BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Determinasi politik menurut asal katanya terdiri dari dua kata yaitu, determinasi dan politik. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia determinasi bisa diartikan sebagai faktor yang menentukan, sedangkan politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan negara, cara bertindak dan taktik. Namun tindakan politik seringkali sering juga ditafsirkan sebagai sebuah kebijaksanaan. Istilah kebijaksanaan dalam hal ini ditransfer dari bahasa Inggris “Policy” yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip- prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum) dalam mengelola, mengatur urusan- urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara). 1 Kebijakan pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin dan melindungi kehidupan masyarakat yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Determinasi politik menurut asal katanya terdiri dari dua kata yaitu, determinasi
dan politik. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia determinasi bisa diartikan
sebagai faktor yang menentukan, sedangkan politik adalah hal-hal yang berkenaan
dengan tata negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan negara, cara
bertindak dan taktik. Namun tindakan politik seringkali sering juga ditafsirkan
sebagai sebuah kebijaksanaan. Istilah kebijaksanaan dalam hal ini ditransfer dari bahasa
Inggris “Policy” yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang
berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak
hukum) dalam mengelola, mengatur urusan- urusan publik, masalah-masalah masyarakat
atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian
hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang mengarah pada
upaya mewujudkan
kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).1
Kebijakan pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin
dan melindungi kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Arah dan
tujuan pembangunan di bidang hukum harus terus diupayakan terfokus dan bertahap
menuju arah dan tujuan bernegara
sebagaimana yang dicita-citakan. Demikian halnya dalam perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada dasarnya
adalah upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan demokratis. dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alenia IV, yang
berbunyi:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial, ....................”.
Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 tersebut tercakup pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita
hukum, cita moral yang mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan
bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional, cita politik
mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, kehidupan kemasyarakatan,
keagamaan; sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia, telah
dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila.
Dalam konsep yang dianut kaum Kelsenian berpandangan bahwa
hukum adalah perintah penguasa (law as a command of lawgivers),
sehingga sumber hukum satu-satunya adalah undang-undang. Aliran filsafat
hukum yang disebut Positivisme Hukum ini menolak identifikasi antara
hukum dan moral, sehingga tujuan hukum hanya satu, yakni kepastian
hukum. Soetandyo melihat jelas bahwa Pemerintahan Orde Baru sangat
setia menjalankan kebijaksanaan demikian. Pada paragraf penutup bukunya,
ia menyatakan:
“Dalam konstelasi dan konstruksi seperti itu, bolehlah secara bebas dikatakan di sini bahwa hukum di Indonesia dalam perkembangannya di akhir abad ke-20 ini benar-benar secara sempurna menjadi governmen social control dan berfungsi sebagai tool of social engineering. Walhasil, hukum perundang-undangan sepanjang sejarah perkembangan pemerintahan Orde Baru telah menjadi kekuatan kontrol di tangan pemerintah yang terlegitimasi (secara formal-yuridis), dan tidak selamanya merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral, dan wawasan kearifan yang sebenarnya, sebagaimana yang sesungguhnya hidup di dalam kesadaran hukum masyarakat awam”.
Sebagaimana falsafahnya bahwa hukum haruslah mampu dan berani
membawa prinsip adil bagi mereka yang lemah. Namun pada kenyataannya,
hukum mengalami simplifikasi tafsir sebagai bentuk atau wujudnya yang
positif, sehingga adil dalam pandangan ini adalah yang sesuai dengan
hukum atau apa yang dinyatakan dalam undang-undang. Bila adil
disamakan dengan yang legal ini terjadi, maka celakanya, sumber keadilan
adalah didasarkan pada kehendak pembuat hukum (legislator) belaka.
Berbeda dengan civil law sistem, common law sistem lebih menitikberatkan
kekuasaan bukan pada law creation atau legislator, tetapi pada law
application atau peran hakim. Ini berarti, ada dua mainstream besar
kekuasaan dalam hukum, yakni: kekuasan pembuat kebijaksanaan (legislator)
dan kekuasan peradilan (hakim). Yang unik, dan masih banyak terjadi hingga
hari ini, dalam kajian-kajian ilmu hukum di Indonesia meskipun hidup
berdampingan lama dengan civil law sistem, ternyata lebih banyak yang
berkonsentrasi pada kekuasaan peradilan (hakim) dibandingkan
mengkaji lebih dalam kekuasaan para pembuat kebijaksanaan (legislator).
Sehingga dimensi yang lebih banyak ada bisa dipahami sebagai representasi
didominasi oleh pandangan positivisme hukum, dan
menganggap hukum sebagaimana adanya. Hukum tidak bisa ditegakkan
bilamana eksklusivitas kekuasaan sudah menempatkan dirinya pada posisi
mapan. Bila hukum-hukum yang sudah tidak adil itu dipraktekkan, justru
Buruh merupakan kelompok pekerja dalam suatu bidang usaha
merupakan mitra yang penting bagi pengusaha didalam menjalankan roda
kegiatan ekonomi. Disatu pihak pengusaha memiliki modal dan
membutuhkan buruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tertentu
untuk kepentingan pengusaha, dan dilain pihak buruh membutuhkan
pekerjaan dan memberikan kontribusi tenaga dan pikirannya untuk
melaksanakan pekerjaan yang dibebankan pengusaha kepadanya dengan
menerima sejumlah imbalan yang ditentukan. Namun seringkali terjadi
pelanggaran hak-hak buruh yang dilakukan oleh pengusaha, yang mana
pelanggaran tersebut misalnya pembayaran upah yang dibawah standar
peraturan pemerintah atau pembayaran lembur yang dibawah ketentuan
pemerintah dan lain-lain.19
Pembaharuan peraturan-peraturan pemerintah mengenai
ketenagakerjaan dari waktu ke waktu merupakan wujud komitmen
pemerintah untuk terus menyempurnakan aturan-aturan normatif
ketenagakerjaan untuk dapat memenuhi rasa keadilan bagi dunia
ketenagakerjaan yang didalamnya terdapat pihak pengusaha dan buruh
(pekerja). Ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan
pemerintah bertujuan untuk mengatur kehidupan ketenagakerjaan di
Indonesia, akan tetapi pemerintah pula sering mengeluarkan kebijaksanaan
aturan normatif yang tidak jelas dan tidak mengatur secara mendetil aturan-
aturan tersebut sehingga menimbulkan banyak makna penafsiran oleh pihak
pengusaha, hal ini tentu akan banyak menimbulkan konflik antara
pengusaha dan tenaga kerja.
Kondisi demikian tersebut seringkali mendorong pengusaha untuk lebih
jauh dalam meminimalkan komponen tenaga kerja agar biaya
produksi dapat lebih rendah. Modusnya dapat bermacam-macam, namun
seringkali yang dilakukan pengusaha yaitu dengan cara melakukan
pengsiasatan hukum agar seolah-olah mereka tidak melakukan pelanggaran
hukum, seperti misalnya dengan menerapkan kebijaksanaan buruh kontrak
selama 3 tahun lalu setelah selesai dengan masa kontraknya maka dengan
sendirinya akan terjadi pemutusan hubungan kerja dengan para tenaga kerja,
setelah itu mereka dipersilahkan untuk membuat kontrak baru lagi yang
seolah-olah mereka adalah pelamar baru yang belum pernah melakukan
hubungan kerja dengan perusahaan sebelumnya, dan jika mereka tidak
menginginkan kebijaksanaan tersebut maka para buruh dapat pergi dari
perusahaan dan perusahaan dapat mencari tenaga kerja baru yang
menyetujui kebijaksanaan tersebut. Dan seringkali kebijaksanaan tersebut
terus berulang-ulang sedangkan pihak buruh sendiri tak mampu berbuat
banyak karena terbentur dengan faktor langkanya pekerjaan membuat
mereka tetap bertahan dan tidak berani menuntut, meskipun sebenarnya hak-
hak mereka dilanggar oleh pengusaha.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa;
“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”. Menurut pasal ini ada dua hal penting dan mendasar
yang merupakan hak setiap warga negara Indonesia yaitu hak memperoleh
pekerjaan dan hak untuk memperoleh penghidupan yang layak.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam hal ini untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang menjadi fokus
penelitian dalam penulisan hukum ini dan untuk menghindari terjadinya
pengaburan dan perluasan masalah sebagai akibat luasnya ruang lingkup
tentang objek yang akan dikaji dan supaya penelitian ini lebih terarah dan
tidak menyimpang dari pokok permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai,
maka penulis melakukan pembatasan:
1. Penelitian ini meninjau mengenai determinasi politik dalam
pembuatan kebijakan pemerintah dalam bidang perburuhan. Adapun
yang menjadi pertimbangan penulis bahwa dalam undang-undang
ketenagakerjaan itu merupakan sebuah kebijaksanaan pemerintah yang
banyak mengandung celah hukum sehingga dapat terjadi pensiasatan
hukum oleh pihak pengusaha, selain itu juga kebijakan pemerintah dalam
bidang perburuhan ini lebih banyak cenderung kepada sebuah
pembentukan undang-undang yang berbau politis dan ditumpangi
kepentingan pihak-pihak lain demi kepentingan mereka sendiri sehingga
mengesampingkan hak-hak yang seharusnya diperoleh buruh. Namun
yang menjadi fokus penelitian bukanlah perihalpensiasatan hukum
oleh pengusaha melainkan kebijaksanaan pemerintah yang diambil dalam
proses penyusunan aturan perundangan tersebut yang seringkali
mengabaikan hak dan kesejahteraan buruh demi mendatangkan investor
dan membuka lapangan kerja di Indonesia.
2. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kebijaksanaan pemerintah
dalam pembuatan peraturan mengenai perburuhan serta dampak dari
kebijaksanaan dalam pembuatan produk hukum itu terhadap kesejahteraan
buruh yang terkait dengan hak-hak yang seharusnya diterima buruh.
C. Perumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan diteliti dapat dipecahkan, maka penulis
bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas perlu disusun dan dirumuskan
suatu permasalahan yang jelas dan sistematis serta sebagai pedoman agar
pembahasannya tidak menyimpang dari pokok permasalahannya. Adapun
perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh politik (kebijaksanaan pemerintah) dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai perburuhan di
Indonesia?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari kebijaksanaan pemerintah tersebut
terhadap kesejahteraan buruh yang terkait dengan hak-hak yang
seharusnya diterima?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah serta perumusan tersebut di atas,
maka penulis ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengaruh kebijaksanaan
formulasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pembentukan peraturan
perundangan mengenai hukum perburuhan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari
kebijaksanaan pemerintah tersebut terhadap kesejahteraan buruh yang
terkait dengan hak-hak yang seharusnya diterima buruh di Indonesia
3. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
E. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian yang hendak penulis lakukan adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat teoriti
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam bangku
perkuliahan dan membandingkannya dengan praktek di lapangan.
b. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi
peneliti.
c. Untuk mengetahui pengaruh kebijaksanaan pemerintah dalam
pembentukan aturan perundang-undangan.
d. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai perlindungan yang
diberikan peraturan perundang-undangan kepada buruh di Indonesia.
e. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat
digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pada umumnya
dan pada khususnya tentang perlindungan terhadap buruh serta
kebijaksanaan pemerintah dalam membuat hukum di Indonesia.
b. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas
tentang perlindungan terhadap buruh.
c. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi
penulis, khususnya dalam bidang hukum ketatanegaraan.
F. Kerangka Teori
Hukum dan politik merupakan bagian dari kehidupan sosial,
keberadaan keduanya sangatlah erat seolah seperti dua sisi mata uang yang
takkan mungkin terpisahkan. Karena itu Curzon menyatakan bahwa:
“the close connections between law and politics, between legal principles and the institutions of the law, between political ideologies and government institutions are obvious…..”
Curzon dalam pandangan tersebut menyatakan bahwa hukum dan politik
mempunyai kedekatan yang sangat prinsip dan nyata serta hukum tidak
dapat dipisahkan dari pengaruh politik.
Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama,
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan
terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua,
pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
Meskipun dari sudut "das sollen" ada pandangan bahwa politik
harus tunduk pada ketentuan hukum, namun dari sudut "das sein" bahwa
hukumlah yang dalam kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi politik
yang melahirkannya. Pada era Soekarno, politik adalah panglima, kemudian
jargon ini digantikan dengan ekonomi dan pembangunan adalah panglima
pada jaman Soeharto.
Pembangunanisme (developmentalism) telah menjadikan rakyat
sebagai obyek. Semua perbuatan negara selalu mengatasnamakan rakyat.
Dan yang lebih memprihatinkan, hukum telah dijadikan alat dari negara
untuk membenarkan setiap tindakan dari penguasa.
BAB II
Pengaruh Politik Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia
A. Peranan Struktur dan Infrastruktur Politik
Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi
dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik,
dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergangtung pada keseimbangan politik, defenisi
kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya (Daniel S. Lev, 1990 : xii).
Walaupun kemudian proses hukum yang dimaksud tersebut di atas tidak diidentikan
dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam prateknya seringkali proses dan dinamika
pembentukan hukum mengalami hal yang sama, yakni konsepsi dan struktur kekuasaan politiklah
yang berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk hukum.
Maka untuk memahami hubungan antara politik dan hukum di negara mana pun, perlu dipelajari
latar belakang kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di dalam masyarakat, keadaan lembaga
negara, dan struktur sosialnya, selain institusi hukumnya sendiri.
Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum itu
sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan proses (process) yang
diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan (Lihat Mieke Komar at. al, 2002 : 91).
Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu
proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk hukum. Sehubungan
dengan itu, ada dua kata kunci yang akan diteliti lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan dalam
hukum yakni mencakup kata “process” dan kata“institutions,” dalam mewujudkan suatu peraturan
perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh itu akan semakin nampak pada produk
peraturan perundang-undang oleh suatu institusi politik yang sangat dpengarhi oleh kekuata-
kekuatan politik yang besar dalam institusi politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam
Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya, sesuai dengan
pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 : 118). Dalam proses pembentukan peraturan hukum
oleh institusi politik peranan kekuatan politik yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat
menentukan. Institusi politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah
sebuah institusi yang vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu
institusi politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan politik. Kekuatan- kekuatan
politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal
(institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik
dari infrastruktur politik adalah seperti: partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian
dapatlah disimpilkan bahwa pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan
politik melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.
Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa teori-teori hukum yang
berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi kehidupan hukum di Indonesia adalah
teori hukum positivisme. Pengaruh teori ini dapat dilihat dari dominannya konsep kodifikasi hukum
dalam berbagai jenis hukum yang berlaku di Indonesia bahkan telah merambat ke sistem hukum
internasional dan tradisional (Lili Rasjidi, SH., 2003 : 181). Demikian pula dalam praktek hukum
pun di tengah masyarakat, pengaruh aliran poisitvis adalah sangat dominan. Apa yang disebut
hukum selalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan, di luar itu, dianggap bukan hukum
dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum. Nilai-nilai dan norma di luar undang-undang
hanya dapat diakui apabila dimungkinkan oleh undang-undang dan hanya untuk mengisi
kekosongan peraturan perundang-undang yang tidak atau belum mengatur masalah tersebut.
Pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang
geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan checks and balances, seperti yang
dianut Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi
perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas
kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas
kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan
negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang demikian disebut sistem “checks and
balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak
ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan fungsi-fungsi
masing-masing.
Dengan sistem yang demikian, memberikan kesempatan kepada setiap warga negara
yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk politik dari instutusi politik pembentuk
hukum untuk mengajukan gugatan terhadap institusi negara tersebut. Dalam hal pelanggaran
tersebut dilakukan melalui pembentukan undang-undang maka dapat diajukan keberatan kepada
Mahkmah Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum dari institusi politik lainnya dibawah
undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung.
B. Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum
Di luar kekuatan-kekuatan politik yang duduk dalam institusi-instusi politik, terdapat
kekuatan-kekuatan lainnya yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang
dilahirkan oleh institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut berbagai kelompok kepentingan yang
dijamin dan diakui keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang
menganut sistem demokrasi, seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan, kelompok organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain.
Bahkan UU. R.I. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan, dalam
Bab. X menegaskan adanya partisipasi masyarakat yaitu yang diatur dalam Pasal 53 : “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan
Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah.”
Kenyataan di atas menunjukan bahwa pengarh masyarakat dalam mempengaruhi
pembentukan hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi sejak tuntutan
masyarakat dalam mendesakkan reformasi disegala bidang berhasil dimenangkan, dengan ditandai
jatuhnya orde baru di bawah kepemimpinan Suharto yang otoriter, maka era reformasi telah
membawa perubahan besar di segala bidang ditandai dengan lahirnya sejumlah undang-undang
yang memberi apresiasi yang begitu besar dan luas. Dalam kasus ini, mengingatkan kita kepada apa
yang diutarakan oleh pakar filsafat publik Walter Lippmann, bahwa opini massa telah
memperlihatkan diri sebagai seorang master pembuat keputusan yang berbahaya ketika apa yang
dipertaruhkan adalah soal hidup mati (Walter Lippmann, 1999 : 21).
Kenyataan yang perlu disadari, bahwa intensnya pengaruh tuntutan masyarakat
terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat terjadi jika tuntutan
rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau terganggu Karena rasa ketidakadilan
dan terganggunya ketertiban umum akan memicu efek opini yang bergulir seperti bola salju yang
semakin besar dan membahayakan jika tidak mendapat salurannya melalui suatu kebijakan produk
hukum atau keputusan yang memadai untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.
Satu catatan penting yang perlu dikemukakan disini untuk menjadi perhatian
para lawmaker adalah apa yang menjadi keprihatinan Walter Lippmann, yaitu :”Kalu opini umum
sampai mendomonasi pemerintah, maka disanalah terdapat suatu penyelewengan yang mematikan,
penyelewengan ini menimbulkan kelemahan, yang hampir menyerupai kelumpuhan, dan bukan
kemampuan untuk memerintah (Ibid, : 15). Karena itu perlu menjadi catatan bagi para pembentuk
hukum adalah penting memperhatikan suara dari kelompok masyarakat yang mayoritas yang tidak
punya akses untuk mempengaruhi opini publik, tidak punya akses untuk mempengaruhi kebijakan
politik. Disnilah peranan para wakil rakyat yang terpilih melalui mekanisme demokrasi yang ada
dalam struktur maupun infrastruktur politik untuk menjaga kepentingan mayoritas rakyat, dan
memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan kebutuhan rakyat agar nilai-nilai
itu menjadi hukum positif.
C. Sistem Politik Indonesia
Untuk memahami lebih jauh tentang mekanisme pembentukan hukum di Indonesia,
perlu dipahami sistem politik yang dianut. Sistem politik mencerminkan bagaimana kekuasaan
negara dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan bagaimana meknaisme pengisian jabatan
dalam lembaga-lembaga negara itu dilakukan. Inilah dua hal penting dalam mengenai sistem politik
yang terkait dengan pembentukan hukum.
Beberapa prinsip penting dalam sistem politik Indonesia yang terkait dengan uraian ini
adalah sistem yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional serta prinsip
demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling mendukung, kehilangan salah satu prinsip
saja akan mengakibatkan pincangnya sistem politik ideal yang dianut. Prinsip negara hukum
mengandung tiga unsur utama, yaitu pemisahan kekuasaan -check and balances - prinsip due
process of law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional mengharuskan setiap lembaga-lembaga
negara pelaksana kekuasaan negara bergerak hanya dalam koridor yang diatur konstitusi dan
berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi.
Dengan prinsip demokrasi partisipasi publik/rakyat berjalan dengan baik dalam segala
bidang, baik pada proses pengisian jabatan-jabatan dalam struktur politik, maupun dalam proses
penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh berbagai struktur politik itu. Karena itu
demokrasi juga membutuhkan transparansi (keterbukaan informasi), jaminan kebebasan dan hak-
hak sipil, saling menghormati dan menghargai serta ketaatan atas aturan dan mekanisme yang
disepakati bersama.
Dengan sistem politik yang demikianlah berbagai produk politik yang berupa
kebijakan politik dan peraturan perundang-undangan dilahirkan. Dalam kerangka paradigmatik
yang demikianlah produk politik sebagai sumber hukum sekaligus sebagai sumber kekuatan
mengikatnya hukum diharapkan – sebagaimana yang dianut aliran positivis – mengakomodir segala
kepentingan dari berbagai lapirsan masyarakat, nilai-nilai moral dan etik yang diterima umum oleh
masyarakat. Sehingga apa yang dimaksud dengan hukum adalah apa yang ada dalam perundang-
undangan yang telah disahkan oleh institusi negara yang memiliki otoritas untuk itu. Nilai-nilai
moral dan etik dianggap telah termuat dalam perundang-undangan itu karena telah melalui proses
partisipasi rakyat dan pemahaman atas suara rakyat. Dalam hal produk itu dianggap melanggar
norma-norma dan nilai-nilai yang mendasar yang dihirmati oleh masyarakat dan merugikan hak-
hak rakyat yang dijamin konstitusi, maka rakyat dapat menggugat negara (institusi) tersebut untuk
mebatalkan peraturan yang telah dikeluarkannya dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian
nilai moral dan etik, kepentingan-kentingan rakyat yang ada dalam kenyataan-kenyataan sosial
tetap menjadi hukum yang dicita-citakan yang akan selalui mengontrol dan melahirkan hukum
positif yang baru melalui proses perubahan, koreksi dan pembentukan perundangan-undangan yang
baru.
D. Ruang Lingkup dan Manfaat Ilmu Politik Hukum
Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hukum meliputi aspek
lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal)
yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Politik hukum menganut prinsip
double movement yaitu selain sebagai kerangka pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum
(legal policy) oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang ia juga dipakai untuk mengkritisi
produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy tersebut. Secara rinci
ruang lingkup politik hukum adalah:
a. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh
penyelenggarakan negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
b. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah
rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang
merumuskan politik hukum.
c. Penyelenggaraan negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum.
d. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum baik yang akan, sedang
dan telah ditetapkan.
f. Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik
hukum suatu negara.
Dalam hal ini, Politik Hukum Indonesia secara umum bermanfaat untuk mengetahui
bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian yang bersifat integral itu dapat
menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam
kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini
sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, tidak
diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya
hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum
itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau yang
dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan
aliran ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke
depan. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan
sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui
perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru.
2. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak
tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum asli
Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut Penulis, berbagai
masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian
besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta
proses pembentukan hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.