Top Banner
II.2. EPIDEMIOLOGI 3 Angka kejadian yang pasti sukar diperoleh karena sering tidak dilaporkan. Kematian akibat reaksi anafilaksis hebat diperkirakan terjadi 0,4 kasus per juta penduduk per tahun. Dalam bidang anastesi, kejadian reaksi anafilaksis diperkirakan terjadi 1 per 5000 sampai 1 per 25.000 kasus per tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan 1-2% pasien yang disuntik penisilin mengalami reaksi anafilaksis dan ± 400 – 800 diantaranya meninggal per tahun. Reaksi anafilaktoid oleh zat kontras ± 5% dari pengguna dan ± 250 – 1000 orang diantaranya meninggal pertahun. Reaksi anafilaksis oleh makanan sukar ditentukan oleh karena tidak ada data yang akurat. Diperkirakan 1/5 – 1/3 penduduk dunia pernah mengalami reaksi alergi makanan. Reaksi anafilaksis lebih sering terjadi pada mereka yang mempunyai riwayat atopi atau reaksi alergi sebelumnya. Umumnya tidak ditemukan predisposisi ras, jenis kelamin, umur atau musim. Dilaporkan reaksi
23

II

Dec 02, 2015

Download

Documents

snbdhsvd
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: II

II.2. EPIDEMIOLOGI 3

Angka kejadian yang pasti sukar diperoleh karena sering tidak dilaporkan.

Kematian akibat reaksi anafilaksis hebat diperkirakan terjadi 0,4 kasus per juta

penduduk per tahun.

Dalam bidang anastesi, kejadian reaksi anafilaksis diperkirakan terjadi 1

per 5000 sampai 1 per 25.000 kasus per tahun.

Di Amerika Serikat, diperkirakan 1-2% pasien yang disuntik penisilin

mengalami reaksi anafilaksis dan ± 400 – 800 diantaranya meninggal per tahun.

Reaksi anafilaktoid oleh zat kontras ± 5% dari pengguna dan ± 250 – 1000 orang

diantaranya meninggal pertahun.

Reaksi anafilaksis oleh makanan sukar ditentukan oleh karena tidak ada data

yang akurat. Diperkirakan 1/5 – 1/3 penduduk dunia pernah mengalami reaksi alergi

makanan.

Reaksi anafilaksis lebih sering terjadi pada mereka yang mempunyai

riwayat atopi atau reaksi alergi sebelumnya. Umumnya tidak ditemukan

predisposisi ras, jenis kelamin, umur atau musim. Dilaporkan reaksi anafilaksis

karena susu dan telur lebih sering pada anak-anak, sedang reaksi anafilaktoid

karena zat kontras lebih sering pada orang dewasa.

II.3. FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI

Berbagai zat atau keadaan dapat menyebabkan reaksi anafilaksis/Anafilaktoid.

Ada yang berupa antigen seperti protein (serum, hormon, enzim, bisa binatang,

makanan dan sebagainya), atau polisakarida (dekstran, jadam, dan sebagainya), juga

ada yang berupa hapten, yang nanti bertindak sebagai antigen apabila berkaitan

dengan protein (antibiotik, anestesi lokal, analgetik, zat kontras, dan lain-lain).

Page 2: II

Antigen tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui oral, suntikan, sengatan,

inhalasi atau tipikal. 1,4,5

Secara umum penyebab Anafilaksis / anafilaktoid dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

Tabel I

Zat-zat dan keadaan yang telah dilaporkan menimbulkan reaksi

anafilaksis/anafilaktoid

AP Arwin Akib, Zakiudin Munasir, Nia Kurniati. Buku ajar Alergi-imunologi anak edisi

kedua,Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. 207-223

1. Antibiotik : Penisilin dan derivatnya, sefalosporin,

tetrasiklin, eritromisin, streptomisin

2. Nonsteroid anti inflammatory

agents

: Salisilat, aminopirine

3. Narkotik analgetik : Morfin, kodein, meprobamate

4. Obat lain : Protain, klorpropamide, zat besi

parenteral, iodida, tiazid

5. Anestesi lokal : Prokain, lidokain, cocain

6. Anestesi umum : Thipental

7. Obat pelumpuh otot : Suksinil kolon, tubokurarin

8. Produk darah dan antiserum : Eritrosit, leukosit, dan platelet

transfusi, gamma globulin, rabies,

tetanus, antitoksin difteri, antibisa ular

dan laba-laba

9. Agent diagnosis : Radiokontras iodida

10. Makanan : Telur, susu, kacang, ikan, udang dan

lain-lain

11. Bisa/cairan binatang : Ular, laba-laba, serangga dan beberapa

jenis hewan air/ikan

12. Hormon : Insulin, ACTH, estrogen, progesteron,

hormon pituitari

13. Enzim dan zat biologi : Asetilsistein, enzim pankreas

14. Getah tumbuhan : Lateks, perekat, akasia

15. Bahan kosmetik / industri : Cat rambut, parfum, pelurus rambut,

Page 3: II

pemutih kulit, cat

16. Faktor fisis : Panas, dingin, tekanan, cahaya, getaran

17. Faktor kolinergik dan kegiatan jasmani

18. Idiopatik

II .4. PATOFISIOLOGI

Berbagai manifestasi yang muncul dalam reaksi anafilaksis pada

umumnya disebabkan oleh penglepasan mediator oleh mastosit/basofil, baik

yang timbul segera (dalam beberapa menit), maupun yang timbul belakangan

(sesudah beberapa jam). Pengaktifan mastosit/basofil untuk mengeluarkan

mediatornya tidak hanya terjadi akibat alergi atau rangsangan yang dimediasi

IgE, tetapi juga dapat terjadi oleh karena rangsangan yang dimediasi oleh

komplemen, kompleks imun, atau faktor lain yang langsung membebaskan

histamin seperti panas, dingin, tekanan, latihan jasmani, dan lain-lain . 1

Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan

mediatornya, mekanismenya dapat melalui beberapa cara : 3,5

1. Reaksi yang dimediasi IgE (IgE mediated anaphylaxis)

Berbagai jenis alergen bekerja melalui cara ini, baik yang berupa makanan,

obat-obatan, enzim maupun yang berupa sengatan serangga / ular, semen

suami, getah tumbuhan dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada orang yang

atopi atau tidak atopi yang terjadinya sesudah pajanan ulangan (kedua dan

seterusnya). Pada pajanan alergen, alergen ditangkap oleh APC (Antigen

Presenting Cells) seperti makrofag, sel dendritik, sel langerhans atau yang

lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan bersama beberapa sitokin

(IL-1, TNF IL-8) ke sel T.Helper melalui MHC (Major Histocompatibility

Complex) kelas II, sel T helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin

(IL-4 dan IL-5) yang merangsang sel B melakukan memori, proliferasi dan

peralihan menjadi sel plasma yang kemudian menghasilkan antibodi

termasuk IgE. Imunoglobulin yang spesifik kemudian akan melekat pada

permukaan mastosit, basofil, dan sel B sendiri dan beberapa sel imun yang

Page 4: II

lain. Apabila di kemudian hari terjadi pajanan ulang dengan alergen yang

sama maka alergen itu akan ditangkap oleh IgE terutama yang melekat pada

mastosit/basofil. Ikatan alergen dengan IgE spesifiknya ini akan merangsang

mastosit/basofil mengeluarkan mediator, baik yang segera maupun yang

lambat. Mediator tersebut menyebabkan dilatasi venula, peningkatan

permeabilitas kapiler, bronkospasme, kontraksi otot polos dan dilatasi

arteriol sehingga timbul manifestasi klinis reaksi anafilaktik berupa,

urtikaria/angioedema, edema laring, asma, muntah, kram usus, dan renjatan

yang bisa menyebabkan kematian tiba-tiba. Reaksi inilah yang sebenarnya

disebut reaksi anafilaktik.

Gambar IA. Kontak Alergen dengan APC (Antigen Presenting Cells)

Page 5: II

Gambar IB. Respon sel yang dimediasi IgE untuk mengeluarkan alergen

2. Reaksi yang dimediasi kompleks imun atau komplemen

Reaksi ini terjadi apabila antibodi yang bebas (biasnaya IgG atau IgM tetapi juga

bisa IgE) melakukan ikatan dengan antigen yang masuk membentuk kompleks

imun. Kompleks imun ini bisa langsung merangsang mastosit/basofil

mengeluarkan mediator atau melalui pengaktifan komplemen untuk mengeluarkan

anafilaktoksin, C3a, C4a, dan C5a yang akan merangsang mastosit/basofil

mengeluarkan mediator. Reaksi ini sering terjadi pada pemberian transfusi darah,

komponen darah, plasma, serum, imunoglobulin, kriopresipitat. Reaksi yang

timbul juga dikenal sebagai aggregate anaphylaxis

CLASSIC PATHWAY ALTERNATIVE PATHWAY

IMMUNE COMPLEXES AGGREGATED IgE

PLASMIN COMPLEX POLYSACCHARIDES

TRYPSIN

c1 c1(activated)

c2 + c4 c4,2 (activated)

c3

Page 6: II

c3a + c3b

c5a + c5 b c5

c6,7,8,9

membrane damage

Gambar 2. Reaksi yang dimediasi kompleks imun atau komplemen

3. Gangguan Metabolisme Asam Arakidonat

Aspirin dan beberapa antiinflamasi nonsteroid lainnya dapat menimbulkan reaksi

anafilaktik dalam 15 menit sampai 2 jam setelah pemasukan obat tersebut. Reaksi

ini diduga terjadi akibat gangguan metabolisme asam arakidonat. Aspirin dan

antiinflamasi non-steroid menghambat siklo-oksigenase suatu enzim yang

diperlukan untuk sintesis prostaglandin dari asam arakidonat. Akibatnya

pembentukan prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin menurun, tetapi

produksi jalur lipoksigenase meningkat.

ARACHIDONIC ACID

Cyclo-oxygenase Lipo-oxygenase

Prostaglandins SRS-A (LTC4, LTD4, LTE4)

PGD2 LTB4

PGE2

PGF2

Gambar. 3. Gangguan Metabolisme Asam Arakidonat

4. Rangsangan Langsung pada Mastosit/Basofil

Beberapa obat dan zat kontras secara langsung dapat merangsang mastosit

jaringan dan basofil darah perifer untuk mengeluarkan mediatornya. Hal ini

ditemukan pada pemberian opiat, antibiotik tertentu, pelemas otot, dekstran, zat

kontras, dan lain-lain. Di samping itu beberapa faktor fisis seperti panas, dingin,

Page 7: II

tekanan dan lain-lain dapat secara langsung mempengaruhi pengeluaran mediator

mastosit/basofil.

5. Idiopatik (Idiopathic Reccurent Anaphylaxis)

Ada beberapa pasien yang mengalami reaksi anafilaktik berulang-ulang tanpa

diketahui pencetus atau penyebabnya termasuk disini anafilaksis akibat latihan,

sering terjadi sesudah makan-makanan tertentu sebelum latihan. Beberapa ibu

mengalami anafilaktik berulang yang tidak ditemukan penyebabnya (disebut

catamenial anaphylaxis), ternyata hipersensitif terhadap progesteron endogen dan

positif pada tes kulit dengan medroksiprogesteron. Sebagian di antaranya

mengalami anafilaksis bersiklus menurut fase luteal siklus haidnya. Pada

umumnya anafilaktik rekuren idiopatik tidak ditemukan penyebabnya dan

diagnosisnya didasarkan gejala klinis dan bukti peninggian kadar histamin dalam

urinnya.

Secara umum dan garis besar urutan proses dalam kejadian reaksi

anafilaktik/anafilaktoid dapat disebutkan sebagai berikut :

I. Perangsangan pada membran mastosit dan sel basofil, rangsangan dilakukan

oleh antigen IgE atau agregat imun yang lain atau langsung oleh faktor-faktor

kimiawi, fisis, atau neurogenik

II. Aktivasi enzim-enzim membran dan rangsangan kedua dari sitoplasma.

Terjadi degradasi metabolik asam arakidonat menjadi subunit-subunit aktif

dan penurunan rasio cAMP/cGMP dalam sel

III. Penglepasan mediator inflamasi

A. Yang siap langsung dilepas

- Histamin

- Serotonin

- Triptase

- NCF (Neutrophils Chmeotactic Factor)

- ECF (Eosinophils Chemotactic Factor)

B. Yang baru dibentuk dan segera dilepas :

- Leukotrin (LTB4, LTC4, LTD4)

Page 8: II

- Tromboksan

- Prostaglandin (PGD2)

- Platelet Activating Factor (PAF)

- Kinin dan kaskade faktor hageman

IV. Respons patologis fungsional

- Peningkatan permeabilitas vaskular

- Vasodilatasi venul

- Konstriksi bronkus

- Kontraksi otot polos usus

- Dilatasi arteriol

V. Anafilaksis

- Urtikaria + angioedema

- Edema laring

- Asma

- Muntah, sakit perut, diare

- Hipotensi/renjatan

Gambar.4. IgE terdiri atas 2 rantai Berat (Epsilon) dan 2 rantai ringan

(Kappa/Lamda) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida

COLLAGEN IN EXPOSED BASEMENT MEMBRANE

Page 9: II

Gambar.5. Aktivasi Faktor Gagema

Tabel 2. Mediator yang dihasilkan sel Mast dan Basofil

Mediator Struktur Kimia Efek Fisiologis

1. Histamin 5-B-Imidazolyethylamine

(BNM=III)

Reseptor HI :

Vasokonstriksi, vasodilatasi,

meningkatkan permeabilitas vascular,

kontraksi otot polos bronkus

Reseptor H2:

Vasodilatasi, meningkatkan denyut

jantung, kontraksi miokard, sekresi

lambung, inhibitor sel T

2. ECF-A Asam tetrapeptida

(BM = 360 – 390)

Kemotaksis eosinofil

3. NEF Protein

(BM = > 75.000)

Kemotaksis neutrofil

4. SRS-A

(LTC4, LTD4, LTE4)

Lipo-oksigesae, produk

asam arakidonat

Meningkatkan permeabilitas vascular

kontraksi otot polos bronkus

5. Prostaglandin (PGD2,

PGE2, PGF2)

Siklo-oksigenase, produk

asam arakidonat

PGD2 : Kontraksi otot polos

bronkus

PGE2 : Dilatasi otot polos

HAGEMAN FACTOR(FACTOR XII)

INTRINSIC COAGULATION

FIBRINOLYTIC ACTIVITY

KININ GENERATION

VASODILATIONHEMOSTATIC ALTERATIONS

INCREASED PERMEABILITY

Page 10: II

bronkus

PGF2: Kontraksi otot polos

bronkus

6. LTB4 Lipo-oksigenase, produk

asam arakidonat

Kemotaksis eosinofil dan neutrofil

7. PAF Asetilgliseril eter

fosforilcolin (BM1000)

Agregasi platelet

II. 5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3

tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit

sampai 1 jam setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1

sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih

dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen. 6,7

Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat,

tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis

juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering

dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak di mulut dan

tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan periorbital,

pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2

jam pertama setelah pemajanan. Derajat sedang dapat   mencakup semua gejala-

gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring

dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan

gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.

Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda

dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai

Page 11: II

kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan

sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan

kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat

disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang

irreversible. 5,6,8

Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat

terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi,

gastrointestinal, kulit, mata, susunan saraf pusat dan sistem saluran kencing,

dan sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah

rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan

pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut. 1,4,5

  Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang

berlebihan. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di

bawah palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung

bagian luar di bidang alergi ada beberapa tanda, misalnya: allergic salute yaitu

pasien dengan menggunakan telapak tangan menggosok   ujung hidungnya ke

arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan; allergic

crease garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic

facies terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners dan kelainan gigi geligi.

Bagian dalam hidung diperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan

bentuk sekret, edema, polip hidung, dan deviasi septum. Pada kulit terdapat

eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah,

dan diaphoresis. 4,6

Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru   menurun,

penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan

Page 12: II

penurunan volume tidal. Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah

atau orofaring terlibat sehingga terjadi stridor   Suara bisa serak bahkan tidak

ada suara sama sekali jika edema terus memburuk. Obstruksi saluran napas

yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi

napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena

bronkospasme atau edema mukosa.Selain itu juga terjadi batuk-batuk,   hidung

tersumbat, serta bersin-bersin. 4,6

Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran

sampai terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada

sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin,

tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang

menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada

ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran

urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya

mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu terjadi peningkatan BUN

dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan elektrolit pada urine. 4,6

Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis

sel sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul

pada sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan

spasme otot polos, berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang

kadang dijumpai perdarahan rektal yang terjadi akibat iskemia atau infark

usus. 4,6

Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati,

gangguan fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi.

Sementara gangguan pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi

Page 13: II

kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status

mental. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi

anaerob sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara histologis

terjadi keretakan antar sel, sel membengkak,   disfungsi mitokondria, serta

kebocoran sel .4,6

Tabel 3. Manifestasi klinis reaksi Anafilaksis

II. 6. TES DIAGNOSTIK 4, 5, 6

Skin Prick Test (SPT)

Skin Prick Test (tes kulit epikutan) dan tes kulit intradermal

merupakan tes untuk mengetahui adanya IgE spesifik terhadap

obat tertentu yang berguna hanya untuk beberapa obat dengan

berat molekul rendah (penisilin, relaksan otot, barbiturat).

Karena reagen belum tersedia, klinisi harus membuat sendiri

reagennya. Meskipun kadang dapat dijumpai hasil positif pada

pemberian obat yang dapat melepaskan histamin tanpa melalui

perantaraan IgE, sepereti misalnya pada pemberian propofol atau

atracurium.

Page 14: II

Radio Allergo Sorbent Assay (RAST)

Merupakan solid phase radioimmunoassay yang mengukur

circulating allergen spesific IgE antibodies. Kegunaannya terbatas

sebagai tes diagnosis alergi obat, karena seperti tes kulit,

immunochemistry dari kebanyakan obat belum diketahui. Tes ini

telah dikembangkan untuk penisilin (penicilloyl moiety), insulin,

chymopapain, relaksan otot, thiopental, protamine dan lateks

.

Tes Provokasi

Tes Provokasi oral dapat menjadi gold standar dalam menentukan

adanya alergi obat. Tes ini harus dikerjakan dengan pengawasan

yang ketat dengan alat bantu resusitasi yang tersedia.

Tes untuk reaksi hipersenstivitas tipe II dan III

Tes hemaglutinasi (Coomb � s test direk atau indirek) telah

digunakan untuk menentukan adanya antibodi IgG dan IgM

spesifik untuk membantu diagnosis anemia hemolitik yang

diperantarai obat. Karena keterbatasannya (harus menjaga

kesegaran eritrosit yang terkonyugasi dengan obat ) sekarang

lebih banyak menggunakan metode Enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA). Yang terpenting adalah

menentukan hubungan IgG dan IgM dengan manifestasi klinis,

karena antibodi dapat positif tanpa kelainan imunopatologi.

Tes untuk reaksi hipersensitivitas tipe IV

Patch test dapat menentukan etiologi reaksi yang diperantarai sel

T, terutama eczematous, erupsi terinduksi obat. Tes ini dapat

diaplikasikan pada kelainan kulit karena obat serta rekasi

Page 15: II

sistemik. Kegunaan metode ini tergantung dari pembawa obat dan

tempat aplikasinya. Patch test berguna untuk antikonvulsan

seperti carbamazepin dan penisilin. Metode ini terbatas

penggunaannya karena terbatasnya reagen yang sesuai dengan

determinan imunogenik dari obat.

Tes-tes lain

Biopsi dapat membantu menegakkan diagnosis dan perjalanan

respon inflamasi, tetapi hanya hal umum saja yang bisa

didapatkan (tipe infiltrat seluler, adanya edema). Pemeriksaan

imunohistokimia dapat memeberikan informasi tambahan.

Tryptase yang merupakan mast cell spesific protease dapat

meningkat pada reaksi anafilaksis. Konsentrasi yang meningkat

didapatkan pada obat anestesi, lateks dan beberapa antibiotik. Tes

lain yang dapat berguna antara lain basofil histamin release,

proliferasi limfosit, aktivasi komplemen dan tes lymphocyte

cytotoxicity. Tes-tes ini masih dalam penelitian, belum digunakan

untuk evaluasi ADR.

II.7. DIAGNOSIS 5

a. Anamnesis yang teliti : Obat-obatan/makanan yang didapat

b. Pemeriksaan fisik : Kelainan timbul secara akut/dapat juga

beberapa hari sesudah masuknya obat/makanan

c. Laboratorium :

- Histamin; meningkat sejak 5 – 30 menit post reaksi

- Triptase : dihasilkan dari sel mast

Page 16: II

- Serum triptase : meningkat beberapa jam dan digunakan untuk

konfirmasi episode anafilaksis

II.8. DIAGNOSIS BANDING 5

a. Reaksi vasovagal

Sering dijumpai setelah pasien mendapat suntikan. Pasien tampak

pingsan, pucat, dan berkeringat. Dibandingkan dengan reaksi anafilaksis,

pada reaksi vasovagal, nadanya lambat dan tidak terjadi sianosis.

Meskipun tekanan darahnya turun, tetapi masih mudah diukur dan

biasanya tidak terlalu rendah, seperti anafilaksis

b. Infark miokard akut

Gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran.

Gejala ini sering diikuti rasa sesak, tetapi tidak tampak tanda-tanda

obstruksi jalan nafas. Pemeriksaan EKG dan enzim akan membantu

diagnosis

c. Reaksi hipoglikemik

Disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien

tampak lemah, pucat, berkeringat sampai tidak sadar. Tekanan darah

kadang-kadang menurun, tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan

nafas. Pemeriksaan kadar glukosa darah dan pemberian terapi glukosa

menyokong diagnosis reaksi hipoglikemik.

Page 17: II