-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 620
ANALISA KOREKSI FISKAL TERHADAP PAJAK PENGHASILANBADAN PADA PT
MULYA ADHI PRAMITHA , JAKARTA
HUSIN., S.E., M.Ak(Dosen Tetap STIE PPI)
ABSTRAKSITujuan penelitian ini, untuk mendapatkan inforamasi
dengan tingkat validitas dan
dipercaya terkait ketaatan PT. Mulya Adhi Pramitha, jakarata
dalam mematuhiketentuan peraturan perpajakan yang berlaku dengan
dilakukannya koreksi fiskal ataslaporan keuangan komersial tahun
2014 serta menjabarkan secara terperincimengenai alasan
dilakukannya koreksi.Penelitian ini, dengan metode deskriptif
kualitatif secara obyektif dan menjelaskandata atau even dengan
penjelasan secara kualitatif. Adapun fokus metode kualitatif
ini,pada metode penelitian observasi hasil pekarjaan. data
dianalisis dengan cara non-statistik dengan tidak harus menabukan
angka.
Kesimpulan hasil penelitian ini, bahwa PT. Mulya Adhi Pramitha
belummelakukan penyusunan laporan keuangan fiskal sesuai dengan
ketentuan peraturanperpajakan yang berlaku. Hal ini terlihat dari
koreksi perusahaan sebesar Rp1.061.181.382, akan tetapi setelah
peneliti lakukan penelitian dan disesuaikandengan ketentuan
peraturan perpajakan yang berlaku terdapat koreksi tambahan
dariPeneliti sebesar Rp 1.232.217. Dengan total koreksi adalah Rp
2.248.398.578 yangterdiri dari koreksi positif sebesar Rp
2.264.100.501 dan koreksi negatif sebesar Rp15.701.923. Akibat
koreksi, terjadi kenaikan besarnya laba komersial dari Rp 1.163.69
7.999,- menjadi sebesar Rp 3.412.096.5 77,- berrati telah terjadi
kenaikan labasebesar 193% yang diakui oleh fiskal
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Cita-cita menjadi bangsa yang adil dan makmur sesuai
amanatUndand-undang 1945. maka, dibutuhkan sumber penghasilan
untukmembiayai pembangunan, salah satu sumber penerimaan terbesar
yangsangat diharapkan untuk mengisi kas negara adalah pajak oleh
wajib pajak kekas negara, baik wajib pajak pribadi maupun wajib
pajak badan. Sehingga,pemerintah bekerja keras untuk menciptakan
berbagai macam peraturandalam rangka menertibkan sistem perpajakan
di Indonesia.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 621
Pajak bagi suatu perusahaan dalam menunjukkan kinerja atas
profityang diperoleh, berarti apabila perusahaan memperoleh
pengahsilan tinggiberrati pajak yang dibayarkan tinggi, akibatnya
penerimaan Negara atas pajaktinggi. Dan apabila perusahaan laba
kecil dan bahkan tidak mempoleh laba ,berrati perusahaan tidak
membayar pajak berrati tidak mempunyai kontribusibagi pembangunan,
yang pada suatu saat akan mempunyai dampak yangtidak baik bagi
perusahaan tersebut. Akan tetapi, disisi lain pajak sebagaisalah
satu pengurang profit bagi suatu badan usaha, untuk itu
perusahaanharus melakukan langkah-langkah strategis dan bijaksana
dengan tidakberlawanan dengan Peraturan Perpajakan, sehingga kedua
unsur tersebut diatas dapat tercapai secara seimbang dengan tidak
saling merugikan.
Dalam perhitungan laba kena pajak badan, maka
PeraturanPerpajakan diharuskan mempunyai prioritas utama yang harus
dilaksanakandi atas Standar Akuntansi Keuangan melalui penyesuaian
(koreksi fiskal).
Laporan keuangan perusahaan biasanya harus disesuaikan
denganperaturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut digunakan
sebagai dasar SuratPemberitahuan Pajak Penghasilan yang akan
disampaikan ke kantor pajak.Hal ini disebabkan, laporan keuangan
komersial mengacu pada StandarAkuntansi Keuangan (SAK), sedangkan
laporan keuangan fiskal mengacu padaPeraturan Perpajakan. Oleh
karena itu, perusahaan harus melakukanpenyesuaian fiskal (koreksi
fiskal), harus dilakukan rekonsiliasi laporankeuangan komersial
yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangandisesuaikan
menjadi lap oran keuangan fiskal sesuai dengan PeraturanPerpajakan
sehingga diperoleh laba yang menjadi dasar perhitungan laba
kenapajak perusahaan tersebut.
Berdasarkan perbedaan laporan keuangan komersial dengan
laporankeuangan fiskal dibedakan menjadi beda tetap dan beda waktu.
Beda tetap,yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang
tidak bolehdikurangkan dari penghasilan kena pajak, dan beda waktu
yaitu perbedaanpembebanan suatu biaya dimana jangka waktu
pembebanannya berbeda.Koreksi fiskal dapat menyebabkan laba kena
pajak berkurang (koreksinegatif) atau laba kena pajak bertambah
(koreksi positif).
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 622
PT. Mulya Adhi Pramitha adalah badan usaha yangmenyelenggarakan
pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan danmerupakan
wajib pajak yang harus menghitung, melaporkan danmenyetorkan
sendiri pajak terutang atas penghasilan yang
diperolehnyaberdasarkan self assessment system yang dianut oleh
sistem perpajakan diIndonesia. Agar pajak yang dihitung,
dilaporkan, dan disetor sesuai denganperaturan perpajakan maka PT.
Mulya Adhi Pramitha harus melakukankoreksi fiskal atas laporan
keuangan komersialnya, dari penyesuaian (koreksifiskal) yang
dilakukan akan menyebabkan laba kena pajak bertambah
(koreksiPositif) atau laba kena pajak berkurang (koreksi negatif)
yang berpengaruhterhadap besarnya pajak yang akan disetorkan oleh
PT. Mulya Adhi Pramithake kas negara.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah, maka peneliiti
merumuskanpokok-pokok permasalahan yang di identifikasi untuk di
teliti yaitu :
1. Jenis jenis biaya-biaya atau penghasilan apa saja yang harus
dikoreksipada laporan keuangan komersial khususnya Laporan Laba
Rugi danLaporan Harga Pokok Penjualan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun
buku2014?
2. Bagaimana perlakuan pajak terhadap laba rugi fiskal hasil
koreksi yang telahdilakukan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku
2014?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Keterbatasan waktu, tenaga, dana peneliti, dan teori – teori dan
supayapenelitian dapat dilakukan secara mendalam dan menghindari
pembatasanpenelitian yang terlalu luas dan kurang mengarah.
Peneliti membatasimasalah pada “Analisis Koreksi Fiskal atas
laporan Keuangan KomersialTerhadap Laba Kena Pajak badan pada PT.
Mulya Adhi Pramitha tahun buku2014”
1.4 Tujuan
Berdasarkan pokok permasalahan, maka yang menjadi tujuan
penelitian iniadalah :
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 623
1. Mengetahui jens-jenis biaya-biaya apa saja yang harus
dikoreksi padaLaporan Harga Pokok Penjualan dan Laporan Laba Rugi
PT. MulyaAdhi Pramitha tahun buku 2014 dengan Undang-Undang PPh No.
07tahun 1983 yang terakhir dirubah dengan No.36 Tahun 2008.
2. Mengetahui perlakuan pajak atas laba/rugi fiskal yang
dihasilkan dari koreksifiskal yang telah dilakukan PT. Mulya Adhi
Pramitha tahun buku 2014.
B. LANDASAN TEORI
Koreksi Fiskal
Perbedaan pertimbangan yang mendasari penyusunan lap oran
keuangankomersial dengan kebijakan perpajakan menghasilkan jumlah
angka laba yangberbeda (laba komersial dan laba fiskal). Ketentuan
perpajakan mempunyaikriteria tertentu tentang pengukuran dan
pengakuan terhadap unsur-unsur yangumumnya terdapat dalam laporan
keuangan. Ukuran-ukuran tersebut dibuatuntuk menentukan besarnya
pajak yang harus dibayarkan oleh setiap wajibpajak ke negara.
Demikian juga halnya dengan standar akuntansikeuangan mempunyai
kriteria dalam pengukuran dan pengakuan setiapunsur yang terdapat
dalam laporan keuangan, laporan keuangan komersialyang disusun
berdasarkan seperangkat standar akuntansi yang ditujukan
untukmenilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial suatu
entitas.
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan lap
orankeuangan fiskal adalah sebagai berikut :
1. Perbedaan metode dan pro sedur, diantaranya :
a. Metode penilaian persediaan, akuntansi komersial
memperbolehkanmemilih metode perhitungan harga perolehan persediaan
seperti metodeaverage, first in first out (FIFO), pendekatan laba
bruto, pendekatanharga jual eceran, dan lain-lain.sedangkan dalam
fiskal hanyadiperbolehkan memilih dua metode, yaitu metode average
dan metodefirst in first out (FIFO).
b. Memilih metode penyusustan dan amortisasi, akuntansi
komersialmemperbolehkan memilih metode penyusutan seperti metode
garis lurus,metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun,
metode jam jasa,metode jumlah unit produksi, metode berdasarkan
jenis dan kelompok,metode anuitas, metode persediaan, untuk semua
jenis harta
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 624
berwujud/aktiva tetap. Dalam fiskal, metode penyusutan hanya
meliputimetode garis lurus dan metode saldo menurun untuk harta
berwujud nonbangunan, sedangkan harta berwujud bangunan dibatasi
pada metodegaris lurus saja. Selain perbedaan metode, ada juga
perbedaan dalammenafsir umur ekonomis atau masa manfaat suatu
aktiva. Dimana dalamakuntansi komersial, manajemen dapat menetukan
sendiri umuraktivanya, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis atau
masamanfaat diatur dan ditetapkan berdasarkan keputusan
menterikeuangan. Dalam akuntansi keuangan komersial diperbolehkan
adanyaresidu atau nilai sisa dari suatu aktiva dalam perhitungan
penyusutan.Akan tetapi menurut fiskal nilai sisa ini tidak
diperhitungkan karenaseperti telah dijelaskan di Pasal 10 dan 11
Undang-undang No. 36Tahun 2008, dasar penyusutan adalah harga
perolehan yaknipengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan,
perbaikan atauperubahan aktiva berwujud kecuali tanah, yang
dimiliki dan digunakanuntuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
c. Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial
penghapusanpiutangditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan
dalam fiskalpenghapusan piutang dilakukan pada saat piutang
tersebut nyata-nyatatidak dapat ditagih dengan syarat-syarat
tertentu yang diatur dalamperaturan perpajakan. Pembentukan
cadangan dalam fiskal hanyadiperbolehkan untuk industri tertentu
seperti usaha bank dan sewaguna usaha dengan hak opsi, usaha
asuransi dan usaha pertambangandengan jumlah yang dibatasi secara
ketat oleh aturan perpajakan.
2. Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya,
antara lain:
a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi
bukanmerupakan objek pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi
fiskal,penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total
penghasilan kenapajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi
komersial.
b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial
tetapi
pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi laporan
keuangan,
penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total
penghasilan
menurut akuntansi komersial, contohnya: Bunga deposito/bunga
tabungan dan diskonto SBI.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 625
c) Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi keuangan
komersial sebagaibiaya atau pengurang penghasilan, tetapi dalam
fiskal, pengeluaran tersebuttidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto, sesuai dengan UU No. 36Tahun 2008 pasal 9 ayat
(1) UU PPh, yaitu:
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
sepertidividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransikepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadipemegang saham, sekutu, dan anggota keluarga.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali
cadanganpiutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna
usahadengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dancadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yangketentuan dan
syarat-syaratnya ditetapkan dengan KeputusanMenteri Keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransidwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib
pajakpribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebutdihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang
bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan ataujasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruhpegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dankenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan denganpelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan Keputusan MenteriKeuangan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegangsaham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewasebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan
warisansebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b,kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan
olehwajib pajak orang pribadi yang memeluk agama islam dan atau
wajibpajak dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam
kepadabadan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah.
8. Pajak penghasilan9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan
untuk kepentingan wajib
pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.10. Gaji yang
dibayarkan kepada anggota persekutan, firma atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi dalam
saham.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 626
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksipidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
2.3.1 Perbedaan Waktu dan Permanen
Ada dua perbedaan waktu yaitu:
a. Beda waktu/sementara (temporary difference).
Perbedaansementara terjadi karena adanya perbedaan saat pengakuan
terhadappendapatan maupun beban oleh Peraturan
undang-undangperpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan, dan
perbedaantersebut secara otomatis akan terkoreksi di kemudian
hari.
b. Beda tetap (permanentdifference). Perbedaan tetap terjadi
karenaStandar Akuntansi Keuangan mengakui semua pemasukan
merupakanpenghasilan yang akan menambah laba, dan semua
pengeluaranmerupakan pengurang laba kena pajak. Sementara bagi
undang-undangperpajakan ada beberapa jenis penghasilan yang bukan
merupakanfaktor penambah laba kena pajak, karena pendapatan
tersebut telahdikenakan pajak bersifat final. Dan tidak semua
pengeluaran adalahfaktor pengurang laba kena pajak, hal ini
dikarenakan adabeberapa jenis pengeluaran yang bukan merupakan
bagian darikegiatan perusahaan yang secara langsung berhubungan
denganperolehan penghasilan.
2.1.2 Koreksi Positif dan Koreksi Negatif
Ada 2 (dua) macam koreksi fiskal, yaitu:
a. Koreksi fiskal positif, yaitu koreksi atau penyesuaian yang
akanmenyebabkan bertambahnya laba kena pajak yang pada
akhirnyapajak terutang badan akan bertambah besar, yang terdiri
dari:
1) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentinganpemegang saham, sekutu, atau anggota.
2) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan3) Penggantian atau
imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk
natura atau kenikmatan.4) Jumlah yang melebihi kewajaran yang
dibayarkan kepada
pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewasehubungan dengan pekerjaan.
5) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan.6) Pajak
penghasilan.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 627
7) Gaji yang dibayarkan.8) Sanksi administrasi.9) Selisih
penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal.10) Selisih
amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal.
11) Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.12) Penyesuaian positif
fiskal lainnya.
b. Koreksi fiskal negatif, yaitu penyesuaian yang akan
menyebabkanberkurangnya laba kena pajak, sehingga pajak terutang
badanakan lebih kecil, diantaranya:
1) Selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal.2)
Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal.3)
Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.4) Penyesuaian negatif
fiskal lainnya.
Teknik rekonsiliasi fiskal dapat dilakukan seperti berikut
ini:
1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi komersial
tetapitidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan
denganmengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari
penghasilanmenurut akuntansi komersial, yang berarti mengurangi
labamenurut akuntansi komersial, dan sebaliknya.
2. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut
akuntansitetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan
menurutfiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan biaya
tersebutdari total biaya menurut akuntansi komersial yang
berartimenambah laba menurut akuntansi komersial, dan
sebaliknya.
3. METODE PENELITIAN3.1 Kerangka Pemikiran
Wajib Pajak Badan biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan
yangberbentuk Perseroan Terbatas. Perusahaan-perusahaan ini
dalamprakteknya tentu melakukan proses pembukuan dan pada akhirnya
akanmenghasilkan laporan keuangan berupa Neraca dan Rugi Laba.
Laporankeuangan seperti ini biasanya dibutuhkan oleh berbagai macam
pihakterutama sekali adalah pemilik perusahaan dan kreditur.
Laporan keuanganini pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan.
Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel Penelitian
Koreksi fiskal atas
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 628
lap oran keuangankomersial
(variabel Y)
Laba kena Pajak(variabel Y)
Dalam metode penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif,alasannya yaitu untuk mengetahui, menggambarkan,
memaparkan jalannya suatupenelitian yang tengah berlangsung atau
mengetahui permasalahan yangterjadi di perusahaan tempat penulis
mengadakan penelitian.
Menurut Sugiyono (2009:6) mengatakan metode deskriptif
yaitu:“Penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu
tanpa membuatperbandingan/menghubungkan dengan variabel lainnya
”.
Beberapa penyebab utama perbedaan laba komersial dan laba fiskal
yangbanyak ditemui di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Adanya penghasilan yang bukan objek pajak menurut fiskal (non
taxableincome),
2. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh Final sehingga tidak
perlu lagidihitung dalam SPT Tahunan,
3. Adanya biaya-biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak
bolehdikurangkan (non deductible expenses), dan
4. Adanya perbedaan waktu pengakuan biaya seperti biaya
penyusutan danamortisasi.
3.2 Hipotesis
Dari latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah
diuraikandi atas maka hipotesis yang diambil adalah,:
Hi[poteisi alternative (Ha 1) menyatakan adanya biaya-biaya
ataupenghasilan yang harus dikoreksi pada laporan keuangan
komersialkhususnya Laporan Laba Rugi dan Laporan Harga Pokok
Penjualan PT.Mulya Adhi Pramitha tahun buku 2014.
Hopteisis Alternative kedua : menyatkan adnya perlakuan pajak
ataslaba/rugi fiskal yang dihasilkan dari koreksi fiskal yang telah
dilakukan PT.Mulya Adhi Pramitha tahun buku 2014.artinya semakin
banyak koreksipositif maka akan semakin besar laba kena pajak
(semakin kecil rugi
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 629
fiskal yang berkaitan dengan kompensasi kerugian pada
perhitungan pajakditahun berikutnya), serta semakin banyak koreksi
negatif maka akan semakinkecil laba kena pajak perusahaan (semakin
besar rugi yang diakui olehfiskal).
3.3 Asumsi
Asumsi dari penelitian ini adalah masih terdapat biaya - biaya
danpenghasilan yang perlu di koreksi fiskal untuk mendapatkan
PenghasilanKena Pajak, karena tidak semua ketentuan dalam Standar
AkuntansiKeuangan digunakan dalam peraturan perpajakan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
1. Data Primer, data yang diperoleh melalui wawancara atau tanya
jawab secaralangsung dengan karyawan yang berwenang dan berhubungan
langsungdengan objek yang diteliti.
2. Data sekunder, data yang diperoleh dengan mengumpulkan data
laporankeuangan komersial tahun 2009
3.5 Populasi dan Sampel
Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena
penelitiankualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada
situasi sosial tertentudan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan
ke populasi, tetapiditransferkan ke tempat lain pada situasi social
yang memiliki kesamaandengan situasi social pada kasus yang
dipelajari. Sampel dalam penelitiankualitatif bukan dinamakan nara
sumber, atau partisipan, informan, temandan guru dalam penelitian.
Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukandisebut sampel
statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan
penelitiankualitatif adalah untuk menghasilkan teori (Sugiyono,
2007:50).
3.6 Tekhnik Analisis Data
Tekhnik analisis data bertujuan untuk menyederhanakan
datasehingga lebih dimengerti. Metode analisis data yang digunakan
atauditerapkan untuk menganalisis dalama penelitian ini adalah :
MetodeAnalisis Deskriptif yaitu metode yang dilakukan dengan
cara
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 630
mengumpulkan data, menyusun, menginterprestasikan
sehinggadiperoleh gambaran yang jelas terhadapa masalah yang
diteliti.
Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis melalui
langkah-langkah di bawah ini:
a. Membandingkan dan melakukan koreksi atas laporan
keuangankomersial yang telah dibuat oleh PT. Mulya Adhi Pramitha
denganperaturan perpajakan yang ada.
b. Menghitung besarnya pajak terutang dari laporan keuangan
fiskal sertamembandingkannya dengan besarnya pajak terutang
berdasarkan laporankeuangan komersial.
4.PEMBAHASAN
4.1.1 Pendapatan dan Biaya yang Non-Deductible
Di bawah ini merupakan pendapatan dan biaya yang menurut
ketentuanpajak tidak diperkenankan untuk dibiayakan (Non
Deductible) sehingga perludi koreksi fiskal.
1). Tunjangan Makan
PT PT. Mulya Adhi Pramitha menyediakan makan dan minumanbagi
seluruh karyawan di tempat kerja. Pemberian makanan dan minumandi
tempat kerja merupakan natura yang diberikan oleh perusahaankepada
karyawan.
Natura dan kenikmatan dari sisi biaya dapat dikelompokan
menjadidua yaitu natura yang sifatnya deductible expense
(diperbolehkan untukdibiayakan) serta natura yang sifatnya non
deductible expense (tidak diperbolehkan menjadi biaya). Natura yang
sifatnya deductible expense adalahpemberian makanan dan atau
minuman untuk seluruh pegawai , natura ataukenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan didaerah tertentu
dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untukmendorong
pembangunan di daerah tersebut, dan natura dan kenikmatanyang
merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai
saranakeselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 631
Pemberian natura dan kenikmatan di luar tiga hal tadi merupakan
nondeductible expense.
Perusahaan memang tidak melakukan koreksi atas biaya
tunjanganmakan ini. Akan tetapi, setelah penulis lakukan
pemeriksaan nilai tunjanganmakan PT. Mulya Adhi Pramitha tidak
seluruhnya merupakan biaya untukmakan karyawan. Sebagian merupakan
biaya makan di luar kantor yangdilakukan oleh para karyawan yang
tidak ada kaitannya dengan tiga hal yangsebelumnya disebutkan,
seperti menjamu customer atau auditor ataupundalam rangka gathering
perusahaan. Karena itulah berdasarkan aturan diatas, nilai
tunjangan makan baik dalam Laporan Harga Pokok Penjualanmaupun
Laporan Laba Rugi harus dikoreksi.
Setelah diperiksa total koreksi fiskal atas tunjangan makan
adalah Rp42.257.474,-, yang merupakan penjumlahan dari Rp
40.917.375,- hasilkoreksi dari laporan HPP dan Rp 1.340.099,- hasil
koreksi dari Laporan LabaRugi. Ini merupakan koreksi positif karena
beda tetap. Dengan demikian,nilai yang diperkenankan sebagai
pengurang penghasilan bruto untuktunjangan makan adalah Rp
281.027.751,-
2). Tunjangan Kesehatan
Berdasarkan Undang Undang PPh Tahun 1984 beserta
perubahannyaterakhir yaitu no. 36 Tahun 2008, Pemberian kenikmatan
kepada pegawaiberupa biaya pengobatan pegawai yang dibayar langsung
ke rumah sakit,dokter atau apotik, tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (non-deductible) dan bukan objek PPh Pasal 21
(non-taxable), akan tetapi apabiladiberikan dalam bentuk tunjangan
atau penggantian pengobatan merupakanbiaya yang dapat dikurangkan
dan merupakan objek PPh Pasal 21.
Tunjangan kesehatan atau biaya pengobatan ini perlu diperhatikan
carapembayarannya, yaitu :
i. Biaya pengobatan karyawan yang dibayar perusahaan langsung ke
rumah
sakitatau dokter dan apotek, pembayaran tersebut sebagai
pemberian
kenikmatansehingga tidak boleh dibayarkan dan bukan objek PPh
Pasal
21
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 632
bagi penerimanya.Sebagai contoh apabila perusahaan mempunyai
rumah sakit atau poliklinik sendiri.
ii. Biaya penggantian pengobatan, pemberian tunjangan
pengobatan, uangpengobatan, sebagai biaya yang dapat dikurangkan
terhadappenghasilan bruto (deductible expense) dan objek PPh Pasal
21
Selama tahun 2014 perusahaan membayar uang ganti
terhadapkaryawan yang melakukan pengobatan ke klinik atau Rumah
Sakit, ini bukanmerupakan penghasilan bagi karyawan dan bukan objek
PPh 21.Berdasarkan data di atas, hal ini merupakan salah satu
bentukkenikmatan/natura bagi karyawan yang tentu saja tidak dapat
dibiayakan.Karena itu, senilai Rp 1.445.000,- (Laporan Harga Pokok
Produksi)ditambah dengan Rp 7.939.019,- (Laporan Laba Rugi) harus
dikoreksinegative. Ini merupakan jenis koreksi karena beda
tetap.
3). Tunjangan Jamsostek
PT. Mulya Adhi Pramitha membayar tunjangan Jamsostek
setiapbulannya dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 4.3 Prosentase Nilai Tunjangan Jamsostek
Jenis Tunjangan Prosentase
KeteranganJKK (JaminanKecelakaan Kerja)
0.89% Dibayar oleh Perusahaan
JKM (JaminanKematian)
0.30% Dibayar oleh PerusahaanJHT (Jaminan Hari Tua) 3.70%
Dibayar oleh PerusahaanJHT (Jaminan HariTua)
2.00% DibebankankepadaKaryawanJPK (Jaminan
PemeliharaanKesehatan)
3.00% Dibayar olehPerusahaan (BelumBerkeluarga)JPK (Jaminan
PemeliharaanKesehatan)
6.00% Dibayar olehPerusahaan (SudahBerkeluarga)
Pemberian tunjangan oleh pemberi kerja merupakan biaya
untukmendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, hal ini dapat
kita lihatdi pasal 6 ayat 1 Undang Undang Pajak Penghasilan 1984
sebagaimana
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 633
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor
36 tahun2008, dinyatakan bahwa :
“Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengankegiatan usaha diantaranya adalah biaya berkenaan dengan
pekerjaanatau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dantunjanganyang diberikan dalam bentuk uang”
“Iuran atau premi Jaminan Kematian (JKM), Jaminan
KecelakaanKerja (JKK) ke PT. Jamsostek merupakan biaya yang dapat
dikurangkan danmerupakan objek PPh 21”
“Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) ke PT. Jamsostek atau iuran
pensiunke Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
dapatdikurangkan dan bukan objek PPh Pasal 21”
Dari peraturan-peraturan pajak tersebut di atas kita
dapatmenyimpulkan bahwa segala macam tunjangan merupakan
penghasilan bagipegawai tetap dan sifatnya taxable atau terutang
serta wajib dipotongpajakpenghasilan. Tunjangan yang diberikan oleh
pemberi kerja adalah biayayang diperbolehkan menjadi pengurang
penghasilan bruto karenamerupakan biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan.
Akan tetapi, seperti yang terlihat pada tabel di atas,berbeda
dengantunjangan lain yang dibayarkan oleh perusahaan, tunjangan JHT
sebanyak 2%dibebankan kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan PP No.
14 Tahun 1993sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir
dengan PP No. 76 Tahun2007, pasal 9 ayat (1) huruf b, yaitu
besarnya iuran program sosial tenaga kerjauntuk Jaminan Hari Tua
adalah sebesar 5,70% dari upah sebulan.
Diperjelas pada pasal 9 ayat (3), yang menyatakan bahwa
IuranJaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
b,sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung
olehtenaga kerja”
Sebanyak 3,70% JHT yang telah dibayar perusahaan, merupakanbiaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini dapat
dilihat dalamBuku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 2 1/26, yaitu bagi
perusahaan yang
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 634
sudah ikut program JAMSOSTEK, pembayaran iuran Jaminan Hari
Tua(JHT) sebesar 3,70% merupakan biaya yang dapat dikurangkan
daripenghasilan bruto, tapi bukan merupakan objek PPh 21.
Dan diperjelas dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No.36tahun
2008 pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu untuk menentukan
besarnyapenghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usahatetap tidak boleh dikurangkan antara lain premi
asuransi kesehatan, asuransikecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi bea siswa, yangdibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberikerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yangbersangkutan.
Meskipun perusahaan tidak melakukan koreksi atas biaya
tunjanganjamsostek ini, akan tetapi berdasarkan ketentuan di atas
sebanyak 2% daritotal JHT yang dibayar tidak boleh dikurangkan dari
laba bruto dan harusdikoreksi karena telah dibebankan kepada
karyawan.
Karena itu, senilai Rp 48.870.251,- (koreksi Laporan HPP) dan
Rp40.941.541,- (koreksi Laporan Laba Rugi) harus dikoreksi. Dari
hasil koreksitersebut maka jumlah tunjangan Jamsostek yang diakui
pajak adalah Rp.245.101.969,-
Jumlah koreksi tunjangan tersebut merupakan koreksi fiskal
positif danmerupakan bedatetap artinya sifatnya permanen (final)
dan koreksi fiskal yangdilakukan tidak akan diperhitungkan dengan
laba kena pajak tahun pajakberikutnya.
4). Tunjangan PPh 21
Pada umumnya jika suatu biaya yang terkait dengan karyawan
akanterutang PPh 21 jika biayanya diakui misalnya biaya gaji,
tunjangan bonus dansebagainya. Jika pemberian dalam bentuk natura
atau kenikmatan tidak dapatdibebankan sebagai biaya fiscal (Non
deductible) sehingga bagi karyawan yangmenerima bukan merupakan
penghasilan (Non Taxable).
Imbalan bruto berarti karyawan akan menerima imbalan
sejumlahtertentu kemudian oleh perusahaan akan dipotong PPh 21
sesuai dengan
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 635
tarif yang berlaku sehingga karyawan akan memperoleh uang
sejumlahimbalan dikurangi PPh 21 yang harus dipotong.
Take home pay berarti karyawan akan menerima imbalan sesuai
denganjumlah tertentu yang sudah disetujui pada awal bekerja dan
perusahaanyang akan menanggung PPh 21 yang harus dipotong dan
disetor. Ada duaalternative perlakuan dari transaksi tersebut
diatas, yaitu :
a) PPh 21 diakui sebagai natura/kenikmatan (pajak yang dibayar
ditanggungperusahaan) perhitungannya akan sama dengan Imbalan
bruto.Tunjangan PPh 21 yang disetor Non Taxable dan Non
Deductible.
b) PPh 21 diakui sebagai biaya perusahaan atau penghasilan
darikaryawan, lebih dikenal dengan istilah gross up. PPh 21 yang
disetorTaxable dan Deductible.
Pemilihan pengakuan di atas biasanya dilakukan berdasarkan
taxplanning yang dibuat perusahaan sesuai dengan kondisi
masing-masingperusahaan.
Sesuai dengan Pasal 9 huruf h UU PPh No. 36/2008 yang tidak
termasukdeductable expense/biaya yang boleh dikurangkan adalah
Pajak Penghasilan.
Berdasarkan keterangan di atas, maka jelas tunjangan PPh 21
tidak dapatdibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena
telah di bebankankepada karyawan (dip otong dari gaji
karyawan).Karena itu, dalam Lap oranLaba Rugi jumlah tunjangan PPh
21 sebesar Rp. 233.152.713,52 dikoreksifiskal negatif, dan
merupakan beda tetap.
5). Penyusutan
UU PPh No. 36 tahun 2008 Pasal 6 ayat (b), tertulis :
”Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
danamortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya
lainyang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A”
Sesuai dengan pasal 11 ayat (6) metode penyusutanyang dip
erbolehkan untuk kelompok bangunan permanen maupun tidak
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 636
permanen adalah metode garis lurus (pasal 11 ayat (1)
penyusutandilakukan pada bagian-bagian yang sama besar selama masa
manfaatyang telah ditentukan bagi harta tersebut) dan untuk
kelompok bukanbangunan menggunakan metode garis lurus atau saldo
menurun (pasal 11ayat (2) penyusutan dapat dilakukan dalam
bagian-bagian yang menurunselama masa manfaat, yang dihitung dengan
cara menerapkan tarifpenyusutan atas nilai sisa buku, dan pada
akhir masa manfaat nilai sisabuku disusutkan sekaligus, dengan
syarat dilakukan secara taat azas.
Dalam melakukan perhitungan biaya penyusutan atas
aktiva,perusahaan belum mengelompokkan aktiva – aktiva tersebut
sesuai denganketentuan pajak yang berlaku. Oleh karena itu, penulis
mengoreksi biaya– biaya penyusutan atas aktiva perusahaan,
diantaranya :
a).Biaya penyusutan kendaraanPT. Mulya Adhi Pramitha menyediakan
kendaraan tertentu bagi
pegawai tertentu, kendaraan tersebut disusutkan selama 5 (lima)
tahundengan metode garis lurus untuk laporan komersial dan untuk
fiskaldigunakan metode saldo menurun yang masuk kelompok 2 dengan
masamanfaat 8 (delapan) tahun.
Dari hasil perhitungan dip eroleh bahwa penyusutan komersial
denganmetode penyusutan garis lurus adalah sebesar Rp 39.100.000,
sedangkanpenyusutan fiskal dengan metode saldo menurun untuk
kendaraan kategori1 adalah Rp 14.474.520, dan untuk kategori 2
adalah Rp 53.414.855(lihat lamp iran 4). Penyusutan kendaraan
kategori 2 merupakan penyusutanuntuk kendaraan yang dipergunakan
oleh pegawai dimana kendaraantersebut dibawa pulang, maka sesuai
dengan KEP-220/PJ/2002 yangmulai berlaku pada 18 April 2002,
penyusutannya hanya dapat dibebankansebesar 50% dan merupakan
kelompok 2 aktiva bukan bangunan daribeban.
Maka total selisih beban penyusutan kendaraan adalah Rp2.081.948
dan harus dikoreksi negatif beda waktu.
b).Biaya penyusutan peralatan kantorSesuai dengan kebijakan
manajemen PT. Mulya Adhi Pramitha
penyusutan peralatan kantor diestimasi dengan umur ekonomis
selama 5
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 637
(lima) tahun dan penyusutan dihitung berdasarkan
metodepenyusutan garis lurus, sehingga beban penyusutan untuk
peralatankantor pada tahun 2014 untuk laporan keuangan komersial
sebesar Rp41.856.534 (lihat lampiran 5a). Untuk keperluan dalam
pelaporan pajakPT. Mulya Adhi Pramitha menggunakan metode saldo
menurun kelompok1 dengan masa manfaat 4 (empat) tahun. Penyusutan
hasil perhitunganpenulis adalah Rp 27.609.784 (lihat lampiran 5b),
dari data yangdiperoleh diketahui tidak ada biaya yang dikeluarkan
untuk peralatankantor yang dikapitalisasi. Dari perhitungan di atas
dapat disimpulkanbahwa penyusutan komersial lebih besar
dibandingkan penyusutanuntuk fiskal sebesar Rp 14.246.749 yang
harus dikoreksi positif bedawaktu.
c).Penyusutan mesinKebijakan akuntansi PT. Mulya Adhi Pramitha
dalam
pengalokasian pembebanan penyusutan mesin adalah dengan
menggunakanmetode garis lurus dengan estimasi umur ekonomis selama
5 (lima) tahun,sedangkan untuk keperluan pajak PT. Mulya Adhi
Pramithamenetapkan untuk menggunakan metode saldo menurun yang
termasukdalam kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun. Sebagai
akibat dariperbedaan kedua metode tersebut jumlah biaya penyusutan
mesin yangdiakui oleh wajib pajak badan dan fiskal akan berbeda
karena itu perbedaanjumlah penyusutan yang terjadi harus
disesuaikan.
Dalam laporan harga pokok penjualan PT PT. Mulya AdhiPramitha
tahun 2014 dilaporkan besar penyusutan untuk mesin sebesar
Rp1.338.356.18 1 (lihat lampiran 6a) sementara perhitungan
penyusutan menurutmetode saldo menurun untuk tahun 2014 adalah
sebesar Rp781.301.233 (lihat lampiran 6b) yang menyebabkan
perbedaansementara dan harus dikoreksi positif karena beban
penyusutan yangdiakui oleh fiskal lebih kecil dari penyusutan yang
diakui oleh komersialyaitu sebesar Rp 557.054.948.
d). Penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrikDalam
pengalokasian beban penyusutan untuk pelaporan pajak,
PT. Mulya Adhi Pramitha menerapkan metode garis lurus
dimanaperalatan dan perlengkapan termasuk dalam kategori aktiva
tetap bukan
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 638
bangun kelompok 1 dengan umur ekonomis 4 tahun. Sementara
untukpelaporan pajak menggunakan metode saldo menurun dimana
peralatan danperlengkapan pabrik dibagi menjadi 2 kategori yaitu
harta bukan bangunankelompok 1 dengan masa manfaat 4 (empat) tahun
dan harta bukan bangunankelompok 2 dengan masa manfaat 8 (delapan)
tahun.
Total beban penyusutan atas peralatan dan perlengkapan
selamatahun 2014 yang dilaporkan dalam laporan harga pokok
penjualandengan menggunakan metode penyusutan garis lurus
adalahsebesar Rp 1.117.547.190 (lihat lampiran 7a) sedangkan
penyusutandengan metode saldo menurun untuk pelaporan pajak sebesar
Rp711.257.394 yang terdiri dari Rp 697.224.582 untuk beban
penyusutanperalatan dan perlengkapan pabrik yang termasuk dalam
aktiva bukanbangunan kategori 1 dan Rp 14.032.812 untuk beban
penyusutanperalatan dan perlengkapan pabrik yang termasuk dalam
aktiva bukanbangunan kategori 2 (lihat lampiran 7b), dengan
demikian terdapat perbedaansementara yang harus dikoreksi negatif
menurut laporan keuangan PT. MulyaAdhi Pramitha karena penyusutan
untuk pajak lebih besar dari penyusutankomersial sebesar Rp
406.289.796.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
darilaporan harga pokok penjualan terdapat koreksi fiskal negatif
yangmengakibatkan beda waktu sebesar Rp 4.188.790 dan koreksi
fiskalpositif yang mengakibatkan beda tetap sebesar Rp 4
10.478.586.
6).Biaya Perj alananBiaya Perjalanan yang dimaksud di Laporan
Laba Rugi adalah
biaya tiket pesawat yang digunakan oleh pihak manajemen
dalammelakukan perjalanan pulang pergi ke Korea. Perjalanan yang
dilakukanini tidak hanya untuk urusan bisnis, tetapi juga untuk
urusan pribadi.
Sesuai dengan penjelasan pasal 9 ayat (1) UU PPh No.36/2008yaitu
pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan
brutoadalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha
ataukegiatan untuk (3M) mendapatkan, menagih dan
memeliharapenghasilan yang pembebannya dapat dilakukan dalam
tahunpengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran
tersebut.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 639
Setelah dilakukan pengecekan, besar biaya perjalanan untuk
urusanpribadi adalah Rp 12.555.270. Berdasarkan penjelasan pada
paragrafsebelumnya, maka biaya perjalanan sebesar Rp 12.555.270
perludikoreksi fiskal karena tidak ada hubungannya dengan kegiatan
3M. Inimerupakan koreksi fiskal negatif karena beda tetap.
7).Biaya kendaraanBiaya kendaraan yang dimaksud disini adalah
biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar, toll dan parkir
kendaraanperusahaan. Total biaya bahan bakar yang menjadi beban
perusahaan padatahun 2009 adalah sebesar Rp. 120.049.150 untuk
kendaraan yang dipakaioleh pegawai tertentu yang dipergunakan atas
jabatan atau pekerjaanpegawai tersebut dan kendaraan tersebut
dibawa pulang oleh pegawaitersebut.
Dalam laporan terlihat bahwa perusahaan tidak mengoreksi
biayakendaraan. Meskipun demikian, sesuai dengan KEP-220/PJ/202
yang mulaiberlaku pada 18 April 2002 Pasal 3 ayat (1) kendaraan
perusahaan(sedan) yang dibawa pulang & dikuasai pegawai maka
atas biaya bahanbakarnya hanya dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto sebesar 50%dari biaya komersialnya. Berdasarkan aturan
tersebut, penulismengoreksi biaya kendaraan perusahaan. Besar biaya
bahan bakar, tolldan parkir kendaraan yang menjadi pengurang
penghasilan yangdiperkenankan oleh fiskal adalah 50% dari Rp
220.049.150 sebesar Rp.110.024.575, dan ini merupakan koreksi
positif karena beda tetap.
8).Biaya Pemeliharaan KendaraanBiaya kendaraan yang menjadi
beban perusahaan pada tahun 2009
adalah sebesar Rp. 120.049.150 untuk kendaraan yang dipakai oleh
pegawaitertentu yang dip ergunakan atas jabatan atau pekerjaan
pegawai tersebut dankendaraan tersebut dibawa pulang oleh pegawai
tersebut. Sama seperti biayakendaraan, perusahaan juga belum
melakukan koreksi atas biayapemeliharaan kendaraan.
Sesuai dengan KEP-220/PJ/2002 yang mulai berlaku pada 18April
2002 pasal 3 ayat 2 :
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 640
”Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin
kendaraansebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan
dipergunakanperusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya dapatdibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%
dari jumlah biayapemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun
pajak yang bersangkutan”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka penulis mengoreksi biaya
yangdapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah 50% dari Rp.
120.049.150sebesar Rp. 62.049.929,50. Ini merupakan koreksi positif
karena bedatetap.
9).Biaya PerhubunganBiaya perhubungan sebesar Rp 193.161.643,70
terdiri dari Rp.
188.033.884 yang merupakan biaya atas pemakaian telpon dan
internet,serta Rp 5.127.760 merupakan biaya atas pembelian pulsa
atau pembayaranbiaya telpon pasca bayar bagi pegawai
perusahaan.
Biaya telepon dan internet merupakan biaya yang
berhubungandengan kegiatan perusahaan, karena itu sesuai dengan UU
No. 36 tahun2008pasal 6 ayat 1(a), biaya listrik, telepon dan air
yangpembayarannya dapat dibuktikan dari tagihan merupakan biaya
yangdapat dikurangkan.
Sementara biaya pemakaian telpon pribadi dapat
dikategorikansebagai bentuk kenikmatan/natura. Jika merujuk kepada
UU 36 tahun2008 pasal 9 ayat 1(e), jelas biaya ini tidak dapat
dibebankan. Akantetapi, berdasarkan KEP - 220/PJ./2002yang mulai
berlaku 18 April 2002tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya
Pemakaian TeleponSeluler dan Kendaraan Perusahaan pasal 1 ayat 2
:
“Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan
perbaikantelepon seluler yang dimiliki dan dip ergunakan perusahaan
untuk pegawaitertenu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat
dibebankan sebagai biayaperusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya
berlangganan atau pengisianulang pulsa dan perbaikan dalam tahun
pajak yang bersangkutan.”
Berdasarkan aturan tersebut, meskipun perusahaan tidak
melakukankoreksi atas biaya perhubungan, tetapi penulis mengoreksi
positif biaya
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 641
perhubungan sebesar 50% dari Rp. 5.127.760 yaitu sebesar
Rp.2.563.880, karena beda tetap.
10) Biaya Pelayanan (Entertainment)
Dasar aturannya yaitu: Surat Edaran DJP No. SE-27/PJ.22/1986,tgl
14 Juni 1 986.Biaya entertainment/jamuan/representatif
mempunyaisyarat tertentu agar biaya yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaanuntuk entertainment/jamuan/representative tersebut
dapatdikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dalam menentukan
labarugi fiskal sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan sesuai
dengansurat edaran SE-27/PJ.22/1 986 yaitu biaya yang dikeluarkan
tersebutmerupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memeliharapenghasilan dan harus melampirkan daftar nominatif dalam
SPTTahunan PPh pada tahun pajak yang bersangkutan.
Daftar nominatif entertainment terdiri dari:
1) Nomor urut2) Tanggal diberikannya entertainment3) Nama/tempat
entertainment diberikan4) Alamat entertainment5) Jumlah biaya
entertainment6) Relasi: nama, posisi, nama perusahaan, jenis
usaha.
Dalam laporan laba rugi PT Mulya Adhi Pramitha terdapat
biayauntuk entertainment sebesar Rp. 59.414.050,- biaya tersebut
tidak bolehdikurangkan dari jumlah laba rugi bruto perusahaan dalam
meghitungjumlah laba rugi fiskal atau harus dikoreksi fiskal
positif beda tetap karenaPT Mulya Adhi Pramitha tidak (dapat)
melampirkan daftar nominatifatas biaya entertainment tersebut
sesuai dengan surat edaran SE-27/PJ.22/1 986.
11). Biaya Lain – lainBiaya lain-lain harus dibuat rinciannya
dan harus dipisahkan
antara biaya yang dapat dikurangkan dengan biaya yang tidak
dapatdikurangkan, apabila tidak ada rinciannya dan tidak ada
bukti-bukti yangsah maka biaya-biaya tersebut tidak dapat
dikurangkan. Biaya lain-lainPT Mulya Adhi Pramitha sebesar Rp
361.491.347, tidak ada rinciannya,
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 642
sehingga penulis mengkoreksi biaya tersebut sebagai koreksi
positif bedatetap.
12). Biaya MessBiaya mess ini terdiri dari biaya listrik, air,
telpon, tv kabel dan biaya
pemeliharaan mess yang digunakan sebagai tempat tinggal
karyawanselama tahun 2014. Hal ini dikategorikan sebagai
natura/kenikmatan yangditerima oleh karyawan dan tidak ada
hubungannya dengan kegiatanperusahaan. Maka sesuai dengan UU
36/2008 pasal 9 ayat 1(e), biayamess sebesar Rp. 209.431.223 perlu
dikoreksi fiskal. Ini merupakankoreksi fiskal positif karena beda
tetap.
13). Pendapatan BungaPendapatan bunga dari bunga simpanan yang
diterima PT. Mulya Adhi
Pramitha pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 9.43 1.185,66.
Sesuai denganundang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat (2)
huruf a menyebutkansalah satu penghasilan yang dikenakan pajak
bersifat final adalah :
”penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,
bungaobligasi dan dan surat utang Negara dan bungan simpanan yang
dibayarkanoleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi”
Pendapatan bunga bersifat final yang artinya pajak
penghasilannyatelah dipotong pada saat penghasilan tersebut
diterima, sehingga pada saatperhitungan pajak penghasilan pada
akhir tahun pendapatan bunga tersebuttidak boleh diperhitungkan
lagi dan harus dikoreksi negatif karena beda tetapsebesar Rp. 9.43
1.185,66.
14). SumbanganPada umumnya sumbangan dan bantuan tidak boleh
dikurangkan
karena bagi penerimanya pada umumnya bukan objek pajak. Namun
untuklebih tegasnya kita harus melihat ketentuan di Pasal 9 ayat
(1) no.36 tahun2008 yang mengatur biaya-biaya yang tidak boleh
dikurangkan.
Di Pasal 9 ayat (1) huruf g tertulis sebagai berikut :
”Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan
warisansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b, kecualisumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf i, huruf j,
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 643
huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh
badan amil zakatatau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah atausumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakuidi Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk ataudisahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkanPeraturan
Pemerintah”
Berdasarkan isi Pasal 4 ayat 3,yang dikecualikan dari objek
pajakdiantaranya:
1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan zakatataulembaga amil zakat yang dibentuk oleh
pemerintah.
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garisketurunanlurus atau sederajat.
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan,atau penguasaan di antara pihak – pihak yang
bersangkutan :
a. Warisan.
Sumbangan yang dimaksud dalam Laporan Laba Rugi PT. MulyaAdhi
Pramithamerupakan sumbangan sehubungan dengan kelahiran,kematian,
ataupun pernikahan karyawan perusahaan. Hal ini samasekali tidak
ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan.
Maka jelas disini sumbangan sebesar Rp. 10.466.091,-
harusdikoreksi. Dan ini merupakan koreksi fiskal negatif karena
beda tetap.
15). Biaya Seragam Karyawan (Uniform)
Selama tahun 2014 PT. Mulya Adhi Pramitha membebankan
biayaseragam karyawan di bagian produksi dalam laporan laba
rugiperusahaan sebesar Rp. 12.510.730,- dalam rangka mendukung
danmenunjang keselamatan kerja karyawan serta Rp. 1.869.801,-
adalah biayaseragam karyawan kantor.
Sesuai dengan penjelasan UU.No.17/2000 pasal 9 ayat (1) huruf
eyang terakhir dirubah dengan UU no.36 Tahun 2008, bahwa
pemberianpakaian seragam kepada karyawan bagian produksi dalam hal
peningkatan
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
InoVasi Volume 11: April 15 Page 644
keselamatan karyawan, bukan merupakan penghasilan bagi
karyawantetapi boleh dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba
(rugi)fiskal. Oleh karena itu biaya pakaian seragam karyawan bagian
produksitersebut tidak perlu dikoreksi dalam perhitungan laba rugi
fiskal PT.Mulya Adhi Pramitha
Akan tetapi, perlu dibedakan antara seragam karyawan yangbekerja
di pabrik dengan karyawan di bagian kantor, karena
nyata-nyatakaryawan yang bekerja di kantor tidak ada pengaruh
keselamatan kerjadengan seragam yang digunakan, walaupun di dalam
UU PPh tahun 1984beserta perubahan - perubahannya tidak terlalu
jelas dibedakan antaraseragam karyawan di pabrik atau di kantor,
namun penulismenyimpulkan bahwa seragam karyawan kantor sebesar
Rp.1.869.801,- harus dikoreksi positif beda tetap karena pakaian
tersebuttidak berhubungan dengan keselamatan kerja karyawan
kantor.
4.1.2 Pendapatan dan Biaya yang Deductible
Selain biaya-biaya yang dikoreksi di atas, penulis juga
akanmenjelaskan mengenai biaya-biaya yang tidak perlu dikoreksi.
Artinyabiaya-biaya berikut dalam pencatatannya telah sesuai dengan
UUperpajakan yang berlaku.
1). Bahan Baku
Dalam melakukan penilaian persediaan, PT. Mulya Adhi
Pramithamenggunakan metode penilaian persediaan first in first ou
method (FIFO),sehingga nilai persediaan yang dilaporkan oleh PT PT.
Mulya AdhiPramitha di dalam perhitungan harga pokok produksi tidak
perlu diST
IE P
utra
Per
dana
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
Inovasi Volume 10: April 15 Page 645
koreksi karena telah sesuai dengan metode penilaian persediaan
yang diperbolehkanoleh peraturan perpajakan yaitu metode first in
first out method (FIFO) dan averagemethod. Sesuai dengan
UU.No.36/2008 pasal ayat (1) huruf a, biaya untukmendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelianbahan,
biaya berkenaan dengan pekerjaan dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto dalamperhitungan pajak penghasilan, maka biaya bahan baku
tidak perlu dikoreksi.
2).Biaya Gaji Karyawan dan BonusBerdasarkan UU No.36 Tahun 2008
tentang PPh pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan
bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usahatetap, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk diantaranya tercantum dalam pasal 6 ayat1(a)
no.2 :
“biaya yang berkenaan dengan pekerjaan termasuk upah, gaji,
honorarium,bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang”
Berdasarkan ayat tersebut, maka biaya-biaya seperti Gaji
Karyawan, Bonus,Pesangon, serta biaya-biaya yang berhubungan
langsung dengan pekerjaan atauproduksi, tidak perlu dikoreksi
fiskal.
3).PesangonBerdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.1
6/PMK.03/20 10 Pasal 2 ayat (1),
yaitu “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai
berupa Uang Pesangon, Uang, Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkansekaligus, dikenai pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.”
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan
melakukanpembayaran pesangon yang menjadi kewajibannya secara
langsung kepada tenagakerja, maka perusahaan memiliki kewajiban
untuk memotong dan menyetorkan PPh pasal21 (PPh final) yang
terutang atas pesangon.Atas pembayaran uang pesangon iniperusahaan
dapat membebankan sebagai biaya/ pengurang penghasilan
dalammenghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan terutang
(merupakan deductableexpenses).
Pesangon yang dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja
adalah deductible bagiperusahaan.Karena memenuhi prinsp
taxability-deductibility. Pesangon tersebut memangdikenakan pajak
bersifat final, tapi itu adalah pajak atas penghasilan
karyawan.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
Inovasi Volume 10: April 15 Page 646
4).Biaya Overhead PabrikBiaya – biaya overhead pabrik seperti
biaya listrik & air, biaya bahan bakar
kendaraan, biaya pengangkutan, biaya pemeliharaan dan perbaikan
mesin, biayapemakaian dan biaya pembungkus, itu semua merupakan
biaya – biaya yangberhubungan langsung dengan biaya untuk
memelihara penghasilan sesuai denganpasal 6 ayat (1) UU.PPh.No.
17/2000 yang terakhir dirubah dengan no.36 tahun 2008.Selainitu,
biaya tersebut merupakan biaya yang digunakan untuk kepentingan
untukmendapatkan penghasilan dan merupakan biaya rutin, bukan biaya
untuk kepentinganpemilik, maka biaya tersebut tidak perlu dikoreksi
fiskal.
5). Biaya Penjualan & Umum
Biaya penjualan dan umum terdiri dari :
a. Biaya Pengangkutan, merupakan biaya rental forklift untuk
pengangkutanbahan baku atau material.
b. Biaya Sewa, merupakan biaya atas sewa mesin fotocopy.c. Biaya
Pemeliharaan dan Pebaikan, merupakan biaya pemeliharaan alat – alat
kantor
seperti komputer dan printer.d. Biaya Pemakaian, merupakan biaya
pembelian alat tulis kantor dan biaya pemasangan
aplikasi komputer.
Sama halnya dengan Biaya Overhead Pabrik, biaya – biaya di atas
jugamerupakan biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan
perusahaan. Olehkarena itu tidak perlu dilakukan koreksi
fiskal.
6). Biaya asuransi
Asuransi bangunan yang dilaporkan dalam laporan laba rugI PT.
Mulya AdhiPramitha untuk tahun 2009 sebesar Rp. 25.688.785,20.
Berdasarkan UU PPh No. 36 tahun2008 Pasal 6 ayat 1(a) :
“Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biayapembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji,honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,sewa, royalti,
biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,
biayaadministrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan”
Sesuai dengan peraturan di atas, maka biaya asuransi bangunan
boleh dibiayakan
7). Biaya Bea Materai & Pajak Lainnya, Biaya Administrasi
Bank.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
Inovasi Volume 10: April 15 Page 647
Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1(a) no. 8 dan
no.9dijelaskan bahwa biaya administrasi dan biaya pajak kecuali
pajak penghasilanmerupakan biaya yang deductible. Biaya pajak yang
dimaksud dalam laporan keuanganPT Mulya Adhi Pramitha merupakan
biaya atas pajak listrik, Pajak Bumi danBangunan, PNBP (Pendapatan
Negara Bukan Pajak).Maka sesuai dengan UndangUndang di atas, biaya
Bea Materai dan Pajak Lainnya sebesar Rp. 100.648.418,07serta biaya
Administrasi bank sebesar Rp. 122.244.0596,18 dapat dibiayakan dan
tidakperlu dikoreksi.
8).Keuntungan Selisih KursSesuai butir 1 huruf (a)
SE-03/PJ.31/1997 tanggal 13 Agustus 1997 mengenai
Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs yang
menyebutkan bahwaberdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf l Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008, keuntungankarena selisih kurs mata uang asing
termasuk penghasilan yang menjadi Objek PajakPenghasilan.
Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs
mata uang asingatau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang
moneter.Atas keuntungan yang diperolehkarena fluktuasi kurs mata
uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan systempembukuan
yang dianut oleh WP dengan syarat dilakukan secara taat asas.
9).Beban Bunga & Kerugian Selisih Kurs Mata Uang
AsingBerdasarkan Pasal 6 ayat 1(a) UU PPh no. 36 tahun 2008, yang
termasuk biaya
fiskal yaitu biaya yang dip ergunakan untuk mendapatkan, menagih
dan memeliharapenghasilan diantaranya; Beban bunga, sewa dan
royalti ( ayat 1a no.3) dan -
Kerugian selisih kurs mata uang asing ( ayat 1 e)
10). Biaya Penyusutan bangunan.Dalam undang-undang nomor 36
tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf b, menyatakan
bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan amortisasiatas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
atas biaya lain yang mempunyai masamanfaat lebih dari 1 (satu)
tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 bolehdikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menentukan besarnya laba (rugi) fiskal.
Sesuai dengan pasal 11 ayat (6) metode penyusutan yang dip
erbolehkanuntuk kelompok bangunan permanen maupun tidak permanen
adalah metode garis lurus(pasal 11 ayat (1) : penyusutan dilakukan
pada bagian-bagian yang sama besar selamamasa manfaat yang telah
ditentukan bagi harta tersebut).
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
Inovasi Volume 10: April 15 Page 648
Bangunan yang dimiliki oleh PT Mulya Adhi Pramitha diperoleh
pada tahun1999 hingga 2001 dengan estimasi masa manfaat adalah
selama 20 tahun dan total hargaperolehan sebesar Rp 5.694.430.170.
Dengan demikian periode pembebanan penyusutan atasbangunan tersebut
adalah dari tahun perolehan sampai dengan 20 tahun berikutnya
dansesuai kebijakan akuntansi perusahaan, metode penyusutan yang
diterapkan adalahmetode garis lurus. Biaya penyusutan yang
dibebankan selama tahun 2014 adalah sebesarRp 284.721.509, baik
untuk laporan keuangan komersial maupun untuk laporankeuangan
fiskal yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), sehingga
biayapenyusutan untuk bangunan tidak perlu dikoreksi.
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam laporan keuangan komersial PT Mulya Adhi Pramitha
dilaporkan bahwa
perusahaan tersebut mengalami laba sebelum pajak sebesar Rp
1.163.697.999,- dan setelah
dilakukan koreksi sesuai dengan peraturan pajak maka laba yang
diakui oleh fiskal adalah
sebesar Rp 3.4 12.096.577,-.
Koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial PT Mulya Adhi
Pramitha
berpengaruh terhadap pengakuan besar kecilnya laba (rugi) yang
dialami oleh PT Mulya
Adhi Pramitha, dimana dari hasil koreksi dapat dilihat bahwa
terdapat koreksi positif
sebesar Rp 2.264.100.501 dan koreksi negatif sebesar Rp
15.701.923.
Akibat dari adanya koreksi positif dan negatif tersebut maka
terjadi kenaikan
besarnya laba komersial dari Rp 1 .163.697.999,-menjadi sebesar
Rp 3.412.096.577,- yang
artinya jumlah sebesar Rp 2.248.398.578 atau 193% kenaikan dari
laba atau laba yang
diakui oleh fiskal lebih besar.
Banyaknya biaya-biaya yang dikoreksi positif mengakibatkan
keuntungan
yang diakui oleh fiskal semakin besar dan semakin besar biaya
yang dikoreksi positif maka
semakin kecil rugi yang diakui oleh fiskal.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Mulya Adhi Pramitha belum
sepenuhnyamelakukan koreksi fiskal dengan tepat sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku,
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
Inovasi Volume 10: April 15 Page 649
dimana masih terdapat biaya dalam laporan laba rugi dan laporan
harga pokok penjualanyang belum dikoreksi.
Dalam penelitian terlihat bahwa koreksi yang dilakukan oleh
perusahaan adalah sebesarRp 1.016.181.382,81. Akan tetapi, setelah
penulis teliti kembali dan disesuaikan denganperaturan – peraturan
perpajakan dan Undang – undang yang berlaku, ada tambahankoreksi
dari penulis yaitu sebesar Rp 1.232.217.195,63. Dengan demikian
total koreksiadalah sebesar Rp 2.248.398.578,44.
5.2 SARAN
Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka penulis
memberikan saran sebagaiberikut :
1. Memperkecil atau meminimalkan koreksi positif atas
biaya-biaya yang ada denganmematuhi setiap peraturan perpajakan
yang ada seperti:
a. Membuat daftar nominatif untuk biaya entertainment atau
representatif, karena jumlahbiaya tersebut sangat besar
nilainya/material.
b. Sebaikya biaya perumahan yang dibayarkan PT Mulya Adhi
Pramitha kepadakaryawan tertentu dijadikan sebagai tunjangan sewa
rumah bagi karyawan yang menjadipenghasilan bagi karyawan tersebut
sehingga biaya tersebut tidak dikoreksi fiskal positif.
c. Agar biaya lain-lain tidak dikoreksi fiskal positif
seluruhnya, maka sebaiknyabiaya-biaya tersebut dibuatkan rinciannya
serta dipisahkan antara biaya yang bolehdikurangkan dengan biaya
yang tidak boleh dikurangkan.
2. Sebaiknya karyawan pada divisi akuntansi dan pajak harus
selalu mengetahui setiapperkembangan peraturan perpajakan terbaru
atau perubahan-perubahan peraturan pajak yangdilakukan oleh Dirjen
Pajak, apabila tidak demikian maka setiap kelalaian akan
mendapatkansanksi pajak.
3. Sebaiknya Peraturan Pajak ditaati dengan semestinya, karena
setiap pelanggaran yangdilakukan oleh wajib pajak akan dikenakan
sanksi pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Frank K. Reilly (University of Notre Dame, Keith C. Brown
(University of Texas at Austin),Investment Analysis and Portfolio
Management, 6th Edition, The Dryden Press, 2000.
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
-
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen danAkuntansi STIE
Putra Perdana Indonesia
April 2015
Inovasi Volume 10: April 15 Page 650
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi 2006, Yogyakarta, Penerbit
Andi, 2006. Mulyono,Djoko., Akuntansi Pajak, Edisi ke-2, Yogakarta,
Penerbit Andi, 2007. Pardiat, AkuntansiPajak, Jakarta, Mitra Wacana
Media, 2010.
Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jendral Nomor
KEP-220/PJ/2002 tentang PerlakuanPajak Penghasilan atas Biaya
Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
16/PMK.03/2010 tentang Tata CaraPemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, UangManfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
DibayarkanSekaligus.
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
466/KMK.04/2000 tentangPenyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh
Pegawai dan Penggantian atauImbalan Sehubungan dengan Pekerjaan
atau Jasa yang Diberikan dalam Bentuk Naturadan Kenikmatan di
Daerah Tertentu serta yang Berkaitan dengan Pelaksanaan
Pekerjaanyang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi
Kerja.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007
tentangPenyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-03/PJ.3 1/1997 tentangPerlakuan Pajak Penghasilan terhadap
Selisih Kurs.
Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-27/PJ.22/1986tentang Biaya “Entertainment” dan Sejenisnya (Seri
PPh Umum 18).
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atasUndang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atasUndang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cet. Ke- 13. Bandung :
Alfabeta, 2009.
Yahya, Johannes., Akuntansi Perpajakan Pos – Pos Neraca,
Jakarta, Mitra Wacana Media, 2010
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia
STIE
Put
ra P
erda
na
Indo
nesia