136 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini menggunakan kajian semantik untuk mengkaji masalah penelitian. Hasil kajian yang dilakukan peneliti mengenai idiom dan makna konotatif yang terdapat pada novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer serta pemanfaatannya sebagai bahan ajar bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas, disimpulkan sebagai berikut: 1. Idiom novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer Idiom dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer terdapat dua jenis idiom yaitu direct look-up model dan compositional model. Berdasarkan data yang ditemukan dari kedua jenis idiom tersebut terdapat unsur pembentuk idiom yang meliputi kelas kata, bagian tubuh, kata indera, nama binatang, dan benda alam. Novel Rumah Kaca juga terdapat dua jenis idiom yaitu direct look-up model dan compositional model dengan unsur pembentuk idiom yang meliputi kelas kata, bagian tubuh, kata indera, nama warna, nama binatang, nama tumbuhan dan benda alam. 2. Makna Konotatif novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer Kata-kata yang mengandung nilai rasa pada novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer terdapat makna konotatif baik, buruk, dan netral. Makna konotatif baik yang meliputi tinggi, ilmiah, dan ramah. Makna konotatif buruk meliputi berbahaya, kasar, keras, tidak enak, dan tidak pantas. Konotasi netral meliputi nonsens, kanak-kanak, bentukan sekolah, dan hiprokristik. Sedangkan, pada novel Rumah Kaca terdapat pada pula konotasi baik, buruk, dan netral. Makna konotatif baik meliputi tinggi, ilmiah, dan ramah. Makna konotatif buruk meliputi berbahaya, kasar, keras, nilai rasa tidak enak, dan tidak pantas. Makna konotatif netral meliputi nonsens dan bentukan sekolah. Kedua novel tersebut terdapat commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
136
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian ini menggunakan kajian semantik untuk mengkaji masalah
penelitian. Hasil kajian yang dilakukan peneliti mengenai idiom dan makna
konotatif yang terdapat pada novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya
Pramoedya Ananta Toer serta pemanfaatannya sebagai bahan ajar bahasa Indonesia
di Sekolah Menengah Atas, disimpulkan sebagai berikut:
1. Idiom novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta
Toer
Idiom dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer
terdapat dua jenis idiom yaitu direct look-up model dan compositional
model. Berdasarkan data yang ditemukan dari kedua jenis idiom tersebut
terdapat unsur pembentuk idiom yang meliputi kelas kata, bagian tubuh,
kata indera, nama binatang, dan benda alam. Novel Rumah Kaca juga
terdapat dua jenis idiom yaitu direct look-up model dan compositional
model dengan unsur pembentuk idiom yang meliputi kelas kata, bagian
tubuh, kata indera, nama warna, nama binatang, nama tumbuhan dan benda
alam.
2. Makna Konotatif novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya
Pramoedya Ananta Toer
Kata-kata yang mengandung nilai rasa pada novel Gadis Pantai
karya Pramoedya Ananta Toer terdapat makna konotatif baik, buruk, dan
netral. Makna konotatif baik yang meliputi tinggi, ilmiah, dan ramah.
Makna konotatif buruk meliputi berbahaya, kasar, keras, tidak enak, dan
tidak pantas. Konotasi netral meliputi nonsens, kanak-kanak, bentukan
sekolah, dan hiprokristik. Sedangkan, pada novel Rumah Kaca terdapat
pada pula konotasi baik, buruk, dan netral. Makna konotatif baik meliputi
tinggi, ilmiah, dan ramah. Makna konotatif buruk meliputi berbahaya, kasar,
keras, nilai rasa tidak enak, dan tidak pantas. Makna konotatif netral
meliputi nonsens dan bentukan sekolah. Kedua novel tersebut terdapat
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
137
makna konotatif baik, buruk, dan netral, perbedaanya dalam kata yang
mengandung nilai rasa netral.
3. Pemanfaatan idiom dan makna konotatif dalam novel Gadis Pantai dan
Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer sebagai bahan ajar bahasa
Indonesia di Sekolah Menengah Atas
Guru dapat mengajarkan kaidah-kaidah kebahasaan yang terdapat
pada novel termasuk pemahaman mengenai idiom dengan menggunakan
metode pembelajaran ceramah plus, temuan hasil penelitian ini dapat
digunakan contoh tayangan di depan kelas sebagai acuan peserta didik
untuk menganalis atau bahkan membuat novel dengan idiom-idiom yang
ditemukan. Pemanfaatan idiom dapat menambah pembendaharaan peserta
didik dan juga dapat memahami makna sesungguhnya kata-kata khusus.
Pemahaman mengenai makna konotatif dengan menggunakan
pembelajaran bagian atau teileren method dengan kelompok-kelompok
besar. Guru dapat membagi peserta didik dengan tiga kelompok, kemudian
memberikan tanggung jawab permasalahan atau pemahaman makna
konotatif setiap kelompok berbeda-beda dan dapat dipresentasikan di depan
kelas. Guru dapat menjadi fasilitator keberlangsungan diskusi terlaksana
dengan baik. Penelitian ini juga ditemukan mengenai kata yang
mengandung nilai rasa buruk, guru masih dapat mengajarkan kepada peserta
didik dengan cara memberi penekanan dan pemahaman terdapat kata-kata
yang dihindari untuk digunakan.
Pemanfatan idiom dan makna konotatif dalam novel Gadis Pantai
dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer dapat digunakan sebagai
sumber bahan ajar modul tentang teks cerita atau novel sejarah. Makna
Idiom dan makna konotatif dapat dijadikan kaidah kebahasaan novel sesuai
kompetensi dasar (KD) 3.4 Menganalisis kaidah kebahasaan teks cerita atau
novel sejarah, yang terdapat pada kelas XII.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
138
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki tiga pokok permasalahan yang telah dibahas pada
bab sebelumnya, yaitu 1) penggunaan idiom dalam novel Gadis Pantai dan Rumah
Kaca. 2) Bagaimanakah konotasi dalam novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca. 3)
pemanfaatannya dalam bahan ajar di SMA. Implikasi yang didapat berdasarkan
hasil penelitian, pembahasan dan simpulan di atas dapat dibagi menjadi implikasi
teoritis, praktis, dan pedagogis, sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan untuk peserta didik dan guru bahasa Indonesia mengenai idiom
berdasarkan hubungan makna harfiah dan makna idiomatikalnya, serta menambah
pula wawasan mengenai jenis konotasi berdasarkan maknanya. Penelitian ini juga
dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih
dalam mengenai kaidah kebahasaan idiom dan konotasi dalam novel. Teori-teori
yang digunakan dapat dijadikan landasan untuk menjelaskan permasalahan idiom
dan konotasi.
Penelitian ini pula memiliki implikasi terhadap perkembangan ilmu
semantik mengenai idiom dan konotasi bagi peneliti-peneliti lain yang tertarik
dengan kajian ini. Ditemukan idiom direct look-up model dan compositional model
diharapkan dapat mengembangkan pula teori Sam Gluksberg. Teori dari Sarwiji
Suwandi dapat pula dikembangkan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.
Sehingga, tidak dipungkiri untuk penelitian lain yang ingin mengembangkan
penelitian lebih lanjut.
2. Implikasi Praktis
Permasalahan penelitian ini adalah mengenai idiom, konotasi, dan
pemanfaatannya sebagai bahan ajar. Pada suatu novel tidak dapat diprediksi
penggunaan idiom yang lebih dominan, hal tersebut sesuai dengan temuan yang di
dapat pada novel Gadis Pantai memiliki compositional model yang lebih dominan,
sedangkan pada novel Rumah Kaca ditemukan direct look-up model yang lebih
dominan. Jumlah temuan direct look-up model dan compositional model tidak dapat
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
139
diprediksi dominannya pada suatu teks tertentu tetapi tergantung kebutuhan dari
seorang peneliti.
Direct look-up model lebih mudah untuk diketahui maknanya dikarenakan
keseluruhan gabungan kata tidak memiliki makna leksikalnya. Pada frasa banting
tulang yang memiliki makna idiomatik kerja keras. Frasa tersebut jelas tidak akan
melakukan kegiatan membanting tulangnya sendiri sesuai dengan makna
leksikalnya, dikarenakan tidak dapat diterima oleh akal manusia. Sehingga, direct
look-up model lebih mudah untuk dideteksi pada kalimat yang mengandung makna
idiomatik.
Idiom sebagain dibutuhkan kejelian yang lebih untuk dapat ditemukan pada
suatu kalimat tertentu. Gabungan kata dapat dikatakan sebagai compositional model
disebabkan terdapat salah satu komponennya yang tidak sesuai dengan makna
leksikalnya, sedangkan satu komponen lainnya masih memiliki makna leksikalnya.
Frasa istri sebilah keris merupakan compositional model dikarenakan kata istri
masih sesuai dengan makna leksikalnya. Hal tersebut akan sukar untuk dimaknai
ketika seseorang tidak mengetahui kebudayaan Jawa zaman dahulu. Pada zaman itu
keris adalah simbol kebesaran seseorang, hanya orang-orang tertentu yang dapat
memilikinya. Pada novel Pramoedya Ananta Toer ini terdapat idiom-idiom yang
menggunakan kebudayaan Jawa zaman dahulu.
Penelitian ini juga menganalisis unsur apa saja yang membentuk suatu
idiom. Tidak dapat dipungkiri suatu frasa terbentuk dari unsur di dalamnya.
Berbicara mengenai unsur pembentuk idiom ini relatif lebih mudah. Terdapat tujuh
unsur yang dapat membentuk suatu idiom. Unsur-unsur tersebut dapat diidentifikasi
berdasarkan gabungan kata yang membentuknya. Pada novel Gadis Pantai
ditemukan unsur yang dominan adalah kelas kata. Kelas kata tersebut dapat pula
dikerucutkan kembali menjadi kata benda, kata kerja, kata keterangan, dan lain-
lain. sehingga, akan lebih kompleks. Ketika penelitian menemukan idiom kelas
kata, maka dapat di analisis berdasarkan keinginan. Guru dapat mengajarkan kata
kerja yang mengandung idiom, bukan hanya kata kerja asal tetapi juga kata kerja
turunan. Kata kerja turunan adalah kata kerja yang sudah terjadi proses morfologi,
misalnya afiksasi dan lain-lain.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
140
Karakteristik idiom adalah memunculkan makna baru. Sehingga jika
terdapat kata A+B = makna C, sedangkan yang bukan termasuk idiom ketika kata
A+B= AB. Tetapi perlu juga diingat terdapat compositional model yang salah satu
unsurnya masih memiliki makna leksikal. Hal tersebut perlu dipahami oleh peserta
didik, agar dapat membedakan frasa yang mengandung idiom atau tidak.
Rumusan masalah kedua mengenai makna konotatif yaitu kata yang
memiliki makna tambahanan. Konotasi tidak terlepas dalam konteks budaya, dalam
hal ini novel Pramoedya Ananta Toer banyak menggunakan latar cerita dalam
kehidupan orang Jawa. Secara umum konotasi dapat dibagi menjadi tiga yaitu,
konotasi baik, konotasi buruk, dan konotasi netral. Peneliti lebih sering melakukan
penelitian dengan menganalis konotasi baik dan konotasi buruk, dikarenakan
keduanya lebih jelas untuk dianalisis. Sedangkan konotasi netral sedikit sekali yang
menganalisisnya, padahal pada subbagian netral dapat pula dipecah menjadi
beberapa bentuk.
Konotasi baik terbagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu konotasi tinggi,
konotasi ilmiah, dan konotasi ramah. Pada novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca
ditemukan konotasi tinggi lebih dominan dibandingkan dengan lainnya. Konotasi
tinggi merupakan kata-kata sastra yang enak untuk didengar tetapi juga pemahaman
yang mempuni untuk mengetahuinya. Terdapat hal yang perlu diketahui dalam
konotasi ini yaitu penggunaan kata-kata klasik yang menambah anggun dan
menggugah emosi. Sehingga, penggunaan kata yang membuat orang merasa
terpukau, maka termasuk ke dalam konotasi tinggi.
Konotasi ramah pada kedua novel tersebut digunakan untuk mendapatkan
kesan akrab. Caranya dengan menggunakan bahasa daerah atau dialek, agar tidak
menimbulkan kesan canggung dalam berkomunikasi. Pada novel Pramoedya
menggunakan cara ungkapan dengan bahasa Jawa. Hasil penelitian menjelaskan
terdapat dua tingkatan dalam berkomunikasi yaitu antara orang yang memiliki
derajat yang sama dan orang yang memiliki derajat tinggi dengan derajat lebih
rendah. Keduanya sama-sama dapat menggunakan bahasa yang memiliki konotasi
ramah.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
141
Konotasi ilmiah berhubungan dengan kata yang digunakan oleh kaum
terpelajar. Memang bahasa dalam istilah ini dapat dibagi menjadi bahasa umum dan
bahasa ilmiah. Bahasa ilmiah biasanya digunakan dalam pertemuan-pertemuan,
seminar dan lain-lain. Kaum yang terpelajar menggunakan bahasa ilmiah ketika
berhadapan dengan orang yang terpelajar pula. Jadi terdapat pula indikator selain
kaum terpelajar, tetapi juga menunjukan intelektual. Dikarenakan orang yang
memahami sesuatu akan menjelaskan kepada orang lain dengan cara agar mudah
dipahami orang lain.
Konotasi buruk digunakan untuk interpretasi kata-kata yang kurang sopan
atau dikhawatirkan dapat meninggung orang lain. pada konotasi buruk ini terbagi
menjadi lima macam yaitu berbahaya, tidak pantas, tidak enak, kasar, dan keras.
Dari kelima macam bagian tersebut memiliki inti nilai rasa yang kurang baik jika
diucapkan dan dapat menimbulkan masalah. Hasil penelitian pada kedua novel
Pramoedya Ananta Toer ditemukan 92 data yang bernilai rasa buruk.
Konotasi berbahaya erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat dengan
hal-hal magis. Indikator pada nilai rasa berbahaya ini berkaitan dengan kepercayaan
dan kata-kata tabu. Berbicara mengenai kepercayaan maka akan berkaitan dengan
budaya yang ada dalam masyarakat. Oleh sebab itu, nilai rasa berbahaya ini pada
setiap daerah atau berbeda kebudayaan akan berbeda. Sama halnya dengan
perkataan tabu yang berkaitan dengan kebiasaan dan adat istiadat yang dapat
mendatangkan marabahaya.
Kata yang mengandung nilai rasa yang tidak pantas jika diucapkan tidak
pada tempatnya akan menimbulkan rasa malu, merasa diejek, atau dicela. Jika kata
yang tidak digunakan pada tempatnya akan menimbulkan ketersinggungan
perasaan oleh orang lain, sehingga hal ini perlu untuk dipahami. Memang seringkali
perasaan tidak menentu dapat menimbulkan ungkapan-ungkapan yang dapat
menyinggung perasaan. Hal ini yang perlu disadari dan dikontrol oleh seseorang.
Jika nilai rasa tidak pantas menimbulkan ketersinggungan lawan bicara,
berbeda dengan konotasi tidak enak yang lebih mengedepankan hubungan sosial
dalam masyarakat. Penggunaan kata yang tidak enak didengar oleh telinga dapat
menimbulkan kerenggangan hubungan sosial. Kata-kata yang tidak enak perlu
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
142
untuk dihindari agar dapat menjaga stabilitas dan keharmonisan. Kedua novel ini
ketika diajarkan kepada siswa oleh guru, perlu memberi pengarahan dan
pemahaman kepada siswa untuk tidak menggunakan kata yang mengandung nilai
rasa tidak pantas. Lebih tepatnya guru dapat memberikan perbandingan dengan
menitikberatkan baik dan buruknya ungkapan.
Kata yang mengandung nilai rasa kasar berhubungan dengan tingkat
emosional yang tinggi. Kata-kata yang mengandung nilai kasar menunjukan
ketidaksopanan terhadap orang yang lebih tua atau lebih muda. Atau penggunaan
kata tidak sopan ini digunakan terhadap orang yang berbeda usia, derajat, atau
kedudukan. Tidak dapat dipungkiri orang yang memiliki emosi yang tidak
terkontrol akan lebih mudah untuk mengeluarkan kata yang bernilai rasa kasar.
Berbeda halnya dengan konotasi kasar, kata yang mengandung nilai rasa
keras berhubungan dengan membesarkan sesuatu hal. Pada tataran arti dinamakan
sebagai hiperbola gunanya untuk mempertegas makna. Penggunaan kiasan atau
perbandingan sering dilakukan untuk mengeraskan makna yang ingin disampaikan.
Perbandingan tersebut dilakukan sesuai dengan bentuk, sifat, atau keadaan yang
terjadi.
Konotasi netral yang jarang sekali peneliti menganalisisnya karena tidak
mengandung nilai rasa positif atau negatif. Pada nilai rasa netral sebenarnya dapt
dikerucutkan kembali menjadi empat macam yaitu, bentukan sekolah, kanak-
kanak, hipokristik, dan nonsens. Pada hasil penelitian kedua novel Pramoedya
ditemukan empat macam kategori tersebut, tetapi memang data yang ditemukan
tidak terlalu banyak. Konotasi netral bentukan sekolah berhubungan dengan dunia
pendidikan. Terdapat perbedaan antara konotasi baik ilmiah dengan konotasi netral
bentukan sekolah. Jika konotasi ilmiah, katanya yang ditemukan harus sudah
spesifik dan menunjukkan intelektual, sedangkan konotasi netral diambil
berdasarkan pengalaman belajar di sekolah dan masih belum terlihat spesifik.
Kata yang mengandunng nilai rasa netral kategori kanak-kanak
berhubungan dengan pengalaman pada masa kanak-kanak yang masih terbawa
hingga dewasa. Secara tidak sadar pengalaman pada saat anak-anak masih tertancap
pada otak manusia hingga dewasa. Dikarenakan saat anak-anak memiliki
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
143
kecenderungan mengikuti perbuatan atau perkataan seseorang. Penggunaan
konotasi ini tidaklah berbahaya jika diucapkan.
Nilai rasa netral kategori hipokristik adalah pemendekatan kata yang
dilakukan untuk mempermudah pemahaman. Pemendekatan kata tersebut
dilakukan agar mudah diingat oleh orang lain. Hal tersebut berbeda dengan, kata
berkonotasi nonsens. Nonsens dapat dipahami sebagai kata yang tidak memiliki
makna. Kata-kata unik yang bisa menjadi respon atas sebuah percakapan. Kata
tersebut tidak memiliki makna, tetapi bisa menunjukkan keadaan atau kondisi
pembicara.
Perkembangan teknologi yang semakin maju memiliki dampak yang positif
dan negatif. Positifnya peserta didik dapat menjangkau informasi dari berbagai
macam sumber yang dapat diambil pembelajarannya, mudah sekali berselancar
mencari informasi dari laman-laman internet menambah pengetahuan. Tetapi,
terdapat pula dampak negatif, misal dapat laman media sosial yang banyak sekali
ujaran kebencian, perundungan, kata-kata kasar yang banyak sekali muncul
diberbagai media sosial. Hal tersebut dikhawatirkan berdampak pula kepada peserta
didik yang ikut-ikutan menggunakan kata-kata kasar. Pemahaman mengenai
konotasi ini diharapkan dapat memicu pemahaman siswa tentang penggunaan yang
boleh atau tidak dengan konteks situasi tertentu.
Pemahaman budaya juga perlu dipahami oleh peserta didik. Indonesia
terkenal dengan orang-orang yang ramah dan sopan santun, setiap daerah memiliki
budayanya masing-masing. Tidak boleh membandingkan-bandingkan budaya
untuk mencari mana yang lebih baik, dikarenakan setiap budaya memiliki ciri khas
masiing-masing. Memahami makna konotatif dapat menghindarkan peserta didik
menggunakan kata-kata yang buruk dalam berkomunikasi.
Novel Gadis Pantai dan Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer ini
dapat dijadikan sebagai bahan ajar. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijadikan
pertimbangan bahan ajar oleh guru sesuai dengan pada tingkat sekolah menengah
atas kelas XII dengan KD 3.4 menganalisis kaidah kebahasaan teks cerita atau
novel sejarah. Novel tersebut terdapat idiom-idiom yang sulit unuk dipahami, tetapi
guru dapat mengajarkan idiom tersebut dengan konteks dalam kalimat beserta
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
144
pengetahuan tentang kebudayaan Jawa. Hal tersebut cocok untuk sekolah yang
berada di pulau Jawa tetapi tidak bisa dipungkiri ketika novel ini dapat diajarkan di
luar pulau Jawa dikarenakan novel ini termasuk ke dalam cerita sejarah.
Pemahaman mengenai idiom untuk siswa dapat menambah wawasan dan
pembendaharaan kata guna menunjang ketrampilan berbahasa siswa.
Kata yang mengandung nilai rasa dalam kedua novel Pramoedya dapat
diajarkan kepada siswa. Pemahaman makna konotatif yang dimiliki siswa dapat
digunakan untuk dasar dalam berkomunikasi. Hal tersebut dikarenakan, dalam
makna konotatif diajarkan mengenai konotasi yang baik untuk digunakan dan
konotasi buruk untuk dihindari penggunaannya. Kaidah kebahasaan makna
konotatif dalam novel dapat diterapkan dalam dunia nyata, sebab sebuah karya
sastra lahir tidak terlepas dari kebudayaan masyarakat setempat.
Bahan ajar mengenai idiom dan konotasi dalam karya Pramoedya Ananta
Toer diharapkan dapat membantu peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Peserta didik dapat melakukan penilaian diri dalam proses pembelajaran sehingga
dapat memantau kemajuan peserta didik itu sendiri. Pengajaran dan umpan balik
yang diberikan guru dapat membantu peserta didik tentang pemahaman mereka
yang dapat berguna di masa depan dengan pembelajaran yang bermakna.
3. Implikasi Pedagogis
Pembelajaran mengenai makna idiom, guru dapat menggunakan metode
pembelajaran ceramah plus. Media pembelajaran dapat menggunakan media visual
yang diberikan guru dengan menampilkan buku atau karya sastra yang terdapat kata
mengandung makna idiom. Direct look-up model lebih mudah untuk dipahami
tetapi tetap perlu arahan dari guru dengan melalui diskusi yang mendalam. Diskusi
dan saling berbagi informasi dapat memberikan reaksi terhadap ide, opini, atau
pengetahuan teman dan guru.
Idiom akan lebih mudah dipahami ketika membaca beserta konteks
kalimatnya. Guru perlu menerangkan dan memberikan contoh-contoh yang dapat
dijadikan perbadingan antara direct look-up model dan compositional model agar
lebih mudah dipahami oleh siswa. Guru dapat mempresentasikan beberapa materi
dan contoh, kemudian menjadi fasilitator kegiatan dan menjadi ko-komunikator
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
145
yang membangun dan mendorong situasi komunikasi diskusi di kelas. Peserta didik
diajak untuk berdiskusi dengan memberikan contoh-contoh masalah terlebih dahulu
kemudian siswa diajak untuk berani menanggapinya. Hal tersebut juga untuk
mengajarkan peserta didik berani berbicara di dalam kelas. Tidak hanya sampai
pada diskusi, peserta didik perlu diajak untuk membuat cerita, ulasan, atau karangan
yang di dalamnya terdapat kata yang mengandung direct look-up model dan
sebagian, kegunaannya untuk mengetahui pengetahuan idiom peserta didik yang
sudah diperoleh.
Guru dapat menggunakan idiom-idiom yang bersumber dari lingkungan
sosial di masyarakat untuk dapat dijelaaskan dan dimengerti peserta didik.
Diharapkan pemahaman tentang idiom bukan hanya berhenti di dalam kelas tetapi
juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman bahasa tingkat
menengah dan atas dapat menggunakan bahasa-bahsa yang autentik. Dikarenakan
pola pikir dari pserta didik sudah dapat membedadakan penggunaan kata-kata yang
cocok digunakan dan menambah pembendaharaan kosakata.
Pembelajaran mengenai makna konotatif akan lebih mudah dengan
menggunakan motode pembelajaran bagian atau teileren method. Guru perlu
mempersiapkan buku atau bahan ajar mengenai makna konotatif. Guru membagi
peserta didik dalam satu kelas di bagi dalam tiga kelompok kemudian mendapat
tugas yang berbeda-beda. Misalnya kelompok satu mendapat bagian konotasi baik,
kelompok dua mendapat bagaian konotasi buruk, dan kelompok tiga mendapat
bagian konotasi netral. Setiap kelompok akan mempelajari bagiannya masing-
masing dan mempersiapkan bahan untuk presentasi beserta contoh-contoh yang di
didapat dari novel di depan kelas. Setiap kelompok yang presentasi akan diberikan
pertanyaan oleh kelompok lain.
Pembelajaran dalam bentuk tim dapat mengajarkan peserta didik untuk
mimiliki karakter tanggung jawab atas tugasnya masing-masing. Setiap anak akan
memahami materi terlebih dahulu sebelum menganalisis contoh-contoh yang
terdapat pada setiap bagian novel. Guru perlu memberi umpan balik pada setiap
kelompok atau pertanyaan yang dilontarkan dan selalu memberi apresiasi kepada
peserta didik yang aktif dalam diskusi.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
146
Pemahaman mengenai konotasi berasal dari sumber yang autentik
diharapkan dapat menjadi dasar penggunaan kata-kata dalam berkomunikasi, bukan
hanya di dalam kelas tetapi juga di kehidupan masyarakat sosial. Pemahaman
konotasi dapat membantu peserta didik dalam pemilihan diksi yang patut atau
tidaknya digunakan dalam berkomunikasi. Tingkat pemahanan konotasi yang baik
dapat pula menjadi contoh representasi budaya sopan santun di dunia nyata.
Bahan ajar pembelajaran tidak harus selalu yang baik-baik saja diberikan
kepada siswa, tetapi contoh yang buruk pun dapat diajarkan kepada siswa. Agar
siswa dapat berpikir kritis dan bisa membedakan kata yang patut digunakan dan
seharusnya tidak digunakan. Perlu juga terdapat batasan materi yang diberikan
kepada siswa yang tidak mengandung unsur penghinaan atau pelecehan terhadap
suku, agama, ras, dan golongan untuk menjalin persaudaraan dalam asas bhineka
tunggal ika.
Pembelajaran yang berhasil adalah ketika pembelajaran yang
bertransformasi melakukan perbaikan. Penggunaan bahan ajar yang berasal dari
sumber-sumber autentik diharapkan dapat menambah perkembangan bahasa,
wawasan luas, dan pemikiran yang matang dari peserta didik. Karakter-karakter
anak bangsa diharapkan timbul seiring pemahaman pilihan-pilihan diksi yang
digunakan. Novel-novel sejarah merupakan pengalaman yang terjadi di masa lalu
dengan ditambahkan imajinasi dari seorang pengarang. Sehingga, terdapat
relevansi antara sejarah dan karya sastra yang indah.
Penggunaan novel Pramoedya Ananata Toer sebagai bahan ajar tidak
terlepas dari kesesuaian karakter manusia. Di dalamnya terdapat perilaku sopan,
hormat, rendah hati, kasih sayang dan lain-lain. Ada pula karakter-karakter yang
perlu untuk dihindari seperti sombong, congkak, tinggi hati, pemarah dan lain-lain.
Penguasaan bahasa tingkat menengah dan atas dapat membedakan penggunaan
bahasa yang seharusnya diucapkan atau tidak.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
147
C. Saran
1. Saran bagi peserta didik
Saran bagi peserta didik, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi
pengetahuan di bidang ilmu bahasa. Siswa dianjurkan dapat memahami hal-hal
positif yang terdapat pada penelitian ini seperti penggunaan tata bahasa agar dapat
memperlancar komunikasi. Kata-kata yang mengandung nilai rasa buruk perlut
dihindari penggunaannya oleh peserta didik dalam kehidupan sosial. Patut untuk
dimengerti setiap pembelajaran menjadikan siswa yang tidak tahu menjadi tahu dan
siswa yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Pemahaman mengenai idiom dapat
menambah pembendaharaan kosa kata siswa yang dapat terus berkembang dan juga
memperlancar dalam berkomunikasi dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pemahaman mengenai konotasi dapat membantu peserta didik agar
memiliki kompetensi berkomunikasi antar sesama dalam kehidupan pertemanan di
sekolah maupun sosial masyarakat. Pemilihan diksi yang baik dan sesuai tidak akan
menyinggung perasaan orang lain, agar tidak terjadi kerenggangan dalam
berhubungan dengan lainnya. Abad 21 dengan kemajuan teknologi yang begitu
pesat diharapkan siswa bijak dalam menggunakan media sosial di dunia maya.
Penggunaan kata-kata yang bernilai rasa buruk yang ditujukkan kepada seseorang
perlu untuk dihindari.
2. Saran bagi guru
Saran bagi guru hasil penelitian ini dijadikan kontribusi ilmu pengetahuan
makna idiom dan makna konotatif sebagai bahan pertimbangan membuat bahan
ajar yang nantinya dapat digunakan dalam pembelajaran khususnya materi
menganalis kebahasaan novel atau cerita sejarah. Guru dapat menggunakan novel
Pramodya Ananta Toer yang didalamnya terdapat kata-kata yang sulit untuk
dipahami tetapi tetap dapat diajarkan kepada siswa dengan syarat siswa diajak
untuk membaca mendalam dengan menelaah setiap kata beserta konteks yang ada.
Serta, perlu dipelajari mengenai kebudayaan Jawa, sebab pada novel ini memiliki
latar cerita pada zaman Jawa kuno beserta kebudayaan yang meliputinya.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
148
Pemahaman tentang idiom yang diajarkan oleh guru dapat dilakukan dengan
berbagai macam strategi pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan
ketertarikan siswa menggunakkan media yang disukai untuk menambah minat
peserta didik. Setiap rombongan belajar memiliki minat yang perlu untuk
diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pemahaman penggunaan kata-
kata yang mengandung nilai rasa perlu untuk dijelaskan terperinci kepada peserta
didik agar dapat menjadi pembelajaran yang bermakna bagi keberlangsungan
kehidupan di masa depan. Guru juga perlu menekankan kata-kata yang bernilai rasa
buruk agar dapat dihindari penggunaanya dalam kehidupan sosial peserta didik.
3. Saran bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat dijadikan pemacu untuk peneliti lain dan menjadi
sumbangan pemikiran dalam memberikan gambaran analisis makna idiom dan
konotasi dalam wacana tulis. Peneliti lain dapat melakukan penelitian yang sama
dengan kajian bahasa yang berbeda. Peneliti lain juga dapat mengembangkan kajian
tentang idiom dengan fokus penelitian proses morfologisnya, sehingga dapat
memperkaya kajian dalam ilmu bahasa bagi pembaca. Penelitian lain juga dapat
menganalisis mengenai idiom dan konotasi yang berhubungan dengan penelitian
tindakan kelas yang menganalisis kemajuan perkembangan peserta didik dalam
memahami kebahasaan.
Pemahaman idiom dan konotasi dapat pula dijadikan penelitian kuantitatif
untuk mengukur persentase kemanpun peserta didik dalam satu rombongan kelas
atau dapat dibandingkan kemampuan memahami kaidah kebahasaan satu
rombongan belajar dengan rombongan belajar siswa di sekolah yang berbeda.
Penelitian-penelitian pengembangan juga dapat dilakukan dengan berdasarkan
bahan ajar yang digunakan di sekolah mengenai kaidah kebahasaan serta proses
pembelajarannya dalam lingkungan sekolah tertentu.