iPENGARUH INFORMED CONSENT TERHADAP
KECEMASAN DAN PENGETAHUAN PADA PASIEN PRE
OPERASI HERNIA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S-2 Magester Kesehatan
Program Studi Magester Kedokteran Keluarga
Minat Utama
Pendidikan Profesi Kesehatan
Disusun Oleh:
TAADI
S.540907119
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
1BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep pemasaran ini sudah mengalami perkembangan bersamaan dengan
semakin majunya masyarakat dan teknologi. Kalau perusahaan ingin berhasil atau
bahkan dapat hidup terus, ia harus dapat menanggapi cara-cara atau kebiasaan-
kebiasaan dalam masyarakatnya. Faktor-faktor ekstern seperti ekologi, politik,
hukum, ekonomi dan sebagainya dapat mempengaruhi program pemasaran
perusahaan. Faktor ketidakpuasan konsumen juga termasuk didalamnya. Adapun
sebab-sebab timbulnya ketidak-puasan konsumen tersebut karena tidak
terpenuhinya harapan mereka. Jadi perusahaan tidak lagi berorientasi kepada
pembeli saja, tetapi berorientasi kepada masyarakat atau manusia. Karena itu
perusahaan berusaha memberikan kemakmuran kepada konsumen dan masyarakat
untuk jangka panjang, maka konsep seperti ini disebut Konsep Pemasaran
Masyarakat (Societal Marketing Concept) atau Konsep Pemasaran Baru.
(Swastha, 2000:57).
Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (BAPELKESMAS) Rumah Sakit
Umum (RSU) Ngudi Waluyo Wlingi sebagai rumah sakit umum, menghadapi
tantangan yang cukup berat, baik yang berasal dari lingkungan eksternal maupun
internal. Faktor utama yang menghambat perkembangan BAPELKESMAS RSU
Ngudi Waluyo Wlingi adalah Rumah Sakit Pemerintah, sehingga terkesan
memiliki kualitas pelayanan yang kurang baik. Sedangkan faktor lain adalah krisis
ekonomi yang berkepanjangan yang membawa dampak pada daya beli masyarakat
2akan pentingnya kesehatan sehingga konsumen semakin selektif dalam
menentukan jenis jasa yang akan dikonsumsinya.
Hasil wawancara yang dilakukan pada 10 orang pasien rawat inap di
BAPELKESMAS RSU Ngudi Waluyo Wlingi menunjukkan bahwa 4 pasien
(40%) merasa pelayanan yang diberikan tidak memuaskan, sedangkan 6 pasien
(60%) merasa pelayanan yang diberikan biasa-biasa saja dan tidak ada
keistimewaan tertentu. Sedangkan hasil wawancara dengan pihak manajemen
BAPELKESMAS RSU Ngudi Waluyo Wlingi menunjukkan bahwa kinerja
yang ditunjukkan oleh karyawan tidak pernah memenuhi target, terutama pada
target pendapatan yang telah ditetapkan, misalnya pada tahun 2007 pendapatan
rumah sakit mencapai 95% dari target yang ditetapkan.
Kinerja rumah sakit sebagai perusahaan penjual jasa maka sangat tergantung
dengan pelayanan yang diberikan atau dengan istilah no service no business.
Rumah sakit sebagai perusahaan penjual jasa tentunya sangat tergantung dengan
kredibilitasnya di mata konsumen. Prinsip-prinsip kepuasan penjualan jasa yang
meliputi reliability, responsiveness, tangible, emphaty dan assurance tidak akan
berarti tanpa adanya interpersonal relationship management yang baik. Proses
modifikasi ini tentunya membutuhkan personel-personel dengan kemampuan
lebih agar output proses modifikasi ini sejalan dengan budaya lokal sehingga tidak
terjadi perbenturan antara kepentingan konsumen dengan kepentingan perusahaan.
Mengingat pentingnya pelayanan pada usaha jasa khususnya layanan
BAPELKESMAS RSU Ngudi Waluyo Wlingi, dalam menjaring konsumen
baru dan menciptakan loyalitas konsumen, maka penelitian ini mengambil judul:
3Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan
Pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Apakah kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat, menurut pasien sudah
cukup baik ?
2. Apakah pelayanan yang diberikan oleh perawat dapat menciptakan kepuasan
pasien ?
3. Apakah kinerja perawat dalam memberikan pelayanan, menurut atasan perawat,
sudah cukup baik ?
4. Apakah kinerja yang baik menurut atasan perawat dapat menciptakan kepuasan
pasien ?
5. Apakah kinerja perawat yang baik menurut atasan perawat dapat sejalan dengan
kualitas layanan menurut pasien untuk menciptakan kepuasan pasien ?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas maka
perlu adanya pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini selanjutnya akan
dibatasi mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Dalam hal ini penulis
menentukan ruang lingkup objek penelitian adalah kualitas pelayanan, kinerja
4perawat dan kepuasan pasien, dan subyek penelitian adalah perawat pada ruang
rawat inap di RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dalam
penelitian ini permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien di Badan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar?
2. Apakah ada hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di Badan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar?
3. Apakah ada hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan
kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar?
E. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai.
Dengan tujuan yang jelas tersebut akan mempermudah dalam melakukan
penelitian. Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
51. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat
dengan kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah
Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien
di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum
Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
b. Menganalisa hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di
Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
c. Menganalisa hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan
kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah
Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat sebagai bahan untuk membuktikan secara empiris
mengenai Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan
Pasien.
62. Manfaat Aplikatif
Diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola rumah sakit
tentang :
a. Kepuasan pasien
b. Kondisi Kualitas Pelayanan menurut pasien
c. Kinerja perawat
7BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Kepuasan Pasien
Pelanggan memasuki situasi jual-beli dengan harapan-harapan tertentu.
Pelanggan mempunyai angan-angan tentang perasaan yang ingin mereka
rasakan ketika mereka menyelesaikan suatu transaksi atau ketika mereka
menggunakan barang yang mereka beli maupun ketika menikmati pelayanan
yang telah mereka bayar.
Mencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi adalah tujuan utama
pemasaran. Pada kenyataannya, akhir-akhir ini banyak perhatian tercurah pada
konsep kepuasan total, yang implikasinya adalah mencapai kepuasan
sebagian saja tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan kembali lagi.
Ketika pelanggan merasa puas akan pelayanan yang didapatkan pada saat
proses transaksi dan juga puas akan barang atau jasa yang mereka dapatkan,
besar kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan pembelian-
pembelian yang lain dan juga akan merekomendasikan pada teman-teman dan
keluarganya tentang perusahaan tersebut dan produk-produknya. Juga kecil
kemungkinannya mereka berpaling ke pesaing-pesaing perusahaan.
Mempertahankan kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu akan membina
hubungan yang baik dengan pelanggan. Hal ini dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan dalam jangka panjang.
8Namun demikian, perusahaan harus berhati-hati agar tidak terjebak
pada keyakinan bahwa pelanggan harus dipuaskan tak peduli berapapun
biayanya. Tidak semua pelanggan memiliki nilai yang sama bagi Rumah
Sakit. Beberapa pelanggan layak menerima perhatian dan pelayanan yang
lebih dibandingkan pelanggan lain. Ada pelanggan yang tidak akan pernah
memberikan umpan balik tak peduli berapa banyak perhatian yang kita
berikan pada mereka, dan tak peduli berapa puasnya mereka. Dengan
demikian, antusiasme tentang kepuasan pelanggan harus didukung oleh
analisa-analisa yang tajam.
Beberapa penulis memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan.
Spreng et al. (1996) dalam Kotler (2006 : 110) menyatakan bahwa perasaan
puas pelanggan timbul ketika konsumen membandingkan persepsi mereka
mengenai kinerja produk atau jasa dengan harapan mereka. Tse and Wilson
(1988) menyatakan kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon pelanggan
terhadap ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan
sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya. Lebih jauh lagi Tse and Wilson (1988)
menguraikan dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu
expectations dan perceived performance. Apabila perceived performance
melebihi expectations maka pelanggan akan puas, tetapi apabila sebaliknya
maka pelanggan merasa tidak puas. Kotler and Keller (2006:136), menyatakan
bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kekecewaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan
9dibandingkan dengan harapannya. Dari beberapa uraian tersebut dapat
diketahui bahwa kepuasan konsumen dihasilkan dari proses perbandingan
antara kinerja yang dirasakan dengan harapannya, yang menghasilkan
disconfirmation paradigm.
Fornell et al. (1996) dalam dalam Tjiptono (2002 : 310) menyebutkan
bahwa
a. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil evaluasi dari pengalaman konsumsi sekarang yang berasal dari keandalan dan standarisasi pelayanan.
b. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil perbandingan tingkat kepuasan dari usaha yang sejenis.
c. Kepuasan konsumen secara menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman dengan indikator harapan secara keseluruhan, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan harapan yang berhubungan dengan keterandalan jasa tersebut.
Oliver and De Sarbo (1988 : 77) memandang tingkat kepuasan
(satisfaction) timbul karena adanya suatu transaksi khusus antara produsen
dengan konsumen yang merupakan kondisi psikologis yang dihasilkan ketika
faktor emosi mendorong harapan (expectations) dan disesuaikan dengan
pengalaman mengkonsumsi sebelumnya (perception). Selain itu menurut
Zeithaml et al. (1996 : 54) kepuasan pelanggan merupakan perbandingan
antara layanan yang diharapkan (expectations) dengan kinerja (perceived
performnce).
Selain teori expectacy disconfirmation model yang sudah dikenal,
masih ada beberapa teori tentang kepuasan yakni equity theory dan atribution
theory. Menurut teori equity, seseorang akan merasa puas bila rasio hasil
(outcome) yang diperolehnya dibandingkan dengan input yang digunakan,
10
dirasakan fair atau adil. Dengan kata lain, kepuasan terjadi apabila konsumen
merasakan bahwa rasio hasil terhadap inputnya (outcome) dibandingkan
dengan input) proporsional terhadap rasio yang sama yang diperoleh orang
lain (Oliver and De Sarbo, 1988), sedangkan atribution theory berasal dari
teori Weiner (1971) yang dikembangkan oleh Oliver and De Sarbo (1988) dan
Engel et al. (1990 : 232). Teori ini menyatakan bahwa ada tiga dimensi yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan outcome, sehingga dapat ditentukan
apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Ketiga dimensi
tersebut adalah:
a. Stabilitas atau variabilitas. Apakah faktor penyebabnya sementara atau permanen.
b. Locus of causality. Apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external atribution) atau dengan pemasar (internal atribution). Internal atribution seringkali dikaitkan dengan kemampuan dan usaha yang dilakukan oleh pemasar, sedangkan external atribution dihubungkan dengan berbagai teori seperti tingkat kesulitan suatu tugas (task difficulty) dan faktor keberuntungan.
c. Controllability. Apakah penyebab tersebut berada dalam kendali ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak dapat dipengaruhi.
Menurut Zheithaml and Bitner (2003:87) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan, antara lain:
a. Fitur produk dan jasa. Kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa secara signifikan dipengaruhi oleh evaluasi pelanggan terhadap fitur produk atau jasa. Untuk jasa Rumah Sakit , fitur yang penting meliputi karyawan yang sangat membantu dan sopan, ruang transaksi yang nyaman, sarana pelayanan yang menyenangkan, dan sebagainya. Dalam melakukan studi kepuasan, banyak Rumah Sakit menggunakan kelompok fokus untuk menentukan fitur dan atribut penting dari jasa dan kemudian mengukur persepsi pelanggan terhadap fitur tersebut. Penelitian juga menunjukkan bahwa pelanggan jasa akan membuat trade-off antara fitur jasa yang berbeda (misalnya, tingkat harga dengan kualitas, atau dengan keramahan karyawan), tergantung pada tipe jasa yang dievaluasi dan tingkat kekritisan jasa.
11
b. Emosi pelanggan. Emosi juga dapat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa. Emosi ini dapat stabil, seperti keadaan pikiran atau perasaan atau kepuasan hidup. Pikiran atau perasaan pelanggan (good mood atau bad mood) dapat mempengaruhi respon pelanggan terhadap jasa. Emosi spesifik juga dapat disebabkan oleh pengalaman konsumsi, yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap jasa. Emosi positif seperti perasaan bahagia, senang, gembira akan meningkatkan kepuasan pelanggan. Sebaliknya, emosi negatif seperti kesedihan, duka, penyesalan dan kemarahan dapat menurunkan tingkat kepuasan. Atribusi untuk keberhasilan atau kegagalan jasa.
c. Atribusi penyebab yang dirasakan dari suatu peristiwa mempengaruhi persepsi dari kepuasan. Ketika pelanggan dikejutkan dengan hasil (jasa lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan), pelanggan cenderung untuk melihat alasan, dan penilaian mereka terhadap alasan dapat mempengaruhi kepuasan. Misalnya, ketika nasabah gagal menarik uang dari ATM maka ia akan mencari alasan mengapa ATM tidak dapat berfungsi. Apabila tidak berfungsinya ATM disebabkan oleh matinya aliran listrik PLN maka hal ini tidak akan mempengaruhi kepuasannya terhadap bank tertentu.
d. Persepsi terhadap kewajaran dan keadilan (equity and fairness). Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kewajaran dan keadilan. Pelanggan bertanya pada diri mereka: Apakah saya diperlakukan secara baik dibandingkan dengan pelanggan lain? Apakah pelanggan lain mendapat pelayanan yang lebih baik, harga yang lebih baik, atau kualitas jasa yang lebih baik? Apakah saya membayar dengan harga yang wajar untuk jasa yang saya beli? Dugaan mengenai equity dan fairness adalah penting bagi persepsi kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa.
e. Pelanggan lain, keluarga, dan rekan kerja. Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh orang lain. Misalnya, kepuasan terhadap perjalanan liburan keluarga adalah fenomena yang dinamis, dipengaruhi oleh reaksi dan ekspresi oleh anggota keluarga selama liburan. Kemudian, apakah ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan anggota keluarga terhadap perjalanan dipengaruhi oleh cerita yang diceritakan kembali diantara keluarga dan memori mengenai suatu peristiwa.
Sedangkan menurut Garvin (dalam Kadir, 2001 : 127) faktor yang sering
digunakan untuk mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk antara lain,
meliputi:
1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product ) yang dibeli.
2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yakni karakteristik sekunder atau pelengkap
12
3) Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kegagalan atau kerusakan dalam penggunaannya.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifications), yaitu sejauhmana karakteristik desain operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Daya tahan (durability) yang berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, dan kemudahan penggunaan, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7) Estetika, yakni daya tarik produk oleh panca indera.
Kualitas yang dipersepsikan, yakni citra dan reputasi produk serta
tanggungjawab perusahaan terhadapnya. Untuk jasa yang tidak berwujud
(intangible), konsumen umumnya menggunakan atribut (Parasuraman et al.,
dalam Zeithaml and Bitner, 2003:93) seperti berikut:
1) Reliability, yakni kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan secara handal dan akurat.
2) Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat kepada pelanggan.
3) Assurance, yakni pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan
4) Empathy, yakni perhatian, pelayanan pribadi yang diberikan kepada pelanggan.
5) Tangible, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personalia, dan bahan tertulis.
Para peneliti menyatakan bahwa atribut yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan disesuaikan dengan produknya. Misalnya, untuk produk mobil,
atribut yang dipertimbangkan seperti, reliabilitas, serviceability, prestise,
durability, functionality, dan mudah digunakan. Sementara untuk makanan
yang dipertimbangkan misalnya rasa, kesegaran, aroma dan sebagainya
(Zeithaml and Bitner, 2003 : 171).
13
a. Definisi Konsep Kepuasan
Kepuasan konsumen adalah perasaan puas pelanggan timbul ketika
konsumen membandingkan persepsi mereka mengenai kinerja produk atau
jasa dengan harapan mereka yang merupakan respon pelanggan terhadap
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya
(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya
b. Definisi Operasional Kepuasan Pasien
Kepuasan Pasien yaitu perbedaan antara persepsi dan harapan pasien
terhadap layanan yang diberikan. Indikator yang diukur adalah kepuasan
pasien terhadap pelayanan secara umum dan kepuasan pasien terhadap
pelayanan secara spesifik yaitu :
1) Kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
2) Kepuasan terhadap kehandalan rumah sakit
3) Kepuasam terhadap kecepatan pelayanan
2. Konsep Kualitas Pelayanan
Difinisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988:126) kualitas
pelayanan adalah quality is the degree of excellence intended, and the control of
variability in achieving that excellence, in meeting the custamers requirements.
Sedangkan Berry (dalam Lovelock, 1988) mengemukakan bahwa kualitas
14
layanan merupakan : 1) Consumer perceiptions of service and actual experience
with service. 2) Quality evaluations derive from the service process as well as the
service out come.
Berdasarkan beberapa difinisi tersebut terdapat kesamaan bahwa kualitas
layanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh dan perbandingan antara
layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja aktual yang diterima
pelanggan.
Parasuraman et. al (dalam Tjiptono,2003:32) mengemukakan model
konseptual mengenai harapan pelanggan terhadap jasa sebagai-berikut:
1. Enduring Service IntensifiersFaktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensivitas terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa.
2. Personel needKebutuhan yang dirasakan seseorang mendasarkan kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.
3. Transitory service intensifiersFaktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa.
4. Perceived Service AlternativesMerupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajad pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self perceived roleFaktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajad keterlibatannya mempengaruhi jasa yang diterimanya.
6. Situational factoreFaktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa.
7. ExpIisit service promisesFaktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian atau komunikasi dengan karyawan organisasi.
15
8. Implicit service promisesFaktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan.
9. Rekomendasi/saran dan orang lainMerupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan.
10. Pat experiencePengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari ataudiketahui pelanggan dan yang pernah diterimanya di masa lampau.
Selain itu, Parasuraman, et.al (dalam Kotler,2005:135) mengidentifikasi
lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Kualitas harus dimulai dan kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Hal itu berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan
sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pasienlah yang mengkonsumsi dan
menikmati jasa Rumah Sakit. Sehingga merekalah yang seharusnya menentukan
kualitas pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian
menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.
Menurut Tjiptono (2003 : 33) pada prinsipnya, ada tiga kunci memberikan
layanan pelanggan unggul:
1. Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan,
16
termasuk di dalamnya memahami tipe-tipe pelanggan.2. Pengembangan database yang lebih akurat, daripada pesaing
(mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan.
3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dan riset pasar dalam suatu kerangka strategik.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, Gronroos
(dalam Tjiptono,2003:71) yaitu:
1) Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas ouput (keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan.
2) Funcional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
3) Corporate image, yaitu: profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
Berdasarkan komponen-komponen di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor -faktor yang
dipergunakan untuk menilai kulitas jasa. Oleh karena pasien terlibat dalam suatu
proses jasa, maka sering kali penentuan kualitas jasa menjadi sangat kompleks.
Dalam membuat kerangka perencanaan strategis dan analisis harus
memperhatikan dimensi-dimensi dan kualitas jasa. Ada delapan dimensi yang
dikembangkan oleh Garvin (dalam Tjiptono, 2003 : 62):
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk ini.2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (fealnes) yaitu karaktenistik
sekunder atau pelengkap.3. Kehandalan (reliability) yaitu kemungkian kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai.4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu
sejauh mana karaktenistik desain dan operasi memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelurnnya.
5. Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi
17
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan
kualitas jasa menurut Gaspersz (1997 : 46) adalah:
a. Ketepatan waktu pelayanan, hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
b. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal.
d. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dan pelanggan eksternal.
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta pelayanan kompelementen lainnya.
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet dan banyaknya fasilitas pendukung.
g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan.
h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibelitas penanganan permintaan khusus.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi.
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain - lainnya.
Untuk mengukur kualitas layanan ada beberapa dimensi kualitas
pelayanan dapat digunakan. Menurut Parasuraman dalam Jasfar (2005 : 24)
terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi kualitas layanan:
1. Bukti langsung (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan materi komunikasi. Layanan ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai alat-alat atau perlengkapan yang dipergunakan untuk menyediakan layanan, representasi fisik dan layanan serta fasilitas-fasilitas layanan lainnya untuk keperluan layanan.
2. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Hal ini berarti tingkat kehandalan di mata pelanggan, meliputi kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan, yang meliputi catatan transaksi yang lengkap, kredibilitas/bonafiditas/citra perusahaan dan daya tarik keunggulan kualitas pelayanan.
3. Daya tanggap (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu
18
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Reaksi, kesediaan dan sikap tanggap perusahaan kepada pelanggan terdiri dari keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap, misalnya pengiriman slip transaksi tepat waktu dan sebagainya.
4. Jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Kemampuan perusahaan memberikan kepastian yang dapat menimbulkan rasa percaya diri pelanggan terhadap perusahaan, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf.
5. Empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi langganan. Layanan sepenuh hati dari perusahaan kepada pelanggan berupa perhatian individual, komunikasi yang baik, perhatian individual, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian individu, dan memahami kebutuhan setiap pelanggannya.
Secara konseptual model kualitas layanan (service quality) tampak pada
gambar berikut:
Gambar 1. Faktor-faktor Kualias Layanan
Sumber : Cronin dan Taylor, 1992. Measuring Service Quality :Rexamination and Etension
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui 2 faktor utama yang
mempengaruhi kaulitas jasa yaitu expected service dan perceived service Apabila
jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang
diharapkan (expected service) maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas
yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
19
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik
tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
Pakar lainnya Gronroos (dalam Tjiptono, 2003:57) menyatakan bahwa ada
tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa yaitu: outcome related, process
related dan image related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan
menjadi enam unsur:
1. Profesionalisme and skills,Kriteria pertama ini merupakan outcome related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
2. Aititude and behaviorKriteria ini adalah process related criteria, pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan manaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senag hati.
3. Accessibllity and fleksibilityKriteria ini termasuk dalam process related criteria, pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem opersional dirancang dan dioperasionalisasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah.
4. ReIiability and trutsworthinessKriteria ini termasuk dalam process related criteria, pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
5. RecoveryKriteria ini masuk dalam process related criteria, pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
6. Reputation and dredibilityKriteria ini merupakan image related criteria, pelanggan meyakini bahwa operasi dan penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.
20
a. Definisi Konsep Kualitas Pelayanan
Kualitas layanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh dan
perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja
aktual yang diterima pelanggan, dalam bentuk upaya pemenuhan kebutuhan
pelanggan dan dinilai berdasarkan persepsi pasien.
b. Definisi Operasional Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan adalah ukuran penilaian menyeluruh dan
perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja
aktual yang diterima pelanggan. Parameter yang diukur adalah 5 dimensi
kualitas layanan yaitu
1) Bukti langsung (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan
materi komunikasi. Layanan ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan
pegawai alat-alat atau perlengkapan yang dipergunakan untuk
menyediakan layanan, representasi fisik dan layanan serta fasilitas-fasilitas
layanan lainnya untuk keperluan layanan.
2) Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Hal ini berarti tingkat kehandalan
di mata pelanggan, meliputi kemampuan memberikan layanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
4) Jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
21
5) Empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi
langganan. Layanan sepenuh hati dari perusahaan kepada pelanggan
berupa perhatian individual, komunikasi yang baik, perhatian individual,
meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian individu, dan memahami kebutuhan setiap pelanggannya.
3. Konsep Kinerja Perawat
Kinerja adalah permasalahan yang sangat penting dalam suatu organisasi
untuk mengevaluasi kerja karyawan guna menentukan tingkat atribusi dalam suatu
perusahaan/organisasi.
Terdapat dua kategori dasar atribusi:
1. Atribusi bersifat internal atau disponsional (dihubungkan dengan sifat-sifat
orang).
2. Atribusi bersifat eksternal atau situasional (yang dapat dihubungkan dengan
lingkungan seseorang).
Misalnya perilaku (dalam hal ini kinerja kerja) dapat ditelusuri hingga ke
faktor-faktor spesifik seperti kemampuan, upaya, kesulitan, tugas atau nasib baik.
Meskipun demikian sejumlah faktor yang lain dapat juga mempengaruhi kinerja
kerja seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja.
Kinerja dapat didefinisikan sebagai catatan-catatan hasil yang dihasilkan
dari fungsi atau pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu
tertentu (Bernardin dan Russel, 1993:74).
Menurut Mulyadi dan Setyawan (2001 : 352 ) dalam menuju ke masa depan, perusahaan umumnya mendasarkan pada perencanaan tujuan yang hendak dicapai dimasa depan dengan perilaku yang diharapkan dari
22
keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.
Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat
pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan
motivasi dalam diri personil dalam bertindak demi kepentingan terbaik organisasi.
Penghargaan atas kinerja personil dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari
penilaian atas kinerja personil.
Kinerja individu merupakan dasar bagi kinerja organisasi. Oleh karena itu
manajer harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja individu. Ada beberapa faktor yang mengenai kinerja
individu dengan faktor-faktor tersebut maka kinerja antar individu akan berbeda.
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Adkins
(1979:58) terdapat beeberapa faktor pada empat kategori yaitu lingkungan, pasar
perusahaan dan pekerja/karyawan. Ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Lingkungan Pasar Instansi Karyawan 1. Ekonomi2. Politik3. Kebudayaan4. Sodial5. Agama6. Teknologi
1. Potensial2. Segmentasi3. Prospek4. Kompetisi
1. Reputasi2. Sumber daya
manusia3. Kemantapan
manajemen4. Kemantapan
teknologi5. Bentuk
pelayanan
1. Pengalaman.2. Pendidikan dan
Pelatihan3. Ketrampilan
teknis4. Komitmen 5. Usaha kualitatif6. Sikap dan tingkah
laku individu
Menurut Suyadi (1999:214), kebijakan kinerja suatu organisasi harus diprakarsai dan didukung oleh pimpinan organisasi bersangkutan, karena pemimpin organisasi berkepentingan untuk mengetahui seluruh
23
unit kerja dan karyawannya berfungsi menjalankan kegiatannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya menuju tujuan organisasi.
Masalah evaluasi manajerial mungkin tidak akan mendapat perhatian besar
apabila para manajer sama - sama berupaya menunjukkan kemampuan terbaiknya.
Biasanya pada kebanyakan perusahaan, mempekerjakan manajer untuk
menjalankan usahanya dan mendelegasikan wewenang pada mereka.
Dengan demikian struktur organisasi memiliki peranan penting dalam
mempengaruhi kinerja pada tingkat organisasi maupun tingkat cabang. Seseorang
yang memegang posisi manajerial, diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja
manajerial, karena berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat
konkrit, sedangkan kinerja manajerial adalah bersifat abstrak dan kompleks.
Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 352 ) dalam menuju ke masa depan, perusahaan umumnya mendasarkan pada perencanaan tujuan yang hendak dicapai dimasa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perusahaan dengan perilaku yang diharapkan tersebut, perusahaan memerlukan sistem pengendalian.
Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat
pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk membangkitkan
motivasi dalam diri personil dalam bertindak demi kepentingan terbaik organisasi.
Penghargaan atas kinerja personil dilandasi oleh informasi yang dihasilkan dari
penilaian atas kinerja personil.
Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 353 ) tujuan utama penilaian
kinerja adalah
Untuk memotivasi personil dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar
24
perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategis, program dan anggaran organisasi.
Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan,
baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
a. Definisi Konsep Kinerja Perawat
Menurut Mulyadi dan Setyawan ( 2001 : 353 ) tujuan utama
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personil dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategis,
program dan anggaran organisasi.
b. Definisi Operasional Kinerja Perawat
Kinerja Perawat adalah ukuran pencapaian target dalam
memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien berdasarkan sudut
pandang manajemen rumah sakit. Indikator yang diukur adalah
a. Ketepatan terhadap penerapan standar operasi
b. Kecepatan respon terhadap kebutuhan tindakan
c. Ketepatan respon yang diberikan dan
d. Kecepatan pelayanan.
25
26
4. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat dengan Kepuasan Pasien
Day (dalam Tjiptono, 2003:158) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian yang dirasakan antara
harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Menurut Kotler (2005:68) terdapat hubungan yang erat antara mutu
produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan.
Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya kepuasan
pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta (lebih sering) biaya
yang rendah. Sedangkan menurut Tjiptono (2003:69) mutu mempunyai hubungan
yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan
kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Mutu layanan sendiri didefinisikan sebagai ukuran penilaian menyeluruh
dan perbandingan antara layanan yang diharapkan pelanggan dengan kinerja
aktual yang diterima pelanggan. Gronroos (dalam Tjiptono, 2003:85) menyatakan
bahwa mutu layanan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawan, yaitu
profesonalism and skills, pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan,
sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
Profesionalism and skills merupakan bagian dari output kinerja yang
diartikan sebagai hasil yang dihasilkan dari fungsi atau pekerjaan tertentu atau
kegiatan selama suatu periode waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993:76).
27
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka maka dapat disusun kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Keterangan :Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 2. Kerangka Pikir
C. Hipotesis
Hipotesis yang dikembangkan berdasarkan kerangka pemikiran diatas
adalah :
Ada hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan kepuasan
pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RSU Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar.
Adapun alasan penulis mengambil lokasi tersebut, karena lokasi penelitian
merupakan tempat kerja penulis dan merupakan rumah sakit daerah yang sedang
berkembang sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja
perawat RSU Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
2. Waktu Penelitian
Waktu untuk mengadakan penelitian ini adalah mulai tanggal Juni 2008
sampai dengan Januari 2008, dengan perincian kegiatan sebagai berikut :
Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Penelitian Tesis
No. Kegiatan Waktu Pelaksanakan1. Pengajuan Judul Juni 20082. Penyusunan Pra Proposal Juli Agustus 20083. Persetujuan Pra Proposal Agustus 20084. Penyusunan Proposal Agustus 20085. Seminar Proposal Agustus 20086. Persetujuan Proposal September 20087. Penelitian dan penyusunan hasil September Desember 20088. Ujian Tesis Januari 20089. Revisi Ujian Januari 2008
10. Pengumpulan Hasil Januari 2008
29
B. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional asosiatif
dengan pendekatan cross sectional, dimana peneliti melakukan observasi dan
pengukuran variabel sesaat.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Semua perawat pada ruang rawat inap di RSU Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar sejumlah 94 orang.
2. Sampel
Sebagian perawat dan pasien rawat inap di RSU Ngudi Waluyo
Wlingi Kabupaten Blitar, dengan jumlah sampel adalah:
n = 2.1 dN
N
= 205,0.941
94
= 76,11336032 76 orang
3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Propotional Random
Sampling yaitu proses pengambilan sampel secara acak dengan jumlah pada
setiap ruangan diambil secara proposional. Proporsi pengambilan sampel
disajikan dalam tabel 1 berikut ini :
30
Tabel 3 : Proporsi Pengambilan Sampel Pada Ruang Rawat Inap Bapekesmas RSUD Wlingi Kabupaten Blitar
No. Nama RuanganJumlah
PopulasiProporsi
Jumlah Sampel
1 Paviliun 14 11,47 112 Edelweis 13 10,65 113 Anggrek 13 10,65 114 Dahlia I 13 10,65 115 Dahlia II 11 9,00 96 Wijaya kusuma 12 9,01 97 Cempaka 6 4,91 58 Bogenvil 12 9,01 9
Jumlah 94 76 76
D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen :
a) Kualitas Pelayanan (X1)
1) Reliability (X1.1)
2) Responsiveness (X1.2)
3) Assurance (X1.3)
4) Tangible (X1.4)
5) Empathy (X1.5)
b) Kinerja Perawat (X2)
2. Variabel dependen : Kepuasan Pasien (Y)
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai
berikut :
31
1. Komunikasi, baik komunikasi langsung maupun tidak langsung.
a. Untuk komunikasi tidak langsung peneliti menggunakan instrument
angket/ kuesioner.
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun untuk
diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan
tujuan penelitian. Kuesioner untuk penelitian disajikan dalam lampiran
4.
b. Sedangkan komunikasi langsung dilakukan dengan cara wawancara/
interview.
Interview adalah suatu proses memperoleh informasi untuk tujuan
penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung antara
peneliti dengan responden maupun pihak yang terkait. Teknik ini
digunakan untuk mencari data yang belum terjawab dalam angket atau
jawaban yang masih diragukan. Pedoman wawancara bisa dilihat pada
lampiran 4.
Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas berikut ini :
1) Validitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu
variabel. Daftar ini pada umumnya mendukung suatu kelompok
32
variabel tertentu. Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat pada
hasil output SPSS.
Menurut Bhuono Agung Nugroho ( 2005 : 68 ) bahwa dalam menilai
kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai
Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan.
Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang
merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > r-tabel.
Metode pengukuran yang digunakan yaitu Repeated Measure
(berulang), artinya pengukuran dilakukan berulang sampai benar-
benar valid.
Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang pasien di Ruang
Anggrek dan 5 kepala ruangan rawat inap Bapelkesmas RSU Ngudi
Waluyo Wlingi Blitar, diperoleh hasil seluruh pertanyaan instrument
penelitian adalah valid.
2) Reliabilitas
Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka tahap
berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat atau kuesioner.
Menurut Purbayu Budi Santoso ( 2005 : 251 ) reliabelitas adalah
ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam megukur
gejala yang sama dilain kesempatan. Jadi reliabelitas adalah ukuran
yang menunjukkan kestabilan dalam mengukur. Kestabilan disini
berarti kuesioner tersebut konsisten jika digunakan untuk mengukur
konsep atau konstruk dari suatu kondisi ke kondisi yang lain.
33
Menurut Purbayu Budi Santoso ( 2005 : 251 ) dengan metode One
Shot dilakukan dengan metode Cronbach Alpha lebih besar dari
0,60. Dalam Uji Reliabelitas, demikian juga Bhuono Agung Nugroho
( 2005 : 72 ) menyatakan bahwa reliabelitas suatu konstruk variabel
dikatakan baik jika memiliki Cronbach Alpha > 0,60. Lain halnya
menurut A.Abu Hamid ( 1998 ) dalam Arif Pratista ( 2005 : 43 )
menyatakan jika hendak mengambil keputusan-keputusan kelompok,
maka variabel dikatakan reliable ( ajeg ) jika mempunyai koefisien
relibelitas alpha sebesar 0,5 atau lebih. Dan untuk mengambil
keputusan individu maka keajegan minimum yang diperbolehkan
adalah sebesar 0,90.
Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 orang pasien di Ruang
Anggrek Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi Blitar, diperoleh
hasil seluruh pertanyaan adalah reliabel.
Hasil uji validitas dsn reliabilitas selengkapnya dapat dilihat dlam
lampiran 5.
F. Teknik Analisa Data
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Normalitas Data
Untuk melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji
analisis statistik parametris, data yang akan diuji harus terdistribusi
normal (Sugiyono, 2008 : 75). Pengujian normalitas menggunakan
34
metode kolmogorov smirnov dengan taraf signifikan 5%, sehingga
kelompok data yang memiliki distribusi normal apabila nilai z hasil
analisis < 1,96.
b. Multikonearitas
Multikonearitas adalah suatu keadaan yang menggambarkan adanya
hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau
semua variabel independen dari model yang diteliti
(Damodar,1995:39)
Cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas menurut Hair
dkk (1995) yaitu dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Apabila nilai VIF berapa pada kisaran 0,10 sampai 10
maka tidak terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika tidak berada pada
kisaran tersebut maka terjadi multikolinearitas. (Murtiyani,2001:72).
c. Heteroskedastisitas
Adalah varian tiap unsur disturbance uji, yang muncul dalam fungsi
regresi itu bersifat homokedasitas yaitu semua gangguan memiliki
varian yang sama. Model regresi yang baik tidak mempunyai
heteroskedastisitas. Dengan adanya asumsi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Spearman rank correlation. Korelasi ranking
Spearman darat dihitung dengan formula :
)1N(N
d61r
2
2i
s
35
Pengujian ini menggunakan distribusi t dengan membandingkan nilai t
hitung dengan t tabel. Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka
pengujian menolak hipotesis nol (H0) yang menyatakan tidak terdapat
heteroskedasisitas pada model regresi. Nilai t hitung dapat ditentukan
dengan formula:
2s
s
r1
2Nrt
Dengan degree of freedom (d.f) = N-2
Keterangan :
rs = Korelasi rangking Spearmand1 = Selisih rangking standar deviasi (S) dan ranking nilai
mutlak error (e). nilai e = Y - Y N = Banyaknya sampel t = t hitung (Algifari,1997)
d. Autokorelasi
Adalah korelasi antara anggota sampel yang diurutkan berdasarkan
waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul pada observasi
yang menggunakan catatan seri. Konsekuensi adanya autokorelasi
dalam suatu model regresi adalah varian sampel tidak dapat
menggambarkan varian populasinya. Lebih jauh lagi, model regresi
yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai varian
dependen pada nilai variabel independen tertentu. Untuk mendiaknosis
adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan melalui
pengujian terhadap nilai Durbin Watson (uji D). (Algifari, 1997:81).
36
2. Analisis Deskriptif
Analisis yang digunakan untuk menghasilkan gambaran dari data
yang telah terkumpul berdasarkan jawaban responden adalah melalui
distribusi item dari masing-masiang variable. Penyajian data yang telah
terkumpul pembahasannya secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan
tabel frekuensi.
3. Teknik Analisis Regresi Linear
Untuk mengetahui kuat pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat, dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
liner berganda dalam persamaan sebagai berikut:
Y= a + b1x11 + b2 x12 + b3 x13+ b4 x14+ b4 x15++ b4 x2
Keterangan :
Y = Kepuasan Pasienbn = Koefisien regresi peubah bebasXn = Peubah bebase = Kesalahan (error)a = Interception Point
4. Uji Hipotesis
a. Uji F merupakan pengujian yang mengukur seberapa besar hubungan
variabel bebas (x1x2) secara bersama-samaa terhaadap variabel terikat
(y).
b. Uji t merupakan pengujian distribusi serangkaian sampel dengan suatu
distribusi teoritis tertentu.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan
di Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi selama bulan September sampai
dengan Oktober 2008 dengan jumlah responden 78 perawat sesuai dengan kriteria
pengambilan sampel. Hasil penyajian data ini diperoleh rnelalui pengisian
kueisoner oleh responden mengenai variabel Kualitas Layanan, Kinerja, dan
Kepuasan Pasien. Gambaran umum Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar adalah sebagai berikut :
Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo Wlingi terletak di Jl. Dr.
Sucipto no 5 Kecarnatan Wlingi Kabupaten Blitar. Rumah sakit tipe B
terakreditasi yang menyediakan layanan kesehatan umum baik rawat inap maupun
rawat jalan. Pelayanan rawat jalan meliputi poli umum, poli dalam, poli bedah,
poli mata, poli paru, poli kulit dan kelamin, poli kandungan, poli anak. Sedangkan
rawat inap terdiri dari bangsal anak, bangsal penyakit dalam ruang Dahlia I
(MPKP) dan ruang Dahlia II, ruang ICU dan ruang ICCU (Wijaya Kusuma),
ruang Cempaka, ruang Edelwais, ruang Flamboyan dan Bugenfile. Fasilitas lain
yang disediakan rumah sakit antara lain unit radiology, unit laboratorium patologi
klinik, dan kamar jenasah. Rumah sakit ini dipimpin oleh kepala badan dan
dibantu oleh 3 kepala bidang dan 1 sekretaris.
38
B. Deskripsi Data Penelitian
Data hasil penelitian yang disajikan dalam lampiran 6, kemudian dianalisis
secara deskriptif dengan mencari rata-rata jawaban responden untuk setiap item
pertanyaan. Hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Layanan
a. Dimensi Reliability
Pada dimensi reliability rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Reliability
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1Kesesuaian pelayanan yang diberikan dengan harapan pasien 3,06
2 Kepercayaan pasien pada rumah sakit 3,04
3Kesesuaian dengan harapan pasien pada sebelum pasien pernah mendapat pelayanan 2,99
4Kesesuaian dengan informasi yang diberikan 3,10
5 Kebenaran diagnosa 3,05
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :
3,06
3,04
2,99
3,1
3,05
2,92
2,94
2,962,98
3
3,02
3,04
3,063,08
3,1
3,12
1 2 3 4 5
Nomer Soal
Rat
a-R
ata
Sko
r
Gambar 3. Rata-rata skor untuk setiap nomer soal dalam dimensi reliability
39
Diagram batang dalam gambar 3 menunjukkan bahwa pada dimensi
reliability, skor tertinggi pada kesesuaian pelayanan dengan informasi dan
terendah pada kesesuaian dengan harapan pasien pada sebelum pasien
pernah mendapat pelayanan.
b. Dimensi Responsiveness
Pada dimensi responsiveness rata-rata skor penilaian hasil jawaban
responden adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Responsiveness
No Pertanyaan Skor rata-Rata1 Kelengkapan informasi 3,052 Kecepatan respon perawat 2,903 Keramahan dan kesabaran perawat 3,134 Kesiagaan perawat 3,005 Tanggung jawab perawat 3,03
Berdasarkan tabel diatas maka dapat disusun diagram batang sebagai
berikut :
3,05
2,9
3,13
33,03
2,75
2,8
2,85
2,9
2,95
3
3,05
3,1
3,15
6 7 8 9 10
Nomer Soal
Rat
a-R
ata
Sko
r
Gambar 4. Rata-rata skor untuk setiap nomer soal dalam dimensi responsiveness
40
Berdasarkan gambar 4, nampak bahwa pada dimensi responsiveness, skor
tertinggi pada keramahan dan kesabaran perawat, dan terendah pada
kecepatan respon perawat.
c. Dimensi Assurance
Pada dimensi assurance rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada DimensiAssurance
No Pertanyaan Skor rata-Rata1 Kenyamanan rumah sakit 3,012 Kesantunan perawat 3,003 Kemampuan memberikan informasi 3,044 Perhatian pada pasien 3,145 Kepedulian perawat 3,00
Berdasarkan tabel diatas dpat disusun diagram batang berikut ini :
3,01 3
3,04
3,14
3
2,9
2,95
3
3,05
3,1
3,15
3,2
11 12 13 14 15
Nomer Soal
Rat
a-R
ata
Sko
r
Gambar 5. Rata-rata skor untuk setiap nomer soal dalam dimensi assurance
41
Berdasarkan gambar 5, nampak bahwa pada dimensi assurance, skor
tertinggi pada perhatian pada pasien, dan terendah pada kepedulian dan
kesantunan perawat.
d. Dimensi Empathy
Pada dimensi empathy rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Dimensi Empathy
No Pertanyaan Skor rata-Rata1 Kesan yang diberikan pada pasien 2,952 Pemahaman pada kebutuhan pasien 3,093 Pengertian pada pasien dan keluarga 2,964 Sopan santun 3,145 Kepedulian perawat 3,09
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :
2,95
3,09
2,96
3,14
3,09
2,85
2,9
2,95
3
3,05
3,1
3,15
3,2
16 17 18 19 20
Nomer Soal
Rat
a-R
ata
Sko
r
Gambar 6. Rata-rata skor untuk setiap nomer soal dalam dimensi empathy
42
Berdasarkan gambar 6 nampak bahwa pada dimensi empathy, skor
tertinggi pada sopan santun dan terendah pada penciptaan kesan kepada
pasien dan keluarganya.
e. Dimensi Tangible
Pada dimensi tangible rata-rata skor penilaian hasil jawaban responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada DimensiTangible
No Pertanyaan Skor rata-Rata1 Kecanggihan peralatan 2,962 Kecukupan fasilitas 3,033 Profesionalisme perawat 3,08
4Keseuaian peralatan dengan kebutuhan 2,99
5 Sarana komunikasi 2,96
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram batang berikut ini :
2,96
3,03
3,08
2,99
2,96
2,9
2,92
2,942,96
2,98
3
3,02
3,043,06
3,08
3,1
21 22 23 24 25
Nomer Soal
Rat
a-R
ata
Sko
r
Gambar 7. Rata-rata skor untuk setiap nomer soal dalam dimensi assurance
43
Berdasarkan gambar 7, nampak bahwa pada dimensi tangible, skor
tertinggi pada profesionalisme perawat dan terendah pada penciptaan sarana
komunikasi dan kecanggihan peralatan.
2. Kinerja
Rata-rata skor kinerja perawat berdasarkan hasil penilaian atasan perawat
adalah sebagai berikut :
Tabel 9. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Kinerja Perawat
No Pertanyaan Skor rata-Rata1 Kecepatan 3,052 Kepatuhan pada peraturan 2,993 Kompetensi 2,994 Kreatifitas 3,135 Kerja sama 3,09
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram sebagai berikut :
3,05
2,99 2,99
3,13
3,09
2,9
2,95
3
3,05
3,1
3,15
Kec
epat
an
Kep
atuh
anpa
dape
ratu
ran
Kom
pete
nsi
Kre
atifi
tas
Ker
ja s
ama
Nomer Soal
Rat
a-R
ata
Sko
r
Gambar 8. Rata-rata skor untuk setiap parameter penilaian kinerja
44
Berdasarkan gambar 8 nampak bahwa kinerja perawat, skor tertinggi pada
kreatifitas dan terendah pada kompetensi dan kepatuhan pada peraturan di
rumah sakit.
3. Kepuasan Pasien
Rata-rata skor kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan perawat
adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Rata-Rata Skor Penilaian Jawaban Responden Pada Kepuasan pasien
No Pertanyaan Skor rata-Rata
1Kepuasan pada jasa pengobatan dan perawatan 3,05
2Kepuasan pada keseluruhan jasa kesehatan yang diberikan rumah sakit 3,10
3Kepuasan pada peralatan yang dimiliki oleh rumah sakit 3,04
4 Kecepatan pelayanan 3,035 Ketepatan 2,976 Kepuasan pada pelayanan 2,99
Berdasarkan tabel diatas dapat disusun diagram berikut ini :
3,05
3,1
3,043,03
2,972,99
2,9
2,95
3
3,05
3,1
3,15
1 2 3 4 5 6
Nomer Soal
Ra
ta-R
ata
Sk
or
Gambar 9. Rata-rata skor untuk setiap parameter kepuasan
45
Pada gambar 9 nampak bahwa kepuasan pasien, skor tertinggi pada jasa
rumah secara keseluruhan dan terendah pada ketepatan.
A. Uji Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas
Untuk melakukan uji hipotesis dengan menggunakan metode statistik
parametris maka data yang digunakan harus terdistribusi normal. Hasil uji
normalitas disajikan dalam lampiran 7. Normalitas data dapat diketahui dari uji
Kolomogorov Smirnov yang hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Metode Uji Kolomogorov Smirnov
No. Variabel Z P-Value1. Reliability 0,140 0,0012. Responsiveness 0,176 0,0003. Assurance 0,166 0,0004. Empathy 0,177 0,0005. Tangible 0,159 0,0006. Kinerja 0,193 0,0007. Kepuasan 0,185 0,000
Berdasarkan tabel 10, Z untuk variabel reliability, responsiveness, assurance,
assurance, empathy, tangible, kinerja dan kepuasan kurang dari 1,96 yang. Hal
ini berarti data seluruh variabel terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Untuk membuktikan bahwa antar variabel bebas dalam penelitian tidak
memiliki hubungan yang bermakna (multikolinearitas) dapat dilakukan dengan
menggunakan acuan nilai varian inflation factor (VIF), dengan ketentuan apabila
nilai VIF berkisar antara 0,1 sampai dengan 10 maka multikolinearitas tidak
46
terjadi. Hasil analisis kolinearitas disajikan dalam lampiran 7, menunjukkan
bahwa nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil Uji Kolinearitas Untuk Masing-Masing Variabel Bebas dalam Penelitian
Statistik KolinearitasVariabel Bebas Tolerance VIFReliability ,791 1,264Responsiveness ,746 1,340Assurance ,744 1,345Empathy ,594 1,685Tangible ,696 1,437Kinerja ,604 1,656
Berdasarkan tabel 11 nampak bahwa nilai VIF untuk seluruh variabel bebas
penelitian dalam range 0,1 sampai dengan 10, yang berarti tidak terjadi
multikolinearitas antara variabel bebas.
3. Uji Heterokedasitas
Uji heterokedasitas dilakukan dengan menggunakan analisis spearman rho
antara variabel bebas dengan residual. Berdasarkan hasil uji pada lampiran 7
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan residual yang berarti varian data variabel yang dianalisa adalah
homogen.
4. Uji Autokorelasi
Uji gejala autokorelasi dilakukan dengan melihat hasil Durbin Watson. Hasil
Durbin-Watson (d) rata-rata d=2 dengan level signifikansi 0,05 (5%) dan k
(regressor)=5 dan n (observasi)=78 diperoleh nilai dL=1,689; 4-dL= 2,311;
dU=1,480; dan 4 dU=2,520. Dengan demikian D.W.U null hypothesis
47
didukung dengan kata lain tidak ada korelasi serial diantara disturbance terms,
sehingga variabel tersebut independen (nonautokorelasi) atau dengan rumus r=1-
d/2, maka r=0, sehingga tidak terjadi autokorelasi serial.
B. Uji Hipotesis
1. Persamaan Regresi
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan dalam lampiran 8, diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Y = 4,39 + 0,21 X11 + 0,14 X12 + 0,08 X13 + 0,24 X14 + 0,20 X15 + 0,08 X2
Keterangan :
X11 = Reliability
X12 = Responsiveness
X13 = Assurance
X14 = Empathy
X15 = Tangible
X2 = Kinerja
Y = Kepuasan Pasien
Berdasarkan persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Jika seluruh variabel bebas bernilai 0 maka kepuasan pelanggan sebesar 4,39
satuan.
b. Jika variabel reliability meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan
maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,21. Hal ini berarti
pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
48
c. Jika variabel responsiveness meningkat 1 satuan dan variabel lainnya
konstan maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,14. Hal ini
berarti pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
d. Jika variabel assurance meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan
maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,08. Hal ini berarti
pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
e. Jika variabel empathy meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan
maka variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,25. Hal ini berarti
pengaruh yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
f. Jika variabel kinerja meningkat 1 satuan dan variabel lainnya konstan maka
variabel kepuasan akan bertambah sebesar 0,10. Hal ini berarti pengaruh
yang diberikan oleh variabel reliability adalah positif.
2. Koefisien Determinasi
Besarnya kuat pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat
ditunjukkan oleh nilai R2. Berdasarkan hasil analisis dalam lampiran 8,
besarnya nilai R2 adalah 0,782 atau 78,2%. Hal ini berarti faktor mutu layanan
dan kinerja memberikan pengaruh kepada kepuasan pasien sebesar 78,2%,
sedangkan 11,8% sisanya dipengaruhi oleh faktor diluar kualitas layanan dan
kinerja perawat.
3. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kinerja terhadap Kepuasan Pasien Secara Simultan
Pengaruh secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja terhadap
kepuasan pasien ditunjukkan oleh nilai F. Besarnya nilai F hasil perhitungan
dalam lampiran 8 adalah 42,431. Sedangkan nilai F yang diperoleh dari tabel
49
(F Tabel atau harga kritis F), dengan parameter dk pembilang = 6 -1 -1 = 4 dan
dk penyebut 78, untuk 5% diperoleh nilai F sebesar 2,48. Daerah penerimaan
Ho adalah sebelah kiri harga kritis F, karena F hitung terletak disebelah kanan
harga kritis F (Fhitung > F tabel) maka berada pada daerah penolakan Ho dan
daerah penerimaan H1 yang berarti ada pengaruh yang signifikan
4. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Perawat terhadap Kepuasan Pasien Secara Parsial
d. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Reliabilitas terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas
terhadap kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel.
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 4,771.
Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada
hubungan kualitas pelayanan pada dimensi reliabilitas terhadap kepuasan
pasien.
e. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Responsiveness terhadap
Kepuasan Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
50
Ho : Tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi
responsiveness terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi responsiveness
terhadap kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan pada lampiran 13.
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,485.
Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada
hubungan kualitas layanan pada dimensi responsiveness terhadap kepuasan
pasien.
c. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Assurance terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi assurance
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi assurance
terhadap kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671
dan t untuk n = 120 sebesar 1,658.
51
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,635
Karena t hitung < t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti
tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi assurance terhadap
kepuasan pasien.
d. Hubungan Kualitas Pelayanan pada Dimensi Empathy terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi empathy
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan Kualitas pelayanan pada dimensi empathy terhadap
kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671
dan t untuk n = 120 sebesar 1,658.
Hasil analisis dalam lampiran 8 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,252
Karena t hitung > t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti ada
hubungan kualitas pelayanan pada dimensi empathy terhadap kepuasan
pasien.
e. Hubungan Kualitas pelayanan pada Dimensi Tangible terhadap Kepuasan
Pasien
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
52
Ho : Tidak ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi tangible
terhadap kepuasan pasien.
H1 : Ada hubungan kualitas pelayanan pada dimensi tangible terhadap
kepuasan pasien.
Ho akan diterima jika t hitung < t tabel, dan Ho akan ditolak jika t hitung
lebih dari t tabel. Besarnya nilai t tabel untuk pengujian 2 pihak dan 5%
dengan n sebesar 78 diperoleh dari perhitungan t untuk n = 60 sebesar 1,671
dan t untuk n = 120 sebesar 1,658.
Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,512
Karena t hitung > t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti ada
hubungan kualitas pelayanan pada dimensi tangible terhadap kepuasan
pasien.
E. Kesimpulan Pengujian Hipotesis
Setelah melakukan uji hipotesis maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Nilai t untuk seluruh dimensi kualitas layanan selain dimensi assurance
lebih dari nilai t tabel (1,660) yaitu 4,771 untuk reliability, 2,485 untuk
responsiveness, 4,852 untuk empathy dan 3,789 untuk tangible, yang
berarti ada pengaruh terhadap kepuasan pasien. Sedangkan dimensi
assurance memiliki nilai t kurang dari nilai t tabel yaitu 1,635 yang
berarti tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien.
53
2. Nilai t untuk kinerja perawat adalah 1,512, kurang dari t tabel (1,660)
yang berarti kinerja perawat tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan
pasien.
3. Besarnya nilai F hasil perhitungan adalah 42,431 lebih dari nilai F tabel
(2,48) yang berarti secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja
memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien.
F. Penafsiran Hasil Analisa Data
Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian
dilakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan hasil analisis data
sebagai berikut :
1. Hubungan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien
Nilai t untuk seluruh dimensi kualitas layanan selain dimensi assurance
lebih dari nilai t tabel (1,660) yaitu 4,771 untuk reliability, 2,485 untuk
responsiveness, 4,852 untuk empathy dan 3,789 untuk tangible, yang berarti
ada pengaruh terhadap kepuasan pasien. Sedangkan dimensi assurance
memiliki nilai t kurang dari nilai t tabel yaitu 1,635 yang berarti tidak
memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien. Pada uji hipotesis secara parsial
diketahui bahwa dimensi assurance tidak memberikan pengaruh yang
signifikan sedangkan pada dimensi lainnya pengaruhnya cukup signifikan.
Hasil penelitian ini memberikan hasil, yaitu dimensi empathy
dibandingkan dengan empat dimensi pelayanan lainnya memberikan hasil
yang paling signifikan, dengan nilai t tertinggi dan nila B tertinggi.
54
Berdasarkan hasil tersebut maka sangat diperlukan upaya untuk meningkatkan
pelayanan pada dimensi empathy ini, misalnya melalui kursus kepribadian
untuk perawat. Sedangkan nilai yang paling menonjol dari dimensi empathy
adalah pada sopan santun perawat, dan yang terendah adalah pada penciptaan
kesan.
Kondisi ini berarti nilai tambah (value added) dalam pelayanan rawat inap
di Bapelkesmas RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar adalah pada
sopan santun yang ditunjukkan oleh perawat. Sedangkan yang dapat
merugikan adalah kurangnya upaya pencitraan rumah sakit kepada masyarakat
dengan cara pemberian kesan yang baik dari perawat kepada pasien.
Permasalahan ini menunjukkan bahwa walaupun memiliki kelebihan dalam
sopan santun kepada pasien tetapi perawat kurang memperhatikan pencitraan
pada dirinya, misalnya saja kerapian, baik pada diri perawat maupun pada
lingkungan perawatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hamsar (2005), menunjukkan bahwa pada
Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan, dimensi mutu layanan yang
paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah dimensi responsiveness.
Hal ini menunjukkan bahwa pada dimensi mutu layanan yang berpengaruh
pada kepuasan pasien pada yang memiliki latar belakang kultur yang berbeda,
memberikan pengaruh yang berbeda, sehingga penekanan dari sebuah
penerapan mutu layanan pada rumah sakit sebaiknya disesuaikan dengan
mayoritas kultur masyarakat yang dilayaninya. Antara penelitian yang
dilakukan oleh Hamsar (2005), dengan hasil penelitian ini menunjukkan
55
kesamaan yaitu seluruh dimensi mutu layanan memberikan pengaruh pada
kepuasan pasien akan tetapi pada masyarakat di Medan Sumetera Utara, hal
yang paling berpengaruh terhadap kepuasan adalah kecepatan respon,
sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan pasien pada
masyarakat Blitar Jawa Timur, kepuasan pasien lebih banyak ditimbulkan dari
dimensi empathy.
2. Hubungan Kinerja Terhadap Kepuasan Pasien
Nilai t untuk kinerja perawat adalah 1,512, kurang dari t tabel (1,660) yang
berarti kinerja perawat tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien. Hal
ini menunjukkan bahwa penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan perawat
tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan kepuasan
pasien.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kondisi ini, menurut Wijono
(2007) pelayanan kesehatan memiliki ciri khas tersendiri karena memberikan
pelayanan pada orang sakit, sehingga kekauan pada prosedur kadang kala
malah menciptakan ketidakpuasan.
Sebagai contohnya adalah untuk menunjukkan kinerja yang baik perawat
secara disiplin mencoba untuk kunjungan kepada pasien, sesuai dengan aturan
jam besuk, akan tetapi disisi lain ada beberapa keperluan pasien yang tidak
dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit, dalam hal ini perawat. Kontradiksi ini
menimbulkan ketidakpuasan pasien karena ada kebutuhan pasien yang
seharusnya dapat terpenuhi oleh keluarganya akan tetapi terbatasi oleh jam
56
kunjung. Kondisi ini membutuhkan kreativitas perawat untuk mensikapi agar
tidak terjadi ketdakpuasan pada pasien.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Latief (2005) menunjukkan hal yang
berbeda, yaitu peningkatan kinerja perawat dengan peningkatan mutu layanan
dapat berjalan seiring untuk menciptakan kepuasan pasien.
Hasil penelitian yang dilakukan memberikan perbedaan dengan penelitian
terdahulu tersebut disebabkan dalam melakukan penilaian kinerja perawat
atasan memiliki indikator yang berbeda dengan penilaian yang diberikan oleh
pasien. Selain perbedaan indikator, perbedaan sudut pandang juga
memberikan perbedaan penilaian, misalnya seorang atasan akan memberikan
nilai plus jika perawat dapat melakukan pelayanan yang efektif, cepat dan
tepat. Berbeda dengan keinginan pasien yang ingin berlama-lama untuk
diperhatikan. Adanya dua kondisi yang kontradiktif ini membutuhkan sebuah
kebijakan dari pihak rumah sakit yang dapat menjembatani antara kebutuhan
pasien dengan kebutuhan kinerja perawat.
3. Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kinerja Terhadap Kepuasan Pasien
Besarnya nilai F hasil perhitungan adalah 42,431 lebih dari nilai F tabel
(2,48) yang berarti secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja
memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien.
Kualitas pelayanan dengan mengambil sudut pandang pasien mememiliki
hubungan yang lebih kuat dengan kepuasan pasien dibandingkan dengan
kinerja pelayanan menurut sudut pandang manajemen. Hal ini disebabkan
karena parameter kualitas pelayanan menurut pasien sama dengan parameter
57
kepuasan pasien sehingga dapat berjalan seiring, sedangkan kinerja pelayanan
menurut manajemen memiliki parameter yang berbeda dengan kepuasan
pasien sehingga tidak dpat berjalan seiring.
Penelitian yang dilakukan oleh Latief (2005) menunjukkan bahwa kinerja
yang diukur dengan mempertimbangkan kepuasan pasien akan memberikan
keuntungan dalam jangka panjang yang berupa loyalitas pasien.
Perubahan konsep pelayanan yang selalu menilai hasil kerja bukan lagi
berdasarkan hasil dari pelayanan akan tetapi cenderung pada bagaimana
pelayanan diberikan dan mengutamakan nilai-nilai yang diberikan oleh
konsumen nampaknya belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh pihak
manajemen Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo akibatnya terdapat perbedaan
cara pandang dalam memberikan enilaian hasil kerja perawat menurut pasien
dan menurut manajemen. Kondisi ini memerlukan suatu perubahan paradigma
di tubuh manajemen rumah sakit, bukan lagi menilai hasil kerja perawat dari
sudut pandang keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit akan tetapi pada
kepuasan yang dirasakan oleh pasien, karena kepuasan pada pasien akan
menciptakan loyalitas dan bermuara pada keuntungan bagi rumah sakit dalam
jangka pendek dan jangka panjang, akan tetapi jika sudut pandangnya adalah
keuntungan bagi rumah sakit dalam jangka pendek maka kadngkala harus
mengalahkan kepuasan pasien yang berakibat pada hilangnya loyalitas yang
akan merugikan rumah sakit dalam jangka panjang.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil analisis data dan interpretasi hasil penelitian serta pembahasan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh kualitas pelayanan pada dimensi reliability, responsiveness,
tangible dan empathy terhadap kepuasan pasien rawat inap di Bapelkesmas
RSU Ngudi Waluyo Wlingi Blitar. Sedangkan pada dimensi assurance tidak
memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien.
2. Pengaruh kinerja perawat terhadap kepuasan pasien rawat inap di
Bapelkesmas RSU Ngudi Waluyo Wlingi Blitar adalah tidak signifikan.
3. Secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja memiliki pengaruh
terhadap kepuasan pasien.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas maka implikasi yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Dengan adanya pengaruh kualitas pelayanan pada dimensi reliability,
responsiveness, empathy dan tangible terhadap kepuasan pasien maka
keempat dimensi tersebut memiliki peranan dalam menciptakan loyalitas
pasien yang berarti dapat meningkatkan nilai ekonomis pelayanan rumah
59
sakit. Sedangkan dimensi assurance tidak memberikan dampak yang berarti
dalam meningkatkan nilai ekonomis pelayanan rumah sakit.
2. Kinerja perawat dipandang dari sudut pandang manajemen tidak memberikan
pengaruh terhadap kepuasan pasien yang berarti kinerja perawat tidak dapat
meningkatkan nilai ekonomis pelayanan rumah sakit signifikan.
3. Secara bersama-sama kualitas pelayanan dan kinerja perawat memberikan
kontribusi positif terhadap kepuasan pasien sehingga dengan melakukan
peningkatan seluruh dimensi kualitas pelayanan dan kinerja perawat maka
loyalitas pasien dapat tercapai dan akan menyebabkan peningkatan nilai
ekonomis pelayanan rumah sakit.
C. Saran
1. Bagi manajemen rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan dengan mengutamakan pada dimensi reliability, responsiveness,
empathy dan tangible.
2. Bagi pihak manajemen rumah sakit diharapkan dapat melakukan perubahan
sudut pandang penilaian kinerja perawat agar hasil penilaian kinerja perawat
memiliki korelasi langsung terhadap kepuasan pasien.
3. Kualitas pelayanan dan kinerja perawat secara bersama-sama memberikan
dampak positif terhadap kepuasan pasien sehingga diperlukan upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan mengutamakan
pemerataan pada seluruh pelayanan sehingga tidak timbul ketimpangan
kualitas pelayanan yang berakibat pada ketimpangan pendapatan.
60
DAFTAR PUSTAKA
Bernardin dan Russel, 2001. Human Resources Management, An Experimental Approach, International Edition. New York : McGraw-Hill.
Cahyono, Bambang Tri. 1996. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta : Penerbit IPWI.
Gaspersz, V. 2002. Manajemen Kualitas : Penerapan Konsep VINCENT dalam. Manajemen Bisnis Total. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
__________. 2001. Total Quality Management (TQM), Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Hamsar, Adriana. 2005. Analisis Mutu Pelayanan Rawat Inap dan Hubungannya dengan Kepuasan Pasien Peserta Askes Plus di Rumah Sakit Permata Bunda Medan Tahun 2005. Medan : Univesitas Sumetera Utara.
Joseph F. Hair JR. dkk. 1995. Multivariate Data Analysis. Jakarta :
Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Control. Jilid I. Jakarta : Prenhallindo.
Lovelock, C.H. 1988. Managing Service. New Jersey: Prentice Hall.
Mulyadi dan Setyawan. 2001. Sistem Pengendalian Manajemen; Sistem melipatgandaan Kinerja. Jakarta : Salemba Empat.
Parasuraman, et. al. 1988. Service Quality. New York : McGraw Hill.
Ruky, S. Achmad, 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suyadi , Prawirosentono. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta : BPFE.
Swastha, Basu. 2000. Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Kedelapan.Yogyakarta : Liberty.
Tjiptono, F. 2003. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Penerbit Andi.
61
Umar, Husein. 1997. Studi Kelayakan Bisnis: Manajemen, metode & Kasus. Jakarta : Penerbit Gramedia.
Jurnal
Assauri, Sofjan. 2003. Customer Service yang Baik Landasan Pencapaian Customer Satisfaction. Jakarta : Jurnal USAHAWAN NO. 01 TH XXXII JANUARI 2003. Hal 25 30.
Chirac, Jain. 2005. Service Quality Dimensions and Customer Satisfaction : A Case Study in Indian Banks. Kanpur : Kanpur University Economic Journal.
Hemmel IT. 2005. High Performing Organisations.
Karesipana, Made. 2007. Pengaruh Motivasi Kerja Aparat Terhadap Kualitas Layanan Civil. Bandung : Jurnal Ekonomi Padjadjaran hal 26 27.
Latief, Achmad. 2005. Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar: Pendekatan Analisis Voice Of Costumer (VOC). Makassar : Universitas Hasanuddin
Marson, Brian. 2007. Citizen-Centred Service Measurement in Canada: From Research to Results. Madrid : OECD Jurnal. Hal 1 12.
Masjrur, Ahmad Rajaul. 2008. Analisis Dimensi Penilaian Prestasi Kerja Karyawan Bank Syariah Mandiri Di Wilayah Jawa Timur. Surabaya : Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Hal 25 28.
Rodhiah. 1997. PP 20 dalam dimensi budaya perusahaan. Jakarta : Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia Nopember 1997. Hal Bonus 7 12.
62
JADWAL PENELITIAN
Bulan Pelaksanakan
No Kegiatan Juni Juli Agsts Sept Okt Nop Des Jan
1 Informasi Penyelenggara
2 Pengajuan Judul Tesis
3 Penyusunan Pra Proposal
4 Persetujuan Judul dan Pra Proposal
5 Penyusunan Proposal
6 Pengumpulan Proposal
7 Seminar Proposal
8 Revisi dan Persetujuan Proposal
9 Penelitian dan Penyusunan Hasil Penelitian
10 Pengumpulan Hasil Penelitian
11 Pelaksanaan Ujian Tesis
12 Revisi Ujian Tesis
13 Pengumpulan Tesis
Lampiran 1
63
INFORMED CONSENT
NAMA : TAADINIM : 540907119
Saya sebagai Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Kualitas Pelayanan Dan Kinerja Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar .
Adapun Tujuan Dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas pelayanan dan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
Dalam hal ini saya mengharapkan saudara/saudari bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Dan mengenai identitas atau data akan dirahasiakan oleh peneliti.
Demikian informasi penelitian ini saya buat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Surakarta,......................20...Peneliti
(Taadi)
Lampiran 2
64
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Judul : Hubungan Kualitas Pelayanan Dan Kinerja Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo WlingiKabupaten Blitar
Peneliti : Taadi (NIM. 540907119).Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. dr. Didik T., MM, Mkes, PAK.2. Dr. Sri Haryati, M.Pd.
Bahwa saya menyatakan bersedia berperan serta dal