ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL
OLEH :
KELOMPOK 3
A7-E
1. LUH PUTU RISMA AGUSTINI( 13.321.1946 )
2. MADE ASRI PURWANTI ( 13.321.1950 )
3. NI KOMANG TIRTA DEWI ( 13.321.1952 )
4. NI LUH ARI WINDASARI ( 13.321.1954 )
5. NI LUH DESSY PRADNYA DEWI( 13.321.1956 )
6. NI LUH GEDE SITA PRAHITA DANI( 13.321.1958 )
7. NI PUTU SUKMA PRADNYAYANTHI ( 13.321.1970 )
8. NI PUTU TINI PRADNYANI ( 13.321.1971 )
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2015
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
1. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
2. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
3. Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu
yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai
kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
4. Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ).
B. ETIOLOGI
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh factor predisposisi
diantaranya perkembangan dan social budaya. Kegagalan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang
lain tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan
ini dapat menimbulkan prilaku tidak ingin berkomunikasi dengan
orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang
lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah:
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat
penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
a. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami
hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
b. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina
hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah
lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh
menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak,
karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus
belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan
orang lain.
c. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu
untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung
pada remaja.
d. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada
orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality).
e. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan
anak.
f. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Doublebind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
4. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian
pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya
8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia
tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO
juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocorticalseringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat
merubahstuktur sel-sel otak.
3. StressorBiologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan
yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu
untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori psikoanalisa;
perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat. Menurut Purba, dkk.
(2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing
tingkah laku adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.
E. PROSES TERJADINYA MASALAH ( PATOFISIOLOGI )
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya
klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan di mana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional
dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa
aman. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan sebagai usaha
melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin
kaku.Klien semaki tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang
baru.Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri
begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak
tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan
mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan
itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti
penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan
lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi
kenyataan semakin kesulitan yang timul dalam mengembangkan hubungan
dengan orang lain.
F. POHON MASALAH
Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi (efek)
Isolasi sosial : menarik diri ( Core Problem)
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah (etiologi)
(Budi Anna Keliat, 1999)
G. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan
orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
H. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa
stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Halusinasiadalah pencerapan
tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang
tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan
oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang
terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman,
perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi
pendengaran.
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitiveTrihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey,
2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living(ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil
tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang
positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi
tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer
yang muncul padagangguan jiwa.
Dalam hal ini yang dinilai bukan gejalainsomnia(gangguan tidur)
tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku social
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur
kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua
orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah
sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang
lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Berikut ini hal yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien gangguan jiwa (Keliat, 1998).
1. Identitas
a. Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, tanggal MRS, tanggal pengkajian, dan No. RM.
2. Keluhan utama
a. Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke RS, biasanya
akibat adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
3. Faktor Predisposisi
a. Riwayat gangguan jiwa sebelumnya.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya.
c. Riwayat keluarga.
d. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital (suhu, tekanan darah, nadi dan
respirasi)
b. Berat badan dan tinggi badan
c. Keluhan fisik
5. Psikososial
a. Genogram
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya
7-16 % skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri
kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar 2-15 %, dan saudara kandung
7-15 %.
b. Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien
akan mempengaruhi konsep diri klien.
c. Hubungan sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun dan berdiam diri.
d. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran
kemauan.
6. Status Mental
a. Penampilan diri
Klien nampak lesu, tidak bergairah, rambut acak-acakan kancing
baju tidak tepat, resleting tidak terkunci, baju tidak diganti,
baju terbalik sebagai manisfestasi kemunduran kemauan klien.
b. Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c. Aktivitas motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecendrungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri.
d. Emosi
Emosi dangkal
e. Afek
Dangkal, tidak ada ekspresi roman muka.
f. Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara, diam.
g. Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
h. Proses berpikir
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan.
i. Kesadaran
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu
pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan (secara kualitatif).
j. Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan
orang.
k. Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan, selalu memberikan alas an meskipun alas an tidak
jelas atau tidak tepat.
l. Tilik diri atau penghayatan
Merujuk pada pemahaman klien tentang sifat suatu penyakit atau
gangguan, dalam kasus ini tidak ada yang khas pada tilik diri.
7. Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan
keluarganya, makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran
kemauan.Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat menurun
dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan istirahat
tidur.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Isolasi sosial
Dibuktikan oleh hal hal berikut ini :
Menyendiri dalam ruangan
Tidak berkomunikasi, mernarik, diri, tidak , melakukan kontak
mata
Sedih, afek datar
Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan
usianya
Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak
bermakna
Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain.
b. Kerusakan komunikasi verbal
Dibuktikan oleh hal-hal berikut ini :
Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan lainnya
Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
Menggunakan kata yang tak berarti.
Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara.
c. Sindrom kurang perawatan diri b/d menarik diri, regresi
Dibuktikan oleh hal-hal berikut ini :
Kesukaran mengambil makanan atau ketidakmampuan membawa makanan
dari wadah ke mulut
Ketidakmampuan membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh
Kurangnya minat dalam memilih pakaian, kelainan kemampuan dalam
berpakaian, dan mempertahankan penampilan yang memuaskan
Tidak adanya kemauan untuk melakukan defekasi atau berkemih
tanpa bantuan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Isolasi sosial
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan
Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama pasien lain
dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap, dengan
kriteria hasil:
Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk
bersosialisasi dengan orang lain.
Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
Pasien melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang
lain dengan cara yang sesuai/dapat diterima.
1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang
sering tapi singkat.
2. Perlihatkan penguatan positif pada pasien.
3. Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas
kelompok yang mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar bagi
pasien.
4. Jujur dan menepati semua janji.
5. Orientasikan pasien pada orang, waktu, tempat sesuai
kebutuhannya.
6. Berhati-hatilah dengan sentuhan.
7. Diskusikan denga pasien tanda-tanda peningkatan ansietas dan
teknik untuk memutus respons ( latihan relaksasi, berhenti berpikir
).
8. Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain.
9. Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan
pasien.
1. Sikap menerima dari orang lainakan meningkatkan harga diri
pasien dan memfasilitasi rasa percaya kepada orang lain.
2. Pasien merasa menjadi orang yang berguna.
3. Kehadiran seseorang yang dipercaya akan memberikan rasa aman
bagi pasien.
4. Kejujuran dan rasa saling membutuhkan menimbulkan suatu
hubungan saling percaya
5. Pengenalan seperti itu akan membuat pasien percaya dan lebih
yakin
6. Pasien yang curiga dapat menerima sentuhan sebagai suatu yang
mengancam.
7. Perilaku menarik diri dan curiga dimanifestasikan selama
terjadi peningkatan ansietas.
8. Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendorong
pengulangan perilaku tersebut.
9. Obat-obat antipsikosis menolong untuk menurunkan gejala
psikosis pada seseorang sehingga memudahka interaksi dengan orang
lain.
2
Kerusakan komunikasi verbal
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan
pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan komunikasi
verbal dengan perawat dan sesama pasien dalam suatu lingkungan
sosial dengan cara sesuai/dapat diterima, dengan kriteria hasil
:
Pasien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan
dietrima orang lain.
Pesan nonverbal pasien sesuai dengan verbalnya.
Pasien dapat mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan
komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan
ansietas.
1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola
komunikasi pasien.
2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam
bagaimana perilaku dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga
dihindari oleh orang lain.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme),
gunakan teknik mengatakan secara tidak langsung.
5. Antisipasi dan penuhinya kebutuhan pasien sampai pola
komunikasi yang memuaskan kembali.
1. Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana ia dimengerti
oleh orang lain, sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada
perawat.
2. Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan
dan komunikasi pasien
3. Teknik ini untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien dengan lingkungannya.
4. Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya
dan mendorong pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan
dirinya.
5. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas
keperawatan
3
Sindrom kurang perawatan diri b/d menarik diri, regresi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan
pasien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri
dan mendemontrasikan suatu keinginan untuk melakukannya dengan
kriteria hasil :
Pasien makan sendiri tanpa bantuan.
Pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya
tanpa bantuan.
Pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan
mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih
tanpa bantuan.
1. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari
sesuai tingkat kemampuan pasien.
2. Dukung kemandirian pasien, tetapi berikan bantuan saat pasien
tidak dapat melakukan beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya
mandiri.
4. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukan kegiatan yang
menurut pasien sulit melakukannya.
5. Buat catatan secara rinci tentang makanan dan cairan.
6. Berikan makanan kudapan dan cairan di antara waktu makan.
7. Jika pasien tidak makan karena curiga dan takut diracuni,
berikan makanan kaleng dan biarkan pasien sendiri yang membukanya,
atau sajikan dalam kekeluargaan.
8. Tetapkan jadwal defekasi dan berkemih, bantu pasien ke kamar
mandi sesuai jadwal, sampai pasien mampu melakukan tanpa bantuan
orang lain. Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat
pasien tidak mampu melakukan beberapa kegiatan.
1. Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan
aktivitas akan meningkatkan harga diri.
2. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam
keperawatan.
3. Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung
pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang
nyata.
5. Informasi yang penting untuk mendapatkan gambaran nutrisi
yang adekuat.
6. Pasien mungkin tidak mampu mentoleransi makanan dalam jumlah
besar pada saat makan dan membutuhkan penambahan diluar waktu
makan.
7. Pasien dapat melihat setiap orang makan dari hidangan yang
sama.
8. Melatih pasien untuk melakukan ADL (Activity Daily Living)
agar mampu melakukan secara mandiri sehingga kebutuhan utama pasien
dapat terpenuhi.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan Intervensi yang telah
dibuat.
E. EVALUASI
1. Isolasi sosial
a. Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk
bersosialisasi dengan orang lain.
b. Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
c. Pasien melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang
lain dengan cara yang sesuai/dapat diterima.
2. Kerusakan komunikasi verbal
a. Pasien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti
dan dietrima orang lain.
b. Pesan nonverbal pasien sesuai dengan verbalnya.
c. Pasien dapat mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan
kelainan komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan
ansietas.
3. Sindrom kurang perawatan diri b/d menarik diri, regresi
a. Pasien makan sendiri tanpa bantuan.
b. Pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat
dirinya tanpa bantuan.
c. Pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan
mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih
tanpa bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
Caplan ,Harrold I; Sadock Benjamin J; Ilmu Kedokteran Jiwa
Darurat, Widya Medika,Jakarta, 1998
Keliat,Budi Ana; Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1998
NANDA; Nursing Diagnoses: Definitions & Classification
2001-2002; the North American Nursing Diagnosis Association;
Philadelphia; USA; 2001
Nurjannah, Intansari; Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa:
Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik
Perawat-Klien; Mocomedia;Yogyakarta; 2004