Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004 66 IDENTIFIKASI TANAH LONGSOR DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA STUDI KASUS DI KULONPROGO, PURWOREJO DAN KEBUMEN Oleh: Agus Wuryanta, Sukresno dan Sunaryo Abstrak Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di Indonesia. Secara umum hal tersebut disebabkan karena letak geografis wilayah Indonesia yang dilewati “cincin api”, Iklim dan penutup lahan. Bencana tanah longsor yang terjadi di berbagai lokasi di Indonesia, umumnya terjadi pada musim penghujan, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak hanya terjadi setempat (on site) namun juga disebelah hilirnya (off site), yaitu berupa hasil sedimen yang jumlahnya cukup besar untuk suatu kejadian hujan tertentu. Penyebab tanah longsor terutama disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan geser dan yang terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau peningkatan kadar air, disamping juga karena adanya peningkatan muka air tanah. Identifikasi lahan berpotensi longsor sangat diperlukan untuk mengetahui sebaran daerah yang rawan longsor sehingga dapat dilakukan upaya penanganannya. Data yang diperoleh dari teknologi PJ dalam hal ini Citra Landsat 7 ETM+ yang dilakukan penajaman dengan filter 7 x 7 dapat digunakan untuk identifikasi lahan berpotensi longsor. Disamping itu, teknik yang diujicobakan untuk menanggulangi lahan berpotensi longsor yaitu teknik pengendalian kaki tebing/lereng dengan bronjong kawat yang diisi batu kali, masing-masing lokasi dicobakan bangunan tersebut untuk panjang 6 m dan 7 m, lebar 1 m dan tinggi 2.5 m dan 2.0 m, perbaikan sistem drainase permukaan pada lereng yang telah mengalami gejala adanya retakan tanah dengan pembuatan SPA yang diperkuat dengan drop strukture dari batu, perbaikan sistem drainase dalam pada tanah diatas bidang lincir dengan lereng terjal melalui pembuatan saluran drainase horizontal yang terbuat dari pipa peralon Ø 3/4". Kata kunci: Identifikasi Lahan berpotensi longsor, Citra Landsat 7 ETM+, Teknik Pengendalian Lahan berpotensi longsor. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di tanah air. Beberapa faktor alami yang menyebabkan seringnya terjadi bencana tersebut antara lain banyak dijumpainya gunung api baik yang masih aktif maupun yang non aktif terutama Pulau Sumatera bagian barat dan Pulau Jawa bagian selatan. Kedua wilayah tersebut merupakan bagian dari cincin api yang melingkari cekung Samudera Pasifik dari Benua Asia sampai Benua Amerika. Selain itu, wilayah Indonesia merupakan pertemuan 3 lempeng Australia, Eurasia dan Pasifik sehingga sering dilanda gempa bumi tektonik. Guncangan gempa tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tanah longsor pada daerah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
66
IDENTIFIKASI TANAH LONGSOR DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA STUDI KASUS DI KULONPROGO, PURWOREJO DAN KEBUMEN
Oleh:
Agus Wuryanta, Sukresno dan Sunaryo
Abstrak
Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di Indonesia. Secara umum hal
tersebut disebabkan karena letak geografis wilayah Indonesia yang dilewati “cincin api”, Iklim dan penutup lahan. Bencana tanah longsor yang terjadi di berbagai lokasi di Indonesia, umumnya terjadi pada musim penghujan, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak hanya terjadi setempat (on site) namun juga disebelah hilirnya (off site), yaitu berupa hasil sedimen yang jumlahnya cukup besar untuk suatu kejadian hujan tertentu. Penyebab tanah longsor terutama disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan geser dan yang terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau peningkatan kadar air, disamping juga karena adanya peningkatan muka air tanah. Identifikasi lahan berpotensi longsor sangat diperlukan untuk mengetahui sebaran daerah yang rawan longsor sehingga dapat dilakukan upaya penanganannya. Data yang diperoleh dari teknologi PJ dalam hal ini Citra Landsat 7 ETM+ yang dilakukan penajaman dengan filter 7 x 7 dapat digunakan untuk identifikasi lahan berpotensi longsor. Disamping itu, teknik yang diujicobakan untuk menanggulangi lahan berpotensi longsor yaitu teknik pengendalian kaki tebing/lereng dengan bronjong kawat yang diisi batu kali, masing-masing lokasi dicobakan bangunan tersebut untuk panjang 6 m dan 7 m, lebar 1 m dan tinggi 2.5 m dan 2.0 m, perbaikan sistem drainase permukaan pada lereng yang telah mengalami gejala adanya retakan tanah dengan pembuatan SPA yang diperkuat dengan drop strukture dari batu, perbaikan sistem drainase dalam pada tanah diatas bidang lincir dengan lereng terjal melalui pembuatan saluran drainase horizontal yang terbuat dari pipa peralon Ø 3/4".
Kata kunci: Identifikasi Lahan berpotensi longsor, Citra Landsat 7 ETM+, Teknik
Pengendalian Lahan berpotensi longsor.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di tanah air.
Beberapa faktor alami yang menyebabkan seringnya terjadi bencana tersebut antara lain
banyak dijumpainya gunung api baik yang masih aktif maupun yang non aktif terutama
Pulau Sumatera bagian barat dan Pulau Jawa bagian selatan. Kedua wilayah tersebut
merupakan bagian dari �cincin api� yang melingkari cekung Samudera Pasifik dari
Benua Asia sampai Benua Amerika. Selain itu, wilayah Indonesia merupakan pertemuan
3 lempeng Australia, Eurasia dan Pasifik sehingga sering dilanda gempa bumi tektonik.
Guncangan gempa tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tanah longsor pada daerah
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
67
perbukitan dengan lereng yang curam (Kompas, 14 Desember 2002). Bencana tanah
longsor yang terjadi di berbagai lokasi di Indonesia, umumnya terjadi pada musim
penghujan, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak hanya terjadi setempat (on site)
namun juga disebelah hilirnya (off site), yaitu berupa hasil sedimen yang jumlahnya
cukup besar untuk suatu kejadian hujan tertentu. Penyebab tanah longsor terutama
disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan
geser dan yang terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau
peningkatan kadar air, disamping juga karena adanya peningkatan muka air tanah.
Selanjutnya batuan/tanah penyusun lereng tersebut kondisinya menjadi kritis-labil dan
cenderung mudah longsor (Hirmawan, 1994).
Bencana tanah longsor selain menimbulkan korban jiwa, harta benda dan material
lain yang tidak sedikit juga menimbulkan dampak negatif jangka panjang yaitu
berkurangnya (hilangnya) lapisan permukaan tanah (top soil) yang subur sehingga
produktifitas tanah menurun. Menurut Soebroto, dkk.(1981), faktor � faktor yang
menyebabkan terjadinya gerakan tanah (tanah longsor) adalah topografi (kemiringan
lereng), keadaan tanah (tekstur, struktur perlapisan), keairan termasuk curah hujan,
gempa bumi dan keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan.
Dari uraian di atas diperlukan identivikasi tanah yang berpotensi longsor serta
berbagai cara pengendaliannya. Pada kajian ini dilakukan identivikasi tanah berpotensi
longsor dengan menggunakan teknik Penginderaan Jauh (PJ) yaitu citra Landsat 7
ETM+. Sedangkan teknik pengendaliannya digunakan berbagai metode yang adaptif
dengan lingkungan setempat, a.l.: 1) teknik penutupan retakan tanah dengan tanah liat,
2) teknik pengendalian sudut lereng, 3) teknik pemadatan tanah, 4) teknik pengendalian
aliran air permukaan dan bawah permukaan/drainase tanah, 5) teknik perbaikan kualitas
tanah, dan 6) teknik pengendalian vegetasi/jenis tegakan penutup tanah.
B. Tujuan Tujuan kajian adalah untuk mendapatkan metode pemrosesan data penginderaan
jauh (PJ) untuk memudahkan di dalam melakukan zonasi daerah rawan longsor serta
metode dan teknik pengendalian tanah longsor yang efektif dan efisien.
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
68
II. METODOLOGI
Lokasi Kajian
Untuk kajian identifikasi lahan berpotensi longsor dengan citra PJ dalam hal ini
citra digital landsat 7 ETM+ dilaksanakan di wilayah Kabupaten Kebumen. Sedangkan
berdasarkan letak geografis pada koordinat 109o25� BT dan 7o45�LS sampai dengan
109o40�BT dan 7o30�LS. Wilayah kajian meliputi beberapa kecamatan yaitu kecamatan
Rata2 44,00 12,85 2,56 0,26 0,29 0,19 19,77 Sumber : data primer Keterangan: MH = Lanau/lempung plastisitas tinggi CL = Lempung plastisitas rendah ML = Lanau/lempung plastisitas rendah SM = Pasir berlanau SC = Pasir berlempung/berlanau
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
81
Ujicoba teknik pengendalian tanah berpotensi longsor yang disepakati baik di
desa Kemanukan maupun Purwoharjo yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil
pertemuan dan diskusi, yaitu: a) Ujicoba teknik pengendalian kaki tebing/lereng dengan bronjong kawat yang
diisi batu kali, masing-masing lokasi dicobakan bangunan tersebut untuk
panjang 6 m dan 7 m, lebar 1 m dan tinggi 2.5 m dan 2.0 m (gambar 6).
b) Ujicoba perbaikan sistem drainase permukaan pada lereng yang telah
mengalami gejala adanya retakan tanah dengan pembuatan SPA yang
diperkuat dengan drop strukture dari batu (gambar 7).
c) Ujicoba perbaikan sistem drainase dalam pada tanah diatas bidang lincir
dengan lereng terjal melalui pembuatan saluran drainase horizontal yang
terbuat dari pipa peralon Ø 3/4" (gambar 8).
d)
Gambar 6. Pengendalian tebing dengan bronjong kawat
Gambar 7. Perbaikan SPA dengan drop
Gambar 8. Perbaikan sistem drainase dalam tanah dengan sulingan
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
82
IV. KESIMPULAN
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Metode penajaman dengan menggunakan filter berukuran matrik 7 X 7
menghasilkan citra yang paling kontras untuk membedakan kenampakan
topografi dan sungai serta jalan.
2. Survei lapangan dengan bantuan GPS (Global Positioning System) sangat
membantu di dalam menentukan posisi dan koordinat suatu tempat.
3. Sosialisasi dan penggalian informasi dari penduduk yang tinggal di daerah
bencana tanah longsor dan daerah sekitarnya dilakukan melalui pertemuan dan
diskusi dengan penduduk dengan materi berupa langkah-langkah penanganan
awal dan jenis uji-coba yang dapat diterapkan, a.l.: 1) pengendalian tebing curam
bronjong kawat yang diisi batu (gabion) dengan panjang 6-7 m, lebar 1 m dan
tinggi 2.0-2.5 m., 2) perbaikan saluran air permukaan (SPA) dengan lebar 0.5-1.0
m yang dilengkapi dengan drop structure, dan 3) pembuatan sulingan dari pipa
peralon Ø 3/4" panjang 0.5 - 2.0 m yang disuntikkan secara horizontal untuk
pengatusan air tanah bawah permukaan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat DTL. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia. Ditjen Pertambangan Umum, Dep. Pertambangan dan Energi, Bandung.
Elsie M.J. and R.A.Zuidan. 1998. Remote Sensing, Synergism and Geographical
Information System for Desertification Analysis : an example from northwest Patagonia, Argentina,ITC Journal 1998:134.
Hirmawan, F. 1994. Pemahaman Sistem Dinamis Kestabilan Lereng untuk Mitigasi
Jensen, R. 1986. Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective.
Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
83
Karnawati, D. 2000. Ditemukan 13 Lokasi Baru Rawan Longsor di Purworejo. Kompas,
20-11-2000). Koesmaryono, Y., R. Boer, H. Pawitan, Yusmin dan I. Las. 1999. Pendekatan IPTEK
dalam Mengantisipasi Penyimpangan Iklim. Prosiding Diskusi Panel Strategi Antisipasi Menghadapi Gejala Alam La-Nina dan El-Nino untuk Pembangunan Pertanian, PERHIMPI-FMIPA IPB-PPTA-ICSA, Bogor.
Lillesand,T.M. dan Kiefer. 1986. Remote Sensing and Image Interpretation. John
Wilew and Son Soemarsono, 1999. Kebijakan Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Bidang
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Kebun. Prosiding Diskusi Panel Strategi Antisipasi Menghadapi Gejala Alam La-Nina dan El-Nino untuk Pembangunan Pertanian, PERHIMPI-FMIPA IPB-PPTA-ICSA, Bogor.
Sutikno. 2000. Kondisi Tanah Longsor di Indonesia. Kompas, 11-12-2000.
Tjojudo, S. 1994. Teknik Penentuan Bidang Longsoran. Makalah Penunjang No. 13 Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam. Kerjasama F-Geografi UGM-Bakornas Penanggulangan Bencana, Yogyakarta.
Wahyono. 1994. Zonasi Kerentanan Longsoran Daerah Cianjur Selatan Jabar Lewat
Citra Satelit SPOT. Makalah Penunjang No. 11 Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam. Kerjasama F-Geografi UGM-Bakornas Penanggulangan Bencana, Yogyakarta.