6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah hasil sekresi kelenjar mamae mamalia yang sedang mengalami masa laktasi. Susu dari beberapa hewan seperti sapi, kerbau, kambing dan domba digunkan untuk konsumsi manusia, baik dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk produk olahan susu (Walstra, Wouters, & Geurts, 2006). Susu merupakan bahan pangan yang dianggap paling lengkap nutrisinya tapi dengan keadaan tersebut membuat susu rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme yang membuat produk susu mudah rusak. Dari perspektif molekular susu adalah fluida yang memiliki sistem fisiko- kimia yang kompleks (Nieuwenhuijise & Van Boekel, 2003). Fase kontinyu pada susu bukanlah sepenuhnya air tetapi merupakan suspensi dari beberapa jenis agregat seperti, protein koloidal, lipid yang teremulsi, protein globular, laktosa terlarut, vitamin dan mineral (Walstra dkk., 2006). Selain itu, susu juga mengandung peptida bioaktif, enzim, oligosakarida dan imunnoglobulin (Walstra dkk., 2006). Struktur dan sifat dari komponen penyusun susu ini sangat mempengaruhi karakteristik susu dan memiliki konsekuensi penting untuk pengolahan susu (Singh & Bennet, 2002). 2.1.1 Komposisi Susu Susu terdiri dari beberapa komponen yang dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni bagian makro seperti air, lemak, laktosa dan protein dan komponen mikro yakni mineral, protein darah yang spesifik, enzim dan vitamin.
22
Embed
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susumedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150101_2_3457.pdf6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah hasil sekresi kelenjar mamae mamalia yang sedang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Susu adalah hasil sekresi kelenjar mamae mamalia yang sedang
mengalami masa laktasi. Susu dari beberapa hewan seperti sapi, kerbau, kambing
dan domba digunkan untuk konsumsi manusia, baik dikonsumsi secara langsung
maupun dalam bentuk produk olahan susu (Walstra, Wouters, & Geurts, 2006).
Susu merupakan bahan pangan yang dianggap paling lengkap nutrisinya tapi
dengan keadaan tersebut membuat susu rentan terhadap kontaminasi
mikroorganisme yang membuat produk susu mudah rusak.
Dari perspektif molekular susu adalah fluida yang memiliki sistem fisiko-
kimia yang kompleks (Nieuwenhuijise & Van Boekel, 2003). Fase kontinyu pada
susu bukanlah sepenuhnya air tetapi merupakan suspensi dari beberapa jenis
agregat seperti, protein koloidal, lipid yang teremulsi, protein globular, laktosa
terlarut, vitamin dan mineral (Walstra dkk., 2006). Selain itu, susu juga
mengandung peptida bioaktif, enzim, oligosakarida dan imunnoglobulin (Walstra
dkk., 2006). Struktur dan sifat dari komponen penyusun susu ini sangat
mempengaruhi karakteristik susu dan memiliki konsekuensi penting untuk
pengolahan susu (Singh & Bennet, 2002).
2.1.1 Komposisi Susu
Susu terdiri dari beberapa komponen yang dapat diklasifikasikan menjadi
dua bagian yakni bagian makro seperti air, lemak, laktosa dan protein dan
komponen mikro yakni mineral, protein darah yang spesifik, enzim dan vitamin.
7
Komponen-komponen ini dapat mempengaruhi karakteristik susu selama
penyimpanan dan pengolahan (Singh & Bennet, 2002). Rata-rata komposisi susu
terdiri dari air (87,20%), protein (3,50%), lemak (3,70%), laktosa (4,90%), abu (
0,70%) dan bahan kering (12,80%). Komposisi tersebut dapat berbeda-beda di
setiap susu yang dihasilkan tergantung dari beberapa faktor seperti jenis pakan,
tahap laktasi, musim, usia sapi dan jenis ras sapi (Debela, Eshetu, & Regasa,
2015). Komposisi utama pada susu sapi segar berdasarkan penelitian Bylund
(1995) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Utama Susu Sapi Segar
Komposisi Utama (%) Presentase Range
Keberadaan Komponen
Rata-rata
Air 85,5 – 89,5 87,5
Total Padatan 10,5 – 14,5 13
Lemak 2,5 – 6,0 3,9
Protein 2,9 – 5,0 3,4
Laktosa 3,6 – 5,5 4,8
Mineral 0,6 – 0,9 0,8
Sumber : Bylund (1995)
1) Laktosa
Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam susu. Laktosa merupakan
disakarida yang tersusun atas komponen D-glukosa dan D-galaktosa yang
dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosidik (Walstra dkk., 2006). Monosakarida
dalam laktosa dapat muncul dalam tiga struktur yang berbeda, dua bentuk
diantaranya merupakan bentuk piranosa siklik yakni α dan β anomer dan satu
lainnya dapat berbentuk rantai yang terbuka.
Ketiga struktur tersebut dapat ditemukan dalam susu karena adanya proses
mutarotasi pada glukosa. Mutarotasi merupakan proses konversi dari dua siklik
8
anomer yang menghasilkan bentuk rantai laktosa terbuka. Proses mutarotasi dapat
terjadi karena adanya peningkatan suhu yang membuat ikatan O-C dari bagian
glukosa siklik putus dan kemudian membentuk rantai terbuka saat menciptakan
kelompok aldehid seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1. Proses Mutarotasi Glukosa (Janson, 2014)
Bentuk laktosa dengan rantai terbuka merupakan bentuk yang tidak stabil
dan mengandung kelompok aldehid tereduksi yang dapat membuat laktosa
mereduksi karbohidrat dalam susu (Walstra dkk., 2006). Susu segar mengandung
kurang dari 0,1% laktosa dalam bentuk rantai terbuka, namun saat temperatur naik
dan pH pembentukan rantai terbuka terpenuhi akan terjadi peningkatan reaktivitas
gula (Walstra dkk., 2006).
Kadar laktosa dalam susu bervariasi tergantung dari jenis hewan, kondisi
hewan, kondisi ambing hewan dan tahap laktasi saat susu diproduksi. Konsentrasi
laktosa cenderung menurun secara signifikan selama masa laktasi dan konsentrasi
laktosa juga berbandung terbalik dengan konsentrasi lipid dan protein dalam susu.
Laktosa memiliki 2 fungsi utama dalam susu yaitu sebagai sumber energi dan juga
berperan dalam tekanan osmotik antara darah dan susu (Fox, Uniacke-Lowe,
McSweeney, & O’Mahony, 2015).
9
2) Protein
Susu segar sapi mengandung sekitar 3,5% protein. Konsentrasi protein ini
berubah secara signifikan selama masa laktasi, terutama selama 1 minggu pertama
masa laktasi (Fox dkk., 2015) Susu mengandung berbagai macam protein yang
mampu melindung susu dari mikroorganisme patogen dan sangat penting dalam
pembuatan dan penentuan karakteristik produk susu olahan yang dihasilkan
(Korhonen & Pihlato, 2004). Kebanyakan protein susu antara lain kasein,
laktoglobulin, laktoalbumin dan diklasifikasikan menjadi kasein dan whey
protein.
Kasein mewakili 80% total protein dalam susu, yang membuatnya menjadi
komponen protein utama pada susu sapi. Kasein bersifat hidrofobik dan
merupakan protein yang memiliki muatan negatif, kasein pada susu dapat
mengandung prolin dan beberapa grup sistein. Kasein dapat diklasifikasikan
menjadi 4 tipe yang berbeda ; αs1-kasein (αs1-CN) sebanyak 40% dari total kasein,
αs2-kasein (αs2-CN) sebanyak 10% dari total kasein , β-kasein (β-CN) sebanyak
35% dari total kasein dan κ-kasein (κ-CN) sebanyak 15% dari total kasein
(Walstra dkk., 2006)(Dalgleish dan Corredig, 2012). Gugus αs1-kasein mampu
mengikat kalsium dan Zn yang berperan untuk menghasilkan curd yang kuat dala
proses pengolahan keju. Gugus β-kasein merupakan fraksi yang memiliki sifat
hidrofobik yang paling tinggi dibandingkan ketiga gugus lainnya. Gugus κ-kasein
merupakan gugus kasein yang mengandung komponen karbohidrat
(oligosakarida) di dalamnya. Sebanyak 95% kasein dalam susu teragregasi di
10
dalam klaster yang diikat oleh ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik dan
interaksi hidrofobik. Klaster ini disebut misel kasein yang mengandung sekitar
94% protein dan 6% kalsium fosfat koloid yang terdiri dari kalsium, fosfat,
sejumlah kecil magnesium, sitrat dan logam lainnya (Walstra dkk., 2006)
Whey protein merepresentasikan 20% dari total protein dalam susu.
Whey protein memiliki sifat yang lebih tahan panas dibandingkan dengan
kasein karena memiliki sturuktur sekunder dan tersier tingkat tinggi. Selain
itu whey protein memiliki kelarutan yang tinggi di dalam susu karena tingginya
kandungan sistein dan komponen hidrofilik di permukaannya (Dissanayake &
Vasiljevic, 2009). Struktur globular whey protein ini dibentuk dari ikatan
disulfide, interaksi hidrofobik, gaya Van der Waal’s, ikatan hidrogen dan ikatan
ion pasangan (Walstra dkk., 2006). Whey protein yang ada pada susu terbagi
menjad 4 komponen ; β-laktoglobulin (β-Lg) sebanyak 40% dari total whey
protein susu, α-laktoglobulin (α-Lg) sebanyak 20% dari total whey protein
susu, immunoglobulin sebanyak 10% dari total whey protein susu dan serum
albumin sebanyak 10% dari total whey protein susu. Enzim dan protein
membran dalam globula lemak susu menyumbang 10% dari total whey
protein yang ada di dalam susu (Farrel dkk., 2004).
Protein dapat berubah seiring dengan adanya proses pengolahan pada
bahan. Proses peengolahan yang biasanya digunakan pada susu adalah proses
pemanasan. Proses pemanasan berupa pasteurisasi pada susu tidak mengubah
kualitas protein susu. Selama proses pasteurisasi, protein whey akan terdenaturasi
hingga batas tertentu namun hal ini hanya mengubah nilai fungsional protein pada
11
susu tanpa merubah nilai gizi dan kualitas protein susu itu sendiri. Hal ini terjadi
karena nilai gizi protein susu ditentukan oleh daya cerna dan juga ketersediaan
asam amino esensial di dalamnya. Asam amino dalam susu selama proses
pasteurisasi mengalami penurunan 1-4%. Selain itu juga, proses pasteurisasi tidak
menyebabkan perubahan kimia yang signifikan atau perubahan struktur sekunder
negatif yang berarti (Jesse dan Gregory, 1982). Proses pengolahan lain seperti
ozonasi pada susu juga dapat mempengaruhi secara langsung asam amino yang
menyusun protein susu. Asam amino dapat dirusak oleh ozon dengan cara
merubah struktur pada atom nitrogen amina primer atau pada Grup R (O’Donnell,
Tiwari, Cullen, & Rice, 2012a)
3) Lemak
Susu adalah emulsi lemak yang terdispersi dalam fase air yang diketahui
sebagai emulsi minyak dalam air. Trigliserida merupakan 98% dari komponen
lemak penyusun susu, 1% lainnya adalah fosfolipida polar dan sisanya berupa
monogliserida, digliserida, kolesterol, dan ester kolesterol (Fox dkk., 2015).
Hampir semua lemak susu terdapat di dalam globula lemak susu dengan diameter
sekitar 4,5 µm di dalam susu segar. Lemak dalam susu selain mempengaruhi
komponen gizi produk juga mempengaruhi karakteristik sensori seperti flavor dan
aroma. Selain itu lemak dalam susu juga mempengaruhi kualitas produk olahan
susu seperti keju, mentega dan krim yang dipengaruhi oleh kandungan lemak di