Top Banner
INDONESIA DALAM G-20 ARE WE RIDING THE WAVE OR WE ARE THE WAVE? Makalah ini disusun untuk Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia (PNMHII) XXII Oleh: Siti Octrina Malikah Adi Permana Irsan Nuzuludin
23
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

INDONESIA DALAM G-20

ARE WE RIDING THE WAVE OR WE ARE THE WAVE?

Makalah ini disusun untuk

Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia

(PNMHII) XXII

Oleh:

Siti Octrina Malikah

Adi Permana

Irsan Nuzuludin

Page 2: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges
Page 3: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

DAFTAR ISI ii

PENDAHULUAN 1

I. FENOMENA DAN STATUS QUO 1

G-20 2

Indonesia dan G20 2

II. RUMUSAN MASALAH 3

III. KERANGKA TEORI 3

Three Global Forces/ Three Tsunamis 3

1. Demographic Shift 3

2. Globalization 4

3. The Fall of USSR 5

Prospektif Ekonomi Politik 7

1. Liberalisme 7

2. Marxisme 7

PEMBAHASAN 8

I. Apakah kebutuhan dari adanya perubahan G-8 menjadi G-20? 8

II. Seberapa pentingkah eksistensi G-20 bagi Indonesia? 9

III. Apakah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Indonesia yang berikutnya

akan bargaining position Indonesia paska tergabung di G-20? 11

1. Good News from Indonesia 11

2. Challenges for Indonesia 13

PENUTUP 17

I. Saran 17

II. Kesimpulan 19

DAFTAR PUSTAKA 20

Page 4: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

PENDAHULUAN

I. FENOMENA DAN STATUS QUO

Pada tahun 1975, kepala pemerintah dari negara-negara yang memiliki ekonomi

termaju di dunia saat itu: Perancis, Jerman Barat, Italia, Jepang, Amerika Serikat dan Inggris,

bertemu di Rambouillet dekat Paris, Perancis, untuk membentuk sebuah forum ekonomi.

Forum ekonomi ini diberikan nama Group of Six, atau G6. Setahun kemudian, Kanada

diundang untuk bergabung dengan kelompok ini hingga menjadi G7. Sejak tahun 1976, para

kepala negara anggota G7 ini bertemu tiap tahun dalam sebuah Konferensi Tingkat Tinggi

(summit) untuk membahas isu-isu keuangan di dunia. Namun, dengan berjalannya aktivitas

G7 dari tahun ke tahun, fokus kelompok G7 yang tadinya hanya membahas isu keuangan

menjadi sebuah forum yang juga membahas isu-isu ekonomi internasional dan politik

internasional.

Pada tahun 1997, Rusia ikut bergabung dalam G7 yang kemudian berubah menjadi

G8 namun Rusia baru diakui sebagai anggota penuh G8 pada tahun 2002. Pada tahun 2005

diadakan KTT G8 di Gleneagles, Inggris, di mana G8 mengalami sebuah ekspansi baru

dengan menambahkan lima negara yang tergolong dalam ekonomi berkembang yang paling

kuat (emerging economies): Brazil, India, China, Mexico dan Afrika Selatan. Kelompok ini

kemudian diberi nama G8+5.

Kelompok G20 ditemukan pada tahun 1999 dengan tujuan sebagai pertemuan

informal antara Menteri-Menteri Keuangan dan Gubernur-Gubernur Bank Sentral dari 19

negara dan Uni Eropa yang diwakili oleh Presiden Dewan Eropa (President of the European

Council) dan Bank Sentral Eropa (European Central Bank). G20 ini merupakan sebuah

forum untuk membahas kerjasama dan untuk konsultasi mengenai isu-isu yang dihadapi

sistem keuangan internasional di mana saat itu G8 sendiri tidak mampu untuk mengontrol

sistem ekonomi dunia yang semakin liar. Oleh karena itu, G8 dikembangkan lagi dengan

menambahkan Australia dan Uni Eropa serta sepuluh negara berkembang yang merupakan

emerging economy: Argentina, Brazil, China, India, Indonesia, Mexico, Arab Saudi, Afrika

Selatan, Korea Selatan dan Turki.

Page 5: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

G-20

G-20 adalah suatu forum utama untuk pembangunan ekonomi internasional yang

mempromosikan diskusi terbuka dan konstruktif antara negara-negara industri maju dan

negara-negara berkembang terkait isu-isu kunci stabilitas ekonomi global.1 Meskipun G-20

telah eksis sejak tahun 1999, yang didirikan atas respon krisis finansial decade 1990an dan

juga adanya tumbuhnya pengakuan negara-negara baru yang memiliki pasar potensial, namun

gaung G-20 pada awal terbentuknya kurang dirasakan dunia, dan baru setelah terjadinya

krisis global pada tahun 2008 yang berpusat di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa,

gaung G-20 terasa signifikan dan mewarnai headline surat-surat kabar di seluruh dunia.

Keduapuluh anggota kelompok forum internasional ini memegang 90% dari GNP

(gross national product) dunia, 80% dari total perdagangan dunia, dan 2/3 dari total populasi

dunia. Kecuali Swiss dan Iran, G20 melingkup 32 kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Anggota-anggota G20 kini mewakili seluruh kawasan di dunia, tidak hanya terfokus kepada

negara-negara yang berada di hemisphere utara. Perkembangan ini merupakan reaksi

terhadap ketidakpuasan masyarakat dunia terhadap negara-negara G7 dan apa yang

dipersepsikan sebagai sebuah kelompok yang mementingkan dan mewakili sebuah minoritas

di dunia. Dengan bergabungnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, diharapkan

kelompok G20 akan mengembalikan sebuah balance atau keseimbangan dalam arah

berjalannya sistem keuangan dunia.

Indonesia and G20

Indonesia diundang untuk bergabung ke dalam kelompok G20 karena Indonesia

merupakan salah satu dari 20 negara yang memiliki GDP (Gross Domestic Product) nominal

tertinggi menurut IMF. GDP merupakan perhitungan seluruh produksi barang dan jasa

sebuah negara di dalam negeri, termasuk pemasukan negara yang diterima dari perusahaan

asing di negara itu. Dengan demikian, Indonesia dianggap sebagai salah satu ekonomi terkuat

di dunia dan terkuat di Asia Tenggara, mengalahkan regional economic powerhouses

(kekuatan ekonomi regional) seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, memuji hasil dari KTT

G20 di Pittsburgh, AS pada bulan September 2009 yang mengintegrasi kelompok G8 masuk

1 Lihat http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx, diakses pada 29 Oktober 2010 pukul 02.15 WIB

Page 6: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

ke dalam kelompok G20 dengan lebih baik. Setelah KTT Pittsburgh, Presiden Yudhoyono

dalam pidatonya yang beliau sampaikan di Harvard University menyatakan bahwa G20

merupakan salah satu manifestasi dari perubahan dari politik dunia masa kini. Presiden juga

menyatakan dalam kesempatan itu bahwa G20 bukan hanya sebuah kekuatan ekonomi

(economic powerhouse) tetapi juga merupakan sebuah kekuatan kebudayaan (cultural

powerhouse). Presiden juga menekankan pentingnya Indonesia untuk turut serta dalam

kelompok G20 tidak hanya sebuah kekuatan ekonomi tetap juga karena Indonesia, yang

merupakan negara yang memiliki mayoritas Muslim terbesar di dunia, adalah salah satu

kekuatan kultural secara global.

Bagi pemerintah RI, keanggotaan Indonesia dalam kelompok G20 merupakan sebuah

kesempatan bagi Indonesia untuk menyuarakan tidak hanya aspirasi nasionalnya di sebuah

forum internasional terbatas tetapi dapat menyuarakan aspirasi dari negara-negara ASEAN

lainnya (terutama karena Indonesia mendapatkan summit presidency ASEAN untuk tahun

2011) dan juga dapat memasukan suara dari Muslim world. Ini dapat memajukan politik luar

negeri Indonesia yang sejak lama menganut politik bebas aktif sehingga dapat menaikkan

citra Indonesia di mata dunia sebagai sebuah emerging power yang aktif dalam diplomasi

regional dan inter-regional.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kebutuhan dari adanya perubahan G-8 menjadi G-20?

2. Seberapa pentingkah eksistensi G-20 bagi Indonesia?

3. Apakah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Indonesia yang berikutnya akan

bargaining position Indonesia paska tergabung di G-20?

III. KERANGKA TEORI

Dalam membahas posisi tawar Indonesia setelah tergabung sebagai salah satu negara G-20,

kami akan menggunakan dua teori, sebagai berikut:

1. Three Global Forces/ Three Tsunamis

1. Demographic Shift

Lebih dari lima puluh tahun terakhir hampir seluruh negara-negara berkembang

mengalami baby boom sementara apa yang terjadi di kebanyakan negara-negara maju adalah

saat ini adalah tingginya angka aging population terhebat sepanjang sejarah. Fenomena yang

terjadi di negara maju ini sungguh akan sangat mempengaruhi pertumbuhan negaranya

Page 7: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

karena ternyata jika masyarakat usia non-produktif dibandingkan dengan jumlah masyarakat

usia produktif yang relatif jauh lebih sedikit.

Sejarah proses penuaan sangat mendominasi masyarakat di negara-negara maju saat

ini. Hal ini menjadikan semakin sedikitnya orang yang menghasilkan kekayaan sementara

semakin banyak orang tua yang membutuhkan dukungan material dan perawatan medis.

Demographic shift ini adalah unsur pemaksa yang sangat kuat karena berpengaruh terhadap

penghasilan sebuah negara, memang tidak dalam waktu singkat akan merubah keadaan

sebuah negara namun meskipun resiko yang muncul ini cemnderung pelan, kemungkinan

kemunduran sebuah negara yang diawali oleh stagnansi pertumbuhan sangat pasti untuk

terjadi apalagi jika tidak dipikirkan kontinuitas dari generasi penerus yang mulai langka

tersebut.

Ada perbedaan yang sangat signifikan antara negara berkembang dan negara maju

sehingga menyebabkan negara maju lebih rentan mengalami demographic shift ini. Negara

berkembang yang memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah akan lebih mudah

untuk dikendalikan oleh pemerintahan yang berkuasa, contohnya pemerintah Indonesia yang

bisa menghambat pertumbuhan penduduknya melalui program Keluarga Berencana yang

memiliki hasil cukup efektif karena jargon-jargon yang diwacanakan mampu mempengaruhi

masyarakat luas. Sementara, pemerintah negara maju mengalami kesulitan yang cukup besar

untuk merangsang penduduknya agar mau memiliki anak lebih banyak demi menyelamatkan

negaranya dari aging population.

2. Globalization

“Apa itu globalisasi?” merupakan pertanyaan dari banyak orang di dunia kita yang

sudah memasuki dekade kedua dari abad ke-21 Masehi ini. Apakah globalisasi merupakan

sebuah integrasi dari sistem-sistem ekonomi, sosial dan politik (ekosospol) di dunia di mana

budaya-budaya yang ada di dunia ini dapat berjalan satu dengan yang lainnya? Apakah

globalisasi hanyalah sebuah Amerikanisasi budaya dunia jaman sekarang yang

menghilangkan budaya-budaya di dunia dan menggantikannya dengan sebuah “global

culture” yang seragam? Apakah globalisasi adalah sebuah kekuatan, sebuah momentum yang

dapat mendorong kesejahteraan, kemakmuran dan kesamarataan bersama atau globalisasi

hanya merupakan manifestasi dari konsumerisme dan kapitalisme yang sudah tidak dapat

dikendalikan dan hanya merusak lingkungan dan komunitas-komunitas kecil?

Page 8: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas akan berbeda tergantung kepada siapa

Anda menanyakannya. Seorang profesor ekonomi di Boston, Amerika Serikat akan memiliki

jawaban yang berbeda dengan pakar politik di Brussels, Belgia demikian juga dengan ahli

sosiologi dari Beijing, Cina. Di antara masyarakat global juga Anda akan mendapat jawaban

dan opini yang berbeda mengenai isu globalisasi dari si mahasiswa di Marseille, Perancis;

dari sang businessman di Moskwa, Rusia; sang buruh dari Montevideo, Uruguay dan si

petani asal Malang. Dari 1001 orang akan didapatkan 1001 jawaban yang amat berbeda, baik

yang memiliki pandangan positif atau negatif, optimis atau pesimis mengenai isu globalisasi.

Menurut Laurence E. Rothenberg, Direktur program Globalization101 di Center for

Strategic & International Studies di Washington D.C., berpendapat bahwa perbedaan dari

persepsi-persepsi mengenai globalisasi disebabkan oleh perbedaan dari norma-norma (values)

yang ada di dalam masyarakat-masyarakat di dunia. Norma-norma, menurut Rothenberg,

adalah kunci untuk menilai pengaruh globalisasi dalam kehidupan individu-individu di dunia.

Rothenberg kemudian mendefinisikan globalisasi sebagai “akselerasi dan intensifikasi dari

interaksi dan integrasi antara individu-individu, perusahaan-perusahaan dan pemerintahan-

pemerintahan yang terdapat di negara-negara (nations) yang berbeda”.

Secara mendasar, globalisasi itu merupakan pertumbuhan yang cepat, kompleks, dan

besar, jaringan uang yang mendunia, sumber daya alam dan manusia, produksi, dan

kebutuhan konsumen. Selama tiga puluh tahun terakhir, perdagangan dan investasi di antara

negara-negara di dunia telah tumbuh dua kali lebih cepat sehingga menciptakan sebuah

landscape global.

3. The Fall of USSR

Komunisme dahulu sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat kokoh karena paham

ini bukan sekedar ideologi tetapi menjadi pola berpikir setiap individunya. Banyak pihak

yang sepakat bahwa keruntuhan komunisme ini sebenarnya bukan disebabkan kekuatan dari

luar seperti serangan militer dan sejenisnya, tetapi keruntuhan komunisme terjadi dengan

sendirinya karena di akhir 1989 komunisme sudah terlalu rentan, tua, lemah, tanpa makna

tetapi masih berusaha mengais untuk hidup.

Menurut Joseph Nye, seorang ahli kebijakan luar negeri dan mantan pejabat tinggi di

era Bill Clinton, sejak tahun 1970an perekonomian Soviet terbukti tidak dapat menyesuaikan

diri dengan kemajuan global yang mulai memproduksi dengan dikendalikan oleh sistem

informasi yang semakin kontemporer. Di sini telah terjadi pengurasan ide-ide komunis yang

Page 9: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

menurut Nye telah menjadi otoriter dan diktator di bawah Stalinisme yang mengakibatkan

hilangnya kepercayaan rakyat terhadap komunisme ini. Hancurnya komunisme di Soviet

dapat dipastikan juga akan berpengaruh terhadap komunisme di Jerman Timur yang selama

ini dianggap sebagai simbol kemakmuran komunisme. Ketiadaan Jerman Timur membuat

komunisme semakin tenggelam, semakin tidak populer, dan semakin tak terdengar lagi

gaungnya di dunia internasional.

Keruntuhan Soviet ternyata berpengaruh sangat signifikan terhadap ekonomi dan

politik negara-negara yang selama ini berada di bawah pengaruhnya. Negara-negara pecahan

Soviet yang berada di kawasan Eropa Timur mulai mendekatkan diri ke Uni Eropa, akibatnya

eksistensi Uni Eropa semakin kuat dan menyebabkan status quo yang selama ini menganut

konsep bipolar menjadi multipolar yang artinya keruntuhan Soviet melahirkan kekuatan

ekonomi baru untuk menyaingi Soviet dan Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan pangsa

ekonomi Uni Eropa yang notabene menjunjung tinggi nilai demokrasi semakin menyelimuti

komunisme.

Di sisi lain, negara-negara non-Eropa, seperti India dan Cina, yang tadinya

dipengaruhi komunisme, paska keruntuhan komunisme mulai mencari pasar baru untuk

memenuhi kebutuhan ekonominya yang menyebabkan mereka mulai fokus untuk menjajaki

pasar di Asia dan menjalin hubungan bilateral maupun multilateral dengan negara-negara

lain. Dengan berdasar pada pemenuhan kebutuhan ekonomi dan untu meningkatkan daya

saing secara internasional, mereka juga mulai membuka pasar mereka terhadap liberalisasi

ekonomi yang merupakan paham barat.

Beberapa contoh pergeseran yang terjadi:

- Bagi negara paham timur, keruntuhan komunisme ini mengakibatkan negara mereka

harus mencari pasar baru dan tidak bergantung kepada Uni Soviet, contohnya Cina

dan India yang terbukti setelah runtuhnya komunisme mulai membuka diri dan

melakukan pendekatan ke pasar-pasar di bagian dunia lain seperti pasar ASEAN.

- Bagi negara paham barat, keruntuhan komunisme ini memberikan peluang untuk

melakukan ekspansi perdagangan lebih besar kepada mereka karena negara-negara

yang tadinya tertutup kini mulai membuka diri. Negara-negara ini biasanya akan

mengekploitas bahan-bahan mentah, kemudian mendapatkan tenaga kerja murah, dan

menjadikan negara lain sebagai pangsa pasar untuk memasarkan barang hasil produksi

mereka.

Page 10: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

2. Prespektif Ekonomi Politik

1. Liberalisme

Asumsi dasar teori liberalisme ialah bahwa semua kegiatan dan hubungan kerjasama

ekonomi, baik perdagangan maupun yang lainnya, antar negara di dunia cenderung untuk

menghasilkan keuntungan bagi semua negara (positive sum game). Keuntungan ini diperoleh

karena pada setiap kegiatan dan kerjasama ekonomi setiap negara diasumsikan memiliki

„spesialisasi produksi‟. Dengan adanya spesialisasi, maka interdependensi pun terjadi.

2. Marxisme

Kebalikan dari teori liberalisme, maka teori Marxisme berpandangan bahwa semua

kegiatan dan hubungan kerjasama ekonomi antar negara di dunia ini sebenarnya tidak

menguntungkan semua negara, dengan kata lain ada negara-negara yang menang dan ada

negara-negara yang kalah (zero sum game). Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan

perilaku dominasi dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang. Alhasil, ini

menyebabkan hubungan dependensi dalam kerjasama ekonomi internasional, yaitu kebutuhan

ekonomi negara-negara berkembang menjadi bergantung pada produksi barang-barang

negara-negara maju. Dalam pandangan Marxis, tidak ada spesialisasi produksi di antara

negara-negara yang bekerja sama ekonomi, seperti yang diwacanakan kaum liberal. Produksi

barang-barang yang vital bagi kehidupan ekonomi modern, dipegang dan dikuasai oleh

negara-negara maju

Page 11: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

PEMBAHASAN

I. Apakah kebutuhan dari adanya perubahan G-8 menjadi G-20?

Pada awalnya, kelompok G-8 yang beranggotakan negara-negara yang memiliki

ekonomi paling kuat di dunia pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Negara-negara

tersebut berada di hemisfer utara Bumi, yaitu di benua Amerika Utara, di daratan Eropa Barat

dan juga Rusia yang berada di Eropa Tmur serta Jepang sebagai satu-satunya Negara dari

benua Asia. Walaupun negara-negara ini memegang sebagian besar dari ekonomi dunia dan

memiliki pengaruh yang besar terhadap politik internasional, banyak kalangan menganggap

bahwa mereka tidak mewakili kepentingan masyarakat dunia.

Sejak terbentuknya G-8 pada tahun 1975 (Kanada bergabung ke G-6 pada tahun 1976

dan menjadi G-7, Rusia bergabung pada 1997 dan menjadi G-8), kelompok ini menjadi

secara de facto pembentuk opini dan pandangan dunia internasional terutama dalam hal

ekonomi, keuangan dan politik. G-8 sering dibilang sebagai kelompok yang mengontrol

ekonomi dunia dan membentuk dunia menjadi sebuah pasar yang menganut system ekonomi

kapitalis serta menjadi symbol dari globalisasi yang berdasarkan kapitalisme, korporatisme

dan konsumerisme. Oleh karena itu seringkali ketika negara-negara anggota G-8 bertemu,

banyaklah terdapat aksi-aksi demonstrasi yang menolak apa yang para demonstran

menganggap adalah pertemuan-pertemuan yang mementingkan negara-negara kaya dan

perusahaan-perusahaan multinasional besar. Berkat perubahan persepsi masyarakat di dunia,

kejadian-kejadian yang terjadi dan keadaan ekonomi dunia yang sering tidak stabil,

masyarakat dunia menganggap bahwa G-8 adalah kelompok yang gagal membawa perubahan

demi kebaikan masyarakat dunia secara luas.

Pandangan para pemimpin G-8 mengenai dunia sudah tidak berlaku lagi. Dunia

pasca-9/11 ternyata sangatlah berbeda dengan dunia pada masa Perang Dingin dan pasca-

Perang Dingin. Dunia sudah tidak lagi dipimpin oleh sekelompok Negara maju yang

memiliki kekuatan ekonomi, politik dan militer yang kuat. Negara-negara yang pasca-Perang

Dunia Kedua dianggap masih terbelakang akhirnya, setelah berkembang selama akhir abad

ke-20 dapat menyusul negara-negara industrial yang memimpin dunia pada akhir Perang

Page 12: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

Dunia Kedua. Kini, Republik Rakyat Cina, India dan Brazil dapat kedudukan yang sama

seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan Rusia. Dunia sudah tidak sama lagi.

Pada KTT G-20 pada tahun 2008 di Gleneagles, Inggris, para pemimpin dari G-8

yang negara-negaranya juga termasuk dalam G-20, menyatakan bahwa G-20 akan

menggantikan G-8 sebagai forum utama ekonomi dan moneter dunia. Walaupun demikian,

G-8 akan tetap berjalan sebagai forum ekonomi tersendiri. G-20 sekarang diharapkan bisa

menjadi sebuah forum yang dapat menampung ide, opini dan pendapat dari negara-negara

yang memiliki system politik, ideology, system ekonomi dan latar belakang budaya yang

berbeda. Selain karena kelompok G-8 sendiri telah mendapat kritikan dari berbagai kelompok

di masyarakat dunia, G-20 diharapkan dapat menjadi sebuah forum ekonomi yang dapat

membantu memajukan keadaan dunia dengan sifatnya yang majemuk sehingga menjadi

symbol dari globalisasi positif yang berhasil.

II. Seberapa pentingkah eksistensi G-20 bagi Indonesia?

Dalam memandang adanya fenomena G-20, setidaknya kita dapat menganalisa

melalui beberapa teori ekonomi-politik internasional. Seberapa signifikankah eksistensi G-20

bagi kelangsungan ekonomi Indonesia saat ini dan di masa depan adalah pertanyaan

mendasar yang perlu dikaji lebih jauh. Untuk itu, kajian multi-perspektif diperlukan. Dua

teori atau perspektif ekonomi-politik internasional yang akan digunakan adalah teori

liberalisme dan marxisme. Kedua teori ini cukup memberikan gambaran singkat tentang

berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada Indonesia, yaitu apakah kehadiran G-20 cukup

signifikan atau tidak bagi ekonomi Indonesia.

1. Liberalisme

Dalam G-20, posisi Indonesia adalah menguntungkan karena Indonesia memiliki

potensi untuk bisa merambah pasar negara-negara anggota G-20 dengan cara mendagangkan

bahan mentah (raw material) unggulan, seperti minyak, gas bumi, batu bara, logam, mineral,

karet, minyak sawit, biji kopi, dan lainnya. Sumber daya alam (SDA) yang melimpah

membuat Indonesia unggul di atas negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Australia,

Italia, Jerman, yang relatif minim SDA. India dan Cina juga merupakan sasaran potensial

Page 13: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

tujuan ekspor SDA Indonesia karena populasi penduduk mereka yang besar mencapai 1

miliar.2

Sebagai barter dari ekspor SDA, Indonesia dapat memperoleh teknologi atau mesin-

mesin pabrik modern dari negara-negara tersebut untuk kemudian dialihkan ke Indonesia

untuk proses industrialisasi. Selain itu, dengan gencarnya ekspor SDA maka dapat dicapai

neraca perdagangan surplus, dengan itu Indonesia akan mampu mendatangkan dan membayar

tenaga ahli asing untuk mengasistensi tenaga ahli Indonesia. Dengan demikian, positive sum

game benar-benar terjadi apabila Indonesia mampu memanfaatkan kelebihan yang dimiliki

dengan menerapkan spesialisasi produksi, yaitu sebagai produsen bahan mentah.

Harapan dari penulis adalah, Indonesia sebaiknya jangan hanya memproduksi dan

mendistribusikan barang mentah. Dalam perkembangan ekonomi global kontemporer,

negara-negara yang dapat survive dan menjadi besar ialah negara yang dapat menghasilkan

barang dengan nilai tambah, dengan kata lain barang-barang itu sudah diolah menjadi barang

setengah jadi ataupun barang jadi. Kita bisa liat Cina telah memproduksi berbagai barang

elektronik, mainan anak-anak, perkakas olahraga, furniture, pakaian, dan sepatu3, dan India

telah memproduksi software untuk komputer. Memproduksi barang setengah jadi dan barang

jadi layak diusahakan oleh Indonesia guna meningkatkan competitiveness Indonesia di

kancah ekonomi internasional sehingga interdependensi antar negara dapat terjaga

keberlangsungannya, seperti asumsi teori liberalisme.

2. Marxisme

Dalam G-20 Indonesia akan berhadapan dengan negara-negara maju. Seperti Amerika

Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Inggris, dll.. Selain itu Indonesia juga harus siap

berhadapan dengan negara-negara new emerging markets, seperti Cina, India, dan Brazil.

Indonesia berpotensi menjadi korban dominasi ekonomi negara-negara maju apabila tidak

mampu melakukan bargaining yang kuat. Dengan sesama negara berkembang, Indonesia

2 Untuk India, menurutu Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, fokus ekspor Indonesia adalah mengirim

minyak sawit mentah (crude oil). Sementara ke Cina, Indonesia fokus mengekspor batu bara.

Lihat, http://www.tempointeraktif.com/hg/saham/2010/04/22/brk,20100422-242413,id.html diakses 31 Oktober

2010 pukul 02.04 WIB

Lihat, http://bisnis.vivanews.com/news/read/180654-ekspor-indonesia-ke-china-geser-amerika diakses 31

Oktober 2010 pukul 02.06 WIB

http://nasional.kompas.com/read/2008/10/22/1819388/china.dan.india.jadi.sasaran.ekspor.indonesia diakses

pada 31 Oktober 2010 pukul 02.05 WIB. 3 Di tahun 2007 tercatat ekspor terbesar Cina ke Amerika Serikat adalah peralatan elektronik. Lihat, Alexandra

Harvey, “The China Price”, 2009, Penguin Books, hlm. 5)

Page 14: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

juga berpotensi dilemahkan dalam kerja sama ekonomi internasional. Seperti kita lihat

sekarang hubungan perdagangan Indonesia-Cina, telah nampak Indonesia kewalahan dengan

membanjirnya produk-produk Cina masuk ke pasar Indonesia, yang salah satu akibatnya

adalah terjadinya proses de-industrialisasi di Indonesia.4

Proses de-industrialisasi ini disebabkan oleh tak seimbangnya neraca perdagangan

Indonesia, yaitu membengkaknya impor dan merosotnya ekspor. Oleh karena itu, momentum

G-20 layak menjadi introspeksi Indonesia agar ke depan Indonesia tidak lagi terjebak dalam

zero sum game dalam menjalin kerja sama ekonomi dengan negara-negara anggota G-20.

Tindakan Indonesia yang realistis untuk saat ini adalah agar menahan derasnya laju impor

barang-barang masuk ke pasar dalam negeri dengan memberlakukan kuota, sementara itu

perluasan pasar ekspor produk Indonesia harus digalakkan

III. Apakah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Indonesia yang berikutnya akan

bargaining position Indonesia paska tergabung di G-20?

Dengan tergabung di dalam G-20 sebenarnya negara-negara tersebut tidak

mendapatkan keuntungan secara langsung, begitu pula dengan Indonesia. Yang bisa kami

katakan adalah bahwa apa yang didapat Indonesia dengan menjadi anggota dari G-20 adalah

sebatas „pencitraan‟. Memang terdengar sangat sederhana kata pencitraan ini, namun inilah

yang sebenarnya bisa dijadikan instrumen utama, baik dalam ekonomi internasional maupun

politik internasional. Sayangnya, kita harus meninjau ulang apakah Indonesia sudah mampu

memainkan peranannya dengan optimal setelah memperoleh peluang pencitraan ini atau

tidak. Berikut kami akan membahas kelebihan dan kekurangan Indonesia sehingga kemudian

kita dapat menentukan seberapa signifikan bargaining position yang dimiliki Indonesia paska

tergabung sebagai salah satu negara G-20.

1. Good News from Indonesia

BRIC (Brazil, Russia, India, China) mempunyai kemungkinan untuk berubah menjadi

BIIC (Brazil, Indonesia, India, China). Hal ini dikarenakan saat ini Rusia sedang

menghadapi permasalahan yang serius di domestiknya seperti: infrastrukturnya yang sudah

cukup tua, masyarakatnya yang mengalami aging population, sistem perbankan-nya yang

sudah disfungsional dan ketinggalan zaman, sistem politiknya yang korup karena hanya

4 Lihat, http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/06/58/151060/deindustrialisasi-buah-

neoliberal diakses pada 31 Oktober 2010 pukul 01.18 WIB.

Page 15: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

dikuasai oleh segelintir orang saja (oligarki), bahkan pertumbuhan nasionalnya saat ini

negatif 8%. Hal-hal tersebut merupakan alasan yang cukup untuk mengeluarkan Rusia dari

BRIC dan beralih menjadi BIIC.

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa harus Indonesia yang menggantikan posisi

Rusia. Kami menganalisa ada beberapa indikasi yang membuat Indonesia layak antara lain:

- Demographic bonus: kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan

masyarakat dengan usia produktif yang sebenarnya jika diberdayakan lebih optimal

akan memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperbaiki segala sistem

yang ada di Indonesia. Perbaikan melalui masyarakat produktif ini yang saat ini

mulai langka di negara-negara maju di mana mereka kekurangan masyarakat dengan

usia produktif. Sementara, bagi Indonesia, aging population bukanlah sebuah

permasalahan. Inilah yang disebut dengan bonus keadaan demografis.

- Resilience as an economy and as a nation: negara-negara maju pada umumnya sulit

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya sementara Indonesia masih bisa

meningkatkan pertumbuhan ekonominya berkali-kali lipat lagi. Contohnya saat kita

menekan gas dengan kecepatan tinggi akan sulit bagi kita untuk menambah

kecepatan tetapi jika kita hanya berkendara dengan kecepatan rendah maka akan

lebih fleksibel untuk kita menekan gas lebih dalam. Inilah analogi dari keadaan

pertumbuhan ekonomi di dunia di mana negara-negara maju cenderung sulit untuk

menekan gas lebih atau meningkatkan pertumbuhan ekonominya, sementara

Indonesia yang masih bisa menekan gas lebih dalam lebih mempunyai peluang besar

untuk terus bertumbuh.

5

5 International Monetary Fund

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

Chin

a

Sing

apor

e

Indi

a

Indo

nesi

a

Vie

tnam

Thai

land

Mal

aysi

a

Phili

ppin

es

Aus

tral

ia

Japa

n

Asi

a

2010

2011

Page 16: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

Pertumbuhan asia yang saat ini lebih dari 7% membuat Asia menjadi pusat

pertumbuhan ekonomi di dunia. Dalam hal ini, Indonesia juga menjadi salah satu

negara yang menyumbang terhadap tingginya tingkat perutmbuhan di asia meskipun

Cina dan India masing-masing masih menduduki peringkat pertama dan kedua. Asia

dijadikan mesin penyembuh krisis ekonomi global yang secara langsung pula

memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengeksplorasi diri lebih jauh. Pada

tahun 2010-2011, Indonesia diperkirakan akan tumbuh 6-6.2% bahkan mungkin

lebih, hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan

yang paling tinggi jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, selain

Vietnam

- Indonesia masih memiliki kekayaan alam yang bisa dieksplor (timbel, sawit, batu

bara, gas alam, minyak, dan asset-aset lainnya) yang sangat menarik untuk

mendatangkan investor foreign direct investment karena material ini memiliki harga

yang sangat tinggi secara global. Ini memberikan Indonesia posisi tawar yang sangat

menggiurkan di dunia internasional asalkan Indonesia mampu untuk memanajemen

sumber dayanya dengan baik sehingga bisa memberi kesejahteraan kepada

masyarakat luas.

2. Challenges for Indonesia

Ada banyak hal baik di Indonesia namun sayangnya hal-hal tersebut belum cukup

baik hanya karena adanya beberapa hal yang sangat signifikan yang mengganggu

pertumbuhan dan peluang hal-hal baik tersebut, antara lain:

- Deindustrialisasi

Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini pertumbuhan ekonomi di Indonesia

mencapai 6,2% pertahun dan ini tergolong prestasi yang cukup baik di level regional bahkan

internasional. Apalagi paska krisis ekonomi global, pertumbuhan ekonomi banyak negara

menurun drastis, dan Indonesia berdiri sebagai negara yang mampu mempertahankan

pertumbuhan ekonomi. Namun, dilain sisi pertumbuhan industri di Indonesia tidak

segemilang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dimana pertumbuhan industri hanya

mencapai 3-4% pertahun. Ketimpangan presentase antara pertumbuhan ekonomi secara

keseluruhan dan ekonomi dikhawatirkan akan membawa dampak yang tidak baik bagi

pertumbuhan ekonomi di Indonesia kedepannya. Karena pertumbuhan ekonomi yang tidak

Page 17: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

diimbangi oleh pertumbuhan industri hanya berprospek jangka pendek (short term prospect).

Sementara, kita sudah harus berfikir untuk melakukan deindustrialisasi yang lebih agar

pertumbuhan Indonesia lebih terjamin dan terprospek untuk jangka panjang (long term

prospect).

- Korupsi

Berbicara mengenai korupsi sudah bukanlah sesuatu yang tidak lazim lagi di

Indonesia. Nama Indonesia cukup pamor dikarenakan hanya sebuah kata korupsi ini.

Indonesia menempati posisi 111 dari 180 negara yang di data dengan indikator negara bersih.

Posisi ke-111 ini mengindikasikan Indonesia sangat jauh dari kategori negara bersih dari

korupsi.

Sebagai negara yang tergolong korupsi, Indonesia akan tersisih dari kancah iklim

investasi dunia, di mana sebenarnya Indonesia sangat membutuhkan foreign direct investment

yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas dan dalam waktu yang

cukup panjang. Namun, hal itu jauh dari harapan karena investor asing cenderung enggan

berinvestasi di Indonesia karena ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, salah satunya karena

korupsi.

Terlepas dari visi dan strategi Indonesia berdiplomasi untuk mendapat keuntungan

ekonomis di G-20, ada satu hal yang krusial yang perlu diperhatikan bangsa Indonesia. Hal

itu adalah korupsi. Adalah suatu kesia-siaan apabila kita sudah mencapai kesepakatan

ekonomi yang menguntungkan dengan negara-negara anggota G-20, tetapi ironisnya yang

menikmati keuntungan itu hanyalah segelintir orang yang memiliki jabatan di pemerintahan.

Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara untuk itu perlu diwujudkan, agar

managemen cash-flow negara benar-benar berjalan sesuai kepentingan umum.

Rank Negara Skor Rank Negara Skor

1 New Zealand 9.4 84 Thailand 3.4

3 Singapore 9.2 111 Egypt 2.8

12 Hong Kong 8.2 111 INDONESIA 2.8

17 Japan 7.7 120 Vietnam 2.7

19 United States 7.5 130 Nigeria 2.5

37 Taiwan 5.6 139 Bangladesh 2.4

39 Brunei 5.5 139 Pakistan 2.4

39 Korea (South) 5.5 139 Philippines 2.4

55 South Africa 4.7 146 Russia 2.2

56 Malaysia 4.5 146 Timor-Leste 2.2

63 Italy 4.3 158 Cambodia 2.0

63 Saudi Arabia 4.3 158 Laos 2.0

79 China 3.6 178 Myanmar 1.4

84 India 3.4 180 Somalia 1.1

Page 18: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

- Infrastruktur

Pemerintah Indonesia cenderung terjebak di fixed expenditure seperti gaji, membayar

utang, subsidi, dan membayar bunga. Hal seperti ini membuat infrastruktur yang ada di

Indonesia terabaikan dengan sangat menyedihkan. Selama infrastruktur tidak tingkatkan,

Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk berkompetisi secara internasional karena tidak

bisa mengefisiensikan produksi barang dan jasa milik Indonesia.

Indonesia hanya menganggarkan 2.7% anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

Sementara jika dibandingkan dengan negara lain. Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan

karena Indonesia dalam jangka pendek ini tidak akan mempunyai peluang untuk bersaing

secara internasional. Hal ini penting untuk diperhatikan secara lebih demi meningkatkan

bargaining position Indonesia. Infrastruktur yang baik akan sangat berpengaruh terhadap

efisiensi sistem logistic yang akan meningkatkan sikap kompetitif.

Tidak adanya fasilitas memadai seperti listrik, transportasi, jalan yang bagus, dan

seterusnya, menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena pabrik-pabrik akan

tutup. De-industrialisasi akan terjadi apabila masalah infrastruktur tidak bisa diatasi. Dapat

dibayangkan bagaimana jatuhnya citra kita dalam G-20 di mana Indonesia diproyeksikan

sebagai negara yang berpengaruh dari segi ekonomi namun ketika negara-negara anggota G-

20 berkunjung ke Indonesia untuk peninjauan langsung ke lapangan ternyata masalah

minimnya infrastruktur kerap melanda.

Rank Country Logistic Performance

Index (LPI)

2 Singapore 4.09

7 Japan 3.97

13 Hong Kong 3.88

15 The US 3.86

18 Australia 3.84

23 South Korea 3.64

27 China 3.49

29 Malaysia 3.44

35 Thailand 3.29

44 Philippines 3.14

47 India 3.12

53 Vietnam 2.96

75 Indonesia 2.76

Page 19: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

- Human Development Index

Sumber daya manusia merupakan asset terpenting bagis ebuah negara. Sumber daya

manusia yang tidak kompeten tidak akan bisa mengangkat derajat bangsa namun justru akan

membuat negara tersebut semakin terpuruk. Human development index Indonesia masih

sangat rendah, diindikasi melalui harapan hidup, kualitas pendidikan dan kesehatan, hingga

kemampuan membuat progress dan perubahan bagi bangsa. Permasalahan mengenai

rendahnya kualitas HDI di Indonesia ini sudah ada sejak dulu sampai saat ini namun masih

saja belum terselesaikan. HDI menunjukkan berbagai faktor utama dalam peningkatan

kualitas manusia Indonesia masih jauh dari bermutu dan kompeten. Bagaimana kita mau

meningkatkan daya saing dan posisi tawar kita jika kualitas aktornya, sumber daya manusia,

masih memperihatinkan.

Kasus penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai pembantu

rumah tangga di berbagai negara, seperti di Malaysia dan Arab Saudi, sedikit banyak

mempengaruhi citra Indonesia di mata internasional, khusunya di forum G-20. Apakah

sumber daya manusia yang dikirim ke luar negeri hanyalah unskilled labor? Lalu, dimanakah

peran sumber daya manusia Indonesia yang lainnya, seperti kaum intelektual, ilmuwan,

pelajar, dan sebagainya? Pemerintah Indonesia perlu untuk menyadari bahwa skilled labor

Indonesia adalah asset penting bagi bangsa. Skilled labor Indonesia harus diberikan wawasan

global agar bisa bersaing dengan skilled labor lainnya dari negara lain. Apabila pola

pengiriman tenaga kerja Indonesia masih saja berorientasi pada pengiriman Unskilled Labor,

maka pengaruh Indonesia di dunia internasional, khusunya di G-20, kurang begitu signifikan.

Page 20: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

PENUTUP

I. Saran

Dengan masuk sebagai salah satu negara G-20, satu-satunya keuntungan yang

dimiliki oleh Indonesia adalah pencitraan. Meskipun terdengar sederhana yaitu sebatas

pencitraan tetapi sebenarnya inilah instrumen yang mampu membawa Indonesia mencapai

kepentingan-kepentingan nasionalnya. Melalui citra ini, Indonesia bisa memaksimalisasi

bargaining position-nya karena Indonesia kaan mampu untuk memperjuangkan hal tersebut.

Sayangnya, ada beberapa hal fundamental yang secara pasti akan menghambat

peluang Indonesia untuk tumbuh kembang, meskipun sudah memiliki „citra‟ yang cukup baik

paska tergabung di G-20. Beberapa penghambat tersebut telah dijabarkan sebelumnya

sebagai challenges for Indonesia, oleh karena itu selanjutnya akan dijabarkan saran-saran

sebagai solusi untuk meminimalisir tantangan-tantangan itu dan memaksimalkan potensi

pencitraan Indonesia demi meningkatkan daya saing dan posisi tawar Indonesia di kancah

internasional.

1. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat banyak dan memiliki nilai jual

tinggi, sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan kemampuan mengolah dengan tujuan

value added sehingga sumber daya alam yang sebenarnya bernilai jual tinggi tersebut

hanya bisa dijual sebagai bahan mentah (raw materials) yang tidak begitu mahal. Jika

Indonesia menggencarkan deindustrialisasi secara merata dan menyeluruh maka

kemungkinan besar sektor industri kita akan tertopang dengan lebih baik untuk

menghasilkan produk barang dan jasa dengan nilai dan kualitas yang lebih menjual

dan lebih mampu bersaing dengan produksi negara-negara lain. Industri merupakan

nadi bagi perekonomian nasional karena industri yang baik akan mempengaruhi

kualitas barang. Barang yang diekspor ke luar negeri akan menjadi representasi

Indonesia ang akan mendukung peningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

domestik. Dengan deindustrialisasi yang merata dan menyeluruh ini pula kita bisa

memastikan kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia untuk

jangaka panjang, bukan sekedar jangka pendek yang seperti saat ini terjadi di

Indonesia, karena deindustrialisasi merupakan gerbang modernasi yang sesuai dengan

isu-isu global saat ini yang secara tidak langsung memaksa Indonesia untuk terus

memacu progres-progres yang signifikan untuk menghadapi tantangan global.

Page 21: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

2. Keadaan domestik Indonesia sangat berpengaruh terhadap proses pencitraan, apalagi

di saat kondisi domestik ternyata tidak stabil dan sarat akan kepentingan politis. Hal

seperti ini adalah ranjau yang akan selalu dihindari investor asing untuk menanamkan

foreign direct investment di Indonesia. Hal yang saat ini paling digembar-gemborkan

menyangkut keadaan domestik Indonesia adalah korupsi. Selama korupsi masih kerap

terjadi tanpa ada usaha pengurangan dan penindakan yang nyata maka kepercayaan

investor asing juga dipertaruhkan. Korupsi yang menggerogoti bangsa ini harus

dihapuskan karena implikasinya yang sangat luas terhadap kehidupan berbangsa dan

bernegara serta dalam berhubungan internasional. Korupsi ini mempengaruhi

kestabilan politik karena cenderung menimbulkan birokrasi yang berbelit-belit

sehingga investor enggan untuk berinvestasi. Andaikan negara kita aman dan bersih

dari korupsi atau paling tidak korupsi bukanlah lagi menjadi trademark Indonesia,

maka dapat dipastikan Indonesia akan menarik banyak sekali investor, baik dalam

negeri ataupun luar negeri, karena sebenarnya Indonesia mempunyai nilai jual yang

tinggi di bidang real sector yang bisa ditawarkan untuk diberdayakan secara lebih

efektif, pastinya tanpa korupsi.

3. Sumber daya manusia adalah modal terpenting bangsa untuk memaksimalisasi

pencitraan karena individu-individu inilah yang memperjuangkan nasib bangsa

Indonesia, kepentingan nasional dan kedaulatan negara ini. Namun, kondisi

masyarakat yang kurang kompeten hanya akan membuat bangsa kita tidak mampu

memainkan instrument yang ada. Cara yang bisa dilakukan untuk memaksimalisasi

adalah dengan meningkatkan taraf hidup terutama di sektor kesehatan dan pendidikan

karena dua faktor ini adalah faktor utama untuk menjamin pembangunan sumber daya

manusia ke arah lebih baik.

4. Infrastruktur memegang peranan penting untuk mengefektifkan industri di Indonesia

karena infrastruktur merupakan penggerak utama dalam motor ekonomi di Indonesia.

Seperti rumah sakit, jalan tol, sumber daya pembangkit listrik, dll. Tanpa adanya

infrastruktur yang dapat menunjang suprastruktur, maka efisiensi dari roda

perekonomian pun tidak akan terlaksana. Untuk itu penting bagi pemerintah

menginvestasikan dana yang cukup di sektor infrastruktur agar kegiatan

perekonomian lebih terfasilitasi dengan baik.

Page 22: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

II. Kesimpulan

Keikutsertaan Indonesia dalam G20 bisa menjadi momen krusial bagi Indonesia,

namun bisa menjadi sangat tidak potensial apabila masalah-masalah dalam negeri Indonesia,

seperti infrastruktur yang kurang memadai, tingkat korupsi yang tinggi, dan sumber daya

manusia (SDM) yang kurang kompeten di tingkat global, tidak segera dibenahi. Dari berbagai

teori yang kami kemukakan di atas, kita akan dapat menyimpulkan sendiri masa depan

Indonesia dalam G20: apakah kita akan riding the wave ataukah kita be the wave? Selain itu,

teori-teori ekonomi-politik internasional, seperti liberalisme dan marxisme, telah memberika

wawasan pada kita tentang berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada Indonesia dalam

G20.

Kesimpulan yang dapat kami ambil adalah untuk saat ini Indonesia telah banyak

mendapat nilai positif dan kredit menyangkut pencitraan internasional, di mana hal itu

mengangkat reputasi Indonesia di dalam forum G20. Hal ini dapat menggenjot Indonesia

untuk melengkapi kekurangannya dan memaksimalkan kelebihannya.

Terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki Indonesia, ramalan pertumbuhan

GDP Indonesia pada 2011-2012 yang cukup positif akan menjadi modal keyakinan Indonesia

untuk bangkit menata perekonomiannya agar lebih baik lagi. Pada tahun 2010-2011,

Perekonomian Indonesia (GDP) diperkirakan akan tumbuh 6-6.2% bahkan mungkin lebih,

hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan yang paling tinggi

jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, selain Vietnam.

Di samping pertumbuhan GDP yang positif, Indonesia juga tetap menjadi pengekspor

bahan mentah yang masih diminati banyak negara-negara di dunia, khususnya para negara

anggota G20. Indonesia memiliki kekayaan alam yang bisa dieksplor (timbel, sawit, batu

bara, gas alam, minyak, dan asset-aset lainnya). Dengan SDA yang melimpah, Indonesia

tergolong mudah untuk mendatangkan FDI, dan konsekuensi dari gencarnya FDI yang masuk

ke dalam negeri Indonesia adalah GDP akan semakin meningkat. Akhir kata, keberadaaan

Indonesia di G20 telah banyak memberikan citra positif. Berbagai tantangan dan harapan

sudah ada di depan mata Indonesia.

Page 23: Indonesia in G-20: Opportunities and Challenges

DAFTAR PUSTAKA

Buku

DESKER, Barry. (2010) Is Indonesia Outgrowing ASEAN? PacNet, No. 46. Honolulu:

Pacific Forum CSIS.

HARVEY, Alexandra. (2009) The China Price. Penguin Books.

ROTHENBERG, Laurence E.(2003) Globalization 101: The Three Tensions of

Globalization. Issues in Global Education. New York: The American Forum for Global

Education.

SAPHIRO, Robert. (2009) Futurecast.

VON HOFFMAN, Norbert. (2009) The emerging economies of East Asia and the G-20

process. Reports from Friedrich-Ebert-Stiftung. Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung.

Website

http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx, diakses pada 29 Oktober 2010 pukul 02.15

WIB

http://www.tempointeraktif.com/hg/saham/2010/04/22/brk,20100422-242413,id.html diakses

31 Oktober 2010 pukul 02.04 WIB

http://bisnis.vivanews.com/news/read/180654-ekspor-indonesia-ke-china-geser-amerika

diakses 31 Oktober 2010 pukul 02.06 WIB

http://nasional.kompas.com/read/2008/10/22/1819388/china.dan.india.jadi.sasaran.ekspor.ind

onesia diakses pada 31 Oktober 2010 pukul 02.05 WIB.

http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/06/58/151060/deindustrialisasi-buah-

neoliberal diakses pada 31 Oktober 2010 pukul 01.18 WIB.