This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Praktikum Tanggal: Senin /18 Maret 2013
M.K. TPPH PJP : Ir. Dewi Sarastani Msi.
Asisten : Danang Adihapsoro Amd
PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK PINDANG IKAN DAN
BANDENG PRESTO
Oleh:
Kelompok 4/A-P2
Shafiyudin Shadiqin J3E111060
Martina Isnaini J3E111082
Dina Crownia J3E111087
Dewi Arfika J3E111098
Mentari Larashinda J3E111100
Devi Ratnaningrum J3E111109
SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat dan memiliki kandungan lemak yang rendah sehingga banyak
memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. Mengkonsumsi ikan secara
benar, baik cara mengolah maupun cara memilih ikan, pastinya akan membuat tubuh
kita semakin sehat dan yang lebih hebat lagi adalah ikan mampu membuat seseorang
menjadi pintar.
Ikan sering dikonsumsi oleh masyarakat, namun ikan cepat mengalami proses
pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan
masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk
berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan
perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan
dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, diantaranya pengolahan ikan yaitu
ikan pindang dan bandeng presto.
Ikan pindang adalah ikan setengah basah yang mengandung garam pada
konsentrasi agak tinggi (10-20%) melalui proses perebusan. Pengolahan ikan pindang
mudah dilakukan. Ikan digarami, kemudian direbus sampai matang. Setelah
perebusan, ikan tetap dibiarkan di dalam wadah perebus. Ikan pindang lunak dibuat
dengan merebus ikan pada suhu dan tekanan tinggi, yaitu 121˚C selama 30-45 menit.
Proses pemasakan yang dilakukan selama 1.5-2 jam dapat menyebabkan duri menjadi
lunak dan rapuh.
Daging ikan bandeng dikenal gurih, beraroma khas dan berwarna putih.
Tetapi, duri atau tulang halusnya banyak sehingga menyebabkan masalah jika akan
dikonsumsi. Untuk mengatasi hal ini, ikan bandeng kemudian diolah menggunakan
pemasakan bertekanan (autoclave atau pressure cooker) untuk memperoleh produk
ikan bandeng yang mempunyai tulang yang lunak yang dikenal sebagai bandeng
presto. Produk olahan ikan duri lunak, sesuai dengan namanya, mempunyai duri atau
tulang yang lunak. Bahan baku untuk pembuatan ikan duri lunak saat ini bukan hanya
ikan bandeng saja, tetapi juga ikan berduri banyak lainnya (misal ikan lemuru, mujair,
tawes, ikan terbang) dan ikan-ikan lainnya.
Pengolahan ikan duri lunak merupakan modifikasi dari pemasakan tradisional
(ikan pindang). Dibandingkan dengan cara tradisional, waktu yang dibutuhkan untuk
pemasakan bertekanan lebih singkat. Produk akhimya mempunyai warna, aroma dan
rasa yang tidak banyak berubah dibandingkan dengan ikan segarnya, tekstur
dagingnya menjadi lebih padat dan kenyal (dibandingkan dengan ikan pindang) dan
duri/tulang menjadi lunak sehingga seluruh bagian tubuh ikan dapat dikonsumsi.
1.2 Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahapan proses
pembuatan ikan pindang dan bandeng presto dan mengetahui fungsi bahan-bahan
yang digunakan dalam proses pembuatannya.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, timbangan, naya, panci,
panci presto, nampan, sendok, piring dan kompor. Bahan yang digunakan adalah ikan
tenggiri, ikan bandeng, bumbu (bawang merah, bawang putih, garam, kunyit, daun
bawang) dan jeruk nipis.
2.2 Metode
2.2.1 Proses Pembuatan Ikan Pindang
Alat dan bahan disiapkan
Bobot ikan tenggiri ditimbang
pH ikan tenggiri diukur
Isi perut dikeluarkan dan ikan tenggiri dibersihkan
Ikan dicuci hingga bersih
Bobot ikan ditimbang setelah dibersihkan, lalu dilumuri ikan dengan jeruk nipis
Garam ditimbang ( kel 1: 10%, kel 2: 12%, kel 3: 14%, kel 4: 16%,kel 5: 18%,kel
6:20%)
Garam dimasukkan kedalam panci berisi air dan rebus hingga mendidih
Ikan dimasukkan kedalam naya, lalu dimasukkan ke dalam panci
Ikan direbus selama 30 menit hingga matang
Naya diangkat dan disiram dengan air panas
@
@
Bobot ikan ditimbang setelah pemasakan
Uji organoleptik Disimpan suhu ruang dan suhu refri
Dilakukan pengamatan pada hari ke-3
2.2.2 Proses Pembuatan Bandeng Presto
Alat dan bahan disiapkan
Bobot ikan bandeng ditimbang
pH ikan bandeng diukur
Isi perut dikeluarkan dan ikan bandeng dibersihkan
Ikan dicuci hingga bersih
Bobot ikan ditimbang setelah dibersihkan, lalu ikan dilumuri dengan jeruk nipis
Bumbu disiapkan (bawang merah, bawang putih, garam, kunyit, daun bawang), lalu
dihaluskan
Ikan dilumuri dengan bumbu yang telah dihaluskan
Reflux cooker disiapkan
Ikan dimasukkan ke dalam Reflux cooker
Dilakukan pemasakan ikan bandeng selama 1 jam hingga matang
Ikan bandeng diangkat
Bobot ikan ditimbang setelah pemasakan
Uji organoleptik Disimpan suhu ruang dan suhu refri
Dilakukan pengamatan pada hari ke-3
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Hasil Pengamatan Uji Hedonik Pindang Ikan
Tabel 1. Hasil rekapitulasi uji hedonik aroma dan penampakan keseluruhan pada pindang
ikan
Tabel 2. Hasil rekapitulasi uji hedonik rasa, warna dan kekenyalan pada pindang ikan
Tabel 3. Pengaruh penyimpanan pada suhu refrigerator dan suhu ruang terhadap mutu ikan
pindang
Parameter/Kode
Perlakuan
Suhu Refrigerator Suhu Ruang
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Penampakan Keseluruhan 4 4 5 3 3 4 1 2 3 1 1 2
Aroma 3 4 4 3 3 3 1 2 2 1 1 1
Kekenyalan daging ikan 3 3 5 2 2 3 1 1 2 1 1 1
Warna 3 4 4 3 2 3 1 1 2 1 1 1
Kel
Kode % Garam
1 5 10%2 4 12%3 6 14%4 1 16%5 2 18%6 3 20%
3.1.2 Hasil Pengamatan Uji Hedonik Bandeng Presto
Tabel 4. Hasil rekapitulasi uji hedonik aroma dan penampakan keseluruhan pada bandeng
presto
Tabel 5. Hasil rekapitulasi uji hedonik rasa, warna dan kekenyalan pada bandeng presto
Kelompok Kode
1 22 33 44 55 66 1
Kriteria1 Sangat Tidak Suka2 Tidak Suka3 Agak Tidak Suka4 Biasa5 Agak Suka6 Suka7 Sangat Suka
Tabel 6. Pengaruh penyimpanan pada suhu refrigerator dan suhu ruang terhadap mutu
Pada praktikum ke 6 tanggal 18 Maret 2013, mahasiswa diminta untuk
membuat produk olahan daging ikan yaitu pindang ikan dan bandeng presto (ikan
duri lunak). Pindang ikan adalah ikan yang diolah dengan cara pemindangan atau
perebusan. Pemindangan air garam adalah suatu cara pemindangan dimana ikan
yang telah digarami disusun dalam wadah yang tidak kedap air seperti naya,
kemudian direbus dalam larutan garam jenuh. Sedangkan ikan bandeng duri lunak
merupakan salah satu jenis diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai
modifikasi pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor
sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada
mulut (Arifudin, 1988).
3.2.1 Bahan Pembuatan Pindang Ikan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan pindang ikan dan ikan duri
lunak adalah daging ikan tenggiri, air dan garam.
3.2.1.1 Daging Ikan Tenggiri
Daging ikan merupakan bahan utama dalam pembuatan ikan pindang.
Pada pratikum kali ini daging ikan yang digunakan adalah daging ikan
tenggiri. Selain daging ikan tenggiri, pada pembuatan ikan pindang dapat
memakai ikan lain seperti ikan bandeng, mas, gurami, dan lain-lain.
3.2.1.2 Garam
Garam dalam pembuatan ikan pindang berfungsi sebagai cita rasa,
aroma dan mempanjang umur simpan ikan (Anonim 2010). Ikan pindang
memiliki rasa khas asin sehingga hanya menggunakan garam untuk cita rasa
dan aroma. Garam yang dapat mengikat air berfungsi untuk menghambat
sistem metabolisme pada bakteri sehingga dapat memperpanjang umur
simpan pada pindang ikan.
3.2.1.3 Air
Air dalam pembuatan ikan pindang berfungsi sebagai media
penghantar panas dan pelarut garam. Penghantar panas dan pelarut dapat
mempercepat masuknya garam ke dalam daging ikan. Panas juga dapat
memperlebar pori-pori ikan dan garam yang larut dalam air sehingga garam
dapat lebih mudah dan cepat masuk ke dalam daging ikan.
3.2.2. Proses Pengolahan Pindang Ikan
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pengolahan ikan pindang yang
berasal dari daging ikan tenggiri. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani
yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun,
ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan
kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Salah satu metode pengawetan ikan
adalah membuat pindang ikan dengan metode pemindangan air garam. Pemindangan
air garam adalah suatu cara pemindangan dimana ikan yang telah digarami disusun
dalam wadah yang tidak kedap air seperti naya, kemudian direbus dalam larutan
garam jenuh.
Sebelum dilakukan pengolahan, terlebih dahulu dilakukan penyiapan bahan
dan wadah. Setelah dilakukan penyiapan, daging ikan tenggiri pun disiangi. Proses
penyiangan dapat dilakukan dengan cara dibelah dan dibuang isi perut dan insangnya.
Penyiangan dilakukan agar proses pembusukan dapat diperlambat karena isi perut
merupakan sumber kontaminasi bakteri patogen.
Setelah proses penyiangan, daging ikan yang telah disiangi kemudian
dibersihkan sampai bersih. Proses ini dilakukan untuk membersihkan kotoran-kotoran
terutama yang menempel di kulit ikan sehingga tidak mengontaminasi pada saat
pengolahan. Pencucian pada ikan tenggiri bertujuan agar kotoran, darah, dan lendir
yang menempel pada permukaan tubuh ikan hilang. Menurut Irawan (1997), tujuan
pencucian juga bertujuan untuk membebaskan ikan dari bakteri pembusuk. Ikan yang
sudah disiangi harus dicuci sampai bersih karena sisa lendir maupun kotoran lain
yang ada pada ikan dapat mempercepat proses pembusukan.
Daging ikan yang telah dicuci siap untuk disusun ke dalam larutan garam di
dalam panci. Pada praktikum kali ini dibuat larutan garam yang berbeda-beda tiap
kelompok yaitu 10%, 12%, 14%, 16% dan 20%. Perbedaan komposisi larutan garam
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan garam terhadap mutu
organoleptik dan umur simpan pindang ikan. Larutan garam sangat berperan dalam
metode pemindangan ikan karena berpengaruh terhadap umur simpan ikan.
Pengawetan dengan penggaraman pada prinsipnya adalah menurunkan aw bakteri
(Fardiaz, 1991). Berkurangnya kadar air menyebabkan ikan menjadi lebih awet.
Garam menyebabkan proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi
plasmolisis yang menyebabkan kadar air dalam sel bakteri berkurang dan lama
kelamaan bakteri akan mati.
Ikan yang telah disusun lalu direbus selama 60 menit sampai matang.
Perebusan ini bertujuan untuk mengolah ikan agar matang. Pemasakan dengan suhu
tinggi dapat menyebabkan perubahan pada daging ikan, kadar air menurun, sehingga
tekstur ikan akan berubah menjadi keras, warna daging berubah, aktivitas air
menurun dan sebagian protein terdenaturasi (Winarno, 1982).
Selain itu perebusan juga betujuan sebagai medium penggaraman sehingga
garam bisa larut sempurna dan masuk ke dalam pori-pori ikan. Setelah matang, ikan
diukur suhunya dan disiram dengan air garam. Penyiraman dengan air panas ini
bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa garam yang masih terdapat pada tubuh ikan
sehingga rasa yang ditimbulkan pada ikan tidak terlalu asin. Setelah itu ikan pun
ditiriskan dan didinginkan di suhu ruang. Sebagian ikan dilakukan uji hedonik
sedangkan sebagian lagi dikemas dan disimpan di dalam suhu ruang dan suhu rendah
(refrigerator) selama tiga hari untuk melihat mutu ikan berdasarkan umur simpan.
3.2.3 Uji Hedonik Pindang Ikan
Menurut Gusfahmi (2011), uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian
yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu
produk tertentu.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap warna, aroma,
rasa, kekenyalan dan penampakan keseluruhan sampel pindang ikan yang berbeda.
Kepada panelis disediakan enam sampel pindang ikan yang telah dibuat oleh semua
kelompok dan disajikan secara acak. Setelah itu panelis diminta untuk menyatakan
kesukaaan pada pindang ikan pada parameter warna, aroma, rasa, kekenyalan dan
penampakan keseluruhan. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan
yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], biasa [4], sedikit tidak suka [3], tidak
suka [2], sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang
timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.
3.2.3.1 Uji Hedonik Penampakan Keseluruhan Pindang Ikan
Penampakan ikan pindang meliputi penilaian terhadap aspek keutuhan,
kerapihan, kebersihan, dan aspek menarik atau tidak menarik untuk
dikonsumsi. Penampakan yang tidak baik juga dapat ditimbulkan dengan
penambahan garam kasar yang dapat menimbulkan penetrasi garam
berlangsung dengan cepat sehingga dapat mempercepat kerusakan penampakan
pada ikan pindang. Gejala kemunduran mutu produk pindang ditandai dengan
adanya penampakan warna yang memudar, rasa dan aroma pindang berkurang
serta terjadi pelendiran yang diiringi peningkatan jumlah bakteri dan basa
volatil.
Berdasarkan pada Tabel 1 uji hedonik pindang ikan pada parameter
penampakan keseluruhan terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
pindang ikan kode 4 dan kode 1 dengan penambahan larutan garam 12% dan
16% dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.2 dengan skala
penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Sedangkan ikan dengan konsentrasi 12% mendapatkan rata-rata
penampakan paling rendah diantara yang lain. Hal ini dikarenakan penyajian
bentuk ikan yang tidak merata sehingga menghasilkan penilaian yang paling
rendah sebesar 4.7, namun hasil pada konsentrasi ini tidak jauh berbeda dengan
konsentrasi garam 20% yaitu sebesar 4.8.
Berdasarkan pada Tabel 3 pengaruh suhu penyimpanan pada pindang
ikan pada parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel yang
disimpan pada suhu refrigerator dengan konsentrasi garam 14%. Penampakan
pindang ikan masih disukai oleh panelis karena penampakan pindang ikan
masih sama seperti penampakan sebelum disimpan. Suhu refrigerator dapat
menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang umur
simpan pindang ikan. Sedangkan penampakan keenam sampel ikan pindang
yang disimpan di suhu ruang tidak disukai panelis. Pindang ikan yang disimpan
pada suhu ruang mempunyai kekurangan yaitu daya awetnya singkat. Pindang
air garam hanya tahan disimpan selama dua sampai empat pada temperatur
kamar (Nitibaskara, 1980).
Pada pemindangan ikan terdapat dua proses yang bekerja secara
bersama-sama yaitu pemanasan dan penggaraman. Pemanasan dan
penggaraman mengakibatkan perubahan biokimia, terutama mendenaturasikan
protein daging ikan. Penurunan nilai kemampuan selama penyimpanan tidak
bisa dihindari. Selama proses penyimpanan akan terjadi penambahan-
penambahan pada daging ikan pindang oleh adanya reaksi enzim dan adanya
aktivitas mikroba. Hadiwiyoto (1995) menyatakan kondisi organoleptik
(penampakan, bau, rasa dan tekstur) ikan pindang mengalami penurunan selama
penyimpanan. Menurut Hentwati (1980), salah satu jenis kerusakan ikan
pindang selama penyimpanan adalah tirnbulnya lendir dan adanya jamur.
3.2.3.2 Uji Hedonik Aroma Pindang Ikan
Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan
tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera
pembau. Menurut Winarno (1992), bau yang diterima oleh hidung dan otak
umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik,
dan hangus. Berdasarkan pada Tabel 1 uji hedonik pindang ikan pada
parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel pindang ikan
kode 4 dengan penambahan larutan garam 12% dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 5.3 dengan skala penilaian antara [agak suka]
sampai [suka].
Aroma produk olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan temperatur
pemasakan (Soeparno, 1994). Aroma produk pindang ikan juga dapat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk
daging olahan dan pemasakan, khususnya garam. Hal ini disebabkan
penggunaan bahan-bahan tersebut mengeluarkan senyawa volatil yang
berpengaruh terhadap flavor pindang ikan yang dihasilkan.
Berdasarkan pada Tabel 3 pengaruh suhu penyimpanan pada pindang
ikan pada parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
pindang ikan kode 4 yang disimpan di suhu refrigerator dengan penambahan
larutan garam 12%. Hadiwiyoto (1995) menyatakan kondisi organoleptik
(kenampakan, bau, rasa dan tekstur) ikan pindang mengalami penurunan selama
penyimpanan.
Pindang ikan yang disimpan pada suhu kamar memiliki mutu yang lebih
rendah dibandingkan pada suhu refrigerator. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan suhu yang signifikan sehingga adanya perbedaan penilaian yang
menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan ikan pindang. Suhu
yang lebih rendah dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat
memperpanjang umur simpan. Aroma yang tidak sedap dipengaruhi oleh
komponen volatil hasil oksidasi yang ditimbulkan selama penyimpanan.
Menurut Hentwati (1980), salah satu jenis kerusakan ikan pindang selama
penyimpanan adalah tirnbulnya lendir dan adanya jamur. Ikan tenggiri adalah
produk pangan yang memiliki kandungan protein kurang lebih 17%, sehingga
sangat disuka oleh mikroba sebagai sumber nutrisi.
3.2.3.3 Uji Hedonik Rasa Pindang Ikan
Rasa merupakan suatu komponen flavor dan merupakan kriteria penting
dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap
yaitu lidah. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera
yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan
terasa pada lidah. Berdasarkan hasil pada Tabel 2 uji hedonik pindang ikan
pada parameter rasa terlihat bahwa panelis paling menyukai rasa pindang ikan
kode 4 dengan penambahan larutan garam 12% lain dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 5.1 dengan skala penilaian antara [agak suka]
sampai [suka].
Rasa pada ikan pindang dipengaruhi oleh bumbu dan perlakuan yang
diberikan. Pada ikan pindang hanya menggunakan garam sebagai bumbu
sehingga rasa yang dihasilkan lebih dominan asin. Ikan pindang diberi
perlakuan dengan direbus oleh air yang dilarutkan garam sehingga rasa asin
terasa hingga kedalam daging ikan. Rasa pindang ikan yang paling disukai oleh
panelis adalah rasa pindang ikan dengan penambahan larutan garam 12%. Hal
ini disebabkan takaran garam yang ditambahkan tepat sehingga memberi flavor
yang disukai dan tidak memberi rasa yang terlalu asin.
3.2.3.4 Uji Hedonik Kekenyalan Pindang Ikan
Kekenyalan adalah sensasi tekanan yang dapat di amati dengan mulut
(pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari manis.
Penilaian biasanya dilakukan dengan menggosokkan jari dari bahan yang
dinilai diantara kedua jari (Winarno, 1992). Kekenyalan dipengaruhi oleh
daging ikan yang digunakan.
Apabila tubuhnya ditekan dengan jari maka daging akan segera pulih
kembali seperti semula dan sisik-sisiknya melekat kuat. Hal ini tidak akan
terjadi pada ikan rusak, apalagi yang sedang mengalamai proses pembusukan.
Kelenturan tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegarannya. Ikan-ikan
yang baru saja mati mempunyai tingkat kelenturan tertinggi dan akan menurun
sesuai dengan lamanya waktu penanganan dan penyimpanan
(Hadiwiyoto,1983).
Berdasarkan pada Tabel 2 uji hedonik ikan pindang pada parameter
kekenyalan, panelis menyukai sampel ikan pindang kelompok 1 (kode 5)
dengan penambahan larutan garam sebanyak 10% dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 5.31 dengan skala penilaian kesukaan yang
diberikan antara [agak suka] sampai [suka]. Sedangkan panelis kurang
menyukai ikan pindang kelompok 3 yang (kode 6) dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 4,5 dengan skala penilaian yang diberikan
antara [biasa] sampai [agak suka].
Penilaian kesukaan terhadap kekenyalan pindang ikan ini berpengaruh
dari konsentrasi garam yang ditambahkan dan proses pemasakan. Pemasakan
yang sesuai dan tidak terlalu lama ataupun cepat dapat menghasilkan
kekenyalan daging ikan yang pas dan tidak terlalu lembek. Tekstur daging ikan
yang mudah hancur mengakibatkan perlunya pemasakan yang tidak terlalu
lama dan suhu yang sesuai. Pada bahan baku yang dipilih harus ikan yang
masih segar karena dapat mempengaruhi tekstur ikan setelah pemasakan,
sedangkan ikan yang tidak segar mengakibatkan tekstur ikan menjadi lembek.
Berdasarkan pada Tabel 3 pengaruh suhu penyimpanan pada pindang
ikan pada parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
pindang ikan kode 3 yang disimpan di suhu refrigerator dengan penambahan
larutan garam 14%. Hadiwiyoto (1995) menyatakan kondisi organoleptik
(kenampakan, bau, rasa dan tekstur) ikan pindang mengalami penurunan selama
penyimpanan.
Larutan garam sangat berperan dalam metode pemindangan ikan karena
berpengaruh terhadap umur simpan ikan. Pengawetan dengan penggaraman
pada prinsipnya adalah menurunkan aw bakteri (Fardiaz, 1991). Berkurangnya
kadar air menyebabkan ikan menjadi lebih awet. Garam menyebabkan proses
osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang
menyebabkan kadar air dalam sel bakteri berkurang dan lama kelamaan bakteri
akan mati.
Pindang ikan yang disimpan pada suhu kamar memiliki mutu yang lebih
rendah dibandingkan pada suhu refrigerator. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan suhu yang signifikan sehingga adanya perbedaan penilaian yang
menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan ikan pindang. Suhu
yang lebih rendah dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat
memperpanjang umur simpan.
3.2.3.5 Uji Hedonik Warna Pindang Ikan
Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang sangat
penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan paramneter lain
terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan pertama dalam penilaian
bahan pangan adalah warna yang akan menentukan penerimaan atau penolakan
panelis terhadap produk. Berdasarkan pada Tabel 2 uji hedonik pindang ikan
pada parameter warna terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel pindang
ikan kode 4 dengan penambahan larutan garam 12% dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 5.2 dengan skala penilaian antara [agak suka]
sampai [suka].
Warna pada daging ikan dipengaruhi oleh proses perebusan pada
daging. Pemasakan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan pada
daging ikan, kadar air menurun, sehingga tekstur ikan akan berubah menjadi
keras, warna daging berubah, aktivitas air menurun dan sebagian protein
terdenaturasi (Winarno, 1982). Adanya perbedaan konsentrasi garam sangat
mempengaruhi tingkat kesukaan warna oleh panelis. Semakin tinggi
konsentrasi garam yang ditambahkan akan menyebabkan warna pindang ikan
menjadi putih.
Berdasarkan pada Tabel 3 pengaruh suhu penyimpanan pada pindang
ikan pada parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
pindang ikan kode 4 dengan penambahan larutan garam 12%. Hadiwiyoto
(1995) menyatakan kondisi organoleptik (kenampakan, bau, rasa dan tekstur)
ikan pindang mengalami penurunan selama penyimpanan.
Pindang ikan yang disimpan pada suhu kamar memiliki mutu yang
lebih rendah dibandingkan pada suhu refrigerator. Suhu yang lebih rendah
dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang
umur simpan. Menurut Nasran (1980), garam sebagai bahan pengawet akan
banyak pengaruhnya terhadap mutu pindang ikan yang dapat ditandai oleh bau,
rasa dan warna dari pindang yang dihasilkan. Garam yang kurang murni lambat
sekali meresap ke dalam ikan. Demikian juga pindang ikan akan mempunyai
bau yang kurang memuaskan, rasa pahit, warna yang kurang menarik dan tidak
tahan lama. Sedangkan pemakaian garam mudah meresap ke dalam daging ikan
akan mempunyai bau yang sedap, rasa yang gurih dan warna yang tahan lama.
3.2.4 Bahan Pembuatan Bandeng Presto
Bahan yang digunakan pada pembuatan bandeng presto adalah 1 ekor ikan
bandeng, dan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, kunyit dan daun
bawang.
3.2.4.1 Ikan Bandeng
Ikan bandeng merupakan bahan uatama dalam pembuatan ikan
bandeng presto. Alasan digunakan ikan bandeng ini, karena pada umumnya
produk presto pada ikan menggunakan ikan bandeng, jarang ditemui produk
presto pada ikan menggunakan ikan selain bandeng.
3.2.4.2 Bumbu
Bumbu yang digunakan pada pengolahan bandeng presto terdiri dari
kunyit, bawang putih, bawang merah. Bumbu berguna sebagai flavor (cita
rasa dan aroma) dan senyawa antimikroba pada produk ikan bandeng.
Perpaduan antara kunyit, bawang merah dan bawang putih menciptakan
identitas rasa dari ikan bandeng sehingga bumbu ini sangat penting bagi
pembuatan produk ikan bandeng presto.
Bawang merah memiliki senyawa antimikroba bernama awein,
bawang putih memiliki senyawa antimikroba bernama allicin dan kunyit
memiliki senyawa antimikroba bernama curcumin Kedua antimikroba tersebut
dapat menghambat metabolisme mikroba sehingga dapat memperpanjang
umur simpan produk. Selain itu penambahan kunyit juga berpengaruh
terhadap warna daging yang dihasilkan. Apabila tidak ditambahkan kunyit
dalam bumbu warna bandeng duri lunak akan terlihat pucat dan kurang
menarik. Kunyit merupakan zat pewarna alami karena mengandung kurkumin
yang akan memberikan warna kuning pada ikan duri lunak atau bandeng
presto.
3.2.5 Proses Pengolahan Bandeng Presto
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pengolahan ikan bandeng. Salah satu
hasil olahan ikan bandeng adalah bandeng duri lunak. Ikan bandeng duri lunak atau
bandeng presto mempunyai ciri hampir sama dengan pindang bandeng, dengan
kelebihan yakni tulang, duri dari ekor hingga kepalanya cukup lunak, sehingga dapat
dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Arifudin, 1988). Sebelum
dilakukan pengolahan, terlebih dahulu dilakukan penyiapan bahan dan wadah.
Setelah dilakukan penyiapan, daging ikan bandeng pun disiangi.
3.2.5.1 Penyiangan
Proses penyiangan dapat dilakukan dengan cara dibelah dan dibuang
isi perut sisik dan insangnya. Ikan dibelah dari punggung kemudian
diteruskan sampai insang dan kepala tetapi jangan sampai putus, disiangi
dengan cara menyobek bagian perut ikan dalam posisi membujur di bagian
bawah sisi luar perut mulai dari atas sirip dubur ke arah depan sebelum sirip
dada. Kemudian isi perut dan kotoran lainnya diambil dengan tangan dan
ditampung dalam suatu wadah untuk dibuang.
Penyiangan dilakukan agar proses pembusukan dapat diperlambat
karena isi perut merupakan sumber kontaminasi bakteri patogen. Menurut
Siregar (1995), pembelahan model ini dimaksudkan agar setelah isi perut
dibuang, perutnya tidak tampak terlalu kempes serta bekas sobekannya tetap
utuh dan teratur rapi sehingga ikan seolah tampak utuh tanpa sobekan.
3.2.5.2 Pencucian
Ikan yang sudah disiangi, langsung dicuci dengan air bersih sampai
kotoran yang menempel pada tubuh ikan hilang. Ikan yang sudah dicuci
bersih ditempatkan dalam nampan untuk persiapan proses pelumuran bumbu.
Pencucian pada ikan bandeng bertujuan agar kotoran, darah, dan lendir yang
menempel pada permukaan tubuh ikan hilang. Menurut Irawan (1997), tujuan
pencucian juga bertujuan untuk membebaskan ikan dari bakteri pembusuk.
Ikan yang sudah disiangi harus dicuci sampai bersih karena sisa lendir
maupun kotoran lain yang ada pada ikan dapat mempercepat proses
pembusukan. Setelah dicuci dengan air mengalir, ikan pun ditiriskan dengan
perut menghadap ke bawah.
3.2.5.3 Pemberian Bumbu
Pada pengolahan bandeng duri lunak secara modern dilakukan proses
pelumuran bumbu. Pelumuran bumbu dilakukan apabila ikan sudah dicuci dan
bersih. Bumbu-bumbu yang digunakan untuk bagian dalam ikan bandeng
yaitu bawang putih, bawang merah, daun bawang kunyit dan garam.
Penambahan bumbu-bumbu dalam proses pembuatan bandeng duri
lunak bertujuan untuk mempertegas rasa dan aroma pada daging ikan. Selain
itu penambahan kunyit juga berpengaruh terhadap warna daging yang
dihasilkan. Apabila tidak ditambahkan kunyit dalam bumbu warna bandeng
duri lunak akan terlihat pucat dan kurang menarik. Kunyit merupakan zat
pewarna alami karena mengandung kurkumin yang akan memberikan warna
kuning pada ikan duri lunak atau bandeng presto.
3.2.5.4 Pemasakan Bandeng Presto
Ikan yang telah dibumbui kemudian dibungkus daun pisang sebanyak
satu lembar satu persatu dan dimasukkan ke dalam autoclave. Autoclave yang
digunakan harus dalam keadaan bersih dan kering. Bagian terpenting dari
autoclave terletak pada kekuatan alat pengunci dan kelenturan tangkainya
untuk menahan tekanan di dalam alat tersebut sehingga sebelum digunakan
harus diteliti terlebih dahulu agar tidak terjadi gangguan selama pengolahan.
Proses pemasakan dengan autoclave (secara modern) setelah ikan
tersusun rapi, autoclave ditutup rapat. Proses pemasakan ini dilakukan selama
45 menit sampai bandeng presto matang. Untuk mempercepat proses
pemasakan bandeng duri lunak dapat dilakukan dengan memanfaatkan suhu
tinggi untuk meningkatkan tekanan.
Pemasakan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan pada
daging ikan, kadar air menurun, sehingga tekstur ikan akan berubah menjadi
keras, warna daging berubah, aktivitas air menurun dan sebagian protein
terdenaturasi (Winarno, 1992). Setelah itu ikan pun ditiriskan dan didinginkan
di suhu ruang. Sebagian ikan dilakukan uji hedonik sedangkan sebagian lagi
dikemas dan disimpan di dalam suhu ruang dan suhu rendah (refrigerator)
untuk melihat mutu ikan berdasarkan umur simpan.
3.2.6 Uji Hedonik Bandeng Presto
Menurut Gusfahmi (2011), uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian
yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu
produk tertentu.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap warna, aroma,
rasa, kekenyalan dan penampakan keseluruhan sampel bandeng presto yang berbeda.
Kepada panelis disediakan enam sampel bandeng presto yang telah dibuat oleh semua
kelompok dan disajikan secara acak. Setelah itu panelis diminta untuk menyatakan
kesukaaan pada pindang ikan pada parameter warna, aroma, rasa, kekenyalan dan
penampakan keseluruhan. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan
yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], biasa [4], sedikit tidak suka [3], tidak
suka [2], sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang
timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.
3.2.6.1 Uji Hedonik Penampakan Keseluruhan Bandeng Presto
Penampakan keseluruhan merupakan melihat bandeng presto ini dari
beberapa segi, yaitu dari segi keutuhan, kerapihan, kebersihan, dan penampilan
menarik/ tidak menarik untuk dikonsumsi. Penampakan pada bandeng ini juga
dapat dilihat dari banyaknya penggunaan bumbu yang tertempel pada daging
ikan, dikarenakan dari beberapa panelis menilai jika bumbunya banyak berarti
rasanya enak.
Berdasarkan pada Tabel 4 uji hedonik bandeng presto pada parameter
penampakan keseluruhan terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
bandeng presto kode 4 dan kode 1 dengan penambahan larutan garam 12% dan
16% dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.2 dengan skala
penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Berdasarkan uji hedonik yang dilakukan pada 30 panelis. Ikan dari
berbagai konsentrasi, penampakannya disukai oleh semua panelis.
Kemungkinan penampakan yang terlihat dari semua jenis sampel ikan sama
atau bumbu-bumbu yang melekat pada tubuh daging ikan sama sehingga
panelis menyukai penampakan pada daging ikan bandeng presto tersebut.
Bandeng presto pada perlakuan ini memiliki tekstur duri yang belum lunak. Hal
ini disebabkan kurang lamanya pemasakan daging ikan di dalam pressure
cooker.
Berdasarkan pada Tabel 3 pengaruh suhu penyimpanan pada pindang
ikan pada parameter penampakan keseluruhan, terlihat bahwa panelis paling
menyukai sampel bandeng presto kode 3 yang disimpan pada suhu refrigerator.
Suhu refrigerator dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat
memperpanjang umur simpan pindang ikan. Sedangkan penampakan keenam
sampel ikan pindang yang disimpan suhu ruang tidak disukai panelis.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa keawetan bandeng
presto ini tidak tahan lama. Umur simpan bandeng presto akan bertambah
apabila adanya penambahan waktu pada proses pemasakan yang
mengakibatkan duri bandeng tersebut lunak. Penambahan waktu proses
pemasakan serta pengemasan ikan akan membuat produk bandeng ini lebih
tahan lama.
Proses pengolahan bandeng presto dapat menghambat laju
pembusukan dengan membunuh sebagian bakteri pembusuk pada ikan (Ilyas
dan Hanafiah, 1980). Pada daging ikan, gejala kemunduran mutu mula-mula
ditandai dengan penampakan yang menjadi pudar dan tidak sesegar semula.
Perubahan ini diikuti oleh semakin berkurangnya rasa dan aroma khas ikan.
Kemudian berangsur-angsur timbul bau dan rasa yang tidak enak. Pengamatan
secara objektif yang dilakukan selama proses kemunduran mutu pindang
menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri dan jumlah basa menguap (Total
Volatil Bases) (Ilyas dan Hanafiah, 1980).
3.2.6.2 Uji Hedonik Aroma Bandeng Presto
Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan
tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera
pembau. Menurut Winarno (1992), bau yang diterima oleh hidung dan otak
umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik,
dan hangus. Berdasarkan pada Tabel 4 uji hedonik bandeng presto pada
parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel pindang ikan
kode 1 dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.1 dengan
skala penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Aroma produk olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan temperatur
pemasakan (Soeparno, 1994). Aroma produk bandeng presto juga dapat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk
daging olahan dan pemasakan, khususnya bawang merah, bawang putih, daun
bawang dan kunyit. Hal ini disebabkan penggunaan bahan-bahan tersebut
mengeluarkan senyawa volatil yang berpengaruh terhadap flavor pindang ikan
yang dihasilkan.
Berdasarkan pada Tabel 3 pengaruh suhu penyimpanan pada bandeng
presto pada parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
bandeng presto kode 6. Hadiwiyoto (1995) menyatakan kondisi organoleptik
(kenampakan, bau, rasa dan tekstur) bandeng presto mengalami penurunan
selama penyimpanan.
Bandeng presto yang disimpan pada suhu kamar memiliki mutu yang
lebih rendah dibandingkan pada suhu refrigerator. Suhu yang lebih rendah
dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang
umur simpan. Aroma yang tidak sedap dipengaruhi oleh komponen volatil hasil
oksidasi yang ditimbulkan selama penyimpanan. Menurut Hentwati (1980),
salah satu jenis kerusakan bandeng presto selama penyimpanan adalah
tirnbulnya lendir dan adanya jamur.
3.2.6.3 Uji Hedonik Rasa Bandeng Presto
Rasa merupakan suatu komponen flavor dan merupakan kriteria penting
dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap
yaitu lidah. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera
yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan
terasa pada lidah. Berdasarkan hasil pada Tabel 5 uji hedonik bandeng presto
pada parameter rasa terlihat bahwa panelis paling menyukai rasa bandeng
presto kode 1 dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.4
dengan skala penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Rasa pada bandeng presto dipengaruhi oleh bumbu dan perlakuan yang
diberikan. Pada ikan presto memakai kombinasi bumbu yang berbeda-beda
menghasilkan citarasa yang berbeda dari masing-masing sampel. Pada bandeng
presto dengan penambahan bumbu pada permukaan ikan memiliki rasa ikan
presto yang lebih dominan pada bagian kulit yang diolesi bumbu namun
memiliki rasa yang kurang dominan pada bagian daging ikan. Hal ini dapat
disebabkan penambahan bumbu tidak dilarutkan ke dalam air sehingga bumbu
tidak meresap ke dalam daging ikan.
3.2.6.4 Uji Hedonik Kekenyalan Bandeng Presto
Kekenyalan adalah sensasi tekanan yang dapat di amati dengan mulut
(pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari manis.
Penilaian biasanya dilakukan dengan menggosokkan jari dari bahan yang
dinilai diantara kedua jari (Winarno, 1992). Kekenyalan tercipta dipengaruhi
oleh bahan baku yang dipilih. Ikan yang baik adalah ikan yang segar, tubuhnya
lentur, apabila tubuhnya ditekan dengan jari akan segera pulih kembali seperti
semula dan sisik-sisiknya melekat kuat. Berbeda dengan ikan rusak, apalagi
yang sedang proses pembusukan. Kelenturan tubuh ikan sangat dipengaruhi
oleh tingkat kesegarannya. Ikan-ikan yang baru saja mati mempunyai tingkat
kelenturan tertinggi dan akan menurun sesuai dengan lamanya waktu
penanganan dan penyimpanan (Hadiwiyoto,1983).
Berdasarkan pada Tabel 5 uji hedonik bandeng presto pada parameter
kekenyalan, panelis menyukai sampel bandeng presto kelompok 6 (kode 1)
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.4 dengan skala
penilaian kesukaan yang diberikan antara [agak suka] sampai [suka].
Sedangkan panelis kurang menyukai bandeng presto kelompok 5 (kode 4)
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.9 dengan skala
penilaian yang diberikan antara [biasa] sampai [agak suka].
Penilaian kesukaan terhadap kekenyalan bandeng presto ini berpengaruh
dari bumbu yang ditambahkan dan proses pemasakan. Pemasakan yang sesuai
dan tidak terlalu lama ataupun cepat dapat menghasilkan kekenyalan daging
ikan yang pas dan tidak terlalu lembek. Dalam proses pemanasan ini air akan
mendidih tetapi uap tidak dapat keluar karena tertahan oleh tutup yang sangat
rapat sehingga meningkatkan tekanan di dalam alat pressure cooker. Setelah
beberapa lama, bel akan berbunyi bersamaan dengan keluarnya sebagian uap
air. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan uap dalam pressure cooker telah
cukup tinggi. Proses ini merupakan awal pemasakan yang terjadi pada ikan duri
lunak. Tekanan yang disebabkan oleh uap air yang tertahan di dalam pressure
cooker dapat menaikan suhu yang ada didalamnya sehingga memudahkan duri
pada ikan menjadi lunak.
Tidak hanya proses pemasakan saja tekstur daging ikan yang mudah
hancur mengakibatkan perlunya pemasakan yang tidak terlalu lama dan suhu
yang sesuai. Pada bahan baku yang dipilih harus ikan yang masih segar karena
dapat mempengaruhi tekstur ikan setelah pemasakan, sedangkan ikan yang
tidak segar dapat mengakibatkan tekstur ikan yang lembek.
3.2.6.5 Uji Hedonik Warna Bandeng Presto
Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang sangat
penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan parameter lain
terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan pertama dalam penilaian
bahan pangan adalah warna yang akan menentukan penerimaan atau penolakan
panelis terhadap produk. Berdasarkan pada Tabel 6 uji hedonik bandeng presto
pada parameter warna terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel bandeng
presto kode 1 dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.2
dengan skala penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Warna pada daging ikan dipengaruhi oleh penambahan bumbu pada
daging ikan. Kreasi bumbu yang dibuat oleh masing-masing kelompok menjadi
salah satu faktor pembeda dari segi warna. Selain itu penambahan kunyit juga
berpengaruh terhadap warna daging yang dihasilkan. Apabila tidak
ditambahkan kunyit dalam bumbu warna bandeng duri lunak akan terlihat pucat
dan kurang menarik. Sedangkan jika terlalu banyak warnanya menjadi terlalu
pekat dan dapat menyebabkan rasa bandeng menjadi sedikit pahit. Kunyit
merupakan zat pewarna alami karena mengandung kurkumin yang akan
memberikan warna kuning pada ikan duri lunak atau bandeng presto.
Berdasarkan pada Tabel 6 pengaruh suhu penyimpanan pada bandeng
presto pada parameter warna terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
bandeng presto kode 4. Hadiwiyoto (1995) menyatakan kondisi organoleptik
(kenampakan, bau, rasa dan tekstur) ikan pindang mengalami penurunan selama
penyimpanan. Bandeng presto yang disimpan pada suhu kamar memiliki mutu
yang lebih rendah dibandingkan pada suhu refrigerator. Suhu yang lebih
rendah dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sehingga dapat
memperpanjang umur simpan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
pembuatan pindang ikan dan bandeng presto diperlukan bahan dengan kombinasi
yang tepat serta proses pengolahan yang baik untuk hasil akhir produk. Pada uji mutu
hedonik penampakan, aroma, rasa dan warna pada pindang ikan, pindang ikan 4
(kelompok 2) memiliki mutu dan kualitas yang paling disukai. Pada uji mutu hedonik
kekenyalan pada pindang ikan, pindang ikan 6 (kelompok 1) memiliki mutu dan
kualitas yang paling disukai.
Pada uji mutu hedonik kekenyalan, aroma, rasa dan warna pada bandeng
presto, bandeng presto 1 (kelompok 6) memiliki mutu dan kualitas yang paling
disukai. Pada uji mutu hedonik penampakan pada bandeng presto, bandeng presto 6
(kelompok 1) memiliki mutu dan kualitas yang paling disukai.
4.2 Saran
Formula bahan yang akan digunakan harus dibuat dengan kombinasi yang
tepat agar dihasilkan produk yang bermutu tinggi. Pada proses pengolahan pindang
ikan seharusnya digunakan larutan garam dengan konsentrasi sedang, tidak rendah
dan tidak tinggi. Pada proses pemasakan bandeng presto seharusnya menggunakan
waktu pemasakan selama 60 menit agar dihasilkan tekstur yang lebih kompak dan
lunak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Garam Lebih dari Rasanya. www.garamku.com [22 Maret 2013]
Arifudin, R. 1988. Bandeng Presto dalam Kumpulan Hasil Penelitian Teknologi
Pasca Panen Perikanan. Jakarta: BPTP
Nasran, S. 1980. Usaha-usaha Pemindangan. Jakarta: LTPP
Gusfahmi. 2011. Uji Hedonik. http://achmadgusfahmi.blogspot.com [22 Maret 2013]
Hadiwiyoto, S. 1995. Hubungan Keadaan Kimiawi dm Mikrobiologik Ikan Pindang
Naya pada Penyimpanan Suhu Kamar Dengan Sifat Organoleptiknya.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada
Hemwati, E.S. 1980. Studi Kasus Pelendiran pada Pindang Barldeng Kudus.
Didalam proseding Seminar Teknologi Pengolahan Pindang. Jakarta: LPT
Ilyas. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jakarta: CV. Paripurna
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo: Penerbit Aneka.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press
Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsentrasi garam pada pengolahan ikan pindang
Kelompok Konsentrasi garam1 4500 ml air, 500 g garam2 4400 ml air, 600 g garam3 4300 ml air, 700 g garam4 4200 ml air, 800 g garam5 4100 ml air, 900 g garam6 4000 ml air, 1000 g garam
Lampiran 2. Bobot dan Suhu pada Ikan Tenggiri dan BandengBobot ikan Tenggiri Bobot ikan Bandeng
sebelum dibersihkan sesudah dibersihkan sebelum dibersihkan sesudah dibersihkan
593 g 516 g 410 g 351 g
Suhu ikan Tenggiri Suhu ikan Bandeng
T mentah T setelah pemasakan T mentah T setelah pemasakan
18,8 0C 96.7 0C 25 0C 74.5 0C
Bobot setelah pemasakan
Bandeng Presto Pindang Tenggiri
263 g 406 g
Lampiran 3. Dokumentasi pengolahan ikan pindang dan bandeng presto
Gambar 2. Bandeng presto saat diangkatGambar 1. Bandeng presto