ISRÂILÎYAT SURAH YUSUF KAJIAN KOMPARATIF PADA TAFSIR AL-IKLÎL FÎ MA`ÂNÎ AT-TANZÎL KARYA KH. MISBAH MUSTHAFA DAN BIBLE Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh : Mabrurotul Hasanah NIM. 14210586 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA 1439 H/2018 M
368
Embed
ISRÂILÎYAT SURAH YUSUF KAJIAN KOMPARATIF PADA TAFSIR …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ISRÂILÎYAT SURAH YUSUF KAJIAN KOMPARATIF
PADA TAFSIR AL-IKLÎL FÎ MA`ÂNÎ AT-TANZÎL KARYA
KH. MISBAH MUSTHAFA DAN BIBLE
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh :
Mabrurotul Hasanah
NIM. 14210586
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ)
JAKARTA
1439 H/2018 M
ISRÂILÎYAT SURAH YUSUF KAJIAN KOMPARATIF PADA TAFSIR AL-IKLÎL FÎ MA`ÂNÎ AT-TANZÎL KARYA
KH. MISBAH MUSTHAFA DAN BIBLE
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh :
Mabrurotul Hasanah
NIM. 14210586
Pembimbing:
Andi Rahman, MA
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2018 M
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Isrâilîyat Surah Yusuf Kajian Komparatif Pada Tafsir
Al-Iklîl fî ma`ânî at-Tanzîl Karya KH. Misbah Musthafa dan Bible” yang
disusun oleh Mabrurotul Hasanah dengan Nomor Induk Mahasisiwa
14210586 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh
pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan sidang
munaqasyah.
11 Agustus 2018
Pembimbing
Andi Rahman, MA
i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Isrâilîyat Surah Yusuf Kajian Komparatif Pada Tafsir Al-Iklîl fî ma`ânî at-Tanzîl Karya KH. Misbah Musthafa dan Bible” yang disusun oleh Mabrurotul Hasanah dengan Nomor Induk Mahasiswa 14210586 telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakulas Ushuluddin Insitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada Agustus 2018. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).
Jakarta, Agustus 2018
Dekan Fakulas Ushuluddin
Insitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Dra. Hj. Maria Ulfah, MA
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
(Dra. Hj. Maria Ulfah, MA) (Dra. Ruqayyah Tamami)
Penguji I, Penguji II,
Ali Mursyid, MA Dr. H. Arison Sani, MA
Pembimbing,
Andi Rahman, MA
ii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mabrurotul Hasanah
NIM : 14210586
Tempat/Tanggal Lahir : Pamekasan, 12 Februari 1994
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kisah Israiliyat Surah Yusuf
dalam Tafsir Al-Iklîl fî ma`ânî at-Tanzîl Karya KH. Misbah Musthafa dan
Bible” adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang
sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 11 Agustus 2018
Mabrurotul Hasanah
iii
MOTTO
Selama masih bisa bernafas tidak ada kata tidak mungkin
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada eppak, ibuk serta kedua saudaraku
tercinta. Dan kepada teman-teman disekitarku
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan
Ridla dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Masa-masa
sulit telah penulis lewati sepanjang penulisan skripsi ini, ungkapan yang
pertama penulis panjatkan adalah Alhamdulillah, segala puji hanya tertuju
dan milik Allah SWT. Shalawat serta salam teruntuk junjungan tercinta
Rasulullah SAW yang telah menerangi dan membimbing umat manusia
menuju jalan yang diridlai-Nya.
Sungguh merupakan sebuah hasil karya yang tidak mungkin penulis
berhasil hantarkan, tanpa bantuan moril dan materiil, motivasi dari berbagai
pihak yang penulis tidak akan melupakan budi baik mereka dalam penulisan
skripsi ini. Atas semua itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Allah Swt. yang selalu memberikan rahman dan rahim-Nya.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaimah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
3. Ibu Dra. Hj. Maria Ulfa, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
4. Bapak M. Ulinnuha Khusnan, Lc, MA selaku KAPRODI ilmu al-
Qur`an dan
5. Bapak Andi Rahman, MA yang telah membimbing dengan sabar
mengarahkan dan memberikan kemudahan serta memberikan
kesempatan penulis, membuka wawasan dan solusi atas kesulitan-
kesulitan penulis serta terus memotivasi agar skripsi ini selesai.
vi
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an
(IIQ) Jakarta yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuan
dengan tulus dan penuh perhatian.
7. Seluruh Staf Fakultas Ushuluddin Institut Imu Al-Qur`an (IIQ)
Jakarta yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi.
8. Bapak Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc, MA, ibu Muthmainnah, ibu
Atiqoh, ibu Mahmudah, kak Herni, kak Lutfi, ibu Amilah, ibu
Samiah yang telah membimbing penulis dalam menghafalkan
AlQur`an.
9. Terima kasih kepada Eppa` Muhammad Harun dan Ibuk Sumaidah
yang selalu mendo`akan penulis dengan tulus di setiap sujudnya, dan
dukungan moril maupun materiil demi keberhasilan studi dan
6. Pernikahan Nabi Yusuf dengan Istri al-Aziz .................. 85
BAB V PENUTUP.................................................................................... 89
A. Kesimpulan ........................................................................... 89
B. Saran ..................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 91
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin mengikuti pedoman yang diberlakukan dalam petunjuk praktis penulisan skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
A. Konsonan
No Huruf Arab Huruf Latin No
Huruf Arab
Huruf Latin
Sh ص A 14 ا 1
Dh ض B 15 ب 2
Th ط T 16 ت 3
Zh ظ Ts 17 ث 4
‘ ع J 18 ج 5
Gh غ H 19 ح 6
F ف Kh 20 خ 7
Q ق D 21 د 8
K ك Dz 22 ذ 9
L ل R 23 ر 10
M م Z 24 ز 11
N ن S 25 س 12
W و Sy 26 ش 13
No Huruf Arab Huruf Latin
H ه 14
‘ ء 15
Y ي 16
xi
B. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a آ : ȃ ي... : ai
Kasrah : i ي : ȋ و... : au
Dhammah : u و: ȗ
C. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh: بقرة ال : al-Baqarah.
b. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiyah Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh: الرجل : ar-rajul
c. Syaddah (Tasydȋd) Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ◌), sedangkan untuk alih aksaran ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydȋd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydȋd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oelh huruf-huruf syamsiyah. Contoh: Ȃmanna billȃhi : أمنا باالله
d. Ta’ Marbȗthah (ة) Ta’ Marbȗthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”. Contoh: الأفئدة : al-Af'idah
Sedangkan ta’ Marbȗthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-washal) dengan kata benda (isim) maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh: املة ناصبة ع : ‘Ȃmilatun Nȃshibah
xii
e. Huruf Kapital Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic), atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: ‘Alȋ Hasan al-‘Ȃridh. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur`an dan nama-nama surah menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur`an, Al-Baqarah, dan seterusnya.
xiii
ABTRAKSI
Dalam menafsirkan al-Qur`an, para ulama banyak menggunakan metode bil ma`tsur atau menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan hadis nabi, ayat al-Qur`an dengan ijma` sahabat dan ulama. Tafsir Al-Iklîl fî ma`ânî at-Tanzîl tidak luput dengan penafsiran metode diatas, akan tetapi dalam menafsirkan al-Qur`an banyak menggunakan hadis yang belum jelas keshahihannya. Terkadang beliau mencantumkan hadis yang tidak ada sanad dan matannya atau menggunakan bahasa penafsir sendiri (jawa pegon), tidak terdapat sanadnya atau hanya menggunakan potongan matan hadisnya.
Bila kita meneliti kitab Taurat (Perjanjian Lama) kita akan mendapati bahwa kitab suci itu juga memuat banyak kisah yang sama seperti yang terdapat dalam Al-Qur`an, terutama kisah-kisah yang berhubungan dengan para nabi, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan besar atau kecil. Dalam mengemukakan kisah-kisah para nabi, Al-Qur`an menampilkan pola yang berbeda dengan pola Taurat dan Injil. Al-Qur`an hanya mengambil bagian-bagian kisah yang membawa kisah yang membawa nasihat dan pelajaran, tidak mengungkapkan permasalahannya secara rinci.
Isrâilîyat surah Yusuf dalam Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl ada tiga yaitu: Isrâilîyat yang dipandang benar (shahih), Isrâilîiyat yang dipandang tidak benar (dha`if), dan Isrâilîyat yang dipandang mungkin benar dan mungkin tidak benar. Dalam surah Yusuf yang mengandung Isrâilîyat yaitu: ayat 4, 19, 20, 24, 42, 51-53, 56.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian keperpustakaan (library reseach). Oleh karena itu data-data dalam penelitian ini sepenuhnya berupa bahan pustaka tertulis baik berupa kitab-kitab tafsir, buku, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Sumber data primer Tafsir Al-Iklîl fî ma`ânî at-Tanzîl karya KH. Misbah Musthafa dan Bible. Sumber data sekunder diambil dari sumber literatur tentang KH. Misbah Musthafa, kitab-kitab tafsir, Ulumul Qur`an, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini. Sumber data yang menghasilkan kesimpulan kemudian dikaji dengan pendekatan komparatif terhadap kisah Israiliyat surah Yusuf dalam Tafsir Al-Iklîl fî ma`ânî at-Tanzîl karya KH. Misbah Musthafa dan Bible.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur`an adalah mukjizat yang kekal. Walaupun diturunkan lima
belas abad yang lalu, Al-Qur`an selalu selaras dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Ia diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah untuk
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang
benderang, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Tidak ada
bacaan seagung Al-Qur`an, dan tidak ada seorang manusiapun yang
sanggup membikin bacaan sepertinya.1
Rasulullah menyampaikan Al-Qur`an itu kepada para
sahabatnya, orang-orang Arab asli, yang mampu memahaminya
berdasarkan nalar lugu mereka. Apabila ada ketidakjelasan dalam
memahami suatu ayat, mereka langsung menanyakannya kepada
Rasulullah.2
Allah berfirman dalam surah al-Isra’ ayat 106:
ناه لتـقرأه على الناس على مكث ون ـ زلناه تـنزيلوقـرآ� فـرقـ
Al-Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Maksud dari ayat di atas adalah bahwa Allah menurun Al-
Qur`an itu secara berangsur agar Rasulullah membacakannya kepada
2 Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), h. 1
1
2
Tidak jarang, Al-Qur`an menjelaskan sebuah fenomena yang
terjadi dan merespon pertanyaan yang muncul di kalangan sahabat.
Hal ini berbeda dengan kitab-kitab samawi yang lain, seperti Taurat,
Injil dan Zabur, yang diturunkan sekaligus tidak berangsur-angsur.
Sebagaimana ditunjukkan oleh firman-Nya dalam surah al-Furqan
ayat 32:
ت به فـؤادكوقال الذين كفروا لولا نـزل عليه القرآن جملة واحدة كذلك لنـثـب ) 32ورتـلناه تـرتيلا (
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Qur`an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?". Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Seandainya kitab-kitab yang terdahulu itu turun secara
berangsur-angsur, tentulah orang-orang kafir tidak akan merasa heran
terhadap Al-Qur`an yang turun secara berangsur-angsur.3 Mereka
menolak untuk beriman kepada Al-Qur`an sebab Allah
menurunkannya kepada Nabi Muhammad, namun tidak ditujukan
secara khusus kepada mereka.4
Allah menjelaskan hikmah mengapa Al-Qur`an diturunkan
secara bertahap dalam firman-Nya: “Demikianlah supaya kami
perkuat hatimu”, adalah bahwa Al-Qur`an diturunkan secara
bertahap dan terpisah-pisah untuk memperkuat hati Rasulullah.
Selanjutnya frasa “Dan kami membacakannya kelompok demi
kelompok”, maksudnya adalah bahwa Allah menentukan ayat atau
3 Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, h. 154-155 4 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Akidah, (Tangerang: UIN Jakarta Press, 2016), h.
139
3
bagian demi bagian, agar dapat menjelaskannya dengan sejelas-
jelasnya. Karena turunnya Al-Qur`an secara bertahap sesuai dengan
peristiwa-peristiwa itu lebih memudahkan untuk dihafal dan
dipahami, dan yang demikian itu merupakan salah satu penyebab
kemantapan di dalam hati.5
Sebagai kitab suci yang diturunkan terakhir, Al-Qur`an tentu
mempunyai banyak perbedaan dengan kitab-kitab suci sebelumnya.
Apabila kitab-kitab suci sebelumnya bersifat temporal dan khusus
ditujukan kepada umat tertentu, maka Al-Qur`an ditujukan untuk
seluruh umat manusia sampai akhir zaman. Sebagian ajaran dari
kitab-kitab samawi selain Al-Qur`an tidak sesuai lagi dengan keadaan
zaman, karena sifat temporal tersebut. Selain itu, Al-Qur`an juga
menasakh syariat nabi-nabi sebelumnya, di dalamnya banyak terdapat
hikmah, mau`idzah, keilmuan dan tuntunan segala aspek kehidupan
manusia.6 Di waktu yang sama kitab-kitab suci selain Al-Qur`an
telah mengalami distorsi dan diubah. Banyak teolog di luar Islam
yang membenarkan hal tersebut.7
Al-Qur`an tidak pernah memuat kebatilan kepada manusia.
Seperti apa yang dikemukakan dalam surah al-An`am ayat 91,
tentang bangsa Yahudi:
وما قدروا الله حق قدره إذ قالوا ما أنـزل الله على بشر من شيء قل من اس تجعلونه قـراطيس أنـزل الكتاب الذي جاء به موسى نورا وهدى للن
5 Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, h. 156 6 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Akidah, h. 146 7 Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, (Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa,1993), h. 2
4
تـبدونـها وتخفون كثيرا وعلمتم ما لم تـعلموا أنـتم ولا آباؤكم قل الله ثم ذرهم في خوضهم يـلعبون
Mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, Padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al- Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.
Petunjuk Al-Qur`an kepada umat manusia itu suatu
keniscayaan. Karena manusia tidak akan bisa mengatur kehidupan
mereka yang demikian kompleks dengan daya nalar mereka sendiri
yang terbatas. Kehidupan manusia bukan saja menyangkut urusan
makan dan minum, melainkan mencakup nasib mereka setelah mati.
Manusia membutuhkan Al-Qur`an sebab mereka tidak tahu apa yang
akan terjadi setelah kematian.
Al-Qur`an memuat tentang hukum, baik hukum privat
maupun hukum publik, dan perdata maupun pidana. Tapi tidak semua
ayat Al-Qur`an mengandung hukum, karenanya Al-Qur`an tidak
layak disebut sebagai kitab hukum. Al-Qur`an juga memuat sejarah
masa lalu umat manusia, namun tidak semua ayat Al-Qur`an memuat
kisah masa lalu, sebab Al-Qur`an bukan kitab sejarah.8 Cara Al-
Qur`an berkisah tidaklah harus mengikuti kaedah-kaedah kisah atau
sejarah yang harus dijelaskan secara lengkap peristiwanya, tokoh,
8 Ahsin Sakho Muhammad, Keberkahan al-Qur`an, h. 22-23
5
waktu kejadian, dan seterusnya. Tetapi sekalipun kisah-kisah dalam
Al-Qur`an tidak dimaksudkan sebagai sejarah, tetapi kita bisa
mengetahui dan menggali peristiwa sejarah dari kisah-kisah tersebut.
Para sejarawan dapat mencari menggali aspek sejarah dari kisah-
kisah yang disampaikan oleh Al-Qur`an dengan bantuan catatan
sejarah yang terpercaya dan temuan arkeologis. Tidak semuanya bisa
dilacak, terutama kisah-kisah yang terjadi pada zaman pra sejarah,
karena Al-Qur`an memang bukan buku arkeologis.9
Banyak ulama yang mengakui adanya kisah simbolik dalam
Al-Qur`an, namun mereka enggan mengalihkan makna ayat-ayat ke
pengertian metafora bila ayat-ayat itu berbincang tentang nabi.10
Artinya apa yang disampaikan oleh Al-Qur`an adalah realita dan
fakta.
Sementara orientalis berpendapat bahwa kisah-kisah Al-
Qur`an adalah cuplikan dari perjanjian lama. Menanggapi tuduhan
ini, terlebih dahulu perlu digarisbawahi bahwa memang ada
persamaan antara kedua kitab suci itu dalam beberapa kisahnya,
walau perbedaannya pun ada. Persamaan bukanlah bukti bahwa yang
datang kemudian menjiplak dari yang sebelumnya. Persamaan itu
adalah akibat persamaan sumber, yaitu Tuhan Sang Pencipta. Ini
tentu sebelum terjadinya penyimpangan pada kitab-kitab suci
sebelum Al-Qur`an. Perbedaan dan persamaan yang ditemukan
mengukuhkan bahwa Al-Qur`an benar-benar bersumber dari Allah,
sekaligus membuktikan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan
pada Kitab Taurat/Perjanjian lama. Sebagai contoh perbedaan antara
agama asal mereka tidak berkaitan dengan hukum-hukum syariat
masih melekat kuat di dalam fikiran mereka dan mempengaruhi
penafsiran mereka terhadap Al-Qur`an. Sebut saja berita-berita
tentang asal muasal penciptaan makhluk, rahasia fenomena alam, asal
mula penciptaan jagad raya dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tentu saja jiwa manusia memiliki kecenderungan untuk menyimak
beberapa rincian isyarat Al-Qur`an tentang masalah orang-orang
Yahudi dan Nasrani.
Di antara orang muslim yang membawa informasi dari ahl al-
kitab yang banyak meriwayatkan berita-berita tersebut adalah
‘Abdullah ibn Salam, Ka’ab al-Ahbar, Wahab ibn Munabbih, dan
‘Abd al-Malik ibn ‘Abd al-‘Aziz ibn Juraij.13
Tak direlakkan lagi, fatwa bahwa Alkitab mengandung
inkonsistensi yang signifikan yang memunculkan keraguan
mendalam terhadap keandalannya sebagai sebuah dokumen historis.
Namun, itu tidak berarti bahwa setiap potongan informasi dalam
Alkitab bersifat ahistoris, meskipun Alkitab bukan satu-satunya
sumber informasi. Untuk mengetahui metode yang tepat untuk
menyikapi data-data Alkitab sangatlah esensial.
Namun, sikap ini berubah secara perlahan tetapi pasti
bersamaan dengan datangnya Renaisains, yang dimulai di Italia pada
abad ke-14 sebelum menyebar ke wilayah Eropa lainnya. Dalam
masa ini, terjadi peletakan fondasi historiografi modern. Perubahan
ini merupakan produk alamiah dari sebuah zaman pengevaluasian
ulang segala pandangan yang telah mapan atas berbagai masalah.14
13 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Bi Al-Ma`tsu,r (Jakarta: Siwibakti Darma, 2010), h. 102-103
14 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazelli, Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan al-Qur`an, terj, (Bandung: Mizan, 2007), h. 96-97
8
Di sisi lain, dirasakan adanya kejanggalan-kejanggalan ilmiah
kalau enggan berkata kekeliruan dalam teks Alkitab. Misalnya, yang
menyatakan bahwa “orang Mesir tidak dibenarkan makan bersama
orang-orang Ibrani karena mereka dianggap najis oleh orang-orang
Mesir. Pernyataan ini sangat jelas sekali merupakan tambahan dari
penulis Perjanjian Lama yang cenderung menyebut penderitaan yang
dialami oleh Bani Israil, sedang penderitaan tersebut baru terjadi
setelah masa Yusuf as.
Dalam Perjanjian Lama dikemukakan juga bahwa perjalanan
keluarga Nabi Yusuf dari Palestina ke Mesir dilakukan dengan
mengendarai keledai (Kejadian 42:26), sedang dalam Al-Qur`an
mereka menggambarkan sebagai “al-Ir”/العیر (QS. Yusuf ayat 79-82-
94). Kata ini berarti kafilah yang membawa barang-barang. Ia
digunakan untuk menunjuk sekolompok orang bersama unta-unta
pengangkut barang, walaupun terkadang hanya digunakan untuk
orangnya, atau unta-untanya. Memang terkadang juga diartikan
keledai, tetapi keledai liar, bukan keledai jinak, yang dapat dijadikan
alat transportasi.
Penggunaan keledai, baik yang jinak maupun yang liar, tidak
mungkin kecuali sejak keberadaan orang-orang Ibrani di lembah Nil,
setelah mereka bermukim di sana. Padahal diketahui bahwa
keturunan Ibrahim dan Yusuf dikenal sebagai nomad, tidak
mempunyai tempat tinggal tetap dan selalu berkelana dari satu tempat
ke tempat lain, sesuai dengan keperluan mereka. Di sisi lain, keledai
adalah binatang kota, yang tidak mampu menempuh jarak yang
sedemikian jauh di tengah padang pasir tandus dari Palestina ke
Mesir. Ini berbeda dengan unta yang memiliki kemampuan tersebut.
Jika demikian, informasi Al-Qur`an lebih akurat dan tepat.
9
Seandainya Nabi saw. menjiplak kisah dan pemberitaan gaibnya,
maka informasinya akan sama.15
Al-Qur`an tidaklah demikian halnya, karena ia diturunkan
dari sisi Dzat Yang Mahapandai dan Mahabijaksana. Tidak diragukan
lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus
relung jiwa manusia dengan mudah. Ibarat taman, segenap perasaan
mengikuti alur kisah dalam Al-Qur`an tanpa merasa jemu atau kesal,
serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik
dari keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.16
Tafsir dan hadis, keduanya terpengaruh oleh kebudayaan ahl
al-kitab yang berisikan cerita-cerita palsu dan bohong, yang disebut
Israiliyat. Ia diterima oleh masyarakat umum dengan kecintaan yang
jelas. Ia juga dituliskan pula oleh sebagian cendekiawan dengan
mudah, sehingga kadangkala ia sampai pada keadaaan diterima
walaupun jelas lemah dan terang bohongnya. Padahal itu semua
merupakan hal yang akan merusak akidah sebagian besar kaum
muslim, serta menjadikan Islam dalam pandangan musuh-musuhnya
sebagai agama yang penuh khurafat dan hal-hal yang tidak masuk
akal.17
Dalam merespon masalah ini, Ibn Al-Taimiyah (w. 728 H)
telah mengungkapkan komentarnya di dalam kitab muqaddimah
sebagai berikut: “Mayoritas riwayat hadis yang disebutkan oleh
Ismail ibn ‘Abd Al-Rahman Al-Suddi di dalam tafsirnya dari Ibn
Mas’ud dan Ibn ‘Abbas. Akan tetapi, kadang-kadang disebutkan juga
beberapa riwayat dari beberapa orang Ahl al-Kitab yang telah
15 Qusaish Shihab, Kaidah Tafsir, h, 332-333 16 Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, h. 440-441 17 Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, h. 14
10
diperbolehkan Rasulullah untuk diambil beritanya. Rasulullah
bersabda:
رج، ومن كذب علي بـلغوا عني ولو آية، وحدثوا عن بني إسرائيل ولا ح
دا، فـليـتـبـوأ مقعده من النار متـعم
“Sampaikanlah olehku kalian ajaran yang berasal dariku meskipun satu ayat. Sampaikan berita yang yang berasal dari Bani Israil, dan hal itu tidak apa-apa (hukumnya). Barang siapa mendustakan aku secara sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari api neraka.”18
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dari riwayat
‘Abdullah ibn ‘Amr pada waktu perang Yarmuk setelah mendapatkan
harta rampasan dua ekor unta milik Ahl al-Kitab yang penuh dengan
beberapa kitab mereka. Oleh karena itu, dia meriwayatkan beberapa
berita dari kitab tersebut dengan alasan adanya izin dari hadits
Rasulullah di atas. Beberapa berita-berita Israiliyat boleh dijadikan
sebagai sumber sekunder, namun bukan lantas untuk diyakini.19
Ini semua merupakan pendahuluan yang penting untuk
dikemukakan, dalam rangka menerangkan kedudukan para sahabat
yang menerangkan sejumlah cerita Israiliyat, terlebih lagi mereka
yang masyhur yang meriwayatkan cerita tersebut. Ini dalam rangka
menolak anggapan bahwa para sahabat mengambil cerita tersebut
secara luas dan toleran sampai batas lupa, sebagaimana anggapan
sebagian orang yang tercela.
Di antara sahabat yang berasal dari Ahl al-Kitab yang paling
menonjol di dalam menghilangkan cerita-cerita Israiliyat yang
18 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr), Jilid 11, h.277 19 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Bi Al-Ma`tsur, h. 103
11
merusak dan mengganggu akidah dan identitas kaum Muslim adalah
‘Abdullah bin Salam dan Tamim ad-Dari.20
Jika riwayat-riwayat Israiliyat dan hadits palsu dikatakan
berbahaya, namun bahayanya bisa dihindari dengan meneliti
keshahihan riwayatnya jika disertai sanad. Tapi jika sanadnya
dipangkas, tentu tidak bisa dibedakan lagi mana riwayat yang shahih,
mana yang palsu, dan mana yang Israiliyat.21
Demikian juga yang terjadi dalam tafsir yang dikarang oleh
mufassir Indonesia, baik itu yang berbahasa lokal seperti Al-Iklîl Fî
Ma`ânî At-Tanzîl karya KH. Misbah Musthafa maupun yang
berbahasa Arab seperti kitab Tafsir al-Munir Li Ma`allim at-Tanzil
karya Syaikh Nawawi al-Bantani.
Dalam khazanah tafsir nusantara, ada tafsir-tafsir yang
menggunakan bahasa lokal semisal: Tarjuman Mustafid karya ‘abd
Rauf Singkel (bahasa melayu), Tarjamanna Nenniya Tafesena karya
AG. Daud Ismail (Bahasa Bugis), Al-Ibriz Li Ma`rifah at-Tafsir Al-
Qur`anal-‘Aziz karya KH. Bisri Musthafa dan Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-
Tanzîl karya KH. Misbah Musthafa (Bahasa Jawa).
Memang diakui bahwa penulisan literatur tafsir dalam bentuk
bahasa lokal (daerah) mengalami pasang surut dan tidak mengalami
perkembangan yang signifikan seperti halnya dengan karya tafsir
yang berbahasa Indonesia. Akibatnya literatur tafsir lokal semakin
tidak popular. Di samping itu pula, karya tafsir lokal pada tingkat
cakupan ke Indonesiaan dianggap sebagai karya yang elitis. Sebab
seperti yang diketahui bahwa tidak semua muslim Indonesia
20 Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, h. 69 21 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Bi Al-Ma`tsur, h. 117
12
mengetahui bahasa-bahasa lokal-daerah lainnya seakan-akan karya
ini khusus untuk daerah pemakai bahasa tersebut.
Terlepas dari kelemahan dan kelebihan di atas, dipilihnya
bahasa lokal–daerah sebagai pengantar tentu bukan alasan. Bisa
diasumsi bahwa dipilihnya bahasa lokal-daerah, seperti Melayu,
Bugis, Jawa dan lainnya, adalah agar lebih mudah dipahami oleh
masyarakat lokal tertentu sesuai dengan bahasa yang digunakan.22
Kitab-kitab tafsir ditulis dengan motivasi yang sama, yaitu
berkhidmah kepada Agama. KH. Misbah Mustofa dalam Muqoddimah
tafsirnya menambahi bahwa untuk menjalankan syari`at Islam secara
maksimal mungkin dengan terlebih dahulu memahami makna
kandungan Al-Qur`an. Menurut beliau pada saat ini sangat sulit
mencari orang yang mampu melaksanakan ajaran Al-Qur`an
sepenuhnya, bahkan sepuluh persen saja sudah merupakan prestasi
yang luar biasa. Dalam Muqoddimah tafsirnya beliau mengutip sabda
Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: 23
ثـنا نـعيم بن حماد، قال: ثـنا إبـراهيم بن يـعقوب الجوزجاني، قال: حد حد
نة، ع ثـنا سفيان بن عيـيـ ن أبي الز�د، عن الأعرج، عن أبي هريـرة، عن حد
النبي صلى الله عليه وسلم قال: إنكم في زمان من تـرك منكم عشر ما أمر به
هم 24ه نجا.(رواهالترمذي)ما أمر ب بعشر هلك ثم �تي زمان من عمل منـ
“ siro kabeh podo urip ono ing zaman (kang ingsun tunggoni iki). Sopo wong kang ninggalake sepersepuluhe opo kang diperintahake deneng Allah mesti ciloko. Besok ono mongso sopo-sopo wongkang bias ngelakonisepersepuluhe opo kang diperintahake Allah mesti bakal slamet.”(HR. at-Tirmidzi) Menceritakan kepada Ibrahim bin Ya`kub menceritakan
kepadaku Nu`aim bin Hammad menceritakan kepadaku Sofyan bin Uyanah dari Abi az-Zinad dari al-A`raj dari Abu Harairah Rasulullah saw bersabda: “ sesungguhnya kamu semua berada di suatu zaman. Barang siapa meninggalkan sepersepuluh dari perintah Allah SWT, maka akan celaka. Kemudian dating suatu zaman, barang siapa menjalankan sepersepuluh dari perintah Allah maka akan selamat,” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam menafsirkan ayat-ayat qishshosh yang berhubungan
dengan kisah-kisah umat atau nabi terdahulu, KH. Misbah Musthofa
menggunakan riwayat-riwayat yang tidak diketahui sanad-sanadnya
dan tidak menerangkan kebenaran yang beliau sertakan dalam
tafsirnya. Hal ini sangat mungkin terjadi karena KH. Misbah Musthafa
mencantumkan riwayat-riwayat tersebut dari kitab-kitab tafsir klasik
yang menjadi sumber dan rujukan kitab tafsirnya.
Maka hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena
cerita Israiliyat masih menjadi perbedaan pendapat para ulama
terutama jika dilihat keshahihannya. Maka dari itu penulis mencoba
menganalisis, sejauh mana penggunaan Israiliyat dalam tafsirnya.
Beliau mencantumkan cerita Israiliyat, apakah sebagai pelengkap
penafsiran atau sebagai sumber utama dalam menafsirkan kisah-kisah
24 Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-fikr, 2003), No. 2193, hal. 222. Abu Isa at-Turmudzi berkata bahwa hadits tersebut dalah Gharib
14
dalam Al-Qur`an, serta kategori apa saja cerita Israiliyat yang ada
dalam tafsirnya.
Sebagai pembandingnya adalah Alkitab atau Bible. Di dalam
Alkitab kisah Nabi Yusuf diceritakan secara runtut. Tetapi di sisi lain,
dirasakan adanya kejanggalan-kejanggalan ilmiah, yang merupakan
tambahan dari para penulis perjanjian lama yang cenderung menyebut
penderitaan yang dialami oleh Bani Israil, sedang penderitaan tersebut
baru terjadi setelah masa Nabi Yusuf as.25
Penulis memilih tafsir al-Iklil untuk dikaji karena ia merupakan
tafsir yang masih aktif dikaji oleh mayarakat Indonesia, khususnya
yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al-Balagh Bagilan-Tuban.
Bible dipilih sebagai pembanding, dan surah Yusuf menjadi
ontologi penelitian karena kisah Nabi Yusuf terabadikan dalam Al-
Qur`an dan Alkitab secara epik dan lengkap. Penulis sadar akan
kemampuan terbatas, maka dari itu penulis membatasi objek kajian
pada riwayat Israiliayat dalam Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl pada
surah Yusuf.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat Israiliyat dalam Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-
Tanzîl pada surah Yusuf?
2. Ayat mana saja yang mengandung Israiliyat dalam tafsir al-Iklil
dengan cara mengomparasikannya dengan Alkitab pada surah
Yusuf?
25 Qusaish Shihab, Kaidah Tafsir, h, 332
15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a) Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka yang menjadi
tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1) Untuk mengetahui seberapa besar tafsir Al-Iklîl Fî
Ma`ânî At-Tanzîl memuat kisah Israiliyat dalam surah
Yusuf.
2) Untuk mengetahui cerita Israiliyat kategori apa saja
yang ada dalam tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl.
b) Skripsi ini bermanfaat untuk:
1. Penulisan ini diharapkan mampu menjadi tambahan
referensi para pengkaji tafsir hadis dalam upayanya untuk
mengetahui tafsir al-Iklil, data diri KH. Misbah Musthafa,
dan diskursus seputar Israiliyat dalam penafsiran.
2. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang ushuluddin,
yaitu mengetahui kategori Israiliyat apa saja yang ada
dalam kitab Tafsir al-Iklil dari Surah Yusuf karya KH.
Misbah Mustafa.
3. Untuk melengkapi sebagian dari syarat-syarat guna
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam bidang
ilmu tafsir dan hadis pada Fakultas Ushuluddin IIQ
Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Penulisan mengenai Israiliyat bukanlah penulisan yang baru. Sudah
ada yang membahasnya. Di antaranya, yaitu:
Muhammad Husaini adz-Zahabi dalam bukunya Israiliyat
Dalam Tafsir Hadis. Ia memaparkan hubungan dan kedudukan Al-
Qur`an dengan kitab samawi lainnya. Serta pembagian cerita-cerita
16
Israiliyat, hukum meriwayatkan dan perawinya yang termasyhur.26
Penelitian diatas sama dengan pembahasan yang akan penulis teliti,
tetapi perbedaannya penulis lebih fokus kepada Israiliyat dalam
TafsirAl-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl. Karya KH. Misbah Musthafa:
Kajian Komparatif pada Surah Yusuf dan Bible.
Ali Imron HS, dalam skripsi-nya yang berjudul
“Kategorisasi Israiliyat dalam Tafsir Al-Munir karya Nawawi Al-
Bantani”. Ia mengkategorikan cerita-cerita Israiliyat berdasarkan
pembagian yang disampaikan oleh Adz-Dzahabi yaitu maqbul,
mardud, dan maskut `anhu.27 Perbedaannya dengan yang penulis
terletak pada objek kajian karena penulis lebih fokus kepada
Israiliyat dalam TafsirAl-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl. Karya KH.
Misbah Musthafa: Kajian Komparatif pada Surah Yusuf dan Bible.
Ahmad Syaefudin, dalam skripsi-nya yang berjudul “Kisah-
Kisah Israiliyat dalam Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Musthofa”.
Dia mencoba memaparkan bagaimana KH.Bisri Musthofa
menafsirkan ayat-ayat qishshoh yang disertai cerita
Israiliyat.28Perbedaan dengan yang penulis teliti terletak pada
objeknya karena penulis lebih fokus kepada Israiliyat dalam
TafsirAl-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl. Karya KH. Misbah Musthafa:
Kajian Komparatif pada Surah Yusuf dan Bible.
Lina Marisa Ghazali, dalam skripsinya yang berjudul
“Konspirasi Dalam Kisah Nabi Yusuf as. Studi Analisis Tafsir al-
26 Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis,h. 1 27Ali Imron HS, “Kategorisasi Israiliyat dalam Tafsir Al-Munir karya Nawawi Al-
Bantani”, Skripsi IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Tidak diterbitkan 28Ahmad Syaefudin, “Kisah-Kisah Israiliyat dalam Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisyri
Musthofa”, Skipsi IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Tidak diterbitkan
17
Misbah karya M. Quraisy Shihab”. Ia mencoba menjelaskan
bagaimana M. Quraisy Shihab menafsirkan ayat-ayat tentang
konspirasi pada surah Yusuf.29 Perbedaan dengan penulis teliti
terletak pada objeknya karena penulis lebih fokus kepada Israiliyat
dalam TafsirAl-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl. Karya KH. Misbah
Musthafa: Kajian Komparatif pada Surah Yusuf dan Bible.
Ameliatul Khoiriah Nasution, dalam skripsinya yang
berjudul “Kualitas Hadis Surah Yusuf Dalam Tafsir Marah Labid
karya Nawawi Al-Bantani”. Ia mencoba memaparkan kualitas hadis
apa saja yang terkandung dalam Tafsir Marah Labid dan orientasi
penggunaan hadis dalam tafsir ini terkait penisbatannya
(penyandarannya kepada Rasulullah atau selainnya).30 Perbedaan
dengan penulis teliti terletak pada objeknya karena penulis lebih
fokus kepada Israiliyat dalam TafsirAl-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl.
Karya KH. Misbah Musthafa: Kajian Komparatif pada Surah Yusuf
dan Bible.
Karena belum adanya pembahasan mengenai Israiliyat
dalam TafsirAl-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl. Karya KH. Misbah
Musthafa: Kajian Komparatif pada Surah Yusuf dan Bible. maka
penulis mengangkatnya dalam penelitian skripsi ini. sehingga
diharapkan peneliti dapat memberi solusi yang baik terhadap
beberapa pembahasan serupa.
29 Lina Marisa Ghazali, “Konspirasi Dalam Kisah Nabi Yusuf as. Studi Analisis Tafsir al-Misbah karya M. Quraisy Shihab”. Skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Tidak diterbitkan.
30 Ameliatul Khoiriah Nasution, “Kualitas Hadis Surah Yusuf Dalam Tafsir Marah Labid karya Nawawi Al-Bantani”. Skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Tidak diterbitkan.
18
E. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan ilmiah, agar penulisan tersebut dapat
menghasilkan produk, bahasan analisis atau kesimpulan yang baik
dan dapat dipertanggungjawabkan, maka tentu saja harus
memperhatikan semua aspek yang mendukung penulisan agar dapat
berjalan dengan baik dan terhindar dari bias.31
1. Jenis Penulisan
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan
jenis penelitian pustaka (library reseach) yaitu satu rangkaian
kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data
yang bersumber dari literature atau berbagai buku ilmiah yang
diambil dari perpustakaan.32
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan penulis dibedakan menjadi dua.
Ada sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah referensi pokok yang menjadi
sumber utama dalam penulisan skripsi ini yaitu Tafsir Al-Iklîl Fî
Ma`ânî At-Tanzîl Surah Yusuf karya Misbah Mustafa dan Alkitab.33
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat
dokumen.34 Di samping kitab-kitab sumber di atas, penulis juga
31 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 67
32 Prasetyo Irawan, dkk, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h. 316
33 Kitab suci agama Kristen, terdiri atas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru 34Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
19
menggunakan kitab-kitab tafsir dan hadis yang relevan dengan
penelitian.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah
metode dokumentasi, yaitu mencari data yang berupa catatan,
transkrip, buku, dan sebagainya.35
Pengumpulan ini dilakukan dari beberapa sumber data primer
dan sekunder. Langkah pertama yang dilakukan oleh penulis yaitu
menyelesaikan kerangka tema yang dibutuhkan, kemudian penulis ke
perpustakaan untuk mencari beberapa sumber data yang terkait
dengan judul, setelah data terkumpul lalu di fotocopy terlebih dahulu
untuk memudahkan penulis dalam mengerjakan tugas, lalu difilter
sesuai kebutuhan pokok pada poin-poin yang akan dijadikan objek
penelitian.
4. Metode Pembahasan
Penelitian pada skripsi ini menggunakan metode deskriptif
analisis.
Metode deskriptif merupakan metode penulisan dalam rangka
menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek
penulisan.36 Dalam hal ini penulis menggunakan metode tersebut
untuk memaparkan data yang didapat dari hasil pengumpulan data.
Metode analisis merupakan suatu bahasan dengan cara
memberikan penafsiran-penafsiran terhadap data yang telah
terkumpul dan tersusun.37
R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 309 35Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, h.206 36 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Jadi metode deskriptif analisis adalah suatu pembahasan yang
bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah
tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan tafsiran terhadap
data tersebut.
F. Teknik dan Sistematika Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku pedoman
penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)
Jakarta (edisi revisi) yang diterbitkan oleh IIQ Press, tahun 2017.
Selanjutnya, untuk mempermudah penulis, pembahasan
skripsi ini dibagi ke dalam beberapa bab dengan rincian sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas profil KH. Misbah Musthafa dan kitab
tafsir al-Iklil yang dikarangnya.
Bab III berisi pembahasan tentang gambaran umum tentang
surah Yusuf dan Israiliyat.
Bab IV merupakan inti dari skripsi menyajikan ulasan tentang
ada tidaknya Israiliyat dalam tafsir al-Iklil, dengan cara
mengomparasikannya dengan Alkitab.
Bab V merupakan penutup yang isinya jawaban dari rumusan
masalah dan saran-saran bagi orang yang ingin melakukan penelitian
sejenis atau pengembangan dari temuan skipsi ini.
BAB II
PROFIL KH. MISBAH MUSTHAFA DAN TAFSIR AL-IKLIL
A. Riwayat Hidup KH. Misbah bin Zainal Musthafa
KH. Misbah adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh,
Bangilan, Tuban, Jatim. Ia dilahirkan di pesisir utara Jawa Tengah,
tepatnya di kampung sawahan,0 Gang Palem, Rembang1 tahun 1916
dengan nama Masruh dari pasangan H. Zaenal Musthafa dan
Khadijah. Ayahnya dikenal masyarakat sebagai orang yang taat
beragama, di samping sebagai pedagang batik yang sukses. Keluarga
Masruh dianggap bercukupan di saat ekonomi Indonesia pada
umumnya sangat memperihatinkan sebagai dampak adanya
imperialisme penjajah. Keberangkatan Masruh bersama orangtua dan
seluruh anggota keluarga menunaikan ibadah haji merupakan
indikator yang menunjukkan kemampuan ekonomi orangtuanya.
Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji tersebut, Masruh kemudian
mengganti namanya dengan Misbah Musthafa.2
Misbah memiliki 3 saudara, yaitu Zuhdi, Maskanah, dan
Bisri. Zuhdi dan Maskanah adalah putra dari istri H. Zaenal yang
pertama bernama Dakilah. Dengan kata lain Ibu Misbah yang
bernama Khadidjah adalah istri kedua dari H. Zaenal. Saat ayahnya
meninggal, usia Misbah terhitung masih remaja. Misbah bersama
saudara-saudaranya yang lain kemudian diasuh oleh kakak tirinya
yang bernama Zuhdi. Oleh karena itu, meskipun orangtua Misbah
1 Rembang adalah kota kabupaten dari propinsi Jawa Tengah yang merupakan daerah pesisir pantai utara, mata pencaharian masyarakatnya nelayan dan petani.
2 Muhammad Ridwan, “Karakteristik Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi Al-Aalamin Karya Misbah Musthafa” Skripsi, UIN Walisongo Semarang, 2007, h. 36
21
22
termasuk “orang berada” tetapi Misbah sudah mengalami hidup yang
memprihatinkan sejak ditinggal ayahnya.3
Misbah selalu menulis dan menerjemahkan kitab-kitab kuning
bahkan sejak dia masih berada di Pondok Pesantren. Di Tebuireng,
Misbah Musthafa sering diminta teman-temannya untuk
mendemonstrasikan metode pengajaran Alfiyah Ibnu Malik yang
diterapkan di kasingan, yang terkenal dengan ”Alfiyah Kasingan”.4
Hasil karangan dan terjemahannya kemudian ia jual untuk memenuhi
kebutuhan atau biaya hidup selama belajar di Pondok Pesantren.
Tradisi inilah kemudian ia kembangkan hingga wafatnya. Tidak ada
waktu luang bagi Misbah kecuali ia manfaatkan untuk menulis dari
tangannya kemudian lahir karya-karya tulisan dan terjemahan kitab
klasik yang sangat banyak. Tradisi menulis ini yang dikembangkan
oleh kakak kandungannya bernama Bisri yang lebih dikenal dengan
nama lengkap Bisri Musthafa pengarang Kitab Tafsir al-Ibriz li
Ma’rifati Al-Qur`an al-Aziz.
Meskipun Misbah dan Bisri dilahirkan di daerah yang sama
namun setelah menikah mereka berpisah dan bertempat tinggal di
daerah yang berbeda. Misbah pindah ke daerah Bangilan Tuban,
setelah menikah pada usia 31 tahun dengan Masruhah Putri dari KH.
Ridhwan, seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh. Dari hasil
pernikahannya, Misbah di karuniai 5 orang anak, yaitu Syamsiah,
Hamnah, Abdullah Badik, Muhammad Nafis, dan Ahmad Rofiq.
Sementara itu Bisri pindah ke Rembang setelah menikah dengan
Marfu’ah putri dari KH. Kholil Harun. Baik Misbah maupun Bisri
3 Muhammad Ridwan, “Karakteristik Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi Al-Aalamin Karya Misbah Musthafa”, h. 36
4 Misbah Musthafa, Shalat dan Tata Krama, terj. Muhammad Nafis (Tuban: Al-Misbah, 2006), cet I
23
kemudian diberi kepercayaan yang mengelola Pondok Pesantren
milik mertuanya karena kecerdasan dan kemampuan yang mereka
miliki.
Sebagai menantu dari seorang pengasuh Pondok Pesantren,
Misbah mula-mula hanya ikut membantu mengajar murid-murid.
Namun setelah KH. Ridhwan meninggal, semua kegiatan Pondok
Pesantren diserahkan kepada Misbah.5
Pada usia 78 tahun, tepatnya pada hari senin 7 Dzul Qo`dah
1414 H, atau bertepatan dengan 18 April 1994 M. KH. Misbah
Musthafa wafat dengan meninggalkan dua istri dan lima putra. Ada
karyanya yang belum selesai, antara lain 6 buah kitab berbahasa Arab
yang belum sempat diberi judul dan tafsir Taj Al-Muslimin yang
sampai wafatnya baru selesai empat juz.
1. Aktif Berpolitik
Selain kegiatan mengajar, menulis dan menerjemah kitab
kuning Misbah juga aktif dalam kegiatan politik. Motivasi Misbah
dalam berpolitik adalah untuk berdakwah melalui partai atau ormas.
Pada awalnya Misbah aktif di Partai NU yang saat itu masih aktif
dalam kegiatan politik. Namun karena perbedaan persepsi tentang
suatu masalah keagamaan yang bukan masalah politik, akhirnya
Misbah keluar. Masalah tersebut terletak pada perbedaan pandangan
mengenai boleh tidaknya mendirikan BPR (Bank Perkreditan
Rakyat). Misbah menganggap BPR sebagai lembaga ekonomi yang
mempraktekkan institusi riba, sehingga Misbah menganggapnya
haram. Sementara NU menganggap bunga bank bukan sebagai riba
sehingga tidak masalah seandainya NU mendirikan bank.
5 Muhammad Sholeh, “Studi Analisis Hadis-Hadis Tafsir Al-Iklil Karya KH. Misbah Musthafa”, Jurnal Ushuluddin, Tahun 2011, h. 36
24
Setelah keluar dari Partai NU Misbah kemudian masuk lagi di
Partai Masyumi, meskipun tidak lama. Ia kemudian keluar dari
Masyumi dan masuk Partai PII (Partai Persatuan Indonesia).
Keikutsertaan Misbah di Partai PII juga tidak berlangsung lama
karena Misbah kemudian masuk Partai Golkar. Sebagaimana
sebelumnya, partisipasi Misbah di Golkarpun tidak berlangsung
lama. Kemudian ia keluar dan berhenti dari kegiatan berpolitik.6
Selama di partai, Misbah sering berdiskusi dengan teman-
teman terkait masalah yang sedang tren di masyarakat. Namun
sebagai seorang yang kuat pendiriannya dalam menghadapi
perbedaan pendapat, Misbah keluar dari partai dan memilih
mempertahankan pendapatnya itu.
Setelah pensiun dari parpol, Misbah kemudian banyak
menghabiskan untuk mengarang dan menerjemahkan kitab-kitab
ulama salaf karena menurutnya dakwah yang paling efektif dan
bersih dari pamrih dan kepentingan apapun adalah dengan menulis,
mengarang, dan menerjemah kitab.
2. Aktif Mengajar
Latar belakang intelektual Misbah dimulai ketika ia
mengikuti pendidikan sekolah dasar yang saat itu diberi nama SR
(Sekolah Rakyat) pada usianya yang baru menginjak 6 tahun. Setelah
menyelesaikan studinya Misbah kemudian melanjutkan pendidikan di
Pesantren Kasingan Rembang pimpinan KH. Khalil bin Harun pada
tahun 1928 M. Orientasi pendidikan Misbah difokuskan untuk
mempelajari ilmu gramatika bahasa Arab yang lebih dikenal dengan
nama Nahwu dan Sharaf. Buku-buku yang cukup akrab dibaca oleh
6 Anisatul Qori`ah, “Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl Ditengah Perkembangan Tafsir Nusantara” Jurnal Ushuluddin, Tahun 2011, h. 59
25
Misbah antara lain; al-Jurumiyah, al-Imriti, dan Alfiyah. Bahkan
pada usianya yang muda Misbah berhasil mengkhatamkan Alfiyah
sebanyak 17 kali. Hal ini menunjukkan keseriusan dan ketekunan
Misbah dalam mempelajari Bahasa Arab. Setelah merasa paham dan
matang, Misbah kemudian mengkaji “kitab kuning” dalam berbagai
disiplin ilmu-ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, hadits,
tafsir, dan tasawuf. Selain menimba ilmu pada KH Kholil, ia juga
mengkaji ilmu-ilmu agama kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk
mempelajari kitab kuning.
Pada tahun 1948, Misbah menikah dengan Masruhah dan
pindah ke Bangilan Tuban, sekaligus membantu mengajar di Ponpes
yang dipimpin mertuanya itu.
Sudah menjadi sebuah tradisi saat itu, ketika ada santri
menonjol secara intelektual, maka dirinya akan “diperebutkan” untuk
dinikahkan dengan putri kyai pengasuh PonPes. Motivasi ini pula
yang melatarbelakangi keinginan KH. Ridhwan untuk menikahkan
anaknya dengan Misbah. KH. Ridhwan telah melihat potensi Misbah
dalam bidang akademik selain kecerdasan yang dimilikinya. Oleh
karena itu, setiap ilmu yang diajarkan dengan cepat ia serap. Karena
potensinya itu, KH. Ridhwan mengharapkan Misbah untuk mengurus
PonPes al-Balagh yang ia pimpin manakala ia belum meninggal
dunia. Pada awalnya Misbah merasa keberatan atas tawaran yang
diberikan KH. Ridhwan untuk mengelola PonPes al-Balagh, namun
karena keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, Misbah
akhirnya terpacu untuk mempelajari kitab kuning sendiri dengan
26
bekal yang diperoleh ketika belajar di PonPes Kasingan bersama KH.
Kholil maupun PonPes Jombang bersama KH. Hasyim Asy’ari.7
Semua materi pelajaran yang diterima Misbah, dipelajari
dengan sungguh-sungguh sampai ia memahaminya dengan baik.
Motivasi Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan
berdasarkan pemahamannya terhadap salah satu ayat Al-Qur`an yang
mengatakan bahwa setiap orang yang menginginkan sesuatu di dunia,
maka Allah akan memberikannya dan begitu pula apabila orang
menginginkan akhirat pasti Allah akan memberinya. Dengan
semangat tersebut Misbah merasa yakin bahwa dengan mempelajari
ilmu dunia secara sungguh-sungguh maka Allah akan memberi
kemudahan kepadanya.
Setelah mempelajari aneka ragam disiplin ilmu-ilmu
keagamaan melalui sumber-sumber yang terdapat dalam kitab
kuning, Misbah pun kemudian bermaksud mempelajari ilmu-ilmu
agama melalui penelaahan langsung terhadap sumber primer, yaitu
Al-Qur`an. Menurutnya, dengan memahami langsung ayat-ayat Al-
Qur`an, maka semakin yakin ia terhadap pengetahuan yang
dimilikinya.
Pengetahuan tentang berbagai aspek ajaran Islam ini
mendorongnya untuk hidup sesuai dengan ajaran tersebut dan
mengajarkan masyarakat untuk mengamalkan ajaran Agama. Dari
situ kemudian Misbah mulai sering berdakwah dalam satu kampung
ke kampung lain untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Misbah
menjadi seorang mubaligh yang cukup populer saat itu. Bukan hanya
itu, Misbah juga seorang qori yang pandai dalam melagukan bacaan
7 Muhammad Ridwan, “Karakteristik Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi Al-Aalamin Karya Misbah Musthafa” Jurnal Ushuluddin, Tahun 2009, h. 40
27
Al-Qur`an. Sebelum Misbah tampil untuk berdakwah dan berceramah
seringkali Misbah tampil sebagai qori, dengan kata lain dalam satu
acara seringkali Misbah tampil sebagai qori sekaligus sebagai
mubaligh.
Dari hasil pengamatan dan perjalanannya dari kampung ke
kampung, Misbah melihat banyak sekali perilaku masyarakat yang
menyimpang dari ajaran-ajaran Al-Qur`an dan hadits. Hal ini
mendorong Misbah untuk memberikan bimbingan kepada
masyarakat tentang pemahaman ayat-ayat Al-Qur`an agar mereka
mengerti ajaran Al-Qur`an sehingga perilaku mereka tidak
menyimpang.
Latar belakang ini kemudian memotivasi Misbah untuk
menafsirkan Al-Qur`an dalam sebuah kitab yang kemudian diberi
nama Taj al-Muslim dalam kitab tafsir ini kita dapat melihat bahwa
Misbah memiliki kepribadian yang sangat kuat dalam memegang
sebuah pendapat berdasarkan pemahamannya terhadap Al-Qur`an.
Meskipun pendapat yang ia kemukakan tidak sejalan dengan
pandangan umum, ia tetap berpegang pada pendiriannya karena ia
berkeyakinan bahwa pendapat yang ia kemukakan sesuai dengan Al-
Qur`an dan hadits.8
3. Guru-Guru dan Murid
Di antara guru KH. Misbah Musthafa adalah KH. Kholil bin Harun
Rembang dan KH. Hasyim `Asy`ari Jombang. Ada banyak murid
yang pernah belajar kepada nya, di antara lain: Kyai Athour Rahman
bin Kyai Hisyam Banyumas, Kyai Zahrul Anam (menantu KH.
Maimun Zubair), Kyai Thoifur Purworejo, Muhibbuddin bin Kyai
8 Muhammad Ridwan, “Karakteristik Tafsir Taj al-Muslimin Min Kalami Robbi Al-Aalamin Karya Misbah Musthafa” h. 36
28
Mahfudz Kaliwungu, Kyai Amien Gedongan Cirebon, Kyai Anis
Buntet dan lain-lain.9
4. Karya-karya
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Misbah Musthafa memiliki
kualitas keilmuan yang sangat menonjol karena ingatannya yang
cukup tajam, ditunjang dengan keseriusan dalam mempelajari kitab-
kitab klasik serta memahami dan menghafal Al-Qur`an dan hadits.
Dari hasil kajiannya Misbah memperoleh landasan intelektual untuk
menyelesaikan masalah berdasarkan sumber yang ia peroleh dari Al-
Qur`an, hadits, dan pendapat ulama salaf. Bagaimanapun
kesimpulannya, Misbah tidak memperdulikan apakah orang-orang
akan mendukung atau menolaknya.
Keseriusan Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan
kemudian diwujudkan dengan banyak menerjemahkan kitab-kitab
klasik atau kitab-kitab keagamaan. Ada banyak karya yang
ditulisnya, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, akhlak, balaghah,
kaidah bahasa Arab, dan lain-lain.
Berikut adalah karya-karya Misbah:
a. Dalam bidang fiqh
1) Al-Muhadzab terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan
penerbit Karunia Surabaya.
2) Minhajul Abidin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Balai Buku Surabaya.
3) Masail al-Faraid dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai
Buku Surabaya.
9 Anisatul Qori’ah, “ Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl Ditengah Perkembangan Tafsir Nusantara”, h. 64
29
4) Minah al-Saniyyah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Balai Buku Surabayadan al-Ihsan Surabaya.
5) ‘Ubdat al-Faraid dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai
Buku Surabaya.
6) Nur al-Mubin fi Adab al-Mushallin penerbit Majlis Ta’lif wa
al-Khatath, Bangilan, Tuban.
7) Jawahir al-Lammaah terjemahan bahasa Jawa penerbit Majlis
Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
8) Kifayat al-Akhyar terjemahan dalam bahasa Jawa Juz I
dengan penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan,
Tuban.
9) Manasik Haji dalam bahasa Jawa dengan penerbit Majlis
Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
10) Manasik Haji dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Majlis
Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
11) Masail al-Janaiz dalam bahasa Jawa dengan penerbit Majlis
Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan Tuban dan Kiblat Surabaya.
12) Minhaj al-Abidin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Balai Buku Surabaya.
13) Masail al-Nisa dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai
Buku Surabaya.
14) Abi Jamrah terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan
penerbit Balai Buku Surabaya.
15) Safinat an Naja terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Balai Buku Surabaya.
16) Bahjat al-Masail terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ihsan Surabaya.
30
17) Sulam al-Taufiq terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Balai Buku Surabaya.
18) Pegangan Modin dalam bahasa Indonesia dengan penerbit
Kiblat Surabaya.
19) Al-Bajuri terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit
Kiblat Surabaya.
20) Fashalatan dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Progresif
Surabaya.
21) Fashalatan dalam bahasa Jawa dengan penerbit Sumber
Surabaya.
22) Matan Tahrir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit
al-Ihsan Surabaya.
23) Matan Taqrib terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit
Sumber Surabaya.
24) Fath al-Mu’in terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit
Asco Surabaya.
25) Bidayat al-Hidayah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Utsman Surabaya.
26) Minhaj al-Qawim terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ihsan Surabaya.
b. Dalam bidang kaidah bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, dan
Balaghah)
1) Alfiyah Kubra dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku
Surabaya.
2) Nadham Maqshud dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai
Buku Surabaya.
31
3) Nadham Imrithi dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai
Buku Surabaya.
4) Assharf al-Wadih penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath,
Bangilan, Tuban.
5) Jurumiyah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit
Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
6) ‘Uqud al-Juman Juz I terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
7) Sulam al-Nahwi terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Asegaf Surabaya.
8) Al-Jauhar al-Maknun terjemahan dalam bahasa Indonesia
dengan penerbit Menara Kudus.
9) Al-Jauhar al-Maknun terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Karunia Surabaya.
10) Alfiyah Sughra terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ihsan Surabaya.
c. Dalam bidang tafsir
1) Taj al-Muslimin Juz I, II, III dan IV penerbit Majlis Ta’lif wa
al-Khatath, Bangilan, Tuban.
2) Tafsir Jalalain terjemahan bahasa Indonesia penerbit Assegaf
Surabaya.
3) Tafsir Jalalain terjemahan bahasa Jawa penerbit Assegaf
Surabaya.
4) Tafsir al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al Ihsan Surabaya.
5) Tafsir Surat Yasin yang ditulis dengan bahasa Jawa.
6) Al-Itqan terjemahan karya al-Suyuthi ke dalam bahasa Jawa.
32
d. Dalam bidang hadits
1) Al-Jami al-Saghir terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan
penerbit Karunia Surabaya.
2) Al-Jami al-Saghir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Assegaf Surabaya.
3) Tiga Ratus Hadits dalam bahasa Jawa dengan penerbit Bina
Ilmu Surabaya.
4) Hadits Mimiyyah dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
5) Riyadh al-Shalihin terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit
Assegaf Surabaya.
6) Durrot al-Nashihin terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit
Asco Pekalongan.
7) Durrot al-Nashihin terjemahan bahasa Indonesia dengan
penerbit Menara Kudus.
8) Riyadh al-Shalihin terjemahan bahasa Indonesia dengan
penerbit Karunia Surabaya.
9) 633 Hadits Nabi dalam bahasa Jawa dengan penerbit alIhsan
Surabaya.
10) Shahih al-Bukhari terjemahan dalam bahasa Jawa dan
penerbit Asco Surabaya.
11) Bulughul Maram terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ihsan Surabaya.
12) Adzkar al-Nawawi terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ma’arif Bandung.
13) Shahih al- Bukhari terjemahan dalam bahasa Indonesia
dengan penerbit Assegaf Surabaya.
33
14) Jami al-Shaghir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ihsan Surabaya.
e. Dalam bidang akhlak-tasawuf
1) Al-Hikam terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
2) Adzkiya dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
3) Adzkiya dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
4) Sihr al-Khutaba dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
5) Syams al-Ma’arif terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit
Assegaf Surabaya.
6) Hasyiyat Asma dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
7) Dalail terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
8) Al-Syifa terjemahan bahasa Indonesia dengan penerbit
Karunia Surabaya.
9) Idhat al-Nasiin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Karunia Surabaya dan Raja Murah Pekalongan.
10) Hidayat al-Shibyan dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai
Buku.
11) Asma’ al-Husna terjemahan dalm bahasa Jawa dengan
penerbit al-Ihsan Surabaya.
12) Ihya Ulumuddin terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit
Raja Murah Pekalongan.
34
13) Lukluah terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Kiblat
Surabaya.
14) Taklim terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Imam
Surabaya.
15) Washaya terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Utsman
Surabaya.
16) Aurad al-Balighah dalam bahasa Jawa dengan penerbit Kiblat
Surabaya.
f. Dalam bidang kalam (teologi)
1) Tijan al-Darori terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Balai Buku Surabaya.
2) Syu’b al-Iman dalam bahasa Jawa dengan penerbit al-Ihsan
Surabaya.
g. Dalam bidang yang lain.
1) Nur al-Yaqin terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan
penerbit Karunia Surabaya.
2) Minhat al-Rahman dalam bahasa Jawa dengan penerbit
Menara Kudus.
3) Khutbah Jumat dalam bahasa Jawa dengan penerbit Karya
Abadi Surabaya.
4) Al-Rahbaniyyah dalam bahasa Indonesia dengan penerbit
Balai Buku Surabaya.
5) Syi’ir Qiyamat dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
6) Dibak Makna dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku
Surabaya.
35
7) Fushul al-Arbainiyyah dengan penerbit Balai Buku Surabaya.
8) Qurrat al-‘Uyun terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
9) Manaqib Walisongo penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath,
Bangilan, Tuban.
10) Attadzkirat al-Haniyyah (khutbah) penerbit Majlis Ta’lif wa
al-Khatath, Bangilan, Tuban.
11) Misbah al-Dawji (Barzanji) terjemahan bahasa Jawa dengan
penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
12) Hizb Nashar dalam bahasa Jawa dengan penerbit Majlis Ta’lif
wa al-Khatath, Bangilan, Tuban.
13) Wirid Ampuh penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan,
Tuban.
14) Khutbah Jum’ah dalam bahasa Jawa dengan penerbit alIhsan
Surabaya.
15) Nadham Burdah terjemahan dalam bahasa Jawa dengan
penerbit Assegaf Surabaya.
16) Beberapa Hizb dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf
Surabaya.
17) 300 Doa dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Samsiyah
Solo.
18) Dakwat al-Ashhab dalam bahasa Jawa dengan penerbit Kiblat
Surabaya.10
10 Ahmad Syarofi, “Penafsiran Sufi Surah Al-Fatihah Dalam Tafsir Taj Al-Muslimin dan Tafsir Al-Iklil Karya KH. Misbah Musthafa”, h. 33-38
36
5. Profil Tafsir al-Iklil
Dalam pembukaan kitab tafsirnya, al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil,
Misbah Mustafa memang tidak menyebutkan secara khusus motivasi
di balik penulisan kitab ini. Hanya saja beliau mengungkapkan
keinginan dan idealismenya untuk menjalankan syari’at Islam
semaksimal mungkin dengan cara terlebih dahulu memahami Al-
Qur`an beserta kandungan-kandungan yang ada di dalamnya.
Mengenai penamaan “al-Iklil”, berkaitan dengan masalah
sosial dan beliau juga termotivasi dari kegiatan spiritual yang
diembannya selama kehidupan sehari-hari dengan tradisi sufistiknya.
Secara etimologis, “al-Iklil” berarti mahkota bagi kaum muslimin.
Mahkota dalam bahasa jawa berarti “kuluk”, atau tutup kepala untuk
seorang raja. Pada zaman dahulu setiap raja memiliki tutup kepala
yang berlapiskan emas dan berlian atau intan. Harapan dari Misbah
Mustafa, adalah supaya orang-orang muslimin menjadikan Al-Qur`an
sebagai mahkota atau pelindung bagi dirinya yang dapat membawa
ketentraman batin baik di dunia dan akhirat.11
Penulisan kitab Tafsir al-Iklil dimulai pada tahun 1977,
selesai ditulis pada tahun 1985. Dalam penafsirannya beliau banyak
menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang
sedang berkembang dalam masyarakat pada waktu itu.
Setiap kitab tafsir yang ditulis oleh seseorang ulama
memiliki penafsiran dan corak yang berbeda dengan kitab tafsir yang
lainnya. Perbedaan tersebut sangat tergantung pada kecenderungan,
keahlian, minat dan sudut pandang penulis yang dipengaruhi latar
11 Muhammad Sholeh, “Studi Analisis Hadis-Hadis Tafsir Al-Iklil Karya KH. Misbah Musthafa”, h. 46
37
belakan g pengetahuan dan pengalaman serta tujuan yang ingin dituju
oleh penulis.
6. Sistematika dan Corak Penulisan Kitab Tafsir al-Iklil
Sistematika dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an KH.
Misbah Mustafa di dalam Tafsir al-Iklil sebagai berikut:
a. Nama surat dan jumlah ayat
Misbah Mustafa mengawali tafsirnya dengan menyebutkan
nama surat dan jumlah ayatnya. Kemudian menjelaskan surat
tersebut diturunkan sebelum (makkiyah) atau sesudah hijrah Nabi
Muhammad SAW (madaniyah). Misbah Mustafa menyebutkan
suatu surat yang sebagian ayat-ayatnya merupakan ayat makkiyah,
sementara ayat yang lainnya termasuk ayat madaniyyah.
Contohnya pada surat al-Syura yang terdiri 227 ayat makkiyyah,
kecuali empat ayat terakhir dari 224-227 termasuk ayat
madaniyyah.
b. Terjemahan makna gandul
Setelah semua ayat dalam surat ditulis secara urut, beliau
kemudian memberi makna di bawah setiap kata dalam ayat tersebut
yang dalam tradisi pesantren dinamakan “makna gandul”.
Dinamakan demikian karena masing-masing kata diartikan ke
dalam bahasa jawa dengan cara di-gandul-kan (digantungkan) di
bawah kata-kata asli yang diartikan.
c. Penjelasan Global
Setelah memberikan makna gandul, Misbah Mustafa
menerjemahkan ayat demi ayat dengan terjemahan bebas tanpa
terikat pada susunan dan pola kalimat. Terjemahan bebas semacam
38
ini lebih dikatakan sebagai langkah untuk menemukan intisari yang
di maksud oleh ayat, sehingga penjelasan ini lebih tepat dikatakan
sebagai penjelasan global. Posisi intisari ini diletakkan persis
dibawah ayat yang diberi makna gandul dengan pemisah berupa
garis tunggal.
d. Penjelasan Terperinci
Tahap terakhir upaya Misbah Mustafa dalam menafsirkan
ayat al-Qur`an dilakukan dengan menjelaskan dan menerangkan
ayat demi ayat dari makna kosakata, makna kalimat, munasabah
ayat, asbabun nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi SAW,
sahabat, tabi’in dan ulama-ulama yang lainnya, dimana prosedur
ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat,
surat per surat dalam al-Qur`an.
Kitab ini terdiri dari 4800 lembar dalam 30 jilid,
pemisahannya berbatas pada juz dalam al-Qur`an. Mengawali
penjelasan dalam setiap surat pengarang tidak memberikan sebuah
pengantar yang berisi gambar an secara umum suatu ayat tersebut,
namun dalam kesempatan yang lainnya pengarang juga
memberikan kata (tanbihun) atau disebut juga dengan sebuah
keterangan yang dilampirkan secara khusus oleh pengarang untuk
menjelaskan kesimpulan dari sebuah surat dalam alQur`an.
Biasanya terletak pada akhir dari suatu surat, akan tetapi tidak
semua surat ada kata (tanbihun), hanya sebagian saja yang
dikehendaki oleh pengarang. Melihat sistematika dalam penafsiran
tersebut bahwa metode penafsiran dalam Tafsir al-Iklil adalah
39
tahlili, dimana metode itu sangat cocok karena dalam upaya
menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an begitu terperinci.12
Para pakar Ulumul Qur`an membagi corak tafsir ke dalam
enam macam, yaitu: corak sastra bahasa, corak filsafat dan teologi,
corak penafsiran ilmiah, corak fiqih atau hukum, corak tasawuf,
dan corak sastra budaya (adabi al-ijtima’i).
Melihat dari beberapa tafsiran ayat-ayat dalam Tafsir al-
Iklil karya KH Misbah Musthafa cenderung kepada corak sufi dan
adabi ijtima’i. Artinya dalam Tafsir al-Iklil mengandung
pembahasan tentang tasawuf.13
12 Ahmad Syarofi, “Penafsiran Sufi Surah Al-Fatihah Dalam Tafsir Taj Al-Muslimin dan Tafsir Al-Iklil Karya KH. Misbah Musthafa”, h. 52-53
13 Muhammad Sholeh, “Studi Analisis Hadis-Hadis Tafsir Al-Iklil Karya KH. Misbah Musthafa”, h. 47
40
BAB III
ISRẨILÎYAT
A. Pengertian Israiliyat
Israiliyat adalah bentuk jamak dari kata isra`iliyyah, nisbat kepada
Bani Israil. Penisbatan dalam hal ini adalah pada bagian akhir dari kata
majemuk, bukan pada bagian awalnya.
Israil adalah nama lain dari Nabi Yakub yang secara kebahasaan
bermakna hamba Allah. Bani Israil adalah anak-anak keturunan
Yakub.1Mereka dikenal dengan nama Yahudi sejak dahulu kala.
Sementara orang-orang yang beriman kepada nabi Isa dinamakan
Nasrani Adapun orang yang beriman kepada penutup para nabi dan
telah menjadi bagian dari kaum muslimin dikenal dengan “Muslimin
Ahl al-kitab.2
Perkataan Israiliyat walaupun pada mulanya menunjukkan kisah-
kisah yang diriwayatkan dari sumber Yahudi, akan tetapi dipergunakan
juga oleh ulama tafsir dan hadis dengan membenarkan sebagian cerita-
cerita Yahudiah. Bahkan lebih luas daripada itu, Israiliyat dalam istilah
mereka menunjukkan semua cerita lama yang masuk ke dalam tafsir
dan hadis yang bersumber dari Yahudi dan Nasrani atau selain
keduanya. Sebagian ulama tafsir dan hadis memperluas makna
israiliyat dengan cerita yang dimasukkan oleh musuh-musuh Islam,
baik yang datang dari Yahudi ataupun dari sumber lainnya. Hal
demikian itu lalu dimasukkan ke dalam tafsir dan hadis, walaupun
1 Muhammad Ibn Muhammad Abu Syabah, Israiliyyat dan Hadits-Hadits Palsu Tafsir Al-Qur`an, terj. Mujahidin Muhayan dkk (Depok: Keira Publishing, 2014), h. 1
2 Kata “Ahl al-kitab” digunakan untuk menyebut orang-orang Yahudi dan Nasrani, tapi dalam hal ini biasanya yang dimaksud hanyalah orang-orang Yahudi saja. Sebeb merekalah yang dulu tinggal di Madinah dan sekitarnya. Juga, karena sbagian besar dari israiliyyat masuk melalui orang-orang Yahudi.
41
42
cerita itu bukan cerita lama, dan memang dibuat oleh musuh-musuh
Islam yang sengaja akan merusak akidah kaum muslimin.3
Sejak tahun 70 M kaum Ahl al-kitab yang mayoritas orang-orang
Yahudi itu telah berimigrasi secara besar-besaran ke jazirah Arab untuk
menghindari tekanan dan penindasan yang dilakukan oleh Nitus,
seorang panglima Romawi. Mereka juga sering mengadakan
perjalanan, baik ke arah barat maupun timur. Dengan demikian,
peradaban mereka banyak mempengaruhi orang-orang timur dan begitu
pula sebaliknya.
Sementara itu, bangsa Arab di zaman jahiliyah juga banyak
melancong ke negeri lain. Al-Qur`an menginformasikan bahwa orang-
orang Quraisy mempunyai dua waktu perjalanan musim dingin ke
negeri Yaman dan musim panas ke negeri Syam yang kebetulan negeri
itu banyak didiami oleh kaum Ahl al-kitab, terutama orang-orang
Yahudi. Kondisi seperti ini terus berlanjut hingga Islam lahir dan
berkembang di jazirah Arab.
Kondisi dua kebudayaan (Yahudi dan Muslim) melahirkan
pemikiran-pemikiran yang berbeda hingga tidak jarang terjadi dialog
antara keduanya. Mereka saling bertukar pikiran ihwal masalah-
masalah keagamaan. Bahkan, Rasulullah sendiri sering dihujani
pertanyaan oleh kaum Yahudi, terutama menyangkut keabsahan beliau
sebagai nabi dan utusan. Akan tetapi, karena keabsahan nubuwwah dan
risalah agama Islam berikut Al-Qur`an sebagai petunjuk hidupnya
dapat dibuktikan secara konkret, maka Rasululah dapat menarik
mereka masuk ke dalam agama Islam, semisal Ka`ab Al-Akhbar,
Abdullah bin Shuriya, dan Abdullah bin Salam. Nama yang disebut
terakhir ini adalah “nabi” kaum Yahudi yang telah banyak menangkap
3 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, h. 9
43
adanya indikasi nubuwwah Muhammmad dalam kitab Taurat.
Pengetahuannya yang mendalam tentang agama Yahudi menjadikan
dirinya menduduki posisi penting dan terpandang, baik dikalangan
Yahudi maupun sesudah masuk Islam di kalangan kaum Muslim.4
Al-Qur`an menyandang banyak hal, sebagiannya sudah pernah
disebutkan dalam Taurat dan Injil, khususnya yang berhubungan
dengan cerita-cerita para rasul dan informasi mengenai masyarakat
terdahulu. Tetapi Al-Qur`an menjelaskan pernyataan yang
dikemukakan kepada umat sebagai pelajaran dan peringatan tanpa
menyebutkan secara rinci, seperti sejarah tentang peristiwa-peristiwa
dan peperangan, nama-nama negeri dan para tokoh. Mengenai Taurat,
Al-Qur`an mendiskripsikan segala sesuatu secara elabolatif dengan
penjelasan yang sempurna dan begitu juga perjanjian baru.
Ketika Ahl al-kitab memeluk agama Islam, mereka
mengikutsertakan budaya religius mereka ke dalam ajaran Islam,
misalnya hal-hal yang berkenaan dengan sejarah dan cerita-cerita yang
bersifat keagamaan. Bilamana mereka membaca kisah-kisah dalam Al-
Qur`an setelah mereka menjadi orang Islam biasanya menyebutkan
ungkapan-ungkapan tertentu yang pernah didapatkan dalam kitab suci
Yahudi. Para sahabat enggan menerima riwayat-riwayat yang berasal
dari mereka. Para sahabat cenderung bersikap netral terhadap informasi
yang mereka dengar dari Ahl al-kitab sebagai realisasi sabda Nabi,
“Jangan kamu percaya begitu saja informasi yang datang dari Ahl al-
kitab, dan jangan pula kamu menyalahkan mereka, tetapi katakanlah”
kami beriman kepada Allah SWT. dan apa yang di wahyukan kepada
kami.”
4 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Belajar Mudah Ulum Al-Qur`an (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2002), h. 278
44
Dialog sering dilakukan di antara para sahabat dan Ahl al-kitab
tentang berbagai topik terutama rincian cerita-cerita dan riwayat-
riwayat yang terkandung dalam kitab suci ini. Para sahabat hanya
menerima sebagiannya saja sepanjang materinya tidak bertentangan
dengan akidah dan sesuai dengan hukum Islam yang syah (legal
rulings). Kemudian mereka menjadikan cerita-cerita itu sebagai bahan
perbincangan mereka sehari-hari.
Para sahabat seperti dikisahkan tidak mengambil sesuatu dari Ahl
al-kitab ketika mereka memusatkan perhatian kepada tafsir Al-Qur`an,
kecuali kepada hal-hal tertentu saja itupun sangat kecil. Pada masa
tabi`in, pemeluk Islam semakin bertambah dikalangan Ahl al-kitab dan
diriwayatkan bahwa para tabi`in banyak yang mengambil informasi
dari mereka. Para mufassir yang datang setelah periode para tabi`in
juga lebih giat dan rajin mengadopsi informasi yang berasal dari orang
Yahudi.5 Sebagian dari mereka menerima berita-berita dari orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam, dan memasukkannya ke
dalam tafsir tanpa lebih dahulu mengoreksinya.
Para mufassir pada masa itu sangat berbaik sangka kepada segala
pemberitaan yang menyampaikan khabar. Mereka beranggapan bahwa
mereka yang sudah masuk Islam tentu tidak mau berdusta. Inilah
sebabnya para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi
kabar-kabar yang mereka terima.6
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud
dengan Israiliyat ialah segala kisah dan berita yang bersumber dari
5 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur`an , terj .Hasan Basri dan Amroeni (Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 36-37
6 Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 189
45
referensi agama Yahudi yakni Taurat (Perjanjian Lama), Talmud7
dengan segala penjelasannya dan kisah-kisah palsu yang dibuatnya,
begitu juga segala kisah dan berita yang bersumber dari referensi
agama Nasrani Kitab Injil (Perjanjian Baru), kisah-kisah para rasul
dengan sejarah hidupnya dan lain-lain. Itu semua merupakan sumber
kisah-kisah Israiliyat, sekalipun diakui bahwa kisah-kisah tersebut
didominasi oleh referensi dari agama Yahudi. Sebagaimana kita
maklumi bahwa orang- orang Yahudi adalah orang-orang yang sangat
membenci dan sangat memusuhi Islam dan umatnya.8
B. Masuknya Israiliyat ke Dalam Tafsir
Sebenarnya cara merembesnya cerita-cerita Israiliyat ke dalam
tafsir dan hadis didahului oleh masuknya kebudayaan Arab jahiliyah.
Pada waktu itu di tengah-tengah orang Arab segolongan Ahl al-kitab,
yaitu kaum Yahudi pindah ke jazilah Arab sejak dahulu. Perpindahan
itu terjadi secara besar-besaran pada tahun 70 M.9
Kebanyakan informasi yang berasal dari orang-orang Yahudi
biasanya terdapat dalam riwayat yang disampaikan oleh empat orang
yaitu: Abdullah bin Salam, Ka`ab bin Al-Akhbar, Wahab bin Munabbih
dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Pandangan para ulama
tentang hukum dan reliabilitas10 berbeda di antara mereka. Perbedaan
yang paling besar adalah mengenai riwayat ka`ab al-Akhbar sedangkan
Abdullah bin Salam posisi paling tinggi dalam bidang keilmuan. Imam
7 Talmud adalah kumpulan kaedah wasiat, undang-undang agama, undang-undang akhlak, undang-undang perdata, penjelasan, penafsiran, ajaran, dan riwayat, yang dinukil dan dipelajari secara lisan dari waktu ke waktu.
8 Ahmad Dimyati Badruzzaman, Kisah-Kisah Israiliyat Dalam Tafsir Munir, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), h. 38-39
9 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin Hafidhuddin, h. 11
Bukhari dan ulama lain, di antara Ahli hadits yang menerima
periwayatan Abdullah bin Salam. Meskipun demikian ada juga hujatan-
hujatan untuk menentangnya seperti halnya yang dilakukan terhadap
Ka`ab Al-Akhbar dan Wahab bin Munabbih. Rasulullah SAW. telah
mengingatkan kaum muslimin agar tidak terpengaruh oleh sumber ini.
Abu Hanifah meriwayatkan Ahl al-kitab (Yahudi) biasa membaca kitab
Taurat dalam bahasa Ibrani dan mereka menjelaskannya dalam bahasa
Arab kepada orang-orang Islam. Ibnu Mas`ud, sahabat yang terkenal,
berkata: “Jangan tanyakan kepada Ahl al-kitab tentang tafsir, karena
mereka tidak dapat membimbing ke arah yang benar mereka sendiri
berada dalam kesalahan.11
Al-Qur`an bertujuan dengan memaparkan kisah-kisahnya agar
manusia dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan kesudahan
tokoh/masyarakat yang dikisahkannya, kalau baik agar diteladani dan
kalau buruk agar dihindari.12 Bukan semata untuk bercerita, untuk
memberikan pelajaran moral, untuk mengajarkan bahwa masa lalu
Tuhan selalu memberikan balasan pahala kepada orang-orang baik dan
menghukum orang-orang jahat.13
Bila kita meneliti kitab-kitab Taurat (Perjanjian Lama) dan Injil
(Perjanjian Baru), kita akan mendapati bahwa kedua kitab suci itu juga
memuat banyak kisah yang sama seperti yang terdapat dalam Al-
Qur`an, terutama kisah-kisah yang berhungan dengan para nabi,
walaupun terdapat perbedaan-perbedaan besar atau kecil.
Dalam mengemukakan kisah-kisah para nabi, Al-Qur`an
menampilkan pola yang berbeda dengan pola Taurat dan Injil. Al-
11 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur`an , terj .Hasan Basri dan Amroeni, h. 37
12 M. Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentara Hati, 2013), h. 320-321 13 Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (New York: Palgrave Macmillan, 2002), h. 15
47
Qur`an hanya mengambil bagian-bagian kisah yang membawa kisah
yang membawa nasihat dan pelajaran, tidak mengungkapkan
permasalahannya secara rinci. Al-Qur`an tidak menyebutkan saat dan
nama negeri tempat terjadinya peristiwa tertentu dan biasanya tidak
menyebutkan nama-nama tokoh yang berperan dalam peristiwa tersebut
dan tidak memberikan rincian jalannya cerita, melainkan hanya memilih
beberapa fragmen yang ada relefansinya dengan tema cerita itu.14
Sementara itu pada saat yang lain, Al-Qur`an menyebutkan nama
tokoh, akan tetapi dalam konteks deskripsi atau kata-kata yang
digunakan antara satu kisah dengan lainnya ada kemiripan dan
kesamaan.15
Bila kita membaca salah satu kisah yang sama-sama diceritakan
dalam Al-Qur`an dan Taurat, atau dalam Al-Qur`an dan Injil, kemudian
kita bandingkan maka kita dapat melihat dengan jelas adanya perbedaan
dalam pola-pola kisahnya.16
Dalam merespon masalah ini Ibnu Taimiyah (w. 728 H) telah
mengungkapkan komentarnya di dalam kitab Muqaddimah sebagai
berikut: “Mayoritas riwayat hadis yang disebutkan oleh Isma`il bin
`Abd Al-Rahman Al-Suddi di dalam kitab tafsirnya dari Ibnu Mas`ud
dan Ibnu Abbas. Akan tetapi, kadang-kadang disebutkan juga beberapa
riwayat dari beberapa orang Ahl al-kitab yang telah diperolehkan
Rasulullah SAW. untuk diambil beritanya. Sebab Rasulullah bersabda:
بـلغوا عني ولو آية، وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج، ومن كذب علي
دا، فـليـتـبـوأ مقعده من النار متـعم14 Ahmad Dimyati Badruzzaman, Kisah-Kisah Israiliyat Dalam Tafsir Munir, h. 41 15 Muhammad A. Khalafulah, Al-Fann Al-Qashashi Fi Al-Qur`an Al-Karim, (Beirut:
Sina li Al-Nasyr Wa Al-Intisyar Al-Arabi, 1999), h. 216 16 Ahmad Dimyati Badruzzaman, Kisah-Kisah Israiliyat Dalam Tafsir Munir, h. 41
48
“Sampaikanlah olehku kalian ajaran yang berasal dariku sekalipun hanya satu ayat. Sampaikanlah juga berita yang berasaldari Bani Israil. Dan hal itu tidak apa-apa (hukumnya). barang siapa mendustakan aku secara sengaja, maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari api neraka.17
Hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari riwayat
`Abdullah bin `Amr pada waktu perang Yarmuk. `Abdullah bin `Amr
telah mendapatkan harta rampasan dua ekor unta milik Ahl al-kitab
yang penuh dengan beberapa kitab mereka. Oleh karena itu, dia
meriwayatkan beberapa berita dari kitab tersebut dengan alasan adanya
izin dari hadits Rasulullah SAW. Berita-berita Israiliyat boleh dijadikan
sebagai sumber sekunder, namun bukan lantas untuk diyakini.18
Tafsir dan hadis, keduanya sangat terpengaruh oleh kebudayaan
Ahl al-kitab yang berisikan cerita-cerita palsu dan bohong. Israiliyat
juga mempunyai pengaruh buruk ia diterima oleh masyarakat umum
dengan kecintaan yang jelas. Ia dituliskan pula oleh sebagian
cendikiawan dengan mudah, sehingga kadangkala ia sampai pada
keadaan diterima walaupun jelas lemah dan terang bohongnya. Padahal
itu semua merupakan hal yang akan merusak akidah sebagian besar
kaum Muslimin, serta menjadikan Islam dalam pandangan musuh-
musuhnya sebagai agama yang penuh khurafat dan hal-hal yang tidak
masuk akal.
Jadi, merembesnya cerita Israiliyat ke dalam tafsir dan hadis secara
meluas itu karena telah diketahui oleh para ulama, bahwa tafsir dan
hadis itu memiliki dua periode yang berbeda. Pertama, periode
periwayatan, dan kedua, periode pembukuan.19
17 Al-Bukhari Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari, (Beirut: DarAl- Fikr, ), jilid 11, h. 234
18 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Bi Al-Ma`tsur, h. 103 19 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin
Hafidhuddin, h. 14
49
C. Klasifikasi Israiliyat
Para ulama pada umumnya mengklasifikasikan Israiliyat dalam tiga
bagian, yaitu:
1. Israiliyat yang sejalan dengan Islam.
2. Israiliyat yang tidak sejalan dengan Islam.
3. Israiliyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua.
Pengklasifikasian dirumuskan dengan mengacu pada keterangan-
keterangan Nabi. Nabi tidak langsung mengklasifikasi tersebut
melainkan pemahaman ulama terhadap keterangan-keterangan Nabi.
itulah sebabnya pengklasifikasian di atas bersifat ijtihad sehingga tidak
bersifat mengikat sehingga tidak menutup kemungkinan untuk
merumuskan klasifikasi Israiliyat yang lain.20
Israiliyat terbagi menjadi tiga bagian, tetapi ada juga yang berbeda
pandangan. Jika dilihat dari sudut shahih dan tidaknya, cerita Israiliyat
terbagi pada cerita yang shahih dan cerita yang dhaif (termasuk dhaif
yang maudhu`).
1. Contoh dari cerita Israiliyat yang shahih
Ibnu Katsir di dalam Tafsir-nya meriwayatkan dari Ibnu Jarir, “Menceritakan kepada kami Mustani dari Usman bin Umar dari Fulaih dari Hilal bin Ali dari `Ata` bin Yasir, ia berkata: aku telah bertemu dengan Abdullah bin `Amr dan berkata kepadanya: Ceritakanlah olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah yang diterangkan di dalam kitab Taurat! Ia berkata: Ya, demi Allah, sesungguhnya sifat Rasulullah di dalam Taurat sama seperti diterangkan di dalam Al-Qur`an: “Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan, dan pemelihara orang-orang yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku, namamu dikagumi, engkau tidak kasar dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum agama Islam tegak dan lurus, dengan ucapan: Tiada Tuhan yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali
20 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin Hafidhuddin, h. 15
50
Allah SWT. Dengannya pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka mata yang buta. `Ata` berkata: kemudian aku bertemu dengan Ka`ab, lalu aku bertanya kepadanya tentang masalah tersebut. Maka tidak ada perbedaan kata apapun juga, kecuali Ka`ab berkata, telah sampai kepadanya: Quluban Gaulufiyyah (hati yang tertutup), telinga yang tuli dan mata yang buta.
Ibnu Katsir telah mengaitkan riwayat ini dengan pernyataannya:
“Bahwasannya al-Bukhari telah meriwayatkan berita ini di dalam
kitab Shahih-nya Muhammad bin Sinan, dari Fulaih, dari Hilal bin
Ali, ia menceritakan sanadnya, seperti yang telah disebutkan, tetapi
ia menambah, setelah ucapannya: Bahwa Nabi itu tidak kasar dan
keras ucapannya: Dan bagi sahabat-sahabatnya di pasar-pasar, ia
tidak pernah menambah membalas keburukan dengan keburukan,
akan tetapi memaafkan dan mengampuni.21
2. Contoh cerita Israiliyat yang dhaif
Ada riwayat yang menjelaskan firman Allah SWT, :
وما أنزل على الملكين ببابل هاروت
“... dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri
Babil yaitu Harut dan Marut.”(QS. Al-Baqarah ayat 102).
Al-Suyuthi telah menyebutkan di dalam kitab Tafsir-nya
sebuah riwayat yang redaksinya sebagai berikut: “Said bin Jariri,
dan Al-Khathib telah meriwayatkan dalam kitab Tarikh-nya dari
Nafi` bahwa ia berkata: ‘Aku pernah bepergian bersama dengan
Ibnu Umar. Ketika di tengah malam menjelang pagi, beliau
berkata kepadaku: ‘Wahai Nafi’, apakah sudah ada warna merah
yang terbit?’ Aku menjawab: ‘Belum (aku mengucapkannya
21 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin Hafidhuddin, h. 35-36
51
sebanyak tiga kali).’ kemudian aku kembali berkata, ‘sudah
terbit.’ Ibnu Umar berkata, ‘Aku tidak menyambut
kemunculannya.’ Aku berkata: “Subhanallah, (bukankah dia
adalah) sebuah bintang yang ditundukkan, mendengar lagi taat?’
Ibnu Umar berkata: ‘Aku tidak mengatakan sesuatu kepadamu
kecuali yang telah aku dengar dari Rasulullah SAW. Beliau telah
bersabda: ‘Sesungguhnya para malaikat pernah berkata: Wahai
Tuhanku, bagaimana engkau bisa sabar dengan perbuatan salah
dan dosa Bani Adam kepadamu?’ Allah SWT. Berfirman:
‘Sesungguhnya aku telah memberikan cobaan kepada mereka
(dengan hawa nafsu). sedangkan kalian tidak aku beri hal
tersebut.’ Para malaikat berkata lagi: ‘Seandainya kami menjadi
mereka (Bani Adam), pasti kami tidak akan bermaksiat kepada-
Mu.” Allah SWT. Berfirman: ‘Kalau begitu pilih saja dua malaikat
di antara kalian (untuk aku jadikan percobaan).’ Maka para
malaikat menunjuk Malaikat Harut dan Marut. Akhirnya kedua
malaikat itu diturunkan ke bumi. Allah SWT telah membuat syabaq
kepada kedua malaikat itu. Aku bertanya kepada Ibnu Umar,
‘Apakah syabaq itu? Ibnu Umar menjawab: ‘Syabaq itu adalah
Syahwat. Lantas datang seorang perempuan yang bernama al-
Zahra. Ternyata kedua malaikat tersebut tertarik dengan
perempuan itu. Masing-masing dari mereka menyembunyikan
gejolak yang dirasakannya dalam hati mereka masing-masing.
Kemudian salah satu dari mereka berkata kepada rekannya,
‘Apakah hatimu juga merasakan gejolak seperti yang aku rasakan
dalam hatiku? Rekannya menjawab: Benar. Kedua malaikat itu
akhirnya dengan sengaja mengajak Al-Zahra memenuhi nafsunya.
Namun perempuan itu berkata: ‘Aku tidak akan mengizinkan
52
kalian menyentuhku sampai kalian mengajarkan kepadaku kata
yang bisa menyebabkan kalian naik ke atas langit.’ Kedua malaikat
itu menolak untuk memberitahukan kata tersebut dan kembali
mengajak perempuan tersebut. Namun al-Zahra tetap menolak.
Akhirnya kedua malaikat itu mau mengajarkan kata yang bisa
menyebabkan manusia terbang ke langit. Ketika perempuan itu
terbang ke angkasa, Allah SWT. langsung merubahnya menjadi
sebuah binatang, Allah SWT juga yang memutuskan salah satu
sayapnya. Kemudian kedua malaikat itu meminta kepada tuhannya
agar diberi taubat. Akhirnya Allah SWT. memberikan pilihan
kepada mereka berdua malaikat itu untuk datang ke Babilonia.
Mereka berdua pergi ke tempat tersebut untuk kemudian menjalani
siksaan. Mereka berdua disungsung di antara langit dan bumi
untuk menjalani azab sampai hari kiamat nanti.
Sebenarnya cerita panjang yang dipaparkan di atas termasuh
kisah khurafat dan kebohongan yang dibuat-buat Bani Israil.
Subtansi cerita itu sulit diterima oleh akal sehat. Oleh karena itulah,
para ulama berusaha untuk mengkritik dan membahas kebatilan
riwayat tersebut.
Al-Qurthubi melakukan kritik terhadap riwayat-riwayat seperti
itu ia berkata semua semua riwayat tersebut dhaif dan tidak
mungkin jika diriwayatkan oleh seorang sahabat sekaliber Ibnu
Umar dan lainnya. Kandungan kisah itu sebenarnya bertentangan
dengan kaidah yang berlaku pada diri malaikat. Malaikat adalah
makhluk kepercayaan Allha SWT. yang bertugas untuk
menyampaikan wahyu dan menjadi mediator antara Allah dan para
Rasul-Nya.22
22 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir Bi Al-Ma`tsur, h. 104-105
53
3. Contoh cerita Israiliyat yang didiamkan
Maksud dari didiamkan adalah tidak ada yang memperkuat ataupun
ataupun menolaknya, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir
sebagai berikut:
Ada seorang laki-laki dari Bani Israil yang memiliki harta
cukup banyak dan mempunyai seorang anak perempuan. Ia
mempunyai seorang anak laki-laki dari saudara laki-lakinya yang
miskin. Kemudian anak laki-laki tersebut melamar anak
perempuannya itu. Akan tetapi pamannya itu enggan
menikahkannya, dan akibatnya keponakan tadi menjadi marah dan
berkata, “Demi Allah, akan kubunuh pamanku itu, akan kuambil
hartanya, akan kunikahi anak perempuannya dan akan kumakan
diyatnya.” Kemudian keponakannya itu datang kepada pamannya,
bertepatan dengan kedatangannya sebagian pedagang Bani Israil.
Ia berkata kepada pamannya, “Wahai pamanku, berjalanlah
bersamaku, aku akan meminta pertolongan kepada pedagang Bani
Israil, mudah-mudahan aku berhasil dan jika melihat engkau
bersamaku tentu mereka akan memberinya.” kemudian keluarlah
keponakannya itu bersama beserta pamannya pada suatu malam
dan ketika mereka telah sampai, keponakannya tadi membunuh
pamannya. Kemudian dia kembali kepada keluarganya. Ketika
datang waktu pagi, seolah-olah ia mencari pamannya dan seolah-
olah ia tidak mengetahui pamannya itu berada, dan ia berkata,
“Kalian membunuh pamanku, bayarlah diyatnya.” Kemudian ia
menagis sambil melempar-lemparkan tanah ke atas kepalanya dan
berteriak, “Wahai paman!” laluu ia melaporkan persoalannya
kepada Nabi Musa, dan Nabi Musa as. menetapkan diyat bagi
pedagang tersebut. Mereka berkata kepada Nabi Musa as. “Wahai
54
Raulullah, berdoalah engkau kepada Allah, mudah-mudahan Allah
memberi petunjuk kepada kita, siapa yang melakuakn hal ini, nanti
keputusannya diberikan kepada si pelaku. Demi Allah,
sesungguhnya membayar diyat itu bagi kami sangat mudah, akan
tetapi kami sangat malu dengan perbuatan tersebut.” Peristiwa itu
dinyatakan Allah dalam Al-Qur`an:
تم تكتمون مخرج ما كنـ وإذ قـتـلتم نـفسا فادارأتم فيها والله
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia, lalu
kamu saling menutung tentang itu. Dan Allah hendak
menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.” (QS. Al-
Baqarah ayat 72)23 Berkenaan dengan kisah di atas Ibnu Katsir berkata, “Kisah tersebut
diriwayatkan dari `Ubaidah, Abu Al-`Aliyah, As-Suddi dan yang
lainnya dengan sedikit perbedaan redaksi. Namun yang jelas kisah
tersebut diambil dari Bani Israil dan itu termasuk kisah Israiliyat yang
boleh diriwayatkannya, namun tidak boleh dibenarkan dan didustakan,
karena kisah Israiliyat tidak bisa dijadikan pegangan kecuali jika sesuai
dengan syariat kita yang dapat kita yakini kebenarannya. Allah-lah yang
lebih mengetahuinya.24
Jadi, kisah Israiliyat ada tiga yaitu: kisah Israiliyat yang dipandang
benar (shahih), kisah Israiliyat yang dipandang tidak benar (dha`if), dan
kisah Israiliyat yang didiamkan (maskuut `anhu).
23 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin Hafidhuddin, h. 39-40
24 Ahmad Dimyati Badruzzaman, Kisah-Kisah Israiliyat Dalam Tafsir Munir, h. 49
55
D. Hukum Meriwayatkan Kisah-Kisah Israiliyat
Para ulama terhadap periwayatan kisah Israiliyat ada yang melarang dan
ada yang memperbolehkan. Penulis akan kemukakan dalil yang melarang,
kemudian dalil yang memperbolehkan. Sebagai berikut:
هم حظا مما ذكروا هم إلا قليلا منـ به ولا تـزال تطلع على خائنة منـ
“(Tetapi) karena mereka melanggar janijinya kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang telah mereka peringatkan dengannya dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat)...”(QS. Al-Maidah [5]: 13).
b. Allah secara tegas mengungkapkan perilaku orang-orang Yahudi
dan Nasrani secara bersamaan dalam Al-Qur`an:
تم تخفون من لكم كثيرا مما كنـ � أهل الكتاب قد جاءكم رسولنا يـبـين
كم من الله نور وكتاب مبين الكتاب ويـعفو عن كثير قد جاء
“Hai Ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelaskan sebagian besar isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan itab yang diterangkan.” (QS. Al-Maidah [5]: 15).
berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa orang Yahudi
dan Nasrani telah mengubah kitab-kitabnya, mengganti dan
menyembunyikan sebagian besar isinya sehingga meneyebabkan
hilangnya kepercayaan terhadap segala apa yang dikemukakan. Jelas
56
pula, bahwa semua orang tidak bisa dipercaya, tidak boleh menerima
periwayatan.25
2. Dalil yang Membolehkan
a. Ayat-ayat Al-Qur`an ada yang menunjukkan kebolehan
mengembalikan persoalan kepada kitab Taurat dan memutuskan
hukum dengannya. Allah berfirman dalam Al-Qur`an:
من قـبلك فإن كنت في شك مما أنـزلنا إليك فاسأل الذين يـقرءون الكتاب
“Jika kamu (Muhammad) berada dalam keraguan- keraguantentang apa yang kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu...” (QS. Yunus [10]: 94)
Dan Allah berfirman:
تم صادقيقل فأتوا بالتـوراة فا تـلوها إن كنـ
“katakanlah: (jika kamu menyatakan ada makanan yang diharamkan sebelum Taurat diturunkan), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Ali-Imraan [3]: 93)
Dan Allah juga berfirman:
نكم ومن ويـقول الذين كفروا لست مرسلا قل كفى بالله شهيدا بـيني وبـيـ
عنده علم الكتاب
“Berkatalah orang-orang kafir, “Kamu bukanlah orang yang dijadikan rasul. Katakanlah: Cukuplah Allah yang menjadi saksiantara aku dan kamu, dan orang-orang yang mempunyai ilmu Al-Kitab.” (QS. Ar-Ra`d [13]: 43)
25 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, h. 44
57
Yang dimaksud dengan orang yang mempunyai ilmu Al-
Kitab menurut pendapat mufassirin yang kuat, seperti Abdullah
bin Salam, adalah setiap Ahl al-kitab yang mempunyai ilmu
tentang Taurat dan Injil. Itu semua menunjukkan kebolehan
mengembalikan persoalan kepada mereka.26
E. Perawi Riwayat Israiliyat
Pada periode periwayatan telah masyhur adanya golongan dari
kalangan sahabat, tabi`in dan pengikut tabi`in yang meriwayatkan
cerita-cerita Israiliyat.27 Hanya saja sahabat para Rasul itu, di dalam
mengembalikan persoalan kepada Ahl al-kitab, senantiasa
mempergunakan cara yang benar dan tepat, sejalan dengan apa yang
ditetapkan oleh Rasulullah.28
Di antara sahabat yang dikenal dalam periwayatan cerita-cerita
Israiliyat.
1. Tamim Ad-Dari
Beliau merupakan perawi yang berasal dari Nasrani,
mengetahui banyak ilmu Nasraniah dan berita-beritanya. Di
samping mengetahui ilmu Nasraniah, ia mengetahui pula ilmu-
ilmu lainya, seperti kejadian-kejadian, peperangan dan berita-
berita umat dahulu.
Tamim Ad-Dami adalah orang yang pertama mengisahkan
cerita Israiliyat dan ia meminta izin kepada Umar bin Khattab,
lalu Umar mengizinkannya. Yang menjadi pertanyaannya
adalah, mengapa Umar yang sangat berhati-hati dalam
26 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, h. 48 27 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, h. 65 28 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Penympangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran
Al-Qur`an. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 65
58
menerima riwayat mengizinkan Tamim Ad-Dari untuk
mengisahkan cerita yang penuh dengan kebohongan kepada
orang.29
2. Abdullah bin Salam
Beliau merupakan anak dari Yusuf bin Yakub, dan beliau
menyatakan keislamannya ketika Rasulullah berada di
Madinah. Ia salah satu sahabat yang dikabarkan masuk surga.
Dalam perjuangan menegakkan Islam, ia termasuk pejuang
dalam perang badar dan ikut penyerahan Bait Al-Maqdis
ketangan umat Islam. Riwayat-riwayatnya banyak di terima
oleh kedua putranya: Yusuf Muhammad, Abu Hurairah, Auf
bin Malik, dan lain-lain. Imam Bukhari pun memasukkan
beberapa riwayat darinya.30
Di antara Perawi dari kalangan Tabi`in.
1. Ka`ab Al-Akhbar
Ia berasal dari Yahudi di Yaman dan menurut Ibnu
Hajar, ia masuk Islam pada kekhalifhan Umar bin Khattab
dalam perjuangannya menegakkan Islam ia ikut menyerbu
Syam bersama kaum muslim yaang lainnya. Riwayat-
riwayatnya banyak diterima oleh Muawiyah, Abu Hurairah,
Ibnu Abbas dan lainnya. Menurut Abu Rayah, ia adalah
seorang yang menunjukkan keislamannya dengan tujuan
menipu, hatinya menyembunyikan sifat keyahudiannya, dan
dengan kecerdikannya ia memanfaatkan keluguan Abu
29 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Penympangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur`an. h. 87
30 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Penympangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur`an. h.91
59
Hurairah agar tertarik kepadanya sehingga beliau dengan
mudah menceritakan khurafat-khurafat kepadanya.31
2. Wahab bin Munabbih
Menurut Ibnu Hajar, ia adalah tabi`in yang miskin
yang medapat kepercayaan dari jumhul ulama. Beliau
merupakan seorang yang memiliki pengetahuan yang luas,
dan banyak membaca kitab-kitab terdahulu, serta
menguasai banyak tentang kisah-kisah yang berhubungan
permulaan alam ini.32
Di antara Perawi dari kalangan Tabi`tabi`in
1. Abdullah Malik bin Abdul Aziz bin Juraij
Beliau adalah seorang bangsa Rum dang beragama
Nasrani dan beliau orang yang pertama mengarang buku di
daerah Hijaz. Dia memeluk agama Islam akan tetapi dia
mengetahui prinsip-prinsip ajaran masehi dan cerita
Israiliyat.
Riwayat-riwayatnya diterima oleh sebagian kalangan
sahabat dan generasi sesudahnya seperti Ibnu Abbas, Amr
bin Ash, Muhammad bin Sa`id Al-Kalbi dan lainnya.33
2. Muqatil bin Sulaiman
Beliau masyhur dalam bidang tafsir Al-Qur`an,
namun ia termasuk yang ditolak oleh sebagian ulama.
Secara umum, orang banyak yan g enggan belajar darinya.
Tidak jelas pula bahwa tafsir Muqatil mencakup kisah
31 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandu ng: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. 1, h. 37
32 Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir Wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar Al-Maktab al-Hadis, 1976), cet.II, h. 108
33 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, h. 38
60
Israiliyat, khurafat dan kesesatan musybihah dan
mujassimah yang diingkari oleh syara’ dan tidak diterima
oleh akal.34
F. Pandangan Ulama Terhadap Riwayat Israiliyat
Hubungan yang begitu erat antara umat Islam, Yahudi maupun
Nasrani mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya. Maka tidak dapat
dielakkan juga terjadinya penyerapan ajaran-ajaran mereka ataupun umat
Yahudi dan Nasrani.
Para ulama berbeda pendapat dalam dalam menyikapinya. Dalam
memandang kisah Israiliyat Ibnu Taimiyah (1263-1328) bertolak kepada
tiga bagian, yaitu: Israiliyat yang masuk dalam bagian yang sejalan dengan
Islam perlu dibenarkan dan boleh diriwayatkan, sedangkan yang tidak
sejalan dengan harus ditolak dan tidak boleh diriwayatkan. Sementara
Israiliyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua tidak perlu
dibenarkan dan didustakan, tetapi boleh diriwayatkan.35
a. Ulama yang Melarang Periwayatan Israiliyat
Alquran secara terang-terangan melarang muslim
menanyakan kepada ahli kitab tentang kisah-kisah dahulu, rincian
kisah-kisah mereka, tempat-tempatnya dan peristiwa-peristiwanya.
Sebagaimana dalam ayat berikut:
� أيـها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنـبإ فـتـبـيـنوا أن تصيبوا قـوما بجهالة
)6فـتصبحوا على ما فـعلتم �دمين (
34 Muhammad Husain Adz-Zahabi, Penympangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur`an. h. 111
35 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, h. 42
61
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.” (QS al-Hujurat [49]: 6)
Ayat di atas memberi pengertian bahwa sebuah konsep
Qur`ani yang ilmiah dalam memeriksa, menyaring dan mengecek
berita jika sumbernya dari orang-orang fasik. Menanggapi berita dari
orang Yahudi, sesungguhnya orang-orang Yahudi dalam riwayat
israiliyyat, senantiasa lihai dalam bualan dan mengubah berita, dan
mereka tidak dapat dipercaya dalam konteks sejarah, berita, mupun
riwayat. Kebanyakan yang keluar dari mulut mereka mengandung
karakter kontradiksi, klaim, distori dan mitos.36
Ayatullah Baqir mengatakan, penjelasan-penjelasan dari
Taurat dan Injil tidak dapat dijadikan sandaran. Karena di
dalamnyamengalami ketimpangan, juga terdapat pandangan-
pandangan mengenai akhlak yang tidak diakui kebenarannya dalam
Islam. Alquran sendiri jelas-jelas menerangkan pada beberapa ayat
tentang adanya penyimpangan yang terjadi pada ahli kitab. Lantas
bagaimana mungkin cerita mereka dapat dibenarkan.
Adapun ulama-ulama yang menolak israiliyyat dalam tafsir
Alquran, diantaranya: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha,
Muhammad Syaltut, Abu Zahrah, Abdul Aziz Jawisy,dan al-
Qasimi.37
36 Anshari, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Cet. I (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 242
37 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, h. 43
62
b. Ulama yang Membolehkan Periwayatan Israiliyat
Ada ulama-ulama yang menerima secara mutlak israiliyat
dalam kitab tafsir. Menurut mereka, ini adalah bukti bahwa boleh
merujuk pada Ahli Kitab. Allah Swt., berfirman:
فإن كنت في شك مما أنـزلنا إليك فاسأل الذين يـقرءون الكتاب من قـبلك
)94لقد جاءك الحق من ربك فلا تكونن من الممترين (
“Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang
apa yang Kami turunkan kepadamu, Maka Tanyakanlah kepada
orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya
telah datangkebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (QS Yunus
[10]: 94)
Menurut ayat ini, Allah Swt., telah membolehkan Nabi Saw.,
untuk bertanya kepada ahli kitab, begitu juga umatnya untuk bertanya
pada mereka.
Al-Biqa`i (w. 881 H) pandangan Al-Biqa`i terhadap cerita-
cerita Israiliyat juga senada dengan pandangan sebelumnya. Dia
membolehkan cerita-cerita tersebut dimuat dalam tafsir Al-Qur`an
selama tidak bertentangan degan ajaran Islam (Al-Qur`an dan Hadis).
Dan beliau mengingatkan bahwa cerita itu dimuat hanya sebagai
isti`nas saja, bukan untuk dijadikan dasar aqidah dan bukan pula
dijadikan dasar hukum.38
38 Abu Anwar, Ulumul Qur`an Sebuah Pengantar, (Pekanbaru, Amzah, 2009), h. 111
63
c. Ulama yang Menerima Israiliyat dengan Syarat Sebagian ulama memberi syarat dalam meriwayatkan kisah-
kisah Israiliyat Mereka mengambil jalan tengah dari dua pendapat di
atas. Di antara mereka adalah Ibnu Kathir danIbnu Taimiyah. Dalam
hal ini, Ibnu Kathir dan Ibnu taimiyah membagi Israiliyat menjadi
tiga: Pertama, jika kita mengetahui kebenaran kisah Israiliyat sesuai
dengan ajaran Islam, maka adalah benar. Akan tetapi, dalam hal ini
(cukup ajaran Islam sebagai pegangan), sedangkan kisah-kisah
Israiliyat hanya untuk Israiliyat ( bukti pendukung). Kedua, jika kita
mengetahui tentang kedustaannya (menyalahi ajaran Islam), maka
kita harus menolaknya. Ketiga, kisah-kisah yang didiamkan, cerita
yang tidak ada keterangan kebenaran dan pertentangan dalam Islam,
tidak dipercayai dan tidak didustakan.39
Ibnu al-`Arabi (w. 543 H) menurutnya bahwa riwayat dari
Bani Israil yang boleh untuk diriwayatkan dan dimuat dalam tafsir
Al-Qur`an adalah hanya terbatas pada cerita mereka yang
menyangkut keadaan diri mereka sendiri. Sedangkan riwayat mereka
yang menyangkut orang lain masih sangat perlu dipertanyakan dan
membutuhkan penelitian yang lebih cermat.40
Ahmad Muhammad Syakir mengomentari hal ini dalam
bukunya Umdah at-Tafsir, “Boleh mengambil berita dari mereka
(yang tidak adil atas kebenaran dan dustanya kepada kita) adalah satu
hal, sedangkan mengutip hal itu dalam Al-Qur`an dan menjadikannya
sebagai suatu pendapat pendapat atau riwayat dalam memahami
makna ayat-ayat Al-Qur`an, atau menentukan sesuatu yang tidak
ditentukan di dalamnya, adalah hal lain. Ini karena dengan dengan
40 Abu Anwar, Ulumul Qur`an Sebuah Pengantar, h. 110-111
64
mengutip hal seperti itu di samping kalam Allah SWT. dapat
memberi kesan bahwa berita yang tidak tahu kebenaran dan dustanya
itu adalah penjelas makna firman Allah SWT.dan menjadi pemerinci
apa yang disebut global di dalamnya.41
Begitu pula Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya
menyatakan diperbolehkannya merujuk kepada Ahl al-kitab, “Tafsir
itu terbagi menjadi dua macam. Berita-berita yang dinukil dari kaum
salaf biasanya berupa pengetahuan tentang nasikh mansukh, asbab
an-nuzul, maksud beberapa ayat, dan segala sesuatu yang tidak bisa
diketahui kecuali melalui riwayat dari generasi tabi`in. Sebenarnya
generasi awal umat ini sudah memiliki perhatian yang sangat besar
terhadap riwayat-riwayat naqli ini. Hanya saja kitab dan hasil nukilan
mereka masih banyak mengandung unsur yang baik dan buruk atau
maqbul dan mardud.42
41 Yusuf Qardawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur`an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 497
42 Muhammad Abdurrahim Muhammad, Tafsir Nabawi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 102
BAB IV
ANALISIS KOMPARATIF TERHADAP KISAH NABI YUSUF
DALAM TAFSIR AL-IKLIL DAN BIBLE
A. Deskripsi Surah Yusuf
Surah Yusuf yang terdiri dari 111 ayat merupakan surah yang kedua
belas dalam perurutan mushaf. Ia terletak sesudah surah Hud dan
sebelum surah Al-Hijr. Penempatannya sesudah surah Hud sejalan
dengan masa turunnya, karena surah ini dinilai oleh banyak ulama
turun setelah turunnya surah Hud.1
Surah Yusuf termasuk golongan Makiyah yang berisikan
kisah-kisah nabi dan secara khusus berkisah tentang Nabi Yusuf bin
Yakub as. dan berbagai ujian serta kesulitan yang beliau alami dari
saudara-saudaranya dan orang lain di rumah pembesar Mesir, juga
saat di penjara, ketika hadir di pertemuan kaum wanita, sampai Allah
menyelamatkannya dari kesempitan itu. Inti dari surah ini adalah
menghibur Nabi Yusuf as. atas suka duka yang dialaminya serta
gangguan yang berasal dari orang dekat maupun orang jauh.2
Penamaan surah Yusuf sudah di kenal sejak zaman Nabi
Muhammad saw. Nama Yusuf sekedar nama disebut dalam dalam
surah al-An`am dan surah al-Mukmin,3 namun kisahnya dituturkan
secara lengkap dan epik ada di surah ini bersama bapak dan saudara-
saudaranya yang terhimpun dalam suatu keluarga kenabian.4
1 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentara Hati, 2002), vol. 6, h. 375 2 Muhammad Ali Ash-shabuni, Shafwatut Tafasir (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), jilid 2, h.
749 3 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 375 4 Ahmad Sonhaji bin Muhammad, Tafsir Al-Qur`an di Radio (Kuala Lumpur: Pustaka
Salam, 2012), jilid 12, h. 122 65
66
Surah ini memiliki susunan yang khas pada kata-katanya,
redaksinya, penyampaiannya dan kisah-kisahnya. Surah ini bersama
nafas bagaikan mengalirnya darah pada urat nadi, dan surah ini
mengalir di hati bagaikan ruh dalam jiwa. Meskipun surah ini
makkiyah yang lazimnya berisi ancaman dan ultimatum namu surah
ini lain, namu surah Yusuf hadir dengan susunan yang lembut dan
lentur, penuh rahmat dan kasih sayang serta kasih. Itulah sebabnya
khalid bin Ma` berkata: Surah Yusuf dan Maryam termasuk hal yang
menjadi nikmat bagi penghuni surga di dalam surga. Sementara
Atha` berkata: tidak ada orang yang sedih yang mendengar surah
Yusuf kecuali dia menjadi senang.5 Siapa pun akan gembira saat
pertama kali membacanya.6
Dalam kisah ini, pribadi tokohnya (Nabi Yusuf as.)
dipaparkan secara sempurna dalam berbagai
kehidupannya.dipaparkan juga aneka ujian dan cobaan yang
menimpanya serta sikap beliau ketika itu.7
Para mufasir mengatakan bahwa surah Yusuf salah satu surah
dalam Al-Qur`an yang diturunkan untuk menghibur dan
mengembirakan hati Nabi Muhammad saw. di kala beliau
menghadapi tekanan-tekanan yang berat dari kaum Quraisy berupa
cemohan, hinaan, pembangkangan, dan tindakan kekerasan sehingga
beliau terpaksa hijrah bersama Abu Bakar ke Madinah.8 Surah Yusuf
turun di Makkah sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah. Situasi dakw
ah ketika itu serupa dengan situasi turunnya surah Yunus, yakni
5 Muhammad Ali Ash-shabuni, Shafwatut Tafasir, h. 749 6 Fuat Al-Aris, Pelajaran Hisup Surah Yusuf (Jakarta: Zaman, 2013), h. 13 7 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 375 8 Kementrian Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsir (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), 496
67
sangat kritis, khususnya setelah peristiwa Isra` dan Mi`raj di mana
sekian banyak yang meragukan pengalaman Nabi Muhammad saw.
bahkan sebagian imannya yang lemah menjadi murtad. Di sisi lain,
jiwa Nabi saw. sedang diliputi oleh kesedihan, karena istri beliau
Sayyidah Khadijah ra. paman beliau Abu Thalib baru saja wafat.9
Dua peristiwa ini terjadi dalam jangka waktu yang tidak terpaut
lama,sehingga menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah
saw.10 Tahun itu oleh beliau dinamakan tahun kesedihan.11 Allah
berkehendak memperlihatkan ayat-ayat-Nya kepada nabi agar
ketenangan dan kepercayaannya terhadap Allah semakin
bertambah.12
Menurut Imam Baihaqi di dalam kitab Dalail-Nya telah
meriwayatkan bahwa sejumlah orang Yahudi masuk Islam ketika
mereka mendengar Rasulullah saw. membacakan surah Yusuf ini
karena kandungannya sesuai dengan apa yang ada pada kitab
mereka.13 Menurut beliau tujuan surah ini adalah untuk membuktikan
bahwa kitab suci Al-Qur`an benar-benar menyangkut segala sesuatu
yang mengantar kepada petunjuk, berdasarkan pengetahuan dan
kekuasaan Allah SWT. secara menyeluruh baik terhadap yang nyata
maupun yang gaib.14
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa surah Yusuf
turun untuk menghibur Rasulullah saw. atas apa yang beliau alami.
9 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 376 10 Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Ruyadh: Darussalam, 2014),
h.129 11 H. Bey Arifin, Rangkaiian Cerita Al-Qur`an Kisah Nyata Peneguh Iman (Jakarta:
Zahira, 2015), h. 465 12 Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedia Sejarah Islam (Mesir: Muassasah
Iqra, 2013), h. 19 13 Abul Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid. 12, h. 188 14 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 377
68
Surah ini membawa kabar gembira, kedamaian, ketentraman, dan
mengandung banyak pelajaran dan peringatan serta nasehat yang
sempurna berupa kisah-kisah yang mengagumkan untuk beliau dan
seluruh umatnya.
B. Hikmah Dari Kisah Nabi Yusuf as.
Pertama, rasa kasih sayang. Pada dasarnya rasa kasih sayang
adalah fitrah yang dianugerahkan Allah pada semua makhluknya,
akan tetapi naluri kasih sayang dapat tertutup jika terdapat hambatan
berupa pertengkaran, permusuhan, kedengkian dan sikap buruk
lainnya. Rasa kasih sayang ini pun dapat berkembang bukan hanya
terhadap sesama manusia saja, tetapi juga pada lingkungan, hewan
dan semesta alam.15
Kedua, kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Kepekaan
terhadap derita orang lain ini dimaksudkan adalah peduli terhadap
keselamatan orang lain dan berusaha menghindarannya dari bahaya.
Ketiga, kesabaran. Faktor-faktor yang terdapat dalam
kesabaran adalah keberanian, kekuatan dan pengetahuan. Kesabaran
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: a). Kesabaran ketika ditimpa
musibah; b). Kesabaran dalam mengerjakan sesuatu/ istiqamah.16
Keempat, berani mengambil menentukan sikap dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kebenaran dan keadilan.
keberanian mempertahankan kebenaran sekalipun akibat dari itu
adalah diasingkan. Nabi Yusuf berani menolak keinginan nafsu
Zulaikha, berani menyampaikan kejujurannya, berani mengambil
resiko dipenjara dan berani mempertahankan diri dalam
15 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqulkarimah, (Bandung; CV. Diponegoro, 1988), h. 123.
16 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqulkarimah, h. 120-121
69
membuktikan kebenaran. Dengan demikian keberanian itu terletak
pada kesanggupan mengendalikan diri dan mental dalam keadaan
apapun dan tetap tenang dalam menghadapi situasi darurat.17
Kelima, keimanan dan ketaqwaan. Sebagai seorang Nabi,
Nabi Yusuf tetap menjalankan amanah dan tugasnya dalam
berdakwah, bahwa penjara tidak lantas menjadi penghalang dan
dianggap sebagai tempat pengasingan. Dakwah ini adalah sebagai
bentuk amanah kepada Allah, bahwa amanah itu melengkapi segala
yang dipertaruhkan kepada kita. Keimanan dan ketaqwaan ini juga
bisa berarti berpasrah pada ketentuan Allah dan memohon kebaikan
dari setiap kejadian yang dialami dalam hidup.18
Keenam, pengenalan potensi diri. Nabi Yusuf sangatlah
cerdas dan amanah, sehingga dia mampu mengenali potensi dalam
dirinya dan memilih profesi yang sesuai dengan kemampuannya. Hal
tersebut ditujukan agar ketika menjalankan amanah yang diberikan
oleh raja, beliau dapat melaksanakannya dengan sepenuh hati dan
sebaik mungkin, sehingga beliau tetap dapat menjaga amanah yang
diembannya dengan sangat baik.
Ketujuh, kebijaksanaan dan pemaaf. Banyak sekali kebaikan
dan kebijaksanaan yang tergambar dalam kisah Nabi Yusuf, kebaikan
yang meliputi semua hal banyak tergambar ketika beliau dengan
mudah dapat memaafkan orang-orang yang telah melakukan
kesalahan dan kejahatan terhadap dirinya.
17 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqulkarimah, h. 120-121 18 Muhammad al-Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, (Semarang: CV. Adi Grafika,
1993), h. 96
70
C. Analisis Komparatif Terhadap Kisah Nabi Yusuf
1. Mimpi Nabi Yusuf as
a. Allah berfirman, (QS. Yusuf : 4)
إذ قال يوسف لأبيه � أبت إني رأيت أحد عشر كوكبا والشمس
)4مر رأيـتـهم لي ساجدين (والق
“Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku". Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar dari Rasulullah
saw. beliau bersabda: “Orang mulia yaitu Nabi Yusuf bin Yakub
bin Ishaq bin Ibrahim, umur Nabi Yusuf seratus dua puluh tahun,
umur Nabi Yakub seratus empat puluh tujuh tahun, umur Nabi
Ishaq seratus delapan puluh tahun, umur Nabi Ibrahim seratus
tujuh puluh lima tahun. Bintang-bintang yang dilihat Nabi Yusuf
itu bintang Jariyya, Thoriq, Dzayyal, Qhobis, `Amudhan, Faliiq,
Musbih, Suruuh, Far`i, Wuutsaab, Dzulkatifain. Ketika Nabi
Yakub mendengar cerita anaknya (Nabi Yusuf) beliau sudah
merasa kalau anaknya akan dipilih menjadi utusan Allah dan
melebihi saudara-saudaranya, Nabi Yakub khawatir kalau saudara
Nabi Yusuf iri kepada Nabi Yusuf, maka ayahnya berkata: “Hai
anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu terhadap saudara-
saudaramu, maka mereka membuat untuk
membinasakanmu.Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
nyata bagi manusia. Perlu diketahui mimpi itu ada tiga yaitu:
a) Mimpi yang datangnya dari Allah berupa Mubasyirootin
yaitu memberikan kebahagiaan, mimpi ini diberikan
71
kepada orang yang sholeh dan tidak diberikan kepada
orang kafir atau orang yang ahli maksiat. Seandainya
keduanya diberi mimpi yang membahagiakan tentu
mimpinya bukan untuk dia tetapi untuk orang sholeh di
daerahnya. seperti mimpi orang yang bersama Nabi Yusuf
atau ratu Mesir yang nanti akan disebutkan di surah ini.
b) Mimpi yang datangnya dari setan yaitu membuat orang
yang bermimpi menjadi takut. Mimpi yang menakutkan
ini tidak perlu dirisaukan, karena jika dipikirkan
terkadang akan menjadi kenyataan.
c) Mimpi yang disebabkan karena melamun atau
memikirkan suatu hal maka ini tidak ada artinya. Ada
mimpi yang datang peredaran darah, mimpi yang seperti
ini seseorang merasa mengetahui banjir atau tersesat di
hutan atau terbang yang tidak dialami ketika sadar,
mimpi yang seperti ini tidak ada artinya dan tidak perlu
mencari artinya karena menafsirkan mimpi itu
membutuhkan ilmu. Mimpi tidak bisa dijadikan dasar
penetapan hukum haram, wajib, sunnah. Walaupun mimpi
itu berupa sabda Nabi Muhammad saw. jika bertentangan
dengan sesuatu yang ditetapkan di dalam Al-Qur`an dan
hadis.19
b. Bible
Pada suatu hari bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu
diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah
mereka lebih benci lagi kepadanya. Karena katanya kepada
Tanzîl, dan Bible; keduanya menjelaskan tentang mimpi
Yusuf. Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl tidak menjelaskan
bahwa Yusuf berapa kali bermimpi melihat sebelas bintang,
matahari dan bulan kulihat semuanya sujud kepadanya, Yusuf
bercerita kepada saudara-saudaranya apa tidak, dan Ketika
Nabi Yakub mendengar cerita anaknya (Nabi Yusuf) beliau
sudah merasa kalau anaknya akan dipilih menjadi utusan
Allah dan melebihi saudara-saudaranya, Nabi Yakub khawatir
kalau saudara Nabi Yusuf iri kepada Nabi Yusuf. Sedangkan
dalam Bible dijelaskan Yusuf bermimpi dua kali, yang
pertama dia bermimpi sedang di ladang bersama saudara-
saudaranya mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah
berkasku dan tegak berdiri, kemudian datanglah berkas-
berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah
kepada berkasku itu. Yang kedua dia bermimpi Tampak
matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah
kepadanya, semua mimpinya dia ceritakan kepada ayah,
saudara-saudaranya maka saudara-saudaranya iri hati
kepadanya, tetapi ayahnya menyimpan hal itu dalam hatinya.
21 Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Israiliyyat wa al-Maudhu`at Fi Kutub at-Tafsir, (Mesir: Maktabah as-Sunnah, 2016), cet. 2, h. 221
74
Penulis mengambil kesimpulan bahwa Meskipun
dimungkinkan riwayat-riwayat di atas tidak akan merusak
‘aqidah kaum muslimin, tetapi sebagai orang yang berakal
lebih baik berhati-hati dalam mengambil sebuah riwayat.
2. Pertemuan Nabi Yusuf dengan Zulaikha
a. Allah berfirman, (QS. Yusuf: 19-20 )
وجاءت سيارة فأرسلوا واردهم فأدلى دلوه قال � بشرى هذا غلام
عليم بما يـعملون ( وه بثمن بخس دراه ) وشر 19وأسروه بضاعة والله
)20معدودة وكانوا فيه من الزاهدين (
Dan datanglah sekelompok musafir, mereka menyuruh seorang mengambil air. Lalu dia menurunkan timbanya. Dia berkata, “oh senangnya, ini ada seorangg anak muda!” kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. Dan Allah maha mengetahu apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Yusuf dijual setelah saudara-saudaranya datang
menghampiri orang yang mengambila air dan berkata:
“Budak yang keluar dari sumur itu karena melarikan diri.”
Saudara Yusuf menyuruh Yusuf mengaku menjadi budak
karena kalau tidak mengaku dia akan dibunuh. Orang yang
menyelamatkan Yusuf dari sumur adalah Malik bin Du`rin.
Akhirnya Yusuf dijual dua puluh dirham, setelah Yusuf bebas
dari saudara-saudaranya mereka membawa Yusuf ke Mesir
dan di Mesir Yusuf dijual dua puluh dinar, orang yang
75
membeli Yusuf pengawai istana raja Mesir yang dikenal
dengan nama Qithfir Al-Aziz.22
b. Bible
Ketika mereka mengangkatkan muka, mereka melihat
suatu kafilah orang Ismael datang dari Gilend dengan untanya
yang membawa damar, balsam dan damar ladan, dalam
mengangkut barang-barang ke Mesir. Lalu kata Yehuda
kepada saudara-saudaranya: “apa untungnya kita membunuh
adik kita itu dan menyembunyikan darahnya, marilah kita jual
dia kepada Ismael, tapi Yusuf jangan kita sakiti karena dia
saudara kita dan darah daging kita. Dan saudara-saudaranya
setuju. Ketika ada saudagar-saudagar Midean lewat, Yusuf
diangkat ke atas dari sumur, kemudian dijual kepada orang
Ismael dengan harga dua puluh Syikal perak. Adapun Yusuf
dijual oleh orang Midian Mesir itu kepada Podifar seorang
pegawai istana Fir`un pengawal raja.23 Penilaian dan kritik
ulama
1) Ibnu Abbas
“Nama orang yang membelinya adalah Qithfir”.24
2) Muhammad bin Ishaq “Bahwa nama si pembeli adalah Qithfir Ibnu Ruhaib, Menteri negeri Mesir yang menjabat sebagai menteri perbendaharaan Mesir saat itu. Dan yang menjadi raja di
22 Misbah Musthafa, Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, h. 2225 23 Perjanjian Lama, Alkitab, h. 49-50 24 Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Shawkani, Fath Al-Qadir. Vol. 3. (Kairo:
Dar al-Hadith, 1993).
76
zaman itu adalah ar-Rayyan Ibnu Walid, seorang lelaki darurunan bangsa ‘Amaliq.25
3) Ibnu Jarir “Nama orang yang membelinya adalah Qithfir”.26
c. Analisis Kesimpulan: Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, dan
Bible. Keduanya menjelaskan bahwa Yusuf di jual kepada
pengawai istana raja Qithfir Al-Aziz. Tetapi penjelasan
ketiganya ada yang berbeda yaitu; dalam Al-Qur`an tidak
dijelaskan berapa kali Yusuf di jual dan mereka menjual
Yusuf dengan harga murah yaitu beberapa dirham, dalam
Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl dijelaskan bahwa yang
menyelamatkan Yusuf dari sumur adalah Malik bin Du`rin
dan Yusuf dijual dua kali yang pertama kepada musafir
dengan harga dua puluh dirham, kedua kepada pegawai istana
raja Qithfir Al-Aziz dengan harga dua puluh dinar, dalam
Bible Yusuf dijual dua kali yang pertama kepada musafir
dengan harga dua puluh syikal, kedua kepada pegawai Istana
dan tidak menyebutkan harganya. Jadi penjelasan Tafsir Al-
Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl lebih detail.
penulis mengambil kesimpulan bahwa nama-nama
tersebut diatas tidak ada dasarnya dalam Alquran ataupun
Sunah. Nama-nama tersebut hanya sebuah riwayat yang tidak
berdasar. Meskipun dimungkinkan riwayat-riwayat di atas
tidak akan merusak ‘aqidah kaum muslimin, tetapi sebagai
25 Imaduddin Abu al-Fida Isma’il Ibnu Kathir, Tafsir Ibnu Katsir , (Bandung: Sinar baru Algensindo, 2011), vol. 12
26 Ibnu Jarir Al-Tabarir, JamiAl-Bayan an Ta`wil Al-Qur’an , vol. vii (Beirut: Dar al-Fikr, 2005).
77
orang yang berakal lebih baik berhati-hati dalam mengambil
sebuah riwayat.
3. Godaan Istri al-Aziz kepada Nabi Yusuf
a. Allah berfirman, (QS. Yusuf : 24)
أن رأى بـرهان ربه كذلك لنصرف عنه السوء ولقد همت به وهم بها لولا
)24والفحشاء إنه من عباد� المخلصين (
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”
Ibnu Abbas berkata: “Ketika Zulaikha menggoda Nabi
Yusuf, Nabi Yusuf melihat ayahnya mengusap dadanya hingga
syahwatnya hilang.” 27
b. Bible
Adapun Yusuf itu sikapnya manis dan elok parasnya.
Selang beberapa waktu istri tuannya memandang Yusuf dengan
birahi, lalu dia berkata: “Marilah denganku.” Tetapi Yusuf
menolak dan berkata kepadanya: “Dengan bantuanku tuanku
tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini ia telah
menyerahkan segala miliknya kepadaku. Bahkan di rumah ini ia
tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak
diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau. Bagaimana
27 Misbah Musthafa, Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, h. 2226-2227
78
mungkin aku melakukan kejahatan yang besar dan berbuat dosa
terhadap Allah? Walaupun dari hari ke hari perempuan itu
membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya untuk
tidur dengannya. 28
c. Penilaian dan kritik para ulama
1) Ibnu Jarir
“Yang demian itu agar dia (Aziz) mengetahui bahwa aku
tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.”
2) Thabâthabâ`i
“Seandainya bukan karena bukti dari tuhan-Nya yang dia
lihat, maka yang terjadi adalah keinginan dan kedekatan,
bahkan keterjerumusanatau melakukannya.”29
3) Ibnu Katsir
“Yang demiian itu agar dia (Aziz) mengetahui bahwa aku
tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.”
4) Al-baghawi
“Sebagian ahli kebenaran mengatakan bahwa hasrat ada
dua macam. Pertama, hasrat yang tetap, yaitu jika
disertai dengan kemauan kuat, niat, dan ridha, seperti
hasrat istri Aziz. Dan hamba akan dimintai
pertanggungjawaban atasnya. Kedua, hasrat yang tidak
tetap, yaitu lintasan pikiran dan bisikan jiwa, tanpa
diserta kehendak atau kemauan kuat, seperti hasrat Yusuf
as. dan hamba tidak akan dimintai pertanggungjawaban
28 Perjanjian Lama, Alkitab, h. 52 29 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), h. 430
79
atasnya, selama dia tidak mengatakannya atau
melakukannya.”30
d. Analisis Penulis
Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, dan Bible.
Penjelasan dari keduanya maksudnya sama yaitu; Nabi Yusuf
digoda oleh istri raja Qithfir Al-Aziz dan Nabi Yusuf
menolaknya. Dari beberapa komentar dari para ulama di atas,
penulis mengambil kesimpulan bahwa riwayat ini tidak
berdasar dalam Alquran dan juga Sunah, bahwa seorang Nabi
tidak mungkin melakukan perbuatan keji tersebut dan jika
riwayat-riwayat tersebut dipercayai oleh umat Islam maka
bisa merusak ‘aqidah.
4. Lamanya Nabi Yusuf as. Di Penjara
a. Allah berfirman, (QS. Yusuf: 42)
هما اذكرني عند ربك فأنساه الش يطان ذكر وقال للذي ظن أنه �ج منـ
جن بضع سنين ( )42ربه فـلبث في الس
“Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu". Maka setan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.” Nabi Yusuf as. berkata kepada Syurhum, pelayan arak raja:
“Wahai Syurhum, kamu akan bekerja lagi setelah tiga hari. Dan
30 Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Israiliyyat wa al-Maudhu`at Fi Kutub at-Tafsir, h. 231
80
pelayan roti raja kamu akan dipanggil raja setelah tiga hari,
kamu akan disalip dan dibunuh kemudian burung-burung akan
memakan dagingmu” surhum berkata: “Aku tidak bermimpi.”
Nabi Yusuf as. berkata: “Walaupun kamu bermimpi ataupun
tidak, hal itu akan terjadi.” Syekh Abdul `Uzairi bin Umar Al-
Kindi berkata: “Malaikat Jibril masuk ke dalam penjara bertemu
Nabi Yusuf as. dan beliau mengetahui bahwa yang masuk ke
dalam penjara itu Malaikat Jibril dan Nabi Yusuf as. berkata:
“Wahai pemberi peringatan (wahai orang yang menjadi
saudaranya para utusan), Apa keperluan kamu datng ditengah-
tengah orang-orang yang berbuat salah. Malaikat Jibril berkata:
“Wahai orang yang suci yang menjadi anaknya dari orang suci,
Allah SWT. Memberi salam kepadamu dan berfirman: “Apakah
kamu tidak malu ketika kamu meminta pertolongan kepada anak
Adam! (Nabi Yusuf as. berkata: “Terangkanlah keadaanku
kepada tuanmu).” demi keagungan tuanmu kamu dipenjara
selama tujuh tahun. Nabi Yusuf bertanya kepada Malaikat Jibril:
“Apakah Allah SWT. Ridho kepadaku? Malaikat Jibril berkata:
“Iya, Allah Ridho.” Yusuf berkata: “Jika seperti itu aku tidak
peduli.” Diriwayatkan: Malaikat Jibril intu datang menemui Nabi
Yusuf as. dan berkata: “Wahai Yusuf siapakah yang
menyelamatkanmu dari perbuatan saudara-saudaramu?.” Nabi
Yusuf as. menjawab: “Allah SWT.” Malaikat Jibril bertanya:
“Siapakah yang mengeluarkanmu dari sumur?.” Nabi Yusuf as.
yang merasa bahwa kamu melakukan perbuatan keji (zina) ?”
Nabi Yusuf as. menjawab: “Allah SWT.” Malaikat Jibril
81
bertanya: “Siapakah yang merasa bahwa kamu dalam tipu daya
perempuan?” Nabi Yusuf as. menjawab: “Allah SWT.” Malaikat
Jibril bertanya: “Apa penyebab kamu berharap kepada makhluk
(raja Mesir lewat Syurhum), kenapa kamu meninggalkan
tuhanmu hingga kamu tidak meminta kepadanya?” Nabi Yusuf
as. berdo`a: “Ya tuhanku! Ampunilah aku, aku menunda dzat
yang engkau berikan kepada Ibrahim, Ishaq, dan Yakub
kasihanilah aku.” Malaikat Jibril berkata: “Wahai Yusuf! kamu
akan berada di penjara selama tujuh tahun.31
b. Bible
Tetapi ingatlah kepada saya apabila keadaanmu sudah
baik. Tolong sampaikan persoalan saya kepada raja, supaya
saya dibebaskan dari penjara ini. Sebab, sebetulnya dahulu
saya diculik dari negeri orang Ibrani dan di sini pun, di Mesir
ini, tidak pernah saya melakukan sesuatu kejahatan sampai
harus dimasukkan ke dalam penjara." tetapi pengurus
minuman itu tidak ingat lagi kepada Yusuf. ia sama sekali
lupa padanya.32
c. Penilaian dan kritik para ulama:
1) Ibnu Jarir
“Ayub ditimpa musibah selama tujuh tahun. Yusuf
dibiarkan di dalam penjara penjara selama tujuh tahun.”
2) Malik ibn Dinar
“ketika Yusuf berkata kepada si pelayan, terangkanlah
keadaanku kepada tuanmu, dikatakannya, wahai Yusuf,
31 Misbah Musthafa, Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, h. 2243-2246 32 Perjanjian Lama, Alkitab, h. 53
82
kamu telah mengambil seorang penolong selain aku.
Sungguh aku akan memanjangkan pemenjaraanmu.”
3) Imam Ahmad
“Seandainya aku adalah Yusuf, niscaya aku akan segera
memenuhi panggilan dan tidak mencari alasan.”
4) Hasan al-Bashri
“Jibril menemui Yusuf di dalam penjara. Ketika Yusuf
melihatnya, dia mengenalnya. Lalu dia berkata
kepadanya, “Wahai saudara pemberi peringatan.
Sesungguhnya aku melihatmu berada di antara orang-
orang yang salah.”Jibril berkata, “Wahai orang yang
suci, wahai putra orang yang suci, tuhan semesta alam
menyampaikan salam kepadamu dan berkata, “Tidakkah
kamu malu meminta pertolongan kepada Bani Adam?
Demi keagungan dan kebesaran-Ku, aku menempatkanmu
di dalam penjara selama beberapa tahun.”33
d. Analisis penulis
Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, dan Bible maksud
penjelasan keduanya sama yaitu; Nabi Yusuf as.
menakwilkan mimpi mereka dan Nabi Yusuf as. berpesan
kepada pelayan raja agar nanti kalau dia sudah bebas dari
penjara agar pelayan itu menceritakan keadaan Nabi Yusuf as.
kepada raja. Penulis mengambil kesimpulan bahwa yang
wajib kita yakini adalah Yusuf as. tinggal di dalam penjara
selama beberapa tahun (bidha` as-sinin). Kata bidha` adalah
jumlah bilangan antara tiga sampai sembilan atau sepuluh,
33 Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Israiliyyat wa al-Maudhu`at Fi Kutub at-Tafsir, h. 232
83
tanpa adanya pembatasan mas. Oleh karena itu, bisa saja
masanya tujuh tahun, sembilan tahun. Bahwa semua itu
bukanlah hukuman atas perkataan yang diucapkan Yusuf, tapi
ujian dan pengangkatan derajat.
5. Pengakuan Istri Al-Aziz
a. Allah berfirman, (QS. Yusuf: 53)
قال ما خطبكن إذ راودتن يوسف عن نـفسه قـلن حاش لله ما
علمنا عليه من سوء قالت امرأت العزيز الآن حصحص الحق أ�
ذلك ليـعلم أني لم أخنه ) 51راودته عن نـفسه وإنه لمن الصادقين (
) وما أبـرئ نـفسي إن 52بالغيب وأن الله لا يـهدي كيد الخائنين (
)53النـفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم (
Dia (raja) berkata (kepada perempuan-perempuan itu), “Bagaimana keadaanmu ketika menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya?” mereka berkata. “Maha sempurna Allah, kami tidak mengetahui sesuatu keburukan darinya. “Istri Al-Aziz berkata, “Sekarang jelas kebenaran itu, akulah yang menggoda dan merayunya, dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf berkata), “Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa aku benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada (di rumah), dan bahwa Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak menyatakan diriku bebas (dari kesalahan), karenasesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Ayat ini menunjukkan ketawadhu`annya Nabi Yusuf as. yang
84
perlu ditiru oleh umat muslimin dan muslimat dan ayat ini juga
menunjukkan sifat nafsunya manusia, yang dinamakan nafsu
ammarah para ulama berpendapat; nafsunya manusia itu hanya
satu, tetapi pembagian nafsu itu ada lima, yaitu; Nafsu Ammarah,
adalah nafsu yang mengajak melalaikan perintah Allah SWT.,
melanggar larangan Allah SWT. Orang yang mempunyai nafsu
ammarah ini jika mendapat taufiq dari Allah Swt. Pendiriannya
akan berubah, akan marah kepada dirinya sendiri jika melalaikan
perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya.
Nafsu lawwamah. Umumnya orang yang nafsunya berubah
dari nafsu ammarah menjadi lawwamah yatu orang yang sering
mendengarkan ayat-ayat Al-Qur`an, sering merenungkan takdir,
sunnatullah, dan merenungkan hari akhir. Contohnya: kamu akan
dikasihi berdasarkan perlakuanmu, jika orang yang nafsunya
berubah menjadi nafsu lawwamah ketika diberi taufik oleh Allah
SWT. Akan berubah menjadi nafsu mulhamah maksudnya nafsu
yang orangnya selalu menerima ilham (bisikan dari malaikat ilham
yang bisa dirasakan di dalm hatinya).
Malaikat yang memberi ilham selalu mengajak dalam
kebaikan dan segala sesuatu yang diridhoi Allah SWT. Orang yang
seperti ini tidak mau berhenti beramal baik, selalu bisa
menundukkan nafsunya, dia selalu mengingat karakter nafsunya
dalam keadaan sendirian. Seperti yang dikatakan dalam burdah:
“Nafsu itu seperti anak bayi, jika dibiarkan menyusu sampai
besarpun pasti tetap suka menyusu, tetapi jika disapih tentu akan
berhenti menyusu (tidak mau menyusu). Jika orang mempunyai
nafsu mulhamah diberi taufik oleh Allah SWT. Tidak mempunyai
waktu kosong, setiap menitnya digunakan untuk beramal sholeh,
85
dan tidak ada waktu untuk melakukan maksiat, mulai pagi
terbukanya mata sampai malam tertutupnya mata di hitung ucapan
mana yang tidak berupa amal sholeh, perbuatan mana yang tidak
berupa amal sholeh, lalu nafsunya menjadi nafsu muthainnah,
yaitu; senang dan diridhoi Allah SWT. Adanya peningkatan nafsu
dari nafsu ammarah hingga raadhiyatan mardiyah ini tidak lepas
dari lima ilmu. Raja Mesir Rayyan bin Al-Walid berkata: “Wahai
Yusuf, hari ini kamu mempunyai kedudukan yang mulia
dihadapanku dan dianggap gila dengan segala kejadian di
kerajaanku.34
b. Penilaian dan kritik para ulama:
1) Ibnu Katsir
“Yang demikian itu agar dia (Aziz) mengetahui bahwa
aku tidak tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.”35
2) Qatadah
“Yang demikian itu agar dia (Aziz) mengetahui bahwa
aku tidak tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.” Ia
berkata, “Yusuf yang mengatakan ini.36
3) Mujahid
“Yang demikian itu agar dia (Aziz) mengetahui bahwa
aku tidak tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.”
Maksudnya, Yusuf yang mengatakannya, “Aku tidak
mengkhianati tuanku.”37
4) Ismail bin Salim
34 Misbah Musthafa, Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, h. 2253-2255 35 Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Israiliyyat wa al-Maudhu`at Fi
Kutub at-Tafsir, h. 229 36 Ibnu Jarir Al-Tabarir, Jami Al-Bayan an Ta`wil Al-Qur’an , h. 754 37 Ibnu Jarir Al-Tabarir, Jami Al-Bayan an Ta`wil Al-Qur’an , h. 753
86
“Yang demikian itu agar dia (Aziz) mengetahui bahwa
aku tidak tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.”
itu selalu mengajak kepada kejelekan. Penjelasan ayat ini
dalam Bible tidak ada. Penulis mengambil kesimpulan
riwayat di atas benar adanya dalam Al-Qur`an dan Sunnah.
Sebab, konteks pembicaraan seluruhnya adalah bagian dari
perkataan istri Al-Aziz di hadapan sang raja. Dan ketika itu
Yusuf as. tidak berada di tengah-tengah mereka. Tapi sang
raja menghadirkannya setelah itu.
6. Pernikahan Nabi Yusuf dengan Istri al-Aziz a. Allah berfirman, (QS. Yusuf: 56)
ها حيث يشاء نصيب برحمتنا وكذلك مكنا ليوسف في الأرض يـتـبـوأ منـ)56من نشاء ولا نضيع أجر المحسنين (
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Muhsinin artinya as-
shabirin yaitu orang-orang yang bersabar. Seperti Nabi Yusuf as.
yang selalu bersabar dalam ujian penganiayaan saudara-
saudaranya, sabar dalam tipu daya perempuan, salam ketika di
38 Ibnu Jarir Al-Tabarir, Jami Al-Bayan an Ta`wil Al-Qur’an , h. 754
87
penjara. Biasanya pahala dalam kesabaran itu diperlihatkan di
dunia oleh Allah SWT. Tetapi umat Nabi Muhammad saw.
mengharap pahala di akhirat Dan sesungguhnya pahala di akhirat
itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu
bertakwa. ayat ini menunjukkan bahwa orang yang beriman
yang tidak berhati-hati tidak akan mendapatkan pahala akhirat,
karena biasanya manusia tidak mengharapkan pahala dan tidak
mau karena akhirat.
b. Penilaian dan kritik ulama
1) Wahab bin Munabbih
“Sesungguhnya pernikahan Yusuf AS dengan Zulaikha,
istri al-Aziz berlangsung dengan bantuan banyak orang.
Kisahnya adalah, al-Aziz suaminya wafat dan Yusuf AS
berada di dalam penjara. Zulaikha seketika menjadi
miskin, dan pengelihatannya hilang disebabkan tangisan
yang panjang terhadap Yusuf AS. Nasib membuat
Zulaikha menjadi pengemis ditengah rakyat yang pernah
dipimpinnya. Ada sebagian orang yang mengasihinya
namun tidak dengan sebagian yang lain. Setelah Yusuf AS
menjadi pejabat dengan jabatan yang mulia, Yusuf AS
suka berkeliling negeri dengan mengendarai kuda arak-
arakan yang diiringi para punggawa kerajaan mencapai
jumlah kurang lebih 1000 orang, dalam seminggu sekali.39
2) Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan,
39 Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi , 487-489
88
“ketika Yusuf berkata kepada raja Mesir: “Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”, raja
berkata kepadanya, ‘Saya terima,’ lalu raja
mengangkatnya yang menurut pendapat ulama
menyebutkan bahwa Yusuf menggantikan kedudukan
Qithfir, sedangkan Qithfir sendiri dipecat dari jabatannya.
Allah berfirman: “Dan demikian Kami memberi
kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa
penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi
Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa
yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang berbuat baik.” Muhammad Ibnu
Ishaq mengatakan bahwa menurut kisah yang sampai
kepadanya, hanya Allah yang lebih mengetahui. Qithfir
meninggal dunia di hari-hari itu. Lalu raja ar-Rayyan Ibnu
al-Walid mengawinkan Yusuf dengan bekas istri Qithfir,
yaitu Ra’il. Ketika Ra’il masuk ke kamar Yusuf, maka
Yusuf berkata kepadanya, “Bukankah ini lebih baik dari
apa yang engkau inginkan dahulu?” Menurut mereka Ra’il
berkata kepada Yusuf, “Hai orang yang dipercaya,
janganlah engkau mencelaku, sesungguhnya aku seperti
yang engkau lihat sendiri adalah seorang wanita yang
cantik jelita lagi bergelimang di dalam kemewahan
kerajaan dan duniawi,40
c. Analisis penulis
40 Ibnu Kathir, Tafsir Ibnu Katsir
89
Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, menjelaskan
memuliakan Nabi Yusuf as. penjelasan ayat ini dalam Bible tidak ada. penulis mengambil kesimpulan bahwa nama- nama tersebut diatas tidak ada dasarnya dalam Alquran ataupun Sunah. Nama-nama tersebut hanya sebuah riwayat yang tidak berdasar. Meskipun dimungkinkan riwayat-riwayat di atas tidak akan merusak ‘aqidah kaum muslim, tetapi sebagai orang yang berakal haruslah lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah riwayat.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penulisan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Isrâilîyat dalam Tafsir Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl ada tiga yaitu:
Isrâilîyat yang dipandang benar (shahih), Isrâilîiyat yang
dipandang tidak benar (dha`if), dan Isrâilîyat yang dipandang
mungkin benar dan mungkin tidak benar. Contoh yang dipandang
benar tentang pengakuan istri Al-Aziz, “akulah yang menggoda
dan merayunya, dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang
benar.” riwayat di atas benar adanya dalam Al-Qur`an dan Sunnah.
Sebab, konteks pembicaraan seluruhnya adalah bagian dari
perkataan istri Al-Aziz di hadapan sang raja. Dan ketika itu Yusuf
as. tidak berada di tengah-tengah mereka. Tapi sang raja
menghadirkannya setelah itu. Contoh yang dipandang tidak benar
tentang godaan istri Al-Aziz kepada Nabi Yusuf as. Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita
itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Riwayat
tentang ayat ini tidak berdasar dalam Alquran dan juga Sunah,
bahwa seorang Nabi tidak mungkin melakukan perbuatan keji
tersebut dan jika riwayat-riwayat tersebut dipercayai oleh umat
Islam maka bisa merusak aqidah. Dan terhadap Isrâilîyat yang
mungkin benar dan mungkin tidak benar, bukan merupakan
penafsiran dari ayat yang disamarkan dalam Al-Qur`an, kita boleh
meriwayatkannya, karena kisah kisah itu hanya sekedar cerita dan
berita, tidak menyangkut masalah aqidah atau hukum.
2. Dalam surah Yusuf yang mengandung Isrâilîyat yaitu: ayat 4, 19,
20, 24, 42, 51-53, 56.
A. Saran
Karya sederhana ini merupakan kajian yang sangat penting untuk
diketahui oleh setiap muslim. Diharapkan dari penulisan ini menjadi
sumbangsih pemikiran untuk dunia Islam dan sebagai pembanding
92
terhadap tulisan-tulisan yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang
penulis lakukan mengenai kisah Israiliyat surah Yusuf dalam Tafsir Al-
Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl karya KH. Misbah Musthafa dan Bible.
Karena itu hendaknya ada penelitian lanjut mengenai pembahasan yang
belum dibahas dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Syahbah, Muhammad ibn Muhammad. Al-Israiliyyat wa al-Maudhu`at Fi Kutub at-Tafsir. Mesir: Maktabah as-Sunnah. 2016.
A.Khalafulah, Muhammad. Al-Fann Al-Qashashi Fi Al-Qur`an Al-Karim.
Beirut: Sina li Al-Nasyr Wa Al-Intisyar Al-Arabi, 1999.
Adz-Zahabi, Muhammad Husain Israiliyat dalam Tafsir dan Hadis, terj.
Didin Hafidhuddin Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 1993.
, Penympangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur`an.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
, At-Tafsir Wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar Al-Maktab al-Hadis,
1976), cet.II
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, Jilid 11.
al-Ghazali, Muhammad Akhlaq Seorang Muslim. Semarang: CV. Adi
Grafika, 1993
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Belajar Mudah Ulum Al-Qur`an, Jakarta: PT.
Lentera Basritama, 2002.
Al-Qattan, Manna` Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur`an. Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2013.
Al-Qur`an
Anwar, Rasihan. Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir Ath-Thabari
dan Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999. cet. I
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Ash-shabuni, Muhammad Ali, Shafwatut Tafasir, Beirut: Dar al-Fikr, 2001,
jilid 2.
ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi, Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2009. 93
94
Badruzzaman, Ahmad Dimyati. Kisah-Kisah Israiliyat Dalam Tafsir Munir.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005.
Bagong Suyanto (ed.). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana, 2007.
Fuat Al-Aris, Pelajaran Hidup Surah Yusuf, Jakarta: Zaman, 2013
H. Bey Arifin, Rangkaiian Cerita Al-Qur`an Kisah Nyata Peneguh Iman,
Jakarta: Zahira, 2015.
HS, Ali Imron. Kategorisasi Israiliyat dalam Tafsir Al-Munir karya Nawawi
perbedaannya penjelasan Tafsir Al-Iklil lebih detail.
5. Cinta Ayah Sebagai Alasan
Allah berfirman,
10
Misbah Musthafa, Al-Iklîl Fî Ma`ânî At-Tanzîl, h. 2207-2209
ب عده ق وما صالين ت لوا يوسف أو اطرحوه أرضا يل لكم وجو أبيكم وتكونوا م هم ل ت قت لوا اق ( قال قائل من تم فاع يارة إن كن (لين يوسف وألقوه ف غيابت الب ي لتقطو ب عض الس