Page 1
FTIP001631/001
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daging Ayam
Daging ayam adalah salah satu jenis daging yang banyak disukai masyarakat
karena disamping harganya murah, daging ayam mempunyai citarasa yang enak dan
khas dibandingkan dengan daging yang lain (Hadiwiyoto, 1992). Selain kesukaan
terhadap daging ayam yang cukup tinggi, nilai gizi daging ayam ini hampir sama
dengan daging sapi, di mana pada setiap 100 gram daging ayam terdapat 18,2 g
protein; 25 g lemak; 14 mg kalsium; 200 mg fosfor; 1,5 mg zat besi; 278 mg vitamin
A; 0,08 mg vitamin B dan 55,9 g air (Bambang, 2007).
Bagian daging ayam yang diolah menjadi daging panggang adalah dada ayam
broiler (Gambar 1) karena mempunyai tekstur yang lunak sehingga cocok untuk
diolah dengan cara dipanggang (Sams, 2001). Menurut Rasyaf (2001), dada ayam
broiler mempunyai sifat fisik seperti dada yang sangat lebar, daging yang empuk,
kulit licin dan lunak, tulang dada belum membentuk tulang yang keras, ukuran besar
dengan dada lebar, padat dan berisi. Maka dari itu, pengolahan daging ayam asap
sebaiknya diambil pada bagian dada ayam broiler.
Gambar 1. Dada Ayam Broiler Asap(The Teviot Smokery, 2010)
Page 2
FTIP001631/002
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
5
2.2. Curing
Curing adalah proses penambahan bahan-bahan seperti, garam NaCl, Na-nitrit
dan atau Na-nitrat, gula serta rempah-rempah pada daging (Soeparno, 2005). Curing
menghasilkan produk daging dengan warna yang stabil, aroma, tekstur dan cita rasa
khas, mengurangi pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang masa
simpan produk daging (Soeparno, 2005).
Dalam larutan curing, Natrium-khlorida berperan dalam mengawetkan dan
memberikan flavour (Soeparno, 2005). Hal ini dapat mengawetkan karena ketika
garam kontak dengan jaringan otot, air dalam jaringan otot ditarik keluar melalui
osmosis yang menyebabkan terjadinya dehidrasi jaringan otot dan plasmolisis pada
sel bakteri. Masuknya garam ke dalam jaringan dan air menyebabkan ketersediaan air
tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme dan aktivitas enzim proteolitik pada
bakteri dihambat (Lagua dkk., 1977). Batas maksimal kandungan garam daging asap
menurut SNI 01-2359-1991 sekitar 4%. Selain itu, garam dapat berperan dalam
memberi flavour dan tekstur yang diinginkan (Lagua dkk., 1977).
Menurut Potter (1986), gula berfungsi membantu memantapkan warna dan
memberi flavour khas. Gula juga berfungsi untuk mengurangi kekerasan yang
diakibatkan pada proses curing dan menyediakan energi yang digunakan oleh bakteri
pereduksi nitrat seperti Micrococcus aurranticus yang berperan dalam pembentukan
warna (Lagua dkk., 1977).
Natrium-nitrat dan Natrium-nitrit berfungsi sebagai antibotulinum dan
pembentuk warna merah muda terang pada daging (Potter, 1986). Namun, saat ini
penggunaan garam nitrit dan nitrat telah diindikasikan meningkatkan risiko terkena
Page 3
FTIP001631/003
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
kanker karena adanya pembentukan nitrosamine saat pemanasan (Whitmarsh, 2004),
sedangkan rempah-rempah berfungsi sebagai pemberi flavour dan aroma tambahan
lain (Potter, 1986 dan Lagua dkk., 1977).
Pada umumnya daging asap dapat memiliki daya tahan simpan yang lama bila
kandungan garam NaCl-nya cukup tinggi, karena dilakukan curing dengan
konsentrasi garam sekitar 30% (Stubblefield dkk., 1976), tetapi produk demikian
memiliki rasa terlalu asin dan tekstur yang keras, sehingga kurang disukai konsumen.
Penetrasi larutan curing secara berlebihan ke dalam daging, menurut Lawrie (1985)
dikutip Soeparno (2005), dapat memengaruhi rasa, aroma dan juiciness serta
kekerasan (tekstur) pada permukaan maupun pada bagian dalam daging. Penetrasi
larutan curing ke dalam daging ditentukan oleh lamanya waktu kontak larutan curing
dengan daging, konsentrasi garam larutan curing dan temperatur (Lawrie, 1985
dikutip Soeparno, 2005).
Waktu curing yang terlalu lama dapat menyebabkan daging ayam terlalu
keras dan asin (Allingham, 2008). Denton (1986), menyarankan waktu curing daging
ayam broiler sekitar 24 jam - 36 jam. Menurut Cunningham (2005), lama waktu
curing tergantung pada ukuran daging ayam yang digunakan. Busboom (2003),
menyatakan bahwa daging ayam dengan berat 0,9 kg memerlukan waktu curing
selama 48 sampai 76 jam (2 hari - 3 hari). Berdasarkan penelitian Stubblefield dan
Hale (1976), daging ayam broiler dengan berat sekitar 0,9 kg memerlukan waktu
curing selama 24 jam untuk mendapatkan karakteristik yang paling baik pada daging
ayam asap. Selain berat daging ayam, ketebalan daging ayam juga menentukan waktu
Page 4
FTIP001631/004
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
curing. Menurut Miller dkk. (2006), daging ayam dengan ketebalan lebih dari 0,5
inch (1,27 cm) memerlukan waktu curing minimal 24 jam.
Menurut Callow (1934); Wistreich dkk. (1959); Holmes (1960) serta
Henrickson (1969) dikutip Lawrie (2003), peningkatan suhu akan meningkatkan
kecepatan penetrasi, tetapi juga akan meningkatkan risiko pembusukan oleh bakteri.
Oleh sebab itu, daging sebaiknya dicuring pada suhu 1,70C – 4,40C untuk
menghindari risiko pembusukan oleh bakteri (Henrickson, 1978).
Curing dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dry-curing
(digosok/dibalur), wet-curing (direndam), vascular curing (suntikan larutan curing ke
pembuluh arteri utama) dan stitch curing (suntikan larutan curing ke beberapa saluran
arteri secara bersamaan) (Levie, 1989). Pada curing dada ayam dapat dilakukan
dengan metode wet-curing atau dengan merendam pada larutan curing karena lemak
pada dada ayam cukup rendah, sehingga penetrasi larutan curing diperkirakan lebih
baik dibandingkan pada daging sapi atau babi.
Pada umumnya selama penanganan dan pengolahan termasuk curing, daging
mengalami reaksi yang mengakibatkan perubahan warna karena reaksi pada pigmen
daging. Perubahan warna pigmen pada daging menjadi warna merah muda karena
pengaruh nitrit terhadap mioglobin. Daging ayam broiler termasuk golongan daging
putih karena berwarna putih agak pink dan berserat (Mountney, 1966), sehingga pada
proses curing tidak digunakan Na-nitrit dan Na-nitrat sebagai bahan pembentuk
warna merah muda seperti halnya pada daging merah, di samping pertimbangan
kesehatan.
Page 5
FTIP001631/005
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
8
2.3. Pengasapan
Pengasapan daging adalah proses pembuatan produk daging dengan proses
pemberian asap dari pembakaran kayu (Forrest dkk., 1975). Tujuan pengasapan pada
awalnya hanya untuk pengawetan bahan makanan, namun seiring perkembangan
zaman, pengasapan juga bertujuan untuk menghasilkan produk dengan aroma asap,
meningkatkan cita-rasa, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan
produk yang diasap (Girard, 1992).
Menurut Lagua dkk. (1977), pengasapan dibedakan menjadi pengasapan
dingin dan pengasapan panas. Pengasapan dingin adalah pengasapan dengan
menggunakan suhu rendah sekitar 270C - 430C dengan lama pengasapan dapat
berhari-hari atau berminggu-minggu. Produk yang dihasilkan memiliki flavour asap
kuat, bersifat kering akan tetapi tidak matang. Pengasapan panas adalah pengasapan
dengan suhu tinggi sekitar 710C - 790C, flavour kurang kuat, lama pengasapan
singkat dan produk sudah matang.
Menurut Girard (1992), metode pengasapan pangan ada 4 cara yaitu
pengasapan panas (hot smoking), pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan
listrik (electric smoking), dan pengasapan cair (smoking fluids).
1. Pengasapan dingin (Cold Smoking)
Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan daging
yang akan diasap jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu). Lama proses
pengasapan berlangsung beberapa hari atau bahkan beberapa minggu, tergantung
ukuran potongan daging. Daging yang diasapi dengan cara ini selain lebih banyak
Page 6
FTIP001631/006
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
9
menyerap komponen asap, serta lebih kering karena banyak cairan yang menguap.
Pada cara ini daging tidak seluruhnya masak, sehingga perlu pengolahan lanjutan.
2. Pengasapan panas (Hot Smoking)
Daging yang akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Suhu
ruang pengasapan mencapai 1000C sehingga daging masak secara keseluruhan.
Proses pengasapan panas juga sering disebut proses pemanggangan daging.
3. Pengasapan listrik (Electric Smoking)
Proses pengasapan listrik hampir sama dengan proses pengasapan dingin,
yakni daging diletakkan cukup jauh dari sumber asap, namun muatan–muatan listrik
digunakan untuk memperbaiki pelekatan komponen asap pada potongan daging.
Muatan-muatan listrik ini diperoleh dari suatu sumber listrik.
4. Pengasapan cair (Smoking fluids)
Pengasapan dengan cara ini dilakukan dengan asap cair (liquid smoke).
Pengasapan cair lebih mudah diterapkan karena konsentrasi asap cair dapat dikontrol,
sehingga diperoleh flavour dan warna produk daging asap yang sama dan seragam.
Penggunaan asap cair dalam pengasapan bahan makanan memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan pengasapan tradisional, antara lain dapat
menghasilkan cita rasa dan aroma yang lebih konsisten, tidak ada bahaya kebakaran
dan pencemaran lingkungan, deposit senyawa tar dapat dicegah dan cita-rasa asap
dapat dipertahankan (Hawley, 1986). Menurut Maga (1988), pengasapan cair
memiliki kelebihan, yaitu flavour yang dihasilkan seragam dan lebih kuat, kontrol
flavour lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis pangan, dapat
digunakan pada berbagai tingkat usaha komersial, dan polusi lingkungan lebih kecil.
Page 7
FTIP001631/007
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
10
2.4. Pirolisis
Pirolisis adalah proses penguraian konstituen-konstituen utama kayu, seperti
lignin, selulosa, dan hemiselulosa secara termal tanpa adanya oksigen. Pada masa
lampau, pirolisis telah digunakan untuk memproduksi arang kayu, asam asetat, dan
methanol. Menurut Girard (1992), tahapan pirolisis dapat dibagi menjadi 4 tahap
yaitu :
1. Tahap permulaan pemanasan, di mana terjadi penguapan air dalam kayu sampai
dengan suhu 170oC, kemudian terjadi dekomposisi hemiselulosa sampai suhu
260oC, di mana distilat yang terjadi sebagian besar mengandung methanol, asam
cuka dan asam-asam lainnya terutama dihasilkan pada suhu 200 - 260oC.
2. Tahap dekomposisi selulosa pada suhu 260oC - 310oC. Pada tahap ini banyak
dihasilkan asap cair, gas dan sedikit tar. Asap cair yang dihasilkan berwarna
kecoklatan dan sedikit mengandung senyawa kimia organik yang mempunyai titik
didih rendah seperti asam cuka, methanol dan tar telarut.
3. Tahap dekomposisi lignin terjadi pada suhu 310,5oC dan dihasilkan banyak tar. Tar
tersebut sebagian besar berasal dari penguraian lignin. Meningkatnya suhu dan
lamanya waktu menyebabkan gas CO2 yang terjadi makin berkurang sedangkan
CO, CH4, dan H2 bertambah.
4. Tahap ini merupakan proses pemurnian arang yang terjadi pada suhu 500oC -
1000oC, dimana diperoleh gas dari kayu yang sukar dikondensasikan terutama gas
hidrogen.
Page 8
FTIP001631/008
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
11
Suhu pirolisis untuk memperoleh produksi dengan kandungan senyawa fenol,
karbonil dan asam yang optimal dicapai pada suhu pirolisis 400oC - 600oC
(Girard,1992). Darmadji (2002), menyimpulkan bahwa suhu pembuatan asap cair
yang paling baik adalah pada suhu 400oC sebab pada suhu tersebut diperoleh laju
produksi yang lebih tinggi dan produksi PAH yang rendah.
1. Pirolisis Selulosa
Selulosa merupakan komponen kayu yang terbesar, dimana jumlahnya
mencapai hampir setengahnya. Gilbert and Knowles (1975) dalam Girard (1992),
melaporkan bahwa pirolisis selulosa terdiri dari 2 tahap, yaitu hidrolisis asam yang
diikuti dengan dehidrasi untuk menghasilkan glukosa dan pembentukan asam asetat
bersama-sama dengan air dan kadang-kadang sejumlah furan dan fenol, walaupun
pembentukan ini lebih sering berhubungan dengan pirolisis hemiselulosa dan lignin.
2. Pirolisis Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan berat molekul yang relatif
rendah dan terapat dalam dinding sel tanaman bersama-sama dengan lignin dan
selulosa. Hemiselulosa tersusun dari pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5).
Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, furan dan turunannya beserta suatu seri
yang panjang dari asam karboksilat, sedangkan pirolisis heksosan membentuk asam
asetat dan homolognya (Girard, 1992).
3. Pirolisis Lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul
tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh
dari hasil fraksinasi komponen ini berperan terhadap aroma asap dari produk - produk
Page 9
FTIP001631/009
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
12
hasil pengasapan. Senyawa-senyawa ini adalah fenol dan eter fenolik seperti guaiakol
dan homolog serta turunannya (Fengel dan Wegener, 1995 ; Girard, 1992).
Struktur kimia lignin antara kayu keras dan kayu lunak mempunyai struktur
yang berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan pada hasil pirolisis. Pembakaran
kayu lunak terutama menghasilkan guaiakol, sedangkan kayu keras menghasilkan
siringol (Girard,1992).
2.5. Asap Cair
Asap cair dihasilkan dari proses pirolisis kayu. Pirolisis adalah proses
pemanasan suatu bahan sehingga menghasilkan asap, yang bila dikondensasi akan
menghasilkan asap cair (Darmadji, 2002). Asap cair juga mengandung senyawa yang
merugikan yaitu tar dan senyawa benzopiren yang bersifat toksik dan karsinogenik
serta menyebabkan kerusakan asam amino essensial dari protein dan vitamin dalam
daging, sehingga asap cair selalu dimurnikan dengan maksud memisahkan larutan
yang diperoleh berdasarkan titik didihnya. Redistilasi dilakukan untuk
menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya seperti tar
dan senyawa benzopiren (Darmadji, 2002). Adanya redistilasi menyebabkan asap cair
yang digunakan lebih aman untuk digunakan pada makanan. Batas maksimal
benzopiren yang terdapat pada produk pangan menurut SNI 01-7152-2006 tentang
Bahan Tambahan Pangan-Persyaratan Perisa dan Penggunaan dalam produk pangan
adalah maksimal 0,03µg/kg produk dan sebesar 2 µg/kg pada asap cair (Joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, 2001).
Page 10
FTIP001631/010
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
13
Menurut Girard (1992), Penggunaan asap cair pada produk yang akan diasap
adalah dengan cara perendaman, pemercikan cairan (spraying), penyemprotan kabut
asap cair ke dalam ruang pengasapan (atomizing) serta penguapan asap cair yaitu
dengan cara meletakkan asap cair diatas suatu permukaan yang panas.
2.5.1. Komposisi Kimia Asap Cair
Girard (1992) mengemukakan bahwa lebih dari 300 senyawa dapat diisolasi
dari asap kayu secara keseluruhan yang jumlahnya lebih dari 1000. Senyawa yang
berhasil diidentifikasi dalam asap dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan :
1. Senyawa yang teridentifikasi dalam kondensat
Karbonil, keton dan aldehid (45 macam senyawa), fenol (85 macam
senyawa), asam (35 macam senyawa), furan (11 macam senyawa), alkohol dan ester
(15 macam senyawa), lakton (13 macam senyawa), hidrokarbon alifatik (1 macam
senyawa), polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) (47 macam senyawa).
2. Senyawa yang teridentifikasi dalam produk asap
Fenol (20 macam senyawa), hidrokarbon alifatik (20 macam senyawa), (PAH)
(20 macam senyawa).
Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu jenis kayu, kadar air
kayu dan suhu pirolisis yang digunakan.
1. Jenis kayu
Jenis kayu yang mengalami pirolisis menentukan komposisi asap. Kayu keras
pada umumnya mempunyai komposisi yang berbeda dengan kayu lunak. Kayu keras
adalah yang paling umum digunakan karena pirolisis terhadap kayu keras akan
Page 11
FTIP001631/011
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
14
menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan senyawa aromatik dan
senyawa asamnya dibandingkan kayu lunak (kayu yang mengandung resin)
(Girard,1992).
2. Kadar air kayu
Kadar air kayu juga memberikan variasi terhadap komposisi asap. Jumlah
kadar air yang meningkat menyebabkan kadar fenol yang rendah dan meningkatkan
kadar senyawa karbonil. Flavour dari produk yang diasap pada kondisi ini bersifat
lebih asam.
3. Suhu pirolisis
Suhu pirolisis juga memberikan pengaruh terhadap komposisi asap. Menurut
Hamm dan Potthast (1976) dalam Girard (1992), kandungan maksimum senyawa-
senyawa fenol, karbonil dan asam dicapai pada suhu pirolisis 600oC, tetapi produk
pengasapan yang dihasilkan pada suhu pirolisis 400oC dinilai mempunyai kualitas
organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap yang dihasilkan dari suhu
pirolisis yang lebih tinggi.
2.5.2. Senyawa Fungsional Asap Cair
Komponen-komponen dominan pendukung sifat fungsional dan cita rasa dari
asap cair meliputi fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan
aktivitas antioksidan, karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk
pewarnaan coklat dan asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, pH, dan umur
simpan produk asapan (Darmadji dkk., 2000).
Page 12
FTIP001631/012
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
15
1. Senyawa-senyawa Fenol
Senyawa fenol bertanggung jawab pada pembentukan flavour pada produk
pengasapan dan juga mempunyai aktifitas antioksidan (Girard, 1992). Komponen
senyawa fenol yang berperan dalam pembentukan flavour adalah guaiakol, 4-
metilguaiakol dan 2,6-dimetoksifenol. Guaiakol berperan memberi rasa asap,
sementara siringol memberi aroma asap (Daun, 1979 dikutip Girard, 1992).
2. Senyawa-senyawa Karbonil
Senyawa-senyawa karbonil yang terdapat di dalam asap cair meliputi
formaldehid, glikoaldehid, metilglioksal, diasetil, furfural, aseton dan
hidroksiaseton. Diantara komponen karbonil ada 4 komponen yang sangat
mempengaruhi yaitu glikoaldehid, metilglioksal, formaldehid dan aseton.
Glikoaldehid dan metilglioksal merupakan bahan pencoklat yang aktif dengan gugus
amino, tetapi aseton memiliki potensi pencoklatan yang lebih rendah.
3. Senyawa-senyawa Asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan
membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam antara lain adalah asam asetat,
propionat, butirat dan valerat. Asam-asam yang berasal dari asap cair dapat
mempengaruhi flavour, pH dan umur simpan makanan (Pszczola, 1995). Senyawa
asam terutama asam asetat mempunyai aktivitas antimikrobia dan pada konsentrasi
5% mempunyai efek bakterisidal.
Keasaman (dihitung sebagai % asam asetat) asap cair dari berbagai kayu
bervariasi antara 4,27 – 11,39% dengan nilai rata-rata 6,58%, sedangkan untuk
tempurung kelapa sebesar 11,39% (Tranggono, dkk., 1996).
Page 13
FTIP001631/013
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
16
2.5.3. Senyawa Berbahaya Asap Cair
Benzopiren merupakan kelompok senyawa PAH dengan 5 cincin benzen
yang dijumpai dalam tar batubara, asap rokok dan atmosfer sebagai hasil pembakaran
tidak sempurna (Girard, 1992). Senyawa ini merupakan produk hasil degradasi
berlanjut dari komponen kayu terutama lignin yang bersifat karsinogenik. Degradasi
ini berlangsung mulai pada suhu 300oC - 500oC. Lebih lanjut Potthast (1979) dalam
Girard (1992) menyatakan bahwa makin tinggi suhu pembuatan asap, maka
kandungan benzopiren makin tinggi. Kadar lignin yang tinggi juga cenderung
menghasilkan benzopiren yang lebih banyak.
Berbagai cara telah dicoba untuk mengurangi benzopiren, seperti menurunkan
suhu pirolisis dan oksidasi senyawa volatil hasil dekomposisi termal (Daun, 1979,
dikutip Girard, 1992). Kandungan benzopiren dapat dikurangi dengan penurunan
suhu pembuatan asap di bawah 400oC, dimana pemisahan hidrokarbon karsinogenik
dan tar dari asap cair juga dapat dilakukan dengan cara distilasi atau penyaringan
dengan bubur selulosa (Darmadji, 2002).
Page 14
FTIP001631/014
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
17
2.5.4. Proses Pembuatan Asap Cair Tempurung Kelapa dan Pemurniannya
Asap cair dibuat dari bahan baku tempurung kelapa yang sudah ditimbang
kemudian dikeringkan dan dilakukan pengecilan ukuran. Alat yang digunakan untuk
pembuatan asap cair disebut pirolisator. Pirolisator terdiri dari beberapa bagian
seperti terlihat pada Gambar 2.
1. Thermostat
2. Reaktor
3. Dapur Pemanas
4. Pipa Penyalur Asap
5. Botol Penampung Endapan Tar
6. Kolom Pendingin
7. Penampung Asap tidak terkondensasi
8. Penampung Asap Cair
9. Bak air
Gambar 2. Pirolisator Asap Cair Tempurung Kelapa(Indiarto, 2005)
Tempurung kelapa yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam tabung
pirolisator. Pirolisator dihidupkan dan dilakukan pengaturan suhu serta waktu
pirolisis yang dikehendaki. Asap yang keluar dari proses pirolisis dialirkan melalui
pipa untuk dikondensasikan sehingga terbentuk asap cair yang masih bercampur
dengan endapan tar. Endapan tersebut dipisahkan sehingga terbentuk asap cair kasar
(asap cair hasil pirolisis). Sedangkan asap yang tidak terkondensasi dialirkan ke
wadah berisi air. Diagram proses pembuatan asap cair dapat dilihat pada Gambar 3.
Page 15
FTIP001631/015
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
18
Gambar 3. Diagram Proses Pembuatan Asap Cair(Modifikasi Nurhasanah, 2008)
Asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa belum bisa dimanfaatkan untuk
bidang pangan karena masih mengandung senyawa-senyawa PAH yang bersifat
karsinogenik seperti benzopiren sehingga perlu dilakukan proses pemurnian asap cair.
Proses pemurnian asap cair dapat dilakukan dengan cara redistilasi yang bertujuan
Tempurung kelapa
Penimbangan
TimbangPengeringan
Timbang
Pengecilan ukuran
Pirolisis
Timbang
Sedimentasi
Pemurnian 1
Timbang
Arang tempurung Asap cair hasilpirolisis
Asap cair hasilsedimentasi
Asap cair hasilpemurnian 1
Pemurnian 2Asap cair hasilpemurnian 2
Tar
Page 16
FTIP001631/016
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
19
untuk mendapatkan asap cair yang bebas dari komponen berbahaya sehingga aman
untuk diaplikasikan pada produk pangan.
Redistilasi asap cair yaitu proses pemurnian asap cair dengan cara kondensasi
pada suhu tertentu yang dapat menguapkan komponen utama asap cair (asam organik,
fenol dan karbonil) tetapi tidak menguapkan senyawa tar ataupun benzopiren
sehingga diharapkan akan dihasilkan redistilat asap cair bebas senyawa yang
berbahaya. Titik didih senyawa fungsional asap capat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Titik Didih Senyawa Dalam Asap Cair Pada Tekanan 760 mmHgSenyawa Komponen Titik didih (oC)Fenolat Guaiakol
4-MetilguaiakolEugenolSiringolFurfuralPirokatekolHidroquinonIsoeugenol
205211244267162205285266
Karbonil GlioksalMetilglioksalGlikoaldehidDiasetilFormaldehid
5172
12688
-21Asam Asetat
ButiratPropionatIsovalerat
118162141176
Sumber : Buckingham (1982) dikutip Modifikasi Indiarto (2005).
2.5. Texture Profile Analysis (TPA)
TPA merupakan pengukuran tekstur bahan pangan dengan pengukuran
imitatif, di mana prinsip pengukurannya meniru sistem pengunyahan manusia
Page 17
FTIP001631/017
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
20
(Bourne, 1982). Parameter-parameter yang digunakan dalam kurva TPA (Gambar 4)
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter Pengukuran TPAParameter Variabel Pengukuran Satuan InternasionalAdhesiveness Usaha N x mm (mJ)Chewiness Usaha N x mm (mJ)Cohesiveness Rasio gaya Tidak Mempunyai SatuanFracturablity Gaya NGumminess Gaya NHardness Gaya NSpringiness Jarak mmSumber: Bourne, 1982.
Gambar 4. Kurva Texture Profile Analysis (TPA) Secara Umum dan Parameternya(Bourne, 1982)
Parameter TPA yang digunakan terdiri dari hardness, springiness,
cohesiveness dan chewiness. Menurut Martinez dkk. (2004), parameter hardness,
springiness, cohesiveness dan chewiness digunakan untuk mengukur TPA produk
daging. Definisi dari masing-masing parameter tersebut menurut Bourne (1982),
adalah sebagai berikut:
Page 18
FTIP001631/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
21
2.5.1.1. Hardness
Hardness adalah puncak maksimum pada tekanan pertama atau pada gigitan
pertama. Satuan yang digunakan adalah kg, g atau N. Menurut Cavit dkk. (2005),
kategori hardness pada dada ayam broiler ditujukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Intensitas HardnessSkala Hardness Nilai Hardness (gf)
Extremely hard ≥ 16830Very hard 14690 – 16820Moderately hard 12540 – 14680Slightly hard 10400 – 12530Neither hard nor tender 8260 – 10390Slightly tender 6120 – 8250Moderately tender 3970 – 6110Very tender 1830 – 3960Extremely tender ≤ 1820
2.5.1.2. Springiness
Springiness atau elastisitas dapat diartikan sebagai waktu pemulihan antara
akhir gigitan pertama dan awal gigitan kedua. Tidak ada satuan yang digunakan
karena pada parameter ini menghitung perbedaan area waktu. Menurut Huidobro
(2003), kategori Springiness pada daging ditujukan pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Intensitas SpringinessSkala Springiness Nilai Springiness
Non-elastic 0,0 – 2,0Slightly springy 2,1 – 4,0Springy 4,1 – 6,0Quite springy 6,1 – 8,0Extremely springy 8,1 – 10,0
Page 19
FTIP001631/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
22
2.5.1.3. Cohesiveness
Cohesiveness didefinisikan sebagai rasio area tekanan selama kompresi
kedua sampai kompresi pertama dan tidak memiliki satuan. Cohesiveness dapat
diukur sebagai tingkat di mana bahan dihancurkan secara mekanis. Parameter
sekunder dari cohesivenes, antara lain brittleness, chewiness dan gumminess.
2.5.1.4. Chewiness
Chewiness didefinisikan sebagai hasil perhitungan nilai gumminess dikalikan
dengan nilai springiness. Chewiness merupakan karakteristik tekstur yang paling sulit
untuk diukur secara tepat, karena melibatkan compressing, shearing, piercing,
grinding, tearing dan cutting yang bersamaan dengan lubrikasi oleh air liur dalam
suhu tubuh tertentu.
2.6. Pengolahan Daging Ayam Asap
Pengolahan daging ayam asap dilakukan dengan cara pemanggangan dengan
oven dan pemanggangan secara konvensional. Pemanggangan adalah metode
pemasakan di atas api terbuka, di dalam oven atau sumber panas lain dengan tujuan
mematangkan produk yang dipanggang (Brown, 2000). Curing yang dilakukan pada
pengolahan daging ayam broiler asap kemudian dilakukan perendaman dalam larutan
asap cair (untuk perlakuan pemberian asap cair) lalu dilakukan pemanggangan
dengan oven, sedangkan pengasapan secara konvensional langsung dilakukan
pemanggangan di atas pembakaran arang tempurung kelapa. Suhu pemanggangan
tersebut dapat mencapai ≥ 537,70C (Kingsford University, 2011), maka dari itu, suhu
pemanggangan secara konvensional sulit terukur secara akurat, sehingga pada
Page 20
FTIP001631/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
23
penelitian ini dilakukan waktu pemanggangan yang diseragamkan dengan
pemanggangan oven tanpa mengukur suhu pemanggangan secara konvensional, yaitu
pemanggangan selama 1 jam. Pelaksanaan pengolahan daging ayam asap adalah
sebagai berikut:
1. Curing
Sebelum proses curing, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan curing.
Proses pembuatan larutan curing terdiri dari pemanasan air 1,5 liter sampai mendidih,
pencampuran dengan garam 10,7% dan gula 5,5% dengan cara mengaduknya sampai
larut lalu menyaring larutan tersebut untuk menghilangkan kotoran yang berasal dari
garam (Miller dkk., 2006). Air yang digunakan dalam curing ini adalah air yang telah
dididihkan dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam air. Lalu
larutan curing didinginkan sampai suhu sekitar 400C setelah itu digunakan sebagai
larutan curing untuk mencegah kontaminasi dari mikroorganisme. Selanjutnya
dilakukan curing selama 24 jam pada suhu 1,70C - 4,40C dengan merendam dada
ayam dalam toples dengan diberi beban agar dada ayam benar-benar terendam dan
kemudian toples ditutup rapat (Miller dkk., 2006; Stubblefield dan Hale, 1976 dan
Denton, 1986). Proses curing dilakukan pada suhu 1,70C - 4,40C untuk menghindari
risiko pembusukan oleh bakteri (Henrickson, 1978).
2. Penambahan flavour asap
Penambahan flavour asap hanya dilakukan pada perlakuan pengasapan cair, yaitu
dilakukan dengan cara merendam dada ayam dalam asap cair. Sebelum melakukan
perendaman dalam asap cair, terlebih dahulu dilakukan pengenceran asap cair yang
digunakan. Pengenceran tersebut menggunakan air matang dengan suhu kira-kira
Page 21
FTIP001631/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
24
400C yang bertujuan mengurangi risiko cemaran mikroorganisme. Lama perendaman
dalam larutan asap cair dapat dilakukan selama 1 menit (Himawati, 2010).
Perendaman dilakukan dengan cara meletakkan dada ayam broiler di dalam panci dan
ditambahkan larutan asap cair sampai semua bagian terendam.
Pemanggangan daging bertujuan untuk mematangkan dan turut mengawetkan
produk yang dipanggang. Suhu yang digunakan untuk pemanggangan sekitar 1630C -
1770C (Brown, 2000). Lama waktu yang dibutuhkan berbeda-beda tergantung dari
berat dan jenis daging ayam yang dipanggang. Daging ayam dengan berat 1,58 kg
memerlukan waktu pemanggangan 1,5 jam pada suhu 1770C. Menurut Encyclopedia
of Health (2008), suhu pemanggangan sebaiknya 176,70C selama 1 jam. Akan tetapi,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sams (1988), pemanggangan dada ayam
asap dalam oven sebaiknya menggunakan suhu 1900C selama 1 jam agar
menghasilkan daging yang benar-benar matang.
Page 22
FTIP001631/022
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
25
2.7. Penyimpanan
Dada ayam asap yang diolah dengan pengasapan cair adalah produk curing
yang harus direfrigerasi. Adanya senyawa fungsional pada asap cair juga turut
mempengaruhi umur simpan produk, sehingga produk yang dilakukan pengasapan
cair diduga mempunyai umur simpan lebih lama dibandingkan dengan yang tidak.
Refrigerasi diperlukan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme kontaminan
atau untuk mengendalikan kerusakan dan perkembangan mikroorganisme (Soeparno,
2005).
Menurut Dini (2011), daging ayam asap yang kemasannya sudah terbuka
dalam suhu ruang dapat bertahan dalam jangka waktu 2 hari, kemudian daging ayam
asap yang disimpan dalam refrigerator pada suhu antara 1,70C - 4,40C dapat tahan
selama tiga sampai empat minggu. Daging ayam asap yang dibekukan dapat tahan
lebih dari 6 bulan (Miller dkk., 2006).