INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH (SBS) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANTAENG SRIWAHYUNI Nomor Stambuk : 105610 5367 15 PROGRAM STUDI ILMU ADMNISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019
103
Embed
INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM SURVEILANS ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM
SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH (SBS) DI DINAS
KESEHATAN KABUPATEN BANTAENG
SRIWAHYUNI
Nomor Stambuk : 105610 5367 15
PROGRAM STUDI ILMU ADMNISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
i
INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM
SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH (SBS) DI DINAS
KESEHATAN KABUPATEN BANTAENG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
SRIWAHYUNI
Nomor Stambuk : 10561 05367 15
Kepada
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
v
ABSTRAK
Sriwahyuni, 2019. Inovasi Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans BerbasisSekolah (BSB) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng (Dibimbing oleh Abd KadirAdys dan Muhammad Tahir).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Karakteristik Inovasi PelayananPublik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan KabupatenBantaeng. Jenis penelitian ini adalah fenomenologi dengan tipe penelitiankualitatif yang bersifat menjelaskan karakteristik inovasi pelayanan publikProgram Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan KabupatenBantaeng.
Informan penelitian seluruhnya berjumlah 8 orang, masing-masing berasaldari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, beberapa Puskesmas yang ada diKabupaten Bantaeng, dan beberapa sekolah tingkat Sekolah Dasar di KabupatenBantaeng. Informasi penelitian dikumpulkan melalui observasi, wawancara dandokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan Keuntungan Relatif Keuntungan relatif(Relative adventage) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)menunjukkan tingkat kebermanfaatannya yang sangat besar terhadap kejadianpenyakit pada siswa Sekolah Dasar. Kesesuaian (Compatibility) Inovasi ProgramSurveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan tingkat kesesuaiannya dengankondisi dan harapan masyarakat (siswa). Kerumitan (Complexibility) InovasiProgram Surveilans Berbasis Sekolah terdapat beberapa kendala yang dihadapioleh adopter dalam penerapannya. Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dapat diuji cobakan dan bisamenunjukkan kemanfaatannya dan kerumitannya dalam penerapannya di sekolah.Kemudahan diamati (Observability) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS) menunjukkan tingkat hasil inovasi dapat dengan mudah diamati karenaprogram SBS mempunyai SOP pengumpulan Informasi Surveilans berbasissekolah dengan mengisi formulir SBS dari sekolah ke puskesmas untukmelakukan penyelidikan terhadap penyakit siswa.
Kata Kunci : Inovasi Pelayanan Kesehatan, Program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan panjatkan ke hadirat Allah SWT
atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul
Inovasi Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami berbagai kendala Berkat bantuan, bimbingan, kerja sama dari berbagai
pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi
tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada Bapak Abdul Kadir Adys, S.H., M.M selaku pembimbing I
dan Bapak Dr. Muhammad Tahir, M.Si selaku pembimbing II yang telah dengan
sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberukan
bimbingan, motivasi arahan dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis
Selama menyusun skripsi.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, M.M, Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA, Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Bapak/ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bekal dan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan.
5. Teman-teman mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar khususnya
kelas D angkatan 2015 atas segala bantuan dan kebersamaanya selama
menjalani perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak/ibu Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng yang telah banyak
membantu penulis mengumpulkan data penelitian.
7. Bapak Dr. Abdul Mahsyar, M.Si dan Ibu Dr. Hj. Rulinawaty Kasmad, S.Sos.
M.Si yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Ayahanda Jabir T dan Ibunda Nur Wahidah, Siti Aisyah, atas segala
pengorbanannya selama ini yang telah memberikan begitu banyak bantuan
moril, materil, arahan dan senangtiasa mendoakan keberhasilan dan
keselamatan bagi penulis.
9. Sahabat seperjuangan Maria Ulfa, Muh. Rinaldy Al-Munawwir, Rahmat
Amiruddin, Hargitayanti, Syahrul Ramadhan Lutfi, Solihin, Nur Aini
Mustakim, Nurhaliza, Nilawati, Eko Eryanto, Muhammad Faisal,
Munawwara, Putri Fatimah, Sri Ayu Andayani yang selalu menemani dan
membantu penulis selama kuliah.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
viii
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4C. Tujuan Penulisan............................................................................... 4D. Manfaat Penulisan............................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian, Konsep dan Teori ........................................................... 7
1. Konsep Pelayanan Publik............................................................ 72. Konsep Good Goovernance ........................................................ 113. Konsep Inovasi Pelayanan Publik............................................... 124. Konsep Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) ............................... 21
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 23C. Fokus Penelitian ................................................................................ 24D. Definisi Fokus Penelitian .................................................................. 25
BAB III. METODE PENELITIANA. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 27B. Jenis dan Tipe Penelitian................................................................... 27C. Sumber Data...................................................................................... 28D. Informan Penelitian........................................................................... 28E. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 29F. Teknik Analisis Data......................................................................... 30G. Pengabsahan Data ............................................................................. 31
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Objek Penelitian................................................................ 33
1. Deskripsi Kabupaten Bantaeng................................................... 332. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng ....................................... 353. Pelaksanaan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)........................ 44
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan...................................................... 511. Keuntungan Relatif (Relative Adventage)................................... 502. Kesesuaian (Compatibility)......................................................... 563. Kerumitan (Complexity).............................................................. 61
BAB V. PENUTUPA. Kesimpulan ................................................................................. 76B. Saran............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79
Tabel 4.1 Nama Sungai, Panjang Sungai dan Kecamatan yang dilintasi..............34
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk MenurutKecamatan di Kabupaten Bantaeng 2016, dan 2017............................35
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah(SBS) di Puskesmas Banyorang Sekolah Lokus SD 53Banyorang Tahun 2018 ........................................................................45
Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakitdan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diPuskesmas Loka Sekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2018 ............46
Tabel 4.5 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakitdan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diPuskesmas Baruga Sekolah Lokus SD Inpres Pajjukukang Tahun2018. .....................................................................................................47
Tabel 4.6 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakitdan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)di Puskesmas Lasepang Sekolah Lokus SD Negeri 7 LettaTahun 2019. .........................................................................................47
Tabel 4.7 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Banyorang Sekolah Lokus SD 53Banyorang Tahun 2019 ........................................................................48
Tabel 4.8 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Loka Sekolah Lokus SD InpresLoka Tahun 2019..................................................................................49
Tabel 4.9 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Kassi-Kassi Sekolah LokusSD Negeri 71 Kassi-kassi Tahun 2019.................................................49
Tabel 4.10 Hasil Reduksi Data Keuntungan Relatif (Relative Adventage) ..........51
Tabel 4.11 Hasil Reduksi Data Indikator (Compatibility) ....................................57
xiii
Tabel 4.12 Hasil Reduksi Data Indikator Kerumitan (Complexity)......................61
Tabel 4.13 Hasil Reduksi Data Kemungkinan di Uji Coba (Trialability) ............66
Tabel 4.14 Hasil Reduksi Data Kemudahan diamati (Observability)...................70
xi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Bagan Kerangka Pikir .....................................................................................24
4.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng................39
4.2 Gambar SOP Pengumpulan Informasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)...74
4.3 Gambar Formulir Laporan Bulanan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS).......74
4.4 Gambar Tenaga Penyelidik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)....75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan publik adalah peran dan fungsi utama birokrasi pemerintah selain
fungsi pengaturan, pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan. Peningkatan
kualitas pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan daerah bukanlah pekerjaan
yang mudah seperti membalikkan telapak tangan mengingat pembaharuan
tersebut menyangkut berbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran
birokrasi pemerintahan. Solusi untuk melakukan optimalisasi kualitas pelayanan
publik diperlukan perubahan melalui adopsi dan inovasi program pelayanan
publik yang dapat dilihat dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Hal
tersebut dimaksudkan sebagai suatu penciptaan susunan sosial baru sebagai suatu
hasil dari keinginan yang ingin dicapai bersama yaitu optimalisasi kualitas
pelayanan publik (Mulyadi, dkk 2018).
Inovasi sendiri merupakan sebuah konsep yang baru dalam literatur
administrasi publik. Meskipun demikian dalam perkembangan belakangan ini
sejak lahirnya New Public Management, perhatian terhadap konsep inovasi dan
praktiknya dalam administrasi publik mulai diperhatikan dan menjadi sesuatu
yang penting guna meningkatkan kualitas publik. Dalam konteks administrasi
publik inovasi penting untuk dilakukan agar mampu memberikan jawaban-
jawaban terhadap beragam persoalan dalam praktik tata kelola kepemerintahan,
termasuk dalam fungsi pemerintah untuk pelayanan publik dan pembentukan
kinerja organisasi pemerintahan pada umumnya. Inovasi penting karena beberapa
1
2
hal yaitu banyaknya permasalahn kinerja pelayanan organisasi publik, kondisi
birokrasi pemerintahan berada dalam nuansa zona nyaman birokrasi, urusan dan
masalah dalam birokrasi pemerintah ataupun organisasi publik sangat dinamis
untuk ditangani segera, tuntutan globalisasi, dan perkembangan kemajuan
teknologi informasi LAN (Mulyadi, dkk, 2018).
Merujuk pada peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi
Daerah disebutkan bahwa bentuk inovasi daerah meliputi : inovasi tata kelola
pemerintahan daerah, inovasi pelayanan publik, dan/atau inovasi lainnya sesuai
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, termasuk dalam
peran pemrintah untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan publik (Sakti, 2018).
Inovasi pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Melalui
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi merilis 137 negara yang
disurvei Global Competitinest Report, Indonesia menduduki peringkat ke-37
inovasi pelayanan publik. Mayoritas produk di Indonesia berada pada skala 1-3
dalam tingkat kesiapan Teknologi atau Technology Readness Level (TRL) (Berita
Media, 2018). Di Provinsi Sulawesi Selatan inovasi pelayanan publik telah
mencapai top 40 inovasi pelayanan publik (https://trotoar.id, 2018). Khusus di
Kabupaten Bantaeng daerah kabupaten Bantaeng kian gencar menghadirkan
inovasi untuk masyarakat (news.rakyatku.com, 2019).
Dalam rangka mewujudkan pelayanan publik yang lebih berkualitas
pemerintah Kabupaten Bantaeng yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng,
membuat sebuah inovasi dalam bidang kesehatan melalui Program Surveilans
3
Berbasis Sekolah (SBS). Program SBS merupakan suatu kegiatan pengamatan
terhadap kejadian penyakit pada anak didik serta faktor resikonya kemudian
melaporkan ke petugas kesehatan untuk mendapatkan respon tindak lanjut.
Program SBS ini memadukan beberapa jenis penyakit dan isu masalah kesehatan
lainnya yang dianggap penting dan dapat dideteksi secara mandiri oleh
masyarakat (sekolah). Mekanisme pelaporan yaitu pihak sekolah melakukan
pengumpulan data siswa yang sakit berdasarkan informasi guru kelas I sampai
dengan VI kemudian mencatat kedalam formulir surveilans setiap hari dan
dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari
dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui call center Dinas Kesehatan. Kemudian
Dinas Kesehatan Distrik Surveilans Officer (DSO) menerima informasi setiap hari
dari sekolah. DSO berkoordinasi dengan Tim Surveilans dan Surveilans
puskesmas untuk melakukan respon secara bersama-sama melakukan kunjungan
ke rumah anak yang menderita sakit dan atau ke sekolah jika terdapat anak yang
masih masuk sekolah walaupun sakit dan atau terdapat kejadian beberapa siswa
yang sakit karena keracunan makanan ataupun sebab penyakit lainnya.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dengan
mengambil satu lokus Puskesmas yang menjalankan Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) yaitu Puskesmas Lasepang dan satu lokus sekolah tingkat dasar
yang menjalankan program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) yaitu SD Negeri 7
Letta. Penelitian ini akan menggambarkan Karakteristik Inovasi Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
dengan menggunakan Karakteristik Inovasi menurut Everett M. Rogers yang akan
4
dijabarkan dalam kajian ini. Sehingga penelitian ini mengangkat judul : “Inovasi
Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan masalah yang
akan dijadikan tolak ukur dalam penelitian sebagai berikut:
Pusekesmas Ulu Galung, Puskesmas Kassi-kassi, dan Puskesmas Baruga sudah
menjalankan program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS). Berikut beberapa data
Sekolah yang pelaporannya masuk ke Dinas Kesehatan :
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas BanyorangSekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2018No Gejala Penyakit Kelas
10 8 3 3 5 4 33Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan :. Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas Banyorang Sekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2018.
Berdasarkan gejala penyakit, demam adalah gejala penyakit yang paling banyak
yang dilaporkan oleh Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
SD 53 Banyorang pada Puskesmas Banyorang yaitu sebanyak 18 orang siswa,
kemudian DBD sebanyak 6 orang siswa, ISPA sebanyak 2 orang siswa, Sakit
Perut sebanyak orang siswa dan sakit gigi, sakit telinga, sakit kepala dan suspek
campak sebanyak 1 orang siswa. Berdasarkan kelas, kelas 2 adalah kelas yang
paling banyak jumlah siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 8 orang
46
siswa, kemudian kelas 5 dilaporan SBS sebanyak 5 orang siswa, kelas 6 dilaporan
SBS sebanyak 4 orang siswa, kelas 2 sebanyak 3 orang siswa, dan kelas 6
dilaporan SBS sebanyak 3 orang siswa.
Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas LokaSekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2018
4 8 11 13 9 14 59Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas Loka Sekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2018.
Berdasarkan gejala penyakit, demam adalah gejala penyakit yang paling banyak
yang dilaporkan oleh Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
SD Inpres Loka pada Puskesmas Loka yaitu sebanyak 29 orang siswa, kemudian
ISPA sebanyak 7 orang siswa, ISPA sebanyak 2 orang siswa, Batuk sebanyak 5
orang siswa, sakit gigi, sakit perut, dan gizi buruk masing-masing sebanyak 3
orang siswa. Kemudian sesak nafas, sakit mata, thypoid dan sakit telinga masing-
masing berjumlah 1 orang siswa. Berdasarkan kelas, kelas 6 adalah kelas yang
47
paling banyak jumlah siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 14 orang
siswa, kemudian kelas 4 dilaporan SBS sebanyak 13 orang siswa, kelas 3
dilaporan SBS sebanyak 11 orang siswa, kelas 5 sebanyak 9 orang siswa, kelas 2
dilaporan SBS sebanyak 8 orang siswa, dan kelas 1 sebanyak 4 orang siswa.
Tabel 4.5 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas BarugaSekolah Lokus SD Inpres Pajjukukang Tahun 2018.No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 ISPA 2 1 0 1 0 1 52 DBD 1 1 0 3 0 0 3
2 1 0 4 0 1 8Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas Baruga Sekolah Lokus SD Inpres Pajjukukang Tahun 2018.
Berdasarkan gejala penyakit, terdapat 2 gejala penyakit yang dilaporkan yaitu
ISPA sebanyak 5 orang siswa dan DBD sebanyak 3 orang siswa. Berdasarkan
kelas, kelas 4 sebanyak 4 orang siswa, kelas 1 sebanyak 2 orang siswa, dan kelas
6 sebanyak 1 orang siswa.
Tabel 4.6 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas LasepangSekolah Lokus SD Negeri 7 Letta Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
0 1 2 0 2 1 6Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
48
(SBS) di Puskesmas Lasepang Sekolah Lokus SD Negeri 7 Letta . Berdasarkan
gejala penyakit, gejala penyakit yang banyak dilaporkan yaitu demam sebanyak 4
4 orang siswa, kemudianTBC dan Gatal-gatal masing-masing 1 orang siswa.
Berdasarkan kelas, kelas 3 dan 4 sebanyak 2 orang siswa, kelas 2 dan 6 satu orang
siswa.
Tabel 4.7 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas BanyorangSekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
10 2 1 6 3 0 22Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit dan
Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Banyorang
Sekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2019. Berdasarkan gejala penyakit,
demam adalah gejala penyakit yang paling banyak yang dilaporkan oleh
Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD 53 Banyorang pada
Puskesmas Banyorang yaitu sebanyak 16 orang siswa, kemudian sakit gigi
sebanyak 2 orang siswa, ISPA sebanyak 2 orang siswa, diare 1 orang siswa dan
DBD 1 orang siswa. Berdasarkan kelas, kelas 1 adalah kelas yang paling banyak
jumlah siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 10 orang siswa, kemudian
kelas 4 dilaporan SBS sebanyak 6 orang siswa, kelas 5 dilaporan SBS sebanyak 3
49
orang siswa, kelas 2 sebanyak 2 orang siswa, dan kelas 6 dilaporan SBS tidak
terdapat anak yang sakit dilaporan SBS Tahun 2019.
Tabel 4.8 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas LokaSekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
5 1 1 6 2 0 15Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit dan
Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Sekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2019. Berdasarkan gejala penyakit, demam
dan Batuk adalah gejala penyakit yang paling banyak yang dilaporkan oleh
Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD Inres Loka pada
Puskesmas Loka yaitu sebanyak 6 orang siswa, kemudian batuk sebanyak 2 orang
siswa. Sakit gigi, luka dan sesak nafas yaitu masing-masing 1 orang siswa yang
dilaporkan. Berdasarkan kelas, kelas 4 adalah kelas yang paling banyak jumlah
siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 6 orang siswa, kemudian kelas 1
dilaporan SBS sebanyak 5 orang siswa, kelas 6 dilaporan SBS sebanyak 2 orang
siswa, kelas 2, kelas 3 dan kelas 5 yaitu 1 orang siswa dilaporan SBS Tahun 2019.
Tabel 4.9 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Kassi-KassiSekolah Lokus SD Negeri 71 Kassi-kassi Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 Demam 0 0 0 4 2 0 6
50
2 Kusta 0 0 0 0 0 1 13 Thypoid 0 0 0 0 12 0 12
0 0 0 4 14 1 19Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit dan
Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Sekolah Lokus SD Negeri 71 Kassi-kassi Tahun 2019. Berdasarkan gejala
penyakit, thypoid adalah gejala penyakit yang paling banyak yang dilaporkan oleh
Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD Negeri 71 Kassi-
kassi pada Puskesmas Kassi-kassi yaitu sebanyak 12 orang siswa, kemudian
demam sebanyak 6 orang siswa. Dan kusta 1 orang siswa yang dilaporkan.
Berdasarkan kelas, kelas 5 adalah kelas yang paling banyak jumlah siswa yang
sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 14 orang siswa, kemudian kelas 4 dilaporan
SBS sebanyak 4 orang siswa, kelas 6 dilaporan SBS hanya 1 orang siswa
dilaporan SBS Tahun 2019.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan teori Karakteristik Inovasi dari Everett M.
Rogers untuk melihat Keuntungan Relatif (Relative Adventage), Kesesuaian
(Compatibility), Kerumitan (Complexity), Kemungkinan diuji Coba (Trialability),
Kemudahan diamati (Observability) maka akan diuraikan sebagai berikut :
1. Keuntungan Relatif (Relative Adventage)
Keuntungan Relatif merupakan tingkat keuntungan suatu inovasi. Seseorang
akan cepat menerima inovasi jika melihat hal tersebut akan memberi manfaat
yang lebih besar dari apa yang diperoleh atau yang dicapai dari cara sebelumnya,
51
dapat diukur dengan berdasarkan nilai ekonominya, prestise social, kenyamanan,
kepuasan, dan lain-lain. Oleh karena itu ketika kebaruan akan diterapkan maka
pertimbangan manfaat menjadi penting.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Keuntungan Relatif
(Relative Adventage) dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.10 Hasil Reduksi Data Keuntungan Relatif (Relative Adventage)No Informan Indikator Keuntungan Relatif(Relative
Adventage)1. Kepala Dinas Kesehatan Mengetahui kejadian penyakit pada
siswa sekolah dasar, kemudian diobati
lalu mencari tahu apa penyebab
utamanya dengan menginterpensi
sampai ke akar-akarnya.
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng
Informasi kesehatan siswa cepat
diketahui.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Informasi kesehatan siswa cepat
diketahui, dan Membantu terhadap
penyakit siswa disekolah.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah
Penyakit siswa cepat dideteksi, dan
Kesehatan siswa lebih baik.
Hasil reduksi data di atas menunjukkan Keuntungan Relatif (Relative
Adventage) Inovasi program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) memiliki
manfaat yang besar bagi siswa Sekolah Dasar hal ini bisa dibuktikan dari
wawancara penulis yang dilakukan dengan AI selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng yang mengatakan bahwa :
52
“Jadi kenapa ada inovasi, inovasi muncul karena ada masalah. Masalahnyaterkadang ada beberapa siswa yang sakit, tentunya ini adalah masalah. Jadisasaran dari inovasi ini adalah siswa. Siswa yang tidak hadir lebih dari 3 haripihak sekolah memberikan informasi kepada pihak kesehatan. KehadiranSurveilans Berbasis Sekolah (SBS) adalah mencari tahu apa penyebabutamanya sehingga dia sakit bukan hanya sekedar mengobati tapimenginterpensi sampai ke akar-akarnya. Siswa yang sehat bisa mengikutiproses belajar mengajar di Sekolah, ilmu-ilmu yang diberikan oleh guru diSekolah bisa diserap dengan baik oleh siswa, tentunya inimenjadi nilai positifuntuk pengembangan SDM khususnya yang ada disekolah, yang akanmelahirkan SDM yang berkualitas”. (Hasil wawancara dengan AI, 17 Juni2019).
Hasil wawancara penulis dengan AI dapat ditarik tiga kata kunci yaitu yang
pertama adalah kenapa ada inovasi, inovasi muncul karena ada masalah,
masalahnya terkadang ada beberapa siswa yang sakit, tentunya ini adalah
masalah. Berdasakan hasil observasi penulis menunjukkan bahwa inovasi
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diluncurkan oleh pemerintah daerah
Kabupaten Bantaeng dalam hal ini Dinas Kesehatan karena ada masalah,
masalahnya adalah usia sekolah dasar adalah kelompok dengan sasaran peserta
didik yang sangat besar yang sangat mudah terkena penyakit dan rentan terjadinya
penularan berbagai penyakit. Hal demikian diperkuat pada LAN (2015) bahwa
inovasi adalah jawaban atas segala permasalahan dalam organisasi.
Kata kunci yang kedua adalah sasaran dari inovasi ini adalah siswa yang
tidak hadir lebih dari tiga hari, pihak sekolah memberikan informasi kepada pihak
kesehatan. Berdasarkan observasi penulis, penulis melihat ada laporan Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) setiap bulan yang dilaporkan setiap Puskesmas ke Dinas
Kesehatan. Hal demikian diperkuat pada teori Rogers suatu inovasi tingkat
kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat dari keuntungan ekonominya, prestise
social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain.
53
Kata kunci yang ketiga adalah mencari tahu apa penyebab utamanya
sehingga dia sakit bukan hanya sekedar mengobati tapi menginterpensi sampai ke
akar-akarnya. Untuk membuktikan hasil wawancara tersebut penulis melakukan
observasi di Puskesmas Lasepang, penulis mengamati bahwa memang program
SBS ini adalah program yang bukan hanya mengobati tetapi menginterpensi
sampai ke akar-akarnya hal ini dibuktikan dengan adanya siswa yang sakit
petugas puskesmas Lasepang langsung melakukan kunjungan ke rumah siswa
yang sakit melakukan pelacakan/penyelidikan epidimeologi. Hal demikian
diperkuat pada teori Rogers suatu inovasi tingkat kemanfaatan atau keuntungan
dapat dilihat dari keuntungan ekonominya, prestise social, kenyamanan,
kepuasan, dan lain-lain.
Berikut kutipan wawancara dengan SU sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) Kabupaten mengatakan bahwa :
“Informasi kesehatan siswa cepat diketahui, terkadang ada orang tua yangcuma mengobati anaknya sendiri padahal perlu penanganan yang cepatseperti penyakit menular harus cepat ditanggulangi karena kadang penyakitkalau tidak diobati cepat menular seperti penyakit TBC sebelum mendapatpengobatan itu cepat menular kalau sudah dapat pengobatan insya allahtidak menular, seperti DBD juga misalnya Cuma diobati sendiri karenaketidaktahuan orangtuanya akhirnya bisa meninggal. Jadi kalau di Sekolahada anak 2-3 hari yang tidak masuk itu cepat gurunya yang informasikan kepetugas kesehatan jangan sampai dia terkena penyakit-penyakit yangmenular”. (Hasil wawancara dengan SU, 17 Juni 2019).
Hasil wawancara diatas dapat ditarik kata kunci bahwa Keuntungan Relatif
program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) yaitu informasi kesehatan siswa
cepat diketahui, terkadang ada orang tua yang hanya mengobati anaknya sendiri
padahal perlu penanganan yang cepat seperti penyakit menular yang harus cepat
ditanggulangi. Untuk membuktikan hasil wawancara tersebut maka penulis turun
54
langsung ke lapangan melakukan wawancara dengan Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang yang mengatakan
bahwa :
“Sangat bermanfaat karena surveilans Berbasis Sekolah (BSB) informasinyacepat diketahui, inovasi ini kita libatkan guru dalam penerapannya, ketika adasiswa yang sakit maka guru dari sekolah tersebut menginformasikan kepadakami puskemas untuk melakukan respon tindak lanjut, manfaatnya juga kitadi Puskesmas bisa cepat dideteksi penyakit yang berpotensi yang terjadipenularan”. (Hasil wawancara dengan AM, 20 Juni 2019).”
Hasil wawancara diatas dapat ditarik kata kunci yang senada dengan yang
dikemukakan oleh Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) Kabupaten yaitu, informasi kesehatan siswa cepat diketahui dan dapat
mendeteksi dengan cepat penyakit yang berpotensi terjadi penularan. Berdasarkan
observasi penulis pada Puskesmas Lasepang, setiap bulan ada informasi kesehatan
siswa yang dikirimkan oleh pihak sekolah hal ini dibuktikan dengan adanya
Laporan SBS setiap bulan dari SD 7 Letta. Hal demikian juga diperkuat pada teori
Rogers suatu inovasi tingkat kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat dari
keuntungan ekonominya, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan informasi lebih mengenai tingkat Keuntungan Relatif
Inovasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) maka penulis kembali melakukan
wawancara dengan Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah SD 7 Letta yang mengatakan bahwa :
“Sangat bermanfaat karena Surveilans adalah pengumpulan analisiskemudian pihak sekolah sebagai penghubung antara puskemas dengan anakdidik jika ada siswa yang sakit. Ketika ada siswa yang sakit sebagai gurunyalangsung di informasikan ke puskemas. Surveilans bukan hanya mengobatipenyakit tetapi sumber penyakitnya, jadi bisa mengantisipasi penyebaranpenyakit. Program ini meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada siswakarena terkadang ada siswa yang sudah 3 hari sakit dan tidak punya biaya
55
untuk berobat dalam hal ini siswa yang kurang mampu, dengan adanyaprogram ini siswa tersebut bisa terbantu”. (Hasil wawancara dengan KA, 20Juni 2019).
Dari hasil wawancara tersebut dapat ditarik dua kata kunci. Kata kunci yang
pertama yaitu, Surveilans adalah pengumpulan analisis kemudian pihak sekolah
sebagai penghubung antara puskesmas dengan anak didik jika ada yang sakit.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa pada SD 7 Letta program ini sudah
diterapkan, wali kelas 1 sampai kelas 6 yang mengamati ketika ada siswa sakit
kemudian melaporkan ke guru UKSnya, lalu guru UKS yang akan mencatat ke
dalam Laporan bulanan Surveilans Berbasis Sekolah. Hal demikian diperkuat
pada teori Rogers suatu inovasi tingkat kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat
dari keuntungan ekonominya, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-
lain.
Kata kunci yang kedua yaitu Program ini meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada siswa. Berdasarkan observasi penulis yang dilakukan di SD 7
Letta, program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada siswa, hal ini dibuktikan ada informasi siswa yang sakit lebih dari
3 hari tidak masuk sekolah dengan gejala sakitnya demam, pihak Puskesmas
dalam hal ini Puskesmas Lasepang melakukan kunjungan ke rumah siswa yang
sakit, pihak Puskesmas bukan hanya melakukan pengobatan tetapi pihak
puskesmas mencari tahu sampai ke akar-akar penyakit siswa sehingga demam.
Pihak Puskesmas melihat lingkungan rumah siswa yang sakit sangat kotor, maka
pihak Puskesmas melakukan arahan-arahan informasi kesehatan kepada siswa
maupun orang tuanya untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah. Menurut
56
Denhard & Denhard pemilik kepentingan sebenarnya adalah masyarakat maka
tanggung jawab dalam melayani dan memberdayakan warga negara menjadi
sebuah keharusan bagi para pelayan publik melalui penyelenggaraan administrasi
publik dan pelaksanaan kebijakan publik.
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa Keuntungan
Relatif (Relative Adventage) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
menunjukkan tingkat kebermanfaatannya yang sangat besar terhadap kejadian
penyakit pada siswa Sekolah Dasar. Kehadiran inovasi ini mampu memberikan
informasi yang cepat kepada petugas kesehatan terhadap siswa yang sakit.
Kehadiran inovasi ini bukan hanya sekedar mengobati tetapi mencari tahu
penyebabnya utamanya dengan menginterpensi sampai ke akar-akarnya.
2. Kesesuaian (Compatibility)
Kesesuaian menunjukkan tingkat kesesuaian antara inovasi dengan kondisi
dan harapan masyarakat ide yang diperkenalkan sebelumnya serta para adopter
potensial. Karasteristik ini menunjukkan perlunya mempertimbangkan sosial
budaya di tempat di mana inovasi itu akan diterapkan. Jika penerapannya
dipandang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya, maka inovasi tersebut
tidak kompetibel sehingga probabilitas diadopsi menjadi hilang atau kurang.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kesesuaian
(Compatibility) dapat dilihat dari tabel berikut :
57
Tabel 4.11 Hasil Reduksi Data Indikator (Compatibility)No Informan Indikator (Compatibility)
1. Kepala Dinas Kesehatan Sesuai, satu tahun berjalan
berdampak positif pada kesehatan
siswa.
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Kabupaten
Sesuai, Surveilans ada payung
hukumnya yang harus dilaksanakan.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Sesuai, siswa betul-betul terlayani.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah
Sangat sesuai, begitu ada laporan
langsung ditindaki oleh puskesmas.
Tabel hasil reduksi data di atas menunjukkan bahwa Kesesuian
(Compatibility) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan
tingkat kesesuaiaannya hal ini dibuktikan dari wawancara penulis yang dilakukan
dengan AI sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng yang
mengatakan bahwa :
“Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dilakukan secara bertahap mulai padaakhir tahun 2017, setiap puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaengmempunyai dua sekolah lokus dari program ini, satu tahun berjalandampaknya bagus terhadap kualitas kesehatan siswa, ketika ini berkembangtentunya yang kami harap sekolah-sekolah lain juga ikut menerapkanprogram SBS.” (Hasil wawancara dengan AI, 17 Juni 2019).
Hasil wawancara diatas penulis menarik satu kata kunci, yaitu setiap
Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng mempunyai dua sekolah lokus untuk
program SBS, satu tahun berjalan dampaknya bagus untuk kesehatan siswa.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa memang program SBS ini diterapkan
58
pada semua Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng dan setiap Puskesmas
memiliki dua sekolah lokus untuk program SBS. Kemudian hasil observasi
penulis yang dilakukan di SD 7 Letta program SBS memberikan dampak yang
baik terhadap kesehatan siswa, hal ini dibuktikan pada saat melakukan observasi
di SD 7 Letta, penanggung jawab Program SBS Puskesmas Lasepang
berkunjung ke sekolah lokus yaitu SD 7 Letta memberikan arahan-arahan,
informasi-informasi kesehatan kepada siswa maupun gurunya. Menurut teori
Rogers bahwa sebuah inovasi tidak bisa dilompati dengan nilai-nilai dan
kepercayaan sosial dengan ide yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan
kebutuhan masyarakat untuk inovasi.
Berikut kutikan wawancara dengan SU sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) Kabupaten mengatakan bahwa :
“Sesuai, karena Surveilans ada payung hukum yang harus dilaksanakan, adaprogram-program yang harus dilaksanakan, ada target-target dari nasionalmaupun internasional”. (Hasil wawancara dengan SU, 17 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas penulis menarik satu kata kunci, yaitu Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) ada payung hukum yang harus dilaksanakan.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa program SBS dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan karena program Surveilans adalah program umum dan inovasinya
adalah Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS). Program SBS ini
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2014 pasal 2 tentang Surveilans Epidemiologi. Sasaran penyelenggaraan
Surveilans kesehatan yaitu tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan
penyakit dan faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-
59
faktor yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan,
terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya wabah dan
dampaknya, terselenggranya investigasi dan penanggulangan wabah, dan dasar
penyampaian informasi kesehatan kepada pihak yang berkepentingan. Hal
tersebut diperkuat oleh Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang
Inovasi Daerah disebutkan bahwa bentuk inovasi daerah meliputi : inovasi tata
kelola pemerintahan daerah, inovasi pelayanan publik, dan/atau inovasi lainnya
sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, termasuk
dalam peran pemrintah untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan publik.
Untuk melihat tingkat Kesesusian Inovasi Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) di Puskesmas maka penulis kembali melakukan wawancara
dengan AM sebagai Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) Puskesmas Lasepang mengatakan bahwa :
“Sesuai karena siswa betul-betul terlayani dengan adanya program SurveilansBerbasis Sekolah, kami dari pihak Puskesmas sebagai pelayan kesehatancepat dalam penanganan terhadap kejadian penyakit siswa karena informasicepat kami dapatkan, misalkan ada kasus yang ditemukan yang berpotensiluar biasa orangtuanya cepat menginformasikan kepada gurunya izin karenakarena sakit, kemudian gurunya menginformasikan kepada pihakPuskesmas.” (Hasil wawancara dengan AM, 18 Juli 2019).
Hasil wawancara di atas penulis menarik satu kata kunci yaitu pihak
Puskesmas sebagai pelayan kesehatan cepat dalam penanganan terhadap kejadian
penyakit siswa karena informasi cepat kami dapatkan. Berdasarkan hasil observasi
penulis yang dilakukan di Puskesmas Lasepang bahwa memang adanya program
SBS ini informasi kesehatan siswa cepat diketahui oleh pihak Puskesmas dan
60
cepat terhadap penanganan kejadian penyakit pada siswa. Hal ini dibuktikan
pada salah satu siswa yang sakit pihak Puskesmas melakukan kunjungan
penyelidikan epidimiologi atau pelacakan. Menurut teori Rogers bahwa sebuah
inovasi tidak bisa dilompati dengan nilai-nilai dan kepercayaan sosial. Dengan ide
yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan kebutuhan masyarakat untuk
inovasi.
Hal senada yang diungkapkan oleh KA sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD 7 Letta, mengatakan bahwa :
“Sangat sesuai, begitu ada laporan langsung ditindaki oleh puskesmas,Puskesmas terjun ke rumah siswa yang bersangkutan” (Hasil wawancaradengan KA, 20 Juni2019).
Hasil wawancara diatas dapat ditarik satu kata kunci sangat sesuai begitu ada
laporan langsung ditindaki oleh pihak Puskesmas. Berdasarkan observasi penulis
bahwa pihak puskesmas ketika ada informasi siswa yang sakit langsung ditindaki
hal ini dibuktikan pada siswa yang sakit langsung dikunjungi rumahnya oleh
pihak Puskesmas untuk melakukan penyelidikan epidimiologi. Hal demikian
diperkuat oleh teori Rogers bahwa sebuah inovasi tidak bisa dilompati dengan
nilai-nilai dan kepercayaan sosial, dengan ide yang diperkenalkan sebelumnya,
atau dengan kebutuhan masyarakat untuk inovasi.
Penulis menyimpulkan bahwa Kesesuaian Inovasi Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan tingkat kesesuaiannya dengan kondisi dan
harapan masyarakat (siswa). Hadirnya program SBS ini yaitu kejadian penyakit
siswa di Sekolah cepat diketahui oleh pihak Puskesmas, dengan sistem pelaporan
dari sekolah ke pihak puskesmas, pada saat ada laporan yang masuk dari sekolah
61
maka pihak puskesmas langsung menindaklanjuti dengan turun langsung ke
sekolah atau rumah siswa yang sakit.
3. Kerumitan (Complexity)
Kerumitan yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan
inovasi bagi penerima. Kompleksitas adalah derajat dimana inovasi dianggap
sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi ada
yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada
pula yang sebaliknya atau sulit dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan
adapula yang sebaliknya atau sulit dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi.
Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat
suatu inovasi dapat diadopsi. Tetapi apabila suatu inovasi sulit dipahami dan sulit
dimengerti oleh pengadopsi maka semakin sulit pula suatu inovasi diadopsi.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kerumitan
(Complexity) dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.12 Hasil Reduksi Data Indikator Kerumitan (Complexity)No Informan Indikator Kerumitan (Complexity)
1. Kepala Dinas Kesehatan Tidak ada informasi yang diberikan
terkait kerumitan.
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Kabupaten
Resistensi pada suatu inovasi pasti ada.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Terdapat kendala karena program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
adalah program baru.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
Tidak rumit karena pihak puskesmas
setiap bulan memberikan informasi-
62
(SBS) di Sekolah informasi kesehatan sekolah.
Berdasarkan tabel hasil reduksi data diatas Kepala Dinas Kesehatan tidak
memberikan informasi terkait kerumitan program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) karena tataran kepala Dinas Kesehatan hanya pada tataran kebijakan tidak
berbicara mengenai teknis program SBS. Kerumitan (Complexity) Inovasi
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dalam penerapannya menunjukkan ada
beberapa kerumitan yang dihadapi oleh adopter inovasi hal ini bisa dibuktikan
dari wawancara penulis yang dilakukan dengan AM Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang yang mengatakan
bahwa :
“Terdapat kendala dalam penerapan program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS), kendalanya adalah belum semua guru di sekolah terlibat langsungdalam penerapan program ini”. (Hasil wawancara dengan AM, 20 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik kata kunci yaitu belum semua guru
di Sekolah terlibat langsung dalam penerapan Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS). Berdasarkan hasil observasi penulis di sekolah SD 7 Letta belum
semua guru ikut terlibat langsung dalam program SBS karena belum semua guru
mengetahui program SBS ini. Hal demikian diperkuat oleh teori Rogers
Kerumitan adalah jika sederhana tingkat inovasi maka semakin mudah tingkat
penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya jika rumit tingkat inovasi maka semakin
sulit tingkat penerimaan masyarakat terhadap inovasi.
Untuk mendapatkan informasi lebih mengenai tingkat kerumitan inovasi
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) oleh adopter inovasi maka penulis kembali
melakukan wawancara dengan ZZ sebagai Penanggung Jawab Program
63
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Ulu Galung yang mengatakan
bahwa :
“Pertama kendala yang dihadapi karena ini program baru jadi kami pihakPuskesmas sosialisasinya dulu harus gencar-gencar di laksanakan di sekolah,kedua kendalanya juga program ini sifatnya pelaporan dari sekolah kepuskesmas terkadang pelaporannya itu tidak tepat waktu, itu yang jadikendala, terkadang juga informasi siswa yang sakit itu yang sifatnya harusdikunjungi itu yang terlambat datang, itu yang kami khawatirkanketerlambatan laporan seperti itu bisa memperburuk keadaan siswa”. (Hasilwawancara dengan ZZ, 22 Juli 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu kendalanya adalah
karena program ini sifanya sistem pelaporan dari Sekolah ke Puskesmas terkadang
pelaporannya tidak tepat waktu. Berdasarkan hasil observasi penulis di Puskesmas
Ulu Galung sistem pelaporan perbulan SBS lambat dilaporkan pelaporannya tiap
bulan oleh sekolah dan hasil observasi peneliti pada SD Inpres Lonrong bahwa
sistem pelaporan program SBS terkadang tidak tepat waktu hal ini dibuktikan dari
pernyataan guru UKS bahwa mereka punya tugas pokok sebagai seorang guru jadi
sistem pelaporannya kadang tidak tepat waktu. Hal demikian diperkuat oleh teori
Rogers Kerumitan adalah jika sederhana tingkat inovasi maka semakin mudah
tingkat penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya jika rumit tingkat inovasi maka
semakin sulit tingkat penerimaan masyarakat terhadap inovasi.
Hasil wawancara dengan AR sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Kabupaten mengatakan bahwa :
“Resistensi dari dalam dari luar itu biasa terjadi dari suatu inovasi, jadipemerintah harus keluar dari zona nyaman”. (Hasil wawancara dengan AR,17 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci bahwa resistensi dari
dalam dari luar, biasa terjadi dari suatu inovasi, jadi pemerintah harus keluar dari
64
zona nyaman. Hasil observasi penulis bahwa inovasi program Surveilans Berbasis
Sekolah (BSB) terdapat resistensi, resistensinya adalah pihak Puskesmas acuh
ketika ada siswa yang sakit yang dilaporkan oleh pihak Sekolah. Hasil observasi
penulis juga pada Sekolah terdapat resistensi dalam penerapannya, resistensinya
adalah guru kelas belum aktif dalam pengawasannya terhadap kejadian penyakit
pada siswa. Walaupun demikian pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan telah
mampu keluar dari zona nyaman birokrasi karena walaupun terdapat resistensi
yang dihadapi, tetapi pemerintah tetap mengembangkan program SBS ini yang
sudah berjalan selama 2 tahun. Hal demikian diperkuat oleh LAN (2015) Inovasi
penting dilakukan karena beberapa hal yaitu banyaknya permasalahan kinerja
pelayanan organisasi publik, kondisi birokrasi pemerintahan berada dalam nuansa
zona nyaman birokrasi, maka dari itu pemerintah harus keluar dari zona nyaman
birokrasi.
Penulis kembali melakukan wawancara dengan KA sebagai Penanggung
Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Sekolah SD 7 Letta yang
mengatakan bahwa :
“Kendalanya kadang ada siswa yang mengirim surat sakit izin ternyata diabohong, jadi sebagai guru harus teliti melihat siswa yang betul-betul sakit.Perlu pengawasan dari guru baru kami laporkan ke Puskesmas”. (Hasilwawancara dengan KA, 20 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu, kendalanya
kadang ada siswa yang mengirim surat sakit ternyata siswa tersebut berbohong.
Berdasarkan hasil observasi penulis di sekolah SD 7 Letta bahwa memang pada
sekolah tersebut sering dijumpai siswa yang berbohong dengan mengirim surat
izin sakit ke sekolah padahal siswa tersebut tidak sakit, siswa tersebut hanya
65
malas masuk sekolah atau ingin berkunjung kerumah keluarga atau liburan. Hal
tersebut diperkuat oleh teori Rogers Kerumitan adalah jika sederhana tingkat
inovasi maka semakin mudah tingkat penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya
jika rumit tingkat inovasi maka semakin sulit tingkat penerimaan masyarakat
terhadap inovasi.
Berdasarkan hasil Penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kerumitan
(Complexity) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) terdapat
beberapa kendala yang dihadapi oleh adopter dalam penerapannya, program SBS
yang sifatnya pelaporan dari sekolah ke Dinas, sistem pelaporannya tidak tepat
waktu, informasi kesakitan siswa yang sifatnya harus dikunjungi terlambat
dilaporkan.
4. Kemungkinan diuji coba (Trialability)
Kemungkinan diuji coba menunjukkan kedapatdicobaan suatu inovasi. Suatu
inovasi dapat diuji coba dengan mudah akan mempercepat penerimaan inovasi
tersebut oleh masyarakat. Inovasi yang tepat harus dapat diuji cobakan dan bisa
menunjukkan kemanfaatan dan kerumitannya sehingga calon adopter dapat
dengan mudah menerima inovasinya, yang penting adalah bahwa inovasi dapat
dicoba, dalam konteks makro pilot proyek mungkin menjadi salah satu cara untuk
menguji inovasi semakin tinggi dan cepat diadopsi.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kemungkinan diuji
Coba (Trialability) dapat dilihat dari tabel berikut :
66
Tabel 4.13 Hasil Reduksi Data Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)No Informan Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)
1. Kepala Dinas Diujicobakan di tingkat Sekolah Dasar
(SD).
2.
Penanggung jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) Kabupaten
Diujicobakan di tingkat Sekolah Dasar
(SD).
3. Penanggung jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas .
Diujicobakan di tingkat Sekolah Dasar
(SD).
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah.
Tidak memberi Informasi terkait
Kemungkinan diujicoba.
Hasil reduksi data di atas menunjukkan bahwa Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Sekolah tidak memberikan informasi terkait
Kemungkinan diuji Coba (Trialability) inovasi Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) karena pihak sekolah tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian
berdasarkan hasil reduksi di atas ketiga informan memberikan informasi terkait
Kemungkinan diuji cobakan program SBS yang menunjukkan kemanfaatannya
pada masyarakat (siswa). Hal ini dapat dibuktikaan dari wawancara penulis
dengan AI sebagai Kepala Dinas Kesehatan mengatakan bahwa :
“Sebuah inovasi pasti ada hambatan atau resistensi. Resistensi itu bisa daridalam dan bisa dari luar. Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)resistensinya biasa muncul dari dalam misalnya pihak sekolah tidak maubersusah payah untuk menerapkan program tersebut, salah-satu contoh jikaada siswa yang sakit langsung diantar saja ke puskesmas. Bisa juga dari timpenanggung jawab SBS di Puskesmas yang tidak mau bersusah payahmelakukan segala macam, itu yang namanya resistensi. Tetapi itu bukantantangan yang menjadi penghambat sehingga tidak dilakukan interpensi tapiada upaya-upaya yang dilakukan oleh orang-orang yang punya gagasan inimelakukan pendekatan-pendekatan kepada mereka dan menyakinkan kepada
67
mereka bahwa inovasi ini memiliki manfaat yang besar. Resistensi dari luarjuga ada, orangtua siswa yang tidak mau mengikuti sistem ini bisa saja. Tapiterlepas dari itu hambatan-hambatan dari dalam maupun dari luar akanmenjadi tantangan bagi innovator tersebut. Kepala puskesmas kemarin adayang kurang menerima inovasi ini, tetapi melihat manfaatnya yang besarakhirnya ada yang melaksanakan. (Hasil wawancara dengan AI, 17 Juni2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik dua kata kunci yaitu yang pertama
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) resistensinya biasa muncul dari
dalam misalnya pihak sekolah tidak mau bersusah payah untuk menerapkan
program tersebut. Berdasarkan hasil observasi penulis pada sekolah SD 7 Letta
pihak sekolah merespon baik program SBS ini karena program SBS mempunyai
manfaat yang besar bagi kesehatan siswa disekolah. Dan diperkuat oleh teori
Kemampuan uji coba adalah inovasi yang dapat dicoba maka dengan mudah
penerimaan inovasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi yang tepat dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan kerumitannya.
Kata kunci yang kedua yaitu dari tim penanggung jawab Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) di Puskesmas yang tidak mau bersusah payah melakukan segala
macam, itu yang namanya resistensi. Berdasarkan hasil observasi penulis pada
Puskesmas Lasepang, Puskesmas Ulu Galung, Puskesmas Kassi-Kassi,
jawab program SBS sangat merespon baik program ini karena program ini
informasi kesehatan siswa cepat diketahui sehingga mempercepat penanganan
terhadap siswa yang sakit. Dan diperkuat oleh teori Kemampuan uji coba adalah
inovasi yang dapat dicoba maka dengan mudah penerimaan inovasi tersebut oleh
68
masyarakat. Inovasi yang tepat dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan
kemanfaatan dan kerumitannya.
Lanjut wawancara penulis dengan SU sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) Kabupaten mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diujicobakan pada semuaPuskesmas yang ada di kabupaten Bantaeng, diujicobakan pada tingkatSekolah Dasar (SD) dengan dua sekolah lokus pada tiap Puskesmas”.(Wawancara 17 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu, diujicobakan
pada semua Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng, diujicobakan pada
tingkat Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan hasil observasi penulis pada saat
kegiatan evaluasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
ada satu Puskesmas yang belum menerapkan program SBS ini yaitu Puskesmas
Bissappu. Untuk memperkuat hasil observasi penulis pada observasi sebelumnya
yang dilakukan di Dinas Kesehatan pada saat kegiatan evaluasi program SBS
maka penulis kembali melakukan observasi kembali ke Puskesmas Bissappu, hasil
observasi penulis, penulis melihat bahwa program SBS juga diterapkan di
Puskesmas Bissappu, hanya saja laporan dari dua sekolah lokus yang ada di
Puskemas Bissappu tidak dilaporkan kembali ke Dinas Kesehatan. Hal tersebut
diperkuat oleh teori Rogers Kemampuan uji coba adalah inovasi yang dapat
dicoba maka dengan mudah penerimaan inovasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi
yang tepat dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan
kerumitannya.
Untuk mendapatkan informasi lebih mengenai Kemampuan diuji Coba
inovasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dalam penerapannya maka penulis
69
kembali melakukan wawancara dengan AM sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang yang mengatakan
bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah, titik beratnya ada di Sekolah Dasaryang kita uji cobakan itu ada dua sekolah lokus”. (Hasil wawancara denganAM, 20 Juni 2019 ).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik kata kunci yaitu program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) diujicobakan pada dua sekolah lokus. Berdasarkan hasil
observasi peneliti pada Puskesmas Lasepang dari dua sekolah yang menjadi lokus
program SBS, hanya satu sekolah yang berjalan yaitu SD 7 Letta. Hal tersebut
diperkuat oleh teori Rogers Kemampuan uji Coba adalah inovasi yang dapat
dicoba maka dengan mudah penerimaan inivasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi
yang tepat dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan
kerumitannya.
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemungkinan di Uji
Coba (Trialability) Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatannya dan kerumitannya dalam
penerapannya di sekolah. Program SBS titik beratnya ada di Sekolah Dasar yang
diuji cobakan pada dua sekolah lokus tiap puskesmas.
5. Kemudahan diamati (Observability)
Kemudahan diamati menunjukkan tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati,
semakin dapat dan mudah dimana suatu inovasi semakin mudah seseorang
melihat hasil dari inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok
orang tersebut mengadopsi.
70
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kemudahan diamati
(Observability) dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.14 Hasil Reduksi Data Indikator Kemudahan diamati (ObservabilityNo. Informan Kemudahan diamati (Observability)
1. Kepala Dinas Kesehatan Tidak memberi informasi terkait
Kemudahan diamati Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS).
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Kabupaten.
Mudah diamati karena laporannya
terdokumentasi.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Mudah diamati karena ada laporan.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah.
Mudah diamati, karena hanya melihat
gejala penyakit siswa.
Hasil reduksi data di atas Kepala Dinas Kesehatan tidak memberikan
informasi terkait Kemudahan diamati Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) karena tataran Kepala Dinas Kesehatan hanya pada tataran kebijakan tidak
berbicara mengenai teknis program SBS. Kemudahan diamati Inovasi Program
SBS menunjukkan tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati dengan mudah. Hal
ini dapat dibuktikan dengan wawancara AR sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah di Kabupaten yang mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena tertulis,terdokumentasi laporannya dari sekolah. Jadi bisa diamati alurnya, sejauhmana biasanya ada PE (Penyelidikan Epidimiologi) itu yang paling lambat 2sampai 3 x 24 jam harus sudah dilakukan sejak laporan ada. Jadi untukmelihat mengamati mudah dilakukan karena ada laporan yangterdokumentasi. (Hasil wawancara dengan AR, 17 Juni 2019).
71
Dari hasil wawancara di atas dapat ditarik kata kunci yaitu, Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena terdokumentasi
laporannya dari Sekolah. Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa program SBS
menunjukkan tingkat kemudahannya diamati hal ini dibuktikan dengan adanya
sistem pelaporan yang masuk ke Puskesmas kemudian Puskesmas melaporkan ke
Dinas Kesehatan setiap bulan. Kemudian penulis juga melihat bahwa sistem
pelaporannya bukan hanya dalam bentuk pelaporan tertulis, tetapi ada juga sistem
pelaporan 1 x 24 jam dengan menelpon melalui call center Dinas Kesehatan atau
Puskesmas setempat. Hal ini diperkuat oleh teori Rogers Kemudahan diamati
adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati semakin dapat dan mudah
diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat menerima inovasi tersebut.
Hasil wawancara dengan AM selaku penanggung jawab Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang, mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) mudah untuk diamati karenaprogram ini ada sistem pelaporannya dari sekolah ada sistem pelaporanmelalui SMS/Telpon (1 X 24 jam) ada juga sistem pelaporannya dari sekolahyang sifatnya tertulis, pihak sekolah mengisi formulir SBS” (Hasilwawancara dengan AM, 20 Juni 2019)”
Hal senada dikemukakan AS sebagai Penanggung Jawab Program Surveilans
Berbasis Sekolah (BSB) di Puskesmas Banyorang mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) mudah diamati karena dilihatdari laporannya, jadi yang berperan disini adalah wali kelas, setiap hari walikelas memantau siswa yang sakit dilaporkan ke guru UKS jadi guru UKSmembuat laporan bulanan dan laporan harian jika ada informasi guru UKSakan mencatat. Jadi lebih dari 2 sampai 3 hari siswa tidak masuk sekolahmaka itu akan ditulis oleh guru UKS, jadi lebih dari tiga hari itu dicatat.Siswa yang lebih dari 3 hari yang sakit guru UKSnya menelpon kepadapuskesmas misalnya gejala penyakit demam, gejala penyakit demam makakita akan berpikir kemungkinan-kemungkinan karena demam adalah gejalakemungkinan yang timbul dari gejala seperti Tipoid, DBD, Malariah atau
72
Tipes itu yang kita khawatirkan. Lebih dari 3 hari maka tim akan turun untukmelihat kondisi pasien. Setelah dilihat oh gejalanya kesini maka kita akankoordinasi ke dokter atau pasien dirujuk ke Puskesmas. Jadi dokter yangmeneggakan diagnosa. Kalau puskesmas bisa menangani maka kita akantangani di puskesmas sebagai pasien rawat inap atau jika kasus iniberkembang menjadi KLB/wabah maka kita akan menghubungi DinasKabupaten”. (Hasil wawancara AS, 25 Juni 2019).
Hasil wawancara diatas dapat ditarik kata kunci bahwa Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena dilihat dari laporannya, kemudian
dikunjungi rumahnya. Berdasarkan observasi penulis, program SBS mudah
diamati hal ini dibuktikan penulis pada saat melakukan observasi di Puskesmas
Banyorang penulis melihat ada formulir laporan SBS yang tertulis yang
dikirimkan pihak sekolah, dalam laporan tersebut. Hal ini diperkuat oleh teori
Rogers kemudahan diamati adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati
semakin dapat dan mudah diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat
menerima inovasi tersebut.
Hasil wawancara penulis dengan Penanggung Jawab Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Banyorang mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena dilihatdari laporannya, kemudian dikunjungi rumahnya” (wawancara AS, 25 Juni2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu, Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena dilihat dari laporannya,
kemudian dikunjungi rumahnya. Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa
program SBS mudah dalam pengamatannya di sekolah hal ini dibuktikan pada
hasil pengamatan penulis di SD 53 Banyorang penulis melihat setiap guru kelas
sangat aktif memberikan informasi ke guru UKS ketika ada kejadian penyakit
73
pada siswa. Hal ini diperkuat oleh teori Rogers kemudahan diamati adalah tingkat
dimana hasil inovasi dapat diamati semakin dapat dan mudah diamati suatu
inovasi semakin cepat masyarakat menerima inovasi tersebut.
Untuk mendapatkan informasi lebih penulis kembali melakukan wawancara
dengan KA sebagai Guru SD Inpres 7 Letta mengatakan bahwa :
“Mudah, karena cuma melihat gejala penyakitnya yang umum kemudian kitalaporkan ke pihak Puskemas. Setiap guru kelas meraka yangmenginformasikan jika ada siswa yang sakit. Sebagai guru UKS ada duasistem pelaporan kami pihak Sekolah ke pihak Puskesmas, ada pelaporanperbulan, ada pelaporan harian untuk siswa yang penyakitnya perlu untukditangani segera kemudian pihak Puskesmas yang langsung berkunjung kesekolah atau ke rumah siswa yang sakit”. (Hasil wawancara dengan KA, 20Juni 2019).
Hal Senada dikemukakan MU sebagai Guru SD Inpres 53 Banyorang
mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) ini sangat mudah dalampengamatannya terhadap kejadian penyakit pada siswa kami kerena pihakPuskesmas setiap bulan mengunjungi sekolah kami memberikan arahan-arahan, informasi-informasi kesehatan. ketika ada siswa kami yang sakit kamicuma melihat gejalanya kemudian kami catat ke dalam formulir SBS, siswakami yang sakitnya dua sampai tiga hari itu kami laporkan ke puskesmasmelalui via telpon atau sms, dan pihak pusekesmas yang langsung mendatangirumah siswa yang sakit”. (Hasil awancara MU, 25 Juni 2019).
Hasil wawancara penulis di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena hanya melihat gejala
penyakit dari siswa kemudian dilaporkan ke Puskesmas. Hasil observasi penulis
bahwa program SBS mudah diamati karena pihak sekolah hanya melihat gejala
penyakit pada siswa yang sakit. Pihak sekolah mudah dalam mengamati penyakit
pada siswa karena pihak Puskesmas selalu melakukan pembinaan pada sekolah
dengan memberikan arahan-arahan, informasi-informasi kesehatan pada guru
74
maupun siswanya. Hal tersebut diperkuat oleh teori Rogers kemudahan diamati
adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati semakin dapat dan mudah
diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat menerima inovasi tersebut.
Gambar 4.2 : SOP Pengumpulan Informasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Gambar 4.3 : Formulir Laporan Bulanan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
•Info siswa yangsakit (Alamatlengkap)
INFORMASI
•SMS/TELP. (1 x 24 jam)
•Formulir SBS (Lap. Bulanan)
METODE•Respon/PE•1 sd 3 x 24 Jam)
DETEKSIDINI
75
Rumah Siswa yang sakit
Sekolah
Gambar 4.4 : Tenaga Penyelidik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemudahan diamati
(Observability) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan
tingkat hasil inovasi dapat dengan mudah diamati karena program SBS
mempunyai SOP pengumpulan Informasi surveilans berbasis sekolah dengan
mengisi formulir SBS dari sekolah ke puskesmas untuk melakukan penyelidikan
terhadap penyakit siswa. Mekanisme pelaporan yaitu pihak sekolah melakukan
pengumpulan data siswa yang sakit berdasarkan informasi guru kelas I sampai
dengan VI kemudian mencatat kedalam formulir surveilans setiap hari dan
dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari
dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui call center Dinas Kesehatan/Puskesmas.
1. PUSKESMAS (Tim Gerak Cepat Puskesmas)
2. DINAS KESEHATAN (Tim Gerak Cepat Kabupaten)
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang rumusan masalah yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, berikut kesimpulan tentang Inovasi Pelayanan Publik
Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng berdasarkan Karakteristik Inovasi yang menjadi fokus
penelitian meliputi :
1. Keuntungan Relatif (Relative Adventage)
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa Keuntungan
Relatif (Relative Adventage) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) menunjukkan tingkat kebermanfaatannya yang sangat besar terhadap
kejadian penyakit pada siswa Sekolah Dasar. Kehadiran inovasi ini mampu
memberikan informasi yang cepat kepada petugas kesehatan terhadap siswa
yang sakit. Kehadiran inovasi ini bukan hanya sekedar mengobati tetapi
mencari tahu penyebabnya utamanya dengan menginterpensi sampai ke akar-
akarnya.
2. Kesesuaian (Compatibility)
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kesesuaian
Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan tingkat
kesesuaiannya dengan kondisi dan harapan masyarakat (siswa). Hadirnya
program SBS ini yaitu kejadian penyakit siswa di Sekolah cepat diketahui
oleh pihak Puskesmas, dengan sistem pelaporan dari sekolah ke pihak
76
77
puskesmas, pada saat ada laporan yang masuk dari sekolah maka pihak
puskesmas langsung menindaklanjuti dengan turun langsung ke sekolah atau
rumah siswa yang sakit.
3. Kerumitan (Complexity)
Berdasarkan hasil Penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kerumitan
Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) terdapat beberapa
kendala yang dihadapi oleh adopter dalam penerapannya, program SBS yang
sifatnya pelaporan dari sekolah ke Dinas, sistem pelaporannya tidak tepat
waktu, informasi kesakitan siswa yang sifatnya harus dikunjungi terlambat
dilaporkan.
4. Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemungkinan di Uji
Coba (Trialability) Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatannya dan kerumitannya dalam
penerapannya di sekolah. Program SBS titik beratnya ada di Sekolah Dasar
yang diuji cobakan pada dua sekolah lokus tiap puskesmas.
5. Kemudahan diamati (Observability)
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemudahan diamati
(Observability) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
menunjukkan tingkat hasil inovasi dapat dengan mudah diamati karena
program SBS mempunyai SOP pengumpulan Informasi surveilans berbasis
sekolah dengan mengisi formulir SBS dari sekolah ke puskesmas untuk
melakukan penyelidikan terhadap penyakit siswa. Mekanisme pelaporan
78
yaitu pihak sekolah melakukan pengumpulan data siswa yang sakit
berdasarkan informasi guru kelas I sampai dengan VI kemudian mencatat
kedalam formulir surveilans setiap hari dan dilaporkan ke Puskesmas setiap
bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui
call center Dinas Kesehatan/Puskesmas.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terkait Inovasi
Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bantaeng , maka adapun saran yang dapat diberikan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Penulis berharap Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam hal ini Dinas
Kesehatan untuk menghadirkan kembali program-program inovatifnya di
Kabupaten Bantaeng.
2. Penulis berharap Pemerintah kabupaten Bantaeng dalam hal ini Dinas
Kesehatan untuk lebih mengembangkan lagi Inovasi Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) dengan menerapkan ke semua Sekolah yang ada di
Kabupaten Bantaeng sehingga semua siswa mampu merasakan manfaat yang
dirasa oleh sekolah-sekolah yang menjadi lokus penerapan program SBS.
3. Penulis berharap Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng untuk keluar
dari zona nyaman birokrasi. Petugas Puskesmas untuk menempatkan dirinya
sebagai pelayan masyarakat bukan sebagai pelanggan.
4. Penulis berharap kegiatan pembinaan Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah untuk lebih ditingkatkan lagi.
79
5. Penulis berharap Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah untuk aktif dalam melihat siswanya yang sakit.
80
DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi, Dadjuma. 2016. Building innovative public institution. InternationalJournal of Public Policy (IJPP), Vol. 12.
Anggara, Sahya. 2016. Ilmu Administrasi Negara. Bandung: Pustaka Setia.
Basuki, Yayuk. 2018.Tipologi Inovasi Sektor Publik (Inovasi Program Si-Cakep)di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Skripsi Administrasi Publik.
Denhard J.V dan R.B Denhard. 2007. The New Public Service. New York: M.EShape
Everett M, Rogers. 1983. Diffussion Innovation. New York: The Free Past.
Everett M, Rogers. 2003. Diffusion Of innovations 5 edition. New York: FreePast.
Makmur, dkk. 2015. Inovasi dan Kreativitas Manusia. Bandung: PT RefikaAditama.
Mirnasari, Rina Mei, 2013. Inovasi Pelayanan Publik UPTD Terminal Purabaya-Bungurasih. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Vol.I (1).
Mulyadi, Daddy, dkk. 2018. Administrasi Publik untuk Pelayanan Publik.Bandung. Alfabeta.
Mulyadi, Daddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:Alfabeta.
Sakti, Arif Barata. 2018. Inovasi Berkelanjutan : Kepemimpinan, Kebijakan,Pemerintahan, Sistem, Ekonomi dan Lingkungan. Jakarta : Indocamp.
Semil, Nurmah. 2018. Pelayanan Prima Instansi Pemerintah. Depok :Prenamedia Group.
Suyono, Evan. 2015. Inovasi Kebijakan Pendidikan di Kota Palopo. Skripsi IlmuAdministrasi Negara.
Tamimi, Zindar. 2015. Inovasi Manajemen Pelayanan Publik Tim EmergencyService Kabupataen Bantaeng. Jurnal Ilmu Politik, Vol 6 no 1.
81
Wibawa, Samodra. 2009. Administrasi Negara Isu-isu Kontemporer.Yogyakarta:Graha Ilmu.
Ulum Chaizienul. 2018. Public Service (Tinjauan Teoretis dan Isu-isu StrategisPelayanan Publik). Malang : UB Press.
Urabe, Kuniyoshi. 1988. Innovation and Management: InternationalComparisons. New York: Walter de Gruyter & Co.
Dasar Hukum
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng. 2018. Bantaeng Dalam Angka 2018.Bantaeng : BPS Kabupaten Bantaeng.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang SurveilansEpidemiologi
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 Inovasi Daerah atau pembaharuandalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Internet
Azis, Irmawati. 2019. Diskominfo Kian Gencar Menghadirkan Inovasi.http://news.rakyatku.com. Diakses pada Tanggal 11 Maret 2019 Pukul20.05 Wita.
Berita Media. 2018. Daya Saing Inovasi Rendah Indonesia Peringkat ke-87 dari137. http://risbang.ristekdikti.go.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2019Pukul 13.10 Wita.
Majid, Arisman. 2017. Tingkatkan Kesehatan dan Pendidikan Ini Inovasi BaruBantaeng, https://makassar.sindonews.com. Diakses pada tanggal 22Oktober 2018 Pukul 05.35 wita.
Suriadi. 2018. Pemprov Sulsel Raih Penghargaan Top 99 Inovasi PelayananPublik. https://trotoar.id. Diakses pada Tanggal 10 Maret 2019 Pukul13.53 Wita.
Gambar 1. Pelacakan/penyelidinkan epidemiologi ke rumah siswa yang sakit diwilayah Puskesmas Lasepang
Gambar 2. Pelacakan/penyelidinkan epidemiologi ke rumah siswa yang sakit diwilayah pkm Lasepang.
Gambar 3. Gambar 1. Pelacakan/penyelidinkan epidemiologi ke rumah siswa yangsakit di wilayah Puskesmas Lasepang
Gambar 4. Penyelidikan epidemiologi/Pelacakan ke rumah siswa wilayahPuskesmas Ulu Galung
Gambar 5. Pembinaan dan Pelacakan dalam rangka Kegiatan Surveilans BerbasisSekolah (SBS)di tingkat Sekolah Dasar wilayah Puskesmas Ulu Galung
Gambar 6. Pembinaan dan Pelacakan dalam rangka Kegiatan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di tingkat Sekolah Dasar wilayah Puskesmas Moti
Gambar 7. Anamnese pasien siswa Sekolah Dasar wilayah Puskesmas Loka
Gambar 8. Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bidang P2P, danstaf Surveilans dan imunisasi
Gambar 9. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang
Gambar 10. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang
Gambar 11. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Gambar 12. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Gambar 13. Wawancara dengan Guru UKS SD Inpres 7 Letta
Gambar 14. wawancara dengan Guru SD Inpres 53 Banyorang
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Sriwahyuni, disapa Uni. Lahir pada
tanggal 10 Oktober 1997 di Kabupaten Bantaeng.
Anak pertama dari pasangan suami istri Jabir T
dan Nur Wahida. Penulis menempuh pendidikan
pertama di SD Inpres Panrangngaji selama enam
tahun dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun
yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah pertama di
SMP Negeri 2 Tompobulu dan selesai pada tahun 2012. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMK
Negeri 1 Bantaeng dan selesai pada tahun 2015. Kemudian penulis
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, di Universitas Muhammadiyah
Makassar (Unismuh Makassar) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan program studi Ilmu Administrasi Negara. Penulis sangat bersyukur,
karena telah diberikan kesempatan untuk menimbah Ilmu Pengetahuan yang