PENDAHULUANRongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan
anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio
antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1.
Oragisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang
terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane,
dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat
menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang
disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal
dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi
dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang
pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu
keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke
dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.Meskipun suatu
pertahanan tubuh individual dapat berpengaruh terhadap kecepatan
dan kekerasan suatu simtom, namun pada umumnya infeksi gigi dapat
dirawat dengan pemberian antibiotik, anti jamur dan anti viral.
Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri yang pathogen yang
berlokasi pada tempat yang tidak dapat dicapai oleh instrumen gigi
atau antiseptik yang diberikan secara topikal.Keberhasilan klinis
pada saat ini merupakan gambaran untuk mengetahui etiologi dari
infeksi gigi (odontogen), seleksi yang tepat dari pemberian variasi
antimikrobial dalam mencegah dan marawat infeksi gigi, dan
pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan dengan prosedur
pengobatan gigi. Rekomendasi didasarkan pada literatur yang
mutakhir dan kerentanan mikroorganisme terhadap infeksi dalam
rongga mulut.Penting untuk mengetahui perbedaan kerentanan dari
organisme yang musiman dan letak organism tersebut. Klinisi juga
harus waspada terhadap antimicrobial yang akan diberikan pada
daerah tersebut. Sumber klinis seperti petunjuk pada bungkus harus
disesuaikan dengan dosis yang tertera, indikasi dan reaksi yang
berlawanan untuk tiap pemberiannya.Infeksi odontogenik kebanyakan
terjadi pada infeksi human. Keterangan ilmiah menerangkan bahwa
adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan peningkatan
kerentanan karena adnya penyakit sistemik seperti penyakit jantung,
DM, kehamilan, dan infeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri
gram negative yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang
memicu produksi lipopolisakarida, heat shock protein dan
proinflammatory cytokines. Karena ada hubungan antra penyakit
periodontal dan problem medis yang lain, maka penting untuk
mencegah terjadinya infeksi gigi sedapat mungkin atau mengetahui
sedini mungkin terjadinya infeksi gigi sehingga dapat dicegah atau
diobati. Dokter gigi dan dokter umum harus waspada terhadap
terjadinya implikasi klinis pada hubungan inter-relasi antara
infeksi odontogenik dan kondisi medis lain yang dapat berpengaruh
terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.
DEFINISIInfeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari
gigi.
ETIOLOGI INFEKSI GIGIPaling sedikit ada 400 kelompok bakteri
yang berbeda secara morfologi dan biochemical yang berada dalam
rongga mulut dan gigi. Kekomplekan flora rongga mulut dan gigi
dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya
infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak
disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang
aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011
anaerobs/gram. Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial
dihasilkan dari pembentukan plak gigi. Sekali bakteri patologik
ditentukan, mereka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal
dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis,
infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus,
septicaemia, sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak.Infeksi
odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari
setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %)
disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi
odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah
alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus,
Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and
Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi
odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan
bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species
Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh
infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35 %. Pada
infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.
KLASIFIKASI / TIPIKAL INFEKSIBerdasarkan tipe infeksinya,
infeksi odontogen bisa dibagi menjadi :1. Infeksi odontogen lokal /
terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri implantitis.
2. Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis,
deep-space infection.3. Life-Threatening, misalnya: Facilitis dan
Ludwig's angina.
Jalur infeksi odontogen :Infeksi odontogenik dapat berasal dari
tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis
pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur
periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal
poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat
terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi
hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang
paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Karasutisna,
2001).Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu
adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1),
kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi
kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat
terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang
nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai
apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi
tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang
dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty,
2009).
Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat
menyebabkan abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami
karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses.
Sumber : Douglas & Douglas, 2003Infeksi odontogen dapat
menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang
disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal
dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi
dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang
patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu
keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke
dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty,
2009).Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain
mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh
jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan
struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).Rute
yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas
jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang
dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang
cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi
jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau
palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan
tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2), (Fragiskos, 2007).
Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar
abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal
: arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya
ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007Inflamasi purulen berhubungan
dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau labial
tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan
tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka
penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual (Fragiskos,
2007).Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang
atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah
palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-kadang dua
molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi
ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris
ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat
dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan
perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan
peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar
3), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot
mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah
dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar
kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi
pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).
Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar
abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran
pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang bawah
tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. Sumber :
Fragiskos, 2007Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat
inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki
berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2)
subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia
migratory cervicofacial (Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase
selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang
disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar
setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal.
Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah
terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah
terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai
arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah
intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses
submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar
dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut
abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang
fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia wajah
(Fragiskos, 2007).
Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi
odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber :
Fragiskos, 2007
Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi
odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. Sumber :
Fragiskos, 2007Bottom of Form
Pada umumnya infeksi gigi termasuk karies gigi, infeksi
dentoalveolar (infeksi pulpa dan abses periapikal), gingivitis
(termasuk NUG), periodontitis (termasuk pericoronitis dan
peri-implantitis), Deep Facial Space Infections dan osteomyelitis.
Jika tidak dirawat, infeksi gigi dapat menyebar dan memperbesar
infeksi polimikrobial pada tempat lain termasuk pada sinus, ruang
sublingual, palatum, system saraf pusat, perikardium dan
paru-paru.PATOFISIOLOGI INFEKSI GIGIInfeksi gigi merupakan suatu
hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi biasanya dimulai dari
permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang
pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan
terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat
terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang
nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai
apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi
tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang
dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut. Penjalaran
infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan
abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang
memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan
prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila
tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang
termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses
sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub
palatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain
abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.Gigi
yang nekrosis juga merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain,
misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi dermatitis,
ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla
menjadi sinusitis maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan
perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke persendian menjadi
arthritis.
Gambar 2 : Abses submandibular Gambar 3 : Abses sublingual
Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer
atau sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal,
karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Tipikal infeksi
odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu
proses dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan
remineralisasi struktur gig terjadi pada perkembangan lesi karies.
Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi pada saat
aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah.
Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari
5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang
tinggi. Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati
bagian dentin yang mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa. Di
dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran
langsung menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla
pada maksila atau mandibula. Infeksi tersebut kemudian dapat
melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superficial dari
rongga mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada daerah
fasial.Serotipe dari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus,
sobrinus) merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit
dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab
utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada
karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang
baik.Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan
kegawatan infeksi odontogenik adalah: Jenis dan virulensi kuman
penyebab. Daya tahan tubuh penderita. Jenis dan posisi gigi sumber
infeksi. Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan
otot-otot. Adanya tissue space dan potential space.
PATOGENESA DAN POLA PENYEBARANSaluran pulpa yang sempit
menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang
terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan
menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian,
2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi
proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri,
ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.Abses merupakan
rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi
bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan
abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.
Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang
disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin.
Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan
dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase,
dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak
jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini
berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah
hutan.Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini?Seperti yang
kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang
kronis, meskipun sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun
di catatan ini saya hendak membahas mengenai perjalanan abses
secara kronis.Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus
mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang
sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase.
Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk
dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan
antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat),
kalau ditilik dari namanya hyaluronidase, artinya adalah enzim
pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel
penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur
komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat
jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat
diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas
sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.Proses kematian pulpa,
salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi,
akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan
bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke
jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. Pada
perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses
abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut
sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat
terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu
baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah
periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai
pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi
penanganan.Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal,
tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang
terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu
baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih
kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan
hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.S.mutans dengan 3
enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak
jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan
enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah
kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat
dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses
(oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses
tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah
jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen
foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi
dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran
abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi
juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah
satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh
sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi
oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh
karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan
bakteri dalam jumlah besar.Secara alamiah, sebenarnya pus yang
terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan
keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan
pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti
nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga
patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi
atau keluar secara alami.Rongga patologis yang berisi pus (abses)
ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam
tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus
jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah
bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi
perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.Pola
penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi)
virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot.
Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak
secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang
tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak,
sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.Sebelum
mencapai dunia luar, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi,
karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous
bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang
terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang
dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis
yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar,
yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik
ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai
korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen
keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks
dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya
berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa
gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada
regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini
disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah
serous disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke
rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak
kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di
rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari,
tergantung keadaan host. Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata
respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri
penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses
subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama,
yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum,
bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus,
alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga
subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses
periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena
lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa
jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah
kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana
konsistensi cairannya lebih serous.Jika periosteum sudah tertembus
oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya,
proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat,
karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah
meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess.
Fascial spaces adalah ruangan potensial yang
dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fascial
spaces dibagi menjadi :Fascial spaces primer1. Maksilaa. Canine
spacesb. Buccal spacesc. Infratemporal spaces2. Mandibulaa.
Submental spacesb. Buccal spacesc. Sublingual spacesd.
Submandibular spaces- Fascial spaces sekunderFascial spaces
sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat
dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara
anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial
spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space,
retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral
space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada
fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang
parah.Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space
yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit
odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang
mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari
apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya,
salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena
periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari
fascial spaces yang terkena infeksi. Canine spacesBerisi musculus
levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini
disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala
klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya
lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces
dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus. Buccal
spacesTerletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi
kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari gigi
premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m.
buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m.
buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan
trismus ringan. Infratemporal spacesTerletak di posterior dari
maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar
tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan
pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila.
Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang
terdapat trismus bila infeksi telah menyebar. Submental
spaceInfeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi
berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.
Sublingual spaceTerletak di dasar mulut, superior dari m.
mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari
gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid.
Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah,
nyeri, dan dysphagia. Submandibular spaceTerletak posterior dan
inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari
gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan
dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah
segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan
terasa lunak dan adanya trismus ringan. Masticator spaceBerisi m.
masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m.
temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala
infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat
menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi
nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas. Lateral pharyngeal
space (parapharyngeal space)Berhubungan dengan banyak space di
sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat
menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia,
trismus. Retropharyngeal space (posterior visceral space)Infeksi
berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan
atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala
infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato
voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena
infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih
dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah, Horner
syndrome)
GEJALA KLINISPenderita biasanya datang dengan keluhan sulit
untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa makan karena sulit
menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas.
Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari
sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari
sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus-menerus,
disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan
antibiotik sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
infeksi yaitu ;1. Rubor: permukaan kulit yang terlibat infeksi
terlihat kemerahan akibat vasodilatasi, efek dari inflamasi2.
Tumor: pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan
exudat3. Calor: teraba hangat pada palpasi karena peningkatan
aliran darah ke areainfeksi4. Dolor: terasa sakit karena adanya
penekanan ujung saraf sensorik oleh jaringan yang bengkak akibat
edema atau infeksi5. Fungsiolaesa : terdapat masalah denagn proses
mastikasi, trismus, disfagia, dan gangguan pernafasan.Infeksi yang
fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema
palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah
lesu dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi
meningeal, sakit kepala hebat, muntah).Pemeriksaan fisik dimulai
dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan
pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah,
kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema,
pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah
limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat
dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries,
kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula
dan mobilitas gigi. Dilihat juga adakah obstruksi ductus Wharton
dan Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus Wharton dan
Stenson (pus atau saliva). Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila
dicurigai mata terkena infeksi. Pemeriksaan mata meliputi : fungsi
otot-otot ekstraokuler, adakah proptosis, adakah edema preseptal
atau postseptal. Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu
menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT
scan (atas indikasi). Bila infeksi odontogen hanya terlokalisir di
dalam rongga mulut, tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto
rontgen panoramik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan
harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang fascia
di daerah mata atau leher.
DIAGNOSISBerdasarkananamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, ditegakkan diagnosis infeksi odontogen apakah termasuk
infeksi odontogen lokal / terlokalisir atau infeksi odontogen umum
/ menyebar.
TERAPITujuan manajemen infeksi odontogen adalah : Menjaga
saluran nafas tetap bebas dasar mulut dan lidah yang terangkat ke
arah tonsil akan menyebabkan gagal nafas mengetahui adanya gangguan
pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang paling penting dalam
manajemen infeksi odontogen tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan
adalah pasien terlihat gelisah, tidak dapat tidur dalam posisi
terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur, disfonia,
terdengar stridor saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab
kematian pasien infeksi odontogen jalan nafas yang bebas secara
kontinu dievaluasi selama terapi dokter bedah harus memutuskan
kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk mempertahankan saluran
nafas pada saat emergency (gawat darurat). Operasi drainase
pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan
masalah penyakit abses memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan
gram dan kultur akan menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi
organisme penyebab penyakit infeksi odontogen penting untuk
mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan, ruang
sekunder potensial terinfeksi juga CT scan dapat membantu
mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi Foto rontgen
panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat
infeksi Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase
intraoral Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea
lateral bisa didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral
Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal,
dan buccal disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase.
Medikamentosa rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita
dehidrasi adalah sangat besar) merawat pasien yang memiliki faktor
predisposisi terkena infeksi (contohnya Diabetes Mellitus)
mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit memberikan analgetika
dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita trismus,
pembengkakan atau rasa sakit di mulut. Identifikasi bakteri
penyebab diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic
Streptococcus dan bakteri anaerob lainnya kultur harus dilakukan
pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji sensitivitas
dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan resisten
terhadap antibiotika) Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk
kultur dan uji sensitivitas jika incisi dan drainase terlambat
dilakukan Menyeleksi terapi antibotika yang tepat penicillin
parenteral metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa
dipakai pada infeksi yang berat Clindamycin untuk pasien yang
alergi penicillin Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus
infeksi odontogen yang signifikan jika mediastinal dicurigai
terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax segera dan
konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular ekstraksi gigi
penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen
Tabel 1. Dental Infections That Require Systemic Antimicrobial
Therapy Endodontic infections of pulpal origin Streptococcal
gingivitis Periodontal disease Periodontal abscess Periodontitis
Pericoronitis Peri-implant disease Serious fascial and deep neck
infections Acute herpes simplex Candida infection treatment
1. OSTEMIELITISOsteomielitis rahang adalah suatu infeksi yang
ekstensif pada tulang rahang, yang mengenai spongiosa, sumsum
tulang, kortex, dan periosteum. Infeksi terjadi pada bagian tulang
yang terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga medullary atau
dibawah periosteum mengganggu suplai darah. Tulang yang terinfeksi
menjadi nekrosis ketika ischemia terbentuk. Perubahan pertahanan
host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami
ostemyelitis pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persarafan
tulang menjadikan pasien rentan terhadap onset ostemielitis,
kondisi-kondisi ini antara lain radiasi, osteoporosis,
osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor ganas tulang.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomielitis, serupa dengan
komplikasi yang disebabkan oleh infeksi odontogen, dapat merupakan
komplikasi ringan sampai terjadinya kematian akibat septikemia,
pneumonia, meningitis, dan trombosis pada sinus kavernosus.
Diagnosis yang tepat amat penting untuk pemberian terapi yang
efektif, sehingga dapat memberikan prognosis yang lebih
baik.Osteomielitis pada maksilla jauh lebih jarang dibanding pada
mandibula karena suplai darah ke maksilla jaruh lebih ekstensif.
Gangguan suplai darah merupakan sebuah faktor penting dalam
perkembangan ostemielitis. Mandibula menerima suplai darah utamanya
dari arteri alveolar inferior. Sumber sekunder adalah suplai
periosteal yang melepaskan pembuluh-pembuluh nutrien yang menembus
tulang kortikal dan beranastomosis dengan cabang-cabangarteri
alveolar .
Definisi:Osteomielitis dental atau yang disebut osteomielitis
pada tulang rahang adalah keadaan infeksi akut atau kronik pada
tulang rahang, biasanya disebabkan karena bakteri. Penyakit ini
sulit untuk didiagnosis dan diterapi. Gejala-gejala fisik pada
penderita yang tidak dapat didiagnosis sebagai penyakit khusus,
seperti kelelahan, dan nyeri pada sendi atau edema pada jaringan di
sekitar tulang rahang sering disebabkan karena adanya infeksi
bakteri yang tersembunyi pada tulang rahang yang kumannya
menyebarkan toksin ke jaringan sekitarnya.Patogenesis, Tanda dan
Gejala KlinikOsteomielitis pada tulang rahang bermula dari infeksi
dari tempat lain yang masuk ke dalam tulang dan membentuk inflamasi
supuratif pada medulla tulang, karena tekanan nanah (pus) yang
besar, infeksi kemudian meluas ke tulang spongiosa menuju ke daerah
korteks tulang, dan akibatnya struktur tulang rahang yang harusnya
kompak dan padat jadi rapuh dan lubang-lubang seperti sarang lebah
dan mengeluarkan pus yang bermuara di kulit seperti fistel
(terlihat seperti bisul) , kalau dibiarkan akibatnya bisa fatal,
pada rahang yg rapuh ini bisa terjadi fraktur patologis.Gejala
awalnya seperti sakit gigi dan terjadi pembengkakan di sekitar
pipi, kemudian pembengkakan ini mereda, selanjutnya penyakitnya
bersifat kronis membentuk fistel (saluran nanah yang bermuara di
bawah kulit) kadang tidak menimbulkan sakit penderita.Diagnosis
penyakit ini sering tidak terdeteksi dari pemeriksaan X-Foto baik
digital maupun foto panoramik. Pada sebagian besar kasus, tidak
ditemukan adanya nyeri pada daerah wajah, keengganan pihak medis
untuk mencabut gigi yang busuk, serta budaya pasien yang sering
menunda mengobati giginya yang infeksi. Kesulitan dalam terapi
osteomielitis adalah minimnya aliran darah yang menuju daerah
infeksi pada rahang tersebut, sehingga mencegah antibiotik mencapai
sasarannya.
Etiologi:Penyebab utama yang paling sering dari osteomielitis
adalah penyakit periodontal (seperti gingivitis, pyorrhea, atau
periodontitis, tergantung seberapa berat penyakitnya). Bakteri yang
berperan terhadap proses terjadinya penyakit ini yang tersering
adalah Staphylococcus aureus, kuman yang lain adalah Streptococcus
dan pneumococcus. Penyakit periodontal juga dapat menyebabkan
penyakit jantung melalui perjalanan infeksinya. Kekurangan vitamin
C dan bioflavanoid dapat menyebabkan sariawan yang merupakan awal
dari salah satu penyakit periodontal, dapat dicegah dengan
mengkonsumsinya secara cukup.Penyebab osteomielitis yang lain
adalah tertinggalnya bakteri di dalam tulang rahang setelah
dilakukannya pencabutan gigi. Ini terjadi karena kebersihan operasi
yang buruk pada daerah gigi yang diekstraksi dan tertinggalnya
bakteri di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan tulang rahang
membentuk tulang baru di atas lubang sebagai pengganti pembentukan
tulang baru di dalam lubang, dimana akan meninggalkan ruang kosong
pada tulang rahang (disebut cavitas). Cavitas ini ditemukan
jaringan iskemik (berkurangnya vaskularisasi), nekrotik,
osteomielitik, gangren dan bahkan sangat toksik. Cavitas tersebut
akan bertahan, memproduksi toksin dan menghancurkan tulang di
sekitarnya, dan membuat toksin tertimbun dalam sistem imun. Bila
sudah sampai keadaan seperti ini maka harus ditangani oleh ahli
bedah mulut.Penyebab umum yang ketiga dari osteomielitis dental
adalah gangren radix. Setelah gigi menjadi gangren radix yang
terinfeksi, akan memerlukan suatu prosedur pengambilan, tetapi
seringnya tidak tuntas waktu pencabutan sehingga masih ada sisa
akar yang tertinggal di dalam tulang rahang, selanjutnya akan
memproduksi toksin yang merusak tulang di sekitarnya sampai gigi
dan tulang nekrotik di sekitarnya hilang.Pada pembedahan gigi,
trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau
pemasangan alat lain yang berfungsi sebagai jembatan yang akan
membuat tekanan pada gigi (apapun yang dapat menarik gigi dari
soketnya) dapat menyebabkan bermulanya osteomielitis. Selain
penyebab osteomielitis di atas, infeksi ini juga bisa di sebabkan
trauma berupa patah tulang yang terbuka, penyebaran dari
stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis maupun infeksi
yang hematogen (menyebar melalui aliran darah). Inflamasi yang
disebabkan bakteri pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang
membentuk tulang, mulai dari medulla, kortex dan periosteum dan
semakin parah pada keadaan penderita dengan daya tahan tubuh
rendah.Terapi:Pada osteomielitis sebaiknya pasien dirawat inap di
rumah sakit. Penanganan penyakit ini adalah menghilangkan faktor
penyebabnya, gigi yang terinfeksi segera diekstraksi,
squester-squester tulang matinya bila ada dibuang (squesterektomy)
serta pemberian antibiotik adekuat. Prosedur ini membutuhkan
tindakan operasi supaya terbentuk penulangan baru yang sehat.
Perbaikan keadaan umum, nutrisi makanan, terapi vitamin, membantu
mempercepat proses kesembuhan.
1. PENYAKIT GINGIVA DAN NECROTIZING ULCERATIVE GINGIVITIS
(NUG)
Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit gingival biasanya dapat
dikontrol tanpa penggunaan antibiotik sistemik. Perawatan klinis
yang dapat dilakukan termasuk perawatan lokal yaitu dengan
menghilangkan kalkulus dan plak (biofilm bakteri) dan pemberian
desinfektan pada cairan gingival. Pasien membutuhkan keterangan
tentang bagaimana cara merawat sendiri penyakit tersebut dengan
menjaga agar jumlah bakteri tetap terkontrol. Perawatan yang
membantu termasuk kumur-kumur sehari 2 kali dengan obat kumur,
menyikat gigi dengan campuran pasta gigi yang mengandung baking
soda plus hydrogen peroksida dan atau kumur-kumur dengan air garam
hangat secara berkala.Secara umum pemberian antimikrobial tidak
direkomendasikan untuk gingivitis. Meskipun streptococcal
gingivitis dan necritizing ulcerative gingivitis (NUG) merupakan 2
tipe gingivitis yang dapat diberikan terapi antimikrobial.NUG
sebelumnya disebut acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG)
juga dikenal sebagai Trench mouth or Vincent's infection, merupakan
suatu penyakit dengan rasa sakit yang sangat, berbau busuk,
penyakit ulseratif yang lebih sering terjadi pada orang yang
mengalami stress berat dengan keadaan kebersihan mulut yang sangat
jelek. Hal ini dimanifestasikan secara akut, inflamasi, gusi
berdarah dan dihubungkan dengan adanya kehilangan dan kematian dari
papilla interdental. Halitosis dan demam sering ada, pemeriksaan
mikrobiologis dari bakteri biofilms menemukan bahwa dalam NUG
terdapat bakteri spirochetes dan fusobacteria dalam jumlah yang
sangat tinggi.Managemen dari NUG termasuk pengambilan debridement
secara besar-besaran pada semua gigi dengan irigasi copius, bila
dimungkinkan dapat menggunakan ultrasonic scaler. Aplikasi topikal
juga bisa diberikan dengan obat kumur antibakteri seperti 0.12 %
chlorhexidine gluconate dan atau kumur-kumur dengan larutan saline
steril yang merupakan suatu perawatan efektif untuk mengontrol rasa
sakit dan adanya ulserasi dari NUG.Antibiotika sistemik diperlukan
jika terjadi simtom yang konstitusional seperti demam malaise
(table 6). Pilihan antimikrobial harus mendasar, jika mungkin
dilakukan tes suseptibilitas dan tes kultur untuk flora subgingiva.
Tes kultur juga harus diperoleh setelah dilakukan terapi untuk
meyakinkan bahwa sumber patogen telah hilang.
1. PERIODONTITIS (Lengkapnya pada bahasan Kelainan Jaringan
Periodontal)Debridmen, scalling dan root planning untuk mengangkat
deposit subgingiva dan supergingiva kalkulus dan plak gigi
(bacterial biofilm) adalah tindakan yang perlu untuk mengintervensi
penyakit periodontitis ini. Tindakan ini dapat dilakukan pada saat
kunjungan pertama. Antiseptik yang efektif antara lain yaitu
povidine, iodine, chlorhexidine, chloramines-T, atau larutan garam
hangat.
Penggunaan antimikrobial sistemik merupakan indikasi utama untuk
penyakit khronik periodontitis dan aggressive periodontitis (lihat
tabel 2 ). Pemberian antibiotik sistemik yang tepat harus
didasarkan pada tes kultur dan tes suseptibilitas pada flora
subgingiva. Pemeriksaan kultur juga harus dilakukan setelah terapi
untuk meyakinkan bahwa sumber pathogen sudah tereleminasi / hilang.
Pemeriksaan kultur tersebut dilakukan jika keadaan
memungkinkan.
1. PERICORONITISPericoronitis merupakan suatu infeksi pada
jaringan lunak perikoronal (opercula) yang bagian paling besar /
utama dari jaringan lunak tersebut berada di atas / menutupi
mahkota gigi. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada
gigi molar ketiga mandibula. Infeksi yang terjadi disebabkan oleh
adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota
gigi dan jaringan lunak di atasnya. Pada umumnya perawatan kasus
seperti ini dengan pemberian antibiotik merupakan hal penting untuk
dilakukan, agar mencegah meluasnya infeksi.
Terapi yang dilakukan secara lokal termasuk menghilangkan
debridmen, melakukan irigasi dan drainase pada daerah yang terkena
(termasuk jika timbul abses), kemudian diikuti dengan grinding atau
pencabutan gigi yang berlawanan (antagonis). Setelah infeksi
terkontrol, maka pada saat yang tepat jika gigi tersebut terpendam
(impekted) maka segera dilakukan tindakan pencabutan gigi tersebut.
Antimikrobial diberikan jika terjadi pembengkakan local dan difus,
terjadi kenaikan suhu tubuh dan terjadi trismus (tabel 2).
Antimikrobial ini dapat diberikan secara local dan sistemik.
1. PERI-IMPLANT DISEASEKunci untuk meminimalkan kegagalan suatu
implant merupakan tindakan yang tepat dengan menetapkan diagnosis
dan perawatan yang efektif pada penempatan suatu implant. Terapi
esensial termasuk control plak dan pengambilan semua deposit
kalkulus secara professional dengan menggunakan instrument mekanis.
Terapi adjuvant termasuk melakukan kumur-kumur dengan menggunakan
chlorhexidine gluconate selama 30 detik setelah gogok gigi selama
21 hari. Antibiotik dapat digunakan sebagai perawatan profilaksis
pada saat suatu implant ditempatkan, atau pada kasus terjadi
peri-implant mucositis, peri-implantitis, dan kegagalan implant.
Antibiotik yang dianjurkan adalah clindamycin, amoxicillin /
clavulanate atau metronidazole plus penicillin G atau ampicillin
atau macrolide.
1. ABSES PERIODONTALMerupakan inflamasi pada jaringan
periodontal yang terlokalisasi dan mempunyai daerah yang purulen.
Abses periodontal dapat akut maupun kronis, abses yang akut sering
menjadi kronis. Penyakit ini diakibatkan oleh infeksi bakteri yang
mengenai jaringan periodonsium. Penyakit periodontal merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di
dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher
gigi. Kelainan yang paling banyak didapat adalah kelainan dari
gingiva karena gingiva terletak pada bagian permukaan sedangkan
penyebab yang paling menonjol adalah plak dan kalkulus (karang
gigi). Di dalam mulut penuh dengan bakteri, yang dengan mudah akan
membentuk plak. Bentuk plak tipis dan tidak berwarna, dan kadang
tidak disadari bahwa plak telah terbentuk. Plak harus dibersihkan
dengan menyikat gigi teratur, karena plak lama kelamaan akan
mengeras membentuk kalkulus (karang gigi), pada kondisi ini hanya
bisa dibersihkan oleh dokter gigi.
Karateristik Klinis:Abses periodontal Akut:1. Sekitar gingiva
membesar, berwarna merah, oedem dan ada rasa sakit dengan sentuhan
yang lembut, permukaan gingiva mengkilat.2. Biasanya terjadi
kegoyahan gigi3. Gigi sensitive terhadap perkusi4. Ada eksudat
purulen5. Secara sistemis memperlihatkan adanya malaise, demam dan
pembengkaan limponodi. Kadang-kadang wajah dan bibir juga terlihat
membengkak6. Adanya rasa sakit pada daerah yang membengkak
Abses Periodontal Kronis:Biasanya asimtomatik meskipun
kadang-kadang merupakan lanjutan dari fase akut.Etiologi:Abses
periodontal dapat dihubungkan dengan poket periodontal meskipun
abses dapat terjadi tanpa didahului oleh periodontitis.
Perkembangan suatu abses periodontal terjadi ketika poket menjadi
bagian dari sumber infeksi.Penyebab terjadinya abses periodontal
adalah adanya plak, kalkulus, food debris, benda asing dan
pembuatan drainase yang salah. Bakteri plak pada poket periodontal
menyebabkan iritasi dan inflamasi, sehingga terjadi produk pus di
dalam poket yang menyebabkan abses periodontal.
Perawatan Abses Periodontal:Managemen abses periodontal termasuk
menghilangkan debridemen dan pembuatan drainase untuk pus. Terapi
antimikrobial adalah penting ketika terjadi penyebaran penyakit
secara lokal maupun sistemik (tabel 2). Pencabutan gigi mungkin
perlu dilakukan jika terapi antimikrobial gagal dilakukan. Tahap
perawatan abses periodontal adalah sebagai berikut:
Tahap 1:Mereduksi abses dan inflamasi akut, membuat drainase
dengan cara melakukan kuretase ke dalam poket periodontal atau
membuat garis insisi pada abses dan dapat juga dengan cara mencabut
gigi jika diperlukan untuk mengeluarkan eksudat purulen.Tahap 2
:Mereduksi poket dan mengambil jaringan granulasi yang menyebabkan
abses, biasanya dengan cara bedah flap periodontal.Tahap 3 :Terapi
dengan antibiotik bila abses menyebabkan demam atau
limfadenopati
Tabel 2. Oral Antimicrobial Therapy for Acute Dento-Alveolar
Infection of Pulpal Origin, Necrotizing Ulcerative Gingivitis,
Periodontal Abscess and PeriodontitisAntimicrobialsAdult
DosagePediatric Dosage
Narrow-spectrum agents
Penicillin VK250 500 mg q6h50 mg /kg q8h
Amoxicillin500 mg q8h15 mg / kg q8h
Cephalexin 250 500 mg q6h25 - 50 mg /kg /d q6-8h
Erythromycin 250 mg q6h10 mg / kg q16h
Azithromycin 500 mg x 1d, then250 or 500 mg q 24h10 mg / kg / d
x 1d, then 5 mg / kg / d q24h x 4d
Clarithromycin 250 500 mg q12h or 1g PO q24h15 mg / kg / d
q12h
Doxycycline i100 mg q12h1 2 mg / kg q12h x 1d, then 1 2 mg / kg
q 24h
Tetracycline i250 mg q6h 12.5 25.0 mg / kg q12h
Broad-spectrum agents
Clindamycin 150 300 mg q8h10 mg / kg q8h
Amoxicillin / clavulanate875 mg q12h45 mg /kg q12h
Metronidazole plus 1 of the following: 250 mg q6h or 500 mg
q12h7.5 mg / kg q6h or 15 mg / kg q12h
Penicillin VK250 500 mg q6h50 mg /kg
or Amoxicillin500 mg q8h15 mg /kg q8h
or Erythromycin 250 mg q6h10 mg / kg q8h
Duration of therapy: 7 10 days. Consideration should be given to
administering an initial loading dose of an antimicrobial as the
first dose. Also in penicillin-allergic individualsi Not
recommended for children younger than 8 years of age or for
pregnant women. Cross-allergy with penicillin is about 10 %
DAFTAR PUSTAKAAriji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K,
Natsume N, Ariji E. 2002. Odontogenic Infection Pathway to The
Submandibular Space: Imaging
Assessment.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgiA. W.
Green, E. A. Flower dan N. E. New.. 2001.Mortality Associated with
Odontogenic Infection!. British Dental Journal.
http://www.nature.com/bdj/journal/vigo/n10/full/48010244.htmlBrook
I, Hunter V, Walker RI. Synergistic effect of Bacterioides,
Clostridium, Fusobacterium, anaerobic cocci, and aerobic bacteria
on mortality and induction of subcutaneous abscesses in mice. J
Infect Dis. 1984;149:924-928.Evaldson G, Heimdahl A, Kager L, Nord
CE. The normal human anaerobic microflora. Scand J infect Dis
Suppl. 1982;35:9-15.
Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Mengenal Tanda-tanda Sepsis
Akibat Infeksi Odontogenik. Bedah Mulut dan Maxillofacial
(Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta kelainan di dalam
Mulut dan Rahang, perawatan serta rekonstruksinya)Evy Indriani V.,
drg, Sp.BM. 2006. Penyakit Periodontal. Bedah Mulut dan
Maxillofacial(Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta
kelainan di dalam Mulut dan Rahang, perawatan serta
rekonstruksinya)George K. B. Sandor, MD. 2006. Unilateral Facial
Swelling caused by Ramsay Hunt Syndrome Resembles Odontogenic
Infection. Clinical Practice.
http://www.cda-adc.com/jcdaHaruoSakamoto, HiroyukiNaito,
TakayukiAoki, KazunariKarakida and KazuoShiiki. 1996. Necrotizing
fasciitis of the neck due to an odontogenic infection: A case
reporthttp://www.springerlink.com/content/6772n7=22kul8u17/
Heimdahl A, von Konow L, Satoh T, Nord CE. Clinical appereance
of orofacial infections of odontogenic origin in relationto
microbiological findings. J Clin Microbiol Immunol.
1991;16:123-125.H.Thoma. Oral Pathology. St. Louis the CV Mosby
Company,1990. Diseases of Jaws: Osteomyelitis of The Jaws.
p.859-78KC Toran, Nath S, Shrestha S, Rana BBS JB. 2004.
Odontogenic Origin of Necrotizing Fasciitis of Head and Neck- a
case report. Kathmandu University Medical Journal.
http://www.kumj.com.np/past/vol.2/isske4/361-363.pdfLin LJ., Chiu
GK., Corbet EF. Are Periodontal Diseases Risk Factors for Certain
Systemic Disorders-What Matters to Medical Practitioners? Hongkong
Med J.2003;9:31-37Loesche WJ., Association of the Oral Flora with
Important Medical Diseases. Curr Opin Periodontal.
1997;4:21-28.Lynnus Peng, MD. 2006. Excerpt from Dental,
Infections. E Medicine Word Medical Library.
http://www.emedicine.com/emerg/byname/dentalinfections.htmMaestre-Vera
JR. 2004. Treatment options in odontogenic infection. Med Oral
Patol Oral Cir Bucal.
http://www.siumed.edu/surgery/otol/ppts/odontogenicinfections.pptMarvin
Goldfogel, DDS. 2006. Gingivitis and Periodontits. Healthopedia.
http://www.healthopedia.com/gingivitis&periodontitisMichael T.
Brennan, DDS, MHS, Michael S. Runyon, MD, Jayne J. Batts, MD,
Philip C. Fox, DDS, M. Louise Kent, RN, Timothy L. Cox, DDS, H.
James Norton, PhD and Peter B. Lockhart, DDS. 2006. JADA Continuing
Education : Odontogenic Signs and Symptoms as Predictors of
Odontogenic Infection. A clinical trial.American Dental
Association.http://www.jada.ada.org/cgi/content/fulltext/137/1/62Namavar
F, Verweij AMJJ, Bal M, Martijn van Steenbergen TJ, de Graaf J,
MacLaren DM. Effect of anaerobic bacteria on killing of Proteus
mirabilis by human polymorphonuclear leukocytes. Infect Immun.
1983;40:930-935.Namavar F, Verweij-van Vught AMJJ, Vel WAC, Bal M,
MacLaren DM. Polymorphonuclear leukocyte chermotaxis by mixed
anaerobic and aerobic bacteria. J Med Microbiol.
1984;18:167-172.Nino Zaya, MD. 2006. Diagnosis and Management of
Odontogenic Infections.