13 II. LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Terdapat banyak definisi Penelitian dan Pengembangan ( Research and Development) yang dibuat karena R & D digunakan dalam banyak bidang, sehingga ada tekanan dan fokus yang berbeda ketika definisi ini dirumuskan. Bock dalam “Getting It Right: R&D Methods in Science and Engineering” (2009) menulis: Definitions 1.1 Research is a process that acquires new knowledge. Definitions 1.2 Development is a process that applies knowledge to creat new devices on effects (Putra, 2011: 68). Definisi di atas menjelaskan perbedaan yang sangat fundamental dan membawa konsekuensi yang tidak sederhana antara penelitian dan pengembangan. Definisi lain dinyatakan oleh National Science Board dalam “Research And Development Essetial Foundation For U.S Competitiveness in A Global Economy” bahwa penelitian merupakan studi sistematis terhadap pengetahuan ilmiah yang lengkap atau pemahaman tentang subjek yang diteliti. Pengembangan didefinisikan sebagai aplikasi sistematis dari pengetahuan dan pemahaman,
49
Embed
II. LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian dan Pengembangan ...digilib.unila.ac.id/14141/17/BAB II.pdf · (TIK) - Tujuan akhir - ... mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari mereka. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
II. LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
Terdapat banyak definisi Penelitian dan Pengembangan (Research and
Development) yang dibuat karena R & D digunakan dalam banyak bidang,
sehingga ada tekanan dan fokus yang berbeda ketika definisi ini dirumuskan.
Bock dalam “Getting It Right: R&D Methods in Science and Engineering” (2009)
menulis:
Definitions 1.1 Research is a process that acquires new knowledge.
Definitions 1.2 Development is a process that applies knowledge to creat
new devices on effects (Putra, 2011: 68).
Definisi di atas menjelaskan perbedaan yang sangat fundamental dan membawa
konsekuensi yang tidak sederhana antara penelitian dan pengembangan.
Definisi lain dinyatakan oleh National Science Board dalam “Research And
Development Essetial Foundation For U.S Competitiveness in A Global
Economy” bahwa penelitian merupakan studi sistematis terhadap pengetahuan
ilmiah yang lengkap atau pemahaman tentang subjek yang diteliti. Pengembangan
didefinisikan sebagai aplikasi sistematis dari pengetahuan dan pemahaman,
14
diarahkan pada produksi bahan yang bermanfaat, perangkat, dan sistem atau
metode, termasuk desain, pengembangan dan peningkatan prioritas serta proses
baru untuk memenuhi persyaratan tertentu (Putra, 2011: 70).
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa R&D menekankan pada produk yang
bermanfaat dalam berbagai bentuk sebagai perluasan, tambahan, dan inovasi dari
bentuk-bentuk yang sudah ada.
Definisi R&D selanjutnya dinyatakan oleh Sukmadinata (2007: 164), yaitu suatu
proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal
serupa juga dinyatakan oleh Sugiyono (2012: 407), “penelitian dan
pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji kefektifan produk tersebut”.
Gall, Gall & Borg dalam “Educational Research” seperti yang dikutip Putra
(2011: 84) menjelaskan R&D dalam pendidikan adalah sebuah model
pengembangan berbasis industri di mana temuan penelitian digunakan untuk
merancang produk dan prosedur baru, yang kemudian secara sistematis diuji di
lapangan, dievaluasi, dan disempurnakan sampai mereka memenuhi kriteria
tertentu, yaitu efektivitas, dan berkualitas.
United Nations Conference On Trade And Development (UNCTAD) (2005)
menjelaskan bahwa penelitian dan pengembangan terdiri dari empat jenis
kegiatan, yaitu penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan produk, dan
proses pengembangan. Penelitian dasar adalah karya eksperimental asli tanpa
15
tujuan komersial tertentu. Penelitian terapan yang sering dilakukan oleh
universitas adalah karya ekperimental asli dengan tujuan spesifik. Pengembangan
produk adalah peningkatan dan perluasan produk yang ada. Proses pengembangan
adalah menciptakan proses baru atau yang ditingkatkan (Putra, 2011: 69-70).
Penggunaan R&D dalam dunia pendidikan memberikan manfaat yang sangat
besar, terutama dalam inovasi pendidikan. R&D telah mengenalkan pendidikan
berbasis teknologi yang melahirkan “e-learning”, “virtual learning” yang
mengubah paradigma dan proses belajar (Putra, 2011: 28).
Menurut Gay, Mills, dan Airasian (2009) dalam bidang pendidikan tujuan utama
penelitian dan pengembangan untuk mengembangkan produk-produk yang efektif
untuk digunakan di sekolah-sekolah (Emzir, 2012: 263).
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitan dan
pengembangan dalam dunia pendidikan merupakan studi sistematis terhadap
pengetahuan ilmiah yang lengkap untuk menghasilkan produk baru atau
mengembangkan produk yang sudah ada yang lebih inovatif, efektif, dan
bermanfaat untuk pembelajaran di sekolah.
2.1.1 Model Jolly & Balitho
Jolly dan Balitho dalam Tomlinson (1998) seperti yang dikutip Emzir (2012: 284-
285) berusaha merangkum berbagai langkah yang dilibatkan dalam proses
penulisan materi ajar khusus bahasa, yakni (1) identifikasi kebutuhan dan analisis
bahan ajar, (2) penentuan kegiatan eksplorasi kebutuhan materi, (3) realisasi
16
kontekstual dengan mengajukan gagasan yang sesuai, pemilihan teks dan konteks
bahan ajar, (4) realisasi pedagogis melalui tugas dan latihan dalam bahan ajar, (5)
produksi bahan ajar, (6) penggunaan bahan ajar oleh siswa, dan (7) evaluasi bahan
ajar.
2.1.2 Penelitian dan Pengembangan Model Gall
Borg & Gall mengemukakan langkah-langkah dalam penelitian dan
pengembangan seperti yang dikutip dalam Emzir (2012: 271). Langkah-langkah
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut (periksa juga Sukmadinata (2007: 169-
170), Sugiyono (2012: 407-426), Putra (2011: 120-121)).
Tabel 6 Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan Borg & Gall
Langkah Utama Borg & Gall 10 Langkah Rinci Borg & Gall
Penelitian dan Pengumpulan Informasi
(Research and Information Collecting)
1. Penelitian dan Pengumpulan
Informasi
Perencanaan (Planning) 2. Perencanaan
Pengembangan Produk Bentuk Awal Pro-
duk (Develop Preliminary Form of Pro-
duct)
3. Pengembangan Bentuk Awal
Produk
Uji Lapangan dan Revisi Produk (Field
Testing and Product Revision)
4. Uji Lapangan Awal
5. Revisi Produk
6. Uji Lapangan Utama
7. Revisi Produk Operasional
8. Uji Lapangan Operasional
Revisi Produk Akhir (Final Product Re-
vision)
9. Revisi Produk Akhir
Desiminasi dan Implementasi
(Dessimination ang Implementation)
10. Desiminasi dan Implementasi
17
Berikut ini keterangan 10 langkah penelitian dan pengembangan di atas.
1. Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting).
Penelitian dan pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran kebutuhan,
studi literatur, penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan-pertimbangan
dari segi nilai.
2. Perencanaan (Planning). Menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan
yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak
dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian,
dan kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas.
3. Pengembangan draf produk (develop preliminary form of product).
Pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan instrumen
evaluasi.
4. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing). Uji coba di lapangan pada 1
sampai 3 sekolah dengan 6 sampai dengan 12 subjek uji coba. Selama uji coba
berlangsung dilakukan pengamatan, wawancara dan pengedaran kuisioner.
5. Merevisi hasil uji coba (main produdt revision).
6. Uji coba lapangan (main field testing). Melakukan uji coba yang lebih luas
pada 3-5 sekolah dengan 30-80 subjek.
7. Penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan.
8. Uji pelaksanaan lapangan. Dilaksanakan pada 40-200 subjek. Pengujian
dilakukan dengan angket, wawancara, dan observasi serta analisis hasilnya.
9. Penyempurnaan produk akhir.
10. Desiminasi dan implementasi.
18
Selanjutnya Sugiyono (2012: 409) menjelaskan langkah-langkah R & D sebagai
berikut.
Gambar 1 Diagram Alur Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan
2.1.3 Model Pengembangan IDI
Model ini dikembangkan oleh University Consortium for Instructional
Development and Technology (Harjanto, 2006: 130). Model IDI (instructional
development institude) ini terdiri dari tiga tahapan besar, yaitu (1) penentuan
(define), (2) pengembangan (develop), dan (3) evaluasi (evaluate). Selanjutnya
tiga tahapan tersebut dibagi lagi ke dalam tiga fungsi/langkah. Langkah-langkah
pengembangan model IDI ini secara rinci dapat dilihat dalam bagan berikut.
Potensi dan
Masalah
Pengumpulan
Data
Desain
Produk
Validasi
Desain
Revisi
Desain
Uji Coba
Produk
Revisi
Produk
Uji Coba
Pemakaian
Revisi Produk Produksi Masal
19
Gambar 2 Bagan Pengembangan Model IDI
2.2 Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Gagne (1977) seperti yang dikutip oleh Komalasari (2010: 2) mendefinisikan
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan
kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan
kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis
performance.
Tahap I
Penentuan
(define)
Fungsi 7
Testing
prototipe
- Uji coba
- Kumpulan
data
Fungsi 8
Analisis hasil
- Tujuan
- Metode
- Teknik
evaluasi
Fungsi 9
Implementasi
- Review
- Revisi
- Tentukan
selanjutnya
Tahap II
Pengemban
gan
(develop)
Fungsi 1
Identifikasi
masalah
- Analisis
kebutuhan
- Tentukan
priotitas
- Rumusan
masalah
Fungsi 2
Analisis setting
- Audience
- Kondisi
- Sumber
Fungsi 3
Pengelolan
- Tugas
- Tanggung
jawab
- Jadwal
Fungsi 4
Identifikasi
objectives
(TIK)
- Tujuan akhir
- Tujuan antara
Fungsi 5
Tentukan
metode
- Belajar
- Mengajar
- Media
- materi
Fungsi 6
Buat prototipe
- Paket
pelajaran
- Instrumen
- Evaluasi
Tahap III
Penilaian
(evaluasi)
20
Pendapat lain tentang belajar menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik,
2012: 28).
Selanjutnya Winkel (1991: 36) menyimpulkan bahwa “belajar” pada manusia
adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, minat dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara
relatif konstan dan berbekas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku manusia dalam aktivitas mental/psikisnya, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap dan bersifat relatif konstan dan berbekas.
Berkaitan dengan belajar sebagai suatu aktivitas yang berlangsung dalam
interaksi, maka pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan
dari belajar. Keterkaitan belajar dan pembelajaran dapat digambarkan dalam
sebuah sistem, proses belajar dan pembelajaran memerlukan masukan dasar yang
merupakan bahan pengalaman belajar dalam proses belajar mengajar dengan
harapan berubah menjadi keluaran dengan kompetensi tertentu (Komalasari,
2010: 4).
21
2.2.1 Karakteristik Guru Profesional
Peserta didik yang memiliki kompetensi perilaku yang utuh/ kecakapan hidup (life
skills) agar mampu mempertahankan hidupnya dalam persaingan global harus
dibina oleh guru yang andal, baik melalui pengajaran maupun keterampilannya
(skill). Berkaitan dengan hal tersebut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pada Bab IV bagian kesatu pasal 10 ayat (1) dan Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kompetensi guru SMK menjelaskan bahwa
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Keempat kompetensi di atas perlu dimiliki oleh guru sebagai agen pembelajaran
dalam rangka mendidik dan membina peserta didik dalam memperoleh
pengalaman belajar sebagai bekal peserta didik menghadapi dan menjalani masa
depannya. Seorang guru yang profesional akan selalu berusaha menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta didiknya.
Pengajaran yang efektif, dinamis, efisien, dan positif ditandai dengan adanya
kesadaran dan keterlibatan aktif di antara dua subjek pengajaran, yaitu guru
sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedangkan peserta
didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri
dalam pengajaran (Rohani, 2010: 1). Kedua subjek pengajaran tersebut memiliki
peranan yang sama pentingnya sesuai dengan fungsi masing-masing.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Gulo (2002) mengatakan bahwa seorang
pengajar yang profesional tidak hanya berpikir tentang apa yang akan diajarkan
22
dan bagaimana caranya, tetapi juga memikirkan siapa yang menerima, apa makna
belajar, dan kemampuan apa yang dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran
(Iskandarwassid dan Sunendar, 2011: 26). Hal inilah yang mendasari mengapa
pengajar/pendidik/guru harus mampu memilih dan menentukan bahan ajar yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta tujuan
pembelajaran.
2.2.2 Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada
pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya
sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Dengan demikian
tujuan belajar harus dikaitkan atau disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik
dan kebutuhan peserta didik (Firdausi dan Barnawi, 2012: 66).
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam karakteristik peserta didik, yaitu
1. Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal, misalnya
kemampuan berpikir, mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek
psikomotor, kemampuan intelektual, dan lain-lain.
2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial.
3. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti
sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.
Pengetahuan mengenai karakteristik peserta didik ini sangat penting dalam
aktivitas pembelajaran terutama bagi guru. Informasi tentang peserta didik akan
23
memudahkan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik selama pembelajaran.
Guru dapat dengan mudah menentukan pendekatan, metode, dan strategi
mengajar yang tepat. Selain itu, gurupun akan mudah memilih dan mengorganisir
materi pelajaran serta menentukan bahan belajar yang sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan peserta didik, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan
memberikan pengalaman belajar yang luar biasa pada peserta didik itu sendiri.
Pengalaman belajar yang luar biasa itulah yang akan berkesan dan terus
membekas pada peserta didik, sehingga akan memudahkan peserta didik untuk
mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari mereka.
Disamping hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik peserta didik di atas, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berinteraksi dengan peserta
didik, yaitu
1. Kognitif
Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, artinya
mengetahui. Istilah kognitif populer sebagai salah satu domain atau ranah
psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan
dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, dan pemecahan
masalah, kesengajaan, dan keyakinan (Syah dalam Firdausi dan Barnawi, 2012:
68).
24
Pengembangan kognitif peserta didik secara terarah sangat penting dilakukan oleh
guru karena akan berdampak pada pengembangan afektif dan psikomotorik
peserta didik.
2. Afektif
Salah satu ciri afektif adalah belajar menghayati nilai objek-objek yang dihadapi
melalui perasaan, entah objek itu berupa orang, benda, kejadian/peristiwa, dan ciri
lain yang terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi
yang wajar (Winkel, 1991: 41). Pengalaman belajar dinilai secara spontan, apakah
bermakna bagi peserta didik atau tidak. Penilaian posistif tercakup dalam rasa
senang, sedangkan penilaian negatif tercakup dalam rasa tidak senang.
Ranah afektif meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap,
organisasi, dan pembentukan pola hidup. Dari ranah afektif inilah yang nantinya
banyak dibutuhkan oleh peserta didik dalam mencari kerja karena sekarang ini
banyak industri yang mengutamakan soft skills. Peran guru dalam meningkatkan
ranah afektif peserta didik dapat dilakukan dengan memberi contoh sikap yang
baik dari seorang pribadi guru.
3. Psikomotorik
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif berdampak positif terhadap
pengembangan psikomotorik. Orang yang memiliki keterampilan motorik mampu
melakukan suatu rangkaian gerak jasmani dalam urutan tertentu, dengan
mengadakan koordinasi antara gerak berbagai anggota badan secara terpadu
(Winkel, 1991: 77). Ciri khas keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu
25
rangkaian gerak yang berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan
supel tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan
diikuti urutan gerak tertentu. Misalnya, seorang peserta didik yang menguasai
keterampilan berpidato, konsentrasinya tidak seluruhnya hanya tercurah pada teori
dan cara berpidato yang baik, tetapi perhatiannya akan dipusatkan kepada praktik
melakukan pidato.
Keterampilan motorik sebaiknya sudah harus dimiliki oleh peserta didik SMK
karena salah satu karakteristik SMK adalah mata pelajaran praktik. Selain itu,
tujuan SMK adalah menyiapkan peserta didik/tamatan sesuai dengan bidang
keahliannya.
4. Fisik
Proses belajar keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi pada diri
seseorang apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang
melibatkan penggunaan tangan dan tungkai secara baik dan benar. Untuk belajar
memperoleh kemampuan keterampilan jasmani ini, tidak hanya cukup dengan
latihan dan praktik, tetapi juga memerlukan kegiatan perceptual learning. Jadi
kinerja keterampilan jasmani bergantung juga pada keterampilan berpikir
(Firdausi & Barnawi, 2012: 75).
Sehubungan dengan hal tersebut, kecakapan jasmani perlu dipelajari melalui
aktivitas latihan langsung yang disertai dengan pengajaran teori-teori pengetahuan
yang bertalian dengan motor skills.
26
Van Els (1984) mengklasifikasikan karakteristik siswa atas empat bagian yakni
(1) umur siswa, (2) bakat, (3) pengetahuan siswa, (4) sikap yang meliputi minat,
motivasi, dan kepribadian. Komponen di atas sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran bahasa harus
memperhatikan tingkat perkembangan usia siswa. Hal ini berkaitan dengan
pemilihan materi atau contoh-contoh yang diberikan guru. Materi bahasa
Indonesia yang secara berjenjang diberikan di tingkat satuan pendidikan
menghendaki kemampuan guru menganalisis kebutuhan materi dengan baik. Guru
juga harus memahami bakat bahasa dan pengetahuan siswa. (http://muhlis-
pengembangan kemampuan peserta didik untuk pelaksanaan jenis pekerjaan
tertentu lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan adalah
pendidikan yang mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik dalam
mempersiapkan dirinya secara optimal untuk memasuki dunia usaha dan dunia
industri (lapangan kerja) dan memiliki kecakapan hidup (life skills) agar mampu
mempertahankan hidupnya dalam persaingan global.
Oleh sebab itu, karakteristik pendidikan kejuruan berbeda dengan pendidikan
umum. Pendidikan kejuruan harus berorientasi pada kebutuhan pasar (dunia kerja)
atau deman-driven yang akhirnya mengarah pada supplay driven, harus selalu
mengikuti perkembangan teknologi, pembelajarannya harus diarahkan pada
peningkatan kualitas keterampilan (aplikatif) dan penilaian kemampuannya
mengacu pada standar dunia usaha/dunia industri.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, Djojonegoro dalam Firdausi & Barnawi
(2012: 22) mengatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus
mengacu dan berorientasi pada karakteristik yang dimiliki, yaitu (1) pendidikan
kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja;
(2) pendidikan kejuruan didasarkan atas deman-driven; (3) fokus isi pendidikan
kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja; (4) penilaian yang sesungguhnya
terhadap kesuksesan peserta didik harus pada hands-on atau performa pada dunia
kerja; (5) hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses
28
pendidikan kejuruan; (6) pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan
antisipatif terhadap kemajuan teknologi; (7) pendidikan kejuruan lebih ditekankan
pada learning by doing dan hands-on experience; (8) pendidikan kejuruan
memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik; (9) pendidikan kejuruan
memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan
umum.
Adapun Visi dan Misi SMK dituangkan dalan rencana strategis (renstra) Dinas
Pendidikan Nasional seperti yang dikutip oleh Firdausi & Barnawi (2012: 23),
yaitu sebagai berikut
a. Visi SMK adalah mencetak tamatan SMK yang terampil, siap, sensitif (peka),
tanggap terhadap perubahan, persaingan global, dan berpegang teguh pada jati
diri bangsa Indonesia.
b. Misi SMK adalah (1) menghasilkan peserta didik yang terampil dan disiplin
sesuai bidang keahliannya; (2) mengembangkan sistem pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan DU/DI; (3) berwawasan konservasi lingkungan dan mampu
untuk berwiraswasta; (4) memiliki kemampuan kejuruan dasar yang potensial
berdasarkan tuntutan jabatan, baik sektor formal maupun informal.
c. Tujan SMK adalah menyiapkan peserta didik/tamatan sesuai bidang keahlian,
yakni (1) memasuki lapangan kerja serta dapat mengembangkan sikap
profesional dalam lingkup keahliannya; (2) mampu memilih karier, mampu
berkompetisi dan mampu mengembangkan diri dalam lingkungan keahlian
yang dipilih dan ditekuni; (3) menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk
mengisi kebutuhan Dunia Usaha dan Industri (DU/DI).
29
d. Menjadi warga negara yang produktif, adaptif, dan kreatif. Materi yang
dibelajarkan di SMK meliputi tiga komponen utama, yaitu
1) Komponen Umum ( Normatif)
Komponen umum dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
warga negara yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai
warga negara dan bangsa Indonesia.
2) Komponen Dasar Kejuruan (Adaptif)
Komponen dasar kejuruan bertujuan untuk memberi bekal penunjang bagi
penguasaan keahlian profesi dan bekal kemampuan pengembangan diri
untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Komponen Kejuruan (Produktif)
Komponen kejuruan berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan
kemampuan keahlian tertentu sesuai program studi masing-masing untuk
bekal memasuki dunia kerja.
2.3 Kurikulum
Berdasarkan analisis rasional kurikulum 2013, peneliti menarik beberapa
kesimpulan terhadap kurikulum 2013 sebagai berikut
1. Kurikulum menurut UU no.20 tahun 2003 pasal 1 ayat (19) adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (periksa Reksoatmodjo (2010:4),
Trianto (2010: 15) dan Direktorat PSMK (2013)).
30
2. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
3. Elemen perubahan pada kurikulum antara lain standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, dan standar penilaian.
4. Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan yang kemudian
dirumuskan menjadi strandar kompetensi melalui kompetensi inti yang bebas
mata pelajaran.
5. Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai dan harus
berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
6. Pembelajaran berpusat pada siswa dengan pendekatan saintifik.
7. Model pembelajaran yang digunakan adalah poject based learning, problem
based learning, dan discovery learning.
8. Prinsip penilaian yang digunakan adalah penilaian autentik yang mencakup
penilaian sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
2.3.1 Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMK
Karakteristik mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK disebutkan
dalam PERMENDIKBUD No. 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMK-MAK menyatakan bahwa pada pendidikan tingkat
SMK-MAK mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata
pelajaran kelompok A (wajib) yang substansinya dikembangkan oleh pusat
dengan beban belajar 24 jam perminggu. Isi kurikulum (KI dan KD) dan kemasan
31
substansi untuk mata pelajaran wajib bagi SMA/MA dan SMK/MAK adalah
sama, yaitu
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung-jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan
langsung.
Kompetensi-kompetensi inti di atas kemudian diejawantahkan ke dalam
kompetensi-kompetensi dasar.
Melalui penguasaan kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia peserta didik
diarahkan, dibimbing, dan dibantu agar mampu berkomunikasi dengan bahasa
32
Indonesia secara baik dan benar. Pada era global penggunaan bahasa secara baik
dan benar merupakan syarat mutlak di dunia kerja.
Selain itu, dalam kurikulum 2013 bahasa Indonesia digunakan sebagai penghela
mata pelajaran lain dan sebagai alat komunikasi sekaligus carrier of knowledge.
Perubahan karakteristik Bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013:
102), antara lain
1. materi yang diajarkan ditekankan pada kompetensi berbahasa sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan gagasan dan pengetahuan,
2. siswa dibiasakan membaca dan memahami makna teks serta meringkas dan
menyajikan dengan bahasa sendiri,
3. siswa dibiasakan menyusun teks yang sistematis, logis, dan efektif melalui
latihan-latihan penyusunan teks,
4. siswa dikenalkan dengan aturan-aturan teks yang sesuai sehingga tidak rancu
dalam proses penyusunan teks (sesuai dengan situasi dan kondisi, siapa, apa,
dan di mana), dan
5. siswa dibiasakan untuk dapat mengekspresikan dirinya dan pengetahuannya
dengan bahasa yang meyakinkan secara spontan.
Dari uraian karakteristik mata pelajaran tersebut di atas jelaslah bahwa mata
pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib
diajarkan di tingkat pendidikan menengah dalam rangka mengembangkan
kecerdasan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan
berpartisipasi untuk membangun kehidupan masa kini dan masa akan datang yang
33
lebih baik. Hal ini sejalan dengan hakikat belajar bahasa, yaitu belajar
berkomunikasi.
Berkaitan dengan hal tersebut Suriasumantri (2007: 171) menyatakan bahwa
tanpa mempunyai kemampuan berbahasa kegiatan berpikir secara sistematis
dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan dan manusia tidak mungkin
mengembangkan kebudayaannya.
2.3.2 Pendekatan Scientific pada Pembelajaran Kurikulum 2013
Berikut ini kriteria-kriteria pendekatan scientific, antara lain
1. materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu,
2. penjelasan guru, respons siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis,
3. mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran,
4. mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran,
5. mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran,
6. berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan
34
7. tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik
sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran dengan pendekatan scientific menyentuh tiga ranah, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses tersebut jika digambarkan sebagai
berikut
Gambar 3 Proses Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
Langkah-langkah pokok pembelajaran scientific meliputi kegiatan mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring.
2.3.3 Silabus
Silabus adalah ancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata
pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi,
pengelompokkan, pengurutan, dan penyajian materi kurikulum, yang
dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat (Majid, 2008:
39).
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau
tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
Sikap
(tahu mengapa)
Keterampilan (tahu bagaimana)
Pengetahuan (tahu apa)
Produktif, inovatif, kreatif, afektif
Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi
35
pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Poerwati &
Amri, 2013: 150).
Pada implementasi kurikulum 2013, silabus telah disusun dan dikembangkan oleh
Kemendikbud RI. Tugas guru selanjutnya mengembangkan RPP berdasarkan
silabus tersebut.
2.3.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP merupakan perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam
kegiatan pembelajaran. RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran dalam upaya mencapai kompetensi dasar.
Adapun komponen dan format RPP pada implementasi kurikulum 2013 telah
diatur dalam Permendikbud no. 81A tahun 2013 tentang Implementasi
Kurikulum.
2.4 Bahan Ajar
2.4.1 Pengertian dan Pemilihan Bahan Ajar
Salah satu tugas utama guru/pendidik adalah memilih dan menentukan bahan ajar
yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik untuk mencapai
tujuan pembelajaran dengan tepat.
36
Mengapa bahan ajar harus dipilih? Bahan ajar berperan penting dalam proses
belajar siswa, karena bahan ajar merupakan salah satu faktor eksternal pendukung
belajar siswa, seperti yang digambarkan dalam skema berikut ini.
Gambar 4 Faktor-Faktor Belajar Siswa (Komalasari, 2010: 5)
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan
materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan (Widodo & Jasmadi dalam Lestari, 2012: 1).
Sehubungan dengan hal tersebut Mudlofir (2011: 128) menyatakan bahwa bahan
ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga tercipta
lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.
Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar berisi materi pembelajaran yang terdiri dari pengetahuan,
Faktor Belajar Siswa
Luar
Lingkungan Alam
Sosial Budaya
Instrumen Kurikulum, Program, Sarana
Dalam
Fisiologis Fisiologis
Umum, Panca Indra
Psikologis Minat,
Kecerdasan, Motivasi
37
keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa (periksa juga pada slide
presentasi Anwar dalam sosialisasi KTSP dan Majid, 2008: 173).
Hal serupa dinyatakan oleh prastowo (2011: 17) bahwa bahan ajar merupakan
segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara
sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai
peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
adalah segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk
membantu guru dalam pembelajaran dan memungkinkan peserta didik untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
Tamatan SMK/MAK membutuhkan materi/bahan ajar yang berbeda dengan
tamatan SMA/MA karena kebutuhan dan karakteristik peserta didik SMK/MAK
berbeda dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik SMA/MA. Tamatan
SMK diharapkan dapat langsung mengisi dunia kerja sekaligus dunia akademik.
Tuntutan tersebut terasa amat berat jika tidak dibarengi dengan peningkatan
kemampuan intelektual dan akademik. Penggabungan soft skills dan hard skills
peserta didik tamatan SMK menjadi suatu keharusan untuk menumbuhkan life
skills yang dibutuhkan dunia usaha/dunia industri dan dunia akademika.
Pemilihan dan seleksi bahan ajar sangat penting dalam menentukan strategi
pembelajaran yang keseluruhan prosesnya tertuang dalam perencanaan
pembelajaran. Perencanaan pembelajaran merupakan proses pengembangan
sistem pembelajaran yang bertujuan untuk menguasai sepenuhnya bahan dan
38
materi pelajaran, metode dan penggunaan alat pembelajaran yang sesuai dengan
yang diprogramkan.
Perencanaan pembelajaran dibuat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tujuan
pembelajaran hendaknya meliputi tiga ranah kompetensi, yaitu ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu, seleksi dan pemilihan bahan ajar pun
harus memperhatikan tiga ranah tersebut.
Selain itu, Komalasari (2010: 28) menyatakan bahwa pemilihan bahan pelajaran
juga harus berdasarkan analisi scope dan sequence. Scope atau ruang lingkup isi
kurikulum dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan kedalaman bahan,
sedangkan sequence menyangkut urutan isi kurikulum. Selanjutnya Nasution
seperti yang dikutip Komalasari (2010) menyatakan kriteria-kriteria untuk
menentukan scope bahan pelajaran, yaitu
1. bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai,
2. bahan pelajaran dipilih karena diangap berharga sebagai warisan generasi yang
lampau,
3. bahan pelajaran dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin ilmu,
dan
4. bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga bagi manusia.
39
2.4.2 Prinsip-Prinsip Bahan Ajar
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2006) dalam
Mudlofir (2011: 130) menguraikan prinsip-prinsip bahan ajar, yakni prinsip