ANAMNESIS
Nama : An. T.D.N.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 3 tahun
Ruang : Melati
Kelas : II-8
Nama lengkap : An. T.D.N Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Umur : 3 tahun
Nama Ayah : Tn. S Umur : 28 tahun
Pekerjaan ayah : pegawai swasta Pendidikan ayah : SMP
Nama ibu : Ny. T Umur : 34 tahun
Pekerjaan ibu : pegawai swasta Pendidikan ibu : SMP
Alamat : Kedusan, 1/11 polokarto, karanganyar
Masuk RS tanggal : 30 Maret 2014 Jam : 03.30 Diagnosis masuk :
KDS
Dokter yang merawat : dr.Elief Rohana, Sp.A, M.Kes Ko Asisten :
Tari, S.Ked
Tanggal : 30 Maret 2014 (Alloanamnesis) di Bangsal Melati
KELUHAN UTAMA : Demam disertai kejang
KELUHAN TAMBAHAN : Diare
1. Riwayat penyakit sekarang
1 Hari SMRS Pasien datang dengan keluhan diare sejak hari jumat,
kemudian pasien mengalami demam pada sabtu pagi, pada malam hari
diare lebih dari 5 kali, muntah lebih dari 3 kali bila diberi makan
dan minum, pada pukul 00.00 pasien kejang 1 kali selama 3 menit,
lalu dibawa ke puskesmas dan di rujuk ke RSUD Karanganyar.
HMRS pasien datang ke IGD RSUD karanganyar rujukan dari
puskesmas dengan keluhan diare sejak hari jumat, kemudian pasien
mengalami demam pada sabtu pagi, pada malam hari diare lebih dari 5
kali, muntah lebih dari 3 kali bila diberi makan dan minum, pada
pukul 00.00 pasien kejang 1 kali selama 3 menit, keluhan pasien
disertai dengan nafsu makan menurun, , penurunan kesadaran (-),
mimisan (-), bintik-bintik merah (-), muntah (-), batuk (-), pilek
(-), BAB cair (-), BAK (jernih warna kuning.4-5x sehari)
2. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat batuk pilek sebelumnya: disangkal
Riwayat batuk lama: disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat kejang tanpa demam: disangkal
Riwayat kejang dengan demam : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Kesan : Tidak Terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat batuk pilek : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat penyakit lingkungan
Riwayat penyakit serupa : disangkal
5. Pohon keluarga
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Hubungan suami istri
RIWAYAT PRIBADI
1) Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Riwayat kehamilan ibu pasien
Ibu G2P1A0 Hamil saat usia 31 tahun. Ibu memeriksakan
kehamilannya rutin ke bidan dan dokter kandungan, Ibu tidak pernah
mual dan muntah berlebihan, tidak ada riwayat trauma maupun infeksi
saat hamil, sesak saat hamil (-), Merokok saat hamil (-), kejang
saat hamil (-). Ibu hanya minum obat penambah darah dan vitamin
dari bidan. Tekanan darah ibu dinyatakan normal. Berat badan ibu
dinyatakan normal dan mengalami kenaikan berat badan selama
kehamilan. Perkembangan kehamilan dinyatakan normal.
b. Riwayat persalinan ibu pasien
Ibu melahirkan pasien dibantu oleh bidan, umur kehamilan 9
bulan, persalinan normal, presentasi kepala, bayi langsung menangis
dengan berat lahir 3000 gram dan panjang 45 cm, tidak ditemukan
cacat bawaan saat lahir.
c. Riwayat paska lahir pasien
Bayi laki-laki BB 3000 gr, setelah lahir langsung menangis,
gerak aktif, warna kulit kemerahan, tidak ada demam atau kejang.
ASI keluar hari ke-2, bayi dilatih menetek dari hari pertama keluar
ASI.
Kesan: Riwayat ANC baik, riwayat persalinan baik, riwayat PNC
baik.
2) Riwayat makanan
0-6 bulan : ASI
6-12 bulan : ASI, susu formula, bubur susu, buah buahan (pisang,
jeruk), diselingi nasi
tim kuah sayur.
1-3 tahun : ASI, susu formula, bubur susu, diselingi nasi dan
kuah sayur.
Kesan : Pasien mendapat ASI eksklusif, kualitas makanan baik,
kuantitas makan kurang.
3) Perkembangan dan kepandaian :
Perkembangan dan kepandaian pasien:
Motorik Kasar
Motorik Halus
Bahasa
Personal Sosial
Duduk sendiri
(9 bulan)
Memegang benda (4 bulan)
Menoleh ke sumber suara
(5 bulan)
Tersenyum
(2 bulan)
Belajar berjalan
(12 bulan)
Makan sendiri (3 tahun)
Berbicara baik
(1,5 tahun)
Bermain sendiri
(9 bulan)
Berlari
(3 tahun)
Kesan : Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial
sesuai usia.
4) Vaksinasi
Jenis
I
II
III
IV
V
VI
HEPATITIS B
0 bulan
2 bulan
4 bulan
6 bulan
-
-
BCG
1 bulan
-
-
-
-
-
DPT combo
(DPT + Hepatitis B)
2 bulan
4 bulan
6 bulan
-
-
-
POLIO
1 bulan
2 bulan
4 bulan
6 bulan
-
-
CAMPAK
-
-
-
-
-
-
Pentabio
DPT-HB-Hib
3 Tahun
-
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai PPI, dan sudah mendapat
ulangan.
5) Sosial, ekonomi, dan lingkungan:
Sosial dan ekonomi
Ayah (28 tahun, pegawai swasta ) dan ibu (34 tahun, pegawai
swasta), penghasilan keluarga tidak menentu (keluarga merasa cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari).
Lingkungan
Pasien tinggal bersama ibu, ayah, kakak, nenek dan pasien. Rumah
terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi dan 2
kamar tidur. WC menyatu dengan kamar mandi. Sumber air berasal dari
air sumur. Rumah berlantai keramik dengan ventilassi yang cukup
(terdapat 1 jendela tiap ruangan) . Rumah ditempati oleh ibu, ayah,
kakak, nenek dan pasien.
Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingungan
rumah cukup.
6) Anamnesis sistem :
Cerebrospinal : kejang (+), delirium (-)
Kardiovaskuler : sianosis (-), biru (-)
Respiratorius : batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-),
sesak (-)
Gastrointestinal : muntah (+), BAB cair (+), nyeri perut (+)
Urogenital : BAK (+) dbn, nyeri berkemih (-), bengkak kemaluan
(-)
Muskuloskeletal : kelainan bentuk (-) nyeri sendi (-), nyeri
otot (-)
Integumentum : bintik merah (-), ikterik (-)
Otonom : Demam (+)
Kesan : terdapat masalah di sistem cerebrospinal, GIT, dan
otonom.
PEMERIKSAAN
JASMANI
Nama : An. T.D.N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 3 tahun
Ruang : Melati
Kelas : II-8
PEMERIKSAAN OLEH : An T.D.N.Ked Tanggal 30 Maret 2014 Jam
03.30
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : compos mentis
TANDA VITAL :
Nadi : 120x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 38,1C
Status Gizi :
BB/TB : 9,9/85 cm
BMI : 13,7 kg/m2
Kesimpulan status gizi : baik menurut WHO
Kulit : sawo matang, pucat (-), sianosis (-), petekie (-),
Kel.limfe: Tidak terdapat pembesaran limfonodi
Otot: Kelemahan (-), atrofi (-), nyeri otot (-),
Tulang: Tidak ada deformitas tulang
Sendi : Gerakan bebas
Kesan : Kulit, kel limfe, Otot, Tulang dan Sendi dalam batas
normal
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah
cukup. Bentuk mesocephal. Ubun-ubun sudah menutup
Mata: mata cowong (-/-), air mata (+/+), CA (-/), SI (-/-),
reflek cahaya (+/+), pupil isokor, edema palpebra (-/-)
Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung
(-/-)
Mulut : mukosa bibir dan lidah kering (-), sianosis (-)
Faring : hiperemis (-), tonsil membesar (-)
Gigi : caries (-), calculus (-)
Kesan : dalam batas normal
Leher: pembesaran limfonodi (-)
Thorak: simetris, retraksi (-) subcosta, intercosta dan
suprasternal, ketinggalan gerak (-)
Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi :
batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas: SIC II linea parasternalis sinistra
batas kiri bawah: SIC IV linea midclavicula sinistra
Auskultasi: BJ I-II intensitas reguler (+), bising jantung
(-)
Kesan : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfonodi di region
sub mandibula dextra dan sinistra, thorak dan jantung dalam batas
normal
Paru :
Kanan
DEPAN
Kiri
Simetris(+), retraksi (-) subcostae, intercostae dan
suprasternal
Inspeksi
Simetris (+), retraksi (-) subcosta, intercosta dan
suprasternal
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Palpasi
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Sonor
Perkusi
Sonor
SDV normal
Auskultasi
SDV normal
Kanan
BELAKANG
Kiri
Simetris (+),
Inspeksi
Simetris (+)
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Palpasi
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Sonor
Perkusi
Sonor
SDV, Rh (-), Whz (-)
Auskultasi
SDV, Rh (-), Whz (-)
Kesan : Paru dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi: distended (-), sikatrik (-), purpura (-)
Auskultasi: peristaltik
Perkusi: timpani (+), pekak beralih (-),
Palpasi: turgor kulit normal, nyeri tekan (-),
Hepar: tidak teraba membesar
Lien: tidak teraba membesar
Anogenital: tidak ada kelainan
Kesan : abdomen dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), oedema (-)
tungkai lengan
kanan kiri kanan kiri
Gerakan :bebas bebas bebas bebas
Tonus :normal normal normal normal
Trofi :entrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Klonus Tungkai : (-)(-)(-) (-)
Reflek fisiologis : Reflek patella (+) normal, achiles (+),
normal, tricep (+) normal
Refleks patologis :Babinski (-), chaddock (-), Oppenheim (-),
gordon (-)
Meningeal Sign :Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II
(-), kernig (-)
Sensibilitas :Dalam batas normal
Kesan : status neurologi dalam batas normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN
(30 Maret 2014)
Darah Rutin
Hematologi
No
Parameter
Hasil
Angka Normal
Satuan
1
Hemoglobin
10,4
12-16
Gr/dl
2
Jumlah Eritrosit
4,30
4,20-5,40
Juta/uL
3
Jumlah Lekosit
12,5
4,50-11
Ribu/uL
4
Limfosit
12,6
22-40
%
5
Monosit
2,8
4-8
%
6
Hematokrit
32,6
38-47
%
7
MCV
75,8
80-96
Fl
8
MCHC
31,9
32-37
g/dl
9
MCH
24,2
27-31
Pg
10
Jumlah Trombosit
195
150-450
Ribu/uL
RINGKASAN ANAMNESIS
pasien dibawa ke IGD RSUD karanganyar dengan keluhan diare sejak
jumat diikuti demam pada sabtu pagi. Diare lebih dari 5 kali dan
muntah lebih 3 kali jika diberi makan. Pada pukul 00.00 pasien
mengalami kejang selama 3 menit.
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit sekarang,
Pasien mendapatkan ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan
kurang
Riwayat ANC baik, Persalinan spontan, Riwayat PNC baik.
Perkembangan dan kepandaian baik
Imunisasi dasar lengkap berdasarkan PPI, dan sudah mendapat
ulangan
Keadaan sosial ekonomi & kondisi lingkungan rumah cukup
baik
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
KU: CM
Vital sign: Nadi : 120x/menit / RR : 28x/menit / Suhu :
38,1C
Status gizi baik menurut WHO.
Kepala: CA -/-, SI -/-
Mata: cekung (-/-)
Pada pemeriksaan leher dan pemeriksaan thorax dalam batas
normal
Abdomen: nyeri perut (+)
Extremitas: dalam batas normal
LABORATORIUM
Darah Rutin : dalam batas normal
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF
AKTIF
Demam hari ke 2
Nafsu makan menurun
INAKTIF
Kuantitas makanan kurang
DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Sederhana
DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi
Infeksi SSP
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Tindakan
Obsevasi keadaan umum dan vital sign
Pemeliharaan hidrasi dan nutrisi
Bed rest
Rencana Terapi
Inf. RL 12
Inj. Ondan ap/ 8 jam
Inj Dexametason 2 mg/12 jam
Inj ranitidin 15 mg/12 jam
Amoxixilin 3x200 mg
Progesol 100 mg k/p
L. Bio 1x1
Zinc 1x1
Dzp 4 mg iv k/p
Rencana Edukasi
Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai penyakit yang
diderita pasien beserta prognosisnya
Memberitahukan mengenai penanganan kejang
Menjaga kebersihan tangan dan rajin cuci tangan
Memberikan informasi bahwa kejang demam akan berulang
Memperhatikan kebersihan keluarga dan lingkungan
Mengatur pola makan
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam: ad bonam
Quo ad sanam: ad bonam
(ILMUKESEHATAN ANAK) FAKULTAS KEDOKTERAN
(0) (6) (6) (6) (1) (2) (NO RM : ) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
6
Tgl
S
O
A
P
30 Mar 2014
31 Mar 2014
1/4April 2014
Panas (+), kejang (+), muntah (+),diare (+) batuk (-), nafsu
makan menurun
Panas (-), muntah (-), kejang
(-) batuk (-), diare (+), lendir darah (+)
Diare (+), Batuk (-), nyeri perut (+), mual (-), muntah (-)
Keadaan Umum : cukup
TANDA VITAL :
Nadi : 120x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 38,1C
BB : 9,9 kg
TB : 85 cm
Status gizi : kurang
Mata : ca(-/-), si(-/-)
Thorax : Cor et pulmo dbn
Abdomen: nyeri perut
Ekstremitas : dbn
Keadaan Umum : cukup
TANDA VITAL :
Nadi : 94x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 37,7C
BB : 9,9 kg
TB : 85 cm
Keadaan Umum : compos mentis
TANDA VITAL :
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
RR : 40x/menit
Suhu : 36,8C
BB : 9,9 kg
Status gizi : baik
Mata : oedem palpebra (-/-)
Thorax : Cor et pulmo dbn
Abdomen: dbn
Ekstremitas : oedem (-/-) tungkai bawah
Obs febris h3 dd KDS
Et causa GEA
Obs febris h3 dd KDS
Et causa GEA
Obsv febris h4 dd KDS et causa GEA status gizi baik
Inf. RL 12
Inj. Ondan ap/ 8 jam
Inj Dexametason 2 mg/12 jam
Inj ranitidin 15 mg/12 jam
Amoxixilin 3x200 mg
Progesol 100 mg k/p
L. Bio 1x1
Zinc 1x1
Dzp 4 mg iv k/p
Inf RL 10 tpm
Inj. Amoxicillin 200 mg/ 8 jam
Inj Dexametason 2 mg/ 12 jam
Inj. Ranitidin 15 mg/12 jam
Paracetamol syr 3x1 cth (kp)
Diazepamtab 2 mg (kp)
L.Bio 2x1
Zinc 1x1
Inf. KAEN 3B
Inj. Amixixilin 200 mg/8 jam
Inj dexametason 2 mg/12 jam
Inj.ranitidin 15 mg/12 jam
Paracetamol syr cth 1 (kp) (50)
Dzp tab 2 mg (kp)
L.Bio 2x1
Zinc 1x1
DISKUSI
Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League
Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993)
adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya
Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara
lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek
toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang
abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan
elektrolit
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang
demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur
tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering
berulang; dan (4) lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya
epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan perkembangan
neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam
keluarga; dan (4) lamanya demam
Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit
yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis
akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih
Klasifikasi
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal
ini terdapat perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut,
menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya
kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya
Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu:
kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam
berulang
Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15
menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang per episode
demam). Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan
kompleks. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul
pada lebih dari satu episode demam. Epilepsi ialah kejang tanpa
demam yang terjadi lebih dari satu kali
Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak
Universitas Sumatera Utara
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler
dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam
diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung
beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama
Universitas Sumatera Utara
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang
berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang
khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit,
diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam
yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh
Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis
kejang demam antara lain:
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama
kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca
kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam,
seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam
tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39 C.
- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam
atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang sering,
kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks
2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam
adalah:
- Suhu tubuh mencapai 39C.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
Universitas Sumatera Utara
- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai
dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik
neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai
kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG
didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat
fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai
prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering
menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari.
Diagnosa Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang
berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar
dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga
dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang
demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium,
menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam
(Soetomenggolo, 2000).
Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan,
yaitu:
Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang
kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan
kepalanya apabila
Universitas Sumatera Utara
muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secra teratur,
diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan
vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air
dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama
dengan pemberian secara intravena atau intrarektal
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai meningitis atau apabila
kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami
meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada
bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien
berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan utuk mencari penyebab
3. Pengobatan Profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.
Bila kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak
yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:
- Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
- Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap
hari
- Mengatasi segera bila terjadi kejang.
Profilaksis intermitten
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan
ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat
adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat
diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.
Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena
penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal
tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10
kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5C atau lebih. Diazepam dapat
pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk, dan hipotonia
Profilaksis terus- menerus dengan antikonvulasan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah
sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk
mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan
untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau
bahkan lebih baik dibandingkan efek fenobarbital tetapi
kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam
valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus menerus
berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya
epilepsi di kemudian hari
Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria
yang dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap
hari dapat diberi pada keadaan berikut:
1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi (misalnya
cerebral palsy, retardasi mental, mikrosefali).
2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat
fokal, atau diikuti kelainan neurologis sepintas atau menetap.
3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik
pada orang tua atau saudara kandung.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang ,
hindarilah rasa panik dan lakukanlah langkah-langkah pertolongan
sebagai berikut:
1. Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping
2. Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak
3. Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air
dingin. Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan suhu
badanya.
4. Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari.
5. Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa
ke dokter agar dapat ditangani lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Pudjadi. H., dkk, 2010, Pedoman Pelayanan Medis, Jakarta:Badan
Penerbit IDAI.
http://www.fkunand.ac.id. Diakses pada tanggal 1 April 2014
http://www.fkusu.ac.id. Diakses pada tanggal 1 April 2014
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, et all., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia
Pawitro U.E., Noorvitry M., Darmowandowo W., 2002. Ilmu Penyakit
Anak :
Diagnosa dan Penatalaksanaan ed 1. Jakarta : Salemba Medika pp
1-43
Wahab, Samik A., 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2.
Jakarta : EGC
Ranuh, Gede., 2011. Pedoman Imunisasi di indonesia, Jakarta.
Badan Penaerbit IDAI