-
*fitbll@l
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIAFAKUI..TAS HUKUM
Jl. Tamansiswa 158 PO BOX 1133 yogyakarta 55.151; Tetp. (OZt4)
37g1t\, Fax. (0274) gTtO43e-mail: [email protected], Website:
www.uii.ac.id
No.Hal
: 3 /Deki80/Div.URT/[/2O19: Pernrohonan scbagai l'enrbedah
Brrkrr
1,1 Jrnuari 101 9 \48.luniadil A*rval 14.10 H
KepadaYth. Bapak Dr. Mudzakkir, S.H., M.H.Fakultas
HukumUniversitas Islam IndonesiaYogyakarta
A ss alaamu' al a i kum lltr. ll/ b
Dengan ini kami sanrpaikan bahta Fakultas Hukum [Jniversites
lslam lndonesia akanmenyelenggarakan Senrinar Bedah Buku'-Menyibak
Kebenaran: Eksanrinasi terhadap PutusanPerkara Irman Gusman".
Adaptur kegiatan terscbut lnsvt Allah akan diselenggarakan
pada:
Hari, tanggalWaktu
Tempat
Demikian, atas perhatian dan keljasanranla diucapkan terima
Wassalaamu' alai kum ll r. lYb.
: Selasa. 22 Januari 2019: 08.00 - 12.00 WIB: Auditorium PYBW
UIl. Jln. Cik Di Tiro No. I Yogyakarta
Sehubungan dengan itu kami mohon Bapak berkenan untuk nrenjadi
pcnrbctlah pada kegiilt;tr)tersebut.
h
it lt.
.llrnr* YOGYI^I ;-
L
-
A. TINDAK PIDANA KORUPSI
Gerakan reformasi teiah membawa pengaruh besar terhadap
gregetmelakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, karena
berantaskorupsi sebagai salah satu jargon reformasi yang
sasarannyapemberantasan KKN singkatan dari pemberantasan Korupsi,
Kolusi,dan Nepotisme.
Permasalahan tindak pidana korupsi, gerakan anti korupsi
danpenegakan hukum tindak pidana korupsi acapkali dpahami
secaratumpang tindih yang justru dapat memperlemah greget
penegakanhukum terhadap tindak pidana dan 'pemberantasan' atau
pencegahantindak pidana korupsi.
Pokok Bahasan:
a. Pengaruh gerakan reformsi terhadap gerakan
pemberantasantindak pidana korupsi dan penegakan hukum tindak
pidanakorupsi.
b. Tindak pidana suap, tindak pidana gratifikasi sebagai tindak
pidanasuap dan gratifikasi.
c. Kasus Irman Gusman dalam Buku "Menyibak Kebenaran:Eksaminasi
Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman"
d. Kasus Irman Gusman: Analisis Fiisafsat Hukum Pidana,
AsasHukum Pidana, Norma Hukum Pidana Dan Teks Norma HukumPidana
e. Kebijakan penegakan hukum tindak pidana korupsi di masa
datang
Pembahasan terhadap pokok masalah tersebut dilakukan
denganmenggunakan pendekatan hukum pidana yang mel jangkau pada
BEDAH BUKU (MENYIBAK KEBENARAN: EKSAMINASITERHADAP PUTUSAN
PERKARA IRMAN GUSMAN":
TINDAK PIDANA SUAP, GRATIFIKASI DIANGGAP SUAP,
DANGRATIFIKASI
Oleh
Dr. Mudzakkir, S.H., M.H
Dosen Pada Fakultas HukumUniversitas Islam Indonesia
-
aspek filsafat, asas hukum, norma hukum dan teks norma
hukumpidana dalam undang-undang.
B. PENGARUH GERAKAN REFORMSI TERHADAP GERAKANPEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENEGAKANHUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI.
Pengaruh gerakan reformasi dan gerakan pemberantasan
tindakpidana korupsi dan penegakan hukum tindak pidana korupsi
tampakpda judul undang-undang ini dimulai dengan penggunaan
kata"pemberantasan" dan "tindak pidana korupsi." Pada umumnya
dalamhukum pidana dirmuskan yang netral dengan menggunakan
judul"tindak pidana .... (disebutkan nama tindak pidananya),"
tetapi dalambeberapa undang-undang yang mengatur hukum pidana di
luar KUHPselalu dimulai dengan kata *pemberantasan."
Istilah "pemberantasan" yang dalam bahasa Indonesia diartikan
(1)proses, cara, perbuatan memberantas: pemerintah meningkatkan
--kaum penyelundup; diadakan kursus -- buta huruf agar rakyat
dapatmembaca dan menulis; (2) pencegahan, pengucilan
perkembangan,atau pemusnahan penyakit. Dari definisi bahasa
Indonesia tersebutdapat ditarik suatu pengertian bahwa
pemberantasan itu esensinyaperbuatan pencegahan yakni proses, cara,
perbuatan memberantasyang fokusnya pada kegiatan pencegahan,
pengucilan perkembanganatau pemusnahan atau pembasmian.
Penggunaan kata dan istilah "pemberantasan" fokusnya pada
kegiatanpencegahan dan dalam kebijakan hukum pidana atau tindak
pidanakorupsi kebijakan pencegahan berada dalam lapangan
hukumadministrasi pemerintahan, khususnya hukum
administrasikeuangan negara. Penggunaan kata atau istilah
"pemberantasan"dalam judul undang-undang "Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi"memilikan makna dua hal yaitu "pemberantasan"
menjadi domainhukum adminstrasi negara, sedangkan "tindak pidana
korupsi"menjadi domain hukum pidana. Masing-masing bidang
hukumtersebut berinduk kepada dasar hukum konstitusi yang berbeda
dantindak pidana korupsi dasar kontitusionalnya Pasal 24 ayat (1)
UUDRI Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentangKekuasaan Kehakiman.
Ditinjau dari politik hukum pidana, penggunaan kata
"Pemberantasantindak pidana korupsi" dimaksudkan untuk mencegah
terjadinyatindak pidana korupsi, sedangkan "tindak pidana korupsi"
adalah
-
tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana
korupsi.Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak identik
denganpenegakan hukum tindak pidana korupsi. Penegakan hukum
tindakpidana korupsi hakekatnya menegakan kekuasaan kehakiman
yangdiamanatkan oleh Pasal 24 ayat (1) UUD Rl Tahun i945
yaituKekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untukmenyelenggarakan peradiian guna menegakkan hukum dan
keadilanyang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor
48Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan demikian,
harusdipisahkan antara kegatan pemberantasan tindak pidana
korupsidengan penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hal yang
perluditegaskan bahwa proses penegakan hukum tindak pidana
korupsitidak boleh ditempatkan sebagai bagian atau sebagai alat
pemberantastindak pidana korupsi.
Dengan menggunakan kata "pemberantasan" dalam judul
Undang-undang 31 Tahun 7999 yang telah diubah dengan
Undang-undangNomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak
pidana korupsi,berarti telah mencampuradukan kewenangan yang
bersumber daribidang hukum lain ke dalam hukum pidana yang
berakibat hukumpenggunaan wewenang dalam bidang penegakan hukum
pidana yangesensinya melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam
wilayaheksekutif yang berpotensi untuk mempengaruhi
penggunaankekuasaan kehakiman dalam wilayah yudikatif yang
memperolehmandat Kontitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UUD
RITahun 1945.
Berdasar argumen tersebut dapat diperoleh prinsip hukum
bahwaUndang-Undang Dasar RI Tahun 1945 telah menempatkan
posisipenegakan hukum tindak pidana korupsi dalam rangka
menjalankankekuasaan kehakiman tidak boleh disubordinasikan dengan
atausebagai bagian dari kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi,sehingga mengubah pengadilan atau hakim dan
kewenangannyasebagai alat pemberantas tindak pidana korupsi.
Kebijakanmenempatkan aparat penegakan hukum pidana dan hakim
sebagaibagian dari atau alat pemberantas tindak pidana korupsi
berpotensiterjadinya:
a. penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat
penegakhukum dan hakim, karena akan mengedepankan perannya
sebagaialat pemberantas dari pada penegakan hukum;
b. melanggar norma hukum dasar dalam UUD RI 1945 yang
mengaturkekuasaan kehakiman yaitu tugas sebagai pemberantas
tindakpidana korupsi tersebut bertentangan dengan pelaksanaan
tugas
-
kekuasaan kehakiman dalam wilayah eksekutif yang dilakukanoleh
penyelidik, penyidik dan pentuntu umum dan hakim sertalembaga
peradilan;
c. melanggar nilai hukum, asas-asas hukum, dan norma hukumpidana
dalam merumuskan larangan melakukan perbuatan pidanakorupsi yaitu
perumusan norma hukum pidana tindak pidabakorupsi mengabaikan nilai
hukum, asas-asas hukum, danperumusan norma hukum serta perumusan
ancaman pidanadengan alasan hukum pidana sebagai alat pemberantas
tindakpidana korupsi dan
d. pelanggaran HAM dan hak-hak hukum tersangka dalam
praktekpenegakan hukum Tipikor
Pasal 24 UUD RI Tahun 1945 dikutip selengkapnya sebagai
berikut:
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdekauntuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukumdan
keadilan.***)
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MahkamahAgung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalamlingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usahanegara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengankekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang.****)
C. TINDAK PIDANA SUAP, TINDAK PIDANA GRATIFIKASI SEBAGAITINDAK
PIDANA SUAP DAN GRATIFIKASI
Permasalahan hukum hukum yang menjadi dasar hukum untukmengadili
perkara Irman Gusman (lG) termasuk masalah hukumpidana yang menjadi
sorotan dan kajian yang mendalam para ahlihukum pidana yang
mencurahkan atensinya terhadap penegakanhukum pidana dan keadilan.
Hal tersebut kurang menjadi atensiterhadap ahli hukum pidana yang
terlibat dalam gerakan anti korupsiatau terlibat dalam lembaga
swadaya masyarakat yang ikut terlibatdalam gerakan anti
korupsi.
-
Perlu dibedakan pemikiran sarjana hukum pidana yang
atensipenegakan hukum pidana dan keadilan dengan sarjana yang
atensiatau terlibat gerakan anti korupsi, konsentrasi kegiatannya
berbeda,yaitu satu pihak membahas mengenai ilmu pengetahuan
hukumpidana dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi,
karenaadanya jargon tindak pidana korupsi sebagai kejahatan extra
ordinarydengan sarjana hukum pidana yang aktif dalam gerakan anti
korupsiyang menggunakan penegakan hukum pidana sebagai bagian
daripemberantasan tindak pidana korupsi dan menjadi subordinasi
darigerakan anti korupsi.
Permasalahan hukum yang terkait dengan perkara IG adalah
konseptindak pidana suap, gratifikasi sebagai tindak pidana suap,
dangratifikasi yang masing-masing akan dibahas berikut ini:
1. Tindak pidana suap: tindak pidana suap termasuk tindak
pidanayang banyak diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
20O1tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada beberapatindak
pidana suap, yaitu
a. Suap dalam Pasal 5 (sebagai genus delik suap)b. Suap dalam
Pasal 6c. Suap dalam Pasal 11d. Suap dalam Pasal 12 huruf a sampai
dengan e (f dan g)
e. Suap dalam Pasal 12B2. Gratifikasi dianggap pemberian suap
(sebagai tindak pidana suap):
Norma hukum pidana gratifikasi dianggap pemberian suap
dimuatdalam Pasal 128 disebutkan:
Pasal 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri ataupenyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabilaberhubungan dengan
jabatannya dan yang berlawanandengan kewajiban atau tugasnya,
dengan ketentuan sebagaiberikut:
a. yang nilainya Rp 10.OO0.O00,00 (sepuluh juta rupiah)
ataulebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukanmerupakan
suap dilakukan oleh penerima gratilikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh
jutarupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suapdilakukan
oleh penuntut umum.
-
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara
negarasebagaimana dimaksud dalam ayat (1)adalah pidana
penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat)tahun dan paiing lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidanadenda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus jutarupiah) dan paling
banyak Rp 1.OOO.00O.OO0,0O (satu miliarrupiah).
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat( 1)
tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasiyang diterimanya
kepada Komisi Pemberantasan TindakPidana Korupsi.(2) Penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) wajib diiakukan oleh
penerima gratifikasi paling lambat 30(tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal gratifikasitersebut diterima.(3) Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalamwaktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggalmenerima laporan wajib
menetapkan gratifikasi dapat menjadimilik penerima atau milik
negara.(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian
laporansebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan
statusgratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diaturdalam
Undang-undang tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana
Korupsi.
Pasal yang mengatur gratifikasi ini termasuk perumusan
normahukum yang tidak baik dan tidak benar sebagai
bahasapembentukan peraturan perundang-undang. Rumusan
"Setiapgratilikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negaradianggap pemberian suap , apabila berhubungan dengan
jabatannyadan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya..."mengandung pengertian, perbuatan gratifikasi tidak
dilarang dalamhukum pidana, sedangkan perbuatan gratiflkasi yang
dilarangdalam hukum pidana apablia:
1. Gratifikasi diberikan kepada pegawai negeri atau
penyelenggaranegara;
2. berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengankewajiban atau tugasnya; dan
3. setelah lewat waktu 30 hari sejak tanggal penerimaan
gratifikasi,pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak
melaporkanpenerimaan gratifikasi kepada KPK.
Pasal 12 C
-
Berdasarkan rumusan perbuatan pidana gratifikasi tersebut,
silatmelawan hukum perbuatan pidana gratifikasi yang
dianggapsebagai tindak pidana suap diatur dalam hukum administrasi
yaitulapor atau tidak lapor selama 30 hari sejak tanggal
penerimaan.Konsekuensinya, jika ditemukan bahwa gratifikasi
tersebutdinyatakan tidak sah secara administrasi, maka barang
ataubenada gratifikasi tersebut disita untuk negara. Sebaliknya,
jikabarang atau benda gratifikasi tersebut sah, maka benda
ataubarang gratifikasi tersebut menjadi milik sah penerima
gratilikasi.
Tegasnya gratiiikasi tersebu sebagai perbuatan melawan
hukumadministrasi yang seharusnya hanya pantas untuk
dikenakansanksi administrasi dan jika masuk dalam hukum pidana
dapatdikualilikasi sebagai sanksi pidana dalam lapangan
hukumadministrasi yang anacaman seharusnya ringan, karenakedudukan
sanksi pidana dalam lapangan hukum administrasisebagai senjata
pamungkas atau dikenal dengan ultimum remedium.
Tetapi ancaman sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana
gratifikasiyang dianggap suap amat sangat berat sekali, yang tidak
seimbangdengan sifat jahatnya tindak pidana atau sifat melawan
hukumnyaperbuatan (yaitu melawan hukum administrasi) yaitu tidak
melaporsetelah 30 haris menerima gratifikasi kepada KPK,
dengan:
a. pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun;
dan
b. pidana denda paling sedikit Rp 200.00O.OO0,00 (dua ratus
.1utarupiah) dan paling banyak Rp 1.000.00O.000,00 (satu
miliarrupiah)
Periu dutegaskan kembali bahwa gratifikasi yang dianggap
suapdengan ancaman pidana pidana penjara seumur hidup atau
pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(duapuluh) tahun. Bandingkan dengan tindak pidana suap yangsempurna
sebagai tindak pidana suap sebagaimana diatur dalamPasal 5 ayat (1)
dan ayat (2) UU. Tipikor yang ancamannya pidanahanya 5 tahun
penjara yang diberlakukan secara sama beratnyaantara pelaku sengaja
memberi suap dengan cara memberi sesuatuatau menjanjikan sesuatu
(Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor) denganpegawai negeri pemberi atau
penyelenggara negara yang secarasengaja menerima suap dalam bentuk
menerima pemberiansesuatu sesuatu (Pasal 5 ayat 12) UU.
Tpikor).
Bentuk kesalahan pemberi suap adalah sengaja memberi sesuatuatau
menjanjikan sesuatu dan bentuk kesalahan penerima suap
-
sengaja menerima sesuatu dari pemberi suap, ancaman hukumpidana
hanya 5 tahun penjara, sedangkan kesalahan dirumuskandengan
proporte dolus dan proporte culpa (Pasal 12 UU Tipikor)ancaman
pidananya diperberat menjadi pidana penjara seumurhidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun danpaling lama 20 (dua
puluh) tahun.
3. Gratifikasi bukan sebagai tindak pidana.Berdasarkan argumen
hukum sebelumnya, perbuatan gratifikasisesungguhnya tidak dilarang
dan yang dilarang hanyalah gratifikasiyang dianggap suap (Pasal
124). Dengan demikian segala bentukgratifikasi diperbolehkan
kecuali yang dilarang yang sifatmelawankanya bersumber dari hukum
administrasi dalam bentuktidak lapor kepada KPK setalah menerima
gratifikasi paling lambat30 hari setelah menerima gratifikasi.
Adapun gratifikasi yang tidak dilarang dalam hukum pidana
yaitu:
l. Gratifikasi diberikan kepada pegawai negeri atau
penyelenggaranegara; berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanandengan kewajiban atau tugasnya; tetapi sebelum lewat
waktu 30hari sejak tanggal penerimaan gratifikasi, pegawai negeri
ataupenyelenggara negara tersebut telah melaporkan
penerimaagratifikasi kepada KPK.
2. Gratihkasi diberikan kepada orang yang statusnya bukanpegawai
negeri atau bukan penyelenggara negara, tetapi tidaktermasuk
sebagai tindak pidana suap sebagaimana yang diaturdalam
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang TindakPidana Suap.
D. EKSAMINASI PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KASUS IRMANGUSMAN:
DALAM BUKU YANG DIBEDAH
Dalam buku "Menyibak Kebenaran: Eksaminasi terhadap
PutusanPerkara Irman Gusman" telah diuraikan secara dari berbagai
sudutpandang paling tidak mengenai dua hal yaitu
1. Perbuatan yang dilakukan oleh Irman Gusman sebagai Ketua
danAnggota DPD yang ikut cawe-cawe mengurus harga gula di
daerahyang diwakilinya dengan maksud dan tujuan agar harga gula
dalamposisi normal atau murah atau terjangkau oleh rakyat
ditinjauperspektif sosiologis ;
-
2. Putusan Pengadilan Nomor:
112/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Psr.yang ditinjau dari berbagai sudut
pandang, yaitu
a. filsafat umum, hukum dan hukum pidanab. asas-asas hukum
pidanac. norma hukum pidanad. teks norma hukum pidana
e. teks diktum putusan pengadilan kasus Irman Gusman3. Putusan
Pengadilan Nomor: 1 12lPid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst.
dilakukan kegiatan ilmiah ilmu hukum: eksaminasi
putusanpengadilan, anotasi putusan pengadilan, tinjaun politik,
tinjauanbudaya, dan tinjaun filsafat.
Jadi kegiatan akademik sekarang Seminar Bedah Buku
"MenyibakKebenaran: Eksaminasi terhadap Putusan Perkara lrman
Gusman"memiliki makna kegiatan: 1) seminar nasional; 2) Bedah Buku;
dan 3)Kegiatan ini melibatkan para penulis, eksminar, anotator dari
PutusanPengadilan kasus Irman Gusman.
E. KASUS IRMAN GUSMAN: ANALISIS FILSAFSAT HUKUM PIDANA,ASAS
HUKUM PIDANA, NORNIA HUKUM PIDANA DAN TEKS NORMAHUKUM PIDANA
Kasus Irman Gusma dianslisi dari:
a. Analisis filsafat hukum pidana
b. Analisis asas-asas hukum pidana
c. Analisis norma hukum pidana
d. Analisis teks norma hukum pidana
e. Anasislis teks diktum putusan pengadilan kasus Irman
Gusman
F. KEBIJAKAN PENEGAI(AN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DIMASA
DATANG
a. Permasalahan hukum hukum (secara umum) dan hukum pidanakasus
Irman Gusman dan pelajaran hukum pidana dari kasusIrman Gusman
b. Rekomendasi perbaikan hukum di masa datang tentang
perumusannorma hukum pidana tindak pidana korupsi dan
penegakanhukumnya
-
YOGYAKARTA, 22 JANUARI 2019.
Dr. Mudzakkir, S.H., M.H
-
mt HUKUMFAKULTAS
Dibe rikan pada
Dr. Mudzakkir, S.H., M.H.
sebagai
Pembicara
Seminar NasionalBbedah Buku "Menyibak Kebenaran
Eksaminasi terhadap Putusan Perkara Irman Gusman"diselenggarakan
oleh Pusat Studi Hukum FH UII
Selasa,22Jantari 201.9 di Auditorium Badan VakafGedung UII Cik
Dik Tiro No. 1 Yogyakarta
Dekan,
O$Yil
I JI *\iA,s
*,uli at @fl ,
\
.'NV.\
i ..