Top Banner

of 49

isi atonia

Jul 11, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. (1) Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa. Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, sesuai dengan target MDGs 2015 (Millenium Development Gold), Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan bahwa setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat komplikasi kehamilan, persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1 kematian setiap menit dan diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negaranegara berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran.(2) Menurut SDKI Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah kematian ibu mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara lainnya yaitu Brunei Darussalam dan Singapura masing-masing 13 dan 14 per 100.000 kelahiran hidup. (3) Pada tahun 2009, AKI di Jawa Barat adalah 258 per 100.000 kelahiran hidup. Menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 583 per 100.000

46

kelahiran.(2) Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia kabupaten Garut pada Tahun 2009 Angka Kematian Ibu mencapai 219 per 100.000 kelahiran hidup.(4) Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum.(5) Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi (keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi masa nifas diantaranya karena Atonia uteri, Retensio Plasenta, Sisa Plasenta, Perlukaan jalan lahir, dan Kelaianan darah. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: a. b. Postpartum primer Postpartum sekunder : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya perdarahan karena atonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum. (10) Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja. Pada perdarahan postpartum karena Atonia Uteri bila tidak dilakukan penanganan secara komprehensif dapat mengakibatkan kematian pada ibu. Penatalaksanaan pada perdarahan postpartum karena Atonia Uteri yaitu

46

diantaranya melakukan drip Oksitosin, Kompresi Bimanual Interna, Kompresi Bimanual Eksterna, Kompresi Aorta Abdominal dan apabila perdarahan terus berlangsung dilakukan tindakan operatif yaitu Ligasi Arteri Uterina atau Histerektomi. Dari fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus pada Ny. E P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Ny. E P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mampu menganalisis Asuhan Kebidanan pada Ny. E P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut 1.3.2 Tujuan Khusus Mampu menganalisis Data Subjektif Asuhan Kebidanan pada Ny. E

P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut Mampu menganalisis Data Objektif Asuhan Kebidanan pada Ny. E

P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut

46

Mampu menganalisis hasil Analisa Asuhan Kebidanan pada Ny. E P1

A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut Mampu menganalisis Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ny.

E P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut 1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Penulis Dengan mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan ini, diharapkan dapat uteri 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Dengan penyusunan laporan kasus ini diharapkan agar menjadi bahan masukan, informasi, maupun untuk pengembangan materi perkuliahan bagi mahasiswa dan menambah bahan perpustakaan di Akademi Kebidanan Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia. 1.4.3 Bagi Instansi Kesehatan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Asuhan Kebidanan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: Kata Pengantar Daftar Isi menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penatalaksanaan klien dengan perdarahan postpartum karena atonia

46

Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Teori BAB III Tinjauan Kasus BAB IV Pembahasan Tinjauan Kasus BAB V Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka

46

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Perdarahan Postpartum2.1.1 Pengertian Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. (5) Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: c. d. Postpartum primer Postpartum sekunder : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum : 1. 2.3.

Menghentikan perdarahan. Mencegah timbulnya syok. Mengganti darah yang hilang. Frekuensi Perdarahan Postpartum 4/5-15% dari seluruh persalinan

berdasarkan penyebabnya : 1. 2. 3. Atonia Uteri (50-60%) Retensio Plasenta (16-17%) Sisa Plasenta (23-24%)

46

4. 5.

Laserasi Jalan Lahir (4-5%) Kelainan Darah (0,5-0,8%)

2.1.2 Penyebab Perdarahan Postpartum

Penyebab umum perdarahan postpartum adalah: 1. 2. 3. Atonia Uteri Retensio Plasenta Sisa Plasenta dan selaput ketuban a. b. 4. Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)

Trauma Jalan Lahir a.b. c.

Episiotomi yang lebar Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim Rupture uteri

5.

Penyakit Darah Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau

hipofibrinogenemia. Tanda yang sering dijumpai : a. Perdarahan yang banyak. b. Solusio plasenta c. Kematian janin yang lama dalam kandungan d. Pre eklampsia dan eklampsia e. Infeksi, hepatitis dan syok septic 6. 7. Hematoma Inversi Uterus

46

8.

Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan Yaitu1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya: Riwayat perdarahan

pada persalinan yang terdahulu.2. Grande multipara (lebih dari empat anak) 3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).

4.

Luka Bekas operasi Caesar

5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya 6. Hasil pemeriksaan waktu bersalin misalnya a. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah

ekstraksi vakum, forsep.b. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan

kembar, anak besar.c. Uterus yang kelelahan, persalinan lama d. Uterus yang lembek akibat narkosa.

e. Inversi uteri primer dan sekunder. 2.1.3 Diagnosa Perdarahan Postpartum Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual. (3)

2.2 Atonia Uteri2.2.1 Pengertian Atonia Uteri

46

Atonia uteri adalah suatu kondisi kegagalan uterus berkontraksi dengan baik setelah persalinan. (8) Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya perdarahan karena atonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum. (10) Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.2.2.2 Faktor Predisposisi Atonia Uteri (5, 7, 10)

Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal. Antara lain: 1. 2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua Distensi rahim yang berlebihan Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:a) b) c)

Kehamilan ganda Poli hidramnion Makrosomia janin (janin besar) Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan

mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.

46

Pemantauan melekat kondisi ibu selama kala III dan IV serta selalu siap untuk menatalaksana atonia uteri pascapersalinan merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting. Meskipun berbagai faktor diketahui dapat meningkatkan resiko perdarahan pasca persalinan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa faktor tersebut atau tidak diketahui sebelumnya. Tidak mudah memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pasca persalinan. Karena alas an tersebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinan. 3. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir. 4. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih) Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir. 5. Kehamilan dengan mioma uterus Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi. 6. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi) Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

46

7.

Persalinan lewat waktu Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.

8.

Infeksi intrapartum Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.

9.

Persalinan yang cepat Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

10.

Kelainan plasenta Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

11.

Anastesi atau analgesik yang kuat Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.

12.

Induksi atau augmentasi persalinan

46

Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah. 13. Penyakit sekunder maternal Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi. 14. 15. Ada riwayat pernah mengalami atonia uteri sebelumnya Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.2.2.3 Tanda dan Gejala (1, 4, 8)

Tanda dan gejala atonia uteri adalah: 1. Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. 2. Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya. 3. Fundus uteri naik Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal 4. Terdapat tanda-tanda syok

46

Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain. 2.2.4 Diagnosis (11, 12) Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

2.2.5 Pencegahan Atonia Uteri (3, 7) Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada

46

pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.2.2.6 Penatalaksanaan Atonia Uteri (6,7, 13)

1. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri. 2. Sementara dilakukan pemasangan infuse dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual. 3. Pastikan plasenta lahir lengkap ( bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tidak ada laserasi jalan lahir. 4. Berikan transfuse darah bila sangat diperlukan. 5. Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi pembekuan darah. 6. Bila semua tindakan di atas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut : Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar Segera lakukan Kompresi Bimanual Internal (Gambar a)a. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukan

secara obstetric (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu. b. Periksa vagina dan servik. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh. c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus kea rah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus kea rah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang. d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka

46

( bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Evaluasi keberhasilan : 1. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat. 2. ika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.3. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan

keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) (Gambar b) kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan. Alasannya karena atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain. Gambar 1. Kompresi Bimanual

Gambar a. KBI (Kompresi Bimanual Interna

Gambar b. KBE (Kompresi Bimanual Eksterna

4. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per

rectal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikan tekanan darah.

46

5. Gunakan jarum berdiameter besar ( ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. Alasannya jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan dapat dipakai untuk transfuse darah ( jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama perdarahan.6. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI. Alasannya

KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.7. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,

segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan transfuse darah.8. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI

dan infuse cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan.-

Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam.

-

- Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 ml ( botol kedua) cairan infuse dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan oral untuk rehidrasi. Pada Rumah Sakit Rujukan 1. Ligasi Arteri Uterina Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah

46

rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

2. Histerektomi Histerektomi merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal. Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Atonia Uteri

46

Tabel 1. Jenis Uterotonika dan cara Pemberiannya (8) Jenis dan Cara Dosis dan cara pemberian awal

Oksitosin I.V. : infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis dengan 60 tetesan per menit. I.M : 10 menit I.V : infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis dengan 40 tetesan per menit.

Ergometrin I.M atau I.V ( secara perlahan) : 0,2 mg.

Misoprostol Oral 600 mcg atau rectal 400 mcg.

Dosis lanjutan

Ulangi 0,2 mg 400 mcg 2-4 jam I.M setelah 15 setelah dosis menit. Jika masih awal. diperlukan, beri I.M atau I.V setiap 2-4 jam.

46

Dosis maksimal per hari Indikasi kontra atau hati-hati

Tidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin. Tidak boleh member I.V. secara cepat.

Total 1 mg atau 5 dosis. Preeklamsia, vitium kordis, hipertensi.

Total 1200 mcg atau 3 dosis. Nyeri kontraksi Asma.

2.3 Dokumentasi Kebidanan2.3.1 Pengertian Dokumentasi kebidanan adalah merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan dan kalangan bidan sendiri. Dokumentasi kebidanan memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut : sebagai aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek keuangan, aspek penelitian, aspek pendidikan, aspek dokumentasi, aspek jaminan mutu, aspek akreditasi, aspek statistik, aspek komunikasi. Ada beberapa persyaratan dokumentasi kebidanan yang perlu diketahui, yaitu kesederhanaan, keakuratan, ketepatan, kelengkapan,kejelasan dan keobjektifan. 2.3.2 Teknik dan Model Dokumentasi Kebidanan Adapun beberapa teknik dalam dokumentasi kebidanan adalah : a) Teknik dalam bentuk naratif, merupakan teknik pencatatan pada umumnya banyak digunakan pada dokumentasi kebidanan dalam bentuk narasi.

46

b) Teknik flowsheet/checklist,merupakan bentuk catatan perkembangan aktual yang dirancang untuk memperoleh informasi dari pasien secara spesifik menurut parameter yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun model dokumentasi kebidanan adalah model SOAP, SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasien meliputi data Subjektif,Objektif,Analisa dan Penatalaksanaan. a) Data subjektif adalah berisi data dari pasien melalui anamnesis yang merupakan ungkapan langsung atau segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien dan data pasien dari rekam medik. b) Data objektif adalah data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik. Data yang diobservasi dari hasil pemeriksaan oleh bidan atau tenaga kesehatan atau data penunjang. c) Analisa adalah berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. d) Penatalaksanaan adalah proses kegiatan membuat perencanaan,

penatalaksanaan dan evaluasi terhadap kasus atau diagnose yang telah ditegakkan berdasarkan interpretasi data yang ditujukan kepada klien post kuretase atas indikasi molahidatidosa. Serta mengusahakan tercapainya kondisi klien seoptimal mungkin.

2.4 Manajemen Kebidanan Menurut VarneyManajemen kebidanan Varney mengemukakan bahwa penatalaksanaan kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisaskan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah. Adapun manajemen kebidanan itu sendiri terdiri dari 7 langkah yaitu pengumpulan data, interpretasi data dasar, identifikasi data dasar, identifikasi diagnose atau masalah potensial, identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera, rencana

46

yang menyeluruh, pelaksanaan perencanaan dan evaluasi. Adapun langkahlangkah asuhan kebidanan menrut Varney 1997 : 1. Mengumpulkan semua data dasar yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan. 2. Menginterpretasikan data dasar untuk mengidentifikasi diagnose atau masalah 3. Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. 4. Identifikasi dan menetapkan kebutuhan trhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berdasarkan kondisi klien 5. Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya. 6. Pelaksanaan perencanaan langsung asuhan secara efisien dan aman 7. Mengevaluasi keefktivan asuhan yang diberikan dengan mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif.

Gambar 3. Keterkaitan antara manajemen kebidanan dan system pendokumentasian SOAP (DEPKES RI, 2003) (10)Alur Pikir Bidan Pencatatan dari Asuhan Kebidanan

Proses Manajemen Kebidanan

Pendokumenta sian Asuhan Kebidanan

46

7 langkah Varney 1. Pengumpulan data dasar

SOAP Subjektif (hasil Anamnesis) Objektif (Hasil Pemerikasaan)

2. Interpretasi Diagnosis,

Data: Masalah, Analisa (Analisis dan Interpretasi Data) Diagnosis dan Masalah Diagnosis atau Masalah Potensial

Kebutuhan 3. Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial 4. Identifikasi Kebutuhan yang Mandiri, Memerlukan Konsultasi atau Penanganan Segera Secara Kolaborasi 5. Rencana Asuhan : Melengkapi data: Tes Diagnostik (Laboratorium) Pendidikan atau Konseling Rujukan Follow Up 6. Pelaksanaan 7. Evaluasi

Penatalaksan (Tindakan Segera, Dokumentasi Implemenatsi dan Evaluasi) Asuhan Mandiri Kolaborasi Tes Diagnostik/ Tes Laboratorium Konseling Follow Up

2.5 Pendokumentasian manajemen kebidanan pada ibu nifas(10)2.5.1 Pengertian Asuhan Ibu Postpartum adalah asuhan yang diberikan pada ibu segera setelah kelahiran, sampai 6 minggu setelah kelahiran.

46

2.5.2 Tujuan Memberikan asuhan yahg adekuat terstandar pada ibu segera setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan, dan persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan. 2.5.3 Hasil yang diharapkan Terlaksanakannya asuhan segera/ rutin pada ibu postpartum termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosis, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan. Langkah 1. Pengkajian Data Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu. Melakukan pemeriksaan awal postpartum Meninjau catatan/record pasiena. Catatan perkembangan antepartum dan intrapartum

b. Beberapa lama (jam/hari) pasien postpartumc. Persalinan sebelumnya dan catatan perkembangan

d. Suhu, denyut nadi, pernafasan, dan tekanan darah post partum. e. Pemeriksaan laboratorium dan laporan pemeriksaan tambahan f. Catatan obat-obatan g. Catatan bidan/perawat.

Menanyakan riwayat kesehatan dan keluhan ibu

46

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

Mobilisasi Buang Air Besar Buang Air Kecil nafsu makan ketidaknyamanan/rasa sakit kekhawatiran hal yang tidak jelas makanan bayi reaksi pada bayi reaksi terhadap proses melahirkan dan kelahiran.

Pemeriksaan Fisika. Tekanan darah, suhu badan, denyut nadi

b. tenggorokan jika diperlukan. c. buah dada dan putting susu d. auskultasi paru-paru, jika diperlukan e. abdomen : kandung kencing, uterus, diastasis f. CVA g. Lochea : warna, jumlah, bau. h. Perineum : edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka

episiotomy/robek, jahitan, memar; hemorrhoid (wasir/ambeien). i. Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, tandatanda human, refleks.

46

Langkah 2. Interpretasi data dasar Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnose interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Diagnosis, masalah dan kebutuhan ibu postpartum dan nifas tergantung dari hasil pengkajian terhadap ibu. Contoh: Diagnosis: a. Postpartum hari pertama. b. perdarahan nifas c. subinvolusio d. anemia postpartum e. preeklamsia f. post section caesaria masalah: a. ibu kurang informasi b. ibu tidak pernah ANC c. sakit mulas yang mengganggu rasa nyaman d. buah dada bengkak dan sakit kebutuhan: a. penjelasan tentang pencegahan infeksi b. tanda-tanda bahaya c. kontak dengan bayi seering mungkin (bounding attachment).

46

d. penyuluhan perawatan buah dada e. bimbingan menyusui f. penejelasan tentang metode KB g. imunisasi bayi h. kebiasaan yang tidak bermanfaaat bahkan dapat membahayakan. Langkah 3. Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi berdasarkan masalah atau diagnosis yang sudah diidentifikasi. Contoh: Diagnosis potensial: a. Hypertensi b. anemia postpartum c. subinvolusio d. perdarahan postpartum e. ferbis postpartum f. infeksi postpartum. Masalah potensial: a. potensial bermasalah dengan ekonomi b. sakit pada luka bekas episiotomy. c. nyeri kepala d. mulas

46

Langkah 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penangananan segera Mengidentifik perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai denganm kondisi pasien. Contoh: a. ibu kejang, segera lakukan tindakan segera untuk mengatasi kejang dan segera berkolaborasi merujuk ibu untuk perawatan selanjutnya. b. Ibu tiba-tiba mengalami perdarahan, lakukan tindakan segera sesuain dengan keadaaan pasien, misalnya bila kontraksi uterus kurang baik segera berikan uterotonica. Bila teridentifikasi adanya tanda-tanda adanya sisa placenta, segera tindakan kuretase. Langkah 5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan dari langkah sebelumnya. Contoh: Manajemen asuhan awal puerperium a. b. c. d. e. f. Kontak dini dan sesering mungkin dengan bayi. Mobilisasi/istirahat baring di tempat tidur. Gizi (Diet). Perawatan perineum. Buang air kecil spontan/kateter. Obat penghilang rasa sakit, bila diperlukan. berkolaborasi dengan dokter untuk

46

g. h. i. j.

Obat tidur, bila diperlukan. Obat pencahar, bila diperlukan. Pemberian Methergine, jika diperlukan. Tidak dilanjutkan IV, jika diberikan.

Asuhan lanjutan:a.

Tambahan vitamin atau zat besi, atau keduanya, jika diperlukan. Bebas dari ketidaknyamanan postpartum. Perawatan buah dada. Pemeriksaan Laboratorium terhadap komplikasi, jika diperlukan. Rencana KB. Rh immuno globulin, jika diperlukan. Rubella vaccine 0.5 cc, s.c, jika diperlukan. tanda-tanda bahaya. kebiasaan rutin yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan. Langkah 6. Melaksanakan perencanaan Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisiensi dan aman

b. c. d. e. f. g. h. i.

terhadap: a. b. c. d. Kontak dini dan sesering mungkin dengan bayi. Mobilisasi/istirahat baring di tempat tidur. Gizi (Diet). Perawatan perineum.

46

e. f. g. h. i. j. k. l.

Buang air kecil spontan/kateter. Obat penghilang rasa sakit, bila diperlukan. Obat tidur, bila diperlukan. Obat pencahar, bila diperlukan. Pemberian Methergine, jika diperlukan. Tidak dilanjutkan IV, jika diberikan. Pemberian tambahan vitamin atau zat besi, atau keduanya, jika diperlukan. Bebas dari ketidaknyamanan postpartum.

m. Perawatan buah dada. n. o. p. q. r. s. Pemeriksaan Laboratorium terhadap komplikasi, jika diperlukan. Rencana KB. Rh immuno globulin, jika diperlukan. Rubella vaccine 0.5 cc, s.c, jika diperlukan. Tanda-tanda bahaya. Penjelasan tentang kebiasaan rutin yang tidak bermanfaat bahkan

membahayakan. Langkah 7. Evaluasi Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali asuhan yang belum terlaksanakan.

46

BAB III TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. E P1 A0 DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DINI KARENA ATONIA UTERI DI RSU Dr. SLAMET GARUT Tanggal Pengkajian Jam : 06 Juli 2011 : 09.00 WIB No. CM No. Reg : 01. 41. 87. 43 : 11. 49

3.1 Pengkajian Subjektif

46

A. Biodata Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat : : : : : Ny. E 19 tahun SMP IRT Kp. Talun Desa Banjarsari Kecamatan Bayongbong B. Anamnesa Ibu mengaku melahirkan kurang lebih 2 jam yang lalu dibantu paraji, ibu mengeluh perdarahan banyak dari jalan lahir setelah melahirkan. Ibu mengaku ari-ari sudah keluar C. Riwayat Haid Ibu mengatakan pertama kali mendapatkan haid pada saat usia 13 tahun, siklusnya teratur, lamanya 7 hari, banyaknya darah biasa dan tidak merasakan nyeri pada saat haid.D. Riwayat Persalinan Terakhir

Nama Suami : Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat : : : :

Tn. N 28 tahun SMA Wiraswasta Kp. Talun Desa

Banjarsari Kecamatan Bayongbong

Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan dan persalinannya yang pertama, dan ibu belum pernah mengalami abortus sebelumnya. Kehamilan ke 1 Persalinan Jenis Penolong Spontan Paraji Pervaginam Anak BBL Umur 3000 gr 2 jam

Tempat Rumah

JK Pr

E. Riwayat KB

46

Ibu mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis Pil sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2010. Ibu mengatakan berhenti menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan ingin mempunyai anak F. Riwayat Kesehatan/Penyakit yang di derita sekarang dan dulu Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit paruparu, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Epilepsi, Hipertensi, Asma dan penyakit lainnya. G. Riwayat Sosial Ekonomi

Status Perkawinan: Ibu mengatakan ini pernikahannya yang pertama, lama menikah 1 tahun. Usia ibu saat menikah 18 tahun dan usia suami saat menikah 27 tahun.

Dukungan Keluarga: Ibu mengatakan keluarga mendukung akan kehamilannya.

3.2 Pengkajian Data Objektif Keadaan Umum: Lemah Kesadaran: Compos Mentis Keadaan Emosional: Tidak Stabil Tanda-tanda Vital: TD: 90/70 mmHg Mata Konjungtiva Ca (-/-) Sclera Si (-/-). Leher N: 80 x/menit R: 20 x/menit S: AF

46

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Thorak Bentuk simetris, bunyi jantung I = bunyi jantung II murni regular. Abdomen Datar dan lembut TFU tidak teraba Ekstremitas Atas: Tidak ada oedema Bawah: Tidak ada oedem dan tidak ada varises Genetalia Inspeksi : Perdarahan (+) masif bergumpal Pemeriksaan dalam: Vulva dan Vagina tidak ada keluhan. OUE terbuka Portio tebal lunak Parametrium: Kiri lemas Kanan lemas Corpus uteri: Biasa Cavum Douglas: Tidak menonjol Tidak teraba Tidak ada nyeri tekan

46

Pemeriksaan Lab No. Lab Hasil : 110706257 : Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit = 3,5 gr/dl = 11 % = 20.600/mm3 = 143.000/mm3 = 1,24 juta/mm3

3.3 Analisa Perdarahan postpartum dini e.c atonia uteri 3.4 Penatalaksanaan 1. Inform Consent2. Observasi Tanda-tanda Vital, perdarahan

3. Infus RL : Dextros 5%, 3:1, 30 tetes/menit 4. Transfusi Darah 5. Pemeriksaan Lab 6. Rencana Operasi HSV e. c Inversio Uteri

46

Tabel 1.1 Catatan Perkembangan Pasien TANGGAL 06 Juli 2011 JAM 10.15 CATATAN PERKEMBANGAN KLIEN Setelah dilakukan penjelasan resiko operasi dan anestesi kepada keluarga. Dalam hal ini suami dan keluarga menyetujui tindakan anestesi. LAPORAN OPERASI Tanggal 27-04-2011 Jam Operasi Mulai: 11.30 Operator : dr. W Jam Operasi Selesai: 13.20 Ahli Anestesi Asisten Anestesi Diagnosa Pra-bedah : P1A0 partus maturus spontan (di luar RS) dengan perdarahan pp dini e.c atonia uteri Diagnosa Pasca bedah: Post Histerektomi Supravaginalis a/i atonia uteri pada P1A0 partus maturus spontan (diluar RS) Kategori Operasi : Besar Desinfeksi Kulit : Betadine 10% Jenis Anestesi Indikasi Operasi : dr. H .Sp. An : Br. E : NU : Perdarahan

Postpartum dini e.c Atonia Uteri Jenis Operasi : HSV

(Histerektomi supravaginalis)

Laporan Operasi lengkap: Setelah dilakukan anestesi dan antiseptik daerah abdomen dan sekitarnya dilakukan insisi mediana inferior sepanjang 10 cm

46

-

Setelah peritoneum dibuka tampak uterus dengan bagian fundus berada di Melakukan reposisi, berhasil, kontraksi buruk Melakukan masase dan pemberian uterotonika, kontraksi tetap buruk kesan Dipasang kasa perut untuk melindungi usus dan abdomen Ligamentum rotundum kiri dan kanan di klem, di potong dan diikat Vesikouterina diidentifikasi kemudian disayat konkaf ke arah ligamentum Ligamentum infundibulumpelvikum kiri dan kanan di klem, dipotong dan Arteri uterina diidentifikasi kemudian di klem, dipotong, diikat Membuat cup 1 depan setinggi batas arteri uterina dan cup 2 setinggi 1 cm Kemudian dengan 2 buah klem bengkok, segmen bawah rahim disayat Tempat sayatan dijahit satu-satu Setelah yakin tidak ada perdarahan cup 1 dan cup 2 dijahit satu-satu Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah, melakukan Luka operasi dijahit lapis demi lapis. Fascia dijahit, kulit dijahit secara

dalam corpus uterus berwarna pucat kesan inversio uteri

atonia uteri. Memutuskan dilakukan histerektomi supravaginalis (HSV) -

kiri dan kanan, dibuat jendela. diikat

diatas ligamentum sakrouterina hingga corpus uteri dapat diangkat seluruhnya

pembilasan rongga abdomen dengan NaCl 0,9% menggunakan kasa subkutikuler- Perdarahan selama operasi 600cc 07 Juli 2011 10.00 S: Os mengeluh nyeri pada luka bekas operasi

O: KU: Baik, Kesadaran: CM T : 110/80 mmHg R : 20 x/mnt Abdomen : Datar lembut BAB/BAK : -/+Dc N : 88 x/mnt S : 36 Lo : Tertutup Verban Mata : Ca -/-, Si -/-

A: Post histerektomi supravaginalis a/i atonia uteri pada P1A0 Partus Maturus Spontan (diluar)

46

P: 1. Infus RL : Dextros 2, 2 : 1, 20 tts/mnt 2. Pemberian obat: Cefotaxim 2x1 Metronidazol 3x1 3. Pemeriksaan lab Hasil: Hb Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit 08 Juli 2011 09.10 S: Kel = O: KU: Baik, Kesadaran: CM T : 120/70 mmHg R : 20 x/mnt Abdomen : Datar lembut Mata : Ca -/-, Si -/A: Post histerektomi supravaginalis a/i atonia uteri pada P1A0 Partus Maturus Spontan (diluar) P: 1. Pemberian obat: Cefadroxil 2x1 Asam Mefenamat 3x1 2. Pemeriksaan lab Hasil: Hb Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit 2. Transfusi Darah 3. Ganti Verban 4. Mobilisasi 5. Obs. KU = 7,6 gr/dl = 23 % = 18.300 /mm3 = 89.000 /mm3 = 2,76 juta/mm3 SF 1x1 N : 88 x/mnt S : 36 BAB/BAK : -/+ = 8,3 gr/dl = 24 % = 20.700 /mm3 = 110.000 /mm3 = 2,94 juta/mm3 Kaltrofen 2x1 As. Tranexamat 3x1

46

09 Juli 2011

16.00

S: Batuk, nyeri di luka bekas operasi O: KU: Baik, Kesadaran: CM T : 100/70 mmHg R : 20 x/mnt terawat A: Post histerektomi supravaginalis a/i atonia uteri pada P1A0 Partus Maturus Spontan (diluar) P: 1. Pemberian obat: Cefadroxil 2x1 Asam Mefenamat 3x1 2. Pemeriksaan lab Hasil: Hb Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit = 8,9 gr/dl = 27 % = 18.200 /mm3 = 242.000 /mm3 = 3,24 juta/mm3 SF 1x1 N : 76 x/mnt S : 36

Abdomen : Datar Lembut, luka bekas operasi kering

Klien boleh pulang dengan alasan sembuh

46

BAB IV PEMBAHASAN TINJAUAN KASUSDalam pembahasan ini penulis akan menganalisis hasil pengkajian terhadap Ny. E, yang dibandingkan dengan menggunakan konsep teori yang telah dibahas, meliputi data Subjektif, Objektif, Analisa dan Penatalaksanaan.

4.1 SubjektifPenulis mendapatkan data Subjektif ini melalui rekam medik yaitu: a) Biodata Menurut teori faktor predisposisi terjadinya perdarahan pospartum yaitu usia yang terlalu muda dan terlalu tua. Pada kasus Ny. E, ditemukan usia ibu adalah 19 tahun pada saat persalinan tersebut, hal ini menyatakan bahwa teori sesuai dengan yang ditemukan dilapangan bahwa usia terlalu muda dapat menjadi faktor predisposis terjadinya perdarahan postpartum b) Anamnesa Menurut teori pengertian perdarahan postpartum yaitu Perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Tanda dan gejala terjadinya perdarahan postpartum yaitu kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,

46

gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual. Pada kasus Ny. E, ditemukan Ibu mengaku melahirkan kurang lebih 2 jam yang lalu dibantu paraji, ibu mengeluh perdarahan banyak dari jalan lahir setelah melahirkan. Ibu mengaku ari-ari sudah keluar, hal ini menunjukkan bahwa teori sesuai dengan kenyataan dilapangan bahwa ibu mengalami perdarahan postpartum yang ditandai dengan perdarahan setelah bayi dan plasenta lahirc) Riwayat Persalinan Terakhir

Menurut Sarwono dalam bukunya Ilmu Kebidanan, menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum yaitu adanya riwayat perdarahan sebelumnya. Selain itu, faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum karena atonia uteri yaitu adanya riwayat perdarahan atonia uteri sebelumnya. Hal ini menyatakan ketidaksesuaian antara teori dan kenyataan bahwa ibu yang tidak pernah mengalami perdarahan postpartum sebelumnya pun beresiko mengalami perdarahan postpartum. Menurut teori salah satu faktor predisposisi terjadinya perdarahan postparum karena atonia uteri yaitu adanya kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus. Pada kasus Ny. E, ibu mengatakan riwayat persalinan terakhir ditolong oleh paraji, mengingat paraji bukan tenaga profesional dalam melakukan pertolongan persalinan tidak menutup kemungkinan terjadinya kesalahan. Oleh karena itu hal ini menunjukkan kesesuaian antara teori dan kenyataan dilapangan, bahwa yang menyebabkan ibu mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteria adalah adanya kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta.

d) Pola Nutrisi

46

Menurut teori, faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum karena atonia uteri yaitu adanya penyakit sekunder maternal salah satunya anemia pada ibu. Berdasarkan tinjauan kasus pada Ny. E tidak ada pernyataan tentang pola makan ibu, yang merujuk pada keadaan apakah ibu mengalami anemia atau tidak. hal ini seharusnya di anamnesa untuk menentukan faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum karena atonia uteri pada ibu.

4.2 ObjektifPenulis mendapatkan data Objektif ini melalui rekam medik yang merupakan hasil dari observasi dan pemeriksaan, yaitu:

a) Tanda-tanda Vital Menurut teori, dalam pendokumentasian kebidanan, hendaknya ditulis secara jelas dan tidak ada data yang menimbulkan keragu-raguan. Pada kasus Ny.E, ditemukan hasil pemeriksaan Suhu dengan hasil AF yang berari A Febris, sehingga menimbulkan keragu-raguan, berapa angka pasti dari A Febris tersebut. Hal ini menyatakan kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan.

b) Mata Menurut teori, dalam pendokumentasian kebidanan, hendaknya ditulis secara jelas dan tidak ada data yang menimbulkan keragu-raguan atau menggunakan simbol-simbol yang tidak memenuhi standar. Pada kasus Ny. E, ditemukan hasil pemeriksaan mata yaitu Konjungtiva Ca (-/-) Sklera Si (-/-), seharusnya ditulis dengan jelas dan tidak menggunakan

46

simbol - tersebut yang akan menimbulkan keraguan ataupun kesalahpahaman. Hal ini menyatakan ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan

c) Abdomen Menurut teori tanda dan gejala atonia uteri adalah konsistensi rahim lunak/lembek yang menentukan tidak adanya kontraksi. Pada kasus Ny. E, pada pemeriksaan abdomen ditemukan hasil abdomen datar dan lembut yang menyatakan bahwa tidak ada kontraksi rahim. Hal ini menyatakan kesesuaian antara teori dengan kenyataan bahwa ibu mengalami atonia uteri. d) Genitalia Menurut Sarwono dalam bukunya Ilmu Kebidanan, menyatakan bahwa tanda dan gejala atonia uteri adalah adanya perdarahan yang banyak dari jalan lahir yang disebabkan karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. Pada kasus Ny. E dilihat dari pemeriksaan genitalia pada rekam medik terdapat hasil adanya perdarahan masif. Hal ini menyatakan kesesuaian antara teori dengan kenyataan dilapangan bahwa ibu mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri

e) Data Penunjang Menurut Sarwono dalam bukunya Buku Acuan Nasional Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, menyatakan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam

46

uterus, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan Hematokrit dalam kalkulasi pemberian darah pengganti. Pada kasus Ny. E, ditemukan adanya pemeriksaan penunjang (lab) pada ibu, hal ini menyatakan kesesuaian antara teori dengan kenyataan di lapangan bahwa ibu dengan atonia uteri perlu dilakukan pemeriksaan penunjang (lab).

4.3 AnalisaPada tahap penegakkan diagnosa pada kasus Ny. S ini adalah berdasarkan kesimpulan dari hasil data Subjektif dan Objektif: Subjektif:a) Ibu mengaku melahirkan kurang lebih 2 jam yang lalu dibantu paraji, ibu

mengeluh perdarahan banyak dari jalan lahir setelah melahirkan. Ibu mengaku ari-ari sudah keluar. Objektif:b) Dilihat dari data rekam medik, hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

pada Ny. E merujuk pada adanya perdarahan postpartum karena atonia uteri. Berdasarkan hasil data subjektif dan objektif diatas yang telah dikaji, maka dapat ditegakkan diagnosa Perdarahan postpartum dini e.c atonia uteri. Menurut Muslihatun, dalam bukunya Dokumentasi Kebidanan, bahwa penulisan kebidanan harus memenuhi standar nomenklatur yang dirumuskan secara spesifik. Dalam hal ini terdapat ketidaksesuaian aturan penulisan sebuah diagnosa yang seharusnya adalah P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri. Depkes RI, 2003 mengungkapkan Keterkaitan antara manajemen kebidanan dan sistem pendokumentasian SOAP, bahwa pada Analisa terdapat Diagnosis dan Masalah, Diagnosis atau Masalah Potensial. Pada Kasus Ny. E, pada analis tidak

46

terdapat adanya masalah maupun masalah potensial, Hal ini menyatakan adanya kesenjangan antara teori dengan kenyataan.

5.4 PenatalaksanaanMenurut Sarwono dalam bukunya Buku Acuan Nasional Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, menyatakan manajemen penatalaksanaan Atonia Uteri (Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Atonia Uteri) Penatalaksanaan pada kasus Ny. E ini dilihat dari rekam medik sudah sesuai dengan protap yang ada secara umum yakni tindakan operatif histerektomi. Tetapi mengacu kepada (Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Atonia Uteri) hendaknya dilakukan drip oksitosin, masase uterus, kompresi bimanual (eksterna dan interna), kompresi aorta abdominal, terlebih dahulu sebelum keputusan terakhir dilakukan tindakan operatif histerektomi. Pada kasus Ny. E ditemukan kesenjangan, bahwa pada rekam medik tidak terdapat keterangan dilakukannya drip oksitosin, masase uterus, kompresi bimanual (eksterna dan interna), kompresi aorta abdominal, terlebih dahulu. Pada penatalaksanaan ditemukan ketidaksesuaian antara kaidah penulisan yang benar dengan kenyataan dilapangan, bahwa pada penatalaksanaan hendaknya mencantumkan evaluasi per tindakan, sementara dalam rekam medik tidak terdapat adanya evaluasi baik pada keseluruhan tindakan maupun evaluasi per tindakan.

46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KesimpulanSetelah penyusunan laporan kasus Asuhan Kebidanan pada Ny. E P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri Di Rsu Dr. Slamet Garut Penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

46

1. Asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny. E sudah cukup baik hal ini

terbukti dengan keadaan umum ibu sudah berangsur membaik, sehingga ibu bisa pulang dengan alasan sudah sembuh. 2. Pada Tinjauan Kasus a. Subjektif Ibu mengaku melahirkan kurang lebih 2 jam yang lalu dibantu paraji, ibu mengeluh perdarahan banyak dari jalan lahir setelah melahirkan. Ibu mengaku ari-ari sudah keluar. b. Objektif Pada data objektif penulis melihat dari data rekam medik semua data hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada Ny. E merujuk pada adanya perdarahan postpartum karena atonia uteri c. Analisa Penegakkan diagnosa yang ditegakkan sesuai dengan data subjektif dan data objektif yaitu: Diagnosa: Perdarahan Pospartum karena Atonia Uteri Penulisan diagnosa yang benar menurut aturan pendokumentasian yaitu: Diagnosa: P1 A0 Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia

d. Penatalaksanaan Pada penatalaksanaan yang dilakukan kepada Ny. E adalah tindaka operatif histerektomi.

46

5.2 Saran5.2.1 Bagi Sarana Kesehatan Diharapkan sarana kesehatan untuk memberikan penanganan yang lebih baik lagi, untuk meminimalkan kejadian kematian perinatal akibat perdarahan postpartum karena atonia uteri 5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan bagi pendidikan, untuk memberi pengajaran lebih tentang studi kasus khususnya Asuhan Kebidanan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri, dengan melengkapi literatur-literatur tentang perdarahan postpartum karena atonia uteri.

DAFTAR PUSTAKA

46

1. Risti.

2010.

Pembangunan

Kesehatan

Nasional.

Tasikmalaya:

www.ristiblogspot.com. (diakses tanggal 01 Oktober 2011, Jam 20:00)2. Himapid. 2009. Kematian Maternal. Makasar: www.himapidblogspot.com

(diakses tanggal 16 Mei 2011 jam 20:26)3. 4.

Dinkes Kabupaten Garut. 2009. Profil Dinas Kesehatan. Garut

Depkes, RI. 1999. Kematian Ibu. Jakarta5. Fraser, Diane M. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC 6. Hidayati, Afiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Atonia Uteri.

http://afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/04/askep-atoniauteri/. (Diakses tanggal 20 September 2011 jam 20.30)7. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/12/02/perdarahan-postpartum/.

(diakses tanggal 18 September 2011 jam 14.15)8. Manuaba, ida bagus.2004. Patologi Persalinan. Jakarta : EGC 9. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri; jilid 1. Ed. (2). Jakarta : EGC 10. Prawihardjo, sarwono. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : YBP-SP11. Prawihardjo, sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP 12. Saifudin, Abdul Bari dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP-MNH PROGRAM13. Wafi.2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya 14. Wiknjosastro, gulardi. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK

46

15. Wiknjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu kebidanan, Jakarta : YBPSP 16. Wijayanegara, Hidayat, 2003, Obstetri patologi, Jakarta :EGC 17. Varney, Helen. 2008. Asuhan Kebidanan . Jakarta : EGC

46