PENDAHULUAN Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Selain itu Indonesia juga dikenal dengan sebutan Zamrud Katulistiwa atau permata hijau di sepanjang garis katulistiwa dikarenakan Indonesia memiliki hutan yang menghijau dan membentang dari sabang sampai merauke yang indah. Dalam, kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging). Meskipun diatas kertas, Indonesia telah menyisihkan 19 juta hektare atau 13 persen dari total hutan alam yang ada di Indonesia dalam suatu jaringan ekosistem yang telah ditetapkan menjadi kawasan-kawasan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDAHULUAN
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di
dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut
Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora
dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Selain itu
Indonesia juga dikenal dengan sebutan Zamrud Katulistiwa atau permata hijau di
sepanjang garis katulistiwa dikarenakan Indonesia memiliki hutan yang
menghijau dan membentang dari sabang sampai merauke yang indah. Dalam,
kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an
ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan
dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa,
peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan
wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan
sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang
menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang
diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging). Meskipun diatas kertas,
Indonesia telah menyisihkan 19 juta hektare atau 13 persen dari total hutan alam
yang ada di Indonesia dalam suatu jaringan ekosistem yang telah ditetapkan
menjadi kawasan-kawasan konservasi dimana kawasan-kawasan tersebut sengaja
diperuntukkan bagi kepentingan pelestarian plasma nutfah, jenis dan ekosistem
yang banyak diantaranya sangat unik dan dianggap merupakan warisan dunia
(world heritage). Namun kenyataanya kawasan-kawasan tersebut saat ini sangat
terancam keberadaan dan kelestariannya akibat kegiatan penebangan liar
Terganggunya keseimbangan dan kelestarian hutan memicu timbulnya
banyak sekali efek negatif terhadap kehidupan manusia, yakni sering terjadinya
bencana alam yang tidak segan-segan merenggut nyawa manusia. Contohnya
tanah longsor, banjir, dan kekeringan yang melanda Indonesia. Akibat tanah
longsor dan banjir, banyak korban berjatuhan dan juga banyak pemukiman warga
yang luluh lantah sehingga memaksa untuk mengungsi ketempat yang aman.
Pemerintah juga terkena dampaknya yakni harus mengeluarkan miliaran rupiah
untuk menanggulangi dampak dari banjir dan tanah longsor. Selain itu,
1
kekeringan yang melanda di beberapa daerah akibat tidak adanya persediaan air
tanah karena eksploitasi hutan besar-besaran yang mengakibatkan warga susah
untuk mencari air bersih untuk keperluan sehari-hari dan pertanian. Ladang
pertanian kering karena saluran irigasi yang tidak ada air sehingga memaksa para
petani untuk memanen dini pertaniannya ataupun terpaksa gagal panen dan hal ini
memaksa naiknya harga pangan dipasaran yang berdampak pada penyakit
kekurangan gizi.
Dibutuhkan suatu solusi yang mampu mengatasi dan mencegah terjadinya
dampak-dampak yang tidak diinginkan dari eksploitasi dan penebangan hutan
yang mulai marak terjadi yakni dengan cara system tebang pilih, tebang satu
pohon tanam satu pohon, menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak
membuang sampah sembarangan dan memilah-milahnya antara organic dan
anorganik, melakukan reboisasi pada lahan kritis dan menghentikan revolusi
hijau.
A. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan penebangan liar?
2. Apa penyebab terjadinya penebangan liar?
3. Apa dampak yang terjadi dari penebangan liar?
4. Apa yang dimaksud dengan bencana alam?
5. Apa saja faktor penyebab terjadinya bencana alam?
6. Solusi apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penebangan liar dan
bencana alam?
B. TUJUAN
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan penebangan liar.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penebangan liar.
3. Untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat penbangan liar.
2
4. Untuk memahami yang dimaksud dari bencana alam.
5. Untuk mengetahui faktor terjadinya bencana alam.
6. Mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan menanggulangi penebangan liar
dan bencana alam.
3
Pengertian Pembalakan Liar
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging)
adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah
atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. (sumber,tahun)
Pembalakan Liar sering terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai
Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara
Balkan karena memiliki hutan yang cukup luas.
Indonesia termasuk satu diantaranya karena Indonesia merupakan negara
yang memiliki luas hutan yang sangat luas dan dijuluki zamrud katulistiwa.
Gambar 1. Penebangan liar
Fakta Penebangan Liar
Dunia
Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998
mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar,
dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS. (sumber,tahun)
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi
domestik ditambah dengan elspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh
kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar.
4
Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia
Amerika
Di Brasil, 80% dari penebangan di Amazon melanggar ketentuan
pemerintah.Korupsi menjadi pusat dari seluruh kegiatan penebangan ilegal
tersebut.
Produk kayu di Brasil sering diistilahkan dengan "emas hijau" dikarenakan
harganya yang mahal (Kayu mahogani berharga 1.600 dolar AS per meter
kubiknya).
Mahogani ilegal membuka jalan bagi penebangan liar untuk spesies yang
lain dan untuk eksploitasi yang lebih luas di Amazon
Kerusakan Hutan di Indonesia
Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan
budaya bagi negara dan masyarakat setempat khususnya. Jika berbagai peranan
itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka
keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Hal ini terlihat selama 25 tahun
terakhir ini, eksploitasi sumber daya dan tekanan pembangunan mempunyai
pengaruh pada hutan. Dalam buku Agenda 21 Indonesia disebutkan bahwa faktor-
faktor yang menekan kerusakan hutan Indonesia, yaitu: (a) pertumbuhan
penduduk dan penyebarannya yang tidak merata; (b) konversi hutan untuk
pengembangan perkebunan dan pertambangan; (c) pengabaian atau ketidaktahuan
mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam
memanfaatkan sumber daya alam; (d) program transmigrasi; (e) pencemaran
industri dan pertanian pada hutan lahan basah; (f) degradasi hutan bakau yang
disebabkan oleh konversi menjadi tambak; (g) pemungutan spesies hutan secara
berlebihan; dan (h) introduksi spesies eksotik (UNDP & KMNLH, 1997).
World Resources Institute (WRI) menempatkan masalah kerusakan hutan
tropis akibat penggundulan hutan sebagai masalah lingkungan utama Indonesia.
Eksploitasi hutan yang selama ini dilakukan secara berlebihan melalui sistem
hak pengusahaan hutan (HPH) dan konversi hutan untuk pengembangan pertanian
5
khususnya perkebunan telah mengakibatkan kerusakan hutan yang sangat parah.
Bahkan, krisis kerusakan hutan juga terjadi di hutan konservasi dan hutan
lindung. Beberapa data mengenai tingkat kerusakan hutan yang penulis
identifikasi dari berbagai sumber terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Kerusakan Hutan Indonesia
Tahun Luas Hutan Sumber Data Luas dan Laju Kerusakan Hutan
1950 152 juta ha GOI/IIED 33 juta ha atau 942.857 ha per tahun
(1950-1985)
1985 119 juta ha RePPProt
1950 152 juta ha GOI/IIED 60 juta ha atau 1,4 juta ha per tahun
(1950-1993)
1993 92 juta ha Walhi
1984 143 juta ha GOI-TGHK 51 juta ha atau 5,7 juta ha per tahun
(1984-1993)
1993 92 juta ha Walhi
1984 143 juta ha GOI-TGHK 22 juta ha atau 1,7 juta ha per tahun
(1984-1997)
1997 120,6 juta ha Kartodihardjo & Supriono
Hutan-hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di
dunia, meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luas daratan di permukaan
bumi. Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di
permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total
binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia.1
Sejatinya, seberapa luas hutan di Indonesia? Dinas Kehutanan Indonesia
pada 1950 pernah merilis peta vegetasi. Peta yang memberikan informasi lugas,
bahwa, dulunya sekitar 84 persen luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar)
6
pada masa itu, tertutup hutan primer dan sekunder, termasuk seluruh tipe
perkebunan.
Peta vegetasi 1950 juga menyebutkan luas hutan per pulau secara berturut-
turut, Kalimantan memiliki areal hutan seluas 51.400.000 hektar, Irian Jaya seluas
40.700.000 hektar, Sumatera seluas 37.370.000 hektar, Sulawesi seluas
17.050.000 hektar, Maluku seluas 7.300.000 hektar, Jawa seluas 5.070.000 hektar
dan terakhir Bali dan Nusa Tenggara Barat/Timur seluas 3.400.000 hektar.
Menurut catatan pada masa pendudukan Belanda, pada 1939 perkebunan
skala besar yang dieksploitasi luasnya mencapai 2,5 juta hektar dan hanya 1,2 juta
hektar yang ditanami. Sektor ini mengalami stagnasi sepanjang tahun 1940-an
hingga 1950-an. Tahun 1969, luas perkebunan skala kecil hanya mencapai 4,6 juta
hektar. Sebagaian besar lahan hutan itu berubah menjadi perkebunan atau
persawahan sekitar 1950-an dan 1960-an. Alasan utama pembukaan hutan yang
terjadi adalah untuk kepentingan pertanian, terutama untuk budidaya padi.2
Memasuki era 1970-an, hutan Indonesia menginjak babak baru. Di era
1970-an, deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) mulai menjadi masalah serius.
Industri perkayuan memang sedang tumbuh. Pohon bagaikan emas coklat yang
menggiurkan keuntungannya. Lalu penebangan hutan secara komersial mulai
dibuka besar-besaran. Saat itu terdapat konsesi pembalakan hutan (illegal
logging), yang awalnya bertujuan untuk mengembangkan sistem produksi kayu
untuk kepentingan masa depan. Pada akhirnya langkah ini terus melaju menuju
degradasi hutan yang serius. Kondisi ini juga diikuti oleh pembukaan lahan dan
konversi menjadi bentuk pemakaian lahan lainnya.
Hasil survei yang dilakukan pemerintah menyebutkan bahwa tutupan
hutan pada tahun 1985 mencapai 119 juta hektar. bila dibandingkan dengan luas
hutan tahun 1950 maka terjadi penurunan sebesar 27 persen. Antara 1970-an dan
1990-an, laju deforestrasi diperkirakan antara 0,6 dan 1,2 juta hektar.
Namun angka-angka itu segera diralat, ketika pemerintah dan Bank Dunia
pada 1999, bekerjasama melakukan pemetaan ulang pada areal tutupan hutan.
Menurut survei 1999 itu, laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985–1997
7
mencapai 1,7 juta hektar. Selama periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan
Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara keseluruhan daerah-daerah
ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya. Para ahli pun sepakat, bila
kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dari
Sumatera pada 2005 dan di Kalimantan setelah 2010.
Pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang mengejutkan. Luas hutan
alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan.
Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen
(Sumber: World Resource Institute, 1997).
Pada periode 1997–2000, ditemukan fakta baru bahwa penyusutan hutan
meningkat menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Dua kali lebih cepat ketimbang ahun
1980. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat
kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra
landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, di antaranya
seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Badan Planologi Dephut,
2003).3 Dan menciptakan potret keadaan hutan Indonesia dari sisi ekologi,
ekonomi, dan sosial ternyata semakin buram.
Forest Watch Indonesia bersama Global Forest Watch menyajikan laporan
penilaian komprehensif yang pertama mengenai keadaan hutan Indonesia.
Laporan ini menyimpulkan bahwa laju deforestasi yang meningkat dua kali lipat
utamanya disebabkan suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang
menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan
yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi.
Ketidakstabilan politik yang mengikuti krisis ekonomi pada 1997 dan yang
akhirnya me-lengser-kan Presiden Soeharto pada 1998, menyebabkan deforestasi
semakin bertambah sampai tingkatan yang terjadi pada saat ini.
Pengelolaan hutan yang buruk dimulai semenjak Soeharto berkuasa.
Konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas total
hutan Indonesia, oleh mantan Presiden Soeharto sebagian besar di antaranya
diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung politiknya. Kroniisme di
8
sektor kehutanan membuat para pengusaha kehutanan bebas beroperasi tanpa
memperhatikan kelestarian produksi jangka panjang.
Ekspansi besar-besaran dalam industri kayu lapis dan industri pulp dan
kertas selama 20 tahun terakhir menyebabkan permintaan terhadap bahan baku
kayu pada saat ini jauh melebihi pasokan legal. Kesenjangannya mencapai 40 juta
meter kubik setiap tahun. Banyak industri pengolahan kayu yang mengakui
ketergantungan mereka pada kayu curian, jumlahnya mencapai 65 persen dari
pasokan total pada 2000. (sumber,tahun)
Korupsi dan anarki atau ketiadaan hukum semakin berkembang menjadi
faktor utama meningkatnya pembalakan ilegal dan penggundulan hutan.
Pencurian kayu bahkan marak terjadi di kawasan konservasi, misalnya di Taman
Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah dan di Taman Nasional Gunung
Leuser di Sumatera Utara dan Aceh. (sumber,tahun)
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sistem konversi hutan
menjadi perkebunan menyebabkan deforestasi bertambah luas. Banyak pengusaha
mengajukan permohonan izin pembangunan HTI dan perkebunan hanya sebagai
dalih untuk mendapatkan keuntungan besar dari Izin Pemanfaatan Kayu (kayu
IPK) pada areal hutan alam yang dikonversi. Setelah itu mereka tidak melakukan
penanaman kembali, yang menyebabkan jutaan hektar lahan menjadi terlantar.
Disamping itu, beberapa perusahaan perkebunan dan HTI sering melakukan
pembakaran untuk pembersihan lahan, yang merupakan sumber utama bencana
kebakaran hutan di Indonesia. (sumber,tahun)
Pembakaran hutan merupakan salah satu ancaman serius terhadap
kerusakan hutan Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini belum banyak
tindakan hukum yang telah diambil oleh pemerintah terhadap para pembakar
hutan, meskipun sudah ada peraturan perundangan tentang larangan pembakaran
hutan, di antaranya PP No. 4 Tahun 2001. (sumber,tahun)
9
Dampak Pembalakan Liar
Indonesia memiliki total luas hutan sekitar 126,8 juta hektar dari sabang
sampai marauke. Luas 126,8 juta hektar ini diperkirakan untuk menampung
kehidupan seluruh Warga Indonesia yang berjumlah 46 juta orang. Namun, akibat
penebangan hutan yang liar, hampir 2 juta hektar hutan setiap tahunnya atau
seluas pulau bali. Penebangan hutan ini sebenarnya bisa dicegah jika ada kemauan
dari rakyat Indonesia sendiri untuk mau berubah, namun pada kenyataannya
Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu,
meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada
pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Sehingga anugrah luar
biasa yang telah diberikan terhadap Negara Indonesia ini semakin lama semakin
habis dipakai untuk kebutuhan ekonomi dunia. (sumber,tahun)
Pada tahun 2006, terjadi 59 kali bencana banjir dan longsor yang
memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36 ribu rumah dan menggagalkan
panen di 136 ribu hektar lahan pertanian. WALHI mencatat kerugian langsung
dan tak langsung yang ditimbulkan dari banjir dan longsor rata-rata sebesar Rp.
20,57 triliun setiap tahunnya, atau setara dengan 2,94% dari APBN 2006.
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-
1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun dan
diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar
berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya
kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya
penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
(sumber,tahun)
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun,
luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan
hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di
Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya
hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik
serta keuntungan pribadi. (sumber,tahun)
10
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak
dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta
hektare kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun
terakhir mencapai 2,83 juta hektare per tahun. Bila keadaan seperti ini
dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya,
maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut
analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
(sumber,tahun)
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan
kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai
harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5
milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap
tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman
hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
(sumber,tahun)
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia
mencapai angka 3,8 juta hektare pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data
Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar
perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).
Pengertian Bencana Alam
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak
besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung