan efektif. Jaringan itu sendiri da-pat dibentuk dari hubungan antar personal, antar individu dengan institusi serta jari-ngan antar institusi dengan institusi.

Program Studi Intensif Islam-Kristen

Jaringan antara GKJW dan Pondok-pondok Pesantren di Jawa Timur berhasil dibentuk baik secara personal, antar individu maupun secara kelembagaan. Lebih dari sekedar dialog dalam waktu-waktu selanjutnya GKJW dan Pondok pesantren menyelenggarakan kegiatan yang ter-program. Artinya kegiatan-kegiatan itu bukan merupakan kegiatan yang bersifat temporer atau yang diselenggarakan hanya pada moment-mo-ment tertentu saja, Salah satu program tersebut adalah Studi Intensif Kristen dan Islam (SIKI). Program ini sudah berlangsung sejak tahun 1998 hingga saat ini. Betujuan untuk saling mengenal dan belajar sebagai wujud dari kerinduan mem-bangun persaudaraan sejati antar umat beragama di tengah masyarakat majemuk.

Latar belakang diselenggarakannya SIKI berangkat dari masalah hubungan antar Islam dan Kristen di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur mengalami ketega-ngan. Kondisi ini menjadi semakin parah ketika issue politisasi agama pada masa Orde Baru ma-rak di tengah masyarakat yang mengakibatkan hubungan antar umat beragama terkotak-kotak dan dipenuhi kecurigaan. Sejarah menunjukkan bahwa umat beragama mudah sekali terprovoka-si dan terjebak dalam konflik politik bernuansa agama. Melihat kondisi bangsa yang demikian ini maka SIKI dilahirkan. Sebelum SIKI, GKJW telah memelopori satu kegiatan yang dinamakan kegiatan “Pro Existensi” yang muncul pada tahun 1991. Tujuan kegiatan “Pro Existensi” diantara-nya adalah, mendorong berbagai kegiatan dialog antar umat beragama yang salah satunya adalah kegiatan Studi Intensif Tentang Islam (SITI) bagi para pendeta. Selanjutnya kegiatan ini berubah menjadi, Studi Intensif Kristen Islam (SIKI) yang diiukuti secara intensif baik dari unsur Islam maupun Kristen selama 1 bulan penuh.

Studi Intensif Islam Kristen (SIKI) merupa-kan bagian penting dari program GKJW, yang dalam pelaksanaannya diserahkan kepada Insti-tut pendidikan Teologi Balewiyata (IPTh. Balewi-yata) sebagai lembaga pembinaan/pendidikan warga jemaat GKJW. Program SIKI menjadi program andalan dan prioritas GKJW mengingat program ini memiliki peran strategis, khususnya dalam membangun hubungan dialog dan kerja-sama antar umat beragama, khususnya Islam dan Kristen. Di dalam SIKI terdapat keunikan dan ke-unggulan yang tidak dijumpai dalam program-program lainnya. Keunikan SIKI adalah terjadi-nya interaksi yang intensif dan kebersamaan yang mendalam antara umat Islam dan Kristen.

Melalui SIKI inilah GKJW telah mencoba un-tuk mengisi proses membuka diri terhadap umat beragama lain, dalam hal ini Islam, khususnya komunitas pondok pesantren. Disebut program studi intensif karena memang dibutuhkan inten-sitas waktu, tenaga dan pikiran yang cukup guna membangun kesadaran hidup beragama yang lebih terbuka. Karenanya dari segi waktu pro-gram ini dijalankan selama satu bulan penuh atau lebih. Program SIKI dilakukan oleh GKJW dan bertempat di Institut Pendidikan Teologi Balewi-yata (IPTh) dan atau Jemaat-jemaat GKJW dan di pondok-pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Penempatan tersebut sengaja dirancang demikian sehingga ada kesempatan umat Islam untuk belajar tentang keKristenan dan gereja, demikian juga sebaliknya warga gereja dapat be-lajar tentang Islam dan kehidupan santri di pon-dok pesantren.

Metode yang digunakan dalam kegiatan SIKI adalah live in, peserta hidup bersama selama be-berapa hari di tengah komunitas pondok pesan-tren. Pondok pesantren yang ditempati adalah pondok-pondok yang bersedia menerima keha-diran para pendeta dan atau warga gereja. Pon-dok Pesantren yang dikunjungi dan ditempati sangat bervariatif mulai dari pondok yang masih sangat tradisional hingga modern. Dengan me-tode live in peserta dapat semakin mengenal se-cara obyektif dan mendalam tentang agama lain.

Page 53: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

46 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Dengan pengenalan yang semakin baik ini maka persaudaraan antara umat Islam dan Kristen da-pat terwujud tanpa harus dipaksakan oleh pihak-pihak luar, tetapi bertumbuh langsung dari sum-ber daya lokal.

Pengalaman live in baik umat Islam (para santri) maupun umat Kristen telah memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kedua umat beragama tersebut. Pengalaman hidup dan ti-nggal bersama ditengah-tengah komunitas yang “baru”, yang tadinya tidak dikenal, bahkan diang-gap asing merupakan pengalaman menarik bagi kedua belah pihak. Metode hubungan antarumat beragama seperti inilah yang menjadi keunggulan SIKI, karena umat dapat mengalami perjumpaan dan dilaog langsung dengan komunitas umat yang berbeda agama. Mereka dapat berdialog baik dengan tokohnya maupun dengan umatnya. Pendekatan ini diakui oleh kedua umat beragama tersebut sangat menyentuh dan menjawab kebu-tuhan. Hampir semua peserta SIKI yang pernah live in mengaku bahwa mereka mendapat pence-rahan baru tentang sikap hidup keagaamaan yang semula eksklusif berubah menjadi inklusif. Mereka merasa mendapat wawasan dan inspirasi baru yang berhasil memotivasi untuk memban-gun hidup keagamaan yang dialogis dan inklusif (Wawancara dengan peserta SIKI baik dari umat Kristen dan Islam, 14 Oktober 2012).

Kegiatan live in dalam program SIKI yang telah dilaksanakan mengambil lokasi di pesan-tren maupun di gereja. Sebanyak 17 pesantren di Jawa Timur pernah menjadi lokasi kegiatan live in, di antaranya Pondok Peantren Sirotul Fuqo-ha, Gondanglegi, Sepanjang, Turen; Pondok pe-santren Nuruljadid, Paiton-Probolinggo; Pondok Pesantren Termas, Pacitan; Pondok Pesantren Mambul Maarif, Jombang; Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang; Pondok Pesantren Lirboyo Kediri; Pondok Pesantren Darul Hikmah, bang-kalan Madura; dan lainnya. Sementara jemaat-jemaat GKJW yang pernah ketempatan Live In sebanyak 20 jemaat, antara lain: GKJW Jemaat Turen; GKJW Jemaat Surabaya; GKJW Jemaat Situbondo; GKJW Jemaat Tunjungsekar; GKJW

Jemaat Tulangbawang; dan lainnya.

SIKI merupakan studi intensif yang sa-ngat menekankan sebuah proses, yaitu proses bagaimana peserta studi dapat mengubah pola pikir keagamaan yang eksklusif menuju inklusif. Proses ini dapat terjadi kalau peserta studi dapat mengalami perjumpaan dan pengenalan umat beragama secara intens dan secara langsung dalam praktek hidup bersama.

Pelaksanaan SIKI : Proses Relasi Islam– Kristen

Pada tataran empiris beberapa studi menun-jukkan bahwa sumber daya lokal berpengaruh ter-hadap pencapaian hasil kegiatan. Jaringan Islam dan Kristen yang dilakukan melalui SIKI sangat melibatkan sumber daya lokal. Adapun beberapa kegiatan dalam pelaksanaan SIKI di antaranya: perkenalan untuk “mencairkan” suasana dan si-tuasi yang serba baru karena setiap peserta tentu datang dengan membawa pola pikir keagamaan yang berbeda-beda melalui acara yang memba-ngun kebersamaan di antara para peserta, yaitu berupa atraksi kesenian atau penampilan seni budaya. Sharing persoalan kehidupan kebera-gamaan dan konteks lokal berupa brainstorming pengalaman dari peserta menyangkut hubungan pribadinya dengan umat beragama lain terjadi dalam konteks wilayah masing-masing. Live In, di mana peserta dibagi dalam beberapa kelom-pok untuk tinggal dan menginap di komunitas umat beragama lain seperti di gereja, Balewiyata, Pondok Pesantren dan sebagainya. Di tempat live in inilah peserta dapat mengenal berbagai hal. Selama live in ini juga dilaksanakan sharing pen-galaman yang telah diperoleh selama tinggal di komunitas agama yang berbeda.

Setiap akan memulai kegiatan dilakukan re-nungan pagi bersama yang berisi pesan-pesan moral dan keagamaan yang terkait dengan per-soalan-persoalan konkrit yang sedang dihadapi umat beragama di tengah masyarakat. Berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat dan bangsa didiskusikan dalam kajian materi dan pendalaman materi. Pada akhir kegiatan SIKI diselenggarakan Cultur evening atau malam

Page 54: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

47Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

keakraban agar peserta dapat mengekspresikan identitasnya dalam bentuk seni budaya. Cultur evening ini juga dapat digunakan sebagai sarana presentasi peserta tentang pengalaman-pengala-man selama mengikuti SIKI.

Aktivitas lain yang cukup penting bagi pe-serta adalah 1) Merumuskan kesadaran baru, komitmen dan aksi bersama; 2) Evaluasi peserta terhadap pelaksanaan program SIKI, sekaligus masukan untuk pengembangan program-pro-gram SIKI di tahun mendatang; 3) perumusan rekomendasi-rekomendasi dan tindak lanjut agar hasil-hasil yang diperoleh dari SIKI dapat diti-ndaklanjuti atau dikembangkan secara kreatif baik oleh pesantren dan atau lembaga pengutus maupun oleh peserta itu sendiri.

Problem Relasi Islam dan Kristen: Pengalaman GKJW Jemaat Turen

Sesuai dengan misi SIKI adalah upaya un-tuk mengeliminasi konflik yang dilatarbelakangi oleh SARA, khususnya Agama, dalam hal ini Is-lam dan Kristen, maka selama live in di GKJW Turen, baik para santri maupun warga jemaat GKJW berupaya untuk saling mengenal dan be-lajar yang satu terhadap yang lain. Pengalaman yang pernah terjadi di pepanthan GKJW Majang Tengah, Jawa Timur pada tahun 1991 adalah, pernah terjadi konflik yang cukup menegang-kan antara umat Islam dan Kristen. Kejadian itu dikarenakan adanya fanatisme agama yang di-sebarkan oleh oknum tertentu. Namun masalah tersebut dapat di atasi dengan baik oleh kedua umat beragama, tanpa menimbulkan persoalan yang berkepanjangan.

Pengalaman GKJW Jemaat Turen seperti yang dijelaskan di atas merupakan salah satu con-toh masalah-masalah yang dihadapi oleh umat beragama di tengah masyarakat. Untuk mem-bangun hubungan antara umat beragama di Jawa Timur cukup banyak tantangannya, namun hal itu bukan berarti tidak bisa diatasi. Ada banyak siasat dan strategi-strategi yang dapat dilakukan oleh umat beragama dalam menghadapi berba-gai persoalan dalam kehidupan bersama di te-ngah masyarakat. Melalui SIKI diharapkan umat

beragama dapat belajar membuka diri terhadap umat lain guna membangun kesadaran hidup be-ragama yang lebih terbuka.

Dari pengalaman GKJW Turen dalam mem-bangun relasi dengan umat beragama Islam menunjukkan bahwa sumber daya lokal mempu-nyai peran yang sangat besar dalam menciptakan hubungan-hubungan yang memungkinkan ter-jadinya relasi dan kerjasama antarumat berga-ma. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan kon-sep jaringan sosial bahwa, sumber daya lokal merupakan kapital sosial yang mempunyai po-tensi-potensi yang patut diperhitungkan. Gereja dan Pondok Pesantren merupakan kapital sosial yang memiliki kepercayaan (trust), norma dan jaringan (network). Kedua lembaga agama ini dapat dikonsepsikan sebagai kuantitas dan kuali-tas sumber daya manusia yang dapat diandalkan dalam membangun kehidupan antar umat ber-agama yang berkualitas.

Didasari oleh misi SIKI yaitu upaya untuk mengeliminasi konflik yang dilatarbelakangi oleh SARA, maka selama live in di GKJW Turen, baik para santri maupun warga gereja GKJW beru-paya untuk saling mengenal dan belajar satu ter-hadap yang lain. Para santri melihat hubungan antar umat beragama di Turen sangat harmonis. Hal itu dibuktikan dengan pembangunan Gereja maupun Masjid yang dilakukan secara gotong royong dan mendukung, saling mengunjungi dalam perayaan hari besar agama, saling tolong menolong dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial. Kegiatan bersama yang dilakukan oleh umat beragama tersebut berlangsung sangat lama dan dijalankan secara spontan, fleksibel dan konstan. Keberhasilan ini tidak datang begitu saja , tetapi membutuhkan kemauan dan perjuangan bersama dari kedua umat beragama.

Penelitian ini menjelaskan bagaimana strate-gi-strategi kedua umat beragama dan atau insti-tusi agama dalam mewujudkan kehidupan ber-agama yang rukun dan damai di Jawa Timur. Penelitian ini juga menjelaskan cara-cara kedua umat beragama mengatasi masalah baik internal maupun eksternal, sehingga kedua umat beraga-

Page 55: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

48 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ma dapat survive di tengah masyarakat.

Dari pengalaman GKJW Turen dalam mem-bangun relasi dengan umat beragama Islam menunjukkan bahwa sumber daya lokal mempu-nyai peran yang sangat besar dalam menciptakan hubungan-hubungan yang memungkinkan ter-jadinya relasi dan kerjasama antarumat bergama. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan konsep jar-ingan sosial bahwa, sumber daya lokal merupa-kan kapital sosial yang mempunyai potensi-po-tensi yang patut diperhitungkan. Kapital sosial dikonsepsikan sebagai kuantitas dan kualitas sumber daya yang oleh aktor (individu, kelom-pok atau komunitas) dapat diakeses dan diman-faatkan melalui posisi atau lokasinya dalam ja-ringan sosial. Konsep di atas menjelaskan bahwa yang pertama mengandung pengertian mengenai sumber kapital sosial dapat diakeses pada relasi sosial, sedangkan konsep yang kedua memberi penekanan mengenai lokasi atau sumber kapital sosial berada pada jaringan sosial atau karakter-istik sosial. Dalam hal inilah sumber daya lokal, karakteristik atau kekhasan sosial dan tempat atau wilayah sangat menentukan berhasil tidak-nya terwujudnya kehidupan bersama yang har-monis dari umat beragama yang berbeda.

Teori jaringan sosial (networks) menjelaskan bahwa jaringan sosial merupakan demensi yang bisa saja memerlukan dukungan dua dimensi lainnya karena kerja sama atau jaringan sosial tidak akan terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling percaya. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan data hasil penelitian yang di Turen Jawa Timur khususnya dan Malang Jawa Timur umumnya. Dasar-dasar norma dan saling percaya sudah ditanamkan dalam ke-hidupan umat beragama sejak dilakukannya si-laturahmi, dialog yang dipelopori oleh pimpinan agama baik Kristen maupun Islam. Dasar norma dan perasaan saling percaya ini kemudian tum-buh secara berproses, dimulai dengan tahap sali-ng mengenal, berbagi/sharing pengalaman, ber-dialog, sampai pada tinggal bersama. Rasa saling percaya tumbuh ketika kedua umat mempunyai kemauan untuk saling terbuka dan menerima ke-

hadiran serta kehidupan umat lain dengan tulus. Hubungan saling percaya ini kemudian diwujud-kan dalam hal saling memberi informasi, saling mengingatkan, saling mendukung, saling berbagi dan melakukan kerjasama. Dengan demikian tidak ada lagi rasa saling curiga di antara kedua umat beragama tersebut.

Teori tersebut juga menerangkan bahwa pada tataran empiris informasi baru misalnya akan cenderung didapat dari kenalan baru dibanding-kan dengan teman dekat yang umumnya memi-liki wawasan yang hampir sama dengan individu. Kenalan baru relatif membuka cakrawala dunia luar individu.

Pertemanan antara umat Islam dan Kris-ten yang diawali melalui program SIKI telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang sebelumnya tidak pernah didengar dan atau diketahui oleh umat. Informasi baru tersebut te-lah membuka wawasan dan cakrawala umat, baik dalam hal teologi maupun pengalaman hidup be-ragama umat. Di sinilah kemudian terjadi dialog yang dilanjutkan dengan peneganalan yang lebih mendalam. Dengan demikian pendekatan ja-ringan sosial ini sangat bermanfaat untuk men-jelaskan bagaimana hubungan antara Islam dan Kristen di Jawa Timur dalam membentuk jari-ngan baik berupa jaringan politik, jaringan ke-kerabatan, jaringan ketetanggaan, jaringan per-temanan dan khususnya jaringan keagamaan.

PenutuP

Simpulan

Melalui jaringan antara Islam dan Kristen, dalam hal ini pondok pesantren dan GKJW di Jawa Timur, dijelaskan adanya kesadaran yang semakin baik antar umat beragama, dalam hal ini Islam dan Kristen dalam mewujudkan persau-daraan sejati. Umat semakin sadar pentingnya menjalin relasi dan melakukan kerjasama. Pro-gram SIKI telah berhasil membuka wawasan dan kesadaran umat Islam dan Kristen bagaimana memahami agama lain. Jaringan ini merupakan langkah awal yang baik untuk mengatasi masalah yang selama ini menjadi beban kehidupan umat

Page 56: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Retnowati

49Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

beragama yaitu, kurangnya pemahaman para pemeluk agama terhadap agama sendiri, terlebih agama lain.

SIKI dapat menolong agama-agama yang se-lama ini belum menyebar luaskan hasil dan ru-musan dialog antar umat beragama kepada umat. Program SIKI juga telah berhasil mengimple-mentasikan dialog antar umat beragama yang selama ini bersifat formal dan belum menyentuh persoalan yang sesungguhnya terjadi di masya-rakat. Disadari bahwa selama ini dialog yang ber-sifat “teologis” masih sangat terbatas atau bahkan masih “dihindari” oleh umat beragama. Namun melalui SIKI telah terjadi dialog “teologis” yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Islam dan Kristen se-hingga umat beragama dapat saling belajar ten-tang teologi agama lain.

Rekomendasi

Pemerintah diharapkan dapat memberi 1. dukungan moral, perhatian dan pendam-pingan terhadap umat beragama dan institusi agama.

Perlunya mendukung penelitian-penelitian 2. yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang kehidupan beragama secara riil di tengah masyarakat, khususnya di wilayah-wilayah rawan konflik, baik di Jawa maupun luar Jawa.

Pemerintah diharapkan lebih banyak mem-3. berikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan model-model jaringan yang sesuai dengan konteks masya-rakat/ wilayahnya.

Program semacam SIKI yang berhasil di-4. selenggarakan oleh GKJW dan pondok-pe-santren di Jawa Timur, disarankan dapat menjadi model bagi wilayah lain yang ingin mengembangkan model-model hubungan/ relasi antar umat beragama secara konteks-tual.

daftaR Pustaka

Barnes, J. 1954. “Class and Communitees in a Norwegian Island Parish”. Human Realtions 7 /1954, 39-58.

Brown, A.R, Redcliffe. 1968. On Social Struc-ture. Oxford: University Press.

Burt, R.S. 1992. Structural holes: The social structure of competition. Cambridge: MA Harvad University Press.

Mitchell, Ricahrd Paul. 1969. Cet. I, The Society of the Muslim Brothers. Oxford: University Press.

Soetopo, Joko. 1999. “Hubungan Kristen-Islam di Indonesia (beberapa catatan)”. Dalam maka-lah SIKI dan Studi kerjasama Kristen dan Islam III tgl. 8-30 Nopember 1999, di IPTh, Balewiyata, Malang.

Spradley, James. 1980. Participant Observation. New York: Holt Rinehart and Winston.

Utomo, Bambang Ruseno. 2006. Modul Studi Intensif Antar Umat Beragama. Malang: IPTh, Balewiyata.

Wahid, Abdurrahman. 1977. Watak Mandiri Pe-santren, Cakrawala, X (3)

__________________. 1985. “Pesantren se-bagai Subkultur”, dalam : M Dawan Raha-rdjo (ed). Pesantren dan Pembaharuan. Ja-karta :LP3ES.

Wasserman, S and Faust K.1994. Social Network Analysis: Methods and Apllications. Cam-bridge : Cambridge University Press.

Dokumentasi :

Bahan-bahan /dokumen SIKI, IPTh Balewi-yata, GKJW.

Dokumen tentang GKJW (2009) : IPTh Balewiyata dan Sonode GKJW, Malang

Dokumen SIKI (1999), IPTh, Balewiyata Ma-lang.

Page 57: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur

50 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Page 58: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

51Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

FFILSAFAT MORAL IBN HAZM DALAM KITAB AL-AKHLAq WAS-SIYAR FI MUDAWATI-N-NUFUS

Moral Philosophy Of Ibn Hazm In His Book al-Akhlaq was-Siyar fi Mudawati-n-Nufus

AHMAd TAJuddIN ArAfAT

AHMAd TAJuddIN ArAfATIAIN Walisongo, Semarang

e-mail: [email protected]. (024) 7601294

Faks. (024) 7601294Naskah diterima: 5 Februari 2013

Naskah direvisi: 22 Pebruari - 3 Maret 2013

Naskah disetujui: 5 Maret 2013

AbstrAk

Kajian ini menitikberatkan pada telaah atas pemikiran etik Ibn Hazm al-Andalusy dalam karyanya al-Akhlaq was-Siyar fi Mudawati-n-Nufus. Dengan menggunakan pendekatan content analysis, tujuan riset ditemukan bahwa dalam karyanya tersebut terdapat beberapa nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan upaya memperbaiki moralitas dan mencari cita-cita luhur manusia, yaitu kebahagiaan. Menurutnya, dalam menghadapi problematika kehidupan serta mencari kebahagiaan, manusia harus lebih menekankan pada upaya-upaya untuk menghilangkan rasa sedih dan kegalauan (thard al-hamm). Selain itu, Ibn Hazm menyatakan bahwa ada empat kebajikan utama, kebajikan lainnya sebagai dasar atas: keadilan (al-’adl), intelegensi (al-fahm), keberanian (an-najadat), dan kedermawanan (al-jud). Sebaliknya, ada empat keburukan utama, di mana seluruh keburukan lainnya didasarkan atas keempatnya, yaitu: ketidak adilan (al-ja`ur), kebodohan (al-jahl), ketakutan (al-jubn), dan kekikiran (asy-syuh).

Kata kunci: Filsafat Moral, Thard al-Hamm, Kebajikan Utama, Nazahat al-Nufus

AbstrAct

This study emphasizes on Ibn Hazm Al Andalusy’s ethical thoughts in his magnum opus: al Akhlaq was Siyar fi Mudawati-n-Nufus. By using content analysis approach, it’s found that there are some philosophical points of Ibn Hazm’s ehical thoughts which looks for good morality and happiness. Ibn Hazm stated that man shall make more efforts on removing downcast, confusion, and anxiety (thard al hamm). He also declared that there are four main righteousnesses (al-fadha`il): justice (al-’adl), in-telligence (al-fahm), bravery (an-najadat), and generosity (al-jud). On the contrary, there are also four main badnesses; injustice (al-jaur), folly (al-jahl), fear (al-jubn), and niggardliness (asy-syuh).

Keywords: Moral Philosophy, Remove Of Anxiety, Righteousness, Chastity Of Soul

Page 59: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

52 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Kesempurnaan akhlak merupakan salah satu tugas utama yang diemban oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang diriwayatkan oleh beberapa ahli hadis. Oleh karena itu, tata etika menjadi hal yang fundamental dalam menjalankan segala aktifitas manusia, terutama umat Islam. Menu-rut Haidar Bagir (2002: 15), bahwa etika dalam khazanah pemikiran Islam biasa dimasukkan da-lam apa yang disebut sebagai filsafat praktis (al-hikmah al-‘amaliyah). Filsafat praktis itu sendiri berbicara tentang segala sesuatu “sebagaimana seharusnya”. Meskipun demikian, etika mesti didasarkan pada filsafat teoritis (al-hikmah al-nazariyah), yakni pembahasan tentang segala sesuatu “sebagaimana adanya”.

Moral (atau moralitas) terkadang di-identikkan dengan etika dalam hal-hal yang terkait de-ngan baik-buruk perilaku manusia. Namun,keduanya memiliki perbedaan penger-tian. Menurut Franz Magnis Suseno (1987: 14), etika bukan suatu sumber tambahan bagi aja-ran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan padangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Jadi, dapat dikatakan bahwa etika bisa disebut juga sebagai Filsafat Moral. Yakni etika berfungsi sebagai teori atau nalar filosofis dari perilaku baik dan buruk (‘ilm al-akhlaq), dan moral (akhlaq) adalah praktiknya. Franz Magnis Suseno (2003: 6) menambahkan bahwa etika dalam arti yang lebih luas adalah keseluruhan norma dan peni-laian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana ma-nusia seharusnya menjalankan kehidupannya.

Banyak muncul beragam pandangan menge-nai filsafat etika yang berkembang di belahan dunia ini, terutama yang ada di Barat. Namun, menurut Haidar Bagir (2002:16), secara umum pandangan-pandangan tersebut dapat dikelom-pokkan menjadi tiga: etika hedonistik, utilita-

rian, dan deontologis. Hedonisme mengarahkan etika kepada keperluan untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya kesenangan bagi manusia. Etika utilitaristik mengoreksinya dengan me-nambahkan bahwa kesenangan atau kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu etika yang baik adalah kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang, dan bukan kesenangan atau kebahagiaan individual, yang di sisi lain mungkin justru mengakibatkan kesengsaraan bagi jauh lebih banyak orang. Se-mentara etika deontologis (berasal dari kata deon yang berarti kewajiban) memandang bahwa sum-ber bagi perbuatan etis adalah rasa kewajiban. Se-jalan dengan itu, aliran ini mempercayai bahwa sikap etis bersifat fitri dan, pada saat yang sama, tidak (murni) rasional.

Sedangkan menurut Komaruddin Hidayat (2007: 310), etika sebagai cabang pemikiran fil-safat bisa dibedakan menjadi dua: objektivisme dan subjektivisme. Objektivisme berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat ob-jektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Paham ini melahirkan apa yang disebut dengan paham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan dikatakan baik bukan karena kita senang melaku-kannya atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan ra-sionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu. Sedangkan subjektivisme ber-pandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertim-bangan subjek tertentu. Subjek di sini bisa saja berupa subjektivisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subjek Tuhan.

Lebih lanjut, Haidar Bagir (2002:18-20) me-nyatakan bahwa etika dalam filsafat Islam memi-liki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, Islam ber-pihak pada teori tentang etika yang bersifat fitri. Artinya, semua manusia pada hakikatnya, baik itu Muslim ataupun bukan, memiliki pengetahuan fitri tentang baik dan buruk. Kedua, moralitas da-lam Islam didasarkan kepada keadilan, yakni me-nempatkan segala sesuatu pada porsinya. Tanpa merelatifkan etika itu sendiri, nilai suatu per-buatan diyakini bersifat relatif terhadap konteks

Page 60: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

53Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

dan tujuan perbuatan itu sendiri. Ketiga, tinda-kan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya. Keempat, tindakan etis itu bersifat rasional.

Sementara itu, menurut Abdul Fattah Ab-dullah Barakah, sebagaimana yang dikutip oleh Muchlis Hanafi dkk (2009: 14-15), menyatakan bahwa penentuan baik dan buruk di dalam Is-lam berdasarkan etika subjektif dan etika objek-tif sekaligus. Artinya, penentuan baik dan buruk didasarkan pada wahyu Tuhan (al-Qur’an dan Sunnah) dan, pada waktu yang sama, akal budi manusia pun memiliki kapasitas untuk menge-tahui baik-buruk serta membedakannya. Zina, misalnya, adalah perbuatan buruk, karena Al-lah menyatakan dalam al-Qur’an bahwa zina itu perbuatan keji (Q.S. al-Isra`/17: 32). Namun, pada waktu yang sama, baik sesudah maupun se-belum al-Qur’an diturunkan, akal budi manusia pun mengakui bahwa zina adalah perbuatan keji. Dengan demikian, etika Islam pada hakikatnya bersifat teoantroposentris, yakni harmonisasi nilai-nilai etis yang bersumber dari wahyu Tuhan (keimanan) sebagai titik tolak, dengan nilai-nilai yang berasal dari akal budi manusia. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan dan kebahagiaan untuk semua makhluk hidup.

Setelah memahami secara garis besar etika Is-lam, maka sepatutnya etika Islam dijadikan seba-gai prinsip universal dalam kehidupan sosial yang beragam sebagaimana Tuhan mengisyaratkan hal ini (Q.S. al-Hujurat/49: 13). Dengan menempat-kan etika sebagai prinsip universal, maka secara perlahan-lahan akan ditemukan titik temu atau kalimatun sawa` dari agama-agama yang secara esensial mengajarkan kebaikan, kasih sayang, ke-jujuran, keadilan, kedamaian, serta pembebasan terhadap diskriminasi dan kezaliman. Perbedaan agama sekarang bukan lagi menjadi penghalang bagi seseorang untuk mempraktekkan nilai-nilai tersebut (Qodir, 2005: 278-279).

Banyak muncul beragam pandangan menge-nai filsafat moral atau etika yang berkembang di belahan dunia ini, baik yang berkembang di Barat maupun di dunia Islam. Adalah Abu Muhammad

Ali ibn Hazm al-Andalusy, yang masyhur dengan panggilan Ibn Hazm, salah satu intelektual mus-lim dari Andalusia yang memiliki sumbangsih nyata dalam pemikiran filsafat moral di dunia Islam. Karyanya yang terkenal dalam kajian ini adalah al-akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nu-fus. Sebuah karya yang sarat dengan nilai-nilai filosofis perihal prinsip-prinsip kebajikan dan bagaimana mengobati jiwa guna menuju akhlak yang mulia. Ibn Hazm berkata: “Lebih percaya-lah kepada orang yang taat beragama (karena kesucian jiwanya), meski ia bukan seagama denganmu, dan janganlah percaya kepada orang yang meremehkan agama,meski ia jelas-jelas seagama denganmu (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 29)”. Berikut akan dipaparkan urai-Berikut akan dipaparkan urai-an mengenai pemikiran filsafat moral Ibn Hazm yang terkandung dalam kitab al-akhlaq was-si-yar fi mudawati-n-nufus.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, pene-dasarkan latar belakang tersebut, pene-litian ini akan mengkaji kandungan nilai-nilai moralitas yang ada dalam karyanya Ibn Hazm, al-akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus. Guna mendapatkan hasil penelitian yang tuntas, pene-liti merumuskan sub-sub masalah sebagai be-rikut: (1) seperti apakah filsafat moral menurut Ibn Hazm; dan (2) kebajikan-kebajikan apa saja yang terkandung di dalamnya.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah men-men-deskripsikan konsep etika menurut Ibn Hazm dalam al-akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus melalui analisa yang komprehensif dan tuntas dari beberapa masalah yang telah dirumuskan di dalamnya. Secara teoretis, penelitian ini diharap-etis, penelitian ini diharap-kan menambah wawasan dalam khasanah ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan ke-Islam-an mengenai Islam dan filsafat moral. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih nyata dalam memberikan salah satu horison pengetahuan, terutama dalam bidang etika, dalam menghadapi permasalahan kehidupan sosial-masyarakat yang ada, teruta-ma dalam upaya mewujudkan kebahagiaan dan

Page 61: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

54 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

menghindari segala macam kesedihan dan kece-masan dalam hidup yang nantinya diharapkan akan meraih kebahagian hakiki di akhirat kelak.

Metode Penelitian

Penelitian ini secara substantif menggunakan pendekatan deskriptif-interpretatif. Sedangkan langkah yang ditempuh meliputi metode pe-ngumpulan data dan metode analisa data.

Metode Pengumpulan Data

Data diambil dari sumbernya, yakni kepusta-kaan berupa kitab, buku, laporan hasil penelitian, jurnal, dan sebagainya. Ada dua sumber data yang peneliti gunakan di sini, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data utama yang di dalamnya terdapat informasi-informasi mengenai permasalahan yang dikaji. Sumber utama tersebut adalah al-akhlaq was-si-al-akhlaq was-si-yar fi mudawati-n-nufus. Sedangkan yang masuk kategori sumber sekunder adalah kitab, buku, laporan hasil penelitian, maupun artikel dalam jurnal, buletin, atau yang sejenis, yang bukan merupakan sumber utama. Namun, informasi-informasi yang ada di dalamnya masih memiliki korelasi dan relevansi dengan penelitian yang akan dikaji. Informasi tersebut bisa berupa ula-san atau komentar terhadap sumber primer atau berupa tambahan-tambahan penjelasan yang masih memiliki kaitan dengan tema yang sedang dikaji.

Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul dan terseleksi, ke-mudian diadakan proses analisis data. Metode analisa yang ditempuh adalah content analysis, yakni membaca, memahami, serta menafsirkan kumpulan informasi atau data yang ditemukan

dengan cermat dan mendalam untuk memperoleh pengertian dan makna yang sejelas mungkin dari istilah-istilah atau tema-tema yang dikaji. Mela-lui analisa ini diharapkan muncul hasil penelitian yang teruji dan dapat dipercaya.

hasil dan PeMBahasan

Riwayat Hidup Ibn Hazm al-Andalusy

Tokoh yang bernama lengkap Abu Muham-mad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm bin Galib bin Shalih bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin Yazid bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abd Syams al-Umawi, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Hazm al-Zahiri ini lahir di Cordova pada Rabu, 30 Ramadhan 384 H./7 November 994 M. 1 sebelum terbitnya matahari pada masa Hisyam al-Muayyad yang memerintah pada usia 10 tahun setelah al-Hakam al-Muntashir (Himay-ah, 2001: 55 dan 26). Kakeknya, Yazid, adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari garis para kakeknya dan berasal dari Persia. Sedang-kan Khalaf bin Ma’dan adalah kakeknya yang pertama kali masuk ke negeri Andalusia bersama Musa bin Nusair dalam bala tentara penaklukan pada 93 H, sehingga dari garis nasabnya dapat diketahui bahwa ia mempunyai garis keturunan yang berasal dari keluarga Persia.

Ibn Hazm tumbuh berkembang dan dewa-sa sebagai putra dari seorang menteri di bawah pemerintahan al-Manshur bin Abu ‘Amir, dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan kenik-matan, kesenangan dan kemewahan. Sebuah kondisi yang wajar dialami oleh putra-putra para menteri dan pejabat. Ibn Hazm bersama keluar-ganya bermukim di Montlisam (kini disebut Mon-tijar, di kawasan Huelva, Andalusia bagian barat daya) yang terletak dalam wilayah Niebla. Ibn

1 Muhammad Abu Zahra (1997: 19) mengatakan: sangat jarang sekali terjadi dalam biografi seorang alim besar yang da-pat diketahui tempat dan tanggal lahirnya secara jelas, baik dalam bentuk tahun, bulan, tanggal maupun harinya dengan jelas. Karena biasanya seorang alim itu lahir dalam kondisi yang biasa dan wafat dalam keadaan terkenal, sehingga lebih banyak diketahui masa wafatnya daripada masa lahirnya. Dan hal ini berbeda dengan Ibn Hazm yang waktu lahir maupun wafatnya dapat diketahui dengan jelas, karena Ibn Hazm mencatat waktu dan tanggal lahirnya sendiri dengan detail dan dilaporkan kepada Qadhi Sho’id bin Ahmad al-Andalusy. Hal ini menunjukkan bahwa Ibn Hazm lahir dalam keluarga yang terhormat, terpandang dan mulia.

Page 62: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

55Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Hazm melukiskan kehidupannya yang penuh dengan kemewahan itu dalam karyanya Thauq al-Hamamah yang menggambarkan tentang keluasan rumah yang dipenuhi para pelayan dan wanita-wanita yang mempelajari dan menghafal al-Quran di dalamnya (Ibn Hazm, t.t.: 145). Sang ayahandalah, seperti kebiasaan pada masa itu, yang menjadi guru pertamanya.

Namun, kenikmatan dan kemewahan yang dirasakan oleh Ibn Hazm bersama keluarganya tidaklah berlangsung lama. Segala cobaan, fitnah dan kekerasan hidup telah menimpanya, teruta-ma ketika terjadi pergantian pemerintahan dari satu penguasa ke penguasa lainnya. Ibn Hazm bersama keluarga merasakan pahit getir kehidup-an, terutama pada awal masa mudanya. Hal ini digambarkan dalam perkataannya:

“setelah kepemimpinan Hisyam al-Muayyad, kami mendapatkan banyak kesukaran dan per-lakuan otoriter dari para pemimpin negara. Kami juga ditahan, diasingkan, dan dililit utang serta diterpa banyak fitnah sampai wafatnya ayah kami (Ahmad bin Sa’id) yang menjadi menteri, peristiwa ini terjadi pada hari Sabtu setelah waktu Ashar, dua malam terakhir bulan Dzulqa‘dah 402 H/Juni 1013 M”. (Zahra, 1997: 25 dan 33)

Selain itu beragam cobaan dan fitnah terus menimpanya, seperti yang terjadi pada bulan Dzulqa’dah 401 H yaitu saudara satu-satunya yang bernama Abu Bakar meninggal dunia ka-rena sakit, kemudian disusul oleh ayahnya yang meninggal pada tahun 402 H, lalu disusul lagi oleh pelayan perempuannya yang bernama Na’ma yang meninggal pada tahun 403 H (Hazm, t.t: 154). Pada akhirnya, ia pun meninggalkan Cor-Pada akhirnya, ia pun meninggalkan Cor-dova pada awal Muharram 404 H. yang kala itu sedang diguncang prahara perang saudara dan menetap di Almeria dan Jativa (Himayah, 2001: 58-59).

Walaupun Ibn Hazm dalam masa mudanya banyak mengalami manis getirnya kehidupan. Namun dalam hal keuangan, ia masih bisa di-katakan sebagai orang yang beruntung. Karena kekayaan yang dimiliki oleh ayahnya, ketika ma-sih menjabat sebagai menteri, masih cukup un-tuk memenuhi kebutuhannya dalam sehari-hari.

Sehingga ia tidak perlu sibuk untuk bekerja dan mencari uang guna memenuhi kebutuhannya (Zahra, 1989: 558). Abu Zahra menggambar-kan bahwa kekayaan Ibn Hazm sama persisnya dengan kekayaan yang dimiliki oleh Imam Abu Hanifah, tetapi berbeda dalam cara mendapat-kannya. Abu Hanifah menjadi orang kaya karena hasil dari perdagangannya, tetapi Ibn Hazm men-jadi orang kaya karena harta yang ditinggalkan oleh keluarganya (Zahra, 1997: 48).

Ibn Hazm memiliki karakter dan perilaku lu-hur sebagai ahli agama yang mulia dan berilmu dimana banyak dikaji dan didiskusikan karya-karyanya. Adapun karakter pribadi yang dimiliki Ibn Hazm seperti halnya:

Ibn Hazm menguasai berbagai karya tokoh 1. (sahabat, tabi’in dan lainnya) beserta dalil dan argumentasinya serta mampu mendialogkan-nya dengan diskursus pemikiran para Ulama’ dan Fuqaha’ sezamannya.

Ibn Hazm juga hebat dalam menghapal hadis-2. hadis nabawi beserta runtutan sumbernya. Se-hingga ia termasuk dalam golongan al-Huffadz al-Kibar dalam keilmuan Hadis.

Ibn Hazm memiliki keluhuran budi dan ketu-3. lusan dalam mengamalkan ilmunya serta ke-sucian jiwa.

Ibn Hazm terkenal tegas dalam mengatakan 4. kebenaran (al-haqq), tidak memperdulikan pandangan orang, apakah mereka suka atau benci.

Ibn Hazm dikenal tegas dalam berargumen-5. tasi serta keras dan tajam dalam mengkritik lawannya. Para Ulama’ mengatakan: “bahwa lisan Ibn Hazm sangatlah tajam seperti tajam-nya pedang Hajjaj bin Yusuf”.

Ibn Hazm memiliki keahlian dan keindahan 6. dalam membuat bait-bait syi’ir ataupun kalam natsar. Hal ini dibiktikan dengan karyanya Thauq al-Hamamah yang bercerita tentang cinta.

Ibn Hazm wafat pada hari Ahad, dua hari terakhir pada bulan Sya’ban 456 H./15 Agustus

Page 63: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

56 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

1064 M. dengan umur 71 tahun 10 bulan 29 hari di padang Lablah, sebuah desa di bagian barat Andalusia di Selat Laut Besar (al-Kattani, 1996: 9). Namun ada yang mengatakan bahwa beliau meninggal di desa kelahirannya, Montlisam.

Perjalanan Intelektual Ibn Hazm

Setelah total keluar dari dunia politik. Ibn Hazm memulai karir keilmuannya kembali de-ngan mengembara untuk belajar fiqh, hadis, logi-ka, dan keilmuan lainnya. Perjalanan intelektu-alnya dimulai dari beberapa kota di Andalusia, seperti Cordova, Almeria, Hishn al-Qashr, Va-lencia, Syatibi, Qairuwan dan Sevilla. Disamping itu juga, ia pernah berkunjung ke Maroko untuk belajar Hadis dan Fiqh dengan sejumlah ulama’ di sana, karena Maroko pada masa itu terkenal de-ngan keilmuan Hadis dan Fiqh. Ketika di Maroko, Ibn Hazm juga bertemu dengan tokoh Malikiyyah terkenal yaitu Abu al-Walid al-Baji dan sempat terjadi perdebatan yang panjang di-antara mereka (al-’Asqalani, 1996:241).

Ibn Hazm, dalam khazanah fiqh. pertama kali mempelajari fiqh Mazhab Maliky, seperti al-Muwattha’ yang menjadi mazhab resmi pada masa itu, yaitu Daulat Bani Umayyah. Kekagu-mannya akan Imam Malik tidak akan merubah pendiriannya akan mencari kebenaran dalam beragama, sehingga menuntunnya untuk berpin-dah ke Mazhab Syafi’i. Pandangan Imam Syafi’i memiliki kekhasan dan ketegasan dalam berpe-gang teguh pada an-nushush as-syar’iyyah. Na-mun belakangan, Ibn Hazm kembali berpindah mazhab dari Mazhab Syafi’i ke Mazhab Dawud al-Asbihany (202-270 H.), pencetus Mazhab Zahiri dan murid Imam Syafi’i yang mengajak pada ketegasan dalam berpegang teguh pada an-nushush semata serta menolak Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah. Sehingga pada akhirnya, ia sendiri melepas semua jubah ke-mazhaban-nya dan berijtihad dengan metode ijtihadnya sendiri (al-’Asqalani, 1996: 242).

Perpindahan Ibn Hazm dari satu mazhab fiqh ke mazhab fiqh lainnya merupakan gam-baran jelas atas apa yang selama ini dicarinya yaitu sebuah kebenaran dalam beragama serta

berdasarkan pada jiwa bebas berpikir dan kritis terhadap ilmu pengetahuan, bukan hanya dalam bentuk perpindahan yang semata-mata karena talfiq ataupun taklid buta. Ibn Hazm berkata: “tidak boleh taklid buta kepada para Imam Ma-zhab, Tabi’in maupun Sahabat, sedangkan yang wajib diikuti dan ditaati hanyalah Allah swt dan Rasulullah saw (Hazm, 1996: vol. I, 66). Ibn Hazm juga berkata: “Saya mengikuti kebenaran dan berijtihad, saya tidak terikat oleh suatu maz-hab apapun” (Zahra, 1997: 32).

Perjalanan intelektual Ibn Hazm tidaklah se-lalu berjalan mulus dan lancar tanpa halangan. Tetapi banyak rintangan dan cobaan yang diter-imanya, seperti tragedi pembakaran atas tulisan atau kitab karyanya oleh pihak-pihak yang kurang setuju dengan cara bermazhab dan ijtihadnya, se-bagaimana yang dilukiskan olehnya sendiri dalam bait syi’ir: “kalian mampu membakar kertas (kitab), tetapi kalian tidak akan bisa membakar orang yang memiliki kertas (kitab) itu, karena ia ada dalam diriku” (al-Asqalani, 1996: 241).

Selain itu, Ibn Hazm juga sering menda-patkan hujatan ataupun cercaan dari para Ula-ma’ dan Fuqaha’, baik di masanya maupun masa setelahnya. Hal tersebut terjadi karena Ibn Hazm memiliki ciri khas dan konsep sendiri dalam ber-ijtihad yang berbeda dengan para Ulama’ lain. Se-hingga ada rasa keengganan bagi seseorang untuk mengambil riwayat darinya dan hal ini jelas ber-watak politis daripada akademis atau ilmiah.

Ibn Hazm belajar banyak dari para Ulama’ yang memiliki keluasan pengetahuan dalam aga-ma semisal Hadist, Fiqh, Logika dan lainnya. Adapun diantara guru-gurunya adalah:

Dalam Hadis: Ahmad bin Muhammad al-1. Jaswar (w.401 H), guru pertama Ibn Hazm, al-Hamdani dan Abu Bakar Muhammad bin Ishaq

Dalam Fiqh: Ali Abdullah al-Azdy, al-Faqih 2. Abu Muhammad Ibn Dahun al-Maliky dan Abu al-Khayyar Mas’ud bin Sulaiman bin Ma-flat al-Zahiry.

Dalam Logika dan Akhlaq: Muhammad bin al-3.

Page 64: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

57Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Hasan al-Madzhaji (w.400 H), Abu al-Qasim Abdurrahman bin Abu Yazid al-Mishri, Abu al-Husain al-Farisi, sahabat sekaligus guru panutan Ibn Hazm, Abu Muhammad ar-Ra-huni dan Abdullah bin Yusuf bin Nami.

Adapun murid-murid Ibn Hazm yang ter-kenal diantaranya adalah: putranya sendiri Abu Rafi’, kemudian Muhammad bin Abu Nasr al-Hu-maidi (420-488 H) yang menyebarkan mazhab Zahiri ke masyriq setelah Ibn Hazm wafat serta al-Qadhi Abu al-Qasim Sa’id bin Ahmad al-Anda-lusi (w.463 H) dan masih banyak yang lainnya. Ibn ‘Araby sang sufi juga termasuk dari penerus generasi Zahiry setelah wafatnya Ibn Hazm (Za-hra, 1997: 446).

Karya-Karya Ibn Hazm

Al-Fadhl Abu Rafi’ mengatakan bahwa karya ayahnya (Ibn Hazm) di bidang Fiqh, Hadist, Us-hul dan lainnya sebanyak 400 jilid atau secara keseluruhan berjumlah 80.000 lembar (Himayah, 2001: 82). Namun hanya sebagian yang dapat terlacak, karena kitab-kitabnya pernah dibakar oleh penguasa yang zalim kepadanya. Diantara kitab-kitab yang terlacak dan terkenal sebagai magnum opus-nya adalah:

Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam1. , kitab ini berbi-cara tentang Ushul Fiqh terutama Ushul Fiqh Zahiry, terdiri dari 2 jilid yang didalamnya ada 8 juz.

Al-Muhalla bi al-Atsar2. , terdiri atas 11 jilid tebal, tentang Fiqh beserta argumentasi-nya. Kitab ini merupakan karya terakhir Ibn Hazm2.

Al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal3. , kitab yang berbicara mengenai sekte-sekte, mazhab dan agama-agama.

Thauq al-Hamamah fi Ulfah wa al-Ullaf4. , kitab yang berbicara tentang cinta dan para pencinta, ditulis di kota Syathibi sekitar ta-hun 418 H. menjadi karya Ibn Hazm yang ba-nyak dikaji di eropa. Dan masih banyak karya yang lainnya.

al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus5. . kitab yang berisi prinsip-prinsip akhlak uta-ma dan solusi-solusi bagi pengobatan jiwa menuju kebahagiaan dan kesempurnaan.3

Filsafat Moral Ibn Hazm al-Andalusy

al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus adalah sebuah risalah etika dari Ibnu Hazm yang berbicara mengenai perilaku utama, moralitas, dan etika. Risalah ini ditulis pada sekitar tahun terakhir dari kehidupannya. Hal ini bisa dilihat dari kematangan analisanya serta keluasaannya dalam memaparkan beberapa informasi yang menunjukkan bahwa risalah ini tidak mungkin ditulis pada masa awal hidupnya atau pada masa mudanya (Zahra, 1997: 139). Aspek-aspek eti-ka yang dikaji oleh Ibn Hazm dalam risalahnya meliputi konsep akhlak, metode dalam memper-tingkatkan akhlak terpuji dan pandangannya da-lam menyatakan tentang penyakit akhlak beserta pengobatannya.

Banyak pengamat yang mengkaji dan me-nerjemahkan risalah ini dalam berbagai bahasa. Risalah ini pertama kali dipublikasikan di Mesir oleh Mahmud al-Hathab pada 1908 M. dan diedit oleh Ahmad Omar al-Mahmasani, serta diterje-mahkan pula dalam bahasa Spanyol oleh Miguel Asin Palacios dengan judul Los Caracteres y la Conducta dan tersimpan di Madrid pada 1916 M. Di samping kedua tokoh tersebut, Dr Ihsan Abbas juga memuat karya ini dalam Rasa`il Ibn Hazm pada 1954 M serta yang terakhir terdapat Sayyi-dah Nadya Tumsin dari Libanon yang berhasil

2Izzudin ibn Abdussalam berkata: saya belum pernah melihat karya sebanding al-Muhalla milik Ibn Hazm ini, dan juga al-Mughni karya Ibn Qudamah (Al-‘Asqalani, 1996: 242, al-Kittani: 21)

3Semisal: An-Nubaz, Maratib al-Ijma’, Jamharat Ansab al-Arab, Asma` as-Sahabat ar-Ruwat, al-Ushul wa al-Furu’, dll. Adapun karyanya yang tidak terlacak adalah seperti Al-Ishal ila Fahmi Kitab al-Khisal, sebuah kitab yang berbicara tentang fiqh al-nushush, terdiri atas 24 jilid besar dengan tulisan tangan Ibn Hazm sendiri (Himayah, 1997: 97, al-Kittani, 1996: 18)

Page 65: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

58 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

menerjemahkan ke dalam bahasa Parsia pada 1967 M (Himayah, 2001: 93). Nykl (1923: 30-31) menyatakan bahwa risalah ini merupakan risalah yang penting tentang etika Ibn Hazm. Selain itu, ia juga memuji metode Ibn Hazm dalam penggu-naan analisis-diri dalam risalahnya sebagaimana yang dilakukan oleh al-Ghazali, St. Agustinus, Secretumnya Petrarch, dan esai-esainya Mon-taigne.

Menurut Abu Zahra (1997: 139-142) bahwa Ibn Hazm dalam menulis risalah ini setidaknya menggunakan dua sumber, yaitu: unsur-unsur filsafat yunani yang berdasarkan pada akal serta eksperimen khusus yang berangkat dari peneli-tian. Unsur pertama adalah filsafat Yunani yang dapat dilihat dari pembahasaannya mengenai keutamaan (fadhilah) yang bersifat moderasi (ja-lan tengah) seperti halnya filsafat etikanya Aris-toteles. Ibn Hazm berkata:

“keutamaan itu ada di tengah-tengah (wast}) antara yang berlebihan dan yang kekurangan (al-ifrath} wat-tafrith}) yang kedua sisi tersebut adalah yang tercela, dan keutamaan di antara keduanya adalah yang terpuji, kecuali akal yang tidak melampaui batas di dalamnya” (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 80)

Sedangkan, unsur kedua adalah eksperimen (at-tajribah) diri yang dialami oleh Ibn Hazm be-serta lingkungannya yang kemudian disandarkan pada penalaran dan nilai-nilai keagamaan. Hal ini bisa dilihat dari perkataannya dalam muqad-dimah risalahnya:

“saya banyak mengumpulkan dalam karyaku ini makna-makna penting yang memberikan manfaat bagiku dalam perjalanan waktu dan bergantinya keadaan, dengan sesuatu yang Allah berikan kepadaku dari sebuah penca-rian akan perubahan zaman dan keadaannya, hingga saya menghabiskan sebagian banyak umurku untuk hal itu dan mempelajari segala sesuatu yang bekaitan dengan kenikmatan yang dirasakan oleh jiwa-jiwa…….dan saya berharap semoga Allah memberikan pahala yang besar atas niatku dalam memberikan kemanfaatan bagi hamba-hambanya, memperbaiki keru-sakan moral mereka, serta mengobati penyakit jiwa mereka” (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 11-12)

Majid Fakhry (1994: 169) menambahkan

bahwa filsafat moral yang ditulis oleh Ibn Hazm merupakan gambaran atas situasi dan kondisi sosial-politik pada masa itu yang sangat kacau. Ia menulis refleksi moralnya untuk mengatasi masa kekacauan tersebut. Refleksi moral yang ditawar-kan olehnya dimaksudkan agar dipelajari dan dijadikan petunjuk dalam rangka memperbaiki moral dan mengobati jiwa mereka. Setidaknya ada tiga kunci utama yang disajikan dari filsa-fat moralnya Ibn Hazm dalam risalah al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus, di samping pe-njelasan pada bagian akhir mengenai etika me-ncari ilmu, berikut ini penjelasaannya:

a) Membuang Kecemasan (Thard al-Hamm)

Secara umum, pandangan etika yang dita-warkan oleh Ibn Hazm pada bagian-bagian awal berbicara mengenai apa sebab utama dari segala penyakit moral yang menimpa manusia? Setelah melalukan beberapa penelitian dan memaparkan pengalaman yang dialaminya, Ibn Hazm me-nyatakan bahwa sumber utama dari segala pe-nyakit moral adalah rasa “tamak”. Rasa yang se-lalu menggerakkan manusia untuk mendapatkan kenikmatan dari sesuatu yang dicapainya, baik secara materi maupun spiritual. Namun. Segala apa yang ia cari dan ia pegangi terkadang muncul dan hilang, sehingga akhirnya yang tersisa dalam dirinya hanyalah “kecemasan”. Oleh karena itu, bagi Ibn Hazm usaha untuk menghilangkan kecemasan/penderitaan/kegelisahan (thard al-hamm) merupakan hal yang utama dalam per-baikan moral (tahzib al-akhlaq) (al-Jabiri, 2001: 330-340). Mengenai hal itu Ibn Hazm berkata:

“saya telah berusaha dengan tekun mencari tu-juan yang dikejar oleh semua manusia, dan saya tidak menemukannya kecuali hanya satu, yaitu membuang kecemasan, namun ketika saya ber-fikir lebih jauh lagi ternyata mereka berbeda da-lam mencari tujuan itu, bahkan mereka berbeda pula dalam motif utama dalam usaha meng-hilangkan kecemasan itu, mereka akan mela-kukan gerakan apapun jika dengannya mereka berharap dapat menolak perasaan cemas dan tidak akan mengucapkan sepatah kata apapun melainkan sejauh mereka berusaha menolak pe-rasaan tersebut dari diri mereka sendiri..........” (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 14)

Page 66: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

59Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Dengan demikian, semua usaha yang dilaku-kan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk menghilangkan kecemasan. Jadi, mereka men-cari pengetahuan agar mereka terhindar dari kecemasan akan kebodohan; mereka mencari kekayaan agar mereka terhindar dari kecemasan akan kemiskinan; mereka mencari kemasyhuran agar mereka terhindar dari kecemasan akan ke-tertindasan. Singkatnya, apa saja yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya merupakan sebuah bentuk usaha menghilangkan perbuatan seba-liknya dan terhindar dari segala kecemasan (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 15).

Setelah memaparkan apa tujuan utama dari perbuatan manusia, yakni terhindar dari kece-masan. Kemudian, Ibn Hazm memberikan so-lusi terbaik untuk usaha tersebut, yakni dengan hanya kembali menghadap Allah melalui berbuat kebajikan demi akhirat (at-tawajjuh ila Allah bi al-amal lil-akhirat). Ia berkata:

“jika kamu mengikuti segala keinginanmu maka kamu akan rusak olehnya, dan kamu akan ber-henti pada kehancuran amal duniawi, padahal amal ukhrawi adalah satu-satunya yang hakiki, karena segala apa yang kamu inginkan (du-niawi) kamu akan mendapatkannya, namun akibatnya akan menjadikanmu sedih, karena duniawi itu akan meninggalkanmu atau kamu akan meninggalkannya, dan itu pasti terjadi. Kecuali beramal karena Allah, karena akibat yang akan datang dalam setiap keadaan adalah kebahagiaan, baik untuk saat ini maupun besok; kebahagiaan saat ini berupa sedikitnya rasa cemas dengan apa yang dicemasi oleh manu-sia lainnya, dan kamu lebih mulia dari teman bahkan musuh; sedangkan kebahagiaan yang akan datang adalah kebahagiaan surgawi” (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 13)

Selanjutnya, Majid Fakhry menyatakan bahwa ide penegasian akan rasa cemas yang di-utarakan Ibn Hazm mengingatkan kita pada ide Epicurus tentang ataraxia4, namum Ibn Hazm tidak puas dengan ide negatif ini dan memodifi-kasinya dengan agak menekankan pada ide posi-

tif, yakni dalam tenangnya jiwa (uns) (Fakhry, 1994: 170). Ibn Hazm berkata:

“akar dari semua keutamaan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan adalah terkejutnya jiwa atau tenangnya jiwa, orang yang berba-hagia adalah orang yang jiwanya tenang dalam keutamaan dan ketaatan serta lari dari keburu-kan dan kemaksiatan, sedangkan orang yang sengsara adalah orang yang tenang jiwanya dalam keburukan dan kemaksiatan serta lari dari keutamaan dan ketaatan” (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 18)

Jadi, menurut Ibn Hazm bahwa tujuan utama yang kendak dicapai oleh manusia adalah meng-hindarkan diri dari kecemasan atau penderitaan serta jalan satu-satunya adalah beramal akhirat hanya karena Allah. Karena taat kepada merupa-kan bentuk dari segala keutamaan dan menjauhi keburukan merupakan jalan yang mulia yang telah Allah pilihkan untuk manusia. Tiada ke-utamaan kecuali taat kepada perintah Allah, dan tiada keburukan kecuali melakukan apa saja yang dilarang Allah (Ibn Hazm, al-Ihkam, vol. I, 10).

b) Ambisi Duniawi yang sia-sia dan Kesombongan Diri

Masih berkaitan dengan pembahasan sebe-lumnya, bahwa kecemasan diri yang dialami oleh manusia dapat diperparah lagi dengan ambisi-ambisi duniawi. Penderitaan ini semakin menjadi apabila manusia masih menginginkan kenikma-tan duniawi yang sifatnya menipu. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka inginkan akan menjerumuskan mereka kepada rasa kurang puas sekaligus membawa mereka pada kecema-san dan penderitaan duniawi (Fakhry, 1994: 171). Ibn Hazm dalam al-Akhlaq wa as-Siyar (h. 23), mengatakan bahwa “dalam hal harta, kehorma-tan, dan kesehatan maka lihatlah orang yang ada dibawahmu, tapi jika dalam hal agama, pengeta-huan, dan kebajikan maka lihatlah orang yang ada diatasmu”.

Maka dari itu, adalah sebuah kebodohan

4Epicurus mengajarkan bahwa tujuan hidup kita adalah berusaha untuk meminimalisir rasa cemas dan penderitaan dan memaksimalkan kenikmatan (our life’s goal should be to minimize pain and maximize pleasure). James Fieser (.ed), The In-ternet Encyclopedia of Philosophy, 1998

Page 67: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

60 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

apabila manusia hanya mencari kenikmatan du-niawi baik berupa kehormatan, harta, dan lain se-bagainya. Karena orang yang hanya menginginkan kenikmatan duniawi tidaklah lebih mulia dari ma-khluk yang lain. Orang yang mencari keutamaan tidaklah berjalan bersama kecuali orang-orang yang baik, jujur, amanah, murah hati. Sedangkan orang yang mencari kenikmatan duniawi tidaklah berjalan bersamanya kecuali orang-orang yang seperti anjing kelaparan dan rubah yang buas, yang memiliki niat buruk (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 23-24). Adalah sebuah kesesatan yang nyata, memperdagangkan kehidupan yang abadi (akhirat) untuk kehidupan kekinian yang lebih singkat daripada sekilas pandangan mata (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 20).

Adapun kesombongan diri (‘ujub) merupakan cobaan yang terbesar yang dilahirkan oleh kebo-dohan. Bagi orang yang terkena sifat ini hendak-lah berfikir atas akibat-akibatnya. Awal dari ke-sombongan diri adalah lemahnya akal mereka. Sebab orang yang berakal mampu menyadari kekeliruannya serta berusaha untuk menekan-nya. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang tidak menyadari kesalahannya. Sehingga, jika mereka membanggakan diri atas akalnya, hartan-ya, ilmunya, atau kebaikannya, maka ingatkan-lah agar ia berfikir bahwa tidak ada yang perlu dibanggakan dalam dirinya. Karena semua itu adalah karunia Tuhan yang tak layak bagi mere-ka untuk membanggakan diri karenanya. Selain itu, mereka perlu mengetahui bahwa kehidupan manusia senantiasa dihantui dengan penyakit, kemiskinan, ketakutan, bencana, dan ketuaan (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 70).

c) Kebajikan-Kebajikan Utama

Ibn Hazm menyatakan bahwa ada empat ke-bajikan utama, di mana seluruh kebajikan lain-nya didasarkan atas keempatnya, yaitu: keadi-lan (al-’adl), intelegensi (al-fahm), keberanian (an-najadat), dan kedermawanan (al-jud). Se-baliknya, ada empat keburukan utama, di mana seluruh keburukan lainnya didasarkan atas keempatnya, yaitu: ketidak adilan (al-ja`ur), ke-bodohan (al-jahl), ketakutan (al-jubn), dan ke-

kikiran (asy-syuh). Ia memasukkan al-amanah (kejujuran/amanat) dan al-‘iffah (keterjagaan diri) sebagai dua jenis dari keadilan (al-’adl) dan kedermawanan (al-jud). Adapun penepatan janji (al-wafa`) merupakan susunan keutamaan dari keadilan (al-’adl), keberanian (an-najdat), dan kedermawanan (al-jud) (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 59 dan 58).

Kesucian jiwa (nazahat an-nafs) merupakan kebajikan utama yang tersusun dari keberanian (an-najdat), kedermawanan (al-jud), keadilan (al-’adl), dan intelegensi (al-fahm). Adapun la-wan dari kabajikan ini adalah ketamakan (ath-thama`’) yang dihiasi dengan sifat-sifat pengecut, kikir, tidak adil, dan bodoh (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 52-53). Kerelaan (al-qana’ah) merupa-kan kebajikan yang tersusun dari kedermawanan (al-jud) dan keadilan (al-’adl). Adapun ketama-kan lahir dari kedengkian (al-hasad), dan al-hasad lahir dari ar-raghbah (keinginan), dan ar-ragbah lahir dari ketidak adilan (al-ja`ur), kebodohan (al-jahl), dan kekikiran (asy-syuh). Serta yang lahir dari ketamakan adalah sifat-si-fat buruk yang besar, seperti: kehinaan, pencu-rian, gasab, zina, pembunuhan, dan takut miskin (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 59).

Keadilan (al-’adl) didefinisikan sebagai mem-berikan dan mengambil hak sesuai dengan apa yang seharusnya. Sebaliknya ketidak adilan (al-ja`ur) adalah mengambil hak tanpa memberi-kan apa yang seharusnya menjadi hak orang lain. Kemuliaan (al-karam) adalah memberikan apa yang menjadi haknya kepada orang lain secara bebas, sementara ia sendiri siap untuk mengor-bankan haknya sekalipun sebenarnya ia mampu mengambilnya. selain itu, keutamaan (al-fadhl) ini juga merupakan kebajikan yang sama den-gan kedermawanan (al-jud). Setiap kedermawa-nan (al-jud) adalah kemuliaan (al-karam) dan keutamaan (al-fadhl), dan setiap kemuliaan (al-karam) dan keutamaan (al-fadhl) bukanlah ke-dermawanan (al-jud). Jadi, keutamaan (al-fadhl) lebih umum dan kedermawanan (al-jud) lebih khusus (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 32).

Sedangkan kedermawanan (al-jud) adalah

Page 68: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

61Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

menafkahkan kelebihan harta demi kebajikan, terutama untuk menolong tetangga yang membu-tuhkan, orang miskin, orang terlantar, dan orang yang benar-benar memerlukannya. Mencegah keutamaan semua itu merupakan kekikiran, serta memberikan dalam berbagai keadaan merupakan pemborosan. Sedangkan kemurahan hati dalam memberikan apa yang kita miliki kepada orang yang benar-benar membutuhkan daripada kita adalah lebih baik dari kedermawanan (al-jud) itu sendiri (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 31).

Selanjutnya, keberanian (asy-syaja’ah/an-najadat) adalah usaha seseorang untuk merela-kan kematiannya demi agama, kaum wanita, tetangga yang teraniaya, orang tertindas yang membutuhkan pertolongan, ketidak adilan da-lam pembagian harta, kekayaan serta kehorma-tan, dan dalam segala hal yang baik-baik tanpa memandang apakah lawannya itu sedikit atau banyak. Sedangkan kebalikan dari keberanian (asy-syaja’ah/an-najadat) adalah ketakutan/pengecut (al-jubn) dan gegabah/sembrono (al-tahawwur). Selain itu, efinisi keterjagaan diri (al-‘iffah) adalah menahan diri dari pandangan mata dan segala anggota tubuh atas sesuatu yang tidak halal baginya. Sedangkan lawan dari keterjagaan diri (al-‘iffah) adalah kefasikan/percabulan (‘ihr) dan kelemahan (dhu’f dan’ajz) (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 32).

Adapun intelegensi (al-fahm) tidak didefi-nisikan oleh Ibn Hazm secara formal, karena menurutnya intelegensi (al-fahm) berkaitan erat dengan pengetahuan dan tugas yang dibebank-an kepada manusia yang berakal untuk mencari kebenaran dan kebahagiaan. Karena akal diper-untukkan untuk mengamalkan ketaatan dan ke-bajikan serta menjauhkan diri dari kemaksiatan dan keburukan. Allah berfirman “sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-peng-huni neraka yang menyala-nyala (Q.S. al-Mulk: 10)”. Sedangkan lawan dari intelegensi adalah ketololan dan kebodohan, dan diantara keduanya adalah kelemahan berpikir (al-sukhf) (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 57-58).

Kebajikan utama lainnya adalah rasa cinta (al-mahabbah), yang didefinisikan sebagai ke-rinduan akan kekasih dan kebencian terhadap berpisah dengannya serta menginginkan cinta manusia bagi dirinya. Manusia berbeda dalam kadar cinta, berbeda pula dalam tujuannya, se-perti mencintai Allah, suami, istri, anak, saha-bat, keluarga, dan lain-lain. Lebih lanjut, cinta memiliki lima tingkatan, yaitu: (i) al-istihsan, selalu bersikap baik terhadap pasangannya; (ii) al-i’jab, selalu mengagumi pasangannya; (iii) al-u`lfah, sedih ketika berpisah; (iv) al-kalaf, rindu yang menyala-nyala; dan (v) asy-syaghaf, cinta yang meluap-luap, bahkan terkadang lupa tidur, makan, dan minum, hingga berdampak pada sakit, stres, atau mati (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 54). Ada sebuah ungkapan yang me-ngatakan bahwa “barangsiapa yang merindu, dan bisa menjaga diri hingga ia mati, maka ia adalah syahid” (Hazm, Thauq al-Hamamah, 113).

Selain itu, persahabatan merupakan keba-jikan yang didefinisikan sebagai bentuk rasa saling senang atau susah sesuai dengan apakah sahabat kita itu senang ataukah susah. Tidak se-mua sahabat itu pemberi nasehat, namun semua pemberi nasehat adalah sahabat dalam menasi-hati. Nasehat adalah sikap seseorang yang mera-sa susah terhadap sesuatu yang membahayakan orang lain, baik orang lain itu susah maupun ti-dak, begitu pula ia merasa senang terhadap sesua-tu yang bermanfaat bagi orang lain, meski orang lain itu senang atau tidak. Nasehat merupakan sarat tambahan dari sebuah persahabatan Selain itu, nasehat hanya untuk dua kali: pertama, ber-sifat wajib; dan kedua, bersifat peringatan. Ada-pun yang selanjutnya adalah celaan/teguran yang berakibat pada pertengkaran (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 41 dan 44).

Setidaknya ada lima golongan dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan sesama, yaitu:

Orang yang suka memuji ketika sedang ber-1. hadapan dan suka mencela ketika telah pergi. Ini sifatnya orang munafik

Orang yang suka mencela baik di hadapan 2.

Page 69: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

62 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

khalayak maupun tidak. Ini sifatnya orang yang kurang ajar

Orang yang suka memuji ketika sedang ber-3. hadapan dan ketika telah pergi. Ini sifatnya para penjilat

Orang yang suka mencela di hadapan kha-4. layak dan memuji ketika pergi. Ini sifatnya orang tolol

Ahli kebaikan, mereka yang menjaga diri dari 5. memuji dan mencela ketika di khalayak dan memuji dengan kebaikan ketika pergi atau menjaga dari mencela.

Ahli pencela yang bebas dari kemunafikan, 6. mereka menjaga diri ketika di khalayak dan mencela ketika pergi.

Ahli keselamatan, mereka yang menjaga diri 7. dari memuji dan mencela baik ketika di kha-layak maupun tidak (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 47-48).

Akhirnya, bagi siapa saja yang tidak meng-etahui kebajikan-kebajikan utama ini, maka ber-peganglah pada apa yang disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena syari’at-Nya mengandung semua kebajikan-kebajikan utama ini (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 79). Selain itu, bagi siapa saja yang menginginkan kebaikan ukhrawi, hikmah duniawi, keadilan tingkah laku, serta memiliki kemuliaan akhlaq, maka jadikanlah Muhammad SAW sebagai suri tauladan (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 24).

d) Etika Mencari Ilmu/Menghadiri Majlis Ilmu

Ibn Hazm (al-Akhlaq wa as-Siyar, 12) me-nyatakan bahwa salah satu di antara empat ke-salah satu di antara empat ke-bajikan utama, adalah intelegensi (al-fahm). In-telegensi tidak didefinisikan secara formal oleh Ibn Hazm, namun sangat berkaitan dengan tugas utama yang dibebankan kepada manusia berakal untuk mencari pengetahuan dan hakikat kebena-ran. Menurutnya, kenikmatan orang yang bera-kal lebih utama dari segala kenikmatan yang per-nah dialami oleh manusia secara umum. Untuk itu, Ibn Hazm (al-Akhlaq wa as-Siyar, 90) mem-90) mem- mem-

berikan penjelasan bagaimana usaha mencari ilmu yang baik dan benar. Ibn Hazm menyatakan bahwa ketika mencari ilmu dalam suatu majlis hendaknya diniati untuk sungguh-sungguh men-cari ilmu dan mencaru ridla Allah swt. Sehingga dengan niat itu maka akan bertambahlah segala kebaikan dalam segala hal. Namun, jika kedata-ngannya tanpa adanya niat sebagaimana di atas, maka berdiam diri di rumah itu lebih baik dan le-bih mulia.

Selain itu, Ibn Hazm (al-Akhlaq wa as-Siyar, 90-91) menyatakan bahwa ada tiga sikap yang baik dalam menghadiri suatu majlis ilmu, yaitu:

Bersikap diam sebagaimana diamnya orang 1. yang bodoh. Sikap ini menghasilkan pahala karena niat mencari ilmu serta kemuliaan atas majlis ilmu.

Bertanya sebagaimana pertanyaannya orang 2. yang belajar. Yaitu bertanya mengenai se-suatu yang belum diketahui bukan sesuatu yang telah diketahui. Karena bertanya ten-tang sesuatu yang telah diketahui merupakan sikap yang bodoh, menyia-nyiakan waktu, dan meruguikan bagi diri sendiri dan orang lain, serta bahkan dapat mendatangkan permusu-han. Jika pertanyaan yang dilontarkan telah terjawab maka cukuplah baginya. Namun, jika jawabannya masih belum memuaskan maka perjelaslah pertanyaannya. Sikap ini menghasilkan pencerahan dan tambahan ilmu selain pula pahala niat belajar dan ke-mulian atas majlis ilmu.

Berkomentar sebagaimana komentarnya 3. orang alim, yaitu mengomentari jawaban dengan kritikan yang jelas. Jadi jika seseoang tidak memiliki sikap ini maka menjaga diri untuk tidak menjawab dengan jawaban yang kurang jelas adalah lebih baik. Karena apabila hal itu dipaksakan maka yang ada hanyalah permusuhan dan kemadlaratan serta menun-jukkan bahwa orang itu kurang agamis, suka hal-hal yang berlebihan, dan lemah nalarnya.

Selain itu, wajib atas manusia untuk belajar dan mencari kebaikan serta mengamalkannya.

Page 70: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Tajuddin Arafat

63Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Jika keduanya dapat terpenuhi makan ia telah mendapatkan dua keutamaan secara bersama-an. Namun, jika ia hanya berilmu tanpa beramal maka ia hanya mendapat kebaikan dalam belajar saja (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 92).

PenutuP Beberapa pandangan filsafat moral yang

disampaikan Ibn Hazm dalam risalahnya pada dasarnya berangkat dari kajian-kajian filosofis serta hasil dari eksperimen dalam kehidupannya dalam memahami tingkah laku dan moralitas masyarakatnya. Sebagaimana para moralis lain-nya, Ibn Hazm menyatakan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah usaha untuk menghilang-kan kecemasan (thard al-hamm) dan bersikap moderat (jalan tengah) dengan tujuan akhirnya adalah kebahagiaan ukhrawi melalui ketaatan terhadap norma-norma agama.

Ibn Hazm mengajarkan bahwa kebajikan-kebajikan (al-fadhai`l) dapat bersumber dari fil-safat, eksperimen (at-tajribah), maupun agama. Kesucian jiwa (nazahat an-nafs) merupakan kebajikan utama yang tersusun dari keberanian (an-najdat), kedermawanan (al-jud), keadilan (al-’adl), dan intelegensi (al-fahm).

daftaR Pustaka

Abu Zahra, Muhammad. 1997. Ibn Hazm Hay-atuhu wa ‘Ashruhu- Ara’uhu wa Fiqhhuhu. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi.

-------------. 1989. Tarikh al-Madzahib al-Islami-yah. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi.

al-‘Asqalani, Ibn Hajar. 1996. Lisan al-Mizan. ji-lid: 4. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Bagir, Haidar. 2002. “Etika “Barat”, Etika Islam” dalam Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan.

Fakhry, Majid. 1994. Ethical Theories in Islam. Second edition. Leiden: E.J. Brill.

Fieser, James (.ed). 1998. The Internet Encyclo-pedia of Philosophy.

Hanafi, Muchlis M. dkk. 2009. Etika Berkeluar-ga, Bermasyarakat, dan Berpolitik: Tafsir al-Qur’an Tematik. Jakarta: Lajnah Pentashi-han Mushaf al-Qur’an.

Hidayat, Komaruddin. 2007. “Etika dalam Kitab Suci dan Relevansinya dalam Kehidupan Modern”, dalam Nurcholish Madjid dkk. Is-lam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Himayah, Mahmud Ali. 2001. Ibn Hazm: Bi-ografi, Karya dan Kajiannya tentang Aga-ma. terj: Halid al-Kaf. Jakarta: Lentera.

Ibn Hazm. t.t. al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

-------------,. 1978. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi.

-------------,. 1996. Al-Muhalla bi al-Atsar. Juz: 1. Bairut: Dar al-Jiil.

-------------,. 1993. Al-Nubadz fi Ushul al-Fiqh al-Zahiri. Bairut: Dar Ibn Hazm.

-------------, Thauq Al-Hamamah fi Ulfah wa al-Allaf, tahqiq: Dr. al-Thahir Ahmad Makki, Dar al-Ma’arif, t.t.

al-Jabiri, Muhammad Abid. 2001. Al-‘Aql al-Akhlaqi al-‘Arabi: Dirasat Tahliliyat Naqdi-yah li Nazm al-Qayyim fi ats-Tsaqafah al-‘Arabiyah. Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdat al-Arabiyah.

al-Kattani, Muhammad al-Muntashir. 1996. Mu’jam Fiqh al-Muhalla dalam al-Muhalla. jilid:12. Bairut: Dar al-Jiil.

Suseno, Franz Magniz. 1987. Etika Dasar: Ma-salah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogya-karta: Kanisius.

--------------------,. 2003. Etika Jawa. Jakarta: PT. Gramedia.

Nykl, A.R., “Ibn Hazm’s Treatise on Ethics”, The American Journal of Semitic Languages and Literatures, Vol. 40 No. 1 (Oct., 1923), Pub-lished by: The University of Chicago Press

Page 71: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Filsafat Moral Ibn Hazm

64 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

(PDF)

Qodir, Zuly. 2005. “Etika Islam: Suatu Peng-, Zuly. 2005. “Etika Islam: Suatu Peng-. 2005. “Etika Islam: Suatu Peng-. “Etika Islam: Suatu Peng-antar”, dalam Elga Sarapung dkk. Seja-

rah, Teologi, dan Etika Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 72: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Nurul Huda

65Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

AbstrAk Penelitian kepustakaan ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana konsepsi iman menurut al-Baid āwi dalam karya tafsirnya Anwār at-Tanzil wa Asra r at-Ta’wi l. Artikel ini merupakan penelitian kefilsafatan yang menggunakan model historis faktual karena yang diteliti adalah konsepsi filosofis tokoh tafsir dalam karyanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iman menurut al-Baidawi merupakan bagian dari aktivitas hati yang dikonsepsikan sebagai membenarkan, yaitu mengakui dan mempercayai ajaran NabiSawyang berkaitan dengan yang gaib, dan dijalankan secara tersamar. Secara definitif, konsep iman menurut al-Baidawi sama dengan konteks iman secara bahasa, tetapi tidak sepenuhnya sama. Hal ini karena al-Baidawi mengkaitkan iman dengan hal di luar iman. Hal ter akhir ini telah menampakkan ketidakkonsistenan konsepsi al-Baid āwi karena ber-lawanan dengan pembatasan konsepsi imannya sendiri.

Kata kunci: Iman, Tafsir, al-Baid āwi , Teologi

AbstrAct

This library research aims to describe al-Baidāwi’s conception of the term ima n ‘belief’ in his exegesis Anwār at-Tanzil wa Asra r at-Ta’wi l. This article belongs to the philosophical research and factual history model because the object of the re-search is the philosophical conception of the exegesis. The findings of the research show that i ma n in al-Baid āwi’s opinion is part of heart activities concepted as rec-ognition and credence to the doctrine of prophet MuhammadSawespecially about i ma n ‘belief in’ the occult thing dimly. Although this conception of belief (i ma n) is definitely similar to the language context of the term but it is not totally the same be-cause al-Baid āwi attempted to connect the term beyond in. Therefore, it is the real evidence of al-al-Baid āwi’s inconsistent conception of ima n because it contradicts with his own prerequisites.

Key words: Ima n, exegesis, al- Baidāwi, theology

KONSEPSI IMAN MENURUT Al-BAID ĀWI DALAM TAFSIR ANWĀR AT-TANZĪL WA ASRĀR AT-TA’WĪL

The Concept of Im an According to al-Baid āwi’s Anwār at-Tanzil wa Asra r at-Ta’wil.

NURUL HUDA

NURUL HUDA Balai Penelitian dan Pengembangan

Agama SemarangJl. Untung Suropati Kav. 70 Bambankerep,

Ngaliyan, SemarangTelp. 024-7601327 Fax. 024-7611386

e-mail:[email protected] diterima: 6 Februari 2013

Naskah direvisi: 22 Februari-3 Maret 2013Naskah disetujui: 5 Maret 2013

Page 73: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Konsepsi Iman Menurut al-Baidāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil

66 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Sejarah perkembangan tafsir, telah dikenal bentuk tafsir bir-Ra’y, yaitu bentuk tafsir yang memberikan keleluasaan dalam penggunaan akal dalam rangka ijtihad menurut syarat-syarat tertentu (Aż-Żahabi 2000: 183). Dengan bentuk ini, tafsir dapat dianggap sebagai “disiplin paling dasar dan pokok bagi ilmu keagamaan lainnya dan menjadi dasar bagi kaidah-kaidah syara”. (al-Baidawi, 1418 H: 23) Lebih dari itu, karena tafsir ini melalui jalan ijtihad, sementara ijtihad itu sendiri membuka ruang bagi pemahaman atau hasil ijtihad yang berbeda, maka, karena demiki-an, tafsir bentuk ini dapat melahirkan kritik, wacana-wacana baru atau bahkan lebih dari itu, merubah pemahaman lama/dekontruksi baik di bidang ushuluddin dan ushul fikih maupun ilmu keagamaan lainnya.

Berkaitan dengan tafsir bi ar-ra’y ini, terda-pat kitab tafsir monumental karya Abdulla h ibn ‘Umar al-Baidāwi berjudul Anwār al-Tanzil wa Asrar at-Ta’wi l, karya tafsir yang dikenal ring-kas, padat isinya, dan banyak menghadirkan kri-tik atas karya pendahulunya, az-Zamakhsyari, yang beraliran mu’tazilah. Dikatakan bahwa dari segi corak, tafsir ini cenderung bercorak teologi Ahlusunah (Aż-Żahabi, 2000:212), yaitu teologi Asy’ariyah (Rippin, 1986:85; al-Baidawi, 1418 H: 72)

Berkaitan dengan kecenderungan teologis-nya tersebut, terdapat persoalan menarik bahwa iman menurut al-Baidāwi dikaitkan dengan ikrar lisan, sedangkan definisi iman menurut al-Baid-awi, (1484: 38) adalah “at-tasdiq”, yaitu mem-be-narkan di dalam hati terhadap ajaran Nabi Saw. Akan tetapi karena makna ikrar dalam konsepsi imannya adalah dalam konteks diperbandingkan dengan at-tasdiq, bukan dengan amal, maka me-munculkan pemahaman yang lain bahwa ia jus-tru tidak sejalan dengan Asy’ariyah dan definisi-nya sendiri dalam konteks ini, atau memang ada pemikiran al-Baidawi yang mandiri dan berbeda dengan pendahulunya di bidang teologi atau

ikrar dianggap sebagai definisi tambahan secara implisit sehingga sama dengan batasan iman menurut (al-Bażdawi dalam Nasution 2002: 148) yang beraliran Maturidiyah Bukhara. Artinya, meskipun, kecenderungan yang beredar adalah ia Asy’ariyah bahkan pembelanya, tetapi karena hal tersebut, diperlukan penelusuran lebih men-dalam mengenai konsistensi berfikirnya dalam penafsirannya tentang iman yang merupakan tema sentral dalam agama Islam.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat indikasi adanya inkonsistensi al-Baidāwi dalam penafsirannya tentang iman. Karena itu, perta-nyaan penelitian ini difokuskan pada bagaimana konsepsi al-Baidāwi tentang iman dalam kitab tafsirnya sehubungan dengan indikasi adanya inkonsistensi dalam konsepsinya tersebut?

Tujuan Penelitian

Karena masalah penelitian ini berkaitan deng an bagaimana konsistensi penafsiran al-Baid āwi tentang iman dalam kitab tafsirnya, maka tuju-an penelitian ini adalah untuk menelusuri dan mengkaji secara kritis konsepsi al-Baid āwi ten-tang iman dalam penafsirannya sehingga dapat di ketahui konsistensi atau kejelasan konsepsinya.

Kerangka Teori

Berbagai aliran-aliran dalam sejarah Islam merupakan cara atau upaya untuk menafsirkan atau mengetahui yang dikehendaki dalam ajaran agama berdasarkan sumber utama yang berdasar-kan Al-Qur’an dan Hadits atau sumber lain yang mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits. Terkait hal ini Al-Baidawi (1418 H: 23) menegaskan bahwa ilmu tafsir merupakan pokok semua ilmu agama. Artinya, pembahasan tafsir selalu terkait dengan masing-masing disiplin ilmu yang dibahas dalam tafsir. Pembahasan teologi yang difokuskan pada masalah iman ini, juga tidak dapat meninggalkan pokok atau penghulunya, yaitu tafsir.

Konsep iman dalam teologi Islam, da-pat dijelaskan secara umum bahwa iman yang merupakan aktivitas hati pada dasarnya bukan

Page 74: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Nurul Huda

67Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

merupakan keseluruhan aktivitas hati. Bahkan jika dikaitkan dengan Islam, al-Asy’ari (1397 H: 26) menyatakan: “Islam lebih luas dibanding iman, dan tidak setiap hal yang masuk dalam kategori Islam dimasukkan pula dalam kategori iman”. Ini dapat berarti bahwa secara integratif, amalan yang menyangkut aktivitas hati seperti ikhlas, sabar, khusyu’ dan lain-lain yang dituntut dalam menjalankan rukun Islam, umpamanya, meskipun dasarnya adalah iman, tetapi jika dipi-lah ia merupakan aktivitas di luar iman. Jika dili-hat dari rukun masing-masing, iman merupakan keyakinan di hati, sedangkan Islam dapat berupa aktivitas hati dan di luar hati. Selain itu, masih berdasarkan pernyataan al-Asy’ari terebut, Islam harus selalu didasari iman, tetapi aspek di luar keyakinannya, bukan termasuk iman. Penyebut-an bagian atau amalan yang termasuk Islam se-bagai iman dapat dilakukan karena Islam harus selalu didasari iman, jika tidak, maka dikategori-kan sebagai kufur, yaitu, bukan termasuk Islam dan iman atau menjadi kebalikan dari Islam atau iman. Artinya, harus selalu ada iman di dalam Is-lam, tetapi tidak sebaliknya. Shalat, umpamanya, merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Islam, tetapi ia dianggap memenuhi syarat keislaman jika didasari iman. Karena itu, dalam konteks iman yang selalu mendasari atau menyatu de-ngan Islam ini, al-Asy’ari menyatakan bahwa Is-lam lebih luas dibanding iman dari segi cakupan aktivitasnya yang mencakup aspek keimanan dan keislaman, jika dilakukan pemilahan.

Adapun konsep yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah konsep iman dalam teologi Islam yang terdapat di aliran-aliran keagamaan dalam Islam dengan berbagai golongan yang ada seperti yang terdapat pada Kaum Mu’tazilah dan Kaum Ahlusunah atau lainnya. Konsep iman tersebut telah ditulis oleh Harun Nasution dalam bukunya berjudul “Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan, dan untuk penjelasan pendukungnya dapat bersumber dari kitab berjudul al-Milal wa an-Nihal karya Asy-Syahrastani atau karya lain yang berkaitan. Akan tetapi karena kecenderungan al-Baidāwi terhadap teologi Ahlusunah atau Asy’ariyah dalam definisi

imannya menunjukan tidak adanya keterkaitan dengan paham di luar Ahlusunah maka yang diperlukan adalah penjelasan tentang konsep iman menurut Ahlusunah, khususnya lagi pada aliran Asy’ariyah.

Berkaitan dengan konsep iman menurut Ahlusunah, Harun Nasution memberikan pen-jelasan sebagai berikut:“Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat sesuai dengan aliran Asy’ariyah dan aliran Maturidiyah golong-an Bukhara. Adapun bagi aliran..Maturidiyah golongan Samarakand, iman mestilah lebih dari tasdiq, yaitu ma’rifah..” ( Nasution, 2002:148)

Dalam penjelasan tersebut, tasdiq merupakan syarat yang tidak dapat dihilangkan. Ia harus ada dalam keimanan. Meskipun terdapat perbedaan tentang batasan iman yaitu antara “at-tasdiq bil-lah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan” yang merupakan batasan iman al-Asy’ari (al-Asy’ari sebagaimana dikutip dalam Nasution, 2002: 148) dengan tasdiq yang harus disertai pengetahuan dan amal. Senada dengan al-Asy’ari dalam hal at-tasdiq-nya, al-Bażdawi yang termasuk Maturidiyah Bukhara, memberi-kan definisi iman sebagai “menerima dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa tidak ada yang serupa dengan Dia”. (al-Bażdawiseperti dikutip dalam Nasution:148) Definisi ini adalah dalam konteks pemahaman go-longan Maturidiyah Bukhara yang menyatakan: “iman tidak bisa mengambil bentuk ma’rifah atau amal, tetapi haruslah merupakan tasdiq (al-Bażdawi seperti dikutip dalam Nasution, 148).

Sementara itu menurut Ahlusunah kalangan Maturidiyah Samarakand, iman tidak cukup de-ngan tasdiq, karena bagi mereka akal dapat sam-pai pada kewajiban keimanan, yaitu mengetahui Tuhan dalam ketuhananNya. Definisi iman se-perti ini dianggap sebagai definisi al-Ma’turidi yang sebenarnya. Jadi, Iman dalam konsep Ma-turidiyah Samarakand tidak hanya sekedar tas-diq, tapi mensyaratkan adanya ma’rifah., yaitu “mengenal Tuhan dengan segala sifat-Nya”(Al-Iji, seperti dikutip dalam Nasution, 2002: 148).

Sementara itu, lebih jauh mengenai aliran

Page 75: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Konsepsi Iman Menurut al-Baidāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil

68 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Asy’ariyah, Asy-Syahrastani menjelaskan prin-sip-prinsip pemahaman aliran ini yang berkaitan dengan keimanan sebagai berikut:

Iman adalah membenarkan di dalam hati.Ada-pun perkataan dengan lisan dan pengamalan de-ngan perbuatan anggota badan termasuk dalam cabang-cabangnya iman. Seseorang yang mem-benarkan (mengakui dan mempercayai) dengan hatinya yaitu mengakui keesaan Allah Ta’ala, mengakui para rasul dengan membenarkan apa yang mereka sampaikan dari sisi-Nya dengan hati nya, maka sah-lah imannya.sehingga jika ia mati dalam keadaan itu, ia mati sebagai mukmin yang selamat, dan tidak dianggap keluar dari iman kecuali mengingkari hal-hal yang harus dipercayai dan diakui kebenarannya tersebut.Adapun pelaku dosa besar jika meninggal dunia tanpa disertai taubat, maka hukumnya dikembalikan kepada Al-lah, bisa saja diampuni oleh Allah karena rahmat-Nya, bisa pula diberi syafaat oleh NabiSaw, sesuai sabdanya: Syafaatku diperuntukkan bagi pelaku dosa-dosa besar dari umatku.dan bisa pula disiksa olehNya sesuai dosanya kemudian dimasukkan ke dalam surga karena rahmatNya dan tidak mung-kin dikekalkan di neraka bersama orang-orang kafir...”(Asy-Syahrastani, 1992: 88)

Penjelasan di atas yang secara lengkap di-sertai dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits, iman itu sendiri hanyalah pengakuan di dalam hati, lebih dari itu memang dapat disebut sebagai iman tapi hanya merupakan cabangnya. Artinya, iman yang merupakan keyakinan dan pengakuan di hati terhadap ajaran Nabi Saw, sesungguhnya sudah cukup untuk memasukkan mukmin umat nabi MuhammadSawke dalam surga.

Terkait hal ini, al-Asy’ari (1397 H: 26-27) menyatakan bahwa seseorang yang melaku-kan dosa seperti zina, mencuri, dan meminum khamar, selama orang tersebut tidak mengang-gap perbuatan-perbuatan tersebut sebagai halal, yaitu meyakini di dalam hatinya akan keharaman perbuatan-perbuatan seperti itu, maka orang ter-sebut tetap mukmin, bukan kafir. Dalam kaitan ini pula al-Asy’ari, yang menyatakan mengikuti riwayat shahih, menyatakan: “iman adalah per-kataan dan perbuatan” (al-Asy’ari: 27). Pernyata-an ini tentu dalam konteks definisi iman menurut-nya, yaitu “at-Tasdiq billah yang berarti meneri-ma sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan” (al-Asy’ari sebagaimana dikutip dalam Nasution,

2002: 148). Penghubungan iman dengan masa-lah yang terjadi di akhirat tersebut memang tidak berkaitan langsung, tetapi dapat menjadi relevan dalam konteks menegaskan bahwa iman merupa-kan masalah yang termasuk sentral dalam teologi Asy’ariyah.

Dalam hal peran akal dalam keimanan, Asy-Syahrastani(1992: 88&90) yang menjelaskan pemahaman aliran Asy’ariyah menyatakan bahwa mengenal Allah melalui akal memang dapat di-capai, tetapi mengenal Allah melalui apa yang didengar dari ajaran yang datang dari-Nya itu wajib. Dalam konteks ini, seluruh kewajiban itu bersifat sam’iyyah atau bukan dari akal, tetapi apa yang diajarkan oleh Rasul melalui wahyu dan akal memang bisa digunakan, tetapi patokannya dan yang dianggap atau harus diikuti dalam hal-hal yang wajib tersebut, termasuk iman, selalu bersifat sam’iyyah, ini diperkuat dengan dalil Q.S. al-Isra’:15 yang berisi bahwa seseorang tidak dikenai siksa oleh-Nya jika karena belum datang kepadanya ajaran dari rasul utusan-Nya. Arti-nya, akal tidak digunakan sebagai patokan yang dibebankan oleh-Nya, tetapi ajaran yang dibawa oleh utusan-Nya lah yang menjadikan seseorang harus beriman. Selain itu, dikatakan bahwa iman itu karena pertolongan Allah sedangkan kufur itu karena tidak mendapat pertolongan-Nya.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kefil-safatan yang menggunakan model historis fak-tual karena yang diteliti adalah konsepsi filosofis tokoh tafsir dalam karyanya. (Sudarto, 2002: 95-106 ) Pada model penelitian ini karya tokoh yang dikaji dijelaskan apa adanya sesuai dengan mak-sud tokoh tersebut, termasuk dalam pemecah an permasalahan yang muncul, kemudian diha-dirkan analisis dan atau penafsirannya (herme-neutis). (Bakker, 1984: 136-138) Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kuali-tatif yang data primernya bersumber dari kitab tafsi r al-Baidāwi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ekliktik (Sudarto, 92-93) yang mengacu pada metode-metode yang terda-

Page 76: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Nurul Huda

69Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

pat dalam metodologi penelitian filsafat model historis faktual.

Berkaitan dengan metode penafsiran al-Baidāwi dalam kitab tafsirnya yang mengguna-kan metode tahlili yaitu “penafsiran Al-Qur’an secara analitis, ayat per ayat dan surat per surat secara berurutan, meskipun tidak pada seluruh surat, dan mengandung pembahasan dari ber-bagai aspek sesuai kecondongan mufasirnya”, (Ar-Rumi, 1419 H: 57) maka pada penelitian ini pembahasan atau analisisnya akan difokuskan pada penafsiran ayat tentang iman yang se-cara analitis telah menjelaskan konsepsi atau pemikirannya tentang iman atau yang secara ho-listik dianggap oleh al-Baidāwi telah menjelaskan tema tentang konsepsi iman.

hasil dan PeMbahasan

Riwayat Singkat al-Baidāwi

Abdulla h bin Umar al-Baidāwi dikenal dengan sebutan al-Baidāwi dilahirkan di daerah Baida’, dekat Kota Syiraz/Azarbaijan, Persia/Irak. Sebagai mufasir al-Baidāwi dianggap me-miliki kemampuan di berbagai bidang yaitu ba-hasa arab, fiqih, usul fikih, teologi, dan mantiq/logika. Ia juga dianggap sebagai pengikut asy-Syafi’i di bidang fikih dan pengikut Abu Hasan al-Asy’ari di bidang teologi/akidah. (Rippin, 1986: 85) Ia wafat sekitar 692 H dan dimakamkan di Tabriz (Ad-Dawu di, 1983: 248). Karirnya selain sebagai mufasir adalah jabatannya sebagai kepala hakim di Syiraz/Azarbaijan yang pada waktu itu dipegang oleh Ata bik Sult an Abu Bakar. Namun kemudian ia melepaskan jabatannya itu dan me-nulis tafsir.(Ḣalifah, 1994: 197)

Berkaitan dengan kondisi pemerintahan/so-sial politik masa al-Baidāwi, Hasan (1996:359) menyebutkan bahwa pada saat itu intervensi politik sangat kuat di dalam mempengaruhi du-nia peradilan. Kalangan fuqaha’ merasa khawa-tir jika sewaktu-waktu ditunjuk sebagai hakim, akan disuruh mengeluarkan fatwa yang melang-gar syariat. Ia juga menjelaskan bahwa dalam perkembangan tafsir, masa al-Baidāwi ini tafsir bersama bidang keilmuan lainnya mengalami

kemajuan, meskipun menurut Az-Zahabi (2000: 108, 206, & 304 ) dalam perkembangan tafsir, masa al-Baidāwi termasuk fase kelima di mana terjadi kemunduran dalam segi obyektivitas dan otentitas periwayatan. Namun demikian mufasir populer selain al-Baidawi seperti Ar-Razi dan az-Zamakhsyari, lahir pada fase ini.

Karya-Karya al-Baidāwi

Al-Baidāwi memiliki karya tulis tidak kurang dari delapan belas buku. Dari kedelapan belas buku hasil tulisanya itu ada yang berupa syarah dan ada pula yang berbentuk Muhtasar. Kedelapan belas buku karya al-Baid āwi tersebut t adalah:

Tafsi1. r al-Baid āwi Anwar at-Tanzil wa asror at-Ta’wi l;

Syarh Masabi2. h al-Imam al-Bagawi fi al-Hadi s;

Tawali’ al Anwar;3.

Al-Misbah;4.

Al-I5. dah fi usu l al-Di n;

Syarh al Mahsu6. l fi Usu l al Fiqh;

Syarh al Muntahab fi7. Usu l al Fiqh;

Mirsad al Afham ila Mabadi al Ahkam; 8.

Minhaj al Usu9. l ila ‘ilm al-Usu l;

Syarh Minhaj al Usu10. l;

Syarh al Tambi11. h li Abi Ishaq al-Syairazi;

Al Gayah al-Quswa fi12. Dirayah al Fatwa;

Al Tahzi13. b wa al Akhlaq fi at-Tasawwuf;

Syarh14. al Ka fiyah fi al Nahw li Ibn al Haib;

Al lubb fi15. al Nahw;

Kitab fi16. al Mantiq;

Mukhtasar fi17. al hai’ah;dan

Niz18. am al Tawarikh (al-Asnawi, [t.t.]: iii-iv)

Dari sekian banyak karya tulis al-Baidāwi, ada tiga kitab yang paling dikenal dan banyak be-redar di kalangan umat Islam, yaitu:

Tafsir al-Baid1. āwi Anwar al Tanzil wa Asrar

Page 77: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Konsepsi Iman Menurut al-Baidāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil

70 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

al Ta’wil,

al Minhaj ( Minhaj al-Usu2. l ila ‘ilm al Usu l)

Tawa3. li’ al Anwar.

Di antara ketiga karya tulis ini, tafsir al-Baid āwi merupakan karyanya yang paling po-puler (Watt,1987: 137).

Deskripsi Kitab Tafsir al-Baidāwi dan Pandangannya Seputar Tafsir

Jika dikaitkan dengan metodologi penaf-siran Al-Qur’an, bentuk tafsir al-Baid āwi adalah bir-ra’y, dengan menggunakan metode tahli li atau analitis dan bercorak teologi, yaitu Ahlusunah. Aż-Żahabi (2000:212), umpama-nya, menjelaskan tentang hal tersebut dengan mencontohkan kecenderungannya untuk me-ngunggulkan aliran Ahlusunah meski terkadang dianggap terpengaruh aliran Mu’tazilah. .

Selain bidang akidah yang menjadi ke-cenderungan utama tafsir ini, aspek-aspek yang dibahas dalam tafsir ini juga meliputi pembahas-an:

Keterkaitan atau penjelasan suatu ayat dengan 1. ayat lainnya,

Penafsiran dengan hadis Nabi, qaul para sha-2. habat, tabi’in dan ulama sebelumnya,

Pembahasan filsafat, tasawuf, fikih, aspek-as-3. pek kebahasaan, sastra, sya’ir Arab, dan ber-bagai ragam bacaan Al-Qur’an (qira’at) dalam penafsirannya. (Huda, 2002: 20-27)

Dari segi pandangannya tentang signifikansi ilmu tafsir dan syarat sebagai mufassir al-Baida-wi menjelaskan sebagai berikut:

Sesungguhnya ilmuyang paling tinggi dera-jat, kemuliaan,dan cahayanya banyak petunjuk-nya) adalah ilmu tafsir.Ia (ilmu tafsir) merupakan penghulu dan pokok dari ilmu-ilmu keagamaan dan menjadi dasar dan pondasi bagi kaidah-kai-dah syara, tidaklah pantas membahas tentangnya kecuali orang yang mengerti seluruh ilmu-ilmu keagamaan baik usul maupun furu’nya, dan yang unggul (ahli) dalam berbagai macam struktur atau tata bahasa Arab dan fann-fann ’disiplin-

disiplin’ sastra (al-Baidawi, 1418 H: 23)

Penjelasan tersebut memberikan makna bahwa tafsir merupakan pengetahuan yang menghasilkan pokok ilmu-ilmu keagamaan, se-perti ushuluddin/teologi dan melahirkan dasar-dasar kaidah syara’ yang berarti bahwa tafsir da-pat merupakan ijtihad yang bersifat sangat men-dasar atau paling pokok. Karena sifat pokoknya ini, jika yang dihasilkan mengubah perkara yang bersifat pokok, maka yang berubah dapat berupa dasar dan cabang disiplin ilmu keagamaan, baik hanya sebagiannya maupun keseluruhannya. Karena itu, tafsir membutuhkan penguasaan mufasir atas seluruh ilmu-ilmu keagamaan, baik usul maupun furu’nya, dan menguasai aspek-aspek kebahasaan baik tata bahasa Arab maupun sastrra.

Penafsiran al-Baidāwi tentang Iman

Berdasarkan metode penelitian ini, diketahui bahwa terdapat beberapa penafsiran al-Baidāwi yang menjelaskan konsepsi al-Baidāwi tentang iman, yaitu penafsirannya atas potongan ayat Q.S. al-Baqarah: 3, al-Mujadalah: 22, an-Nahl: 106, al-Maidah: 41, dan al-Hujurat: 14. Menu-rut al-Baidawi, ayat-ayat tersebut menjadi dasar pembatasan konsepsi imannya. Berikut adalah redaksi dan terjemahan tafsirnya secara beruru-tan:

Redaksi Tafsir I: } {..

:

:

: } { } } { } {

{ : }

} { } {

{

Page 78: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Nurul Huda

71Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

} {..

:

:

: } { } } { } {

{ : }

} { } {

{

: } {

: : } {

:

}

{

:

:

(al-Baidawi, 1484: 38)

Allazina yu’minun bil-gaib ‘yaitu orang-orang yang beriman terhadap hal gaib’..Iman secara bahasa merupakan ungkapan ten-tang membenarkan sesuatu. Kata i ma n diambil dari kata al-amn, seperti bahwasannya orang yang membenarkan sesuatu, maka dia (akan) me-ngamankan hal yang diyakini kebenarannya itu dari pendustaan dan ketidakcocokan/perbedaan. Ditransitifkannya kata i ma n dengan penambah-an huruf ya’ dimaksudkan untuk memasukkan makna pengakuan. Kata iman terkadang disebut-kan secara mutlak (seutuhnya/tanpa pembatasan) dengan makna percaya/yakin, yaitu dari segi bahwasannya orang yang percaya/yakin akan se-suatu maka dia menjadi orang yang aman dalam sesuatu itu dan (contoh lainnya:) karena hal/se-suatu itu “aku tidak yakin bahwa aku akan mene-mukan teman”. Dua macam makna ini (pengakuan dan kepercayaan/keyakinan sebagai bagian dari at-Tasdi q,’membenarkan’) baik untuk diberlaku-

kan dalam (penafsiran potongan ayat) yu’minu n bi al-gaib.(iman).Sedangkan menurut syara’ iman adalah membe-narkan terhadap sesuatu yang diketahui secara pasti bahwasannya ia berasal dari agama Muham-madSaw, seperti tauhid, kenabian, hari kebangki-tan dan pembalasan, dan kumpulan tiga perkara: keyakinan akan kebenaran ajaran agama, ikrar, dan pengamalan sesuai yang terdapat dalam ajaran tersebut. (Ini) menurut jumhur ahli hadis, Mu’tazilah, dan Khawarij. (Dari pendapat jumhur tersebut) Seseorang yang meninggalkan hal keyakinannya saja, dia disebut munafik, sesorang ‘yang meninggalkan ikrar, dia dianggap kafir, dan seseorang yang meninggalkan pengamalannya, maka dia dianggap fasik sesuai derajat kefasikannya (menurut ahli hadis), diang-gap kafir menurut Khawarij, dan dianggap keluar dari iman tetapi tidak masuk kategori kafir menu-rut Mu’tazilah.Hal yang menunjukkan bahwa iman hanyalah membenarkan (ajaran) adalah bahwasannya Allah SWT. menghubungkan iman dengan hati, Allah berfirman: ula ika kataba fi qulubihim al-i ma n (Mereka itulah yang Dia (Allah) telah tetapkan/tanamkan keimanan di hati mereka’. Waqalbuhu mut mainnun bil-i ma n, dan walam tu’min qulu buhum. (Pada ayat-ayat keimanan) kata iman diikuti/dihubungkan dengan amal shalih secara berkali-kali di berbagai tempat/ayat, kemu-dian dibarengi dengan hal-hal yang terkait dengan maksiat. Maka, (sebagai contohnya) Allah berfir-man: wa in t aifatani min al-mu’mini n iqtatalu ; ya ayyuhallazina amanu kutiba ‘alaikum al-qis as fi al-qatla; allazina amanu wa lam yalbisu i ma nahum bi z ulmin, di mana dalam ayat-ayat tersebut hanya sedikit terdapat perbedaan. Pendapat ini adalah yang paling dekat dengan dalil, yaitu beragamnya maksud/makna di dalam ayat tentang iman ter-sebut. Hal ini karena kata iman yang ditransitifkan dengan penambahan huruf ya’ (dalam kata i ma n) hanyalah bermakana: at-tas di q ‘membenarkan’ (yang jika dikaitkan dengan beberapa contoh ayat tersebut, dipahami dalam konteks) sesuai derajat keimanannya. Selanjutnya, terjadi perbedaan da-lam bahwasannya membenarkan dengan hati saja, apakah itu cukup? -karena makna itu adalah yang dikehendaki- ataukah harus mencakup ikrar/pe-ngucapannya bagi yang telah tertanam imannya di hati? Tampaknya yang benar adalah yang kedua karena Allah ta’ala lebih banyak mencela yang ing-kar dibanding mencela yang bodoh tetapi ceroboh. Orang yang tidak setuju pendapat ini menganggap celaan Allah tersebut pada perbuatan ingkar bu-kan pada ketiadaan ikrar pada orang yang telah memenuhi at-tas di q tersebut.Kata al-gaib ‘yang gaib’ merupakan mas dar (kata

Page 79: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Konsepsi Iman Menurut al-Baidāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil

72 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

abstrak) yang disifati dengan penyangatan seba-gaimana kata asy-syahadah yang terdapat dalam firman Allah SWT: ‘a lim al-gaib wasy-syahadah. Orang Arab menamai perdamaian di bumi dan permusuhan yang menyertainya secara keseluruh-an sebagai yang gaib atau (jika bukan masdar) bentuk kata fai’il yang dibaca takhfi f (huruf ‘illat-nya) sebagaima na kata qila sedangkan maksud-nya adalah al-khafiyy ‘yang samar’ yang tidak dapat dirasakan oleh panca indera dan tidak da-pat diterima secara aksiomatik oleh akal. Gaib di sini dibagi dua: yang pertama tidak dapat dike-tahui, ini terkandung dalam firman Allah SWT: wa ‘indahu mafatih al-gaib la ya’lamuha illa huw yang berikutnya merupakan pernyataan yang dinyata-kan oleh dalil seperti Yang Maha Pencipta dan si-fat-sifatnya, hari akhir dan hal-hal yang terjadi di dalamnya. Bagian ini sesuai dengan makna yang terdapat dalam ayat tentang ima n seperti tersebut di atas. Ini jika anda menjadikan menjadikan al-gaib dalam keterkaitannya dengan i ma n dan men-dudukkannya sebagai maf’ul bih ‘obyek’. Jika anda menganggapnya sebagai hal (penjelas-an) dengan memperkirakan makna: dengan cara menyertai dengan kesamaran, maka makna yang digunakan adalah al-gi bah wal-khafa’ ‘samar’, Art-inya: bahwasannya mereka berima n dengan cara yang tidak diketahui/samar bagi kalian tetapi tidak seperti orang-orang munafik yang apabila ber-temu dengan orang-orang yang beri ma n mereka mengatakan: “kami beri ma n “, namun bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, orang-orang munafik itu berkata: “sesungguhnya kami beserta kalian, kami hanyalah berolok-olok; atau (jika bu-kan hal) tentang orang yang beri ma n kepada yang gaib sebagaima na telah diriwayatkan bahwasan-nya Ibn Mas’u d r.a. berkata: Demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada seseorang yang beri ma n melebihi i ma n kepada yang gaib lalu dia membacakan tersebut. Dikatakan bahwa maksud bil-gaib adalah hati karena hati adalah tertutup. Maknanya: mereka beri ma n dengan hati mereka.tidak seperti orang yang mengatakan dengan mulut mereka tetapi tidak sebagaima na yang terdapat dalam hati me-reka. Maka huruf ba ’ dalam makna pertama di-gunakan untuk fungsi transitif, ba’ yang kedua bermakna mus ahabah ‘penyertaan’ dan ba ’ yang ketiga dimaksudkan sebagai alat/media.

Redaksi Tafsir II

} { } {

[sic]

} {

} {

[sic]

(al-Baidawi, 1484: 197)

{Mereka itulah} maksudnya orang-orang yang ti-dak saling berkasih sayang (dengan para penen-tang Allah dan rasul-Nya, meskipun mereka adalah bapak, anak atau keluarga orang-orang tersebut) {Dia (Allah) tanamkan iman di hati mereka} Mak-sudnya: Allah tetapkan iman di hati mereka. Ini merupakan dalil yang menunjukkan keluarnya amal dari konsepsi iman. Karena sesungguhnya bagian yang telah tetap di dalam hati (iman) maka dia akan tetap di dalamnya, sedangkan amal per-buatan anggota badan tidaklah tetap/tertanam di dalam hati.

Redaksi Tafsir III

Dan/padahal hati orang yang dipaksa kafir itu tetap tenang dalam keimanan: tidak berubah keyakinannya. Dalam hal ini terdapat petunjuk bahwa iman tidak lain adalah membenarkan de-ngan hati.

Redaksi Tafsir IV

(Ayat sebelumnya: Hai Rasul jangan bersedih ter-hadap orang-orang kafir yang memperlihatkan kekafirannya) {Yaitu orang-orang yang me-ngatakan: “kami beriman” dengan mulut mereka tetapi hati mereka tidak beriman}. Maksudnya: yaitu orang-orang munafik. Ba ’ ‘dengan’ di sini berkaitan dengan kata qalu bukan amanna, Waw (pada walam tu’min qulu buhum) dapat berkedudu-kan sebagai (waw) h al (penjelasan hal yang ben-tuknya masih tersamar) atau (waw) ‘ataf (dan).

Analisis

Empat redaksi tafsir pada beberapa potong-an ayat di atas telah menunjukkan dengan jelas bahwa definisi iman menurut al-Baid āwi adalah at-tas di q bi al-qalb “membenarkan (mengakui dan mempercayai) ajaran Nabi di dalam hati”. Definisi ini sekaligus menjelaskan bahwa definisi iman menurut al-Baid āwi berbeda dengan defi-nisi iman menurut syara’.

Bagaimana iman di satu sisi kemudian amal dengan dasar iman dan ikrar atau pernyataan keimanan dengan lisan di lain sisi merupakan dua hal yang berbeda, dijelaskan lebih lanjut oleh

} { } {

[sic]

} {

} {

[sic]

(al-Baidawi, 1484: 241)

} { } {

[sic]

} {

} {

[sic] (al-Baidawi, 1484: 126)

Page 80: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Nurul Huda

73Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

al-Baidāwi dalam redaksi tafsir di atas bahwa perkataan atau amal yang bersifat lahiriah saja, dapat terjadi ketidaksesuaian antara perkataan/perbuatan dengan hati; sedangkan iman yang di-maksudkan oleh al-Baidāwi medianya memang hanya dengan hati dan tidak terdapat di selain hati. Artinya, jika menurut penafsirannya amal dan ikrar keimanan tidak dapat menentukan iman tidaknya seseorang, maka keduanya tidak dapat dimasukkan dalam definisi iman. Bahwa secara integratif dipraktekkan semuanya, maka hal tersebut termasuk pelaksanaan ajaran agama baik dalam konteks Islam atau dalam konteks taqwa yang keduannya juga mensyaratkan iman.

Jika dikaitkan dengan pemahaman aliran Asy’ariyah bahwa amal dan ikrar juga termasuk iman tetapi dari segi furu’nya, al-Baidawi mem-berikan penjelasan bahwa amal shalih meski di-hubungkan dengan keimanan, ia tidak merubah pemahaman bahwa iman hanyalah at-tasdiq, yaitu membenarkan ajaran NabiSawdi hati, yang berarti sama dengan pemahaman Asy’ariyah. Tetapi dalam masalah ikrar al-Baidawi telah meng hubungkan iman dengan ikrar setelah adanya at-tasdiq, dan membandingkan hal tersebut de-ngan iman yang dipahami sebagai at-tasdiq saja. Ini menunjukkan bahwa ikrar yang disebutkan oleh al-Baidawi tersebut bukan dipahami se-bagai iman yang bersifat cabang sebagaimana pemahaman kalangan Asy’ariyah, tetapi lebih dipahami sebagai konsep dan defi-nisi iman yang bertambah maknanya. Artinya, ada inkon-sistensi dalam konsepsi iman al-Baida-wi sendiri karena menjadikan hal yang bersifat cabang se-bagai hal yang bersifat pokok atau hal yang tidak ada dalam konsepsi pokok tentang iman menjadi ada dalam konsepsi iman menurut al-Baidawi tersebut. Dengan kata lain, al-Baidawi telah men-ghubungkan iman dengan hal di luar iman, yaitu ikrar, dan ini bertentangan dengan definisi atau konsepsinya sendiri tentang iman. Lebih jelas-nya, perbandingan tersebut seharusnya diterap-kan dalam konteks perbandingan pemaknaan di luar at-tasdiq, atau cabangnya saja, tetapi yang terjadi tidak demikian.

siMPulan

Iman menurut al-Baid āwi merupakan perbuatan hati yang dikonsepsikan sebagai mem-benarkan (mengakui dan mempercayai) ajaran NabiSaw, yaitu membenarkan kepada yang gaib, dengan hati, secara tersamar, dan dengan derajat keimanan yang bervariasi. Konsepsi iman seper-ti ini merupakan kontekstualisasinya atas pen-definisian iman secara bahasa yaitu membenar-kan atau mengakui dan mempercayai dengan hati. Secara definitif, konsepsi iman menurut al-Baid āwi sama dengan konteks iman secara bahasa, dan iman menurut Asy’ariyah, tetapi ti-dak sepenuhnya sama, karena al-Baid āwi masih mengaitkan iman dengan hal di luar iman. Hal terakhir ini telah menampakkan ketidakkonsis-tenan konsepsi al-Baidāwi karena berlawanan dengan pembatasan atas konsepsi imannya sen-diri, yaitu bahwa iman secara mutlak merupakan bagian dari perbuatan/pekerjaan hati (at-tasdiq), yaitu tidak memerlukan ikrar dan amal.

daftar Pustaka

Al-Asnawi, Jamaludin Abd al-Rahim, Nihayah al-Su l fi Syarh Minha j al-Us ul, ttp., Alam al-Kutub. t.t.

Al-Asy’ari, ‘Ali bin Isma ’il bin Abi al-Basyar Abu al-Ḥasan, 1397. al-Iba nah fi Us u l ad-Diyanah, PenTahqīq: Fauqiyyah Husain Maḥmu d, Kairo: Dar al-Ansar, diunduh pada senin 4 Februari 2013 dari: http://shamela.ws/index.php/book/8178.

Al-Bazdawi, Abu al-Yusr Muhammad, 1963. Kitab Usul ad-Din, Kairo: Isa al-Babi al-Halabi

Aż-Żahabi, Muhammad Husain, 2000. al-Tafsir wa al-Mufassirun,Jld. I, Kairo: Maktabah Wahbah. diunduh pada senin 6 Februari 2013 dari: http://www.waqfeya.com/search.php

_________, Richard J. McCarthy S.J.(Ed.). 1952, Kitab al-Luma’, Beyrouth: Imprimerie Chatolique.

Bakker, Anton, 1984. Metode-Metode Filsafat,

Page 81: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Konsepsi Iman Menurut al-Baidāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil

74 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Jakarta: Ghalia Indonesia

Al-Baydāwi, Abdulla h bin ‘Umar, 1418 H. Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil,Jld. I, II, III, & V, diTahqīq oleh Aburrahman al-Mir’asyly, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi

Ad-Dawu di, Syamsuddi n Muhammad bin ‘Ali bin Aḥmad, 1983. Ṫabaqat al-Mufassiri n, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Huda, Nurul, Penafsiran al-Baidāwi tentang Khilāfah dalam Tafsir al-Baidāwi Anwār at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, 2002. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuludin, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Ḣalifah, Ḥaji Abdulla h al-Qasṫanṫani, 1994. Kasyf aẓ-Ẓunun ‘an Asami al-Kutub wa al-Funu n, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr.

Hasan, Ibrahim Hasan, 1996. Tarih al-Islam, al-Siyasi wa al-Dini wa al-Saqafi wa al-Ijtima’i, Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Mishrriyyah.

Nasution, Harun, 2002. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)

Rahman, Yusuf, 1997. “Unsur Hermeneutika dalam Tafsir al-Baid āwi”, Ulumul Qur’an, Th. VII (3).

Sudarto, 2002. Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Ar-Rumi, Faḥd bin Abd ar-Raḥman bin Sulaima n, 1419 H. Buhus fi Us u l at-Tafsi r wa Manahijuh, Riyad: Maktabah at-Taubah. Diunduh pada tanggal 06 Februari 2013 dari http://www.waqfeya.com/search.php

Rippin, Andrew, 1986. “Baydāwi”, The Encyclo-paedia of Religion, New York: Mac Millan Publishing Company.

Asy-Syahrastani, Abu al-Fath Muhammad Ibn Abdul Karim, 1992. Al-Milal wa an-Nihal, diTahqīq dan ditashih oleh Ahmad Fahmi Mu-hammad, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. diunduh pada tanggal 4 Februari 2013, dari: htt://www.waqfeya.com/search.php.

Watt, W. Montgomery, 1987. Islamic Philosophy and Theology: An Extended Survey, Edin Burgh: The University Press.

Page 82: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Musyafiq

75Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

AbstrAk Salah satu fenomena yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini adalah munculnya sikap ekstrim dalam beragama, yang berpotensi memunculkan disintegrasi bang-sa. Ekstremitas sikap ini antara lain disebabkan oleh jenis teologi yang dianut oleh karena itu, untuk membentengi semakin meluasnya ekstremitas ini dapat dilaku-kan antara lain dengan menghidupkan kembali model teologi yang dipahami oleh masyarakat pesantren. Salah satu kitab terpenting yang dikaji di pesantren ada-lah Kitab Umm Barahin karya al-Sanusi . Apa isi dari kitab ini, bagaimana respon santri dan reinterpretasi ustadz terhadap kitab ini, merupakan fokus dari penelitian ini. Penelitian ini mengambil locus di Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo Jawa Timur. Melalui analisa isi dan interteks, penelitian ini antara lain menemukan bah-wa ternyata kitab ini hanya memuat empat puluh delapan aqaid, bukan lima puluh sebagaimana yang dipahami khalayak ramai selama ini.

Kata kunci: Masalah Teologis, Pesantren Salaf, Aqaid Sanusiah, Umm Barahin

AbstrAct

One of the recent worriest phenomenan is the appearance of extreme religious at-titudes that potentially drives national dissintegration. The extrimity can be car-ried out by theological doctrines. Therefore, in order to prevent the expanse of this extrimity, it is important to review theological models which have been understood and practiced by pesantren society. One of the books learnt in pesantren is Umm Barahin which was written by al-Sanusi. The contents of the book, how students respond to the teachings and how the teachers reinterprete the materials are the the main questions raised in this research. This research took place in Salafiyah Syafii-yah Pesantren Situbondo East Java. Through content and intertext analyses, this research finds out that this book consists of 48 aqaid (theological doctrines), not 50 aqaid as it is usually understood by common people or educated ones.

Keywords: Theological Problems, Salaf Pesantren, Aqaid Sanusiah, Umm Bara-hin.

AHmAD mUsyAfiq Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang

telp. 024-7601294 Fax. 024-7601294 e-mail: [email protected]

Naskah diterima: 22 Januari 2013 Naskah direvisi: 22 Februari-3 Maret 2013

Naskah disetujui: 5 Maret 2013

AQAID 50 VERSUS AQAID 48(KAJIAN KITAB UMM BARAHIN DI PESANTREN

SALAF)

“Aqaid 50 Versus Aqaid 48”(A Study of Umm Barahin in Pesantren Salaf)

AHmAD mUsyAfiq

Page 83: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Aqaid 50 Versus Aqaid 48 (Kajian Kitab Ummul Barahin di Pesantren Salaf)

76 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Munculnya kelompok-kelompok keagamaan dengan keyakinan yang berbeda dari Islam pada umumnya merupakan suatu hal yang sulit di-bendung. Ada banyak faktor yang menyebabkan tumbuhnya kelompok tersebut, salah satunya adalah semakin terbukanya akses informasi dan interaksi dengan dunia luar. Di era globalisasi ini, diakui atau tidak, hampir semua orang dapat berkomunikasi dan bersinggungan dengan dunia luar. Beragam pemahaman dan ideologi dapat masuk ke dalam pemikiran orang-orang Indone-sia dengan mudah. Namun apa yang datang dari luar belum tentu semuanya sesuai dengan ajaran, norma dan pemahaman Islam secara benar. Oleh karena itu, kemunculan kelompok-kelompok keagamaan ini juga telah menimbulkan keresah-an teologis di masyarakat.

Dengan melihat fakta tersebut di atas, maka penting kiranya mengkaji kitab-kitab tauhid yang diajarkan di pondok pesantren salaf, karena pon-dok pesantren merupakan salah satu benteng pertahanan masyarakat dari gempuran ideologi dan paham-paham dari luar. Kitab tauhid berisi ajaran pokok dalam Islam atau doktrin sentral bagi umat Islam. Selain itu, Pesantren di Indone-sia merupakan satu di antara beragam institusi pendidikan Islam yang berperan dalam memben-tuk masyarakat Indonesia dengan menyediakan pendidikan dan pengajaran. Lembaga ini juga telah melahirkan beberapa ulama, pemimpin masyarakat serta guru untuk madrasah-madra-sah (Dhofier, 1995:33).

Pengkajian kitab kuning di pondok pesantren merupakan media tranformasi keilmuan dari ula-ma-ulama terdahulu kepada generasi berikutnya. Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab tersebut berfungsi sebagai landasan berpikir dan bertindak bagi para santri. Selain itu kitab ku-ning sebagai materi pelajaran di pondok pesant-ren telah mempengaruhi pembentukan tradisi keilmuan santri di banyak pondok pesantren.

Pesantren Salafiyah Syafiiyah merupakan

salah satu pesantren salaf yang terletak di Desa Sukorejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Jawa Timur. Pesantren yang tergolong tua ini, karena berdiri pada tahun 1914 M, juga mengajarkan kitab-kitab tauhid; bahkan menu-rut wasiat pendiri pesantren ini, sebelum santri mengkaji ilmu-ilmu yang lain, tauhidnya harus kuat terlebih dahulu.

Di pesantren ini, kitab-kitab tauhid diajar-kan secara klasikal dan non-klasikal. Pengajaran kitab-kitab tauhid secara klasikal menyesuaikan jenjang pendidikan yang ada, sedang yang non-klasikal diajarkan di masjid dan musholla pesan-tren. Tidak ada penjenjangan secara khusus pada pengajaran non-klasikal ini. Bila suatu kitab telah selesai dikaji, maka akan beralih pada kitab lain-nya, begitu seterusnya.

Salah satu kitab tauhid yang diajarkan secara non-klasikal adalah Kitab Umm Barahin. Kitab yang disusun oleh al-Sanusi ini merupakan kitab tauhid induk, khususnya di kalangan pesantren. Karena dari al-Sanusi inilah pemahaman tauhid didasarkan. Kitab yang merupakan syarah ini, sehingga disebut Syarah Umm Barahin, dikaji dengan menggunakan kitab hasyiyah (syarah atas syarah) yang disusun oleh al-Dasuqi, se-hingga sering disebut dengan al-Dasuqi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini terfokus pada aspek:

a. Apa isi kitab Umm Barahin yang diajarkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo?

b. Bagaimana respon santri terhadap isi kitab Umm Barahin yang diajarkan di Pondok Pe-santren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo?

c. Bagaimana interpretasi ustadz terhadap isi kitab Umm Barahin yang diajarkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo?

Metode Penelitian

Sasaran dan Waktu Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah Kitab Umm Ba-

Page 84: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Musyafiq

77Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

rahin yang diajarkan di Pondok Pesantren Salafi-yah Syafiiyyah Situbondo Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2010.

Sumber Data

Sumber data primer adalah Umm Barahin yang diajarkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo dan hasil wawancara de-ngan kyai dan santri di Pondok Pesantren Salafi-yah Syafiiyyah Situbondo, berupa interpretasi dan respon mereka terhadap isi kitab tauhid tersebut. Data sekunder adalah data-data terkait dengan data fokus penelitian, berupa data-data tertulis seperti dokumen yang ada di pondok pesantren dan hasil penelitian terdahulu.

Analisis Data

Dalam penelitian ini, data akan dianali-sis dengan menggunakan analisis isi (content analysis) dan interteks. Analisis interteks adalah analisis terhadap suatu teks yang dilakukan de-ngan memperhatikan latar belakang teks-teks, baik yang muncul sebelum maupun sesudahnya. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah teks-teks lain yang muncul sebelum Kitab Umm Barahin dan sesudahnya. Teks sebelum Kitab Umm Ba-rahin akan dibatasi pada karya-karya al-Asy`ari, khususnya 1) al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah dan 2) Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, karena al-Sanusi secara tegas selalu menyebut al-Asy`ari sebagai rujukan utama, di samping ia memang dikenal sebagai salah se-orang pengikut Asy’ariyah. Sedangkan teks-teks sesudahnya akan dibatasi pada 3) Kifayāh al-Awwām karya al-Syeikh Muhammad al-Fadlali (w. 895 H/ 1490 M), 4) Tahqīq al-Maqām ‘Ala Kifayāh al-Awwām, sebuah kitab syarah yang ditulis oleh muridnya, yaitu al-Syeikh Ibrahim al-Baijuri atau al-Bajuri (w. 1277 H/ 1861 M), 5) Ti-jan al-Darari karya Imam al-Nawawi al-Bantani (1230 H/1813 M – 1314 H/1897 M) yang merupa-kan syarah dari sebuah Risalah tentang tauhid yang ditulis oleh al-Bajuri, 6) ‘Aqidah al-Awwām yang ditulis oleh al-Sayyid Ahmad al-Marzuqi al-Maliki pada tahun 1258 H dan 7) Nuruḍh al- Ḍhalām karya Imam al-Nawawi al-Bantani yang merupakan syarah ‘Aqidah al-Awwām tersebut.

Kitab-kitab ini perlu dilibatkan di dalam proses analisis karena kitab-kitab inilah yang diduga menjadi rujukan utama bagi tersebarnya konsep ‘Aqaid Lima Puluh di bumi Nusantara, yang di-anggap sebagai konsep utama dari al-Sanusi.

Sedang berkenaan dengan interpretasi dan respon, data akan dianalisis dengan mengguna-kan Analisis Wacana Kritis.

hasil dan PeMbahasan

Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo dan Kitab Umm Barahin

Sukorejo yang menjadi lokasi pesantren ini pada awalnya adalah sebuah hutan lebat. KHR Syamsul Arifin segera membabat hutan tersebut untuk pesantren. Sukorejo terletak sekitar 5,5 km sebelah timur kota Asembagus. Di timurnya lagi, sekitar 69 km, adalah kota Banyuwangi. Sukorejo merupakan salah satu pedukuhan yang berada di desa Sumberejo, kecamatan Banyuputih, terma-suk wilayah Asembagus, Kabupaten Situbondo. Namun orang lebih mengenal Sukorejo, Asem-bagus Situbondo.

Sekitar tahun 1914 M, pondok pesantren mulai nampak tumbuh, meski sebenarnya telah didirikan sejak tahun 1908. Dan tahun 1914 ini-lah yang kemudian menjadi tahun resmi berdiri-nya pesantren. Prasarana yang dibutuhkan juga mulai terpenuhi. Beberapa gubuk sudah berdiri, dan sebuah langgar untuk salat berjamaah pun sudah berfungsi. Ladang pertanian untuk ke-butuhan hidup sehari-hari mulai mendatangkan hasil. Hubungan pergaulan masyarakat mulai nampak teratur.

Sejak didirikan oleh al-Marhumain K.H.R. Syamsul Arifin dan K.H.R. Asad Syamsul Arifin, Pesantren ini senantiasa mendahulukan ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ’ain, lalu kemudian ilmu-ilmu yang bersifat fardlu kifayah. Melalui lembaga-lembaga pendidikan formal dan non-formal, apa yang telah digariskan al-Marhumain dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuh-an dan tuntutan zaman, seperti pengembangan metodologi, sistem, manajemen, dan lain se-

Page 85: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Aqaid 50 Versus Aqaid 48 (Kajian Kitab Ummul Barahin di Pesantren Salaf)

78 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

bagainya, baik terhadap hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan, pembinaan santri, kepesant-renan, hingga pada penggalian dana dan pengem-bangan ekonomi.

Ada empat pilar penting yang ada dalam pe-santren ini, yaitu menangai masalah kependidi-kan, mulai TK, tingkat dasar hingga menengah; pendidikan tinggi, kepesantrenan dan ekonomi. Masing-masing masalah tersebut ada pengurus yang membidangi hingga ke level pelaksana, se-hingga segala hal dan denyut nadi pesantren da-pat diketahui dan dikontrol dengan baik.

Wujud pengembangan tersebut antara lain adalah penambahan dan penyempurnaan sistem berikut format layanan yang nota bene merupa-kan keinginan dan cita-cita al-Marhum Kyai As’ad Syamsul Arifin, seperti dikembangkannnya al-Ma’had al-’Aly ke tingkat Magister atau S2, Mad-rasatul Qur`an, juga Akademi Manajemen Infor-matika dan Komputer, serta Akademi Perikanan dan Kelautan. Di sektor pengembangan ekonomi, beberapa hal juga telah dilakukan, seperti pendiri an dua buah stasion radio, SPBU, pabrik es, dan bahan plastik serta koperasi pondok pesantren.

Pada masa K.H.R. As’ad Syamsul Arifin, kitab tauhid yang dikaji adalah ‘Aqidah al-Awwām. Sistem pengajaran yang diterapkan lebih ber-orientasi pada hafalan, sebagaimana lazimnya pesantren salaf. Kegiatan belajar mengajar kala itu berlangsung di serambi masjid tanpa tem-pat duduk dan tanpa papan tulis, lesehan. Baru pada akhir tahun 1939, diusahakan papan tulis dan para santri berpakaian khas Jawa (mengena-mengena-kan blangkon). Pada perkembangan selanjutnya, sistem klasikal mulai diterapkan, yang pada mula nya hanya sampai kelas empat.

Sekarang ini pengkajian kitab tauhid dilaku-kan baik pada pendidikan formal maupun pada pendidikan non-formal. Pada pendidikan for-mal, kitab-kitab tauhid diajarkan secara klasikal, diantaranya kitab ‘Aqidah al-Awwām yang dia-jarkan di kelas dua Madrasah Ibtidaiyah, Durus al-‘Aqāid al-Diniyyah mulai jilid dua sampai jilid empat yang diajarkan di kelas dua sampai kelas lima Madrasah Ibtidaiyah, Jawāhir al- Tauhid

yang diajarkan di kelas enam Madarasah Ibitida-iyah, Kifayāh al-Awwām yang diajarkan di kelas satu dan dua Madrasah Tsanawiyah, Takrirat Bad`il Amali yang diajarkan di kelas tiga Madra sah Tsanawiyah dan al-Hushun al-Hamidiyyah yang diajarkan di kelas satu sampai kelas tiga Madarasah Aliyah.

Sedang kitab-kitab yang diajarkan secara non-klasikal, di antaranya ‘Aqidah al-Awwām, Nuruḍh al-Ḍhalām syarah, Qaṭ al-Ghaits dan Umm Barahin. Kitab-kitab ini diajarkan di musholla Pesantren secara bergantian, yakni ke-tika satu kitab telah selesai dikaji, baru beralih kepada kitab berikutnya. Pengkajiannya dilaku-kan dengan sistem bandongan atau wetonan. Berbeda dengan pengkajian tauhid secara klasi-kal, pengkajian kitab tauhid non-klasikal ini tidak mengenal evaluasi. Di samping itu, tidak ada kri-teria khusus bagi pesertanya.

Saat ini, kitab tauhid yang sedang dikaji pada sistem non-klasikal adalah Kitab Umm Barahin. Pengampunya adalah Ustadz Asro Ma’shum, se-orang ustadz senior yang oleh para ustadz yang lain dianggap paling spesialis di bidang tauhid, meski ia juga mengajarkan materi lain seperti Nahwu, Sharaf dan Fiqih. Ustadz ini termasuk salah seorang ustadz yang dekat dengan Muqsith Ghozali, salah seorang aktifis Jaringan Islam Li-beral (JIL) di Jakarta.

Pengkajian Kitab Umm Barahin di Pesantren Salafiyah Syafiiyah

Kitab Umm Barahin yang diteliti ini diter-bitkan oleh Dārul al-Abidīn Surabaya, tanpa ta-hun penerbitan dan terdiri atas 239 halaman. Judul lengkapnya adalah Hasiyah al-Dasuqi ’Ala Umm al-Barahin. Judul tersebut menunjukkan bahwa kitab ini sebenarnya terdiri dari dua kitab. Yang pertama adalah Syarah Umm Barahin kar-ya al-Imam al-Sayyid Muhammad al-Sanusi al-Maliki. Disebut syarah karena kitab ini memang mensyarahi matan yang juga ditulis oleh penulis yang sama. Teks matan ditandai dengan huruf Shad dalam tanda kurung, sedang teks syarah-nya ditandai dengan huruf Syin dalam tanda ku-rung. Yang kedua adalah Hasyiyah al-Dasuqi

Page 86: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Musyafiq

79Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

al-Syafi`i. Disebut hasyiyah karena kitab ini memberi ulasan kepada syarah, atau syarah atas syarah. Nama lengkapnya adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Fahamah al-Mudaqqiq al-Syeikh Muhammad al-Dasuqi.

Di bagian awal kitab Hasyiyah ini, al-Dasu-qi menyatakan bahwa kitabnya ini merupakan ulasan-ulasan atas Syarah Umm Barahin karya al-Sanusi. Ia juga menegaskan bahwa kitab ini dikumpulkannya dari komentar-komentar dan bimbingan gurunya, al-‘Allamah Abu al-Hasan Ali ibn Ahmad al-Sha’idiy al-‘Adawi dan dari sumber-sumber lain yang tidak disebutkannya. Sedang di bagian akhir kitab ini al-Dasuqi me-negaskan bahwa kitab Hasyiyah al-Dasuqi ini se-lesai ditulis pada Hari Jum’at tanggal 27 Sya’ban tahun 1214 H, yakni tahun kedua dari penjajahan Prancis atas Mesir. Disebutkan pula, iringan doa dari penulis agar Allah berkenan mengembalikan Mesir ke tangan Islam

Imam al-Sanusi merupakan salah seorang tokoh Asy’ariyah pada abad ke-9 Hijriah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Wali al-Shaleh Yusuf al-Sanusi al-Maliki al-Maghribi al-Tilimsani. Karyanya banyak dan populer. Sedikit sekali ditemukan di muka bumi ini karya yang berisi ma’rifatullah dengan bur-han-burhan yang meyakinkan seperti aqaidnya, khususnya al-‘Aqidah al-Shughra. Menurut al-Bajuri, ini adalah karyanya yang paling baik dan paling padat. Ia lahir tahun 833 H/1427 M dan wafat pada Hari Jumat sesudah Ashar tanggal 18 Jumadil Akhirah tahun 895 H/1490 M dalam usia enam puluh tiga tahun. Nama al-Sanusi merupakan nisbat kepada Sanus, sebuah dukuh di al-Maghrib, Maroko.

Kitab Umm Barahin ini diajarkan secara non-klasikal, setiap ba’da Shubuh di musholla pesantren, pada hari Selasa dan Jum’at libur. Sebenarnya tidak ada kriteria khusus bagi us-tadz yang mengajar tauhid ini. Tetapi secara ke-betulan, Kitab Umm Barahin ini diajarkan oleh Ustadz Asro. Menurut Ustadz Asro, pengajian kitab tauhid ini agak kurang diminati, dibanding pengajian yang lain. Memang pada pengajian

non-klasikal ini, keikutsertaan mengaji diserah-kan kepada kesadaran para santri untuk memi-lih. Namun demikian, ini tidak berarti ada san-tri yang tidak memilih sama sekali. Setiap santri tetap memiliki pilihan ngaji non-klasikal ini, karena di setiap kamar ada pengurus yang akan memantau setiap santri. Para santri bisa me-milih antara mengambil pengajian non-klasikal sesudah Maghrib atau sesudah Shubuh.

Pengajian Umm Barahin yang non-klasikal ini hanya diikuti oleh sekitar 30-an santri. Jum-lah ini tentu sangat kecil bila dibandingkan jum-jum-lah santri yang mencapai empat ribuan santri di pondok pesantren pusat. Mereka ini, menurut Ustadz Asro terdiri atas para santri yang memi-liki jenjang pendidikan keagamaan klasikal yang berbeda, mulai dari santri Madrasah Tsanawi-yah sampai Aliyah. Hal ini tentu menjadi kenda-la tersendiri, bukan saja karena adanya kemam-puan yang tidak merata di kalangan para peserta pengajian, tetapi juga karena kendala waktu, se-bab pada umumnya para santri sangat mengan-tuk akibat sejak pukul 03.00 dini telah bangun untuk mengikuti rangkaian qiyamul lail.

Isi Ringkasan Kitab Umm Barahin

Gambaran umum isi Kitab Umm Barahin ini tercermin dari bab-bab yang dibuat oleh al-Das-uqi yang berjumlah dua puluh delapan bab, yaitu Pengantar, Hal Terpenting Yang Harus Ditekuni oleh Orang Berakal, Hukum dan Kategorisasinya, Silang Pendapat di Kalangan Orang-orang Be-rakal tentang Sebab-sebab Yang Didasarkan pada Hukum Adat, Mustahil Allah Melakukan Kezalim an, Keharusan Melakukan Penalaran dengan Be-nar, Peringatan Mengenai Belajar Ilmu Kalam dari Buku-buku yang Memuat Pendapat Filosuf, Pembahasan tentang Wujud, Pembahasan ten-tang Qidam, Pembahasan tentang Mukhalafah lil Hawadits, Pembahasan tentang Qiyamuhu Bi Nafsihi, Pembahasan tentang Wahdaniyyah, Pembahasan tentang Sifat Nafsiyyah, Pem-bahasan tentang Sifat-sifat Ma`ani, Pembahasan tentang Qudrah, Iradah dan Hal-hal Terkait, Pembahasan tentang Ilmu, Pembahasan tentang Hayat, Pembahasan tentang Sama` dan Bashar,

Page 87: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Aqaid 50 Versus Aqaid 48 (Kajian Kitab Ummul Barahin di Pesantren Salaf)

80 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pembahasan tentang Kalam, Pembahasan ten-tang Sifat-sifat Ma`nawiyyah, Pembahasan ten-tang Sifat-sifat Mustahil, Pembahasan tentang Sifat Jaiz, Pembahasan tentang Bukti Wujud, Pembahasan tentang Bukti Keharusan Qidam, Pembahasan tentang Bukti Wahdaniyyah, Pem-bahasan tentang Sifat Wajib para Rasul, Pem-bahasan tentang Kalimah Tauhid dan Pembahas-an tentang Empat Pasal Terkait dengan Kalimah Tauhid.

Menurut al-Sanusi, hukum dilihat dari sum-bernya terbagi menjadi tiga macam, yaitu hukum syara`, hukum adat dan hukum akal. Hukum syara` adalah khithab Allah Ta’ala yang berkait-an dengan perbuatan para mukallaf baik dalam bentuk thalab (khitab atau firman yang menun-jukkan bahwa sesuatu itu dituntut, baik dengan tuntutan yang mantap untuk dilakukan, disebut wajib; atau tuntutan yang mantap untuk diting-galkan, disebut haram), atau ibahah (firman yang menunjukkan bahwa sesuatu boleh dilaku-kan atau tidak dilakukan) ataupun wadla` (fir-man yang menunjukkan bahwa sesuatu menjadi sebab, syarat atau penghalang) bagi keduanya.

Adapun hukum adat hakekatnya adalah menetapkan kaitan antara sesuatu dengan se-suatu yang lain baik dalam hal ada atau tiada dengan perantaraan berulang-ulangnya keber-samaan di antara keduanya. Misalnya menetap-kan api sebagai sesuatu yang membakar. Peneta-pan ini adalah hukum adat. Sebab maknanya adalah bahwa sifat membakar selalu menyertai sentuhan api pada ber-bagai benda berdasarkan pengamat-an indra yang berulang-ulang. Hukum ini tidak berarti bahwa apilah yang menyebab-kan terbakarnya sesuatu yang tersentuh olehnya, misalnya. Sebab pengertian ini tidak ditunjukkan oleh adat sama sekali. Maksimal yang ditunjukkan oleh adat adalah kebersamaan antara kedua hal tersebut saja. Sedang penentuan pelaku pem-bakaran tidak menjadi wilayah adat sama sekali dan adat tidak bisa menghasilkan pengetahuan mengenai pelaku-nya.

Sedang hukum akal adalah ungkapan untuk sesuatu yang akal dapat menangkap ada atau

tiadanya tanpa bertumpu pada keberulangan dan ketentuan dari pembuat syara`. Istilah hu-kum akal ini mengecualikan hukum syara` dan hukum adat, yang telah dipaparkan pengertian keduanya. Hukum akal itu berkisar pada tiga macam, yaitu wajib, mustahil dan jaiz. Yang wa-jib adalah sesuatu yang tidak bisa dibayangkan di dalam akal ketiadaannya. Yang mustahil adalah se-suatu yang tidak bisa dibayangkan di dalam akal keberadaannya. Sedang yang jaiz adalah se-suatu yang di dalam akal bisa ada dan bisa tidak ada. Masing-masing dari yang wajib, mustahil dan jaiz terbagi menjadi dua yaitu dlaruri dan nadhari.

Aqaid 50 Versus Aqaid 48

Yang sangat menarik untuk dikemukakan di sini adalah bahwa Aqaid Lima Puluh yang dipaha-mi secara meluas di Nusantara, khususnya pada masyarakat pesantren dianggap sebagai konsep dari al-Sanusi (w. 895 H/ 1490 M). Bahkan se-jumlah tulisan ilmiah juga menyebutkan, bahwa ’Aqaid Lima Puluh adalah konsep khas dari al-Sanusi. Misalnya, Dewan Redaksi Ensiklopedi Is-lam menyatakan, bahwa al-Sanusi membagi sifat Tuhan dan sifat para Rasul ke dalam tiga bagian, yakni wajib, mustahil dan jaiz. Sifat wajib bagi Tuhan ada 20, sifat mustahil bagi Tuhan juga ada 20, sedang sifat jaiznya hanya satu. Sifat wajib yang dua puluh itu dikelompokkan lagi menjadi tiga bagian, yaitu sifat nafsiyyah, sifat salbiyah, sifat ma’ani dan sifat ma’nawiyah. Sedang sifat wajib bagi para rasul ada 4, sifat mustahil bagi para rasul juga ada 4, dan sifat jaiz bagi mereka ada satu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Thalhah Hasan. Padahal sejauh yang ditemukan di dalam penelitian ini, al-Sanusi di dalam Kitab Umm Barahin hanya menyebutkan Aqaid Empat Puluh Delapan. Keempat puluh delapan aqaid tersebut adalah dua puluh sifat wajib, dua puluh sifat mustahil dan satu sifat jaiz bagi Allah serta tiga sifat wajib yakni minus fathanah, tiga sifat mustahil yakni minus baladah dan satu sifat jaiz bagi para rasul.

Pertanyaan selanjutnya adalah darimana Aqaid Lima Puluh muncul, atau siapa yang mula-

Page 88: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Musyafiq

81Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

mula merumuskannya? Ada dua kemungkinan jawaban yang bisa diberikan di sini. Pertama, Aqaid Lima Puluh itu dikemukakan oleh al-Sa-nusi sendiri di dalam bukunya yang lain selain Umm Barahin ini. Tetapi kemungkinan ini kecil, karena sejauh yang peneliti ketahui, inilah kitab induk al-Sanusi tentang tauhid. Tambahan lagi, kitab Umm Barahin ini telah disyarahi sendiri oleh al-Sanusi. Boleh jadi, Kitab Umm Barahin dan syarahnya inilah yang disebut sebagai al-’Aqidah al-Shughra dan al-’Aqidah al-Kubra oleh al-Syeikh Ibrahim al-Bajuri, seperti yang te-lah dikemukakan di atas.

Kedua, aqaid lima puluh dirumuskan oleh Muhammad bin al-Syafi`i al-Fadlali al-Syafi`i (w. 1236 H/ 1821 M) di dalam kitabnya Kifayāh al-Awwām Fi Ma Yajib ’Alaihim Min ’Ilm al-Kalam. Yakni dengan menambahkan dua sifat terhadap Aqaid Empat Puluh Delapan yang telah lebih da-hulu dirumuskan oleh al-Sanusi, yaitu satu sifat wajib dan satu sifat mustahil bagi para rasul, al-Fathanah dan al-Baladah.

Kifayāh al-Awwām ini kemudian disyarahi oleh salah seorang muridnya, yaitu Ibrahim ibn Muhammad al-Bajuri atau al-Baijuri atas ijin langsung dari al-Fadlali, yang diberinya judul Tahqīq al-Maqām ’Ala Kifayah al-Awam Fi Ma Yajib ’Alaihim Min Ilm al-Kalam. Menurut catat-an al-Bajuri sendiri, kitab syarahnya ini selesai ditulis pada tanggal 27 Ramadlan tahun 1223 H. Artinya, meskipun al-Fadlali tidak mengemuka-kan waktu penulisan kitabnya tersebut, tetapi dapat dipastikan bahwa kitab itu ditulis sebelum tahun 1223 H.

Di dalam bukunya Kifayāh al-Awwām al-Fadlali menyatakan bahwa setiap muslim harus mengetahui lima puluh aqidah. Yang menjadikan orang mengira bahwa konsep Lima Puluh Aqaid ini adalah milik al-Sanusi adalah bahwa di dalam kitab ini al-Fadlali menyatakan bahwa ia me-ngikuti metode al-Sanusi. Padahal metode yang dianut oleh al-Fadlali adalah dalam hal menyerta kan setiap sifat dengan dalil atau argumen (al-burhan, al-barahin), bukan pada jumlah lima puluh. Apalagi, di dalam kitab itu al-Fadlali juga

menyatakan, bahwa ia berbeda dengan al-Sanusi dalam hal penyebutan, kuantitas dan kualitas dalilnya.

Di samping al-Fadlali di dalam Kifayāh al-Awwām, sebenarnya ada juga penulis lain yang juga sangat populer dengan konsep Aqaid Lima Puluh, yaitu Ahmad al-Marzuqi al-Maliki di dalam bukunya ‘Aqidah al-Awwām, sebuah kitab yang ditulis dalam bentuk puisi atau nadham, bukan natsar atau prosa. Namun menurut pen-anggalan yang dikemukakan sendiri oleh al-Mar-zuqi, ‘Aqidah al-Awwām ditulis oleh al-Marzuqi pada tahun 1258 H, maka dipastikan bahwa kon-sep Aqaid Lima Puluh bukan rumusan darinya, karena ditulis jauh setelah al-Fadlali. Penang-galan dilakukan oleh al-Marzuqi dengan konsep Hisab al-Jumal, yakni perhitungan angka yang didasarkan pada nilai tertentu pada huruf Abjad Arab. Tentang jumlah nadham di dalam ‘Aqidah al-Awwām, al-Marzuqi menyebutkan dengan menggunakan tiga huruf, yaitu Mim, Ya` dan Za`. Mim bernilai empat puluh, Ya` bernilai sepuluh dan Za` bernilai tujuh, jadi berjumlah lima pu-luh tujuh nadham. Sedang selesainya penulisan nadham ini dikemukakan dengan simbol huruf Lam, Ya`, Ha`, Ya` Ghain dan Ra`. Lam bernilai tiga puluh, Ya` bernilai sepuluh, Ha` bernilai de-lapan, Ya` bernilai sepuluh, Ghain bernilai seribu dan Ra` bernilai dua ratus, jadi berjumlah seribu dua ratus lima puluh delapan.

Aqaid lima puluh al-Fadlali kemudian di-populerkan oleh salah seorang muridnya, yaitu al-Syeikh Ibrahim al-Baijuri atau al-Bajuri (w. 1277 H/ 1861 M), bukan hanya melalui Tahqīqul Maqam Syarh Kifayāh al-Awwām, tetapi juga melalui Risalah Tauhid yang ditulisnya sendiri, yang kemudian diberi syarah oleh al-Nawawi dengan judul Tijan al-Darari. Menurut catatan al-Nawawi, kitab syarahnya ini selesai ditulis pada tanggal 7 Rabiul Awal tahun 1297 H.

Respon Para Santri Terhadap Pengkajian Kitab Umm Barahin

Secara garis besar, respon atau tanggapan para santri terhadap pengkajian Kitab Umm Ba-rahin bisa dikelompokkan menjadi dua jenis, ya-

Page 89: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Aqaid 50 Versus Aqaid 48 (Kajian Kitab Ummul Barahin di Pesantren Salaf)

82 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

itu respon intelektual dan respon praktikal.

1). Respon Intelektual

Yang dimaksud respon intelektual di sini adalah pemahaman para santri terhadap Kitab Umm Barahin. Pemahaman ini tentu dilatar belakangi oleh berbagai faktor, seperti latar belakang pendidikan santri, bahkan latar belakang sosial keagamaannya. Tentang respon intelektual ini, setidaknya ada dua hal yang bisa dicatat. Per-tama, sebagian besar santri berpendapat bahwa kitab ini agak sulit untuk dipahami. Apa yang me-reka tangkap hanya sebagian kecil dari apa yang diuraikan oleh ustadznya. Karena uraian ustadz-nya juga terbatas, karena waktunya yang relatif terbatas juga, maka tidak banyak yang mereka tangkap berkenaan dengan Kitab Umm Barahin ini. Namun demikian, keterbatasan pemahaman ini ditopang oleh pemahaman tentang materi yang sama yang diajarkan pada kitab-kitab se-belumnya yang telah dikaji. Apalagi, di pesantren ini, ada kewajiban untuk menghafal nadham yang berisi dasar-dasar tauhid.

Kedua, sebagian besar santri mengatakan bahwa mereka tidak terlalu serius dalam me-ngikuti pengajian ini karena memang tidak ada tuntutan evaluasi, sebagaimana pembelajaran klasikal. Motivasi mereka juga lebih banyak ber-sifat tabarrukan, ngalap berkah. Relatif tidak ada dorongan, bahwa seorang harus menyiapkan pe-mahaman tertentu sebelum mengikuti pengajian, dan atau mendapatkan suatu pemahaman baru sesudahnya. Bisa dikatakan, bahwa yang penting mereka berada di tempat ketika pengajian ber-langsung.

2. Respon Praktikal

Yang dimaksud dengan respon praktikal di sini adalah apa saja yang mereka lakukan sebagai akibat dari keikutsertaan mereka dalam peng-kajian Kitab Umm Barahin. Meskipun apa yang mereka lakukan itu tidak semata-mata disebab-kan oleh faktor keikutertaan itu saja, tetapi fak-tor itu tetap bisa dianggap sebagai faktor yang dominan. Faktor-faktor lain yang turut mem-pengaruhi perilaku para santri, dilihat dari aspek kognitif mereka, adalah pengkajian kitab-kitab

tauhid lain yang sudah lebih dulu mereka ikuti, pengkajian kitab-kitab kuning lain yang mereka ikuti, terutama yang mereka dapatkan pada pen-didikan klasikal mereka.

Berkenaan dengan respon praktikal para santri terhadap pengkajian Kitab Umm Barahin, ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, pening-katan kualitas ibadah para santri. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah mahdlah, seperti shalat maktubah beserta rawatib-nya, membaca Al-Qur’an , zikir dan lain-lain. Kedua, peningkatan pelaksanaan riyadlah. Yang dimaksud riyadlah ini adalah kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan rohaniah san-tri di luar ibadah-ibadah yang telah diwajibkan oleh syariat. Tentu bukan jenis-jenis riyadlah yang dilarang, karena di pesantren ini ada aturan tidak tertulis, bahwa para santri tidak diijinkan melaksanakan riyadlah-riyadlah yang berat atau yang secara khusus dimaksudkan untuk mening-katkan kekebalan dan sejenisnya.

Reintrepretasi Ustadz Terhadap Kitab Umm Barahin

Yang dimaksud reinterpretasi adalah upaya ustadz untuk memahami ulang terhadap Kitab Umm Barahin di luar makna tekstual dari kitab yang bersangkutan. Reinterpretasi ini sangat terkait dengan latar belakang keilmuan dan persepsi ustadz terhadap kitab tersebut. Reinter-pretasi itu kemudian menghasilkan sejumlah pemahaman dan tindakan sebagai bagian tak ter-pisahkan dari reinterpretasi tersebut. Berdasar-kan wawancara sepintas, mereka menyatakan tidak melakukan reintrerpretasi sama sekali. Yang mereka pahami dan sampaikan adalah seba-tas apa yang ada di dalam kitab. Namun melalui pengamatan dan wawancara mendalam, ditemu-kan sejumlah aspek yang bisa dipahami sebagai bagian dari reinterpretasi ustadz.

Pertama, pendapat mereka tentang kitab Umm Barahin. Menurut Ustadz Nakhai, Kitab Umm Barahin ini relatif sulit dibanding de-ngan kitab-kitab tauhid lain, seperti ‘Aqidah al-Awwām, Nuruḍh al- Ḍhalām dan Qat al-Ghaits, yang sudah pernah lebih dulu diajarkan. Karena

Page 90: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Musyafiq

83Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

itu, pada pendidikan klasikal, kitab ini pernah diajarkan pada jenjang Aliyah. Kitab yang di-gunakan adalah Hasyiyah al-Dasuqiy. Bagi us-tadz, tentu saja penggunaan hasyiyah ini lebih memudahkan, karena ada hal-hal penting yang dijelaskan lebih lanjut pada hasyiyah ini, yang tidak mungkin didapat hanya dari Syarah Umm Barahin saja.

Kedua, melibatkan kitab-kitab tauhid lain. Untuk lebih memudahkan proses pembelajaran tauhid, khususnya kitab Umm Barahin ini, hal yang juga sangat penting adalah melibatkan in-gatan santri pada kitab-kitab tauhid lain yang sudah lebih dulu diajarkan, baik pada pengkaji-an klasikal maupun non-klasikal. Di samping itu, ada tradisi untuk menghafal nadham ‘Aqidah al-Awwām yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Madura, pada saat menunggu jamaah Isya`. Bahkan Kyai As’ad sering mengungkap-kan, sebagaimana dituturkan oleh Ustadz Asro, kalau mengaku santri beliau, harus hafal nadham tersebut.

Ketiga, mengakomodasi pengetahuan kon-temporer. Menurut Ustadz Asro, agar lebih me-ngena, seorang ustadz haruslah mampu menga-komodasi pengetahuan-pengetahuan kontempo-rer untuk menjelaskan masalah-masalah tauhid. Jadi bukan hanya terpancang pada penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh kitab, termasuk kitab hasyiyah-nya. Inilah respon yang cukup cerdas. Sebab tanpa melibatkan pengetahuan-pengetahuan kontemporer, uraian tauhid terlihat seperti tidak ada kaitannya dengan kehidupan. Akibatnya, ketertarikan santri menjadi menu-run.

Menurut Ustadz Nakhoi, keberadaan Ma’had Aly juga memberikan andil bagi peningkatan kualitas pengkajian kitab tauhid, termasuk Kitab Umm Barahin. Sebab di pesantren Ma’had Aly ini, yang terletak kira-kira 1,5 km di sebelah se-latan pesantren pusat, dikembangkan pola kajian yang relatif mandiri. Artinya, santri diberi kebe-basan untuk mengekplorasi lebih jauh tentang isi kitab yang dikaji, di samping melakukan te laah kritis. Hal ini bisa terjadi karena santri telah

dibekali dengan sejumlah keilmuan yang cukup menunjang. Meski spesialisasi Ma’had Aly adalah bidang fiqih dan ushul fiqih, namun karena tauhid menjadi salah satu materi pertama dan utama yang harus diketahui oleh para santri, maka kaji-an tauhid juga tidak luput dari perhatian santri di Ma’had Aly.

Oleh para santri di Ma’had Aly ini, pengkaji-an tauhid dilakukan dengan melibatkan wawasan yang lebih luas tentang teologi Islam. Dengan demikian, santri akan mengetahui secara lebih jelas dimana letak konsep tauhid yang dikem-bangkan oleh al-Sanusi dikaitkan dengan teologi Ahlussunnah wal Jamaah pada umumnya dan teo logi Asy’ari khususnya. Pada pengkajian ini, tela-ah kritis juga dilakukan terhadap teologi Asy’ari, yang oleh sejumlah kalangan disebut sebagai teo-logi yang tidak jelas kelaminnya, berbeda dengan teologi Qadariyyah dan Jabariyyah.

PenutuP Berdasarkan uraian pada terdahulu, ada

beberapa kesimpulan yang dapat diambil, ya-itu: Pertama, berkenaan dengan isi kitab Umm Barahin yang diajarkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo, penelitian ini menemukan bahwa jumlah aqaid yang terkan-dung di dalamnya adalah empat puluh delapan, bukan lima puluh sebagaimana yang umumnya dipahami, baik oleh kalangan awam maupun ka-langan intelektual. Yakni lima puluh minus satu sifat wajib dan satu sifat mustahil bagi para rasul, yaitu fathanah dan baladah. Setelah dilakukan penelusuran melalui metode interteks, peneli-tian ini menemukan bahwa besar kemungkinan rumusan aqaid lima puluh itu dilakukan oleh al-Syeikh Muhammad al-Fadlali (w. 1236 H/1821 M) di dalam bukunya Kifayāh al-Awwām, yang ditulis sebelum tahun 1223 H. Karena teks ini-lah yang paling awal pasca al-Sanusi yang berisi aqaid lima puluh. Namun demikian, aqaid lima puluh tidak hanya populer melalui Kifayāh al-Awwām, tetapi juga melalui kitab-kitab lain, di antaranya: ‘Aqidah al-Awwām yang ditulis oleh Ahmad al-Marzuqi al-Maliki pada tahun 1258 H

Page 91: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Aqaid 50 Versus Aqaid 48 (Kajian Kitab Ummul Barahin di Pesantren Salaf)

84 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

yang ditulis bersama syarahnya, yakni Nuruḍh al- Ḍhalām oleh Imam Nawawi al-Jawi pada ta-hun 1277 H, Tahqīq al-Maqām yang merupakan syarah Kifayāh al-Awwām yang ditulis oleh mu-rid al-Fadlali, yaitu Ibrahim al-Bajuri (w. 1277 H/1861 M) pada tahun 1223 H dan Tijan al-Da-rari yang ditulis oleh Imam Nawawi al-Jawi pada tahun 1297 H dan merupakan syarah dari sebuah risalah tauhid yang ditulis oleh al-Syeikh Ibrahim al-Bajuri, murid al-Fadlali tersebut.

Kedua, berkenaan dengan respon ustadz dan santri terhadap isi kitab Umm Barahin yang di-ajarkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo, penelitian ini menemukan bahwa ada dua jenis respon, yaitu respon intelektual dan res-pon praktikal. Secara intelektual, sebagian besar ustadz dan santri mengatakan bahwa kitab ini cukup sulit untuk dipahami oleh para santri, dan para santri tidak terlalu serius mempelajarinya, karena motifasi mereka lebih kepada “tabarru-kan”, ngalap berkah. Sedang secara praktikal, respon mereka bisa dilihat pada peningkatan kualitas ibadah dan peningkatan riyadlah dalam pengertian bukan riyadlah yang berat atau riyad-lah yang dimaksudkan untuk peningkatan keke-balan dan sejenisnya. Karena riyadlah yang berat ini menurut aturan tidak tertulis di pesantren ini sangat dilarang.

Ketiga, berkenaan dengan reinterpretasi us-tadz terhadap isi kitab Umm Barahin yang dia-jarkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Situbondo, penelitian ini menemukan bahwa para ustadz menyatakan tidak melakukan rein-terpretasi apapun, karena dibanding kitab-kitab tauhid lain yang diajarkan di pesantren ini, Kitab Umm Barahin ini paling sulit. Namun demikian, ditemukan beberapa hal yang secara tidak lang-sung merupakan wujud dari reinterpretasi, yaitu pertama, para ustadz mencoba melakukan vari-asi metode pengajarannya. Maksudnya, pengaja-ran tidak hanya ditempuh secara monolog, tetapi juga berusaha untuk menerapkan metode dialog. Hal ini tentu merupakan suatu kemajuan bila di-kaitkan dengan sistem wetonan bagi pengajaran kitab ini. Kedua, melibatkan kitab-kitab tauhid

lain yang telah lebih dahulu diajarkan di pesan-tren ini. Secara tidak langsung mereka telah mela-kukan upaya mendialogkan antara satu kitab dan kitab yang lain, apalagi di antara kitab-kitab itu terdapat hubungan geneolgi intelektual. Ketiga, mengakomodasi pengetahuan kontemporer. Un-tuk lebih memudahkan pemahaman terhadap kitab ini dan untuk lebih meningkatkan seman-gat para santri, maka para ustadz juga mencoba mengakomodasi pengetahuan-pengetahuan kon-temporer, seperti tentang proses penciptaan ma-nusia, proses penciptaan alam semesta dan lain-lain.

daftar Pustaka

Al-Asy’ari, Abu Hasan, t.th. Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah. Al-Azhar: Idarah al-Thiba’ah al-Muniriyyah.

Asrohah, Hanun. 2004. Pelembagaan Pesant-ren: Asal usul dan Perkembangan Pesant-ren di Jawa. Jakarta: Departemen Agama RI Bagian proyek peningkatan Informasi Pene-litian dan Diklat Keagamaan.

Bruinessen, Martin Van,. 1995. Kitab Kuning Pe-santren dan Tarekat: Tradisi Tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Departmen Agama. 1982. Al-Qur’an dan Terje-mahannya. Jakarta: Proyek pengadaan kitab suci Al-Qur’an Dept. Agama RI.

Dhofier, Zamakhsari. 1995. Tradition and Change: In Indonesian Islamic Education. Jakarta: Ministry of Religious Affair the Re-public of Indonesia.

___________, 1982. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES..

Geertz, C. 1976. The Religion of Java. Chicago & London : University of Chicago Press.

Hamudah Gharabah. 1973. Abu al-Hasan al-Asy`ari. Kairo: al-Hai`ah al-‘Ammah li

Page 92: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Ahmad Musyafiq

85Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Syu`un al-Mathabi` al-Amiriyyah.

Mahmud Shubhi, Ahmad. 1985. Fi Ilm al-Kalam: 2 al-Asyairah. Beirut: Dar al-Nahdlah al-Arabiyyah.

Moleong, J.L. 2006. Methodology Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Muhtarom, H.M. 2005. Reproduksi Ulama di Era Globalisasi:Resistensi Tradisional Is-

lam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Ja-karta: UI Press.

Subhani, Syaikh Ja’far. 1989. Tauhid dan Syirik. Bandung: Mizan.

Wahid, A. 1997. Kiai Nyentrik Membela Pemer-intah. Yogyakarta: LKiS.

Page 93: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Aqaid 50 Versus Aqaid 48 (Kajian Kitab Ummul Barahin di Pesantren Salaf)

86 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Page 94: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masmedia Pinem

87Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

abstrak

Penelitian ini adalah penelitian sejarah, yang berusaha mengungkap Masjid kuno Pulo Kameng sebagai salah satu artefak penting peninggalan Islam di Aceh Sela-tan. Metode yang di-pakai adalah kuantitatif dengan model pendekatan historis-arkeologis. Pendekatan ini diperlukan untuk mendeskripsi¬kan sejarah dan struktur fisik bangunan masjid kuno Pulo Kemeng yang kaya dengan nilai filosofis. Hasil pe-nelitian ini dihasilkan yaitu:Pertama, Masjid Pulo Kameng didirikan pertama kali pada masa kerajaan Teuku Kejruen Amansyah, pada tanggal 28 Ramadan 1285 H/12 Januari 1869 M. Pembangunan tersebut melibatkan bebe¬rapa kampung yaitu Kampung Paya, Kampung Purut, Kampung Kluet, Kampung Krueng Batu, Kampung Ruwak, dan Kampung Tinggi. Kedua, Arsitektur masjid mendapatkan pengaruh ke-budayaan Cina dalam bentuk kubah berbentuk pagoda, Hindu-Budha dengan ciri atap tumpang, dan berakulturasi dengan tipe bangunan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa secara filosofis masyarakat Aceh pada masa lalu toleran dan akomodatif den-gan perbedaan etnis dan budaya.

Kata Kunci: Sejarah, Akulturasi, Masjid Pulau Kameng, Aceh Selatan.

abstract

This is an historcal study which discusses an ancient mosque Pulo Kameng as one of the important artifacts of Islamic heritages in South Aceh. It applies qualita-tive method with historical-archeological approach. The approach is necessary to describe history and physical architecture of the mosque Pulo Kameng which is rich of philosophical values. The results are: firstly, Pulo Kameng Mosque was estab-lished in the period of Teuku Kejruen Amansyah, on the 28th of Ramadan 1285 H/12 January 1869 M. The process of the establishment involved several villages, they are Kampung Paya, Kampung Purut, Kampung Kluet, Kampung Batu Krueng, Ka-moung Ruwak, and Kampung Tinggi. Secondly, the architecture of the mosque can be regarded as the picture of how the Acehnese tolerated and accomodated various ethnic and cultural differences due to the fact that the kubah (the top of the mosque) and the roof are characterized by various cultures: Chinese, Hinduism, Buddhist and the local ones.

Keywords: History, Aculturation, Pulau Kameng Mosque, South Aceh.

MASJID PULO KAMENG AKULTURASI DAN TOLERANSI MASYARAKAT

ACEH*

Pulo Kameng MosqueAcculturation and Tolerance in Acehness

mAsmEDiA PiNEm

mAsmEDiA PiNEm Puslitbang Lektur dan

Khazanah Keagamaan. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

Jl. M.H. Thamrin No. 6 Jakarta, Telp. 021- 3920713 Fax. 021-3920718

e-mail: [email protected] diterima: 10 Januari 2013

Naskah direvisi: 22 Januari-3 Maret 2013Naskah disetujui: 5 Maret 2013

*Tulisan ini pernah dipresentasikan pada acara “Seminar Rumah Ibadah Kuno” Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, di Hotel Bumi Wiyata Depok, 16-18 No-vember 2011.

Page 95: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masjid Pulo Kameng Akulturasi dan Toleransi Masyarakat Aceh

88 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Aceh adalah provinsi yang terletak paling Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kaya dengan tinggalan sejarah Is-lam. Bahkan Islam masuk ke Nusantara adalah bermula dari wilayah ini. Pada tahun1297 M, pe-laut berkebangsaan Italia, Marcopolo telah me-ngunjungi Aceh. Begitu juga pada tahun 1345 M, pelaut Maroco, bernama Ibnu Batutah singgah di Aceh. Ketika mereka sampai di Aceh, mereka me-lihat bahwa penduduk Aceh telah memeluk aga-ma Islam dalam lindungan sistem pemerintahan kerajaan yang dikenal dengan nama Samudera Pasai (Muhammad, 2010: 2).

Dalam lintasan sejarah, Aceh merupakan wilayah yang tidak pernah sepi dari konflik ber-senjata, baik perang melawan penjajah asing maupun perang saudara. Riak-riak konflik itu masih bisa terlihat sampai saat ini. Akar masa-lahnya hanya satu, yaitu ketidakadilan yang rasa kan oleh masyarakat Aceh. Pemberian daerah istimewa misalnya, tidak pernah memberikan hasil-hasil perubahan yang berarti bagi masya-rakat Aceh. Padahal sumbangsih masyarakat Aceh terhadap terhadap bangsa Indonesia sangat besar. Sebagai contoh, kerelaan masyarakat Aceh menyumbangkan jerih payahnya untuk pembeli-an pesawat Soelawah yang menjadi cikal bakal penerbangan di Indonesia.

Dari segi agama, masyarakat Aceh sangat kental dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Mayoritas masyarakatnya adalah Muslim yang memegang teguh ajaran agama, sehingga masyarakat Aceh menjadikan Islam sebagai identitas budaya dan kepribadian. Masyarakat Aceh menjadi sangat tersinggung jika ada orang menghina agama Islam di hadapannya. Islam menjadi bagian sanubari yang tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan dan pemerintahan. Keteguhan dalam menjalankan syariat Islam, pernah membawa masyarakat Aceh pada zaman keemasan. Aceh dahulu dikenal se-bagai kerajaan Islam yang makmur dan memiliki hubungan perniagaan dan diplomatik yang luas

dengan dunia luar/internasional. Bahkan, Aceh pernah muncul sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar dan terkuat di dunia. Begitu juga dalam penyebaran agama Islam, Aceh pernah menjadi pusat penyebaran ke beberapa negara di Asia Tenggara, seperti : Thailand, Filipina dan Malay-sia (Muhammad, 2010: 5).

Sampai saat ini bukti-bukti kebesaran Aceh dimasa lalu masih bisa dinikmati dari pening-galan sejarah dan kebudayaan. Aceh sangat kaya dengan artefak-artefak budaya yang mengundang hasrat dan minat peneliti dan akademisi, baik luar maupun dalam negeri. Salah satu peninggal-an yang menarik di Aceh dari aspek keagamaan Islam adalah manuskrip-manuskrip yang berlim-pah ruah jumlahnya. Begitu juga tinggalan sejarah masa lalu baik dalam kategori dead monument maupun living monument, masih membutuhkan uluran tangan para akademisi dan peneliti untuk mengungkap arti dan maknanya secara baik.

Kabupaten di Aceh yang kaya akan pening-galan masa lalunya adalah Aceh Selatan. Wilayah ini merupakan kabupaten dengan peninggalan masjid-masjid kuno yang memiliki nilai-nilai kesejarahan tinggi. Masjid kuno di Aceh Selatan menyimpan nilai-nilai kesejarahan sangat ber-harga yang bisa diungkap pemaknaannya de-ngan konteks zamannya dan konteks kekinian. Masjid-masjid yang tergolong kuno yang ada di Aceh Selatan misalnya, Masjid IndukSawang, Masjid Labuhan Tarok, Masjid Tuo al-Khairiyah, Masjid Pulo kameng, Masjid Ladang Tuha, Mas-jid Menggamat, dan masih banyak masjid-masjid lainnya. Kesemuanya itu merupakan peninggal-an sejarah dan sekaligus juga saksi sejarah ma-suk dan berkembangnya agama Islam di wilayah Aceh Selatan.

Dari sekian banyak masjid yang ada di Aceh Selatan, Masjid Pulo Kameng di Kemukiman Se-jahtera, Kecamatan Kluet Utara memiliki nilai khas dan keunikan tersendiri dibandingkan de ngan masjid lainnya. Letak kekhasan dan ke-unikan masjid ini adalah kubah yang berbentuk pagoda yang merupakan pengaruh dari kebu-dayaan Cina. Sepintas terlihat pada kubah masjid

Page 96: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masmedia Pinem

89Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ini memberikan nuansa harmoni keagamaan di-antara umat beragama di daerah ini.

Kubah Masjid Pulo Kameng memberikan warna bahwa Aceh masa lalu sangat menerima unsur-unsur budaya asing sebagai proses akul-turasi. Artinya, pada masa lalu masyarakat Aceh pada dasarnya sangat welcome dengan budaya luar dan agama-agama selain Islam. Melalui model bangunan masjid, Masyarakat Aceh telah mengenal pemahaman nilai-nilai multikultural, jauh sebelum bangsa Indonesia mendengung-kan pentingnya membangun sikap toleransi ber agama. Nilai-nilai semacam ini seharusnya te rus dikembangkan untuk masa-masa yang akan datang terlebih dengan konteks keindonesiaan yang multikultural, multibudaya, multietnis, dan multiagama.

Rumusan Masalah

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka permasalahan yang perlu di ungkap terkait de-ngan keberadaan Masjid Pulau Kameng adalah:

1) Bagaimana sejarah Masjid Pulo Kameng?

2) Bagaimana makna filosofis yang ter kandung pada arsitektur Masjid Pulo Kameng?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1) Mengung kap sejarah berdiri Masjid Pulo Kameng; 2) Untuk mengetahui makna filosofis aristektur Masjid Pulo Kameng.

Dengan penelitian ini diharapkan makna dan nilai-nilai torenasi dalam bentuk arsitektur Masjid Pulo Kameng dapat dimengerti dan di lertarikan oleh masyarakat Aceh untuk memben-tuk sebuah tradisi sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan dan multikulturalisme dalam beragama.

Kerangka Teori

Secara kronologis, seperti yang diungkap Martin Frishman, desain masjid berkembang melalui tiga tahapan yang dipandang sebagai fenomena umum di semua wilayah. Pertama,

ruang lorong (hyspostyle), ruang terbuka, diikuti sederetan tiang-tiang yang menopang atap. Tipe semacam ini awalnya muncul di Saudi Arabia sampai abad ke-10 dan 11. Kedua, gaya regional dengan memperlihatkan dominasi pengaruh geografis dari budaya setempat. Ketiga, desain tumpang-tindih dan tidak bertentangan dengan yang kedua yang disebut dengan gaya monumen-tal style yang bercirikan penggunaan elemen-ele-men (leng kungan dan kubah) sebagaimana dipa-hami dari arsitektur barat. Gaya ini berkembang di Iran, Asia tengah, Asia Kecil/Anatolia, dan In-dia (Haris, 2010.a: 282-283).

Dari penjelasan tersebut, maka dapat dibedakan tujuh gaya regional bangunan masjid, yaitu: 1) gaya hypostyle, atap rata atau kubah, seperi masjid yang ada di Arabia, Spanyol, dan Afrika; 2) hypostyle hall, ruang lorong dengan menggunakan bahan lumpur kering seperti ter-dapat di Sahara Barat dan Afrika; 3) gaya layout empat iwan, ruang kubah tong yang ditempatkan sumbu berpotongan (bi-axial), seperti yang berkembang di Iran dan Asia Tengah; 4) mas-jid tiga kubah dengan halaman yang luas seperti yang ada di India; 5) masjid dengan ruang tengah yang luas dengan atap kubah massif (gaya Otto-man) seperti berkembang di Anatolia (Turki); 6) komplek bangunan yang dikelilingi tembok dan di dalamnya ada paviliun dengan taman, seperti di Cina; dan 7) bangunan utama dengan atap pira-mid (atap tumpang), seperti berkembang di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Namun, James Dickie mengelompokkan masjid berdasarkan fungsinya, yaitu: 1) masjid jamik (congregation-al mosque); 2) khanaqah (monastic mosque); 3) masjid-madrasah (collegiate mosque); 4) masjid monument (memorial mosque); dan 5) masyhad (shrine mosque) (Haris, 2010.b: 283).

Selain teori-teori di atas, kajian tentang mas-jid-masjid di Jawa, dilakukan oleh N. J. Krom pada tahun 1920. Menurutnya, menara masjid di Jawa khususnya menara Masjid Kudus telah ada sejak abad ke-16 M. Gaya menara masjid ini di gambarkan sebagai peralihan dari gaya bangun-an rumah ibadah agama Hindu Majapahit yang

Page 97: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masjid Pulo Kameng Akulturasi dan Toleransi Masyarakat Aceh

90 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

berbentuk Candi.

Teori lain dikemukakan oleh J. E. Jasper ta-hun 1922 yang mengkhususkan pada seni ukir dan seni bangunan. Jasper mengatakan bahwa seni ukir dan seni bangunan di Kudus merupa-kan seni bangunan Jawa Hindu Majapahit. Be-gitu juga pada tahun 1934, Steinman melakukan kajian terhadap ornamen yang terdapat pada masjid Mantingan dan makam Ratu Kalinyamat, sebagai kajian perbandingan dengan ornamen yang ada di candi-candi.

Lebih sepesifik penelitian tentang menara dan masjid kuno di Indonesia dilakukan oleh G. F. Pijper pada tahun 1947 yang menyimpulkan bahwa masjid kuno di Indonesia pada umum-nya tidak mempunyai menara, seperti menara di Masjid Kudus bukan menara aslinya, melainkan bangunan dari zaman Hindu sebelum Islam (Jo-han, 2009: 138-139).

Dapat dipahami bahwa dari teori-teori yang dikemukakan tersebut, di mana bangunan mas-jid yang ada sangat dipengaruhi oleh budaya luar dan budaya-budaya yang eksis sebelumnya di daerah setempat. Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang ada saat ini sangat kental pengaruh-nya dengan budaya-budaya lain yang terus ber-interaksi dan berakulturasi juga dengan budaya yang datang kemudian.

Penelitian dan kajian tentang masjid-masjid kuno di Aceh dan Aceh Selatan khusunya sam-pai saat ini masih terhitung sedikit jumlahnya. Dari beberapa penelitian yang berhasil didapat kan dalam mengkaji tentang masjid dan per-pustakaan masjid di Nangroe Aceh Darussalam adalah sebagai berikut:

Pertama, Tim Peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan, Laporan Penelitian Sejarah Masjid Kuno di Indonesia (1998). Kumpulan dari hasil penelitian ini di dalamnya ada pembahasan ten-tang Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Penelitian tersebut berjudul “Masjid Raya Baitur-rahman Banda Aceh (Sejarah Pendirian, Perkem-bangan, dan Akti vitasnya)” oleh Moh. Bunyamin Yusuf S. (1998). Dari penelitian ini sama sekali

belum me nyentuh perpustakaan Masjid Raya Banda Aceh. Ia baru sebatas deskripsi dan iden-tifikasi terhadap masjid-masjid kuno di Indone-sia dengan tujuan untuk membuat satu katalogus atau buku sejarah masjid-masjid kuno sebagai khazanah kebudayaan Indonesia.

Kedua, Abdul Baqir Zein (1999), dengan judul Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia. Buku ini merupakan pendataan terhadap masjid-masjid bersejarah di 23 provinsi di Indonesia, terma-suk provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Masjid yang didata di NAD ada tiga, yaitu: Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh; Masjid Teungku Andjong; dan Masjid Jamik Indrapuri Aceh Be-sar. Dari ketiga masjid ini sama sekali tidak meng ungkap sedikitpun tentang perpustakaan masjid tersebut. Buku ini lebih menitikberatkan kepada aspek ke sejarahan masjid-masjid tersebut, mu-lai dari pendirian dan perkembangan dari masa pen jajahan Belanda.

Ketiga, Azman Ismail, et al. (2004), Masjid Raya Baiturrahman Dalam Lintasan Sejarah. Buku ini mencoba mengikuti pola penulisan se-jarah sistematis kronologis, yaitu disusun ber-dasarkan urutan kejadian dan waktu dari ek-sistensi Masjid Raya Baiturrahman. Buku hasil dari beberapa kumpulan tulisan ini membahas Masjid Raya Baiturrahman mulai dari sejarah awal berdirinya, manajemen pengelolaan, aneka hiasan serta ornamen nya, hingga arah pengem-bangannya di masa depan. Buku ini juga men-cantumkan biografi singkat para imam Masjid Raya Baiturrahman dari waktu ke waktu sampai sekarang. Akan tetapi dari tujuh tulisan yang ada dalam buku ini disayangkan karena tulisan tersebut tidak ada yang memotret pusrpustakaan Masjid Raya Baiturrahman.

Keempat, Jabbar Sabil, ed. (2010), Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh. Buku ini merekam perjalanan sejarah sosial-keagamaan masya-rakat Aceh lewat masjid-masjid tua sebagai pu-sat penyebaran rasa damai dan ketenteraman di tengah masyarakat. Dari segi pendataan buku ini terbilang berhasil mengungkap dan mengum-pulkan data masjid kuno di Aceh, tetapi belum

Page 98: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masmedia Pinem

91Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

mengungkap secara lebih mendalam se jarah dan makna yang terkandung pada arsitektur dan ba-ngunan masjid.

Penelitian tentang masjid tersebut di atas, belum ada yang meneliti secara spesifik sejarah masjid dilihat dari bangunan dan arsitektur serta pemakna an dengan konteks kekinian. Sehingga penelitian ini berusaha untuk mengisi ruang ke-kosong an penelitian tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sejarah de-ngan metode historis-arkeologis. Benda arkeo-logi yang akan diteliti dalam konteks ini yaitu benda kategori living monument, artinya arte-fak berwujud nyata dan sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat, yaitu berupa Mas-jid Pulo Kameng. Metode historis dilakukan untuk mendeskripsikan latar belakang sejarah keberada an masjid kuno bersejarah. Sedangkan pendekatan arkeologis dilakukan untuk mendes-kripsikan struktur fisik bangunan masjid kuno dan makna yang terkandung di dalamnya.

Data diperoleh melalui penggalian sum-ber-sumber primer maupun sekunder. Sumber primer diperoleh dari pengamatan terhadap ob-jek penelitian yaitu artefak Masjid Pulo Kameng sebagai living monument, ditambah dengan wa-wancara langsung dengan pelaku-pelaku sejarah yaitu tokoh masyarakat yang memahami makna filosofis bentuk arsitektur masjid Pulo Kameng. Sedangkan data sekunder diperoleh dari telaah terhadap buku-buku atau dokumen-dokumen tertulis yang tersimpang di perpustakaan mau-pun museum, dan lembaga-lembaga kearsipan.

hasil dan PeMbahasan

Gambaran Umum Wilayah Aceh Selatan

Wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak pada posisi 2º-4º lintang utara dan 96º-98º bu-jur timur. Luasnya 8910 kilometer persegi. Batas sisi sebelah barat adalah Kabupaten Aceh Barat, sedangkan sebelah timur bersinggungan dengan Provinsi Sumatera Utara. Di utara membentang

lereng Gunung Leuser berbatasan dengan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara, sementara Samudera Hindia berada di pinggiran bagian selatan.

Kedekatan dengan garis katulistiwa men-jadikan Aceh Selatan beriklim tropis dengan musim panas sepanjang bulan Januari sampai dengan Agustus dan musim penghujan pada bu-lan September sampai dengan Desember. Kadar kecurahannya mencapai 3000-3500 mm per ta-hun. Suhu udara berkisar antara 25º C-30º C di daerah dataran rendah, sedangkan daerah dengan suhu rendah mencapai rata-rata 20º C berada di pengunungan. Di Aceh selatan selain gunung Gu-nung Leuser di ujung sebelah barat Kecamatan Tangan-Tangan dan Kecamatan Labuhan Haji, juga terdapat Gunung Meukek di Kecamatan Meukek, Gunung Sikosong di Kecamatan Kluet Selatan, Gunung Tinjo Laut di Kecamatan Ba-kongan dan Gunung Kapur terletak di antara Ke-camatan Trumon dan Kecamatan Simpang Kiri. (BPS Aceh Selatan, 2010)

Pada tahun 2009 Kabupaten Aceh Selatan dimekarkan menjadi tiga kabupaten, yaitu: Ka-bupaten Aceh Selatan dengan ibukota Tapak Tuan; Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibu-kota Blangpidie; dan Kabupaten Aceh Singkil dengan ibukota Singkil.

SAMUDRA HINDIA

KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

KABUPATEN GAYO LUWES

KABUPATEN ACEH TENGGARA

KABUPATEN ACEH SINGKIL

Gambar 1 : Peta Aceh SelatanSumber: http://www.petaku.wordpress.com

Page 99: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masjid Pulo Kameng Akulturasi dan Toleransi Masyarakat Aceh

92 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pascapemekaran menjadi kabupaten, Aceh Selatan pun terjadi pemekaran kecamatan men-jadi 16 kecamatan yaitu: 1) Kecamatan Trumon; 2) Kecamatan Trumon Timur; 3) Ke camatan Ba-konga; 4) Kecamatan Bakongan Timur; 5) Keca-matan Kluet Selatan; 6) Kecamatan Kluet Timur; 7) Kecamatan Kluet Utara; 8) Kecamatan Pasie Raja; 9) Keca matan Kluet Tengah; 10) Kecamat-an Tapaktuan; 11) Kecamatan Samadua; 12) Ke-camatanSawang; 13) Kecamatan Meukek; 14) Kecamatan Labuhan Haji; 15) Kecamatan Labuh-an Haji Timur; dan 16) Kecamatan Labuhan Haji Barat (BPS Aceh Selatan, 2010). Kemudian di mekarkan lagi pada tahun 2011, terjadi dua pemekaran kecamatan yaitu Kecamatan Kota Ba-hagia dan Kecamatan Trumon Tengah, sehingga jumlah keseluruhan kecamatan saat ini menjadi 18 kecamatan.

Tentang siapa penduduk asli Aceh Selatan, sampai saat ini belum ada penelitian yang kom-prehensif. Namun berdasarkan folklore dicer-itakan tentang adanya makhluk ber tubuh kecil yang disebut Leco atau Manteu yaitu seluruh badannya ditumbuhi bulu yang lebat. Orang ini diperkirakan tinggal dan berpindah-pindah di pedalaman, di sekitar perbatasan Aceh Selatan dengan Aceh Tenggara yang berhutan rimba. Mengenai Manteu ini disinggung oleh penulis Belanda Van Langer dalam bukunya Atjehsch Staatbestuur yang dikomentari Hurgronje dalam bukunya De Atjehers. Hurgronje menuliskan Manteu atau Mantra dan menyamakannya den-gan suku Dayak di Kalimantan yang hidup di pe-dalaman (BPS Aceh Selatan, 2010).

Diwilayah Aceh Selatan dari aspek bahasa ter-dapat empat bahasa yang dipakai dan digunkan di sana. Pertama, bahasa Aceh Selatan sebagai bahasa utama yang hampir semua daerah di Ka-bupaten Selatan semua mengetahui dan mampu berbahasa Aceh Selatan. Kedua, bahasa Minang yang hanya dipakai di empat kecamatan yaitu, Kecamatan Kluet Selatan, Kota Tapaktuan, Keca-matan Samadua, dan Kecamatan Labuhan Haji. Suku Minang yang pindah ke Aceh Selatan dan mendukung Sultan Aceh yang menempati em-

pat kecamatan tersebut, disebut dengan istilah aneuk jameue, yaitu semacam bahasa Minang-kabau dengan dialek Aceh Selatanh. Ketiga, ba-hasa kluet, bahasa yang hanya dipahami di dae-rah Kluet Tengah dan Kluet Timur. Bahasa kluet secara dialek lebih dekat ke bahasa Gayo Lues, Aceh Tenggara, bahasa Karo, dan bahasa Pakpak (Dairi). Keempat, bahasa Jawa, yaitu bahasa yang dipakai di daerah transmigrasi seperi di Trumon dan Trumon Timur (Wawancara dengan Harun, 27 Oktober 2010).

Sejarah Masjid Pulo Kameng di Tengah Benda Cagar Budaya Aceh Selatan

Menurut data Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Selatan tahun 2010, jumlah masjid yang ada di wilayah ini sekitar 514, de-ngan rincian: 16 masjid besar, 243 masjid jamik, dan 255 musala (Wawancara dengan Harun, 27 Oktober 2010). Sedangkan kategori masjid yang telah masuk ke dalam Benda Cagar Budaya baru dua, yaitu Masjid Tuo di Tapaktuan dan Masjid Pulo Kameng di Kluet Utara (Sabil, [Ed.], 2010: 11-26). Padahal setelah penelusuran di lapangan masih ada masjid yang termasuk Benda Cagar Bu-daya yaitu Masjid IndukSawang, Masjid Labuhan Tarok, dan Masjid Menggamat di Kluet Tengah.

Kondisi peninggalan sejara hmasjid, makam, rumah adat, benteng, prasasti, gua—sangat mem-prihatinkan. Bahkan karena pemahaman masyar-akat yang kurang tentang Benda Cagar Budaya, seringkali masyarakat setempat memperklaku-kannya dengan seme na-mena. Sebagai contoh, Masjid IndukSawang telah direhab dengan model yang sama sekali berbeda dengan aslinya. Pening-galan sejarah Masjid indukSawahan saat peneli-tian dilakukan berupa beberapa tiang utama yang masih asli.

Menurut Kabid di Dinas Kebudayaan dan Pari wisata Kabupaten Aceh Selatan, se luruh situs-situs keagamaan yang ada di Aceh Selatan belum mendapat perhatian baik dari masya-rakat maupun dari pemerintah. Hal inilah yang menyebabkan peninggalan sejarah yang ada di daerah yang sering disebut sebagai Kota Naga ini tidak terurus. Dari segi anggaran pun pemerintah

Page 100: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masmedia Pinem

93Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

setempat tidak memberikan porsi yang memadai terhadap peninggalan-peninggalan tersebut (Wa-wancara dengan Ishaq, 2010: 27 Oktober 2010).

Berdasarkan data yang ditulis dalam buku Aceh Selatan dalam Angka, terdapat 54 situs bersejarah yang telah dimasukkan sebagai Benda Cagar Budaya di Aceh Selatan adalah: 5 di Keca-matan Tru mon; 1 di Bakongan; 4 di Bakongan Timur; 1 di Kluet Selatan; 9 di Kluet Utara; 1 di Pasie Raja; 1 di Kluet Tengah; 4 di Tapaktuan; 10 di Samadua; 2 diSawang; 2 di Meukek; 1 di Labuhan Haji; 1 di Labuhan Haji Timur; dan 2 di Labuhan Haji Barat (BPS Aceh Selatan, 2010).

Masjid Pulo Kameng merupakan masjid yang terletak di Gampong Pulo Kambing, Kemukiman Sejahtera, Kecamatan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan. Kecamatan Kluet Utara adalah Kota Fajar. Jarak dari ibukota kecamatan ke Masjid Pulo Kameng sekitar 3 km.

Berdasarkan dengan Tulisan-tulisan yang ada pada masing-masing tiang penyangga masjid, menunjukkan bahwa awal dibangunnya masjid yaitu pada masa kerajaan kejruen,2 dengan meli-batkan kampung-kampung lain disekitar masjid yaitu Kampung Paya, Kampung Pulo Kambing, Kampung Krueng Batu, Kam pung Krueng Klu-et, Kampung Tinggi, Kampung Purut, dan Kam-pung Ruwak.

Inskripsi-inskripsi yang ada di tiang masjid, secara jelas disebutkan bahwa Masjid Pulo Ka-meng dibangun pada pada masa teuku Kejruen Amansyah, bertepatan dengan tanggal 28 Rama-dan 1285 H/12 Januari 1869 M. Berdasarkan hi-tungan hijriah tersebut maka masjid ini sekarang telah berumur 147 tahun.

Selain pendirian masjid dijelaskan juga bahwa Masjid Pulo Kameng mulai ditunjuk kepengurus-an serta imam masjidnya adalah sejak tanggal 3 Rajab 1351 H/2 November 1932 M. Dan imam pertama yang ditunjuk mengurusi masjid ini adalah Tengku Ali Basyah.

Dasar dan pijakan kenapa Masjid Pulo Ka-

2Kejruen adalah, semacam hulubalang gelar yang diberikan kepada salah satu tokoh yang memiliki ilmu pengetahuan di bidang perairan, persawahan, dan pertanian.

meng di bangun pada Desa Pulo Kambing adalah: Pertama, penghormatan dari ketujuh kampung dalam wilayah Kerajaan Kluet, karena Kam-pung Pulo Kambing merupakan ibukota keraja-an; Kedua, Kampung Pulo Kambing dipandang lebih aman dan nyaman; Ketiga, letak Kampung Pulo Kambing yang berada di tengah-tengah dari ketujuh kampung dalam wilayah Kerajaan Kluet (Sabil, [Ed.], 2010: 24).

Masjid sezaman yang ada di sekitar Kluet Utara adalah Masjid Al-Hasanah di Kam pung Ladang Tuha, Kecamatan Pasie Raja dan Mas-jid Meggamat di Kluet Tengah. Menurut tokoh masyarakat setempat, ketiga masjid tersebut sama tukangnya, sehingga arsitektur dan ba-ngunan ketinya pada awalnya adalah sama (Wa-wancara dengan Daud, 29 Oktober 2011). Namun yang masih menunjukkan nilai orisinalitasnya hanya masjid Pulo Kameng. Sedangkan Masjid Al-Hasanah telah berubah seluruhnya, semen-tara Masjid Meng gamat tinggal tiang-tiang yang masih orisinal.

Makna Filosofi Arsitektur Masjid Pulo Kameng

Jauh sebelum Islam datang ke Nusantara sudah ada kebudayaan lain yang ada di Indone-sia, bahkan sejak zaman prasejarah. Hal ini ter-lihat bagaimana nenek moyang kita dahulu telah mengenal kebudayaan dan memiliki kepandai-an di beberapa bidang, yaitu: 1) Ragam hias; 2)

Gambar 02 : Ingkripsi Pada Tiang Masjid (sudah di olah)Sumber: Dok Peneliti

Page 101: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masjid Pulo Kameng Akulturasi dan Toleransi Masyarakat Aceh

94 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

kepandaian memahat; 3) mengecor logam; 4) barter; 5) navigasi; 6) astronomi; 7) tradisi lisan; 8) instrumen musik; 9) kepandaian irigasi; 10) pemimpim primus interpares.

Perkembangan kebudayaan ini selanjutnya mengalami proses-proses pencampuran yang di-sebabkan oleh adanya kontak antara masyarakat pendukung kebudayaan tersebut dengan masya-rakat pendukung kebudayaan asing. Proses pen-campuran budaya ini dikenal dengan istilah akul-turasi (Koentjaraningrat, 1989: 247-248). Proses akulturasi akan terjadi karena adanya hubungan dan pergaulan suatu masyarakat pendukung ke-budayaan tertentu dengan masyarakat lain, di mana masing-masing masyarakat saling mem-berikan dan menerima pengaruh

Dalam proses percampuran kebudayaan dikenal istilah local genius. local genius merupa-kan kemampuan menyerap dari suatu masya rakat pendukung kebudayaan tertentu sambil me-ngadakan seleksi dan pengolahan aktif ter-hadap pengaruh kebudayaan asing sampai dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik dan tidak terdapat di daerah asalnya. Dengan demikian local genius merupakan kekuatan yang dimiliki masyarakat setempat yang mampu bertahan ter-hadap unsur-unsur yang datang dari luar dan yang mampu pula berkembang untuk masa-masa mendatang. Sehingga dapat dikatakan juga local genius merupakan filter dalam menerima pe-ngaruh kebudayaan asing (Soebadio, 1986: 18-25).

Akulturasi bisa terjadi dan mewujud pada se-buah karya arsitektur, baik masjid, mau pun wu-jud kjarya lainnya. Singkatnya, sebuah karyaapa pun bentuknya tidak akan muncul begitu saja. Tetapi ia akan muncul dengan dipengaruhi oleh ruang dan waktu bahkan sangat terinspirasi oleh budaya-budaya di luar dirinya. Karena itu, proses akul turasi budaya akan terus terjadi sepanjang budaya itu masih eksis.

Maka tidak mengherankan apabila dalam suatu budaya ada keterhubungannya dengan budaya-budaya lainnya. Dalam hal ini, dengan jelas terlihat bagaimana pengaruh budaya luar

terhadap bangunan masjid-masjid kuno di Jawa dan daerah lain di Indonesia. Penga ruh Hindu-Budhha, Cina, misalnya sampai saat ini masih ada dan bisa dilihat secara jelas. Begitu juga di Aceh, terutaman di Aceh Selatan bagaimana ter-jadinya proses akulturasi budaya yang terdapat pada bangunan Masjid Pulo Kameng.

Secara umum, bangunan fisik Masjid Pulo Kameng, sebagian besar bahan dasarnya adalah kayu. Menurut informasi yang ada jenis kayu yang dipakai adalah kayu reusak (sejenis kayu besi) atau kayu damar. Jenis kayu ini merupakan bahan utama yang diguna kan dalam bangunan-bangunan masjid kuno yang ada di Aceh Selatan (Wawancara dengan M. Daud).

Dilihat dari bangunan Masjid Pulo Kameng-baik kubah dan atap adanya pengaruh budaya Hindu-Buddha dan Cina. Kubahnya merupakan pengaruh dari Cina dan atapnya yang berbentuk atap tumpang sebagaimana masjid yang ada di Jawa merupakan pe ngaruh dari masa klasik yaitu Hindu-Buddha.

Melihat bangunan Masjid Pulo Kameng, maka terlihat setidaknya ada tiga unsur budaya yang melekat di dalamnya, yaitu unsur budaya lokal, Cina dan Hindu-Buddha. Selain pengaruh Cina di Masjid ini, pengaruh arsitektur Hindu-Buddha yang terapat di Aceh adalah pada Masjid Indrapuri, Aceh Besar. Artinya, bahwa Aceh se-belum datangnya Islam sudah ada budaya yang lain di sana.

Gambar 3: Kubah Masjid Pulo Kameng berbentuk Pagoda

Sumber: Dok Peneliti

Page 102: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masmedia Pinem

95Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Aceh yang bisa dilihat adalah bagai mana dalam memutuskan suatu masalah dengan cara-cara musyawarah dan mufakat. Dalam adart misalnya dikenal istilah Adat Bak Poteu Meurruhum, yang artinya kedudukan adat setingkat putra Sultan. Semua ketentuan dan cara-cara bermusyawarah dan bermu fakat harus melalui adat yang ter-maktub pada Hadih Maja yang berbunyi: gadoh adat ngon mufakat, setiap mengubah adat wajib melalui musyawarah/mufakat. Lantas disebut-kan pula menyo ka mupakat lampoh jeurat ta pugala, bila sudah disepakati, maka kuburan pun boleh kita gadaikan (Ahmad, t.t.: 141).

Cara-cara musyawarah dan mufakat ini juga terlihat pada proses awal pembagunan Masjid Pulo Kameng yang melibatkan tujuh kampung. Dalam penetapan di mana sebaik nya dan seharus nya di bangun masjid Pulo Kameng. Hal ini ter-maktub pada inskripsi-inskripsi yang ada pada tiang-tiang masjid tersebut yang menggambar-kan kepada kita bahwa ketujuh kampung ditulis nama kampung dan orang-orang yang terliabt dalam pem bangunan masjid tersebut.

Hal semacam ini kalau dirunut ke masa Rasululullah, ketika terjadi peristiwa Hajar As-wad di mana etnis dan suku di sekitar Mekah sal-ing mengklaim bahwa batu tersebut adalah milik suku mereka masing-masing. Karena saling be-rebut itulah kemudian Nabi memutuskan dengan cara musyawarah dengan memanggil keempat pemuka suku tersbut. Maka dengan arif Nabi memutuskan dengan cara menarik kain sorban-nya, lalu masing-masing pembesar etnis disuruh memegang masing-masing sudut sorban, kemudi an Nabi me ngangkat Hajar Aswad tersebut ke tengah-tengah sorban yang ada. Dengan kepu-tusan ini, masing masing suku merasa puas dan menerima dengan sukarela apa yang telah di-putuskan Nabi.

Dalam aspek gender pun Aceh pada masa lalu sangat akomodatif dengan kepemimpin-an perempuan. Setidaknya ada empat Sultanah yang pernah berkuasa di Aceh, yaitu: Sultanah Taj al-Alam Safiatuddin Syah (1641-1675 M), Sul-tanah Nur Alam Nakiyatuddin Syah (1675-1678

Pengaruh budaya luar yang masuk ke Aceh Selatan yang terdapat pada Masjid Pulo Kameng-menunjukkan bahwa Aceh pada masa lalu adalah sangat toleran dengan agama dan etnis lain. Dari kubah dan atap masjid ini dapat dipahami bahwa masyarakat Aceh sangat menerima dan terbuka dengan agama dan budaya lain.

Tidak semata-mata dari dari arsitektur mas-jid, secara sosial posisi masyarakat Aceh dari segi budaya seperti bahasa, menunjukkan bahwa masyarakat Aceh terbuka dalam pegaulan so-sial. Aceh memiliki bahasa yang beragam bahasa Aceh Selatan, Minang, dan Kluet. Begitu juga dari toponimi nama-nama perkampungan pun wilayah ini punya persamaan dengan Sumatera Utara. Sebagai contoh, di daerah Meukek ada kampung yang bernama Kuta buloh, nama yang sama ada di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Be-gitu juga di kota Tapaktuan, ada kelurahan Koto Tuo, yang mayoritas penduduknya berasal dari Minang kabau khususnya dari kota Bukittinggi Sumatera Barat.

Bahkan peninggalan orang-orang Batak yang migran ke kawasan Aceh Selatan untuk menam-bang biji emas baik berupa tempat-tempat penam-bangan maupun pemukiman me reka seperti Guha Batak di Blangpidie (sekarang Aceh Barat Daya) merupakan bukti tentang migran suku Ta-panuli ke Aceh Selatan. Baik suku Batak dan Mi-nangkabau pindah ke Aceh Selatan diperkirakan pada abad ke-17 M (Ahmad, t.t.: 56).

Nilai-nilai toleransi yang lain dari masyarakat

Gambar 4: Atap Tumpang Masjid Pulo KamengSumber: Dok Peneliti

Page 103: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masjid Pulo Kameng Akulturasi dan Toleransi Masyarakat Aceh

96 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

M), Sultanah Inayat Syah Zakiyatuddin Syah (1678-1688), dan Sultanah Kamalat Syah (1688-1699). Pada masa keempat sultanah ini zawiyah Syiahkuala yang ada di Aceh mengalami perkem-bangan yang sangat pesat (Abdullah, 2009: 87-118).

Oleh karena itu, dari peninggalan-pening-galan sejarah tersebut maka ada beberapa poin penting yang perlu ditarik ke masa sekarang adalah: 1) pluralitas etnis, budaya, agama, ba-hasa di Aceh tidak menjadi persoalan; 2) Aceh sangat akomodatif dengan bu daya luar; 3) setiap persoalan yang muncul selalu diselasaikan de-ngan cara musyawarah dan mufakat. Sayangnya, sekarang ini nilai-nilai toleransi telah tercerabut dari memori kolektif bangsa Indonesia. Dalam konteks ini apa yang telah ditunjukkan sejarah masa lalu se harus nya kita banyak belajar seperti apa yang diungkapkan oleh Presiden Soekarno dengan istilah Jasmerah, Jangan Sekali-kali Me-lupakan Sejarah.

PenutuP

Simpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik pa-paran di atas adalah sebagai berikut: Pertama, Masjid Pulau Kameng adalah merupakan yang tertua di Kecamatan Kluet Utara Aceh Selatan. Didirikan pada tanggal 28 Ramadan 1285 H/12 Januari 1869 M. Dari tanggal dan tahun berdiri-nya, masjid ini telah berumur 147 tahun, dan dibangun pada Teuku Kejruen Amansyah. Kam-pung-kampung yangikut berpartisipasi dalam pembangun an nya yaitu Kampung Pulo Kamb-bing, Kampung Paya, Kampung Purut, Kampung Kluet, Kampung Krueng Batu, Kampung Ruwak, dan Kampung Tinggi. Kedua, arsitektur masjid Pulo Kameng memberikan makna filosofi adanya nilai-nilai akulturasi dan toleransi pada masya-rakat Aceh yang ditandai dengan adanya pe-ngaruh kebudayaan dari Cina pada kubah masjid dan akulturasi budaya Hindu-Buddha Jawa yang tergambar dari bentuk atap dengan tumpang.

Rekomendasi

Sebagai saran dan rekomendasi dari hasil penelitian ini, adalah: 1) Kepada pemerintah an setempat agar memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingya nilai-nilai sejarah masa lalu; 2) Kepada Pemda Aceh Selatan perlu sosialisasi UU tentang Cagar Budaya No. 11 tahun 2010, sebagai bahan pengetahuann masyarakat bahwa pe ning gal an masa lalu tersebut dilindungi oleh Undang-Undang dan dikenakan hukuman bagi orang yang merusaknya; 3) Kepada Ke-menterian Agama dan jajarannya perlu kebijakan khusus dalam memelihara masjid-masjid berse-jarah, karena hampir semua masjid kuno di Aceh Selatan direhap tanpa konsultasi kepada instansi terkait.

daftar Pustaka

Muhammad, A.R. 2010. Akulturasi Niulai-Nilai Persaudaraan Islam Model Dayah Aceh. Jakarta : Kemenag Agama RI, Balitbang dan Diklat, Puslitbang Lektur Keagamaan.

Abdullah, Mohd. Syukri Yeoh. 2009. “Zawiyah Shaykhkuala: Pusat Penyebaran Islam di Alam Melayu Abad Ke-17 Masihi” dalam Sa-ri-International Journal of the Malay World and Civilisation 27(2).

Ismail, Azman, et al., 2004. Masjid Raya Baitur-rahman Dalam Lintasan Sejarah, Lhok-seumawe: Nadiya Foundation bekerja sama dengan Pengurus Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Badan Pusat Statistik Aceh Selatan kerjasama BAPPEDA Aceh Selatan. 2010. Aceh Selatan Dalam Angka (South Aceh in Figure)

Haris, Tawalinuddin. 2010a. “Pendahuluan” dalam Pemda DKI, Masjid-Masjid Berseja-rah di Jakarta. Jakarta, Erlangga.

Haris, Tawalinuddin. 2010b. “Masjid-Masjid di Dunia Melayu-Nusantara” dalam Jurnal

Page 104: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masmedia Pinem

97Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Suhuf, Vol. 3, No. 2.

Sabil, gabbar (ed.). 2010. Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh Jilid II, Kanwil Kemenag Provinsi Aceh.

Koentjaraningrat, 1989. Pengantar Ilmu Antro-pologi, Jakarta, Aksara Baru.

Johan, M. Irmawato, 2009. “Peran Arkeologi daam Kajian Nusantara”, dalam Jurnal Le-ktur Keagamaan, Vol 7, No. 1.

Ahmad, Mudhahar Saye. tt. Ketika Pala Mulai Berbunga (Serawut Wajah Aceh Selatan).

Soebadio, Haryati, 1986. “Kepribadian Budaya Bangsa” dalam Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), dalam Ayatrohaedi (ed.). Ja-karta: Pustaka Jaya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Yusuf, Moh. Bunyamin. 1998. “Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Sejarah Pendiri-an, Perkembangan, dan Aktivitasnya”, dalam Tim Puslitbang Lektur Keagamaan, Laporan Penelitian Sejarah Masjid Kuno di Indone-sia.

Zein, Abdul Baqir. 1999. Masjid-Masjid Berse-jarah Di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press.

Informan:

Drs. Bukhari Harun, Kasi Penamas Kemenag Aceh Selatan.

Ishaq, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Selatan.

M. Daud sesepuh di Kampung Ladang Tuha Pasie Raja.

Page 105: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Masjid Pulo Kameng Akulturasi dan Toleransi Masyarakat Aceh

98 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Page 106: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

99Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

abstrak

Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efikasi diri, iklim kerja, dan motivasi berprestasi terhadap kinerja kepala madrasah. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah(MI) se Kota Bekasi dengan responden 45 kepala madrasah. Sampel menggunakan teknik random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan: a) Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap Iklim kerja, b) Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap motivasi berprestasi, c) Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap motivasi berprestasi, d) Efikasi diri berpen-garuh langsung terhadap Kinerja kepala madrasah, e) Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala madrasah, dan f) motivasi berprestasi berpengar-uh langsung terhadap kinerja kepala madrasah

Keywords: Efikasi Diri, Iklim kerja, Motivasi Berprestasi, dan Kinerja Kepala Ma-drasah

abstract This study aimed to determine the effect of self-efficacy, work environment, and achievement motivation toward performance of head of madrasah. The research was conducted in the Islamic Elementary School (Madrasah Ibtidaiyah) in Bekasi with 45 respondents (headmaster of madrasah). The methode was choosed by using random sampling techniques.

The results showed: a) self-efficacy directly influence the work environment, b) self-efficacy directly influence the achievement motivation, c) work environment directly affects achievement motivation, d) self-efficacy directly influence the performance of headmaster of madrasah, e) Work environment influence directly to the performance of headmaster of madrasah, and f) achievement motivation directly affects the per-formance of headmasters of madrasah

Keywords: Self-efficacy, Work Environment, Achievement Motivation, and Perfor-mance of Headmaster of Madrasah

fARiDA HANUNPuslitbang Pendidikan Agama dan

Keagamaan. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

Telp. 021-3920379 Fax. 021-3920379 e-mail: [email protected] diterima: 6 Februari 2013

Naskah direvisi: 22 April-3 Maret 2013Naskah disetujui: 5 Maret 2013

PENGARUH EFIKASI DIRI, IKLIM KERJA, DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP

KINERJA KEPALA MADRASAH(SURVEY DI MADRASAH IBTIDAIYAH KOTA

BEKASI )

Effect of Self-Efficacy, Work Climate End Motivation of AchievementPermance Head Madrasah

(Survey in Madrasah Ibtidaiyah of City Bekasi)

fARiDA HANUN

Page 107: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

100 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha transfor-matif, mempunyai andil yang sangat besar dalam mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia, yang mencakup kecakapan-kecakapan fundamen-tal secara intelektual maupun emosional. Salah satu unit pelaksana teknis di bidang pendidikan tingkat dasar yang berada dalam lingkungan Ke-menterian Agama adalah Madrasah Ibtidaiyah .

Madrasah Ibtidaiyah ini merupakan se-buah lembaga pendidikan pada jenjang pen-didikan dasar (UU Sisdiknas 2003) yang memi-liki tanggung jawab menjadi salah satu lembaga pencerdasan kehidupan masyarakat Indone-sia. Sebagai bagian dari Sistem pendidikan na-sional yang mempunyai karakteristik Islam, Ma-drasah Ibtidaiyah mengemban tujuan pendidikan yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ber-takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam rangka mencapai tujuan nasional tersebut, pemerintah telah menyediakan pen-didikan yang lebih berkualitas dengan menawar-kan paradigma pendidikan baru yang dikenal dengan istilah “Manajemen Berbasis Madrasah” (MBM). MBM menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala madrasah dalam mengope-rasikan madrasah. Dalam konteks MBM, madra-sah harus meningkatkan keikutsertaan masya-rakat dalam pengelolaannya guna meningkatkan kualitas dan efisiensinya dengan selalu mengacu pada akuntabilitas terhadap masyarakat, orang-tua, siswa, maupun pemerintah pusat dan daerah. Agar MBM berhasil dengan baik, Kinerja kepala madrasah perlu diberdayakan, sehingga kepala madrasah mampu berperan sesuai dengan peran dan fungsinya. Kepala madrasah harus bertindak sebagai pemimpin yang efektif sehingga mampu mengatur semua potensi madrasah secara opti-mal.

Keberadaan peran dan fungsi kepala madrasah merupakan salah satu faktor yang sa-ngat menentukan mutu madrasah. dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkait-an dengan eksistensi kepala madrasah. Pola Ki-nerja Kepala madrasah akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan madrasah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern Ki-nerja Kepala Madrasah perlu mendapat perha-tian secara serius.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 pasal 12 ayat 1, menjelaskan bahwa : “Kepala ma-drasah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi madrasah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana serta prasarana”.

Kepala madrasah bertanggung jawab atas lembaga yang dipimpinnya untuk melaksanaan bebagai kegiatan, mengelola berbagai masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan adminis-trasi madrasah, pembinaan sarana dan prasara-na, sehingga kepala madrasah dituntut mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi kepala madrasah untuk mewujudkan madrasah yang bermutu.

Namun, Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan uji kompetensi kepala ma-drasah berdasarkan Peraturan Menteri Pen-didikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala madrasah. Setelah diadakan uji kompetensi, hasilnya dari 250 ribu kepala madrasah di Indonesia sebanyak 70% tidak kompeten. Berdasarkan hasil uji kompetensi, hampir semua kepala madrasah lemah di bidang kompetensi manajerial dan supervisi. Padahal dua kompetensi itu merupakan kekuatan kepala madrasah untuk mengelola madrasah dengan baik (Depdiknas, 2008).

Banyaknya kepala madrasah yang kurang memenuhi standar, menunjukkan masih rendah-

Page 108: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

101Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

nya kinerja kepala madrasah. Dari latar belakang di atas perlu kiranya dilakukan suatu penelitian secara akurat untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap kinerja kepala madrasah.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penelitin ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap 1. iklim kerja

Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap 2. motivasi berprestasi

Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap 3. motivasi

Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap 4. kinerja kepala madrasah

Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap 5. kinerja kepala madrasah

Motivasi berprestasi berpengaruh langsung 6. terhadap kinerja kepala madrasah.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh:

Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap 1. iklim kerja

Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap 2. motivasi berprestasi

Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap 3. motivasi

Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap 4. kinerja kepala madrasah

Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap 5. kinerja kepala madrasah

Motivasi berprestasi berpengaruh langsung 6. terhadap kinerja kepala madrasah.

Kerangka Teori

1). Kinerja kepala madrasah

Dalam manajemen, peranan sumber daya manusia merupakan faktor penting yang perlu

dikembangkan dengan berbagai kegiatan de-ngan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, kinerja sumber daya manusia itu akan menentukan ketercapaian tujuan sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Robbins (1997) pengertian ki-nerja mengarah pada suatu upaya pencapaian prestasi kerja yang lebih baik. Keberhasilan dalam melakukan sesuatu pekerjaan sangat ditentukan oleh kinerja., kinerja adalah hasil penilaian dari seseorang pimpinan dalam menggunakan sum-ber daya yang dimiliki untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan untuk mencapai suatu tu-juan.

Hugh and Feldman (1986) mengatakan, bila dikaitkan dengan peran individu dalam or-ganisasi, kinerja adalah serangkaian perilaku atau kegiatan individu yang sesuai dengan harap-an atau keinginan organisasi tempat ia bekerja. Hal yang sama dinyatakan Harsey, dkk (1988), bahwa kinerja adalah hasil dari suatu aktivitas atau pekerjaan. Dengan demikian, istilah kinerja merupakan suatu tindakan dari proses yang me-libatkan berbagai macam komponen aktivitas.

Kinerja dapat dimaknai segala sesuatu yang telah dilakukan dalam menyelesaikan suatu tugas atau program dengan menggunakan sum-berdaya yang dimiliki untuk mencapai suatu tu-juan. Menurut Donnelly, dkk (1999) bahwa ki-nerja adalah tingkat keberhasilan dalam melak-sanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa tugas (job) yang diberikan kepada seseorang sebaiknya se-suai dengan keahliannya agar kinerja baik, dan tujuan dapat tercapai. Menurut (James, 1999) kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor: (a) harapan mengenai imbalan, (b) dorongan, (c) kemampuan, kebutuhan dan sifat, (d) persepsi terhadap tugas, (e) imbalan in-ternal dan eksternal, (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

Purba (2008), menyatakan bahwa penekanan kinerja adalah untuk mendapatkan hasil yang berorientasi pada efektifitas dan efisiensi untuk

Page 109: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

102 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, da-pat dinyatakan bahwa kinerja adalah hasil, baik kuantitas maupun kualitas, yang dicapai sese-orang dalam melaksanakan tugas-tugasnya ses-uai dengan standar atau kriteria yang telah diten-tukan sehingga tercapai tujuan yang di-harapkan secara efektif dan efisien. Penilaian terhadap ki nerja memberikan banyak kegunaan penting bagi organisasi sebagai suatu wadah kegiatan bagi sekelompok orang yang bekerjasama dalam men-capai tujuan.

Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor kuncl guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program penilaian pres-tasi kerja, berarti organisasi telah memanfaatkan secara baik atas sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi. Purba (2008) menjelaskan, hasil penilaian kinerja dapat memberikan man-faat dalam pengambilan keputusan pada kepega-waian, seperti untuk kenaikan pangkat, peminda-han tugas, atau pemberhentian kerja.

Dasar penilaian kinerja kepala madrasah adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 Pasal 12 sebagai berikut; (1) Penilaian kinerja kepala madrasah dilakukan secara berkala setiap tahun dan secara kumula-tif setiap 4 (empat) tahun. (2) Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh pengawas madrasah. (3) Penilaian kinerja 4 (empat) tahunan dilak-sanakan oleh atasan langsung dengan memper-timbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas madrasah, pendidik, tenaga kependidikan, dan komite madrasah di-mana yang bersangkutan bertugas. (4) Penilai-an kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a usaha pengembangan madrasah/ma-drasah yang dilakukan selama menjabat kepala madrasah/madrasah; b. peningkatan kualitas madrasah berdasarkan 8 (delapan) standar na-sional pendidikan selama di bawah kinerja yang bersangkutan; dan c. Usaha pengembangan pro-fesionalisme sebagai kepala madrasah, (5) Hasil penilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup, sedang atau kurang. (6)

Penilaian kinerja kepala madrasah/madrasah dilaksanakan sesuai pedoman penilaian kinerja kepala madrasah/madrasah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Penilaian kinerja dilakukan dalam rangka untuk memperoleh data dan informasi tertentu yang dibutuhkan dalam rangka melihat kinerja kepala madrasah yang sebenarnya, sebagai bahan pertimbangan tindak lanjut yang akan digunakan oleh pihak pihak terkait. Pemanfaatan penilaian kinerja ini antara lain sebagai berikut : 1) Kepala madrasah dapat mengetahui kinerjanya selama melaksanakan tugas sebagai kepala madrasah dan menjadikan acuan untuk meningkatkan ke-profesiannya secara mandiri, 2) Kepala madrasah dapat menggunakan hasil penilaian kinerja un-tuk merumuskan dan menyusun Pengembangan Keprofesian Berkelanjuan (PKB), khususnya se-jak tahun 2013, 3) Pengawas mendapatkan data sebagai bahan untuk melakukan pembinaan, 4) Kantor Kementeriaan Agama Provinsi atau Ka-bupaten / Kota dapat menggunakan hasil pe-nilaian kinerja kepala madrasah sebagai dasar untuk menghimpun informasi dan data profil kinerja kepala madrasah di wilayahnya, sekaligus sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan.

Prinsip penilaian kinerja mengacu ke-pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 ten-tang standar penilaian. Penilaian kinerja kepala madrasah dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip berikut. 1) Sahih, artinya penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kinerja yang diukur, 2) Objektif, artinya penilaian didasar-kan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai, 3) Adil, artinya penilaian tidak menguntungkan atau merugikan kepala madrasah karena perbedaan latar be-lakang, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender, 4) Terpadu, artinya peni-laian kepala madrasah merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dan kegiatan kepala madrasah, 5) Terbuka, artinya prosedur penilahan, kriteria penilaian, dan dasar pen-gambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak-

Page 110: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

103Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

pihak yang berkepentingan, 6) Menyeluruh dan berkesinambungan, artinya penilaian kinerja kepala madrasah dilakukan secara menyeluruh, meliputi seluruh aspek yang dapat dan seha-rusnya dinilai, dan dilakukan terus-menerus se-cara periodik, 7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap de-ngan mengikuti langkah-langkah baku, 8) Beracu an kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi kepala madra-sah yang telah ditetapkan, 9) Akuntabel, berarti dipertanggungjawabkan, baik dan segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

Aspek penilaian kinerja kepala madrasah diantaranya: Pertama, Penilaian non instrument meliputi: memiliki dokumen tentang peraturan, kependidikan, melaksanakan EDM (Evaluasi Diri Madrasah), menyusun rencana pengembangan madrasah (RPM), merumuskan Rencana Kerja Madrasah Jangka Menengah / RKMJM (4 tahun) berdasar EDM, merumuskan Rencana Kegiatan dan Anggaran Madrasah (RKAM), menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT), program inten-sifikai Baca Tulis Al-Qur’an bagi siswa dan guru madrasah, kompetensi personal Kepala Madras-ah dalam baca tulis Al-Qur’an .

Kedua, Penilaian berbasis instrument, ber-dasarkan Permendiknas Nomor 35 tahun 2010, terdapat 6 (enam) komponen penilaian sebagai berikut: kepribadian dan sosial, kinerja pembe-lajaran, pengembangan madrasah, manajemen sumber daya, kewirausahaan, supervisi pembe-lajaran.

2). Efikasi Diri

Dalam melakukan suatu kegiatan, ke-berhasilan individu tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Kin-erja seseorang bisa saja tidak optimal bahkan gagal meski ia memiliki pengetahuan dan keahli-an yang memadai. Bandura (1986) kemudian menggunakan istilah efikasi diri (self efficacy) untuk menjelaskan faktor yang berperan di balik kesenjangan antara tindakan dan pengetahuan yang sering terjadi ini. Menurut Bandura (1986) efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan ke-

mampuannya untuk meng-organisasikan dan melakukan tindakan-tindakan yang, perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu.

Menurut Bandura (1986), efikasi diri tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan dari apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecaka-pan yang dimiliki. Konsep dasar teori efikasi diri adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap individu mempunyai kemampuan me ngontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. De-ngan demikian efikasi diri merupakan masalah persepsi subyektif. Efikasi diri tidak selalu meng-gambarkan kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu.

Ditambahkan pula oleh Santrock (2007) efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positip. Pengertian-pengertian tersebut memberi kan pemahaman bahwa efikasi diri adalah pe-nilaian yang berupa keyakinan kepala madrasah mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas, mengatasi masalah, dan melakukan tindak an yang diperlukan untuk mencapai tujuan ha-sil tertentu.

. Berkaitan dengan kesehatan menurut Pervin, Cervone dan Jhon (2005) efikasi diri yang positip dan kuat adalah baik untuk kesehatan se-seorang dan sebaliknya efikasi diri yang negatip dan lemah akan buruk bagi kesehatan karena mereka meyakini bahwa mereka tidak dapat mengelola kejadian yang mengancam dan me-ngalami stres yang hebat.

3). Fungsi Efikasi Diri

Fungsi Efikasi diri menurut Bandura (1986) terdiri atas: Pertama, pilihan tingkah laku, ke-dua, daya tahan dan besar usaha individu, ke tiga, pola berpikir dan reaksi emiosional indi-vidu, dan keempat, perilaku individu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disim-pulkan bahwa Efikasi diri adalah Berdasarkan uraian dan penjelasan tentang efikasi diri di atas maka dapat disimpulkan bahwa efikasi diri

Page 111: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

104 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

adalah keyakinan siswa akan kemampuannya da-lam melaksanakan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, dengan indikator: 1) tingkat kesulitan, 2) kekuatan, 3) Luas bidang tingkah laku.

4). Iklim Kerja

Iklim kerja dalam organisasi seperti yang dinyatakan oleh Gibson, dkk (1999) merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung ataupun tidak langsung oleh karyawan, yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi perilaku karyawan.Dapat dika-takan pula bahwa iklim organisasi merupakan gambaran kolektif yang bersifat umum terhadap suasana kerja organisasi yang membentuk harap-an dan perasaan seluruh karyawan sehingga ki-nerja organisasi meningkat

Luthans (1995) mengemukakan bahwa ik-lim kerja merupakan suatu keseluruhan perasaan yang disampaikan melalui tata ruang phisik, cara peserta saling berhubungan, dan cara anggota or-ganisasi melakukan pendekatan diri dengan pe-langgan atau orang lain/luar. Iklim kerja mem-bicarakan mengenai sifat-sifat atau ciri-ciri yang dirasakan dalam lingkungan kerja yang timbul akibat kegiatan organisasi dan hal ini dianggap dapat mempengaruhi perilaku organiasasi. Se-mentara itu (Robbins, 1994: 10) mencirikan iklim kerja sebagai keseluruhan faktor-faktor fisik dan sosial yang terdapat dalam sebuah organisasi. Menurutnya iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat dimensi yaitu: 1) Dimensi Psikologikal, 2) Dimensi Struktural, 3) Dimensi Sosial, dan 4) Dimensi Birokratik.

Sementara itu Owens (1991) menjelaskan bahwa faktor-faktor penentu iklim organisasi madrasah terdiri dari (1). Ekologi, (2). Milieu, (3). Sistem social dan (4). Budaya. Sedangkan (Steers, 1995: 15) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Iklim kerja adalah :”(1). Struktur tugas, (2).Imbalan dan hukuman yang diberikan, (3).Sentralisasi keputusan, (4).Tekanan pada prestasi, (5).Tekanan pada latihan dan pengembangan, (6).Keamanan dan resiko pelaksanaan tugas, (7).Keterbukaan dan Ketertu-

tupan individu, (8).Status dalam organisasi, (9).Pengakuan dan umpan balik, (10).Kompetensi dan keluwesan dalam hubungan pencapaian tuju an organisasi.

Menurut Davis & Newstrom (1985) bahwa sekolah/madrasah dapat dipandang dari dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat orang berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama. Interaksi yang terjadi dalam madrasah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu de-ngan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga se-bagai tuntutan tugas dan tanggung jawab pekerja annya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan yang harmonis dan men-ciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik.

Iklim kerja di madrasah memegang per-an penting sebab iklim itu menunjukkan suasa-na kehidupan pergaulan di madrasah. Iklim itu mengambarkan kebudayaan, tradisi-tradisi, dan cara bertindak personalia yang ada di madrasah itu, khususnya kalangan guru-guru. Iklim ialah keseluruhan sikap guru-guru di madrasah ter-utama yang berhubungan dengan kesehatan dan kepuasan mereka.

Dengan tercipanya Iklim positif akan me-nampakan aktivitas-aktivitas berjalan dengan harmonis dan dalam suasana yang damai. Iklim positif di madrasah akan terbangun bila terjalin-nya hubungan yang harmonis antara Kepala Ma-drasah dengan guru, guru dengan guru, guru de-ngan pegawai tata usaha, dan peserta didik serta dalam banyak hal terjadi kegotong royongan di antara mereka, segala persoalan yang ditimbul diselesaikan secara bersama-sama melalui mu-syawarah. Sedangkan iklim negatif menampak-kan diri dalam bentuk-bentuk pergaulan yang kontradiktif, iri hati, beroposisi, masa bodoh, individualistis, egois sehingga akan menurunkan produktivitas kerja kepala madrasah, guru dan karyawan. Berdasarkan uraian di atas dapat di-simpulkan bahwa iklim kerja merupakan suasana

Page 112: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

105Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

di tempat kerja baik fisik maupun non fisik yang mendukung pelaksanaan tugas dalam lingkun-gan madrasah, dengan indikator sarana-prasara-na yang representatif, perlakuan pimpinan den-gan bawahan, pola interaksi pegawai, sistem pe nempatan pegawai serta sistem penghargaan dan sanksi yang adil.

5). Motivasi Berprestasi

Motivasi merupakan salah satu aspek psikis yang memiliki pengaruh terhadap pen-capaian prestasi kerja. Dalam Psikologi, istilah motivasi di jelaskan oleh Robbins (1994) bahwa motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organi sasi, yang dikondisikan oleh kemampuan. Upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan indi-vidu. Sementara itu menurut WS Winkel (1986), motivasi merupakan daya penggerak yang telah menjadi aktif, motif menjadi aktif pada saat tertentu, bahkan kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau dihayati.

Selanjutnya, Purwanto (1998) mengemu-kakan bahwa motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia menjadi tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu se-hingga mecapai hasil atau tujuan tertentu. Disini motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri individu untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Do-rongan tersebut menjadi titik awal terbentuknya perilaku individu untuk mencapai tujuan dalam memenuhi kebutuhan memberikan kepuasan in-dividu.

Sehubungan dengan hal tersebut (Steers dan Porter, 1991: 19) mengemukakan bahwa indi-vidu yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi memiliki karakter; (1) adanya dorongan yang kuat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi, (2) adanya kecenderungan membuat perhitungan yang realistik dalam mencapai tujuan dan berani mengambil resiko yang akan diterima, (3) adan-ya dorongan yang kuat untuk mewujudkan hasil kerja yang memuaskan, (4) adanya gairah dalam mencapai prestasi kerja. Hal tersebut memberi-

kan gambaran bahwa motivasi berprestasi meru-pakan dorongan yang kuat dalam diri untuk men-capai kinerja yang unggul dan merupakan suatu ciri kepribadian sebagai hasil dari suatu proses perkembangan selama kurun waktu yang lama.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud Motivasi berprestasi adalah keinginan seseorang untuk melakukan tugas dengan hasil terbaik, dengan indikasi: (1) ingin maju; (2) be-rani menghadapi resiko kerja; (3) mau bekerja sama; (4) bersaing sehat; dan (5) menginginkan penghargaan.

Hipotesis Penelitian

Berdasarakan deskripsi teoretis dan ke-rangka berfikir di atas, maka diajukan hipotesis berikut ini: a) Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap Iklim kerja, b) Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap Motivasi berprestasi, c) Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap motivasi, d) Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap Ki-nerja kepala madrasah, e) Iklim kerja berpenga-ruh langsung terhadap Kinerja kepala madrasah, dan f) Motivasi berprestasi berpengaruh lang-sung terhadap Kinerja kepala madrasah.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode survei dengan teknik analisis jalur (path analy-sis). Menurut Nazir (2003) metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan men-cari keterangan secara faktual.

Model Analisis Jalur seperti dikemukakan (Kusnendi, 2005) atau model sebab akibat di-gunakan untuk menganalisis pola hubungan anatar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tdak langsung se-perangkat variabel penyebab (variabel eksogen) terhadap variabel akibat (variabel endogen) yang disebut pola hubungan sebab akibat.

Dalam penelitian ini variabel eksogenus yang “mempengaruhi/penyebab yaitu: Efikasi diri (X1), dan Iklim kerja (X2), sedangkan vari-abel endogenus yang ”dipengaruhi/akibat” yaitu

Page 113: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

106 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

motivasi berprestasi (X3), dan Kinerja kepala ma-drasah (Y).

Teknik Sampling.

Populasi target dalam penelitian ini adalah kepala madrasah di Madrasah Ibtidaiyah se kota Bekasi: 127 orang. Sampel penelitian se-cara keseluruhan sebanyak 45 orang dan penentu an sampel dila kukan dengan teknik sample ran-dom sampling (Sugiyono, 2008), yaitu pengam-bilan anggota sampel dari populasi dilakukan se-cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu dan cara demikian dilakukan bila anggota pupulasi dianggap homogen. Sedan-gkan penyusunan instrumen penelitian didasar-kan pada kisi-kisi instrumen yang merujuk kepa-da 4 variabel yang diukur, yaitu komunikasi or-ganisasi, gaya Kinerja Kepala Madrasah, motivasi berprestasi, dan pengambilan keputusan kepala sekolah

hasil dan PeMbahasan

Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Iklim kerja.

Pengaruh efikasi diri terhadap iklim kerja di analisis mela lui uji koefisien jalur an tara variabel efikasi diri (X1) dan iklim kerja (X2), yaitu (px21). Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap motivasi berprestasi terangkum pada tabel.1.

Dari tabel coefficients diperoleh koefisien jalur (p21) = 0,301 dengan statistik uji-t diper-oleh: thit = 3,245, p-value = 0,002 <0,05. Dengan demikian H0 ditolak atau koefisien jalur (p31) ada-lah signifi kan. Dengan kata lain Efikasi diri ber-pengaruh nyata terhadap Iklim kerja. Variabel Efikasi diri memberi penga ruh sebesar 0,438 ter-hadap Iklim kerja.

Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Motivasi Berprestasi.

Pengaruh efikasi diri terhadap motivasi ber-prestasi di analisis mela lui uji koefisien jalur an tara variabel efikasi diri (X1) dan motivasi berprestasi (X3), yaitu (px31). Hasil pengujian pe-ngaruh pengaruh efikasi diri terhadap motivasi

berprestasi terangkum pada tabel.2.

Dari tabel coefficients diperoleh koefisien jalur (p31) = 0,536 dengan statistik uji-t diper-oleh: thit = 3,642, p-value = 0,000 <0,05. Dengan demikian H0 ditolak atau koefisien jalur (p31) ada-lah signifi kan. Dengan kata lain Efikasi diri ber-pengaruh nyata terhadap Motivasi berprestasi. Variabel Efikasi diri memberi penga ruh sebesar 0,438 terhadap Motivasi berprestasi.

Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Motivasi Berprestasi.

Pengaruh iklim kerja terhadap motivasi ber-prestasi di analisis mela lui uji koefisien jalur an tara variabel iklim kerja (X2) dan motivasi berprestasi (X3), yaitu (px32). Hasil pengujian pe-ngaruh pengaruh iklim kerja terhadap motivasi berprestasi terangkum pada tabel.3.

Dari tabel tersebut di peroleh koefisien jalur (p32) = 0,337 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 2,271, p-value = 0,035< 0,05. Dengan demikian H0 ditolak atau koefisien jalur (p32) adalah signifikan. Dengan kata lain iklim kerja berpengaruh terha-dap motivasi berprestasi.

Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja Kepala Madrasah

Pengaruh efikasi diri terhadap kinerja kepala madrasah di analisis mela lui uji koefisien jalur an tara variabel efikasi diri (X1) dan kinerja ke-pala madrasah (X4), yaitu (px41). Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap kinerja kepala madrasah terangkum pada tabel.4. Dari tabel tersebut di peroleh koefisien jalur (p41) = 0,413 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 2,363, p-value = 0,035< 0,05. Dengan demikian H0 ditolak atau koefisien jalur (p32) adalah signifikan. De-ngan kata lain Efikasi diri berpengaruh terha dap Kinerja kepala madrasah.

Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kinerja Kepala Madrasah

Pengaruh iklim kerja terhadap kinerja kepala madrasah di analisis mela lui uji koefisien jalur an tara variabel iklim kerja (X2) dan kinerja ke-pala madrasah (X4), yaitu (px42). Hasil pengujian

Page 114: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

107Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap kinerja Kepala madrasah terangkum pada tabel.5.

Dari tabel tersebut di peroleh koefisien jalur (p42) = 0,347 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 2,367, p-value = 0,039< 0,05. Dengan demikian H0 ditolak atau koefisien jalur (p32) adalah signifikan. Dengan kata lain iklim kerja berpengaruh terha-dap kinerja kepala madrasah.

Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah

Pengaruh motivasi berprestasi (X3), terha-dap kinerja kepala madrasah di analisis mela lui uji koefisien jalur an tara variabel motivasi ber-prestasi (X3) dan kinerja kepala madrasah (X4), yaitu (px43). Hasil pengujian pengaruh pengaruh motivasi berprestasi (X3) terhadap kinerja kepala madrasah terangkum pada tabel.6.

Dari tabel tersebut di peroleh koefisien jalur (p43) = 0,634 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 7,077, p-value = 0,000< 0,05. Dengan demiki-an H0 ditolak atau koefisien jalur (p32) adalah signi-fikan. Dengan kata lain motivasi berprestasi ber-pengaruh terha dap kinerja kepala madrasah.

Model empiris hubungan antar variabel

Berdasarkan hasil penghitungan di atas, maka diketahui skor dari Nilai-nilai koefisien jalurl sebagai berikut.

Dari model di atas dapat diketahui bahwa nilai masing-masing koefisen jalur di atas t hit< t tabel, sehingga persyaratan pertama telah ter-penuhi. Selanjutnya perlu di uji lagi dengan menggunakan persyaratan ke dua, yaitu dengan

menggunakan uji ketepatan model dengan meng-gunakan program Software LISREL.

Untuk mengetahui apakah nilai hitung ke-tepatan model (goodness fit statistics) men-dukung model maka akan digunakan analisis dengan menggunakan stastistik chi-square. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai chi-square sebesar 0,00 dengan p-value sebesar 1 dan tidak perlu digunakan uji statistik yang lain lagi karena nilai chi-square sudah nol dan secara otomatis statistik uji yang lain akan menerima model di atas, oleh Karena itu dapat di ambil kesimpulan bahwa model ana-lisis jalur di atas sudah sempurna artinya sangat sesuai dengan data dan dapat di gunakan untuk penelitian ini.

Efek Langsung dan Efek Tidak Langsung

Dari diagram jalur yang telah digambarkan di atas, efek langsung dan efek tidak langsung dari masing-masing kombinasi variable disajikan dalam tabel.1.7. Rangkuman Analisis Jalur Struk-tur 1 dan Struktur 2

Dari tabel 1.7 menunjukkan bahwa :

Efikasi diri mempunyai pengaruh tidak lang-1. sung terhadap Motivasi berprestasi melalui Iklim kerja sebesar 0,113

Efikasi diri mempunyai pengaruh tidak lang-2. sung melalui Motivasi berprestasi terhadap Kinerja kepala madrasah sebesar 0,340

Iklim kerja mempunyai pengaruh tidak lang-3. sung melalui Motivasi berprestasi terhadap Kinerja kepala madrasah sebesar 0,239

PeMbahasan

Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Iklim Kerja

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koe-fisien jalur (p21) = 0,301 dengan statistik uji-t diper oleh: thit = 3,245, p-value = 0,002 <0,05. Dengan demikian terdapat penga ruh langsung efikasi diri terhadap iklim kerja sebesar 9,1% dengan koefisien jalur 0,301.

Gambar 2: Analisis Jalur (Path Analysis)

Page 115: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

108 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Menurut Bandura (1986) efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan-tindakan yang, perlu dalam mencapai tingkat ki-nerja tertentu. Bagi Kepala madarsah, efikasi diri yang tinggi akan mendorong keterlibatan yang aktif dalam menyelesaikan semua tugas-tugas nya. Kepala madrasah yakin akan kemampuan-nya menghadapi hambatan-hambatan yang mu-cul ketika mengelola madrasah dan memiliki rasa percaya sehingga akan berhasil membangun unit kerja yang dipimpinnya menjadi suatu tim kerja yang solid dan dapat mengajak anak buahnya un-tuk membangun visi bekerja dan membangun komitmen bersama sekaligus dapat mencapai tu-juan organisasi yang telah ditetapkan. Kondisi ini akan menciptakan iklim kerja yang harmonis dan baik.

Sebalikya kepala madrasah yang memiliki efikasi diri yang rendah dapat mengakibatkan individu menarik diri dari lingkungan dan ak-tivitasnva sebagai pemimpim, sehingga men-ghambat perkembangan kompetensi yang di-milikinya. Kepala madrasah dengan efikasi diri rendah sering kali kebingungan menghadapi pro-lema di lingkungan madrasah baik menyangkut problema interaksi pimpinan dengan guru, atau dengan staff karena tidak punya rasa percaya diri dalam kemampuannya untuk mengelola pro-blema yang muncul. Tentunya hal ini akan ber-dampak pada tidak kondusifnya iklim kerja di lingkungan madrasah

Berdasarkan uraian di atas maka Efikasi diri mempunyai pengaruh terhadap Iklim kerja, arti-nya semakin tinggi Efikasi diri maka Iklim kerja akan semakin baik.

Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Motivasi Berprestasi

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan. koefisien jalur (p31) = 0,536 dengan statistik uji-t diper oleh: thit = 3,642, p-value = 0,000 <0,05. Dengan demikian terdapat pengaruh langsung efikasi diri terhadap motivasi berprestasi sebesar 28,7% dengan koefsien jalur 0,536.

Santrock (2007) menjelaskan, efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang bisa mengua-sai situasi dan menghasilkan hasil positip. Hal ini memberikan pemahaman bahwa efikasi diri adalah penilaian yang berupa keyakinan kepala madrasah mengenai kemampuan dirinya da-lam melakukan tugas, mengatasi masalah, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan hasil tertentu.

Kepala madrasah dengan efikasi diri tinggi menyukai tantangan yang menunjukkan minat dan keterlibatannya dalam suatu aktivi-tas, meningkatkan usaha ketika suatu tindakan yang dilakukan gagal mencapai tujuan yang in-gin dicapai, mencari penyebab kegagalan, dan tidak mengalami kecemasan dalam melakukan pendekatan terhadap tugas yang mengancam. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingginya motivasi berprestasi kepala madrasah dimana dia akan mempunyai keinginan untuk sukses berani menghadapi kesulitan, berani mengambil risiko, dan tidak takut menghadapi kegagalan.

Sebaliknya kepala madrasah dengan efikasi diri yang rendah akan menghindari tugas yang dianggap sulit, tidak mau berusaha lebih keras dalam penyelesaian tugasnya dan mudah menye rah ketika menghadapi hambatan, serta memi-liki tingkat kecemasan yang tinggi, dan mudah mengalami stres. Sebagaimana yang dijelaskan Pervin, Cervone dan Jhon (2005) bahwa efikasi diri yang negatip akan buruk bagi kesehatan, ka-rena mereka tidak dapat mengelola kejadian yang mengancam dan mengalami stres yang hebat. Kondisi yang tidak kondusif ini akan berdampak pada menurunnya motivasi berprestasi kepala madrasah untuk melakukan tugasnya dengan optimal. Kepala madrasah tidak mempunyai dor-ongan untuk menjadi yang terbaik karena mu-dah mengalami stress.

Berdasarkan uraian di atas maka efikasi diri mempunyai pengaruh terhadap motivasi ber-prestas, artinya semakin tinggi efikasi diri maka motivasi berprestasi akan semakin tinggi.

Page 116: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

109Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Motivasi Berprestasi

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koe-fisien jalur (p32) = 0,337 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 2,271, p-value = 0,035< 0,05. Dengan demikian terdapat pengaruh langsung iklim kerja terhadap motivasi berprestasi sebesar 14,2% dengan koefisien jalur 0,337. Iklim posi-tif di madrasah akan terbangun bila terjalinnya hubungan yang harmonis antara Kepala Madra-sah dengan guru, guru dengan guru, guru de-ngan pegawai tata usaha, dan peserta didik serta dalam banyak hal terjadi kegotong royongan di antara mereka, segala persoalan yang ditimbul diselesaikan secara bersama-sama melalui mu-syawarah. Hal ini memberikan pengaruh nyata ter hadap motivasi berprestasi kepala sekolah.

Sedangkan iklim negatif menampakkan diri dalam bentuk-bentuk pergaulan yang kon-tradiktif, iri hati, beroposisi, masa bodoh, in-dividualistis, egois sehingga akan menurunkan produktivitas kerja kepala madrasah, guru dan karyawan. Iklim yang sudah tidak kondusif se-cara otomatis akan berdampak pada kurang nya-man kepala madrasah memimpin organisasi ma-drasah dan pada akhirnya kepala madrasah tidak termotivasi untuk melakukan tugas dengan hasil prestasi terbaik.

Berdasarkan uraian di atas maka iklim kerja mempunyai pengaruh terhadap motivasi berpretasi, artinya semakin baik Iklim kerja maka motivasi berprestasi akan semakin tinggi

Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kinerja Kepala Madrasah

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koe-fisien jalur (p41) = 0,413 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 2,363, p-value = 0,035< 0,05.. Dengan demikian berpengaruh langsung efikasi diri terha dap kinerja kepala madrasah sebesar 18,6% dengan koefisien jalur 0,413.

Dalam melakukan suatu kegiatan, ke-berhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Kinerja seseorang bisa saja tidak optimal bahkan

gagal meski memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai. Menurut Bandura (1986) efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemam-puannya untuk mengorganisasikan dan melaku-kan tindakan-tindakan yang, perlu dalam men-capai tingkat kinerja tertentu.

Dari pengertian di atas berarti efikasi diri me-nentukan besarnya usaha atau keuletan yang di-lakukan kepala madrasah dalam menghadapi tu-gas. Jika kepala madarsah mempunyai keyakin-an tidak mampu dalam menghadapi tugas, maka dia tidak mau melakukan usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas.

Sebaliknya jika kepala madrasah memiliki efi-kasi diri tinggi maka dia mempunyai keyakinan bahwa dia mampu melaksanakan tugasnya dan akan melakukan usaha yang lebih besar untuk menghadapinya, walaupun setelah menghadapi tugas tersebut dia gagal. Dengan adanya usaha yang lebih besar ini, maka kepala madrasah yang memiliki efikasi diri tinggi biasanya menampil-kan kinerja yang lebih baik, dibandingkan dengan mereka yang memiliki efikasi rendah rendah.

Berdasarkan uraian di atas maka efikasi diri berpengaruh langsung terha dap kinerja kepala sekola, artinya semakin tinggi efikasi diri maka kinerja akan semakin tinggu pula

Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kinerja Kepala Madrasah

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koe-fisien jalur (p42) = 0,347 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 2,367, p-value = 0,039< 0,05. Dengan demikian terdapat pengaruh langsung Iklim kerja terha dap Kinerja kepala madrasah sebesar12 % dengan koefisien jalur 0,347.

Dalam Iklim madrasah nampak adanya hubungan timbal balik antara faktor-faktor prib-adi, dan sosial antara pimpinan dengan bawa-han dalam lingkungan madrasah yang tercermin dari suasana interaksi yang harmonis dan kon-dusif antara Kepala Madrasah, guru, karyawan. Hubungan yang harmonis ini akan menciptakan hubungan dengan peserta didik sehingga tujuan pendidikan akan tercapai.

Page 117: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

110 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Hoy dan Miskel (2001) menyebutkan ada dua tipe iklim organisasi, yaitu iklim organisasi ter-buka dan iklim organisasi tertutup. Pada iklim organisasi terbuka, semangat kerja karyawan sa-ngat tinggi, karyawan yang meninggalkan pekerjaan seperti bolos, ijin, perasaan terpaksa untuk bekerja juga rendah. Iklim kerja seperti ini akan berdampak pada berjalannya roda or-ganisasi sehingga tujuan organisasi tercapai dan akan berdampak pada tingginya kinerja kepala madrasah

Sebaliknya, pada iklim organisasi yang ter-tutup, semangat kerja karyawan sangat rendah; karyawan yang meninggalkan pekerjaan tinggi; perasaan terpaksa untuk bekerja juga tinggi se-hingga roda organisasi kurang berjalan baik dan tentunya berpengaruh pada rendahnya kinerja kepala madrasah

Berdasarkan uraian di atas maka iklim kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja kepala madrasah, artinya semakin baik Iklim kerja maka kinerja kepala madrasah akan semakin tinggi.

Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan koefisien jalur (p43) = 0,634 dengan statistik uji-t diperoleh: thit = 7,077, p-value = 0,000< 0,05. Dengan demikian terdapat pengaruh langsung Motivasi berprestasi terha dap Kinerja kepala madrasah sebesar 40,2% dengan koefsien jalur 0,634

Kepala madrasah yang termotivasi maka kepala madrasah akan bekerja lebih giat me-nyukai tantangan, berani menghadapi kesulitan, sanggup untuk mengambil alih tanggungjawab dalam tugas, senang bekerja keras dan lain se-bagainya yang berkenaan dengan pekerjaan di laksanakan lebih baik. Faktor pemenuhan ke-butuhan merupakan faktor yang ada di dalam motivasi dan mempunyai peran dominan dalam kinerja kepala madrasah.

Faktor kebutuhan yang meliputi: kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan untuk hubungan de-ngan orang lain, dan kebutuhan berprestasi (Te-

ori McClelland) dari Koontz(1998) sangat berpe-ran terhadap kinerja kepala madrasah. Pengaruh yang di dapatkan menunjukkan suatu tingkatan keberhasilan kerja lebih tingi. Faktor keber-hasilan kerja tersebut yang merupakan suatu penilai-an kinerja seorang kepala madrasah. Sebagaimana yang dijelaskan (Robbins, 1997: 231) bahwa kinerja mengarah pada suatu upaya pencapaian prestasi kerja yang lebih baik

Dengan demikian motivasi berprestasi sebagai motif yang mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan dan untuk mencapai suatu nilai kesuksesan. Di mana nilai kesuksesan tersebut mengacu pada keberhasilan individu dan secara positif berpengaruh terhadap kinerja kepala madrasah

Berdasarkan uraian di atas maka Moti-vasi berprestasi berpengaruh langsung terha dap Kinerja kepala madrasah, artinya semakin tinggi Motivasi berprestasi maka Kinerja akan semakin tinggi.

PenutuP Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan perhitu-ngan statistik dalam penelitian ini diperoleh sim-pulan sebagai berikut:

a) Efikasi diri berpengaruh langsung ter-hadap Iklim kerja, b) Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap Motivasi berprestasi, c) Ik-lim kerja berpengaruh langsung terhadap mo-tivasi, d) Efikasi diri berpengaruh langsung ter-hadap Kinerja kepala madrasah, e) Iklim kerja berpengaruh langsung terhadap Kinerja kepala madrasah, f) Motivasi berprestasi berpengaruh langsung terhadap Kinerja kepala madrasah, g) Efikasi diri mempunyai pengaruh tidak lang-sung terhadap Motivasi berprestasi melalui Ik-lim kerja, h) Efikasi diri mempunyai pengaruh tidak langsung melalui Motivasi berprestasi terhadap Kinerja kepala madrasah, dan i) Ik-lim kerja mempunyai pengaruh tidak langsung melalui Motivasi berprestasi terhadap Kinerja kepala madrasah.

Page 118: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

111Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Secara umum variabel Efikasi diri, Iklim kerja, dan motivasi berprestasi mempunyai pe-ngaruh langsung terhadap Kinerja kepala madrasah. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel Motivasi berprestasi merupa-kan variabel yang paling dominan berpengaruh langsung terhadap Kinerja kepala madrasah. Dengan kata lain Kinerja kepala madrasah akan semakin tinggi jika di tingkatkan Motivasi ber-prestasi kepala madrasah.

Implikasi

Perbaikan Efikasi diri akan berdampak pada peningkatan Motivasi berprestasi kepala mad-rasah .

Perbaikan Efikasi diri akan berdampak pada peningkatan Iklim kerja kepala madrasah. Per-baikan Efikasi diri akan berdampak tidak lang-sung terhadap Kinerja kepala madrasah melalui Motivasi berprestasi.

Peningkatan Iklim kerja akan berdampak pada peningkatan terhadap Motivasi berpresta-si. Perbaikan Iklim kerja akan berdampak tidak langsung terhadap Kinerja kepala madrasah melalui Motivasi berprestasi.

Peningkatan Motivasi berprestasi akan ber-dampak pada Kinerja kepala madrasah.

daftar Pustaka

Bandura, Albert. 1986. Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitif The-ory. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall

Bandura, Albert. 1997. Self Efficacy The Exercise of control. New York: W.H. Freeman and Company

Chourmain, M.A.S. Imam. 2007. Metode Pene-litian dengan Analisis Jalur (Metode Path Analysis). Jakarta: t.p

Codoso, Faustino. 1995. Manajemen Sumber Daya Manuisa. Yogyakarta: Andi Ofset

Davis, Keith, John W. Newstrom.1985. Human Behavior at Work : Organizational Beha-vior. New York : McGraw-Hill

Depdiknas. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Ja-karta. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Gibson, James L, John M. Ivancevich and James H. Donnelly, Jr. 1985. Organization Beha-vior: Structure, Process. Texas: Business Publications Inc.

Harsey, Paul and Keneth Blancard. 1988. Man-agement of Organization Behavior. Singa-pore: Prentice Hall. Inc

Hugh, Arnold J and Daniel C. Felman. 1986. Or-ganizational Behavior. New York: Mc Graw Hill Book Company

Koontz, Harold, Cyril O’Donnel dan Heinz Weih-rich. 1998. Management. Singapore : Mc-Graw-Hill

Kusnendi. 2005. Analisis Jalur-Konsep dan Ap-likasi dengan program SPSS dan Lisrel 8. Bandung:UPI

Luthans, Fred. 1995.Organizational Behavior, New York : McGraw Hill International

Owens, R.E. 1991. Language Development: An Introduction. Colombus: O.H. Charles E. Merrill Publishing Company

Pervin, Lawrence A., Daniel Cervone dan Oliver P. Jhon. 2005. Personality: Theory and Re-search. New York: John Wiley & Sons, Inc

Purba, Sukarman. 2008. Kinerja pimpinan Ju-rusan di Perguruan Tingi: Teori konsep dan korelatnya. Yogyakarta: LaksBangPRESSin-do

Reeve, John Marshall. 1992. Understanding Mo-tivation And Emotion. Florida: Harcourt Holt Rinehart and Winston, Inc

Robbins, Stephen P. 1994, Organizational Be-havior. New Jersey: Prentice Hall

Santrock, Jhon W. 2007. Psikologi Pendidikan,

Page 119: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

112 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

terjemahan Tri Wibowo B.S. Jakarta: Ken-cana

Steers, Richard M and Lyman W. Porter. 1991. Motivation and Work Behavior. New York: MC Graw Hill, Inc

Steers, Richard M. 1995. Efektivitas Organisasi, terjemahan Magdalena Jamin, Jakarta : Er-langga

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pen-didikan Nasional

Wayne K Hoy., Cecil G. Miskel.2001. Education-al Administration : Theory, Research, and Practice, Singapore : McGraw-Hill

Winkel, WS.. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : PT. Gramedia.

Lampiran

Tabel.1. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap motivasi berprestasi

Coefficients(a)Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 99,163 10,871 6,927 ,000

Efikasi diri ,220 ,062 ,301 3,245 ,002

a Dependent Variable: Iklim kerja

Tabel.2. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap motivasi berprestasi Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 73,623 8,413 8,294 ,000

Efikasi diri ,257 ,094 ,536 3,642 ,000 a Dependent Variable: Motivasi berprestasi

Tabel.3. : Hasil pengujian pengaruh iklim kerja terhadap motivasi berprestasi Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients t Sig.

BStd.

Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 73,751 12,614 5,640 ,000

Iklim kerja ,163 ,083 ,337 2,271 ,035a Dependent Variable: Motivasi berprestasi

Tabel.4.: Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap kinerja kepala madrasah Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 86,783 8,054 12,566 ,000

Efikasi Diri ,134 ,045 ,413 2,363 ,035

a Dependent Variable: Kinerja Kep. Madrasah

Page 120: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Farida Hanun

113Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.1. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap motivasi berprestasi

Coefficients(a)Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 99,163 10,871 6,927 ,000

Efikasi diri ,220 ,062 ,301 3,245 ,002

a Dependent Variable: Iklim kerja

Tabel.2. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap motivasi berprestasi Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 73,623 8,413 8,294 ,000

Efikasi diri ,257 ,094 ,536 3,642 ,000 a Dependent Variable: Motivasi berprestasi

Tabel.3. : Hasil pengujian pengaruh iklim kerja terhadap motivasi berprestasi Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients t Sig.

BStd.

Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 73,751 12,614 5,640 ,000

Iklim kerja ,163 ,083 ,337 2,271 ,035a Dependent Variable: Motivasi berprestasi

Tabel.4.: Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap kinerja kepala madrasah Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 86,783 8,054 12,566 ,000

Efikasi Diri ,134 ,045 ,413 2,363 ,035

a Dependent Variable: Kinerja Kep. Madrasah

Tabel.5. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap kinerja Kepala madrasah

Coefficients(a)Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 83,526 10,600 6,475 ,000

Iklim kerja ,149 ,047 ,347 2,367 ,039

a Dependent Variable: Kinerja Kep. Madrasah

Tabel.6. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh motivasi berprestasi (X3) terhadap kinerja kepala madrasah

Coefficients(a)Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 35,026 8,821 4,663 ,000

Motivasi berprestasi ,756 ,075 ,634 7,077 ,000

a Dependent Variable: Kinerja Kep. Madrasah

Tabel.7. : Rangkuman Analisis Jalur Struktur 1 dan Struktur 2

Variabel EfekLangsung

Efek Tidak Langsung Total

X1 terhadap X2 0,3012=0,091 0 0,091X1 terhadap X3 0,5362=0,287 0,113 0,401

X2 terhadapX3

0,3772=0,142 0,000 0,142

X1 terhadapX4

0,4132=0,186 0,340 0,526

X2 terhadapX4

0,3472=0,120 0,239 0,359

X3 terhadapX4

0,6342=0,402 0 0,402

Page 121: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Kepala Madrasah(Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)

114 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.5. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh efikasi diri terhadap kinerja Kepala madrasah

Coefficients(a)Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 83,526 10,600 6,475 ,000

Iklim kerja ,149 ,047 ,347 2,367 ,039

a Dependent Variable: Kinerja Kep. Madrasah

Tabel.6. : Hasil pengujian pengaruh pengaruh motivasi berprestasi (X3) terhadap kinerja kepala madrasah

Coefficients(a)Model Unstandardized

Coefficients StandardizedCoefficients

t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 35,026 8,821 4,663 ,000

Motivasi berprestasi ,756 ,075 ,634 7,077 ,000

a Dependent Variable: Kinerja Kep. Madrasah

Tabel.7. : Rangkuman Analisis Jalur Struktur 1 dan Struktur 2

Variabel EfekLangsung

Efek Tidak Langsung Total

X1 terhadap X2 0,3012=0,091 0 0,091X1 terhadap X3 0,5362=0,287 0,113 0,401

X2 terhadapX3

0,3772=0,142 0,000 0,142

X1 terhadapX4

0,4132=0,186 0,340 0,526

X2 terhadapX4

0,3472=0,120 0,239 0,359

X3 terhadapX4

0,6342=0,402 0 0,402

Page 122: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

115Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

AbstrAk

Pengawas madrasah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berperan da-lam meningkatkan kualitas pendidikan. Pengawas dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan bukan hanya sebagai seorang supervisor pendidikan, namun merang-kap pula sebagai konselor, motivator agar tercipta suasana kondusif dalam proses belajar mengajar di madrasah. Oleh karena itu kompetensi kinerja pengawas dalam upaya peningkatan mutu madrasah sangatlah diperlukan. Penelitian ini mengguna-kan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan kinerja pengawas madrasah dalam: (1) perencanaan program kepengawasan, (2) pelaksanaan pro-gram kepengawasan, (3) evaluasi hasil pelaksanaan program kepengawasan dan (4) kendala pengawasan dalam melaksanakan tugas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kinerja pengawas madrasah di daerah sasaran penelitian dalam peren-canaan program kepengawasan tergolong dalam kategori baik dengan skor 85,68, (2) kinerja pengawas dalam pelaksanaan program kepengawasan tergolong dalam kategori baik dengan skor 76,25 , (3) kinerja pengawas dalam evaluasi hasil pelaksa-naan program kepengawasan tergolong dalam kategori baik dengan skor 85,42. Ki-nerja pengawas dalam pengawasan manajerial tergolong dalam kategori amat baik dengan skor 40,62, kinerja pengawas dalam pengembangan profesi tergolong da-lam kategori kurang dengan skor 56,25. Kinerja pengawas menurut persepsi kepala madrasah tergolong dalam kategori baik dengan skor 78,12 dan kinerja pengawas menurut persepsi guru tergolong dalam kategori baik dengan skor 77,08, (4) terda-pat beberapa kendala / permasalahan pengawas dalam melaksanakan tugas pokok seperti terlalu banyak beban kerja

Kata kunci: Kinerja, Pengawas, Madrasah

AbstrActMadrasah’s Supervisor is one of the education component that play role in increasing the quality of education. Supervisor in doing educational duties not only as educa-tional supervisor, but also being a concelor, motivator to create a conduciveatmo-sphere in learning process at school. Therefore, the competence performance of su-pervisor in order to increase the quality of school is really needed. This research use the qualitative approach in order to describe the performance of school supervisor in : (1) supervision planning program, (2) the implementation of supervision program, (3) evaluate the result of supervision program and (4) the supervision’s obstacle in implementing task. The result of this research shows that : (1) the school supervisor’s performance in the area as the research target in planning the supervision program classified to the category of “very good” with the score 96,42, (2) the supervisor’s per-formance in implementing thesupervision program classified to the category of “very good” with the score 90,00, (3) supervisor’s performance in evaluating the result of supervision program classified to the category good with the score 85,42. Supervisor’s performance according to the perception of the principal classified to the category good with the score 77,08 (4) there are some obstacles / supervisor’s problem in doing his/her primary task like too much burden of work.

Keyword : Performance, Supervisor, Madrasah.

yUstiANi Balai Penelitian dan Pengembangan

Agama SemarangJl. Untung Suropati Kav. 70

Bambankerep, Ngaliyan, SemarangTelp. 024-7601327 Fax. 024-7611386

Naskah diterima: 6 Februari 2013Naskah direvisi: 22Februari-3 Maret 2013

Naskah disetujui: 5 Maret 2013

KINERJA PENGAWAS MADRASAH DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

The Performance of Madrasah’s Supervisor In Daerah Istimewa

Yogyakarta Province

yUstiANi

Page 123: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

116 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Pendahuluan

Latar Belakang

Madrasah sebagai satuan pendidikan di ling-kungan kementerian agama memiliki karakter tersendiri. Ciri khas madrasah adalah pengem-bangan keislaman. Dengan ciri keislaman ini, madrasah telah lama mengembangkan dan melaksanakan program-program pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik potensi dan kebutuhan peserta didik.

Untuk mendapatkan madrasah yang berkuali tas, maka sumber daya manusia sangatlah pen-ting. Yang dimaksud dengan sumber daya manu-sia, terkandung aspek kompetensi, ketrampilan, kemampuan, sikap, perilaku, motivasi dan komit-men (Fattah, 2004: 13). Dalam bidang pendidi-kan, jenis sumber daya manusia berdasarkan tugas pokoknya terdiri atas beberapa jenis, yaitu tenaga teknis, tenaga administratif dan tenaga pe-nunjang. Selanjutnya dalam PP 38/1992 tentang tenaga kependidikan ditegaskan pengelompokan-nya menjadi 1) tenaga pendidik, 2) pengelola, 3) pengawas, 4) laboran, 5) teknisi sumber belajar, 6) peneliti dan 7) penguji dan pengawas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Peng-awas Sekolah/Madrasah, menetapkan kualifi-kasi pengawas dan standar kompetensi pengawas sekolah/madrasah. Pengawas sekolah merupa-kan salah satu komponen pendidikan yang ber-peran dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Para pengawas dalam melaksanakan tugas-tu-gas kependidikan dan pembelajaran di sekolah bukan hanya sebagai seorang supervisor pen-didikan, namun ia merangkap pula sebagai kon-selor, motivator agar tercipta suasana kondusif dalam proses belajar mengajar di sekolah. Maka kompetensi kinerja pengawas sekolah/madrasah dalam upaya peningkatan mutu madrasah, san-gatlah diperlukan.

Sejumlah instrumen pendukung kinerja pe-ngawas sudah tersedia, namun sejauh ini kegiat-an kepengawasan belum berjalan secara optimal (Setianingsih, 2007: 147) lebih lanjut dalam hasil

penelitiannya ditemukan bahwa tidak mudah mendorong peningkatan kinerja pengawas agar lebih optimal. Faktor penyebabnya cukup kom-plek, antara lain adalah karena persoalan rekrut-men, kualifikasi, kompetensi pengawas dan pe-ngawas adalah pegawai fungsional, bukan bagian dari organisasi struktural sekolah maupun lini di lingkungan Kemenag.

Adapun kinerja ialah hasil kerja dan kemaju-an yang telah dicapai seseorang dalam bidang tugasnya. Kinerja artinya sama dengan prestasi kerja atau disebut performance. Kinerja selalu merupakan tanda keberhasilan suatu organi-sasi atau orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut (Hikman, 1990: 487).

Berkenaan dengan kinerja pengawas, se-bagaimana dikutip oleh Setianingsih, (2003: 43-101) Djaelanimenyebutkan beberapa catatan tentang kondisi pengawas Pendidikan Agama Islam saat ini antara lain: (1) sebagian penga-was pendidikan agama kurang mendalami teknis kependidikan, (2) kurangnya frekuensi aktivitas pembinaan terhadap pengawas bila dibanding-kan dengan aktivitas pembinaan terhadap guru Pendidikan Agama Islam, (3) banyaknya sekolah yang kurang terawasi dengan baik akibat fasilitas pengalaman belum memadahi dan (4) pengawas dihadapkan pada persoalan membuat karya tulis untuk melengkapi persyaratan kenaikan pang-katnya dalam tugas-tugas administratif atau yang bersifat konseptual yang dirasakan memberatkan dan mengakibatkan kemampuan profesionalnya menjadi terabaikan.

Sebagaimana dikutip oleh Imam Siregar (2007: 132), berkenaan dengan kinerja peng-awas, kajian dari Tim Dirjen Bagais memperoleh temuan, bahwa: (1) pengawas jarang melaku-kan kunjungan, (2) guru dan kepala madrasah cenderung dianggap bawahan, (3) minimnya kemampuan teknis edukatif pendidikan dan (4) banyak pengawas yang tidak memiliki latar be-lakang ilmu pendidikan.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka di-perlukan suatu kajian penelitian berkenaan de

Page 124: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

117Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

ngan kinerja pengawas. Penelitian ini dilaksana-kan di tiga kota/kabupaten, yaitu Kota Yogyakar-ta, Kabupaten Sleman, Kab. Bantul Daerah Is-timewa Yogyakarta.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah di-uraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut.

Bagaimanakah kinerja pengawas dalam:

Perencanaan program kepengawasan1.

Pelaksanaan program kepengawasan2.

Evaluasi hasil pelaksanaan program kepenga-3. wasan

Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan 4. tugas

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrip-sikan kinerja pengawas madrasah, dalam:

Perencanaan program kepengawasan1.

Pelaksanaan program kepengawasan2.

Evaluasi hasil pelaksanaan program kepenga-3. wasan

Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan 4. tugas

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mem-berikan masukan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Agama sebagai bahan pertimba-ngan merumuskan kebijakan dalam pembinaan bagi pengawas madrasah Tsanawiyah dan mad-rasah Aliyah sehingga diharapkan berdampak ke-pada peningkatan kinerja pengawas.

Landasan

Peran Pengawas dalam Peningkatan Mutu Pen-didikan

Menurut Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengawas madrasah dan pengawas pendidikan agama Islam pada sekolah, pengawas madrasah adalah guru pegawai negeri

sipil yang diangkat dalam jabatan fungsional pe-ngawas satuan pendidikan yang tugas, tanggung jawab dan wewenangnya melakukan pengawasan akademik dan manajerial pada madrasah. Penga-was madrasah dimaksud, meliputi pengawas RA, MI, MTs, MA dan/atau MAK.

Pada peraturan tersebut ditetapkan me-ngenai tugas dan fungsi pengawas. Tugas penga-was adalah melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada madrasah. Sedangkan pe-ngawas madrasah mempunyai fungsi melaku-kan: (a) penyusunan program pengawasan di bidang akademik dan manajerial, (b) pembinaan dan pengembangan madrasah, (c) pembinaan, pembimbingan dan pengembangan potensi guru madrasah, (d) pemantauan penerapan standar nasional pendidikan, (e) penilaian hasil pelak-sanaan program pengawasan dan (f) pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan.

Pengertian Kinerja

Menurut Wirawan, (2009: 5) kinerja merupa-kan singkatan dari energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance. Isti-lah performance sering diindonesiakan sebagai performa. Kinerja adalah keluaran yang dihasil-kan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Kinerja pengawas madrasah antara lain ter-lihat pada hasil yang dicapai secara optimal dari tugas yang diperankan sebagai pengawas madra-sah. Dengan demikian kinerja pengawas madras-ah adalah keberhasilan atau kemampuan men-capai hasil yang terbaik dari seorang pengawas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya menurut ukuran yang berlaku atau ditetapkan untuk pelaksanaan tugas yang bersangkutan.

Program Kepengawasan, Pelaksanaan Program Kepengawasan dan Evaluasi

Penyusunan program kepengawasan adalah kegiatan yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan. Program merupakan sistem sedangkan sistem adalah satu kesatuan dari be-berapa bagian atau komponen program yang

Page 125: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

118 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

sa-ling kait-mengait dalam bekerjasama satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang su-dah ditetapkan dalam sistem (Arikunto: 2004). Setiap pengawas baik secara berkelompok mau-pun secara perorangan wajib menyusun rencana program pengawasan terdiri dari: (1) program ta-hunan, (2) program semester, (3) program renca-na kepengawasan akademik (RKA) dan rencana kepengawasan manajerial (KKM).

Pelaksanaan program kepengawasan me-liputi kegiatan melaksanakan pembinaan, pe-mantauan dan penilaian. Dalam kegiatan pelak-sanaan program tersebut berpedoman dengan in-strumen yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bersangkutan (Teropong Pais: 2011). Setelah pelaksanaan program kepenga-wasan, dilanjutkan dengan penyusunan laporan pelaksanaan program kepengawasan. Laporan ini lebih ditekankan kepada pencapaian tujuan dari setiap butir kegiatan pengawasan madrasah yang telah dilaksanakan pada madrasah binaan.

Berkenaan dengan evaluasi, Surachman dalam Suharsimi Arikunto (2004) memandang bahwa evaluasi adalah sebuah proses menemu-kan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapai-nya tujuan.

Metode Penelitian

Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah para pengawas MTs dan MA pada Madrasah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden dalam peneliti-an ini adalah 8 orang pengawas, 8 orang kepala madrasah dan 16 orang guru madrasah. Sasaran penelitian diambil secara purposif, yakni daerah yang relatif banyak pengawas pada tingkat SLTP/SLTA.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pene-litian jenis deskriptif kualitatif. Pendekatan ini menurut Moleong (2008: 6) bermaksud me-mahami fenomena apa yang dialami oleh subyek

penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan sebagainya, secara kolektif dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata atau bahasa, pada suatu konteks khusus yang dimi-nati. Dalam pendekatan tersebut mencakup di dalamnya standar, cara kerja atau prosedur ter-tentu dalam proses penelitian termasuk memiliki dan merumuskan masalah, menjaring data, serta menentukan unit analisis yang akan diteliti dan sebagainya (Aziz, 2007: 18).

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data di-lakukan dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu: Kuesioner, Wawancara, Pengamatan, Dokumentasi, Focus Discussion Group (FDG). Untuk memperoleh data yang lebih akurat digu-nakan teknik triangulasi data dengan memperhati kan situasi sosial (social situation) yang meliputi orang atau pelaku (actor), aktivitas (activity) dan tempat (place).

Analisis Data

Dalam menganalisis data, data dibagi men-jadi dua kategori, yaitu: (1) Data dari hasil wa-wancara, pengamatan dan FGD, (2) Data dari hasil kuesioner. Terhadap data jenis pertama di-lakukan analisis deskriptif dengan mengembang-kan kategori-kategori yang relevan dengan tujuan penelitian. Sedangkan terhadap jenis kedua di-lakukan analisis deskriptif dengan menggunakan prosentase.

hasil dan PeMbahasan

Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam deskripsi hasil penelitian dikemuka-kan temuan-temuan berkenaan dengan kinerja pengawas madrasah di Kota Yogyakarta, Ka-bupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Temuan dimaksud melipu-ti, (1) profil madrasah, (2) kinerja pengawas mad-rasah, (3) persepsi kepala madrasah terhadap kinerja pengawas dan (4) persepsi guru terhadap kinerja pengawas, (5) Kendala pengawas dalam melaksanakan tugas. Berikut ini dikemukakan tiap aspek dimaksud.

Page 126: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

119Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Profil Pengawas Madrasah

Pengawas madrasah memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan dan pe-ningkatan kualitas madrasah. Peran pengawas sangatlah strategis, karena fungsi pengawas adalah untuk mengontrol kualitas madrasah baik secara akademik maupun manajerial. Oleh kare-na itu sangat diperlukan personal pengawas yang berkualitas dan kompeten di dalam bidangnya.

Para pengawas yang menjadi sasaran pene-litian, keseluruhannya berjumlah 8 orang. Dari jumlah tersebut terdiri atas 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Ditinjau dari latar belakang pendidikan pengawas, 7 pengawas berpendidikan pasca sarjana (S2) dan 1 orang berpendidikan sarjana (S1). Keseluruhan pengawas telah ber-sertifikat sebagai pendidik.

Dilihat dari pengalaman kerja pengawas, da-pat dikemukakan bahwa 4 orang pernah menjadi guru, 2 orang pernah menjadi guru dan kepala madrasah, 1 orang pernah menjadi guru dan pejabat Kasi pada bidang Mapenda, dan 1 orang pernah menjadi guru dan menjabat sebagai Ka-subbag Humas Kanwil, Kasi Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Mapenda Kanwil, serta mantan Kasi Gara Haji pada Kanwil Kementerian Aga-ma.

Dilihat dari masa kerja sebagai pengawas, terdapat 6 orang dengan pengalaman masa kerja pengawas antara 1-5 tahun, 1 orang dengan masa kerja 9 tahun dan 1 orang dengan masa kerja 11 tahun.Dilihat dari usia pengawas, terdapat 4 orang berusia antara 43-49 tahun dan 4 orang berusia antara 50-59 tahun. Keseluruhan peng-awas tersebut telah memenuhi kualifikasi sebagai pengawas menurut PMA RI No. 2 Tahun 2012.

Kinerja Pengawas Menurut Tugas Pokok

Kinerja pengawas menurut tugas pokok, terdiri atas penyusunan program, pelaksanaan program, evaluasi hasil pelaksanaan program, supervisi manajerial dan pengembangan profesi. Berikut ini dikemukakan tentang tugas pokok pengawas dimaksud.

a). Penyusunan Program

Berkenaan dengan kinerja pengawas dalam penyusunan program, terdapat dua aspek penyu-sunan program yaitu penyusunan program pe-ngawasan dan penyusunan program pembim-bingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah. Dalam penyusunan program terdapat 7 indikator kinerja, meliputi: (1) memiliki pro-gram pengawasan dokumen (2) memiliki pro-gram pembinaan guru dan kepala madrasah (3) memiliki program pemantauan SNP (4) memiliki program pemantauan guru dan kepala madrasah (5) memiliki program semester (6) memiliki ren-cana pengawasan akademik (RPA) / rencana pe-ngawasan bimbingan konseling (RPBK) dan ren-cana pengawasan manajerial dan (7) menyusun program bimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah. Dalam melaksanakan pembuatan dan penyusunan program tersebut dibuktikan dengan kepemilikan dokumen pro-gram sebagaimana dikemukakan pada tabel.1.

Tabel 1. menunjukkan bahwa hampir seluruh indikator kinerja dalam penyusunan program yang dibuktikan dengan kepemilikan dokumen program mendapatkan skor tinggi, hanya satu indikator kinerja yakni kepemilikan program pembimbingan, pelatihan profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MPG dan KKS / MKKS memperoleh skor 56,25 dengan kategori kurang. Dalam penyusunan program pelatihan-pelatihan bagi kepada dan guru, diakui oleh pen-gawas masih kurang. Hal ini dikarenakan antara lain masih ada keterlibatan baik waktu maupun tenaga pelatih. Para pengawas sendiri masih sangat mengharapkan pelatihan-pelatihan dari pihak berwewenang untuk meningkatkan kom-petensinya.

b). Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program pengawasan dilihat dari tugas pokok pengawas meliputi (1) melaksanakan pembinaan guru dan kepala madrasah, (2) me-mantau pelaksanaan 8 SNP, (3) melaksanakan penilaian kinerja guru dan kepala madrasah, (4) membuat laporan tahunan pelaksanaan program, (5) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan

Page 127: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

120 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan sejenisnya, (6) melaksana-kan bimbingan dan pelatihan kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan madrasah, (7) mengevaluasi hasil pelaksanaan bimbingan dan pelatihan guru dan kepala madra-sah di KKG/MGMP/MGP dan sejenisnya, (8) membimbing pengawas muda/pengawas madya dalam melaksanakan tugas pokok (berlaku bagi pengawas madya/utama), (9) melaksanakan bimbingan dan latihan guru dan kepala madra-sah dalam penelitian tindakan kelas, (10) mem-buat laporan hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah.

Hasil kuesioner berkenaan dengan pelak-sanaan program kepengawasan kategori baik, dengan skor nilai 76,25. Lihat tabel.2.

Tabel.2 menunjukkan bahwa pelaksanaan program pengawasan pada aspek membuat lapor an tahunan pelaksanaan program mendapat skor tertinggi yakni 93,75 dengan kategori amat baik, sedangkan skor terendah yakni 50,00 pada aspek melaksanakan pembimbingan, pelatihan profe-sional guru dan kepala madrasah dalam pene-litian tindakan. Sebagian pengawas membuat laporan pelaksanaan program pengawasan de-ngan lengkap.

c). Evaluasi Hasil Pelaksanaan Program Peng-awasan

Evaluasi hasil pelaksanaan program penga-wasan yang dilakukan pengawas mencakup, (1) evaluasi hasil pelaksanaan program pembinaan guru dan kepala madrasah di madrasah binaan, evaluasi hasil pelaksanaan program pemantauan 8 Standar Nasional Pendidikan, (3) evaluasi hasil pelaksanaan program penilaian kinerja guru dan kepala madrasah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa evalua-si hasil pelaksanaan program pengawasan yang dilakukan pengawas tergolong baik dengan ni-lai rata-rata 85,42 sebagaimana disajikan dalam tabel.3.

d). Supervisi Manajerial

Supervisi manajerial yang dilaksanakan oleh pengawas dilihat dari tugas pokok meliputi (1) pemantauan kurikulum madrasah berdasarkan prinsip pengembangan kurikulum KTSP dan se-suai dengan standar isi, (2) pemantauan, penilai-an dan pembinaan agar pengelolaan pendidikan sesuai dengan Permendiknas Nomor 19/2007 tentang standar pengelolaan pendidikan dan ter-tib administrasi, (3) pemantauan, penilaian dan pembinaan agar pengelolaan pendidikan sesuai dengan Permendiknas Nomor 24/2007 tentang standar sarana prasarana dan (4) pemeriksaan dokumen. Lihat tabel. 4.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa super-visi manajerial yang dilakukan oleh pengawas tergolong dalam kategori baik, dengan rerata nilai 90,62. Dalam hal ini para pengawas selalu melakukan kunjungan madrasah untuk meman-tau, menilai dan memiliki laporan sesuai dengan instrumen yang telah ditetapkan oleh Kementeri-an Agama dan Dinas Pendidikan.

e). Pengembangan Profesi

Tugas pokok pengembangan profesi, terdiri atas dua aspek yaitu menemukan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan dan pengajaran, dengan indikator memiliki laporan karya tulis. Berkenaan dengan hal tersebut para responden pengawas mendapat skor 50 atau 4 orang res-ponden yang memiliki laporan karya tulis di atas.

Demikian pula dalam aspek melaksanakan kajian dan penelitian pendidikan dengan indika-tor memiliki laporan kegiatan penelitian para pengawas mendapat skor 62,5 atau sebanyak 5 orang responden yang memiliki laporan kegia-tan diuraikan sebagaimana dikemukakan dalam tabel.5.

Sebagian besar pengawas yang menjadi re-sponden belum menemukan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan. Demikian pula se-bagian pengawasan belum melakukan penelitian, seperti penelitian tindakan kelas atau penelitian

Page 128: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

121Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

tindakan madrasah. Hal ini disebabkan padatnya kegiatan supervisi dan masih kurangnya kom-petensi di bidang penelitian dan pengembangan para pengawas.

Persepsi Kinerja Pengawas Menurut Kepala Madrasah

Peran pengawas madrasah sangatlah penting dalam pengembangan madrasah mulai peman-tauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut pengawasan yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Berikut dikemu-kakan persepsi kinerja pengawas menurut kepala madrasah sebagaimana dalam tabel.6. Berdasar-kan tabel tersebut dapat dideskripsikan bahwa persepsi kepala madrasah terhadap kinerja pe-ngawas memperoleh nilai rerata 78,12 dengan kategori baik.

Nilai tertinggi yakni 29 dengan rerata 90,63 adalah kinerja pengawas berkenaan dengan melaksanakan pembinaan madrasah dalam per-siapan akreditasi. Menurut beberapa pengawas, berkaitan dengan akreditasi madrasah, nama baik dari pengawas bersangkutan dipertaruhkan. Bila nilai akreditasi madrasah binaan berhasil bagus, tinggi maka nama baik pengawas akan terangkat atau baik. Nilai terendah yakni 22 de-ngan rerata 68,75 adalah kinerja pengawas ber-kenaan dengan melaksanakan pembinaan dalam penelitian tindakan madrasah. Berkaitan dengan ini, beberapa pengawas mengemukakan bahwa pengawas belum maksimal melaksanakan pem-bimbingan dalam penelitian tindakan madrasah, dikarenakan antara lain pengawas sendiri belum melaksanakan penelitian dan kurangnya kompe-tensi penelitian dan pengembangan para peng-awas.

Persepsi Guru Terhadap Kinerja Pengawas Madrasah

Guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan pro-ses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan kepada peserta didik. Dengan demikian bimbingan dari pengawas sangat diperlukan.

Berikut ini dikemukakan persepsi guru ter-hadap kinerja pengawas dalam melakukan tugas kepengawasan akademik pada guru-guru madra-sah binaan di daerah sasaran penelitian. Lihat tabel.7.

Persepsi guru terhadap kinerja pengawas, secara umum dapat dikatakan baik atau dalam kategori baik dengan nilai 77,08. Bila dilihat lebih rinci, perolehan nilai tertinggi adalah 53 dengan rerata 82,81, yaitu persepsi guru terha-dap kinerja pengawas berkenaan dengan melak-sanakan pembimbingan terhadap guru dalam penyusunan RPP dan kinerja berkenaan dengan melaksanakan penilaian kinerja guru. Sedang-kan perolehan nilai terendah adalah skor 44 dengan rerata 68,75 yakni persepsi guru terha-dap kinerja pengawas berkenaan dengan melak-sanakan bimbingan terhadap guru dalam menyu sun program pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler.

Persepsi guru terhadap kinerja pengawas berkenaan dengan melaksanakan pembimbingan dalam menyusun RPP mendapatkan skor ter-tinggi. Dalam hal ini beberapa guru mengemu-kakan bahwa pengawas secara rutin selalu mem-berikan bimbingan menyusun perangkat pembe-lajaran, terutama menyusun RPP, baik dengan bimbingan kelompok maupun individu.

Persepsi guru terhadap kinerja pengawas berkenaan dengan melaksanakan penilaian ki-nerja guru, para guru memberikan skor tertinggi, pula yaitu 53 dengan rerata 82,81. Seluruh guru di madrasah binaan dinilai kinerja mereka. Ada-pun yang dinilai antara lain (1) sikap profesional guru, (2) perencanaan Kegiatan Belajar Menga-jar, (3) kegiatan pembelajaran siswa, (4) penilai-an aspek kepribadian dan sebagainya.

Berkenaan dengan kinerja pengawas yakni melaksanakan bimbingan terhadap guru dalam menyusun program pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler, para guru mem-berikan persepsi dengan skor 44 dengan rerata 68,75, yakni merupakan nilai terendah. Namun pengawas rutin memantau atau monitoring kegiat an ekstrakulikuler, seperti memantau kegiatan

Page 129: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

122 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Idul Adha, kegiatan pesantren kilat, kegiatan Ra-madan, kegiatan MTQ dan sebagainya.

Kendala dalam Melakukan Tugas

Dalam melaksanakan tugasnya, terdapat permasalahan atau kendala yang dirasakan oleh para pengawas di daerah sasaran penelitian. Para pengawas mengemukakan permasalahan-per-masalahan atau kendala antara lain adalah se-bagai berikut:

Terlalu banyak beban kerja seorang pengawas, 1. sebagai contoh seorang pengawas harus mem-bina puluhan madrasah beserta guru-guru mata pelajaran umum dan agama serta mem-bina ratusan guru PAI di sekolah umum.

Masih minimnya fasilitas untuk melaksana-2. kan tugasnya.

Tidak semua guru madrasah memberikan res-3. pon positif terhadap kegiatan pembinaan dari pengawas.

Pengawas telah membuat jadwal kesepakatan 4. kunjungan madrasah namun madrasah ber-sangkutan menyelenggarakan kegiatan tanpa memberi informasi terlebih dahulu.

Minimnya kegiatan pelatihan untuk mening-5. katkan kompetensi pengawas.

Pembahasan

Penyusunan program adalah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan kepengawasan. Dalam kepemilikan dokumen program pengawasan do-kumen pengawas mendapatkan skor 85,60 de-ngan kategori baik.

Penyusunan program kepengawasan adalah kegiatan yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan. Program merupakan sistem, sedangkan sistem adalah satu kesatuan dari be-berapa bagian atau komponen program yang saling kait mengkait dan bekerja sama satu den-gan lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam sistem (Arikunto: 2004).

Pelaksanaan program merupakan kegiatan selanjutnya sekolah kegiatan penyusunan pro-gram. Para pengawas di daerah sasaran penelitian

melaksanakan program kepengawasan dibukti-kan dengan kepemilikan dokumen pelaksanaan program kepengawasan dengan skor 76,50. Pelaksanaan kepengawasan yang dilakukan, meliputi kepengawasan akademik dan kepeng-awasan manajerial. Kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dalam kepengawasan akademik antara lain adalah membina guru dan kepala ma-drasah, memantau pelaksanaan delapan SNP dan sebagainya. Pengawas akademik, menurut Su-harsimi Arikunto (2008: 384) adalah upaya un-tuk meningkatkan keterampilan dan profesional guru dalam mengajar. Sedangkan kepengawasan ma-najerial merupakan fungsi supervisi yang ber kenaan dengan aspek pengelolaan madrasah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas madrasah.

Dalam kepengawasan manajerial, kegiat-an yang dilakukan pengawas di daerah sasaran penelitian, antara lain meliputi memantau dan membina agar pengelolaan pendidikan sesuai dengan standar pengelolaan pendidikan dan tertib administrasi, serta sesuai dengan standar sarana prasarana. Memantau, mengembangkan perpustakaan, laboratorium dan sumber be-lajar dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Hamrin, bahwa pengawasan manajerial menitikberatkan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi madrasah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) ter-laksananya pembelajaran (Hamrin; 2011).

Surachman dalam Suharsimi Arikunto (2004) memandang evaluasi sebuah proses menemukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tu-juan.

Evaluasi diterapkan pula pada pengawasan akademik dan pengawasan manajerial oleh pe-ngawas di daerah sasaran penelitian, dibuktikan dengan kepemilikan dokumen laporan evaluasi pelaksanaan program dengan skor 85,42. Hal ini dapat diartikan bahwa hasil yang telah dicapai pada kegiatan pengawasan akademik dan ma-najerial tergolong baik.

Berkenaan dengan kinerja pengawas menu-

Page 130: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

123Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

rut persepsi kepala madrasah, kepala madrasah memberikan skor 78,125 dengan kategori baik secara keseluruhan. Apabila dirinci, maka ki-nerja pengawas berkaitan dengan melaksana-kan pembinaan madrasah dalam persiapan akreditasi, mendapatkan skor 29, dengan rerata 90,63 yaitu merupakan nilai kinerja tertinggi. Sedangkan skor terendah adalah 22 dengan rerata 68,75 yakni kinerja pengawas berkaitan dengan melaksanakan pembimbingan dalam penelitian tindakan madrasah. Dalam bidang ini kompetensi pengawas masih perlu ditingkatkan sehingga para pengawas dapat memotivasi dan mampu membimbing guru dan kepala madra-sah yang baik.

Berkenaan dengan Kinerja pengawas menu-rut persepsi guru, para guru memberikan nilai 77,08 dengan kategori baik. Apabila dirinci maka kinerja pengawas berkaitan dengan melaksana-kan penilaian kinerja guru dan melaksanakan pembimbingan terhadap guru dalam menyu-sun rencana pelaksanaan pembelajaran, men-dapatkan skor masing-masing 53 dengan rerata 82,81.

PenutuP

Simpulan

Dari penelitian tentang kinerja pengawas madrasah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sle-man dan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Kinerja pengawas dalam perencanaan pro-1. gram kepengawasan di Kota Yogyakarta, Ka-bupaten Sleman dan Kabupaten Bantul secara rata-rata tergolong dalam kategori amat baik, dibuktikan dengan pemilikan dokumen pe-nyusunan program, dengan skor 96,42.

Kinerja pengawas dalam pelaksanaan program 2. kepengawasan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul secara rata-rata tergolong dalam kategori baik, dibuktikan dengan kepemilikan dokumen laporan pelak-sanaan program dengan skor 90,00.

Kinerja pengawas dalam evaluasi pelaksanaan 3. program pengawasan di Kota Yogyakarta, Ka-bupaten Sleman dan Kabupaten Bantul secara rata-rata tergolong dalam kategori amat baik, dibuktikan dengan kepemilikan dokumen evaluasi hasil pelaksanaan program peng-awasan, dengan skor 87,50. Kinerja pengawas menurut persepsi kepala madrasah menunjuk kan kategori baik dengan skor rerata 78,12. Se-dangkan kinerja pengawas menurut persepsi guru menunjukkan kategori baik pula dengan skor rerata 77,08.

Terdapat beberapa kendala/permasalahan 4. pengawas dalam melaksanakan tugas pokok, seperti terlalu banyak beban kerja, kurangnya pelatihan-pelatihan bagi pengawas dan mi-nimnya sarana prasarana untuk melaksana-kan tugas.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka di-rekomendasikan hal sebagai berikut:

1. Bagi Pengawas

Agar meningkatkan frekuensi dalam pem-bimbingan kepada guru dan kepala madrasah berkenaan dengan pelaksanaan kajian dan pene-litian tindakan kelas atau penelitian tindakan madrasah.

2. Untuk Kementerian Agama

a. Program pembinaan seperti pelatihan, work-shop yang diselenggarakan bagi pengawas rela-tif lebih sedikit dibandingkan pembinaan yang diselenggarakan bagi para guru. Oleh karena itu dimohon kepada kementerian agama mem-berikan pelatihan-pelatihan, workshop lebih sering kepada pengawas untuk meningkatkan kompetensi kepengawasan mereka sehingga kinerja mereka lebih meningkat.

b. Jumlah pengawas di Kota Yogyakarta, Ka-bupaten Sleman dan Kabupaten Bantul sangat terbatas, dibandingkan dengan jumlah ma-drasah-madrasah dan sekolah-sekolah yang menjadi binaan pengawas. Oleh sebab itu Ke-Menterian Agama dimohon untuk menambah

Page 131: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

124 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

jumlah pengawas dengan mengangkat tenaga pengawas.

c. Fasilitas untuk melaksanakan tugas pokok pengawasan sangat terbatas, dimohon kepada Kementerian Agama untuk meningkatkan fa-silitas dimaksud.

daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi, 2008, Manajemen Pen-didikan, Yogyakarta: Aditya Media Beker-jasama dengan FIP Universitas Negeri Yo-gyakarta.

BunginBurhan, 2007, Focus Group Discussion untuk Analisis Data Kualitatif dalam Anali-sis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Fatah Nanang, 2004, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hamrin HS, 2011, Sukses Menjadi Pengawas Se-kolah, Yogyakarta: Penerbit.

Iman, Siregar, 2007, Supervisi dalam Pembe-lajaran di Madrasah dalam Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keaga-maan, Jakarta: Puslitbang Agama dan Keag-amaan, Badan Litbang dan Diklat Departe-men Agama.

Kementerian Agama, Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 2012.

Moleong, Lexy, 2008, Metode Penelitian Kuali-tatif, Edisi Revisi, Bandung: Rosdakarya.

Mulyasa, 2003, Menjadi Kepala Sekolah Profe-sional dalam Konteks Mensukseskan MBS dan KBK, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Neni, Setianingsih, 2007, Efektivitas Pokjawas dalam Kinerja Pengawas Pendais dalam Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Ag-ama dan Keagamaan, Jakarta: Puslitbang Pendidikan agama dan Keagamaan.

Sofyan A, et.al, 2005, Supervisor dan Evaluasi, Jakarta: Departemen Agama.

Wirawan, 2009, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Teori, Aplikasi dan Penelitian, Bandung: Penerbit Salemba Empat.

Page 132: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

125Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Lampiran

Tabel.1. : Kinerja Pengawas dalam Penyusunan Program

No Tugas Pokok Indikator Kinerja Skor Kategori1 Menyusun program

pengawasan 1.1 Memiliki program pengawasan

tahunan 93,75 Amat baik

1.2 Memiliki program pembinaan guru dan kepala madrasah

87,50 Baik

1.3 Memiliki program pemantauan delapan SNP

87,50 Baik

1.4 Memiliki program penilaian kinerjaguru dan kepala madrasah

87,25 Baik

1.5 Memiliki program semester 93,75 Amat baik1.6 Memiliki Rencana Pengawasan

Akademik (RPA)/Rencana Pengawasan Bimbingan Konseling (RPBK) dan Rencana Pengawasan Manajerian (RPM)

93,75 Amat baik

2 Menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

Memiliki program pembimbingan danpelatihan guru profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

56,25 Kurang

TOTAL 85,68 Baik

Tabel.2. : Kinerja Pengawas dalam Pelaksanaan Program

No Tugas Pokok Indikator Kinerja Skor Kategori1 Melaksanakan pembinaan

guru dan kepala madrasah 1.1 Memiliki laporan pelaksanaan

program pembinaan guru dan kepala madrasah

1.2 Memiliki instrumen kepengawasan

81,25 Baik

2 Memantau pelaksanaandelapan SNP

Memiliki laporan pemantauan pelaksanaan delapan SNP

81,25 Baik

3 Melaksanakan penilaian kinerja guru dan kepala madrasah

Memiliki laporan pelaksanaan program penilaian kinerja guru dan kepala madrasah

81,25 Baik

4 Membuat laporan tahunanpelaksanaan program

Memiliki laporan tahunanpelaksanaan program

93,75 Amat baik

5 Melaksanakanpembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

Memiliki laporan pelaksanaan program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

81,25 Baik

6 Melaksanakanpembimbingan dan pelatihan kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan madrasah

Memiliki laporan pelaksanaan program membimbing dan melatih kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan madrasah

87,50 Baik

7 Mengevaluasi hasil pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan guru dan kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

Memiliki laporan evaluasi hasil pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan guru di KKG/MGMP/MGP dan kepala madrasah di KKKS/MKKS dan sejenisnya

84,50 Baik

8 Membimbing pengawasmuda dan/pengawas madya dalam melaksanakan tugas pokok (berlaku bagi pengawas/madya/utama)

Memiliki laporan pelaksanaan program pembimbingan pengawas madrasah muda dan pengawas madrasah madya dalam melaksanakan tugas pokok

56,25 Kurang

9 Melaksanakanpembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah dalam penelitian tindakan

Memiliki laporan pelaksanaan program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah dalam penelitian tindakan

50,00 Kurang

10 Membuat laporan hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah

Memiliki laporan hasilpembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah

68,25 Sedang

TOTAL 76,25 Baik

Page 133: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

126 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.2. : Kinerja Pengawas dalam Pelaksanaan Program

No Tugas Pokok Indikator Kinerja Skor Kategori1 Melaksanakan pembinaan

guru dan kepala madrasah 1.1 Memiliki laporan pelaksanaan

program pembinaan guru dan kepala madrasah

1.2 Memiliki instrumen kepengawasan

81,25 Baik

2 Memantau pelaksanaandelapan SNP

Memiliki laporan pemantauan pelaksanaan delapan SNP

81,25 Baik

3 Melaksanakan penilaian kinerja guru dan kepala madrasah

Memiliki laporan pelaksanaan program penilaian kinerja guru dan kepala madrasah

81,25 Baik

4 Membuat laporan tahunanpelaksanaan program

Memiliki laporan tahunanpelaksanaan program

93,75 Amat baik

5 Melaksanakanpembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

Memiliki laporan pelaksanaan program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

81,25 Baik

6 Melaksanakanpembimbingan dan pelatihan kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan madrasah

Memiliki laporan pelaksanaan program membimbing dan melatih kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan madrasah

87,50 Baik

7 Mengevaluasi hasil pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan guru dan kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan KKKS/MKKS dan sejenisnya

Memiliki laporan evaluasi hasil pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan guru di KKG/MGMP/MGP dan kepala madrasah di KKKS/MKKS dan sejenisnya

84,50 Baik

8 Membimbing pengawasmuda dan/pengawas madya dalam melaksanakan tugas pokok (berlaku bagi pengawas/madya/utama)

Memiliki laporan pelaksanaan program pembimbingan pengawas madrasah muda dan pengawas madrasah madya dalam melaksanakan tugas pokok

56,25 Kurang

9 Melaksanakanpembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah dalam penelitian tindakan

Memiliki laporan pelaksanaan program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah dalam penelitian tindakan

50,00 Kurang

10 Membuat laporan hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah

Memiliki laporan hasilpembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala madrasah

68,25 Sedang

TOTAL 76,25 Baik

Page 134: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

127Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.3. : Kinerja Pengawas dalam Evaluasi Hasil Pelaksanaan Program Pengawasan

No Tugas Pokok Indikator Kinerja Skor Kategori 1 Melaksanakan evaluasi hasil

pelaksanaan program pengawasan pada madrasah binaan

1.1 Memiliki laporan evaluasi hasil pelaksanaan program pembinaan guru dan kepala sekolah di madrasah binaan

87,50 Baik

1.2 Memiliki laporan evaluasi hasil pelaksanaan program pemantauan delapan SNP

87,50 Baik

1.3 Memiliki laporan evaluasi hasil pelaksanaan program penilaian kinerja guru dan kepala madrasah

81,25 Baik

TOTAL 85,42 Baik

Tabel.4. : Supervisi Manajerial

No Tugas Pokok Indikator Kinerja Skor Kategori1 Melakukan kunjungan

ke madrasah1.1 Memiliki laporan

pemantauan kurikulum madrasah berdasarkan prinsip pengembangan kurikulum KTSP, dan sesuai dengan standar isi

93,75 Amat baik

1.2 Memiliki laporanpemantauan, penilaian, dan pembinaan agar pengelolaan pendidikan sesuai dengan Permendiknasno. 19/2007 tentang standar pengelolaan pendidikan dan tertib administrasi

93,75 Amat baik

1.3 Memiliki laporanpemantauan, penilaian, dan pembinaan agar pengelolaan pendidikan sesuai dengan Permendiknas no. 24/2007 tentang standar sarana prasarana

87,50 Baik

2 Memeriksa dokumen seperti RPP, bahan ajar, media pembelajaran

Memiliki laporan pemeriksaan dokumen

87,50 Baik

TOTAL 90,00 Baik

Page 135: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

128 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.5. : Pengembangan Profesi

No Tugas Pokok Indikator Kinerja Skor Kategori1 Menemukan teknologi tepat

guna dalam bidang pendidikan dan pengajaran

Memiliki laporan karya tulis 50,60 Kurang

2 Melaksanakan kajian dan penelitian pendidikan

Memiliki laporan kegiatan penelitian

62,50 Sedang

TOTAL 56,25 Kurang

Tabel.6. : Persepsi Kinerja Pengawas menurut Kepala Madrasah

No Indikator Kinerja Skor Penilaian Skor Rerata1 2 3 4

1 Melaksanakan pembinaan kepadakepala madrasah

0(0)

2(4)

2(6)

4(16)

26 81,25

2 Memantau pelaksanaan delapan SNP 0(0)

3(6)

2(6)

3(12)

24 75,00

3 Melaksanakan penilaian kinerja kepala madrasah dan sejenisnya

0(0)

1(2)

3(9)

3(12)

23 71,88

4 Melaksanakan pembimbingan kepalamadrasah di KKG/MGMP/MGP dan atau KKKS/MKKS dan sejenisnya

0(0)

2(4)

5(15)

1(4)

23 71,88

5 Melaksanakan pembimbingan danpelatihan kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi kepemimpinan sekolah.

0(0)

2(4)

4(12)

2(8)

24 75,00

6 Memantau kurikulum madrasah disusun berdasarkan prinsip pengembangan kurikulum KTSP dan sesuai dengan standar isi.

0(0)

1(2)

2(6)

4(16)

24 75,00

7 Melaksanakan pemantauan UN dan US

0(0)

1(2)

2(6)

5(20)

28 87,50

8 Memantau PSB dan kegiatanekstrakurikuler

0(0)

2(4)

3(9)

3(12)

25 78,13

9 Menilai kinerja kepala madrasah / guru dan tenaga pendidik lainnya.

0(0)

1(2)

4(12)

3(12)

26 81,25

10 Melaksanakan pembinaan madrasah dalam persiapan akreditasi

0(0)

0(0)

3(9)

5(20)

29 90,36

11 Menerapkan berbagai inovasipendidikan dan pembelajaran

0(0)

2(4)

3(9)

3(12)

25 78,13

12 Melaksanakan pemantauanpenyelenggaraan administrasi madrasah

0(0)

1(2)

5(15)

2(8)

25 78,13

13 Memantau, menilai dan membinaagar pengelolaan pendidikan memenuhi tuntutan Permendiknas No. 19/2007 tentang standar pengelolaan pendidikan dan tertib administrasi.

0(0)

0(0)

6(18)

2(8)

26 81,25

14 Memantau, menilai dan membinaagar pengelola pendidikan memenuhi tuntutan Permendiknas No. 24/20078 tentang standar sarana prasarana

0(0)

0(0)

5(15)

3(12)

27 83,38

15 Melaksanakan pembimbingan dalampenelitian tindakan madrasah

0(0)

3(6)

4(12)

1(4)

22 68,75

16 Melaksanakan pembinaan terhadapkepala madrasah dalam perencanaan pengembangan madrasah 16.1 Membimbing dalam merumuskan

visi madrasah16.2 Membimbing dalam

merumuskan misi madrasah

0(0)

2(4)

5(15)

1(4)

23 71,88

Jumlah 1 45 147 180 400 78,125 Total Skor yang diperoleh 1 + 45 + 147 + 180 = 400 Skor Maksimal 16 x 4 x 8 = 512 Perolehan Skor (400 / 512) x 100 = 78,125 (Kategori baik)

Page 136: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Yustiani

129Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.6. : Persepsi Kinerja Pengawas menurut Kepala Madrasah

No Indikator Kinerja Skor Penilaian Skor Rerata1 2 3 4

1 Melaksanakan pembinaan kepadakepala madrasah

0(0)

2(4)

2(6)

4(16)

26 81,25

2 Memantau pelaksanaan delapan SNP 0(0)

3(6)

2(6)

3(12)

24 75,00

3 Melaksanakan penilaian kinerja kepala madrasah dan sejenisnya

0(0)

1(2)

3(9)

3(12)

23 71,88

4 Melaksanakan pembimbingan kepalamadrasah di KKG/MGMP/MGP dan atau KKKS/MKKS dan sejenisnya

0(0)

2(4)

5(15)

1(4)

23 71,88

5 Melaksanakan pembimbingan danpelatihan kepala madrasah dalam menyusun program madrasah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi kepemimpinan sekolah.

0(0)

2(4)

4(12)

2(8)

24 75,00

6 Memantau kurikulum madrasah disusun berdasarkan prinsip pengembangan kurikulum KTSP dan sesuai dengan standar isi.

0(0)

1(2)

2(6)

4(16)

24 75,00

7 Melaksanakan pemantauan UN dan US

0(0)

1(2)

2(6)

5(20)

28 87,50

8 Memantau PSB dan kegiatanekstrakurikuler

0(0)

2(4)

3(9)

3(12)

25 78,13

9 Menilai kinerja kepala madrasah / guru dan tenaga pendidik lainnya.

0(0)

1(2)

4(12)

3(12)

26 81,25

10 Melaksanakan pembinaan madrasah dalam persiapan akreditasi

0(0)

0(0)

3(9)

5(20)

29 90,36

11 Menerapkan berbagai inovasipendidikan dan pembelajaran

0(0)

2(4)

3(9)

3(12)

25 78,13

12 Melaksanakan pemantauanpenyelenggaraan administrasi madrasah

0(0)

1(2)

5(15)

2(8)

25 78,13

13 Memantau, menilai dan membinaagar pengelolaan pendidikan memenuhi tuntutan Permendiknas No. 19/2007 tentang standar pengelolaan pendidikan dan tertib administrasi.

0(0)

0(0)

6(18)

2(8)

26 81,25

14 Memantau, menilai dan membinaagar pengelola pendidikan memenuhi tuntutan Permendiknas No. 24/20078 tentang standar sarana prasarana

0(0)

0(0)

5(15)

3(12)

27 83,38

15 Melaksanakan pembimbingan dalampenelitian tindakan madrasah

0(0)

3(6)

4(12)

1(4)

22 68,75

16 Melaksanakan pembinaan terhadapkepala madrasah dalam perencanaan pengembangan madrasah 16.1 Membimbing dalam merumuskan

visi madrasah16.2 Membimbing dalam

merumuskan misi madrasah

0(0)

2(4)

5(15)

1(4)

23 71,88

Jumlah 1 45 147 180 400 78,125 Total Skor yang diperoleh 1 + 45 + 147 + 180 = 400 Skor Maksimal 16 x 4 x 8 = 512 Perolehan Skor (400 / 512) x 100 = 78,125 (Kategori baik)

Tabel.7. : Persepsi Guru terhadap Kinerja Pengawas Madrasah

No Indikator Kinerja Skor Penilaian Skor Rerata1 2 3 4

1 Melaksanakan pembimbingan terhadap guru dalam menyusun silabus

0(0)

5(10)

4(12)

7(28)

50 78,13

2 Melaksanakan pembimbingan terhadap guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

0(0)

3(6)

5(15)

8(32)

53 82,81

3 Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan guru dan di KKG/MGMP

0(0)

6(12)

4(12)

6(24)

48 75,00

4 Melaksanakan penilaian kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran

0(0)

4(8)

5(15)

7(28)

51 79,69

5 Mengevaluasi hasil pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan guru dan pembimbingan di KKG/MGMP

0(0)

5(10)

5(15)

6(24)

49 76,56

6 Melaksanakan penilaian pelaksanaan program BK/Pengembangan diri

0(0)

3(6)

7(21)

6(24)

51 79,69

7 Melaksanakan penilaian kinerja guru dan tenaga pendidik lainnya

0(0)

3(6)

5(15)

8(32)

53 82,81

8 Melaksanakan bimbingan terhadap guru dalam menyusun program pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler

0(0)

7(14)

6(18)

3(12)

44 68,75

9 Melaksanakan pembimbingan dan pendidikan pelatihan guru dalam penelitian tindakan kelas

0(0)

9(18)

1(3)

6(24)

45 70,31

Jumlah 0 90 126 228 444 77,08 Total Skor yang diperoleh 0 + 90 + 126 + 228 = 444 Skor Maksimal 9 x 4 x 16 = 576 Perolehan Skor (444 / 576) x 100 = 77,08 (Kategori baik)

Page 137: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

Kinerja Pengawas Madrasah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

130 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Tabel.7. : Persepsi Guru terhadap Kinerja Pengawas Madrasah

No Indikator Kinerja Skor Penilaian Skor Rerata1 2 3 4

1 Melaksanakan pembimbingan terhadap guru dalam menyusun silabus

0(0)

5(10)

4(12)

7(28)

50 78,13

2 Melaksanakan pembimbingan terhadap guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

0(0)

3(6)

5(15)

8(32)

53 82,81

3 Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan guru dan di KKG/MGMP

0(0)

6(12)

4(12)

6(24)

48 75,00

4 Melaksanakan penilaian kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran

0(0)

4(8)

5(15)

7(28)

51 79,69

5 Mengevaluasi hasil pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan guru dan pembimbingan di KKG/MGMP

0(0)

5(10)

5(15)

6(24)

49 76,56

6 Melaksanakan penilaian pelaksanaan program BK/Pengembangan diri

0(0)

3(6)

7(21)

6(24)

51 79,69

7 Melaksanakan penilaian kinerja guru dan tenaga pendidik lainnya

0(0)

3(6)

5(15)

8(32)

53 82,81

8 Melaksanakan bimbingan terhadap guru dalam menyusun program pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler

0(0)

7(14)

6(18)

3(12)

44 68,75

9 Melaksanakan pembimbingan dan pendidikan pelatihan guru dalam penelitian tindakan kelas

0(0)

9(18)

1(3)

6(24)

45 70,31

Jumlah 0 90 126 228 444 77,08 Total Skor yang diperoleh 0 + 90 + 126 + 228 = 444 Skor Maksimal 9 x 4 x 16 = 576 Perolehan Skor (444 / 576) x 100 = 77,08 (Kategori baik)

Page 138: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

131Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012

Kata-kata kunci yang dicatumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak/sari ini boleh di kopi tanpa izin dan biaya

ISSN: 1410 – 4350Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI/08/2012

Terbit : Juni 2013

DDC 297.63Sulaiman (Balai Litbang Agama Semarang)Islam aboge: PelestarIan nIlaI-nIlaI lama dI tengah Perubahan sosIal.J. Analisa Juni, Vol 20 No 01, hal. 1-12, 1 ill.

Komunitas Islam Aboge memiliki strategi adaptasi guna melestarikan nilai-nilai warisan budaya leluhur. Strategi adaptasi konservatif dilakukan melalui sistem kekerabatan, sistem pembaitan, dan pembinaan pemerintah; serta strategi adaptasi resistensi berupa toleransi terhadap apa saja yang dilakukan pihak lawan. (Penulis)Kata kunci: Islam Abode, Perubahan Sosial, Strategi

Adaptasi

DDC 297.635.984Haryanto, JokoTri (Balai Litbang Agama Semarang)dInamIka kerukunan Intern umat Islam dalam relasI etnIsItas dan agama dI kalImantan tengah

J. Analisa Juni, Vol 20 No 01, hal. 13-24.

Hubungan intern umat Islam pascakonflik sosial antara Etnis Dayak dan Madura tahun 2001 terbangun melalui strategi adaptasi untuk memelihara harmoni dilakukan secara kultural dengan revitalisasi dan akulturasi budaya dan nilai-nilai lokal, serta secara struktural dengan politik uniformitas oleh pranata Adat Dayak dan pemerintah Kalimantan Tengah.(Penulis)Kata kunci: Kerukunan, Budaya Dominan, Politik

Uniformitas, Strategi Adaptasi

DDC 303.659.841.1Ulum, Raudlatul (Sekretariat Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Jakarta)ProsPek Pembangunan masyarakat Pasca konflIk sambas

J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 25-36, 1 ill, 4 tab.

Perkembangan masyarakat korban konflik Sambas yang terjadi antara etnis Madura dan Melayu menunjukkan adanya peluang perdamaian dan sebuah kesempatan menciptakan masyarakat baru yang harmonis. (Penulis)Kata kunci: Prospek, Masyarakat, Konflik.

DDC 291.598Retnowati (Fak. Theologi, UKSW, Salatiga)JarIngan gereJa dengan Pondok Pesantren (JarIngan antara gkJW dengan Pondok Pesantren dengan menggunakan Pendekatan JarIngan sosIal)J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 37-49.

Jaringan antara Islam dan Kristen yang dilakukan oleh pondok pesantren dan GKJW di Jawa Timur, telah menunjukkan mulai bertumbuh kesadaran pentingnya menjalin relasi antara umat Islam dan Kristen. Program SIKI (Studi Intensif Islam dan Kristen) telah berhasil memulai dan membuka pintu kedua umat beragama untuk kerjasama dan jaringan antar umat beragama dan atau institusi agama. (Penulis)Kata kunci: Jaringan Sosial, Kapital Sosial, Gereja,

Pondok Pesantren.

AnalisaJurnal Pengkajian Masalah Sosial Keagamaan

LEMBAR ABSTRAK/SARI

Page 139: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

132 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012

DDC 297.612Arafat, Ahmad Tajuddin (Fak. Ushuluddin, IAIN Walisongo, Semarang)fIlsafat etIka Islam menurut Ibn hazm (telaah atas PemIkIran etIk Ibn hazm dalam karyanya “al-akhlaq Was-sIyar”)J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 51-64.

Pemikiran etik Ibn Hazm al-Andalusy dalam karyanya al-Akhlaq was-Siyar fi Mudawati-n-Nufus terdapat beberapa nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan upaya memperbaiki moralitas dan mencari cita-cita luhur manusia, yaitu kebahagiaan. (Penulis)Kata kunci: Filsafat Moral, Thard al-Hamm,

Kebajikan Utama, Nazahat al-Nufus.

DDC 297.122.6Huda, Nurul (Balai Litbang Agama Semarang)konsePsI Iman menurut al-baIdaWI dalam tafsIr anWar at-tanzIl Wa asrar at-ta’WIl

J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 65-74.

Konsepsi iman menurut al-Baid āwi dalam karya tafsirnya Anwār at-Tanzil wa Asra r at-Ta’wil merupakan bagian dari aktivitas hati yang dikonsepsikan sebagai membenarkan, yaitu mengakui dan mempercayai ajaran NabiSawyang berkaitan dengan yang gaib, dan dijalankan secara tersamar. Namun terdapat ketidakkonsistenan konsepsi al-Baidāwi karena berlawanan dengan pembatasan konsepsi imannya sendiri. (Penulis)Kata kunci: Iman, Tafsir, al-Baidāwi, Teologi

DDC 297. 259.824Musyafiq, Ahmad (Fak. Ushuluddin, IAIN Walisongo, Semarang)aqaId 5 Versus aqaId 48 kaJIan kItab ummul barahIn dI Pesantren salafIyah syafIIyah sItubondo JaWa tImur.J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 75-86.

Salah satu kitab teologi terpenting yang dikaji di pesantren adalah Kitab Ummul Barahin karya al-Sanusi . Melalui analisa isi dan interteks, penelitian ini antara lain menemukan bahwa ternyata kitab ini hanya memuat empat puluh delapan aqaid, bukan lima puluh sebagaimana yang selama ini dipahami.(Penulis)Kata kunci: Masalah Teologis, Pesantren Salaf,

Aqaid Sanusiyah, Ummul Barahin, Klasikal, Non Klasikal.

DDC 297.326.598.11Pinem, Masmedia (Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Jakarta)masJId Pulo kameng: akulturasI budaya dan sIkaP toleransI dI aceh

J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 87-98, 5 ill.

Penelitian historis dan arkeologis terhadap masjid kuno di Aceh menunjukkan Masjid Pulau Kameng merupakan yang tertua di Aceh Selatan, didirikan 28 Ramadan 1285 H/12 Januari 1869 M pada kerajaan Teuku Kejruen Amansyah dipengaruhi juga oleh budaya di luar budaya Aceh dan Islam, seperti bentuk pagoda (Cina), atap tumpang (Hindu-Buddha), dan akulturasi budaya lokal. Hal tersebut menunjukkan bahwa Aceh pada masa lalu toleran dan akomodatif dengan budaya luar. (Penulis)Kata kunci: Sejara, Arkeologi, Masjid Pulo Kameng,

Aceh Selatan

DDC 297.641.598.3Hanun, Farida (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Jakarta)Pengaruh efIkasI dIrI, IklIm kerJa, dan motIVasI berPrestasI terhadaP kInerJa kePala madrasah (surVey kePala madrasah IbtIdaIyyah/mI dI kota bekasI)J. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 99-114, 1 ill, 7 tab.

Pengaruh efikasi diri, iklim kerja, dan motivasi berprestasi terhadap kinerja kepala madrasah di Madrasah Ibtidaiyah(MI) se Kota menunjukkan bahwa Efikasi diri berpengaruh langsung terhadap Iklim kerja, terhadap motivasi berprestasi, dan kinerja kepala madrasah. Sementara Iklim kerja dan motivasi berprestasi berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala madrasah (Penulis).Kata kunci: Efikasi Diri, Iklim Kerja, Motivasi

Berprestasi, dan Kinerja Kepala Madrasah

DDC 297.641.598.23Yustiani (Balai Litbang Agama Kemenag RI, Semarang)kInerJa PengaWas madrasah dI kota yogyakarta, kabuuPaten sleman, kabuPaten bantul ProVInsI d.I.yJ. Analisa Juni, vol 20 no 01, hal. 115-130, 7 tab.

Kompetensi kinerja pengawas dalam upaya peningkatan mutu madrasah menunjukkan bahwa kinerja pengawas madrasah di daerah sasaran penelitian dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil program kepengawasan tergolong dalam kategori baik dan sangat baik. (Penulis)Kata kunci: Kinerja, Pengawas, Madrasah

Page 140: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

133Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012

PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH

I S S N : 1 4 1 0 - 4 3 5 0

AnalisaJurnal Pengkajian Masalah Sosial Keagamaan

ketentuan uMuM

Redaksi Jurnal Analisa menerima naskah tu-lisan dari para ahli dan peminat di bidang kea-gamaan. Naskah belum pernah dipublikasikan pada media atau jurnal lain. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris sesuai kai-dah bahasa masing-masing, dilengkapi abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia (dwibahasa).

Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengurangi maksudnya. Isi naskah sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi tidak berkewajiban mengembalikan naskah yang ditolak.

Pengiriman naskah harus disertai dengan SU-RAT RESMI dari penulis, khususnya menyang-kut pertanggungjawaban penulis atas legalitasi naskah. Naskah dikirimkan ke:

Redaksi JURNAL ANALISABalai Penelitian dan Pengembangan Agama SemarangJl. Untung Suropati Kav. 70 Bambankerep, Ngaliyan, Semarang

Telp. (024) 7601327, Fax. (024) 7611386Penulis mengirim satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) dalam compact disk (CD) atau soft copy via e-mail ke: [email protected].

Seluruh bagian dari naskah tulisan, mulai judul hingga sumber bacaan diketik satu seten-gah spasi, minimum 17 halaman dan maksimum 20 halaman kertas ukuran A4. Pengetikan di-lakukan dengan menggunakan font Times New Roman 12 pt dan margin 4-3 (kiri-kanan) dan 3-3 (atas-bawah).

Penulis harus menyertakan riwayat hidup,

meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat lengkap tempat tinggal dan alamat lengkap tempat ber-tugas, disertai nomor telepon, fax, e-mail dan nomor rekening bank, untuk kepentingan kore-spondensi.

struktur karya tulis ilMiah

Naskah karya tulis ilmiah (KTI) tersusun menurut urutan sebagai berikut : 1. Judul

2. Nama, alamat penulis, dan email

3. Abstrak

4. Kata Kunci

5. Pendahuluan (berisi latar belakang, perumu-san masalah, tujuan dan kegunaan, kerangka teori, dan hipotesis [opsional])

6. Metode Penelitian (berisi waktu dan tempat, bahan/cara pengumpulan data, metode anali-sis data)

7. Hasil dan Pembahasan

8. Penutup (berisi kesimpulan, saran [opsional])

9. Ucapan Terima Kasih (opsional)

10. Daftar Pustaka

11. Lampiran (opsional)

ketentuan Penulisan

Judul. a.Judul merupakan rumusan mengenai pokok isi

bahasan yang singkat, padat dan jelas.

Page 141: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

134 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012

b. Dalam judul sudah tercantum variabel-variabel utama penelitian.

c. Judul diketik dengan huruf capital tebal (bold).

d. Apabila judul ditulis dalam bahasa Indonesia, maka di bawahnya ditulis ulang dalam bahasa Inggris; begitu juga sebaliknya.

Nama Penulis.

a. Nama Penulis diketik dibawah Judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar.

b. Alamat Penulis (Nama dan Alamat Instansi tempat bekerja) ditulis lengkap dengan jarak satu spasi dibawah nama penulis.

c. Alamat E-mail ditulis dibawah alamat penulis.

d. Jika alamat lebih dari satu, maka harus diberi tanda asterisk* dan diikuti alamat sekarang.

e. Jika Penulis terdiri lebih dari satu orang, maka harus ditambahkan kata penghubung ‘dan’ (bukan lambang ‘&’).

Cara Penulisan Abstrak dan Kata Kunci

a. Abstrak merupakan intisari pokok bahasan dari keseluruhan naskah.

b. Abstrak ditulis dalam satu paragraph dengan huruf cetak miring (italic) berjarak satu spasi dan ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris).

c. Abstrak dalam bahasa Indonesia maksimal 250 kata, sedangkan abstrak dalam bahasa Inggris maksimal 150 kata.

d. Penempatan abstrak (abstract) disesuaikan dengan bahasa yang digunakan dalam KTI. Apabila KTI menggunakan bahasa Indonesia, maka abstrak (abstract) didahulukan dalam bahasa Inggris dan sebaliknya .

e. Kata abstrak (abstract) ditulis dengan huruf capital tebal (bold) dan miring (italic).

f. Abstrak dalam bahasa indonesia diikuti kata kunci dalam bahasa Indonesia, sedangkan ab-strak dalam bahasa Inggris diikuti keywords kedalam bahasa Inggris.

g. Kata kunci terdiri dari tiga sampai lima kata, ditulis dengan huruf cetak miring (italic).

Cara Penyajian Tabel a. Judul Tabel ditampilkan dibagian atas tabel,

rata kiri (bukan center), ditulis menggunakan font Times New Roman ukuran 12.

b. Tulisan ‘Tabel’ dan ‘nomor’ ditulis tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal.

c. Gunakan angka arab (1,2,3, dst) untuk penom-oran judul tabel .

d. Tabel ditampilkan rata kiri halaman (bukan center).

e. Jenis dan ukuran font untuk isi tabel dapat menggunakan Times New Roman atau Arial Narrow ukuran 8-11 dengan jarak spasi 1,0.

f. Pencantuman sumber atau keterangan diletak-kan dibawah tabel, rata kiri, mengguanakan Font Times New Roman ukuran 10.

Cara Penyajian Gambar , Grafik , Foto atau Diagram a. Gambar, grafik, foto, atau diagram ditampilkan

di tengah halaman (center).

b. Keterangan gambar, grafik, foto, atau diagram ditulis di bawah ilustrasi, menggunakan Font Times New Roman ukuran 12, ditempatkan di tengah (center).

c. Tulisan “Gambar, Grafik, Foto, atau Diagram” dan ‘nomor‘ ditulis tebal (bold), sedangkan isi keterangan ditulis norma .

d. Gunakan angka arab (1,2,3, dst) untuk penom-oran gambar, grafik, foto, atau diagram.

e. Pencantuman sumber atau keterangan diletak-kan dibawah ilustrasi, rata kiri, menggunakan Font Times New Roman ukuran 10.

f. Gambar, grafik, foto ,atau diagram dalam for-mat file .jpg warna hitam putih, kecuali jika warna menentukan arti.

Hasil dan PembahasanBagian ini merupakan inti dari hasil pene-

litian, meliputi deskripsi data dan analisis hasil

Page 142: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

135Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012

penelitian, serta interpretasi penulis terhadap ba-hasan hasil dan analisis penelitian. Pembahasan dilakukan secara mendalam dan fokus dengan menggunakan acuan teori. Penggunaan grafik dan tabel hendaknya dibatasi jika masih dapat disajikan dengan tulisan secara singkat.

RujukanAdapun keterangan rujukan/referensi ditu-

lis dalam bentuk in note (catatan dalam) dengan format “(nama belakang penulis, angka tahun: nomor halaman)”, contoh (Shihab, 1997: 459).

Daftar PustakaSedangkan penulisan daftar pustaka men-

gacu format sebagai berikut:a. Buku, Pengarang. Tahun. Judul Buku. Tempat

terbit: Penerbit.

b. Bab dalam Buku, Pengarang. Tahun. “Judul Artikel/Tulisan”. Dalam Judul Buku Utama. Editor. Tempat terbit: Penerbit.

c. Jurnal,Pengarang. Tahun. “Judul Artikel/ Tu-lisan”. Nama Jurnal. Jilid/tahun (nomor).

d. Surat Kabar, Penulis. Tahun. “Judul Artikel”. Nama Surat Kabar, tanggal.

e. Internet, Pengarang. Tahun. “Judul Karangan”. NamaWebsite. Tanggal diakses.

f. Skripsi/ Tesis/ Disertasi, Pengarang. Tahun. “Judul. Skripis/Tesis/Disertasi” pada lembaga perguruan tinggi.

g. Makalah Seminar, Pengarang. Tahun. “Judul Makalah”. Makalah disampaikan pada semi-nar. Penyelengara.Tempat, tanggal.

TransliterasiPenulisan transliterasi mengikuti Pedo-

man Transliterasi Arab-Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 1987 dan 0543 b/u/1987.

Page 143: ISSN : 1410 - 4350 Nomor Akreditasi: 501/Akred/P2MI/-LIPI ... · Jurnal Analisa Volume 20 No.01 Juni 2013 ini menampilkan beberapa artikel yang terkait dengan kenyataan ... Selamat

136 Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012