5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 2.1.1 Definisi ASI Eksklusif Menurut Roesli & Yohmi (2008) yang dikutip dalam (Wijaya, 2019) Air susu ibu (ASI) adalah emulsi lemak berbentuk globulus dalam air, mengandung agregat protein, laktosa, dan garam-garam organik yang diproduksi oleh alveoli kelenjar payudara seorang ibu. Menurut (Apriliana & Suparti, 2016) pada jurnal yang berjudul Kombinasi Breast Care dan Teknik Marmet Terhadap Produksi ASI Post Sectio Caesarea di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang mengutip dari buku karya Purwanti dan Hubertin Sri bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) setelah persalinan secara dini, tidak terjadwal, dan tidak diberi makanan lain walaupun air putih sampai bayi berumur 6 bulan. 2.1.2 Proses Terbentuknya ASI Selama kehamilan, hormone prolactin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari ke-2 dan ke-3 pasca persalinan, kadar estrogen dan progesterone turun drastic, sehingga pengaruh prolactin lebih dominan. Saat kondisi seperti ini maka terjadi sekresi ASI. Dengan memulai menyusui dini akan menyebabkan perangsangan putting susu dan terbentuknya prolactin oleh hipofise. Hal ini menyebabkan ASI semakin lancar. Terdapat 2 refleks pada ibu yang sangat berperan penting dalam proses laktasi, yaitu: 1. Refleks Prolaktin Pada saat bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat di ujung putting susu akan terangsang. Rangsangan tersebut akan dibawa ke hipotalamus didasar otak oleh serabut afferent yang memicu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone
19
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
2.1.1 Definisi ASI Eksklusif
Menurut Roesli & Yohmi (2008) yang dikutip dalam (Wijaya, 2019)
Air susu ibu (ASI) adalah emulsi lemak berbentuk globulus dalam air,
mengandung agregat protein, laktosa, dan garam-garam organik yang
diproduksi oleh alveoli kelenjar payudara seorang ibu.
Menurut (Apriliana & Suparti, 2016) pada jurnal yang berjudul
Kombinasi Breast Care dan Teknik Marmet Terhadap Produksi ASI
Post Sectio Caesarea di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto yang mengutip dari buku karya Purwanti dan
Hubertin Sri bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu)
setelah persalinan secara dini, tidak terjadwal, dan tidak diberi makanan
lain walaupun air putih sampai bayi berumur 6 bulan.
2.1.2 Proses Terbentuknya ASI
Selama kehamilan, hormone prolactin dari plasenta meningkat tetapi
ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen
yang tinggi. Pada hari ke-2 dan ke-3 pasca persalinan, kadar estrogen
dan progesterone turun drastic, sehingga pengaruh prolactin lebih
dominan. Saat kondisi seperti ini maka terjadi sekresi ASI. Dengan
memulai menyusui dini akan menyebabkan perangsangan putting susu
dan terbentuknya prolactin oleh hipofise. Hal ini menyebabkan ASI
semakin lancar. Terdapat 2 refleks pada ibu yang sangat berperan
penting dalam proses laktasi, yaitu:
1. Refleks Prolaktin
Pada saat bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat di
ujung putting susu akan terangsang. Rangsangan tersebut akan
dibawa ke hipotalamus didasar otak oleh serabut afferent yang
memicu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone
6
prolactin kedalam darah. Sirkulasi prolaktin ini akan memacu
sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi ASI. Jumlah antara
hormone prolactin yang disekresi dengan ASI yang diproduksi
berkaitan dengan stimulus isapan bayi, yaitu frekuensi atau
waktu menyusu, intensitas atau seberapa sering, dan lamanya
bayi menghisap.
2. Refleks Aliran (Let Down Reflex)
Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu yang
mempengaruhi hipofise posterior sehingga mengeluarkan
hormon oksitosin. Dimana saat hormon oksitosin dilepas
kedalam darah akan mengacu otot-otot polos yang mengelilingi
alveoli dan duktus untuk berkontraksi sehingga dapat memeras
air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju puting susu.
Refleks Let down dipengaruhi oleh kejiwaan ibu. Refleks ini
terasa seperti sensasi kesemutan atau lainnya. Biasanya tanda
reflek ini adalah tetesan pada payudara lain yang tidak dihisap
oleh bayi.
2.1.3 Komposisi ASI
Setiap ibu mempunyai ASI yang mengandung cukup banyak nutrisi
dan sifatnya spesifik. Komposisi ASI akan berubah dan berbeda sesuai
dengan kebutuhan bayi di usianya. Komposisi ASI dibagi menjadi tiga
stadium laktasi, yaitu:
1. Kolostrum (ASI hari ke 1-7)
Kolostrum merupakan susu pertama keluar, berbentuk cairan
kekuningan yang diproduksi beberapa hari setelah kelahiran dan
berbeda dengan ASI transisi dan ASI matur. Kolostrum mengandung
protein tinggi sebesar 8,5%, sedikit karbohidrat sebesar 3,5%, lemak
sebesar 2,5%, garam dan mineral sebesar 0,4%, air sebesar 85,1%,
dan vitamin larut lemak. Kandungan protein kolostrum lebih tinggi,
sedangkan kandungan laktosanya lebih rendah dibandingkan ASI
matang. Selain itu, kolostrum juga tinggi imunoglobulin A (IgA)
sekretorik, laktoferin, leukosit, serta faktor perkembangan seperti
7
faktor pertumbuhan epidermal. Kolostrum juga dapat berfungsi
untuk membersihkan saluran pencernaan bayi baru lahir. Jumlah
kolostrum per hari yang dapat diproduksi oleh ibu sekitar 36,23 mL
atau setara dengan 7,4 sendok teh. Pada hari pertama bayi, kapasitas
perut bayi ≈ 5-7 mL (atau sebesar kelereng kecil), pada hari kedua ≈
12-13 mL, dan pada hari ketiga ≈ 22- 27 mL (atau sebesar kelereng
besar/gundu). Karenanya, meskipun jumlah kolostrum sedikit tetapi
cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi baru lahir (Wijaya, 2019)
2. ASI masa transisi (ASI hari ke 7-14)
Pada masa ini ASI mulai bertransisi dari kolostrum ke ASI matur
menyesuaikan dengan kebutuhan nutrisi dan perkembangan bayi.
Volume ASI akan meningkat. Beberapa kandungan seperti lemak,
laktosa, dan vitamin larut air semakin meningkat, namun kandungan
protein semakin rendah. Semakin lama menyusui akan
mempengaruhi banyaknya peningkatan volume ASI. ASI mulai
stabil kemudian akan berganti ketingkatan ASI matur.
3. ASI matur (ASI hari ke-14-seterusnya)
ASI matur merupakan ASI yang keluar mulai hari ke-14 hingga
seterusnya. ASI ini mengandung komposisi yang relative tidak
berubah. Terdapat dua jenis ASI matur, yaitu susu awal atau susu
primer dan susu akhir atau susu sekunder. Susu awal adalah ASI
yang keluar pada saat awal menyusui sebagai pemenuhan kebutuhan
bayi terhadap air, semakin banyak bayi memperoleh susu awal maka
seluruh kebutuhan air pada bayi akan terpenuhi. Susu akhir adalah
ASI yang keluar pada saat akhir menyusui. Pada susu akhir terdapat
lebih banyak kandungan lemak daripada susu awal sehingga
menyebabkan warna susu akhir terlihat lebih putih dibandingkan
dengan susu awal. Kandungan lemak tersebut berfungsi untuk
memberikan banyak energi pada bayi. Oleh karena itu, durasi waktu
dalam pemberian ASI diharapkan lebih lama agar bayi dapat
memperoleh susu akhir dengan maksimal.
8
2.1.4 Kandungan ASI
Jumlah total produksi ASI dan asupan menyusui pada bayi bervariasi
setiap waktunya. Jumlah menyusui berkisar antara 450-1200 ml dengan
rata-rata antara 750-850 ml per hari. Pada ibu yang mempunyai status
gizi yang buruk dapat menyebabkan jumlah ASI menurun sehingga
hanya berkisar 100-200 ml per hari. ASI cukup banyak mengandung air
dengan jumlah 87.5%. Oleh karena itu bayi yang mendapat cukup
asupan ASI tidak membutuhkan tambahan air meskipun berada di
tempat dengan suhu udara yang panas.
ASI dan susu formula mempunyai tingkat kekentalan yang berbeda.
Kekentalan ASI sesuai dengan saluran pencernaan bayi sedangkan susu
formula mempunyai kekentalan yang lebih pekat daripada ASI. Tingkat
kekentalan ini dapat menyebabkan diare pada bayi dan lebih banyak
terjadi pada bayi yang mengkonsumsi susu formula.
ASI mempunyai 3 sumber komponen nutrisi, yaitu beberapa nutrisi
berasal dari sintesis di laktosit, makanan, dan bawaan ibu. ASI
mengandung komponen makro dan mikro nutrien. Makronutrien
meliputi karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien
meliputi vitamin dan mineral. Penjelasan masing-masing komponen
makronutrien dan mikronutrien menurut (Hendarto & Pringgadini,
2013) yaitu:
1. Karbohidrat
Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI dan sumber
energi untuk otak. Kandungan laktosa dalam ASI hampir dua kali
lipat dari kandungan laktosa di ASI atau susu formula. Namun,
kejadian diare akibat ketidakmampuan mencerna laktosa (intoleransi
laktosa) jarang terjadi pada bayi yang disusui. Hal ini dikarenakan
penyerapan laktosa pada ASI lebih baik dibandingkan dengan susu
atau susu formula. Kandungan karbohidrat dalam kolostrum tidak
terlalu tinggi, namun jumlahnya akan meningkat, terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah periode ini,
kandungan karbohidrat dalam ASI relatif stabil.
9
2. Protein
Kandungan protein pada ASI sangat tinggi, dan komposisinya
berbeda dengan protein pada ASI. Protein dalam ASI dan ASI terdiri
dari whey dan kasein. Protein dalam ASI terdiri dari protein whey
dan lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan kandungan
kasein yang lebih tinggi dalam ASI membuat perut bayi lebih sulit
dicerna. Kandungan kasein pada ASI hanya 30%, sedangkan
kandungan kasein pada ASI sangat tinggi (80%). Selain itu, β-
laktoglobulin tidak ditemukan dalam ASI, merupakan bagian dari
whey protein dan mengandung protein susu yang tinggi. Beta
laktoglobulin adalah protein yang dapat menyebabkan alergi.
Dilihat dari profil asam amino (satuan protein), kualitas protein
ASI juga lebih baik dari pada susu sapi. Asam amino dalam ASI
lebih lengkap dibandingkan dengan susu sapi. Salah satu contohnya
adalah asam amino taurin; hanya sedikit asam amino yang
ditemukan dalam susu. Taurin dipercaya berperan dalam
perkembangan otak karena asam amino ini ditemukan dalam kadar
yang cukup tinggi dalam mengembangkan jaringan otak. Bayi
prematur membutuhkan taurin karena kemampuannya membentuk
protein ini sangat rendah.
3. Lemak
Kandungan lemak pada ASI lebih tinggi dibandingkan susu dan
susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini diperlukan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Ada
beberapa perbedaan antara distribusi lemak pada ASI dan susu sapi
atau susu formula. Lemak Omega 3 dan Omega 6 yang berperan
dalam perkembangan otak bayi terdapat pada ASI. Selain itu, ASI
juga banyak mengandung asam lemak rantai panjang, antara lain
asam docosahexaenoic (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang
berperan dalam perkembangan jaringan saraf dan retina mata.
Susu sapi tidak mengandung kedua bahan tersebut, sehingga
hampir semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA. Namun
10
perlu diingat, sumber DHA dan ARA yang ditambahkan pada susu
formula pasti tidak sebaik yang ada pada ASI. Total kandungan
lemak dalam kolostrum lebih sedikit dibandingkan ASI matang,
namun kandungan asam lemak rantai panjangnya tinggi.
Asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam ASI seimbang
dibandingkan dengan asam lemak jenuhnya dalam susu sapi. Seperti
kita ketahui bersama, konsumsi asam lemah jenuh dalam jumlah
besar dalam jangka panjang tidak baik untuk kesehatan jantung dan
pembuluh darah.
4. Karnitin
Karnitin membantu menjaga proses pembentukan energi yang
dibutuhkan oleh metabolisme tubuh. Kandungan karnitin dalam ASI
sangat tinggi, terutama pada tiga minggu pertama menyusui, bahkan
pada kolostrum, kadar karnitin bahkan lebih tinggi. Konsentrasi
karnitin pada bayi yang disusui lebih tinggi dibandingkan pada bayi
yang diberi susu formula.
5. Vitamin
a. Vitamin K
Vitamin K perlu digunakan sebagai nutrisi untuk bertindak
sebagai faktor pembekuan. Tingkat vitamin K dalam ASI hanya
seperempat dari susu formula. Hanya bayi yang disusui yang
berisiko mengalami perdarahan, meskipun insiden perdarahan
tersebut kecil. Karena itu, bayi baru lahir perlu mengonsumsi
vitamin K, biasanya dalam bentuk suntikan.
b. Vitamin D
Seperti vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D.
Hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena saat bayi dijemur di pagi
hari, bayi akan mendapat tambahan vitamin D dari sinar matahari.
Dengan cara ini, pemberian ASI eksklusif dan paparan sinar
matahari pagi dapat mencegah bayi menderita penyakit tulang
akibat kekurangan vitamin D.
c. Vitamin E
11
Salah satu fungsi penting vitamin E adalah melawan dinding
sel darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan
kekurangan darah (anemia hemolitik). Keunggulan ASI adalah
kandungan vitamin E-nya yang tinggi, terutama pada kolostrum
dan ASI transisi awal.
d. Vitamin A
Selain membantu kesehatan mata, vitamin A juga dapat
mendukung pembelahan sel, kekebalan dan pertumbuhan. ASI
tidak hanya mengandung vitamin A dalam jumlah besar, tetapi
juga mengandung bahan bakunya β-karoten. Inilah salah satu
alasan mengapa bayi yang disusui memiliki pertumbuhan dan
daya tahan tubuh yang baik.
e. Vitamin yang larut dalam air
ASI mengandung hampir semua vitamin yang larut dalam air,
seperti vitamin B, asam folat, dan vitamin C. Makanan yang
dikonsumsi ibu memengaruhi kandungan vitamin ini dalam ASI.
ASI mengandung vitamin B1 dan B2 yang tinggi, tetapi wanita
yang kekurangan gizi mungkin memiliki kadar vitamin B6, B12,
dan asam folat yang lebih rendah. Karena vitamin B6 dibutuhkan
pada tahap awal perkembangan sistem saraf, ibu menyusui perlu
menambahkan vitamin ini. Sedangkan untuk vitamin B12, kecuali
untuk ibu menyusui vegetarian, vitamin B12 bisa didapatkan
darinya setiap hari.
6. Mineral
Berbeda dengan vitamin, kandungan mineral dalam ASI tidak
terlalu dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu, juga tidak
dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral dalam ASI memiliki
kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ASI dan lebih mudah
diserap.
Mineral utama yang ditemukan dalam ASI adalah kalsium.
Kalsium memiliki fungsi meningkatkan pertumbuhan otot dan
jaringan tulang, transmisi jaringan saraf, dan pembekuan darah.
12
Meski kandungan kalsium dalam ASI lebih rendah dari susu sapi,
namun tingkat penyerapannya lebih tinggi. Penyerapan kalsium
dipengaruhi oleh fosfor, magnesium, vitamin D, dan kandungan
lemak. Perbedaan kandungan mineral dan jenis lemak di atas akan
menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan. Dibandingkan dengan
bayi yang disusui, kekurangan susu bubuk dalam kadar kalsium
darah dan kram otot lebih sering terjadi.
Kandungan zat besi dalam ASI dan susu formula rendah dan
sangat bervariasi. Namun, bayi yang mendapat ASI lebih rentan
mengalami kekurangan zat besi dibandingkan bayi yang diberi susu
formula. Hal ini dikarenakan zat besi pada ASI lebih mudah diserap
yaitu 20-50%, sedangkan pada susu formula hanya 4-7%. Tidak
perlu mengkhawatirkan keadaan ini, karena kekurangan zat besi
dapat diatasi dengan mengonsumsi makanan padat yang
mengandung zat besi mulai usia 6 bulan.
2.1.5 Manfaat Pemberian ASI
a. Manfaat ASI bagi bayi menurut (Wijaya, 2019) yaitu:
1. ASI memberikan nutrisi yang ideal untuk bayi. ASI merupakan
campuran vitamin, protein dan lemak yang hampir sempurna,
yang dapat memberi bayi nutrisi yang mereka butuhkan untuk
pertumbuhan. ASI lebih mudah dicerna daripada susu formula.
2. ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi, karena ASI
mengandung banyak protein untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan bakteri. Menyusui dapat mengurangi risiko bayi
terkena asma atau alergi. Selain itu, bayi yang mendapat ASI
tanpa susu formula hanya dalam enam bulan pertama memiliki
risiko lebih rendah terkena infeksi telinga, penyakit pernapasan,
dan diare.
3. Bantu ibu dan bayi membangun ikatan. Bayi yang sering
digendong ibunya karena menyusui akan merasakan kasih sayang
ibunya, mereka juga akan merasa aman dan rileks, terutama
13
karena masih bisa mendengar sinyal detak jantung di dalam
rahim.
4. Meningkatkan kecerdasan anak. Pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan dapat menjamin perkembangan terbaik kecerdasan anak.
Ini karena ASI mengandung nutrisi khusus yang dibutuhkan otak.
5. Bayi yang menyusui kemungkinan besar akan bertambah berat
badannya ideal.
6. Menyusui dapat mencegah Sindrom Kematian Bayi Mendadak
(SIDS); juga dipercaya dapat mengurangi risiko diabetes,
obesitas, dan kanker tertentu.
b. Manfaat ASI bagi Ibu
Menurut (Yusrina & Devy, 2016) menyatakan bahwa manfaat
ASI bagi ibu yaitu (1) Sebagai kontrasepsi alami saat menyusui dan
sebelum menstruasi; (2) Mengurangi resiko terkena kanker
payudara; (3) Menjalin ikatan batin kepada anak; (4) Mengurangi
pengeluaran keluarga karena tidak membeli susu formula.
2.1.6 Faktor-faktor Yang Meningkatkan Produksi ASI
Dalam menyusui tidak semua ibu mampu memproduksi ASI
dengan lancar, beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
ASI, yaitu:
a. Ketenangan Jiwa
Menurut Ria (2012) yang dikutip dalam (Dewi, 2019)
menyatakan bahwa status mental dan ketenangan pikiran akan
sangat mempengaruhi produksi ASI. Jika ibu mengalami stres,
depresi, gelisah, sedih dan tegang maka akan sangat mempengaruhi
produksi ASI.
Menurut Sherwoodl (2010) yang dikutip dalam (Dewi, 2019),
Tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh hipotalamus
menghambat proses menyusui (milkletdown), sehingga sikap
positif dan lingkungan yang santai terhadap menyusui sangat
penting untuk keberhasilan pemberian ASI.
14
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Dewi,
2019) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran
produksi ASI. Hasil penelitian menunjukkan ketenangan jiwa
sebanyak 18 orang (60%) dan tidak tenang jiwa sebanyak 12 orang
(40%). Semakin baik kondisi ketenangan jiwa ibu maka akan
semakin baik pula pada produksi ASI ibu.
b. Nutrisi
Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi produksi ASI pada ibu yang menyusui bayinya
untuk memperoleh asupan yang cukup. Selama ibu memakan
makanan bergizi saat memberi ASI maka nutrisi dalam ASI yang
diproduksi semakin maksimal. Penting bagi ibu untuk mengetahui
gizi ibu menyusui. Mengkonsumsi makanan yang baik akan
berpengaruh pada kondisi kesehatan ibu sehingga dapat menjamin
kelancaran dan kecukupan ASI bagi bayi.
Menurut Kristiyanasari (2011) yang dikutip dalam (Dewi,
2019), pola makan ibu sangat mempengaruhi produksi ASI, karena
jika tidak ada cukup makanan, payudara tidak akan berfungsi
dengan baik. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi ibu harus
mengandung kalori, protein, lemak, vitamin dan mineral yang
cukup, selain itu ibu juga dianjurkan meminumnya kurang lebih 8-
12 gelas sehari.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi,
2019) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran
produksi ASI. Dengan hasil uji statistic chi square memperoleh
nilai p value = 0,000 lebih kecil dari 0,05 Hal ini membuktikan
semakin bergizi makanan yang dikonsumsi ibu menyusui maka
semakin baik nutrisi dan kelancaran ASI.
c. Pola Istirahat
Menurut Ria (2012) yang dikutip dalam (Dewi, 2019), Ibu
yang terlalu lelah dan kurang istirahat akan mengakibatkan
penurunan ASI. Hal tersebut dapat diharapkan dengan mengikuti
15
pola tidur bayi, minimal dengan mendapatkan waktu istirahat yang
cukup untuk membantu ibu.
Hasil ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2019)
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi
ASI. Hasil penelitian menunjukkan pola istirahat cukup sebanyak
18 orang (60%) dan kurang istirahat sebanyak 12 orang (40%).
Peneliti beranggapan bahwa istirahat dapat berdampak pada
kondisi psikologis ibu atau ketenangan jiwa ibu. Sehingga apabila
kondisi psikologis ibu buruk maka akan berpengaruh terhadap kerja
hormon-hormon menyusui yang menyebabkan masalah dalam
kelancaran ASI.
d. Isapan Bayi
Menurut Ambarwati & Wulandari (2010) yang dikutip dalam
(Dewi, 2019), untuk ibu yang jarang menyusui anaknya dan durasi
waktunya pendek, isapan anak berkurang sehingga mengurangi
pemberian ASI.
Untuk bayi cukup bulan, frekuensi menyusui sekitar sepuluh
kali sehari dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, karena
produksi ASI mencukupi. Dianjurkan agar ibu menyusui
setidaknya delapan kali sehari selama beberapa bulan pertama
setelah melahirkan untuk memastikan produksi dan ekskresi ASI
menurut Ria (2012) yang dikutip dalam (Dewi, 2019)
Hasil ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2019)
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi
ASI. Hasil uji statistic chi square memperoleh nilai p value = 0,000
lebih kecil dari 0,05. Peneliti berasumsi bahwa daya isapan bayi
akan merangsang kelenjar hipotalamus. Hormon ini berperan untuk
memproduksi hormon oksitosin dan hormon prolaktin. Semakin
sering dan kuat bayi menghisap maka ASI yang diproduksi akan
semakin banyak.
e. Penggunaan Kontrasepsi
16
Menurut Prasetyono (2012) yang dikutip dalam (Dewi, 2019) ,
tidak disarankan bagi ibu menyusui untuk menggunakan alat
kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen karena dapat
menurunkan produksi ASI atau bahkan menghentikan produksi
ASI.
Hasil ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2019)
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi
ASI. Hasil uji statistic chi square memperoleh nilai p value = 0,004
lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kelancaran
produksi ASI dapat dipengaruhi dari penggunaan alat kontrasepsi.
f. Perawatan Payudara
Menurut Ambarwati & Wulandari (2010) yang dikutip dalam
(Dewi, 2019), masalah yang terjadi selama menyusui bisa dimulai
sebelum persalinan, persalinan dini dan persalinan terlambat. Salah
satu masalah menyusui pada masa nifas adalah puting nyeri, puting
nyeri, payudara bengkak dan mastitis.
Hasil ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2019)
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi
ASI. Dengan perawatan payudara memperoleh nilai p value =
0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungannya antara perawatan payudara dengan kelancaran
produksi ASI. Peneliti berasumsi bahwa perawatan payudara
seharusnya dilakukan sejak masa kehamilan sebagai upaya
persiapan menyusui bayi. Pengetahuan ibu menyusui tentang
manfaat dan dampak perawatan payudara terhadap kelancaran
produksi ASI akan berpengaruh terhadap perilakunya.
2.1.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Menurut Djami, Noormartany, & Hilmanto (2013) yang dikutip
dalam (Amir, Nursalim, & Widyansyah, 2018), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain:
1. Karakteristik ibu
17
Tingkat pendidikan seorang ibu akan mempengaruhi dalam
pemberian ASI, hal ini dibuktikan dengan pengetahuan ibu. Ibu
yang bekerja juga dapat mendapat informasi mengenai pemberian
ASI melalui teman kerjanya yang memiliki pengalaman menyusui.
Ibu yang berusia lebih matang dan telah melahirkan lebih dari 2
kali akan memiliki pengalaman menyusui lebih banyak sehingga
akan mempermudah dalam pemberian ASI selanjutnya.
2. Karakteristik bayi
Kondisi kesehatan dan berat badan bayi menjadi faktor dalam
pemberian ASI.
3. Lingkungan
Lingkungan disekitar ibu dapat memberikan keyakinan ibu
dalam pemberian ASI untuk bayinya dalam bentuk dukungan
keluarga. Tempat tinggal dan sosial ekonomi juga mempengaruhi
dalam pemberian ASI.
4. Pelayanan kesehatan
Konseling laktasi dapat dilakukan sejak melakukan
pemeriksaan kehamilan. Setiap pelayanan kesehatan memiliki
fasilitas yang berbeda dalam menyampaikan pengetahuan laktasi
misalnya tempat persalinan, penolong persalinan dan kebijakannya.
2.2 Sectio Caesarea
2.2.1 Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk
persalinan dengan bantuan yang tidak dapat dilakukan secara normal
karena masalah kesehatan ibu atau kondisi janin. Prosedur ini diartikan
sebagai operasi untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut,
dinding rahim, vagina, atau histerektomi untuk mengeluarkan janin dari
rahim. Namun, operasi caesar tidak hanya dilakukan karena alasan
medis, tetapi juga termasuk permintaan pasien sendiri atau nasehat