BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan wabah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus influenza ini termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah- ubah bentuk (drift, shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N) dan memiliki waktu inkubasi selama 1 minggu pada unggas dan 3 hari pada manusia. Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi (60ᵒC selama 30 menit), namun dapat bertahan hidup pada suhu rendah (0ᵒC selama lebih dari 30 hari). Gejala flu burung pada unggas adalah kematian secara mendadak dengan laju mortalitas mendekati 100%, jengger berwarna biru, dan luka pada kaki. Sedangkan gejala umum yang terjadi pada manusia adalah demam tinggi (suhu badan di atas 38ᵒC), batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, infeksi mata, dan nyeri otot. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Flu burung merupakan wabah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus influenza ini termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (drift, shift),
dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.
Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang
ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N) dan memiliki waktu
inkubasi selama 1 minggu pada unggas dan 3 hari pada manusia. Burung liar dan
unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1.
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan,
minuman, dan sentuhan. Virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi (60ᵒC selama
30 menit), namun dapat bertahan hidup pada suhu rendah (0ᵒC selama lebih dari 30
hari). Gejala flu burung pada unggas adalah kematian secara mendadak dengan laju
mortalitas mendekati 100%, jengger berwarna biru, dan luka pada kaki. Sedangkan
gejala umum yang terjadi pada manusia adalah demam tinggi (suhu badan di atas
38ᵒC), batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia,
infeksi mata, dan nyeri otot.
Replikasi virus dalam tubuh dapat berjalan cepat sehingga pasien perlu
segera mendapatkan perhatian medis. Virus H5N1 lebih patogen daripada
subtipelainnya sehingga disebut dengan Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza
(HPAI). Dari uraian latar belakang di atas penulis bermaksud untuk lebih
memperdalam mengenai wabah penyakit flu burung terutama dalam Asuhan
Keperawatan pada klien dengan flu burung.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian flu burung?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
3. Bagaimana etiologi flu burung?
1
4. Bagaimana klasifikasi kasus flu burung?
5. Bagaimana patofisiologi flu burung?
6. Berapa lama masa inkubasi flu burung?
7. Bagaimana manifestasi klinis flu burung?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik?
9. Bagaimana komplikasi flu burung?
10. Bagaimana penatalaksanaan flu burung?
11. Bagaimana pencegahan flu burung?
12. Bagaimana asuhah keperawatan pada klien dengan flu burung?
C. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memnuhi salah satu tugas Keperawatan Dewasa I
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Flu Burung”
D. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian flu burung!
2. Untuk mengetahui etiologi flu burung!
3. Untuk mengetahui klasifikasi kasus flu burung!
4. Untuk mengetahui patofisiologi flu burung!
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis flu burung!
6. Untuk mengetahui komplikasi flu burung!
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik!
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan flu burung!
9. Untuk mengetahui pencegahan flu burung!
10. Untuk mengetahui asuhah keperawatan pada klien dengan flu burung!
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Flu Burung
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan
oleh unggas. Flu burung (bahas Inggris: avian influenza) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti burung dan mamalia
(Rahmat Ilham, 2010).
Flu burung adalah penyakit pada hewan (zoonosis) dan tidak menular ke
manusia. Dalam perkembangannya virus penyebabnya mengalami mutasi genetik
sehingga juga dapat menginfeksi manusia. Mutasi ini dalam perkembangannya
dapat menyebabkan pandemic.
Virus influenza terdiri dari beberapa tipe antara lain tipe A, B dan C.
Influenza tipe A terdiri dari beberapa strain antara lain H1N1, H3N2, H5N1 dan
lain-lain. Salah satu tipe yang diwaspadai adalah yang disebabkan oleh influenza
dengan kode genetik H5N1 ( H: Haemagglutinin, N: Neuramidase ). Salah satu
sifat utama dari infeksi virus Avian influenza adalah airbone infection, yakni
penularan melalui udara yang dapat dengan cepat mencapai selaput lendir di
saluran pernafasan (WHO = Avian Influenza, 2004).
Virus H5N1 adalah subtipe dari virus influenza tipe A dengan ciri
komponen proteinnya menunjukan tipe H5 (hemagglotinin tipe 5) dan
N(neuroamidase tipe 1). Virus ini diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu :
a. AI virulensi rendah adalah tipe virus influenza H5N1 yang menyerang unggas
namun hanya menimbulkan penyakit yang ringan bahkan dapat pula tanpa
menimbulkan penyakit. Dalam litelatur disebut low patogenic avian influenza
(LPAI).
b. AI firulensi tinggi adalah tipe virus influenza H5N1 yang ganas ,menyerang dan
menimbulkan penyakit bahkan kematian pada unggas dalam jumlah besar, dapat
menular ke manusia terutama mereka yang mengadakan kontak secara erat
dengan unggas. Dalam literatur disebut highpatogenic avian influenza (HPAI)
( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6).
3
B. Etiologi Flu Burung
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza
termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah
bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus
influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf
ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7.Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari
subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu
22° C dan lebih dari 30 hari pada 0° C. Virus akan mati pada pemanasan 60° C
selama 30 menit atau 56° C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan
misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
Masa inkubasi pada unggas adalah l minggu, sedangkan pada manusia l-3
hari. Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak
sampai 21 hari .
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini yaitu:
a. Tipe H1N1. Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai vektor
utamanya. Di kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal sebagai penyebab flu
babi. Berbeda dengan penyebab flu unggas, sub tipe ini justru lebih efektif
ditularkan lewat manusia. Dalam setiap bersin pasien flu babi, setidaknya
terkandung 100.000 virus H1N1. Untungnya, daya bunuh H1N1 hanya
seperduabelas dari flu burung. Flu babi hanya memiliki kemungkinan fatal
sebesar 6 persen, jauh di bawah angka 80 persen mili flu unggas.
b. H1N2 adalah sub tipe berikutnya. Sub tipe ini merupakan subtipe dari virus
influenza A yang juga disebut virus flu burung. Oleh para ahli, virus ini
dinyatakan sebagai virus pandemik pada manusia dan hewan, khususnya babi.
c. H2N2 adalah sub tipe yang lainnya. Virus H2N2 ini sudah termutasi menjadi
banyak sekali variasi virus flu ini. Salah satu bentuk mutasi dari H2N2 adalah
H3N2 dan banyak lagi subtipe virus flu lainnya yang sering ditemukan pada
unggas. Virus model ini dicurigai sebagai penyebab pandemik pada manusia di
tahun 1889.
4
d. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas proteins sebagai
“casing”nya, hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Pada umumnya, virus
ini dapat menginfeksi manusia dan unggas.
e. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal sebagai
penyebab utama flu unggas. H5N1 adalah virus yang sangat berbahaya.
Berdasarkan penelitian para ahli, pasien yang terjangkiti virus H5N1 hanya
memiliki kemungkinan sembuh kurang dari 20 persen. Meskipun hanya
ditularkan lewat unggas, H5N1 merupakan pembunuh yang efektif. Daya
bunuhnya 12 kali lebih dahsyat dibanding sub tipe virus avian influenza yang
lain. Virus ini merupakan jenis virus yang bersifat epizootik atau bersifat
epidemic untuk golongan di luar manusia dan juga bersifat panzootik yang
mampu mempengaruhi beragam spesies hewan. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa virus ini sudah “sukses” membunuh setidaknya 10 juta unggas di seluruh
dunia serta menginfeksi ratusan juta lainnya. Pada bulan Desember tahun 2009,
badan kesehatan dunia, WHO mengumumkan bahwa setidaknya terjadi 447
kasus flu yang terjadi pada manusia dan tingkat kematian pada periode ini sangat
tinggi, lebih dari 50 persen dengan angka kematian mencapai 267 orang.
f. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah H7N3, H7N7 dan
H9N2. Ketiga jenis ini dianggap sebagai virus avian influenza yang memiliki
daya rusak tingga hingga dapat membunuh pengidapnya. Menurut update
terbaru dari FAO, virus-virus ini secara perlahan tapi pasti memperkuat
kemampuan merusak mereka. Untuk virus H7N7 sendiri bisa menginfeksi
manusia, burung, babi, anjing laut serta kuda. Pada uji laboratorium, virus ini
bisa mengifeksi tikus yang digunakan dalam percobaan. Virus H9N2 merupakan
jenis virus yang menginfeksi bebek. Pada perkembangannya, virus ini juga
menginfeksi manusia. Pada Desember 2009, ditemukan kasus anak-anak
terinfeksi H9N2 di Hongkong.
Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada
binatang seperti burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai
"terbang" ke manusia ( penyakit zoonosis ). Hasil studi menunjukkan bahwa
unggas sakit (oleh influenza A H5N1) dapat mengeluarkan virus dalam jumlah
besar dalam kotorannya.
5
Protein H menentukan tingkat patogen virus influenza.Virus tipe H5 dan H7
misalnya, mempunyai tingkat patogen yang tinggi terhadap ayam. Sementara itu,
protein N juga berfungsi sebagai penentu batas inang (host) disamping juga
menentukan tingkat patogennya. Walaupun protein N dikatakan berpengaruh
terhadap penentuan inang, spesifikasi inang lebih ditentukan lagi oleh protein
nukleokapsid (NP, Nucleocapsid Protein) yaitu protein yang berikatan langsung
dengan gen RNA virus influenza. Karena itu, loncatan inang dari ayam ke manusia
kemungkinan disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada protein NP ini. Dengan
kata lain, protein NP yang spesifik terhadap burung bermutasi menjadi protein yang
bisa menginfeksi manusia.
Berdasarkan atas struktur antigen permukaan, yaitu hemaglutin (H) dan
neuraminidase (N), maka virus influenza A dikelompokkan lagi menjadi banyak
subtipe. Dewasa ini dikenal 16 subtipe H (1-16) dan 9 subtipe N (1-9). Keragaman
jenis strain virus avian influenza disebabkan karena virus ini mudah berubah
bentuk akibat timbulnya Antigenic Drift dan Antigenic Shift. Antigenic Drift
adalah perubahan kecil yang terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu
tertentu sehingga virus AI yang memakai “baju baru” itu tidak dikenali oleh sistem
kekebalan tubuh. Jadi ayam yang pernah tertular salah satu jenis virus A masih
dapat tertular lagi oleh virus baru. Sedangkan pada Antigenic Shift, perubahan yang
terjadi lebih banyak lagi, meliputi perubahan subtipe hemaglutinin, neuraminidase
atau keduanya. Antigenic Shift lebih jarang terjadi dibandingkan dengan antigenic
drift.Namun pada virus AI dapat terjadi antigenic shift dan antigenic drift sekaligus.
Ada 3 Tipe influenza :
1. Influenza A
a. 15 jenis H (haemaglutinin ) è untuk menempel ke sel lain 9 jenis N
(neuraminidase )
b. Pada unggas H5N1 , H7N1
c. Pada manusia H1 , H2 , H3 , N1 , N2 , H9N2
d. Pada unggas dan manusia H5N1
2. Influenza B
a. Lebih ringan daripada A
b. Hanya menyerang manusia
6
3. Influenza C : Sangat jarang dilaporkan pada manusia
Penularan penyakit flu burung ini kepada manusia dapat melalui :
a. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau
produk unggas yang sakit.
b. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang
berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang flu Burung.
c. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus
dalam kelompok / cluster).
d. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak
dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan
atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir (Tamher &
Noorkasiani. 2008).
C. Klasifikasi Kasus Flu Burung
1. Kasus Suspek
Kasus suspek adalah seseorang yang menderita ISPA dengan gejala
demam (temp > 38°C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau ber-ingus
serta dengan salah satu keadaan:
a. seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit klb flu
burung
b. kontak dengan kasus konfirmasi flu burung dalam masa penularan
c. bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia
atau binatang yang dicurigai menderita flu burung
2. Kasus "Probable"
Kasus "probale" adalah kasus suspek disertai salah satu keadaan;
a. bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A (H5N1),
misal : Test HI yang menggunakan antigen H5N1
b. dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia, gagal pernafasan/
meninggal
c. terbukti tidak terdapat penyebab lain
7
3. Kasus Konfirmasi
Kasus konfirmasi adalah kasus suspek atau "probale" didukung oleh salah
satu hasil pemeriksaan laboratorium;
a. Kultur virus influenza H5N1 positip
b. PCR influenza (H5) positip
c. Peningkatan titer antibody H5 sebesar 4 kali
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya
penyakit :
a. Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
b. Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal
Nafas
c. Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
d. Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF) (MOPH
Thailand, 2005).
D. Patofisiologi Flu Burung
Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili
Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen
gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai
selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini
mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang
spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes
yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase
(NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis
antigen yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA),
(iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP).
Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi
penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel
hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan
materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin
genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru,
dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa
8
hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata
avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel
gastrointestinal.Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan
serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah
virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan
replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan
dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel
hospesnya.
Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia
dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka
dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas
yang terdiri dari oligosakharida yang mengandung N-acethylneuraminic acid -
2,3-galactose (SA -2,3- Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang
ada pada manusia. Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA -
2,6-galactose (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa
menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian,
dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat
dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus
H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat
membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia
ke manusia .
Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika
manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan
permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang
mengandung virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah
pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas
hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas
yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya
kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak
mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit
virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia,
terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan. (Radji, 2006)
9
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini
kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi
deskuamasi lapisan epitel saluran napas. Pada tahap infeksi awal, respons imun
innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure,
respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori
imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan
merangsang pembentukan proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-
Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan
gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada umumnya influenza
merupakan penyakit yang self limiting & virus terbatas pada saluran napas. Pada
keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk
sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang
menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang
sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat.
Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru.
Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas
yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan
respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi
oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan
(cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus
berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi &
edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar,
pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi
banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS
(Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi
hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara
cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang
ireversibel.(Emedicine,2009)
Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus
dapa tmenyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari,
lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang
terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami
10
knosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya
akan terbentuk badan inklusi.
E. Manifestasi Klinis Flu Burung
1. Tanda dan Gejala pada unggas
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan
(nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan
virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri.
Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, borok di kaki, kepala
bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat
terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin, adanya cairan pada mata
dan hidung.Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa cangkang
telur lembek dan penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam
bentuk depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat
11
terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian mendadak dan
sangat tinggi jumlahnya mendekati 100% dalam waktu 2 hari, maksimal 1
minggu.
2. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya,
hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara
mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari sementara itu masa
infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala
timbul pada anak dapat sampai 21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala,
nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan
memburuk, dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak
nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO.
Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa
konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik,
flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS
(acute respiratory distress syndrome).kelainan laboratorium hematologi yang
hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan trombositopenia.
Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus,
multilokal atau tersebar (Pathcy) atau terdapat kolaps lobar.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan
untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit),
spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
Uji Serologi :
1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil<7
12
hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil
positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160
atau western blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan
Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit
total.Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.