I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas merupakan suatu kondisi dimana berat badan melebihi kebutuhan otot dan tulang sebagai akibat dari penumpukan lemak yang berlebihan dalam tubuh 1 , atau secara praktis dapat disebut sebagai penimbunan lemak yang berlebihan dalam tubuh 2 . Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global dimana jumlahnya mencapai 400 juta dunia di seluruh dunia. Sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani. Di Indonseia sendiri, prevalensi obesitas telah mencapai angka 48,6% pada dewasa. terutama dikota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan / konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas. 3,4 Hal yang sama terjadi pada anak, bahkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa dari 1.730 anak SD, angka obesitas mencapai 12,1% dan overweight mencapai 9,1%. 5 Fakta ini menjadi semakin menghawatirkan, mengingat penderita obesitas kemungkinan akan mengalami hipertrigliserida, penurunan kadar HDL. Diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, kolelitiasis (batu 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Obesitas merupakan suatu kondisi dimana berat badan melebihi kebutuhan otot dan
tulang sebagai akibat dari penumpukan lemak yang berlebihan dalam tubuh 1, atau secara praktis
dapat disebut sebagai penimbunan lemak yang berlebihan dalam tubuh 2. Obesitas mulai
menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas
sudah merupakan suatu epidemi global dimana jumlahnya mencapai 400 juta dunia di seluruh
dunia. Sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera
ditangani. Di Indonseia sendiri, prevalensi obesitas telah mencapai angka 48,6% pada dewasa.
terutama dikota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke
westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan / konsumsi masyarakat
yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap
penawaran makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas. 3,4
Hal yang sama terjadi pada anak, bahkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa dari
1.730 anak SD, angka obesitas mencapai 12,1% dan overweight mencapai 9,1%.5 Fakta ini
menjadi semakin menghawatirkan, mengingat penderita obesitas kemungkinan akan mengalami
hipertrigliserida, penurunan kadar HDL. Diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner,
kolelitiasis (batu empedu), hipoventilasi, dan berbagai penyakit kronik lainnya.5 Berdasarkan
data Riskesdas tahun 2010, diperkirakan prevalensi balita di Indonesia mengalami gizi lebih dan
kegemukan (obesitas) yaitu sebesar 14,2 %.
Obesitas tidak bisa dianggap remeh hal ini dsebabkan oleh obesitas dapat menimbulkan
komplikasi yang berlanjut hingga dewasa apabila tidak ditangani dengan serius karena obesitas
adalah salah satu faktor predeposisi dari berbagai macam penyakit metabolik, degeneratif dan
penyakit yang berkaitan dengan obesitas.7 Penyebab obesitas yang multifaktorial sangat
menyulitkan usaha mengatasinya. Sehingga tatalaksana obesitas dititik beratkan pada usaha
pencegahan. Selain pencegahan terhadap obesitas itu sendiri, penting juga untuk dilakukan
pencegahan terhadap dampak obesitas.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Kriteria
Obesitas dan overweight adalah dua istilah yang sering digunakan untuk menyatakan
adanya kelebihan berat badan. Kedua istilah ini mempunyai pengertian yang berbeda. 8 Obesitas
didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan
(akumulasi) jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Menurut kamus kedokteran Dorland,
obesitas diartikan sebagai peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik
sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh. Disebut juga adiposity, adiposis,
corpulency dan pimelosis. 8 Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat
ideal yang disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non-lemak, misalnya pada
binaragawan kelebihan berat badat disebabkan oleh hipertrofi otot.9
Kriteria obesitas paling umum ditentukan berdasarkan data antropometri. Tiga metode
pengukuran antropometri dibawah ini dapat digunakan dalam penentuan obesitas.10
a. Berat badan/tinggi badan diatas persentil 90 atau 120% diatas berat badan ideal. Berat
badan lebih besar dari 140% didefinisikan sebagai superobesitas. Dengan pengukuran ini,
mencerminkan proporsi atau penampilan namun tidak mencerminkan massa lemak tubuh.
b. Indeks masa tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat
tinggi dalam meter, bila nilai IMT pada anak adalah lebih besar sama dengan persentil 95
maka termasuk kedalam obeistas. WHO mengeluarkan kurva klasifikasi IMT terbaru yang
berdasarkan z-score, digunakan untuk usia 0-5 tahun. Usia >5- 18 tahn menggunakan kurva
CDC.
Dibawah ini tabel penentuan kriteria status gizi menurut Waterlow, WHO 2006 dan CDC
2000.
2
Tabel 2.1 Penentuan status gizi menurut WHO dan CDC6
Status gizi BB/TB BB/TB WHO 2006 IMT CDC 2000
Obesitas >120 >+3SD >P95
Overweight >110 >+2SD hingga +3SD P85-P95
Normal >90 +2SD hingga -2 SD
Gizi kurang 70-90 -2SD hingga -3 SD
Gizi buruk <70 <-3 SD
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK) diatas persentil 85
merupakan indikator obesitas. Tebal lipatan kulit dapat biseps, triceps, subskapular, dan
suprailiaka.
Perawatan kesehatan profesional mendefinisikan obesitas atau kelebihan berat badan
dengan menggunakan indeks massa tubuh (BMI), yang merupakan metode yang sangat baik
untuk pengukuran langsung lemak tubuh. BMI = berat badan dalam kg / (tinggi dalam meter) 2.
Orang dewasa dengan BMI ≥ 30 memenuhi kriteria untuk obesitas, dan orang-orang dengan
BMI antara 25-30 mengalami kelebihan berat badan. Selama masa kanak-kanak, tingkat
perubahan lemak tubuh dimulai dengan penyimpanan jaringan adiposa yang tinggi selama masa
kanak-kanak. Kadar lemak tubuh menurun menjelang usia 5,5 tahun sampai periode yang
disebut "adiposity rebound", ketika lemak tubuh biasanya berada pada tingkat terendah.
Adipositas kemudian meningkat sampai awal masa dewasa . Akibatnya, obesitas dan kelebihan
berat badan didefinisikan menggunakan persentil BMI, anak usia diatas 2 tahun dengan persentil
BMI ≥ 95 memenuhi kriteria untuk obesitas, dan orang-orang dengan BMI antara persentil ke-
85 dan ke-95 mengalami kelebihan berat badan.
3
Gambar 2.1 Kurva CDC Persentil Indeks Massa Tubuh per Umur Untuk Anak perempuan
dan laki laki
2.2 Epidemiologi Obesitas
Obesitas pada anak dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan tidak hanya di
negara maju namun banyak juga ditemukan di negara berkembang. Menurut berbagai penelitian
epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak meningkat tiap tahunnya.10
Bertambahnya produk makanan cepat saji, perkembangan teknologi, penggunaan kendaraan
bermotor dan berbagai media elektronik, memberi dampak ketidakseimbangan energi.
Berkurangnya aktivitas fisik diikuti asupan kalori tinggi, membuat status keseimbangan anak
mengarah positif.10
Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak kegemukan dan obesitas
pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian lain menyebutkan terjadi peningkatan
prevalensi kegemukan dan obesitas meningkat dua kali lipat setiap tahun, terutama pada usia
anak sekolah.6,7
Pada tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia adalah 14,0 persen
Terjadi peningkatan prevalensi kegemukan yaitu dari 12,2 persen tahun 2007 menjadi 14,0
4
persen tahun 2010. Dua belas provinsi memiliki masalah kegemukan di atas angka
nasional. Urutan ke 12 provinsi dari prevalensi tertinggi sampai terendah adalah: (1) DKI
Jakarta, (2) Sumatera Utara, (3) Sulawesi Tenggara, (4) Bali, (5) Jawa Timur, 6) Sumatera
Selatan, (7) Lampung, (8) Aceh, (9) Riau, (10) Bengkulu, (11) Papua Barat dan (12) Jawa
Barat.6
Prevalensi obesitas di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir pada usia 6-17 tahun
meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi di Rusia pada usia 6-18 tahun adalah 6%
- 10%, di Cina adalah 3,4% - 3,6%, dan di Ingrirs adalah 22-31% dan 10-17%. Prevalensi
obesitas anak-anak sekolah di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19%.10
2.3 Etiologi Obesitas
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi
positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi,
sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.12,13 Sebagian
besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas
primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom
atau defek genetik hanya sekitar 10%.14
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit
multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi
antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi
dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.12,13
2.3.1 Faktor Genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua
obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas
menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.14
Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin
menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap
pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress
5
lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari.
Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate,
thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang
jelek.15,16 Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang
lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.16
2.3.2 Faktor lingkungan.
2.3.2.1 Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50%
dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas
fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah
mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.15 Penelitian di Jepang
menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai
kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan
dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak
menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas
sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.16
2.3.3. Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan
pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak
dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari
karbohidrat dan lemak14 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung
energi tinggi.12,14
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan
tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok
dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan
6
konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.17 Keadaan ini
disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak
mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan
yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa
yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang
berlebihan.15 Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan
energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah
terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein
berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas
penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi
karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat
mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan
karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan
dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.
Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak
akan disimpan dalam jaringan lemak.8
2.3.4. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan
pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.14
Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup
yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan
kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan
anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games,
nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan
harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.18
2.4 Patofisiologi Obesitas
Secara umum, obesitas dapat disebabkan oleh ketidak seimbangan kalori, yang diakibatkan
asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi (infant), penumpukan lemak
7
terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan
ini memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan
dewasa, asupan energi bergantung pada diet seseorang.5
Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat
kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis. Mekanismeini dirangsang
oleh respons metabolik yang berpusat pada hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat
dibagi menhadi 3 komponen sesuai gambar 2.
a. Sistem perifer/sistem aferen menyalurkan sinyal dari berbagai tempat, dimana komponen
utamanya adalah leptin dan adiponektin (dariadiposit), ghrelin (dari lambung), Peptida
YY/PYY (dari ileum dan colon), insulin (pancreas).
b. Nukleus arkuatus dalam hipotalamus memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal
dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a) POMC (pro-
opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b)
neuropeptida Y (NPY), dan AgRP (Agouli-related peptide). Neuron orde pertama ini akan
berkomunikasi dengan neuron orde kedua
c. Sistem eferen yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari hipotalamus
untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi. Hipotalamus juga
berkomunikasi dengan otak depan dan tengah untuk mengontrol sistem saraf otonom. 5
Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan penurunan berat badan
dengan menghasilkan MSH (-Melanocyte Stimulating Hormone), dan mengaktifkan reseptor
melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde ke 2 sebagai efek anoreksigenik.
Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake) dan peningkatan berat badan
dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde ke2nya sebagai efek oreksigenik.5
8
Gambar 2. 2. Pengaturan keseimbangan energi. Jaringan lemak menghasilkan sinyal aferen yang mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan kekentyangan. Sinyal ini mengnurunkan intake makanan dan
menghambat siklus anabolik, dan mengaktifkan pemakaian energi dan mengaktifkan siklus katabolik.
Gambar 2.3 Jalur neurohumoral di hipotalamus yang mengatur kesetimbangan energi. Terlihat POMC dan CART sebagai neuron anoreksigenik, dan serta NPY dan AgRP sebagai neuron oreksigenik di hipotalamus bagian nukleud arkuatus
2.5 Perjalanan Perkembangan Obesitas
Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam
kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3 kehamilan,
periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode adolescence.19 Pada bayi dan anak
9
yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja
yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.20 Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas
sudah mengalami obesitas sejak bayi.13 Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari
anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa8 dan risiko obesitas ini diperkirakan
sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7.17
Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang
tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengan
salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.8
2.6 Tipe dan Jenis Obesitas
Tipe dan jenis dari obesitas berdasarkan selnya, kegemukan dapat digolongkan dalam
beberapa tipe yaitu
a. Tipe hiperplastik
Kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan kondisi
normal, tetapi ukuran sel-selnya dengan ukuran sel normal. Tipe ini biasa terjadi pada masa
anak-anak. Upaya menurunkan berat badan ke kondisi normal di usia anak-anak akan lebih
sulit.
b. Tipe hipertropik
Kegemukan ini tejadi karena ukuran sel yang lebih besar dibandingkan ukuran sel
normal, tapi jumlah sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan upaya
untuk menurunkan berat badan akan lebih mudah dibandingkan tipe hiperplastik.
c. Tipe hiperplastik dan hipertropik
Kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan ukuran sel melebihi normal. Kegemukan
tipe ini dimulai pada masa anak-anak dan berlangsung tersu setelah dewasa. Upaya untuk
menurunkan berat badan paling sulit dan paling beresiko terjadinya komplikasi penyakit,
seperti penyakit degeneratif.
2.7 Manifestasis Klinis
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya timbul
menjelang remaja dan dalam masa remaja, terutama anak wanita. Selain berat badan meningkat
10
dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika diperiksa usia
tulangnya), sehingga pada akhirnya anak yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai
tinggi badan yang relatif rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Bentuk tubuh,
penampilan dan raut muka penderita obesitas:
a. Raut muka
Hidung dan mulut tampak relatif kecil dengan dagu yang berbentuk ganda.
b. Dada dan payudara
Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh. Pada anak pria keadaan
demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.
c. Abdomen
Membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng kadang-kadang
terdapat stria putih atau keunguan.
d. Genitalia luar
Pada pria penis seakan-akan terpendam dalam jaringan lemak mons pubis, sehingga
tampak kecil dari bagian yang tersembul ke luar. Pubertas dapat terjadi awal dengan akibat
bahwa pada akhirnya ketinggian anak gemuk mungkin kurang dari pada tinggi akhir dari
sebayanya yang dewasa lebih lambat. Normal pada kebanyakan wanita, dan menarche
biasanya tidak tertunda bahkan mungkin maju.
e. Anggota badan
Lengan atas dan paha tampak besar, terutama pada bagian proksimal, tangan relatif kecil
dengan jari-jari yang berbentuk runcing. Terdapat kelainan berupa koksa vara dengan genu
valgum pada tungkai.
f. Kelainan emosi
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan
penyebab atau akibat dari keadaan obesitas. Bahkan pada anak yang tampaknya
menyesuaikan diri dengan baik.
2.8. Dampak Obesitas pada anak
2.8.1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol
11
dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit
Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai
hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40%
diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang
rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi.23 Anak obesitas cenderung mengalami
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.12
2.8.2. Diabetes Mellitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas.5,15 Prevalensi
penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes mellitus tipe-2
hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > +
3SD atau > persentile ke 99. 24
2.8.3. Obstruktive sleep apnea
Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala
mengorok.12 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut
yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume
dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat
tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan
peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang
menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi
saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak
cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat
badan.12
2.8.4. Gangguan ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan
kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala
nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.12
2.8.5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas
12
disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan
memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer
dan iritabilitas.12
Gambar 2.5 komplikasi obesitas pada anak
2.9. Diagnosis dan Diagnosis Banding Obesitas
Bila datang seorang anak dengan keluhan obesitas, maka perlu dipastikan apakah kriteria
obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris. Selanjutnya perlu ditelusuri faktor resiko
obesitas serta dampak yang mungkin akan terjadi. Pola makan serta aktifitas fisik penting untuk
ditelusuri.10
Bila kriteria obesitas sudah terpenuhi, perlu dilakukan skrining kelanjutan meliputi lima
area risiko kesehatan sebagai berikut.
a. Riwayat keluarga, menelusuri riwayat penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus,
hiperlipidemia, atau riwayat obesitas kedua orangtua.
b. Tekanan darah, dengan menggunakan metode dan kriteria tekanan darah anak-anak.
c. Kadar kolesterol total, kenaikan diatas 200 mg/dL.
d. Tambahan kenaikan tahunan IMT, yaitu kenaikan melebihi dua unit dari tahun sebelumnya.
e. Penilaian keprihatinan, emosional, dan psikologik.25
Saat satu atau lebih dari lima hal tersebut positif, maka anak perlu mendapat evaluasi
medik yang diteliti untuk memikirkan patologis medik primer seperti terdaftar pada diagnosis
banding.25
Diagnosis banding obesitas biasanya berkaitan dengan gangguan endokrin atau sindrom
genetik. Berikut dibawah ini alur diagnosis obesitas menurut The Endocrine Society’s
Clinical Guideline:
13
Gambar 2.6 Diagnosis dan manajemen obesitas pada anak
2.10. Tatalaksana Obesitas Pada Anak
Kesuksesan dalam pengendalian obesitas paling baik dilakukan melalui pendekatan
multi dimensional untuk mencapai perubahan gaya hidup yang termodifikasi dengan baik.
Terapi kognitif untuk motivasi penurunan berat badan serta kombinasi gizi, aktivitas jasmani
serta kemauan akan menjadi hal terbaik.
Hal ini penting untuk memulai langkah-langkah yang direkomendasikan mengenai
asupan kalori yang tepat bagi anak yang obesitas. Makanan harus didasarkan pada buah-buahan,
sayuran, biji-bijian, daging tanpa lemak, ikan, dan unggas. Makanan siap saji harus dipilih
sesuai dengan nilai gizi mereka, dengan mengatur kalori dan lemak. Makanan yang memberikan
kalori berlebihan dan nilai gizi yang rendah diberikan sesekali. Karena anak obesitas
menkonsumsi banyak kalori diluar kebutuhan mereka. Pendekatan bertahap dianjurkan, seperti
seorang anak usia 10 tahun yang membutuhkan 2000 kkal / hari dan mengkonsumsi 3500 kkal /
hari dapat mengurangi asupan sebanyak 280 kkal dengan menghindari 2 kaleng minuman soda
dan menggantinya dengan air minum. Meskipun perubahan diet tidak akan mengakibatkan
penurunan berat badan, mungkin akan menghasilkan pertambahan berat badan sedikit lebih
14
lambat. Setelah perubahan ini telah berhasil dilakukan, anak bisa membuat perubahan lain
seperti mengurangi camilan, sehingga menghilangkan sebuah kkal 300 tambahan.
Tabel 2.2 Rekomendasi Intake Kalori Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin (Nelson, 2011)
Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas
seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses
terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik,
dan mengubah / modifikasi pola hidup.14,18
1. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun
dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak
obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan
mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia
dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat
badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per
bulan.14
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA,
hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. 14 Intervensi diet
harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada
obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan
pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan
15
yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie
diet ).18
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang. Menurunkan berat badan dengan
tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-
60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta
kolesterol < 300 mg per hari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan
penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari. 14,18
3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan
fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan
umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan
ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk
melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.14
Tabel 2.3 Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatan
Kalori yang digunakan/jam
Jalan kaki 3 km/jam
Jalan kaki 6 km/jam
Joging 8
km/jam Lari
12 km/jam
Tenis tunggal
Tenis ganda
Golf
Berenang
150
300
480
600
360
240
180
350
660
4. Mengubah pola hidup/perilaku
16
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen
intervensi, dengan cara: Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan
aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang
tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan
untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan
yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman.
Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya
lezat dan memilih makanan berkalori rendah.14
5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli
gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet,
mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.18
6. Terapi Intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi
yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat
rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan
kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan
asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal,
dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya
diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. 14
Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan
menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan
menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin;
meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi
obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas. 14
17
Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah
untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara
gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari
lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat
dan bahaya terapi ini pada anak. 14
2.11 Pencegahan pada anak dengan obesitas
Pencegahan obesitas anak dan remaja sangat penting bagi kesehatan masyarakat di
Amerika Serikat dan sebagian besar negara-negara lain (Tabel 44-7 dan 44-8). National
Institutes of Health (NIH) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
merekomendasikan berbagai inisiatif untuk memerangi lingkungan obesigenic saat ini, termasuk
promosi menyusui, akses ke buah dan sayuran, dan 60 menit / hari aktivitas untuk anak-anak.
USDA mensponsori program 5,5 cangkir buah-buahan dan sayuran per hari. Insentif bagi
industri makanan untuk mempromosikan konsumsi makanan sehat harus dipertimbangkan.
Pemasaran makanan sehat kepada anak-anak sudah mulai diatur. 26
Tabel 2.4 Saran Untuk Mencegah Usulan Obesitas26
Fase Saran
Kehamilan Menormalkan indeks massa tubuh sebelum hamil.
Jangan merokok.
Melakukan olahraga ringan yang dapat ditolerir
Pada penderita diabetes gestasional, mengontrol glukosa dengan
teliti.
Postpartum Dan
Bayi
Menyusui minimal 3 bulan.
Menunda pengenalan makanan padat dan cairan manis.
Keluarga Makan bersama keluarga di tempat yang tetap dan waktu yang
tetap.
Jangan melewatkan makan, khususnya sarapan.
Jangan menonton televisi selama makan.
Gunakan piring kecil.
Hindari makanan manis atau berlemak yang tidak perlu dan
18
minuman ringan.
Jangan menaruh televise di kamar tidur anak-anak, membatasi
waktu menonton televisi, permainan dan video
Sekolah Hilangkan penjual permen dan kue.
Tinjau isi mesin penjual otomatis dan mengganti dengan pilihan
makanan sehat.
Mendidik guru tentang gizi dasar dan manfaat dari aktivitas fisik.
Mendidik anak dari prasekolah sampai SMA mengenai diet yang
tepat dan gaya hidup yang sehat.
Olahraga 30-45 menit, 2-3 kali seminggu.
Masyarakat Meningkatkan fasilitas bermain untuk anak-anak dari segala usia.
Mencegah penggunaan lift dan eskalator.
Penyedia Layanan
Kesehatan
Jelaskan pengaruh biologis dan kontribusi genetik untuk obesitas.
Jelaskan berat badan idela sesuai usia pada anak-anak.
Bekerja kearah mengklasifikasikan obesitas sebagai penyakit
untuk meningkatkan pengakuan, penggantian untuk perawatan,
dan kemauan dan kemampuan untuk memberikan pengobatan.
Industri Mandat sesuai usia nutrisi pelabelan untuk produk yang ditujukan
untuk anak-anak (misalnya, lampu merah / lampu hijau makanan,
dengan ukuran porsi).
Mendorong pemasaran video game interaktif di mana anak-anak
harus berolahraga dalam bermain.
Gunakan iklan yang mengarahkan anak-anak untuk makanan
sehat untuk mempromosikan sarapan dan makan secara teratur.
Jangan menghukum anak selama waktu makan dan berkaitan dengan makan. Suasana
emosional makan sangat penting. Interaksi saat makan harus menyenangkan dan
bahagia.
Jangan menggunakan makanan sebagai hadiah.
Orang tua, saudara, dan rekan-rekan harus memodelkan makan yang sehat, mencicipi
makanan baru, dan makan makanan yang seimbang.
19
Anak-anak harus terkena berbagai makanan, selera, dan tekstur.
Makanan harus ditawarkan beberapa kali. Paparan berulang untuk awalnya tidak
menyukai makanan akan memecah resistensi.
Menawarkan berbagai makanan dengan kepadatan energi yang rendah membantu anak
asupan keseimbangan energi.
Membatasi akses ke makanan akan meningkat ketimbang menurunkan preferensi anak
untuk makanan itu.
Memaksa anak untuk makan makanan tertentu akan menurunkan preferensi nya untuk
makanan itu. Kewaspadaan anak-anak makanan baru adalah normal dan harus
diharapkan.
Anak-anak cenderung lebih sadar kenyang dibandingkan orang dewasa, sehingga
memungkinkan anak-anak untuk merespon kenyang, dan membiarkan yang mendikte
porsi. Jangan memaksa anak-anak untuk "membersihkan piring mereka."26
2.12 Prognosis
Orang yang menderita obesitas dan kelebihan berat badan pada masa kecil memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk menderita obesitas pada saat dewasa. Individu yang menderita
obesitas memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita berbagai penyakit termasuk kematian yang
lebih dini. Menurut “American Obesity Association” anak-anak yang menderita obesitas pada
umur 10-13 tahun memiliki kemungkinan 70% untuk tetap menderita obesitas sepanjang hidup
mereka. Program-program untuk memodifikasi kelakuan dan gaya hidup dapat membantu
contohnya dengan menentukan tujuan hidup positif, berolahraga lebih sering, dan terapi
kelompok dapat membantu anak-anak dan remaja untuk mengurangi berat badan dengan
sukses.13
20
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan. kegemukan adalah dampak dari konsumsi energy yang berlebihan, dimana energy
yang berlebihan tersebut dapat disimpan didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari
waktu ke waktu badan akan bertambah berat disamping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor
keturunan juga mempunyai andil dalam kegemukan.
keadaan berat badan anak balita yang melebihi berat badan normal atau seharusnya.
Hingga hari ini, Indonesia masih menghadapi paradox dalam hal kesehatan gizi
masyarakat, terutama pada kelompok usia anak yaitu mengenai persoalan kekurangan gizi
(malnutrisi) di satu sisi dan peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas di sisi lainnya,
terutama di kota-kota besar di Indonesia.
Saat ini, pemerintah bersama organisasi profesi dan organisasi masyarakat sedang
melakukan inisiatif baru dalam bentuk suatu gerakan untuk menanggulangi perbaikan gizi
baik kekurangan maupun kelebihan gizi, yang mana memfokuskan pada Percepatan
Perbaikan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan atau Scalling Up Nutrition (SUN).
Dalam mendiagnosis obesitas, selain menilai dari tanda dan gejala klinis, dibutuhkan
pengukuran yang lebih obyektif untuk menegakkan diagnosis, yaitu antropometri dan
laboratorik. Setelah kriteria obesitas terpenuhi, selanjutnya ditelusuri faktor resiko obesitas
serta dampak yang ada.
Terapi obesitas anak berbeda dengan dewasa. Terapi obesitas anak dibagi atas modifikasi
gaya hidup dan terapi intensif. Modifikasi gaya hidup mencakup pengaturan diet,
peningkatan aktifitas fisik, perubahan perilaku serta yang terpenting adalah dukungan dan
keterlibatan keluarga dalam proses terapi yang dilakukan. Terapi intensif hanya dilakukan
bila modifikasi gaya hidup gagal menurunkan berat badan, dipilihi bila efek signifikan
menurunkan co-morbiditas.
Komplikasi yang ditimbulkan obesitas mencakup berbagai penyakit metabolik,
cardiovaskular dan degenerative
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorlan, W.A. Newman. Kamus kedokteran Dorland. Andy Setiawan dkk., penerjemah; Herni Koesoemawati, penyunting. Ed ke-29. Jakarta: ECG; 2002. Terjemahan dari: Dorland’s Illustrated Medical Dictionary.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Eksitasi Otot Rangka: Penghantaran Neuromuskular dan Gabungan Eksitasi-Kontraksi. 11th ed. Singapore: Elsevier Inc,; 2006.p.889.
3. WHO. Global Database of Body Mass Index: an interactive surveillance tool for monitoring nutrition transition. Diunduh dari http://apps.who.int/bmi/ index.jsp. Diakses 25 Juli 2010.
4. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setati S. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; 4th ed. 1919-1925
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders, An imprint of Elsevier Inc. 2010; 438-442
6. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Diunduh dari www.riskesdas.litbang.depkes.go.id pada 15 Desember 2013.
7. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Kemenkes 2012
8. WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical Report Series 2000; 894, Geneva.
9. Damayanti Rusli, Endang DL, Maria Mexitaha, Sri Sudaryati N. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI. 2011. Hal 230-241.
10. Obesitas [online]. 2009 [cited 2015 Agustus 08 ]; available from: URL: http://milissehat.web.id/?p=91
11. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Children’s Fat Mass. Am J Clin Nutr, 2002; 75: 451 – 452.
12. Taitz, L.S. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991; 485 – 509.
13. Syarif, D.R. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II, Editor: Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123 – 139.
14. Kopelman,G.D. Obesity as a Medical Problem, NATURE, 2000; 404: 635-43.15. Newnham,J.,P. Nutrition and the early origins of adult disease, Asia Pacific J Clin
Nutr 2002;11(Suppl): S537-42.16. Fukuda, S., Takeshita, T., Morimoto,K. Obesity and Lifestyle. Asian Med.J., 2001;
44: 97-10217. Kiess W, et al. Multidisciplinary Management of Obesity in Children and Adolescents-
Why and How Should It Be Achieved?. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 194-206
18. Dietz, W ,H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition, II ed, Suskind, R.,M., Suskind, L.,L. (Eds). New York: Raven Press,1993; 279-84.
19. Pi-Sunver, F.X. Obesity, Dalam Modern Nutrition In Health and Disease, VIII ed, Shils, M.E., Olson, J.A., Shike, M. (Eds). Tokyo: Lea & Febiger,1994; 984 – 1006.
20. Dina Agoes, Maria Poppy. 2003. Mencegah dan Mengatasi Kegemukan pada Balita. Jakarta : Puspa Swara, 2003.
21. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1985: 214-218.
22. Freedman,D.,S. Childhood Obesity and Coronary Heart Disease. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 160-9.
23. Bluher, S., et al. Type 2 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents: The European Perspective, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 170-180
24. Lewis A. Barness, John S. Curran. Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1. Jakarta: EGC. 2000. Hal 214-218.
25. Speiser PW, Rudolf MCJ, Anhalt H, et al: Konsensus Pernyataan: obesitas, J Clin Endocrinol Metabol 90:1871-1887, 2005.