BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam dunia veteriner dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hampir setiap saat, para ahli menemukan suatu metode baru yang berkaitan dengan sistem imun baik pada hewan maupun manusia (inflamasi). Kemajuan IPTEK tersebut juga berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di subsektor kedokteran hewan. Perkembangan IPTEK di bidang imunologi misalnya telah memberikan dampak kemajuan di subsektor kedokteran hewan dalam meningkatkan produktivitas dan kesehatan hewan. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, imunologi adalah ilmu terapan yang mempelajari mengenai sistem pertahanan tubuh terhadap paparan benda asing dari luar tubuh Cakupan dari ilmu imunologi ini sangatlah luas, namun pada makalah kali ini cukup berfokus pada satu pokok bahasan yaitu inflamasi. Inflamasi atau yang sering dikenal dengan istilah radang merupakan suat 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi dalam dunia veteriner dari tahun ke tahun
terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hampir setiap saat,
para ahli menemukan suatu metode baru yang berkaitan dengan sistem imun
baik pada hewan maupun manusia (inflamasi). Kemajuan IPTEK tersebut
juga berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di subsektor kedokteran
hewan. Perkembangan IPTEK di bidang imunologi misalnya telah
memberikan dampak kemajuan di subsektor kedokteran hewan dalam
meningkatkan produktivitas dan kesehatan hewan. Dewasa ini, perkembangan
bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-
ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular,
mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata
lain, imunologi adalah ilmu terapan yang mempelajari mengenai sistem
pertahanan tubuh terhadap paparan benda asing dari luar tubuh
Cakupan dari ilmu imunologi ini sangatlah luas, namun pada makalah
kali ini cukup berfokus pada satu pokok bahasan yaitu inflamasi. Inflamasi
atau yang sering dikenal dengan istilah radang merupakan suat kejadian
normal dari tubuh yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Inflamasi
ini terjadi akibat sistem pertahan yang ada dalam tubuh sudah tidak mampu
lagi melawan paparan benda asing dari tubuh ( virus dan bakteri) secara
biologis tempat tempat yang mendapatkan serangan dari luar tersebut akan
terjadi inflamasi atau peradangan. Di mana terlebih dahulu sebelum terjadi
peradangan tubuh akan mengarahkan ke tempat pertahan setelah antibodi
yaitu kelenjar pertahanan, di kelenjar pertahanan inilah semua benda asing
( virus dan bakteri) berkumpul dan di fagositosis oleh sel darah putih
( netrofil, basofil, eusinofi, monosit, dan limfosit) semua bagian dari sel darah
putih ini mempunyai fagositosis terhadap benda asing ada yang fagositosi
terhadap bakteri dan mikroba sesuai dengan benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.
1
Bila semua itu sudah tidak mampu menahan serangan dari luar maka
terjadilah inflamasi atau peradangan. Peradangan itu sendiri dapat dibedakan
menjadi dua yaitu regional dan sistemik. Peradangan regional misalnya
pembengkakan yang terjadi pada pangkal femur ketika kaki mengalami bisul
atau luka yang terinfeksi kuman. Sedangkan kalau peradangan yang
menyerang seluruh tubuh atau sistemik maka manusia atau hewan tersebut
suhu tubuhnya akan meningkat dan mengalami demam kalau pada manusia.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meninjau lebih dalam
mengenai ilmu imunologi khususnya tentang inflamasi. Karena dengan
mengetahui suatu hewan mengalami peradangan, kita sebagai calon dokter
hewan dapat mendiagnosa lebih jauh lagi mengenai penyakit yang menyerang
pada hewan tersebut. Inflamasi menjadi indikator utama suat hewan tersebut
dalam keadaan tidak sehat, mengingat inflamasi ini berkaitan dengan sistem
kekebalan tubuh. Jika terjadi inflamasi pastilah tubuh sudah terpapar beda
asing( virus dan bakteri) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan inflamasi atau peradangan?
1.2.2 Bagaimana tahapan terjadinya inflamasi?
1.2.3 Bagaimana penangan yang dilakukan ketika menemukan pasien
terkena inflamasi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahuiapa itu inflamasi atau peradangan.
1.3.2 Untuk mengetahui tahapan terjadinya inflamasi.
1.3.3 Untuk dapat mengetahui penanganan bila mengemuka pasien terkena
inflamasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas
Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih
mengenai inflamasi atau peradangan.
2
1.4.2 Hasiltugasinidapatmenjadiarsipyang
dapatmembantuuntukmengerjakantugasyang berhubungan dengan
imunologi khususnya mengenai inflamasi atau peradangan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Infamasi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
(Dorland, 2002).
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi
adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang
terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera
atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan
pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang,
penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas.
Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki
atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi
(Rukmono, 1973).
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan
terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang
berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi
1. memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofaga
2. menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
4
Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab
jejas (cellinjury), dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan
agen berbahaya, serta membuang penyebab awal jejas sehingga proses
penyembuhan dapat dilaksanakan. Inflamasi merupakan sebuah proses
kompleks yang meliputi kerjasama banyak “Pemain”. “Pemain” yang
berkontribusi ini adalah sel dan protein dan sel plasma dalam sirkulasi, sel
endotel pembuluh darah dan sel serta matriks ekstraseluler jaringan ikat. Sel
dalam sirkulasi meliputi leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit,
monosit) dan trombosit; protein dalam sirkulasi meliputi faktor pembekuan,
kininogen dan komponen komplemen; sel endotel sendiri, sel jaringan ikat
meliputi sel mast, makrofag, limfosit dan fobroblas; dan yang terakhir
Extracelulermatrix (ECM) meliputi kolagen dan elastin susun fibrosa,
proteoglikan bentuk gel, glikoproteinadhesif (fibronektin) sebagai struktur
penyambung antar ECM.
Ciri inflamasi salah satunya adalah udem (bengkak atau swelling), ini
bisa terjadisetelah beberapa menit terjadi cidera jaringan, ditemukan
vasodilatasi yang menghasilkan peningkatan volume darah di lokasi
tersebut. Permeablitas vaskuler meningkat menimbulkan kebocoran cairan
pembuluh darah dan muncullah udem.
Setelah beberapa jam, leukosit menempel pada sel endotel di daerah
inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga
jaringan, proses ini disebut ekstravasasi. Berbagai faktor plasma seperti
imunoglobulin, komplemen, sistem aktivasikontak-koagulasi-fibrinolitik
dan sel-sel inflamasi seperti neutrofil, mastosit, eosinofil, monosit-fagosit,
sel endotel dan molekul adhesi, trombosit, limfosit, dan sitokin berinteraksi
satu sama lain. Seperti gambar dibawah ini :
5
Gamabar 1. Gambar Leukosit Melewati Jaringan
Pada keadaan normal, hanya sebagian kecil molekul melewati
dinding vaskuler. Bila terjadi inflamasi, sel endotelmengkerut sehingga
molekul-molekul besar dapat melewati dinding vaskuler. Cairan yang
mengandung banyak sel inflamasi disebut eksudat inflamasi. Eksudat
inflamasi mempunyai peranan penting yaitu mengencerkan toksin yang
sering dikeluarkan oleh bakteri.Sel-sel yang terlibat dalam inflamasi
terutama adalah sel-sel pada sistem imun nonspesifik yaitu neutrofil.
Neutrofil merupakan sel utama pada earlyinflamasi, bermigrasi ke jaringan
dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama.
2.2. Tahapan inflamasi
2.2.1. Inflamasi akut
Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri khas
utama eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa
Semua OAINS bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
1. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia,
dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah
daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan
ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.
Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandinditempat terjadinya radang, dan
mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau
kimiawi.
2. Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus.
Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat”
hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan
hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan
peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah
superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak
keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua
mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek
17
interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat
baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun
respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat
mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan
pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.
3. Efek Anti-inflamasi
Inflamasi adalah suaturespon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak,
dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan
pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritisrheumatoid, osteoartritis,
dan spondilitisankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri
dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak
menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada
kelainan muskuloskeletal.
Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan
anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat
tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-
inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS,
obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan
para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan
salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak
digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon
memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-
inflamasinya sama dengan salisilat.
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Radang atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua
bentuk jejas yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Tujuan inflamasi yaitu
untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap
infeksi. Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas
(kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan functionlaesa.
Secara garis besar tahapan inflamasi dibagi menjadi 2 tahap :
1. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya
rangsang iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen
seluler darah ke dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk
didalamnya granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis)
untuk membersihkan debris jaringan dan mikroba.
2. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi jika responinflamasi tidak berhasil
memperbaiki seluruh jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau
jika perbaikan tidak dapat dilakukan sempurna.
Penanagan yang dapat diberikan ketika mendapati pasianmengalamai
radang atau inflamasi yakni dapat dilakukan dengan cra pemberian obat anti
inflamasi. Karena obat anti inflamasi memiliki sifat analgesik, antipiretik
dan anti-inflamasi,
19
3.2 Saran
Meskipun perkembangan teknologi dalam bidang Imunologi sudah
berkembang pesat, akan tetapi sebagai manusia kita tidak boleh lengah
dalam kemudahan. Kita, khususnya sebagai mahasiswa harus menyikapi
suatu fenomena, kepentingan, dan permasalahan dengan bijaksana. Hal ini
berdasarkan pada tujuan dari imun itu sendiri yaitu melindungi dari
gangguan benda asing dari luar, kita sebagai mahasiswa haru bisa
menyesuaikan diri seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price& L. M.
Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-
61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
Albini A, Sporn MB. The tumourmicroenvironment as a target for chemoprevention. NatRevCancer . 2007 Feb;7(2):139-47.
Anas, Khairul.2011. PenertianInflamasi. Khairul-anas.blogspot.com. Diakses Tanggal 20 November 2013.
Bratawidjaja KG dan Rengganis I, 2010, Imunologi Dasar Edisi ke-9, FKUI Jakarta
Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
Idaman, Rumah. 2010. Inflamasi. Bersamainok.Blogspot.com. Diakses Tanggal 29 November 2013.
Jeramai, Gubug.2009. Bagaimana Proses Terjadinya Inflamasi. Word Press.com. Diakses Tanggal 29 Novemeber 2013.
Mitchell, R.N. &Cotran, R.S. (2003). Acuteandchronicinflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins BasicPathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: ElsevierSaunders.
Moco.2013.Inflamasi dan Kanker.Word Press. com. Diakses Tangagal 29 November 2013.
Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
Robbins, S.L. &Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi anatomik
Sunato.2010. Proses Inflamasi. Nato 14 Blogspot.com. Diakses Tanggal 29 November 2013.