Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menginstruksikan kepada setiap pemimpin Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Instruksi Presiden tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Lembaga Administrasi Negara sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Berdasarkan hal Ini seluruh lembaga Negara diharuskan membuat laporan akuntabilitas kinerjanya. Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah distandarisasi adalah Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggung-jawaban kinerjanya adalah dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan oleh instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
37
Embed
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menginstruksikan kepada setiap pemimpin
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau
Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta
berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Instruksi Presiden tersebut kemudian
ditindaklanjuti oleh Keputusan Lembaga Administrasi Negara sebagaimana yang tertuang
dalam Surat Keputusan Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Berdasarkan hal Ini seluruh lembaga Negara
diharuskan membuat laporan akuntabilitas kinerjanya.
Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah distandarisasi adalah
Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggung-jawaban kinerjanya
adalah dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan oleh instansi
pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi organisasi. SAKIP terdiri dari berbagai komponen yang
merupakan suatu kesatuan, yaitu : perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran
kinerja dan pelaporan kinerja. Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah
dokumen gambaran perwujudan akuntabilitas instansi pemerintah yang dibuat dan disusun
berdasarkan SAKIP. Indikator kinerja kegiatan sebagai tolok ukur kinerja SAKIP ditetapkan
dan dikategorikan ke dalam kelompok (a) Masukan-masukan (Inputs); (b) Keluaran-keluaran
pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Perspektif financial mengidentifikasikan
pemberian pelayanan yang efisien. Perspektif internal business process menggambarkan
proses-proses yang penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Perspektif employees & organization capacity menggambarkan kompetensi dan kemampuan
semua anggota organisasi.
Perancangan Balanced Scorecard (BSC)
Perancangan ukuran kinerja adalah suatu tahapan yang penting dalam penerapan Balanced
Scorecard pada suatu organisasi. Perancangan Balanced Scorecard pada Lembaga
Pemerintahan seperti Lembaga pemerintah, diawali dengan penentuan komponen-komponen
strategik oleh Manajemen. Komponen strategik dimaksud adalah visi, misi, tujuan, dan
strategi Lembaga pemerintah. Komponen strategik tersebut merupakan penjabaran dari visi,
misi, tujuan dan sasaran yang disusun sebelumnya didalam Renstra (Rencana Strategis) dan
LAKIP yang kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini dan keterkaitannya dengan tugas
pokok dan fungsi Lembaga pemerintah.
1. Penjabaran Visi dan Misi kedalam Tujuan dan Strategi.
Penjabaran visi, misi, tujuan dan strategi ke dalam sasaran strategis melalui empat perspektif
BSC dilaksanakan melalui mekanisme FGD (Focus Group Discussion) dengan panduan
kuesioner dengan target responden adalah manajemen. Visi, misi, tujuan dan strategi Kantor
yang digunakan berdasarkan Rencana Strategis Lembaga pemerintah.
Visi adalah gambaran masa depan organisasi yang akan diwujudkan. Visi menjawab
pertanyaan : ”organisasi ingin menjadi apa di masa depan (what do we want to be)”. Visi
yang jelas akan membantu dalam penjabarannya ke dalam tujuan (goal) organisasi dan
menentukan sasaran strategik yang sejalan dengan tujuan tersebut.
Misi adalah jalan yang dipilih oleh suatu organisasi untuk menuju ke masa depan yang
diinginkan. Pernyataan misi suatu organisasi menentukan aktivitas bisnis organisasi itu.
Dalam FGD, dibahas tentang substansi dari misi dan mempertimbangkan visi yang sudah
ditetapkan, dengan mengacu pada kriteria sebuah misi. Kriteria sebuah misi antara lain:
a. Kebutuhan para stakeholders yang mana yang dipenuhi sehubungan dengan adanya
Lembaga Negara itu termasuk unit-unit kerjanya di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b. Siapakah mereka para stakeholders Lembaga pemerintah itu.
c. Apa Bisnis organisasi dari Lembaga yang bernama Lembaga pemerintah.
d. Apakah kompetensi yang harus dimiliki organisasi dalam menjalankan bisnis
organisasinya.
Tujuan adalah pernyataan luas tentang apa yang akan diwujudkan oleh organisasi.
Strategi adalah pola yang digunakan oleh organisasi untuk mengambil keputusan,
mengerahkan sekaligus mengarahkan seluruh sumberdaya yang ada dalam rangka
mewujudkan visi organisasi.
Gambar 3 Berikut adalah Contoh penjabaran visi dan misi organisasi/program kedalam
keempat perspektif BSC sampai kepada Tujuan dan Strategi pencapaiannya. Pada tahapan
ini Visi organisasi diturunkan kedalam misi-misi yang ingin dicapainya, kemudian dilakukan
diskusi untuk mengelompokkannya kedalam masing-masing perspektif BSC yang relevan
selanjutnya ditentukan tujuan masing-masing Perspektif serta bagaimana strategi umum
yang akan dilakukan untuk pencapaiannya.
2. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Kunci, Target dan Inisiatif Strategis.
Penentuan sasaran strategis, indikator kinerja kunci, target dan inisiatif strategis
dilaksanakan melalui FGD yaitu unsur manajemen atau pimpinan terkait dengan panduan
kuesioner. Sebagai bahan masukan untuk kelengkapan data dan informasi perlu dilakukan
wawancara terbuka dengan beberapa Penanggung Jawab Kegiatan. Hasil kuesioner dari
Manajemen dan wawancara terbuka dengan para Penanggung Jawab Kegiatan kemudian
dirumuskan dan selanjutnya hasil rumusan dimaksud dikonfirmasi kembali kepada
Manajemen secara berulang sampai sasaran strategis, indikator kinerja kunci, target, dan
inisiatif strategis siap menjadi kerangka kerja Lembaga pemerintah . Contoh perumusan
Sasaran strategis, indikator kinerja kunci, target dan inisiatif strategis ini dapat dilihat pada
Gambar 4.
3. Pembobotan Perspektif dan Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators)
Setelah ditentukan sasaran strategis dan indikator kinerja kunci, target dan inisiatif strategis
dari masing-masing perspektif, selanjutnya adalah pembobotan masing-masing perspektif
dan indikator kinerja kunci. Pembobotan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode antara
lain teknis Paired Comparison (Perbandingan Berpasangan) dengan menggunakan Rumus :
Pembobotan ini selain berfungsi untuk mengetahui peringkat dari masing–masing perspektif
dan indikator kinerja kunci yang ada dalam tiap perspektif juga berfungsi untuk mengetahui
besaran kontribusi tiap indikator kinerja kunci terhadap kinerja Kantor secara keseluruhan.
Gambar 5. dibawah ini adalah Contoh Hasil Pembobotan Perspektif dan pembobotan
Indikator Kinerja Kunci yang dilakukan oleh pelaksana Kegiatan/program atau Manajemen
Organisasi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD).
Setelah Visi dan Misi organisasi atau Program telah dikelompokkan dalam masing-masing
perspektif, maka langkah selanjutnya adalah menentukan Indicator Kinerja Kunci (Key
Performance Indicators) sehingga terhadap satu perspektif bisa dirumuskan beberapa KPI
yang relevan dengannya. KPI-KPI ini selanjutnya melalui forum FGD akan dibobot
berdasarkan tingkat kepentingannya atau tingkat prioritasnya, pembobotan pertama adalah
ratio terhadap perspektif masing-masing, dan pembobotan kedua adalah ratio bobot terhadap
kinerja keseluruhan yaitu keempat perspektif. Dari proses ini kemudian bisa dilihat:
1. Posisi Tingkatan Perspektif berdasarkan bobot terpenting atau prioritas terhadap
keseluruhan kinerja.
2. Posisi Tingkatan KPI berdasarkan bobot terpenting didalam masing-masing perspektif.
Peta Strategi (Strategy Map)
Salah satu sifat dari perancangan balanced scorecard adalah adanya kekoherenan dari
sasaran-sasaran strategik yang ditetapkan. Kekoherenan dimaksud adalah terciptanya
hubungan sebab-akibat antara satu sasaran strategik dengan sasaran strategik yang lain.
Hubungan sebab-akibat yang terjalin antara sasaran-sasaran strategik dari keempat perspektif
balanced scorecard membentuk strategy map organisasi. Strategy map yang tersusun itu akan
membantu organisasi untuk mewujudkan tujuan dan visi organisasi tersebut.
Menurut Scholey (2005), strategy map ini adalah langkah yang dapat diambil untuk
memandu dalam mengukur, memanajemeni, dan mengomunikasikan rencana yang telah
dibuat secara lebih jelas. Strategy map Lembaga pemerintah disusun oleh hubungan sebab-
akibat yang terjalin antara sasaran-sasaran strategik yang bermuara pada pencapaian visi,
misi dan tujuan Kantor.
Strategy Map Lembaga pemerintah harus mampu menunjukkan adanya hubungan sebab-
akibat yang diawali dari sasaran strategik pada Perspektif Pegawai dan Kapasitas Organisasi,
sasaran strategik Perspektif Proses Internal, sasaran strategik Perspektif Keuangan, sampai
kepada sasaran strategik pada Perspektif Stakeholders, yang pada akhirnya akan mendorong
pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Sasaran strategis yang telah ditetapkan
menunjukkan hubungan sebab-akibat sehingga membentuk rancangan peta strategi.
Contoh Hubungan sebab-akibat yang terbentuk oleh setiap sasaran strategik tersebut
ditunjukkan oleh Gambar 6. dibawah ini :
Implementasi Balanced Scorecard (BSC) dalam Pengukuran Kinerja
Kerangka kerja BSC ini kemudian akan diimplementasikan melalui pengukuran kinerjanya
masing-masing guna mengetahui kemampuan penerapan dari masing-masing indikator
kinerja kunci tersebut. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui capaian kinerja
Organisasi atau lembaga.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan kinerja aktual yaitu pada tahun atau periode yang
diukur dari setiap indikator kinerja kunci dibandingkan dengan target dengan memperhatikan
kinerja organisasi atau lembaga terhadap masing-masing indikator kinerja kunci pada
periode atau tahun sebelumnya.
Capaian kinerja dapat diketahui melalui perhitungan indeks kinerja, untuk itu terlebih dahulu
harus ditentukan indeks capaian terhadap kinerja organisasi/lembaga. Indeks capaian kinerja
yang digunakan adalah mengacu kepada indeks kinerja dalam format LAKIP, yaitu sebagai
berikut:
○
0%
-
55%
dikategorikan
Buruk
○
56%
-
70%
dikategorikan
Sedang
○
71%
-
85%
dikategorikan
Baik
○
86%
-
>100%
dikategorikan
Sangat Baik
Penerapan pengukuran kinerja dengan menggunakan kerangka kerja yang telah disusun
dengan Balanced Scorecard membutuhkan skor tertentu (Norma Scoring), maka perlu
penetapan skor terlebih dahulu oleh manajemen (FGD). Berdasarkan hal tersebut maka
indeks capaian kinerja organisasi/lembaga yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada kategori berikut:
○
Skor 1
:
0%
-
55%
dikategorikan
Buruk
○
Skor 2
:
56%
-
70%
dikategorikan
Sedang
○
Skor 3
:
71%
-
85%
dikategorikan
Baik
○
Skor 4
:
86%
-
>100%
dikategorikan
Sangat Baik
Capaian kinerja setiap indikator kinerja kunci diketahui melalui persentase antara kinerja
aktual dan target yang telah ditetapkan. Persentase dimaksud akan menunjukkan nilai skor
dan kategori keberhasilan pencapaian masing-masing indikator kinerja kunci. Selanjutnya,
skor yang diperoleh dikalikan dengan bobot indikator kinerja kunci tersebut. Fungsi bobot
adalah untuk menunjukkan besaran nilai dari setiap indikator kinerja kunci, sehingga setiap
capaian kinerja dari indikator kinerja kunci dapat dievaluasi. Hasil perkalian skor dengan
bobot indikator kinerja kunci akan menghasilkan skor terbobot. Kemudian, seluruh skor
terbobot dijumlahkan untuk memperoleh Total Skor.
Contoh Tabel Pengukuran Kinerja dengan kerangka BSC ditunjukkan oleh Gambar 7.
dibawah ini.
Setelah bobot KPI dan Peta strategi ditentukan beserta dengan hubungan Sebab-Akibat antar
KPI maka dengan melihat Capaian dan Target dalam Periode tertentu yang dijadikan sebagai
periode pengukuran, maka bisa dihasilkan Indeks Kinerja yang merupakan perbandingan
antara target dan kinerja aktual. Untuk menentukan Skor dan Kriterianya, bisa digunakan
macam-macam skala atau ukuran sesuai dengan kebutuhan atau preferensi masing-masing,
namun mengingat ini adalah sebuah pengukutan kinerja bagi obyek instansi pemerintah
maka disarankan untuk menggunakan kriteria LAKIP dalam menentukan Skornya.
Masing-masing KPI akan menghasilkan Skor Terbobot sesuai dengan Rasio Capaian Kinerja
Aktualnya terhadap Target. Akumulasi Skor dari keseluruhan KPI inilah yang
menggambarkan Kinerja Lembaga/ Organisasi/Program atau Kegiatan secara Overall.
Proses Pengintegrasian Kerangka BSC kedalam Kerangka SAKIP
Sebagaimana diketahui bahwa SAKIP sebagai kerangka kerja pengukuran kinerja instansi
pemerintah yang telah distandarisasi oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 7 Tahun
1999 memiliki komponen-komponen yaitu : Perencanaan Strategik, Perencanaan Kinerja,
Pengukuran Kinerja dan Pelaporan Kinerja. Tulisan ini sejak awal tidak dimaksudkan untuk
melakukan penggantian secara total baik secara konsep maupun substansi SAKIP mengingat
esensi SAKIP itu sendiri memang merupakan suatu keharusan bagi instansi pemerintah atau
organisasi-organisasi yang bersifat publik guna mempertanggung jawabkan pelaksanaan
tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Dalam tulisan ini salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana perancangan
kerangka pengukuran berbasis BSC pada Lembaga/Organisasi Pemerintah dapat
diintegrasikan kedalam SAKIP mengingat bahwa sifat BSC sebagai alat dalam ilmu
manajemen strategik yang relatif lebih komprehensif sifatnya untuk merepsentasikan kinerja
suatu organisasi dan tidak terbatas pada aspek-aspek tertentu saja seperti aspek finansial atau
keuangan misalnya.
Oleh sebab itu komponen-komponen dalam SAKIP selanjutnya akan disusun melalui
pendekatan BSC setelah penjabaran visi misi organisasi dilakukan berdasarkan keempat
perspektif BSC. Hal ini akan membuat SAKIP Lembaga pemerintahan memiliki gambaran
yang jelas dan menyeluruh tentang kinerjanya, baik secara anggaran, program dan kegiatan
namun juga terhadap bagaimana kinerja organisasi atau lembaga mendapatkan apresiasi
masyarakat maupun stakeholders lainnya melalui persepsi kepuasan masyarakat dan
stakeholders.
Pada Gambar 7. dapat dilihat proses pengintegrasian kerangka BSC kedalam SAKIP/LAKIP.
Implikasi Manajerial dan Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan diatas maka yang dapat direkomendasikan kepada Lembaga
Pemerintahan adalah menerapkan kerangka kerja BSC yang telah disusun dan
mengintegrasikannya kedalam SAKIP dan LAKIP sebagai format pengukuran dan pelaporan
AKIP yang telah menjadi standar yang diatur oleh Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999.
Penerapan kerangka kerja BSC yang telah dirancang akan memberikan arah dan fokus
pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh organisasi sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan
strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja dengan kerangka kerja BSC
akan memberikan data dan informasi tentang kondisi organisasi secara lebih komprehensif
dan akurat. Integrasi dengan SAKIP dan LAKIP bisa dilakukan karena dalam perancangan
dan penyusunan kerangka BSC, visi, misi, tujuan dan indikator-indikator teknis yang
dicantumkan adalah apa yang terdapat didalam SAKIP dan LAKIP Lembaga pemerintah
sesuai dengan apa yang telah digariskan dan dijadikan acuan dalam RENSTRA BPN RI
Tahun 2005-2009 yang kemudian disempurnakan dalam RENSTRA BPN RI Tahun 2007-
2009. Penyesuaian hanya dilakukan pada sebagian frase dalam Visi, strategi, sasaran
strategik dan inisiatif strategik, target dan memasukan indikator-indikator kinerja kunci
organisasi yang sifatnya non teknis lembaga pemerintah dan belum terdapat didalam SAKIP
dan LAKIP namun merupakan pemicu kinerja organisasi.
Di lain pihak, implikasi dari penerapan kerangka kerja dimaksud akan memberikan tanggung
jawab pekerjaan yang lebih banyak lagi bagi organisasi yang ditandai dengan bertambahnya
jumlah indikator kinerja kunci yang telah ditetapkan, selain kewajiban yang telah
distandarisasi oleh pemerintah melalui SAKIP dan LAKIP. Namun mengingat kerangka
kinerja BSC bersifat lebih komprehensif dan akurat serta bertujuan untuk menyajikan
kondisi aktual kantor yang dapat melengkapi indikator-indikator yang ada didalam SAKIP
dan LAKIP maka penerapannya di Lembaga Pemerintahan sangat direkomendasikan untuk
dilakukan.
Kekomprehensifan dan keakuratan data dan informasi yang diperoleh dari pengukuran
kinerja dimaksud akan membantu manajemen yaitu unsur pimpinan Lembaga pemerintah
dalam mengambil kebijakan lebih lanjut tentang pelayanan lembaga pemerintah dan aspek-
aspek lembaga pemerintah lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan politik, sosial,
ekonomi, dan teknologi yang sedang berkembang.
Dengan demikian pihak-pihak tersebut memperoleh data dan informasi yang komprehensif
dan akurat tentang kondisi pelayanan lembaga pemerintah maupun gambaran terkini dari
kondisi lembaga pemerintah dengan segala aspek yang terkait didalamnya di wilayah
kabupaten/kota maupun Provinsi dan secara nasional guna pengambilan kebijakan lebih
lanjut tentang kebijakan –kebijakan lembaga pemerintah di Indonesia.
Evaluasi dan Perbandingan antar Kerangka Pengukuran Kinerja
Antara SAKIP dengan BSC memiliki kesamaan dalam kerangka sistemnya karena keduanya
terdiri dari komponen perencanaan strategik yang menjabarkan visi, misi, sasaran dan tujuan,
perencanaan kinerja, proses pengukuran kinerja, serta evaluasi dan format pelaporan kinerja.
Namun, guna mengantisipasi perkembangannya yang semakin pesat dan tuntutan untuk
semakin mengutamakan kepentingan masyarakat dalam pelayanan publik yang dilakukan
maka mekanisme SAKIP khususnya terhadap komponen Pengukuran Kinerja dan Pelaporan
Kinerja (LAKIP) dianggap masih membutuhkan masukan untuk kesempurnaannya.
Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini mencoba untuk memberikan sebuah alternatif strategi
maajemen dengan melaksanakan perancangan kerangka kerja pengukuran kinerja Instansi
Kantor atau lembaga dengan menggunakan BSC yang bukan ditujukan untuk menggantikan
kerangka AKIP yang ada didalam SAKIP, melainkan merupakan upaya untuk memberikan
masukan dalam kerangka kerja AKIP dengan memasukan indikator-indikator kinerja kunci
yang masih belum diperhatikan didalam kerangka SAKIP.
Hasil evaluasi dan pembandingan adalah sebagai berikut:
1. Selama ini dalam penyusunan SAKIP hanya melibatkan beberapa orang pejabat yang
diberikan tanggung jawab untuk menyusun dan melaporkan LAKIP organisasi atau kantor
masing-masing. Hal ini membuat partisipasi aktif dari seluruh komponen organisasi/kantor
(pejabat maupun pegawai) yang menjadi syarat dalam penyusunan AKIP tidak berjalan
dengan baik, dengan mekanisme kerangka kinerja BSC keterlibatan seluruh unsur
manajemen (Eselon 1-4 bahkan 5) serta seluruh pegawai yang ada bisa lebih dimaksimalkan
sejak dari penjabaran visi, misi, sasaran dan tujuan, penentuan program-program prioritas
yang akan menjadi indikator kinerja kunci bagi Kantor sampai kepada proses pengukuran
yang melibatkan SDM didalam kantor.
2. Capaian indeks kinerja dalam SAKIP organisasi atau lembaga pemerintahan selama ini
secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibatnya (koheren).
Sedangkan peta strategi (Strategy Map) yang dirumuskan dalam BSC adalah hipotesis yang
mampu menjelaskan hubungan sebab-akibat dari pencapaian indikator-indikator kinerja baik
keberhasilan maupun kegagalannya.
3. Indikator kinerja yang digunakan dalam SAKIP selama ini hanya indikator kinerja teknis
saja yang sifatnya berbasis anggaran, tidak memperhatikan indikator non teknis non
keuangan sebagai pemicu kinerja. Indikator kinerja dalam BSC telah memperhatikan
indikator kinerja pemicu kinerja seperti: tingkat kepuasan stakeholders, tingkat kepuasan
kerja pegawai, jumlah pegawai yang mengikuti diklat atau tugas belajar, dan penggunaan
dan kualitas sistem informasi yang menunjang pelayanan yang diberikan, dan lain-lain.
4. Indikator kinerja yang digunakan dalam SAKIP cenderung tidak konsisten karena antara
indikator kinerja didalam komponen perencanaan strategik dengan indikator kinerja didalam
komponen pengukuran kinerja ada perbedaan, karena indikator kinerja dalam komponen
pengukuran kinerja dalam SAKIP lebih memuat hal-hal operasional dalam masing-masing
program sehingga hal ini akan berpotensi membelokkan fokus organisasi dari pencapaian
visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditentukan dalam rencana strategis (RENSTRA).
Sedangkan indikator kinerja BSC bersifat lebih konsisten dengan perencanaan strategik yang
telah dilakukan sebelumnya sehingga antara indikator kinerja yang direncanakan dengan
yang diukur merupakan poin-poin yang sama.
5. Target kinerja yang ada dalam SAKIP organisasi atau lembaga pemrintah biasanya adalah
target kinerja yang disesuaikan dengan anggaran kegiata yang disahkan oleh Legislatif. Hal
ini menyebabkan pencapian visi, misi, tujuan, dan strategi organisasi pemerintahan secara
keseluruhan menjadi sangat tergantung kepada pengesahan anggaran oleh DPR. Sedangkan
Target kinerja dalam BSC merupakan akumulasi dari kondisi lembaga atau organisasi yang
sebenarnya untuk pencapaian sasaran strategis dalam keempat perspektif BSC.
Kesimpulan dan Saran
Tuntutan untuk meningkatkan peran strategis sebagai instansi pemberi layanan publik
dengan mekanisme dan sistem pelayanan yang prima mengharuskan adanya keseragaman
antara hasil pengukuran kinerja dengan kondisi aktual kinerja kantor/lembaga atau organisasi
pemerintah. Dengan turut memperhitungkan persepsi stakeholders dan pegawai serta
Indikator Kinerja Kunci lainnya yang bersifat non teknis dan belum pernah menjadi
Indikator Kinerja dalam SAKIP, membuat Lembaga pemerintah membutuhkan suatu metode
pengukuran kinerja yang lebih komprehensif, koheren, berimbang dan terukur guna
melengkapi SAKIP yang selama ini menjadi standar pengukuran kinerja instansi pemerintah.
Sebagai sebuah metode pengukuran kinerja kerangka kerja BSC dirasakan relatif lebih
komprehensif, koheren, berimbang dan terukur dibandingkan dengan pengukuran kinerja
AKIP dalam SAKIP, oleh sebab itu BSC kemudian dirasakan diperlukan lembaga
pemerintahan untuk diimplementasikan dalam pengukuran kinerja kantor sehingga
penyusunan SAKIP selanjutnya digunakan dengan menggunakan pendekatan BSC.
Tabel pengukuran Kinerja berdasarkan kerangka BSC dapat dijadikan sebagai Laporan yang
Berdiri sendiri untuk kepentingan pengambilan kebijakan dalam organisasi maupun untuk
level yang lebih rendah seperti Program dan Kegiatan-Kegiatan tertentu ditingkatan Eselon
yang ada, namun dalam hubungannya dengan pelaporan kinerja instansi maka Tabel
Pengukuran Kinerja berdasarkan kerangka BSC ini kemudian bisa diintegrasikan kedalam
Format-Format yang telah distandarisasi didalam LAKIP, sebagaimana dalam contoh
gambar diatas.
Dengan menggunakan pendekatan BSC dalam melakukan pengukuran kinerja, sebuah
organisasi akan secara otomatis membentuk dirinya sebagai organisasi yang berorientasi
strategi, sehingga dalam penyusunan program, internal process sampai kepada tahapan
eksekusi dan evaluasi hasil senantiasa memperhatikan hubungan sebab-akibat dalam peta
strateginya (koheren).
Keempat perspektif yang ada didalam BSC yaitu : finansial, internal proses/bisnis,
stakeholder/customer dan pendidikan, pembelajaran serta kapasitas organisasi membuat BSC
sebagai sebuah sistem pengukuran kinerja memiliki keseimbangan dalam menentukan
kinerja organisasi dengan melibatkan semua unsur didalamnya (Berimbang).
Mekanisme dan tahapan-tahapan penyusunannya, membuat BSC tidak saja hanya
merupakan pengukur out put tetapi juga sebagai penyedia input dari strategi dan indikator
indikator kinerja kunci apa yang akan di hasilkan, bagaimana mencapainya, bagaimana
pengaruhnya bagi organisasi secara keseluruhan dan sebagai gambaran kinerja.
(Komprehensif).
Semua KPI yang ada dimasing-masing Perspektif adalah gambaran visi yang diturunkan
kedalam misi dan membuatnya bisa diukur dalam sebuah ukuran tertentu. Hal ini membuat
organisasi berhasil membuat Visi dan Misi organisasi sebagai sebuah ‘mimpi’ atau ‘cita-cita’
menjadi ‘nyata’ karena kemampuannya untuk diukur (Terukur).
Adapun perbedaan karakteristik organisasi swasta dan pemerintah adalah sebagai mana ditunjukkan dalam tabel berikut.
______________________________________________________________________Perspektif Swasta Pemerintah_______________ Finansial Pemegang saham DPR, pembayar pajak, konstituen
Pelanggan Pelanggan Orang yang menggunakan jasa/pelayanan publik
Proses Proses Membuat produk Memberikan pelayanan secara kompetitifInternal yang diunggulkan
Pertumbuhan & karyawan, direksi pejabat politik (menteri), pegawai pemerintahPembelajaran ________________________________________________________________________