Page 1
IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DARI
TANAMAN KEMANGI DAERAH BOGOR DAN
PANDEGLANG DENGAN PENDEKATAN METABOLOMIK
SKRIPSI
NIKKO PRASETYO UTOMO
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
Page 2
IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DARI TANAMAN
KEMANGI DAERAH BOGOR DAN PANDEGLANG DENGAN
PENDEKATAN METABOLOMIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
NIKKO PRASETYO UTOMO
NIM : 11160960000034
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
Page 3
IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DARI TANAMAN
KEMANGI DAERAH BOGOR DAN PANDEGLANG DENGAN
PENDEKATAN METABOLOMIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
NIKKO PRASETYO UTOMO
NIM : 11160960000034
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Tarso Rudiana, M.Si. Rudi Heryanto, M.Si
NIDN. 0425028704 NIP. 19760428 200501 1 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si.
NIP. 19750918 200801 1 007
Page 4
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Identifikasi Senyawa Antioksidan dari Tanaman
Kemangi Daerah Bogor dan Pandeglang dengan Pendekatan Metabolomik”
telah diuji dan dinyatakan LULUS pada Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Senin, 1
Febuari 2021. Skripsi ini telah diterima untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. Sandra Hermanto, M.Si. Ahmad Fathoni, M.Si
NIP. 19750810 200501 1 005 NIP. 19911113 201801 1 002
Pembimbing I Pembimbing II
Tarso Rudiana, M.Si. Rudi Heryanto, M.Si
NIDN. 0425028704 NIP. 19760428 200501 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sain dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud Dr. La Ode Sumarlin, M.Si.
NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19750918 200801 1 007
Page 5
PENYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, 6 Febuari 2021
Nikko Prasetyo Utomo
11160960000034
Page 6
i
ABSTRAK
NIKKO PRASETYO UTOMO. Identifikasi Senyawa Antioksidan dari
Tanaman Kemangi Daerah Bogor dan Pandeglang dengan Pendekatan
Metabolomik. Dibimbing oleh TARSO RUDIANA dan RUDI HERYANTO.
Kemangi (Ocimum basilicum) merupakan salah satu tanaman fungsional
yang popular di masyarakat Jawa Barat dan Banten. Tanaman tersebut memiliki
potensi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
senyawa aktif antioksidan dan menentukan senyawa penciri (biomarker) dari
tanaman kemangi asal Jawa Barat dan Banten melalui pendekatan metabolomik.
Sampel diperoleh dari tujuh pohon yang berbeda pada suatu lahan di daerah
Kabupaten Bogor (Jawa Barat) dan Kabupaten Pandeglang (Banten). Kemangi
diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan pelarut metanol selama 24
jam, diukur aktivitas antioksidan dengan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil
(DPPH). Analisis kandungan metabolit sekunder menggunakan liquid
chromatography-mass spectrometry (LC-MS/MS) dan penentuan senyawa
penciri (biomarker) menggunakan aplikasi Unscramble X melalui analisis PCA.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kemangi memiliki 24 senyawa metabolit
sekunder yang terdiri dari golongan terpenoid, fenolik hidrokuinon, flavonoid,
dan fenil propanoid. Sampel asal Kabupaten Pandeglang (Pandeglang 7)
memiliki nilai aktivitas antioksidan tertinggi dengan IC50 sebesar 43,35 ppm.
Berdasarkan hasil analisis PCA, senyawa penciri kemangi Pandeglang adalah
nevadensin dan kemangi Bogor adalah salvigenin. Aktivitas antioksidan dari
tanaman ini kemungkinan dipengaruhi oleh senyawa pencirinya.
Kata kunci : Antioksidan, kemangi, metabolomik, pangan fungsional
Page 7
ii
ABSTRACT
NIKKO PRASETYO UTOMO. Identification of Antioxidant Compounds
from the Basil Plant in Bogor and Pandeglang with a Metabolomic Approach.
Supervised by TARSO RUDIANA and RUDI HERYANTO.
Basil (Ocimum basilicum) is a functional plant that is popular in the people
of West Java and Banten. These plants have potential as antioxidants. This study
aims to identify active antioxidant compounds and determine biomarkers of basil
from West Java and Banten through a metabolomic approach. Samples were
obtained from seven different trees on land in Bogor Regency (West Java) and
Pandeglang Regency (Banten). Basil was extracted by maceration technique
using methanol solvent for 24 hours, measured the antioxidant activity by the
2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) method. Analysis of the content of
secondary metabolites using liquid chromatography-mass spectrometry (LC-
MS/MS) and determination of biomarkers using the Unscramble X application
through PCA analysis. The results showed that basil has 24 secondary
metabolites consisting of terpenoids, phenolic hydroquinone, flavonoids, and
phenyl propanoid. Samples from Pandeglang Regency (Pandeglang 7) had the
highest value of antioxidant activity with an IC50 of 43.35 ppm. Based on the
results of PCA analysis, the characteristic compound for Pandeglang basil is
nevadensin and for Bogor basil is salvigenin. The antioxidant activity of this
plant is likely influenced by its compound.
Keywords: Antioxidant, basil, functional food, metabolomic
Page 8
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Segala puji hanya milik Allah Taala, karena atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, beserta keluarganya dan para
sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syiar
Islam yang pengaruh dan manfaatnya kini masih terasa.
Skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN
DARI TANAMAN KEMANGI DAERAH BOGOR DAN PANDEGLANG
DENGAN PENDEKATAN METABOLOMIK ini disusun di Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus memberikan
bimbingan dan dukungannya, sehingga ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada :
1. Tarso Rudiana, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian
serta meluangkan waktunya untuk berdiskusi.
2. Rudy Heryanto, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan, pengetahuan, serta bimbingannya sehingga banyak membantu
penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
3. Dr. Sandra Hermanto, M.Si dan Ahmad Fathoni, M.Si, selaku penguji yang
memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Nurhasni, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Anna Muawanah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
8. Ayah dan ibu yang selalu mendoakan, menasehati, dan memotivasi penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
Page 9
iv
9. Dosen-dosen yang selalu memotivasi dan memberi saran penulis dalam
proses penyusunan skripsi ini.
10. Analis Laboratorium IPB yang senantiasa memberikan arahan dan bantuan
kepada penulis.
11. Teman-teman Mahasiswa/i Program Studi Kimia Angkatan 2016 yang selalu
mendukung dan memotivasi penulis.
12. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini memiliki suatu nilai manfaat.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Ciputat, Januari 2021
Nikko Prasetyo Utomo
Page 10
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6
2.1 Kemangi (Ocimum basilicum) ................................................................................ 6
2.1.1 Kandungan Kimia dan Manfaat Kemangi ....................................................... 7
2.2 Antioksidan ............................................................................................................. 8
2.3 Metode Pengukuran Antioksidan............................................................................ 9
2.4 Maserasi ................................................................................................................ 11
2.5 Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS/MS) ................................. 12
2.6 Metabolomik ......................................................................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................... 15
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 15
3.2.1 Alat ................................................................................................................ 15
Page 11
vi
3.2.2 Bahan ............................................................................................................. 15
3.3 Diagram Alir Penelitian ........................................................................................ 16
3.4 Prosedur Kerja ...................................................................................................... 17
3.4.1 Sampling Tanaman Kemangi ......................................................................... 17
3.4.2 Ekstraksi Sampel ........................................................................................... 17
3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan .............................................................................. 18
3.4.4 Analisis Senyawa Kimia dengan LC-MS/MS ............................................... 19
3.4.5 Pengolahan Data LC-MS/MS dengan Pendekatan Metabolomik .................. 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 21
4.1 Ekstraksi Metabolit Sekunder Sampel Daun Kemangi ......................................... 21
4.2 Identifikasi Profil Metabolit Kemangi .................................................................. 23
4.3 Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kemangi .......................................................... 30
4.4 Pengenalan Pola Metabolit Kemangi dengan Teknik PCA .................................. 33
4.4.1 Analisis Plot Skor PCA ................................................................................. 33
4.4.2 Analisis Plot Loading PCA ............................................................................ 36
4.4.3 Analisis Biplot PCA ...................................................................................... 37
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 39
5.1 Simpulan ............................................................................................................... 39
5.2 Saran ..................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 40
LAMPIRAN..................................................................................................................... 46
Page 12
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman kemangi............................................................................................ 6
Gambar 2. Struktur senyawa metabolit sekunder tanaman kemangi ................................. 7
Gambar 3. Reaksi uji aktivitas antioksidan dengan DPPH ............................................. 10
Gambar 4. Instrumentasi LC-MS/MS ............................................................................. 12
Gambar 5. Ilustrasi pengambilan sampel tanaman kemangi Bogor dan Pandeglang ...... 17
Gambar 6. Ekstrak kemangi Bogor dan Pandeglang hasil maserasi ............................... 22
Gambar 7. Kromatogram kemangi Bogor 1 .................................................................... 24
Gambar 8. Kromatogram kemangi Pandeglang 1 ........................................................... 24
Gambar 9. Struktur senyawa salvigenin .......................................................................... 32
Gambar 10. Struktur senyawa nevadensin ...................................................................... 32
Gambar 11. Analisis plot skor PCA ................................................................................ 34
Gambar 12. Pengelompokkan sampel kemangi Bogor dan Pandeglang ......................... 35
Gambar 13. Analisis plot loading PCA ........................................................................... 36
Gambar 14. Penentuan senyawa penciri (biomarker) kemangi Bogor dan Pandeglang . 37
Gambar 15. Analisis biplot PCA kemangi Bogor dan Pandeglang ................................. 38
Page 13
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kondisi topografi daerah sampel ........................................................................ 21
Tabel 2. Hasil maserasi kemangi asal Bogor dan Pandeglang ......................................... 23
Tabel 3. Area (max) metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang ............... 26
Tabel 4. Area (max) metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan)
.............................................................................................................................. 27
Tabel 5.Area (max) metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan) 28
Tabel 6. Kandungan metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang ............... 28
Tabel 7. Kandungan metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan)
.............................................................................................................................. 29
Tabel 8. Nilai IC50 kemangi asal Bogor dan Pandeglang ................................................. 30
Tabel 9. Nilai IC50 kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan) ............................... 31
Page 14
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Uji antioksidan daun kemangi Bogor dan Pandeglang…………………… 46
Lampiran 2. Kromatogram LC-MS/MS kemangi Bogor dan Pandeglang……………...55
Lampiran 3. Hasil interpretasi data LC-MS/MS……………………………………….. 70
Lampiran 4. Data spektrum fragmentasi senyawa metabolit sekunder kemangi Bogor
dan Pandeglang…………………………………………………………... 74
Lampiran 5. Pola fragmentasi MS2 senyawa biomarker kemangi……………………...86
Page 15
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman diciptakan oleh Allah SWT berfungsi sebagai bahan makanan agar
dapat bermanfaat untuk keberlangsungan hidup manusia. Manfaat tumbuhan
tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Abasa ayat 24-32
sebagai berikut :
Artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun
dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-
rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk hewan- hewan ternakmu”
(Q.S. Abasa: 24-32).
Berdasarkan ayat di atas, dalam Q.S Abasa ayat 24-32 menjelaskan bahwa
tanaman itu sangat berguna dan kaya manfaat bagi manusia. Selain itu, keduanya
pun juga saling membutuhkan. Berdasarkan tafsir Ilmi Kementrian Agama
menafsirkan ayat-ayat ini memberitahukan bahwa Allah menciptakan tumbuhan
sebagai sumber makanan bagi manusia dan hewan (Kemenag, 2014). Melalui
tumbuhan, tubuh manusia dan hewan mendapat semua elemen yang diperlukan
bagi eksistensi biologisnya. Selanjutnya, Allah menciptakan beragam rasa pada
Page 16
2
hasil tumbuhan yang dimakan itu agar manusia dapat bersyukur. Kecenderungan
masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi makanan fungsional sebagai sumber
nutrisi semakin meningkat. Kemangi biasanya digunakan sebagai lalapan
makanan dan bahan produk olahan berupa minuman. (Winarti dan Nurdjanah,
2005).
Provinsi Jawa Barat dan Banten dikenal memiliki berbagai jenis tanaman
yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional. Kemangi
(Ocimum basilicum) memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan, antibakteri, dan
antidiabetes. Golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
tanaman kemangi, yaitu saponin, flavonoid, tanin, dan alkaloid (Sukandar et al.,
2015). Kemangi memiliki kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, tanin,
saponin, steroid, triterpenoid, dan minyak atsiri (Sudarsono et al., 2002).
Martiningsih dan Suryanti (2017) telah mengidentifikasi fitokimia daun kemangi
yang berasal dari daerah Bali mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid,
saponin, steroid dan tanin. Sementara itu Restiyani et al, (2015), telah
mengidentifikasi senyawa fitokimia daun kemangi yang berasal dari daerah
Bandung mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, kuinon, tanin, dan
polifenol. Berdasarkan penelitian tersebut diduga bahwa perbedaan topografi dari
suatu wilayah dapat mempengaruhi kandungan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada suatu tanaman.
Tanaman ini telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan, dan
antikanker. Kandungan senyawa metabolit sekunder di dalam tanaman kemangi
memiliki aktivitas biologis (Evelyne, 2008). Tatiana dan Ria (2020), telah
Page 17
3
menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak daun kemangi dan mendapatkan nilai
IC50 sebesar 39,77 ppm.
Metabolomik merupakan bidang ilmu yang melibatkan pengukuran metabolit
secara komprehensif dan merupakan ilmu yang menggabungkan ilmu biologi,
kimia analitik dan bioinformatik. Ada tiga pendekatan utama yang digunakan
dalam metabolomik: (i) Targeted approach yakni analisis yang ditargetkan
komponen metabolitnya (pengukuran kuantitatif dan tepat dari konsentrasi
metabolit yang diketahui), (ii) Untargeted approach (pengukuran metabolomik
secara komprehensif melalui analisis PCA), dan (iii) Metabolite fingerprinting
(pengukuran cepat, total evaluation biochemical fingerprint untuk diskriminasi
sampel yang berbeda dimana identifikasi metabolit tidak diperlukan) (Putri et al.,
2017). Humrawali dan ali (2012), telah melakukan pencarian biomarker lipid dan
pengelompokkan lipid di Muara Sungai Selangor dengan menggunakan analisi
metabolomik PCA. Evaluasi metabolit berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan menyimpulkan adanya penemuan biomarker kemotaksonomikal
dari variasi genus dan spesies tanaman yang berdekatan. Senyawa penciri
yang diperoleh merupakan senyawa penanda untuk sampel tanaman yang diuji
(Farag et al., 2013).
Penelitian ini mengidentifikasi senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan
dari tanaman kemangi daerah Bogor dan Pandeglang melalui analisis liquid
chromatography-mass spectroscometry (LC-MS/MS) menggunakan pendekatan
untargeted metabolomik.
Page 18
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol daun kemangi
yang berasal dari Bogor dan Pandeglang?
2. Senyawa apa saja yang terkandung pada ekstrak metanol daun kemangi yang
berasal dari Bogor dan Pandeglang?
3. Bagaimanakah senyawa penciri (biomarker) dan profil senyawa kimia pada
ekstrak metanol daun kemangi dari Bogor dan Pandeglang menggunakan
pendekatan metabolomik?
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol daun kemangi yang berasal dari
Bogor dan Pandeglang sangat kuat.
2. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak metanol daun
kemangi Bogor dan Pandeglang, yaitu alkaloid, polifenol, triterpenoid,
flavonoid, saponin, steroid, kuinon, dan tanin.
3. Senyawa penciri (biomarker) dan profil senyawa kimia dipengaruhi oleh
kondisi topografi dari tanaman kemangi.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol daun kemangi yang
berasal dari Bogor dan Pandeglang.
Page 19
5
2. Mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak
metanol daun kemangi yang berasal dari Bogor dan Pandeglang.
3. Mengetahui senyawa penciri (biomarker) dan profil senyawa kimia pada
ekstrak metanol daun kemangi dari Bogor dan Pandeglang menggunakan
pendekatan metabolomik.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya
yaitu :
1. Memberi informasi mengenai biomarker dan profil senyawa kima melalui
pendekatan metabolomik yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan pemanfaatan kemangi sebagai tanaman pangan fungsional.
2. Memberi informasi mengenai jenis tumbuhan kemangi yang memiliki
kandungan antioksidan tertinggi sehingga dapat digunakan dasar untuk
pemilihan pengembangbiakan tanaman kemangi.
Page 20
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemangi (Ocimum basilicum)
Kemangi merupakan tanaman yang tumbuhnya tegak dengan cabang yang
banyak. Tanaman ini berbentuk perdu dengan tinggi 0,3 hingga 1 meter. Ciri dari
tanaman ini, yaitu daunnya sederhana, berwarna hijau dan berbau harum. Bagian
tangkai daun mempunyai panjang 2,5 cm, daun berbentuk elips dengan ukuran 2,5
- 5 cm x 1-2,5 cm (Siemonsma dan Piluek, 1994). Morfologi tanaman kemangi
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman kemangi (Siemonsma dan Piluek, 1994)
Klasifikasi tanaman (Baseer dan Jain, 2016)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Family : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Spesies : Ocimum sanctum L.
Kemangi memiliki rasa yang lebih tajam dan lebih pedas dibandingkan
dengan tanaman lain dengan genus yang sama. Tanaman ini
Page 21
7
biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran terutama bagian daunnya. Kemangi
dikembangbiakkan dengan bijinya. Kemangi dapat hidup pada ketinggian 450-
1100 mdpl dan tersebar hampir diseluruh daerah di Indonesia, seperti Jawa,
Madura, Bali, dan Ternate (Heyne, 1987).
Kemangi memiliki nama yang berbeda disetiap tempatnya, seperti kemangen
(Jawa), kamangi (Makassar), lampes (Jawa Tengah), uku-uku (Bali), lufe-lufe
(Ternate), suraung (Sunda), kemanghi (Madura), lemon basil (Inggris), basilic
citron (Perancis), dan maenglak (Thailand) (Heyne, 1987).
2.1.1 Kandungan Kimia dan Manfaat Kemangi
Kemangi mengandung vitamin A, vitamin C, lemak, karbohidrat, fosfor,
kalsium, besi, protein dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit
sekunder yang umumnya terdapat di dalam tanaman kemangi, yaitu geranial,
neral, linalool, butyl stearat dan eugenol (Zabka et al., 2014). Struktur senyawa
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
O
O
OH OH
O
O
O
Geranial Neral Linalool Eugenol
Butyl Stearat
Gambar 2. Struktur senyawa metabolit sekunder tanaman kemangi (Zabka et al., 2014)
Page 22
8
Kemangi mengandung tanin, flavonoid, alkaloid, terpenoid, saponin,
glikosida, serta asam amino primer dan sekunder (Sarah dan Lamia, 2015).
Dorothee et al. (2014), telah melakukan isolasi senyawa butil stearat dari tanaman
kemangi yang memiliki aktivitas antisickling. Secara tradisional, kemangi
dimanfaatkan sebagai lalapan makanan, minuman, serta obat tetes mata yang
digunakan untuk pengobatan penyakit katarak, glaukoma, dan kronis
konjungtivitis (Dadang dan Prijono, 2008).
2.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa inhibitor yang berfungsi untuk menghambat
oksidasi dengan cara mendonorkan atom hidrogen membentuk radikal bebas tak
reaktif yang relatif stabil. Antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami berasal dari
tumbuhan yang dapat dikonsumsi. Antioksidan alami tersebar dibeberapa bagian
tanaman, seperti akar, batang, daun, dan buah (Pratt dan Hudson, 1992). Senyawa
antioksidan alami pada tumbuhan umumnya adalah vitamin E, vitamin C dan
senyawa fenolik atau polifenolik seperti flavonol dan asam-asam organik
polifungsional (Ardiansyah, 2007). Antioksidan sintetik berasal dari zat kimia
yang dapat berperan sebagai antioksidan didalam tubuh. Antioksidan sintetik yang
biasa ditambahkan dalam makanan, yaitu BHA, BHT, TBHQ, dan hidroksi anisol
(Ardiansyah, 2007).
Menurut Karyadi (1997), penggolongan antioksidan berdasarkan mekanisme
kerjanya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
Page 23
9
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer berfungsi untuk mencegah pembentukan senyawa radikal
bebas baru. Antioksidan primer mengubah suatu senyawa radikal bebas baru
sebelum bereaksi dengan senyawa lain. Contoh dari antioksidan primer adalah
SOD (superokside dismutase).
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi mencegah terjadinya reaksi berantai dari
senyawa radikal bebas dengan senyawa lain. Contoh: flavonoid, vitamin C, dan
vitamin E.
3. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel yang
disebabkan oleh senyawa radikal bebas. Contoh : metionin reduktase.
Senyawa radikal bebas yang bereaksi di dalam tubuh mengakibatkan
disfungsional sistem metabolisme tubuh sehingga keberadaan antioksidan
diharapkan dapat mengimbangi reaksi radikal bebas (Ivanova dan Ivanov, 2000).
2.3 Metode Pengukuran Antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity), FRAP (Ferric Reducing
Antioxidant Power), ABTS (2,2-azino-bis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)
), DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazyl), FCR (Feed Convertion Ratio), TEAC
(Trolox equivalent antioxidant capacity), dan TRAP (Trapping Antioxidant
Parameter). Metode DPPH merupakan metode yang paling sering digunakan
untuk menguji aktivitas antioksidan. Metode DPPH sering digunakan karena hasil
Page 24
10
yang diperoleh akurat, cepat, reliable, sederhana, dan hanya membutuhkan sampel
dalam jumlah yang sedikit (Huang et al., 2005).
Tujuan metode DPPH adalah mengetahui konsentrasi yang memberikan
50% efek aktivitas antioksidan (IC50) (Molyneux, 2004). Prinsip dari metode
DPPH adalah pengukuran secara kuantitatif dengan melakukan penangkapan
radikal DPPH oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan. Reaksi
antara radikal bebas DPPH dengan suatu antioksidan fenolik ditampilkan pada
Gambar 3 (Molyneux, 2004).
Gambar 3. Reaksi uji aktivitas antioksidan dengan DPPH (Molyneux, 2004)
DPPH berwarna ungu dalam larutan dan dapat bereaksi dengan radikal lain
membentuk suatu senyawa yang bersifat stabil (Gambar 3). DPPH dapat bereaksi
dengan atom hidrogen (berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH
tereduksi (DPPH Hidrazin) yang stabil (Pourmorad et al., 2006). Interaksi
antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada
DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Semua elektron pada
radikal bebas DPPH menjadi berpasangan sehingga warna larutan berubah dari
ungu tua menjadi kuning terang (Osman et al., 2004; dan Gurav et al., 2007).
Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat
meredam radikal bebas sebanyak 50%. Nilai IC50 dihitung dari persamaan regresi
linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi ekstrak (pada sumbu x) dan
Page 25
11
persen inhibisi (pada sumbu y) yang menunjukkan aktivitas peredaman DPPH.
Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi
(Molyneux, 2004).
2.4 Maserasi
Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau lebih dikenal dengan istilah ekstraksi dingin. Metode maserasi
sangat menguntungkan untuk senyawa yang tidak termostabil karena struktur
senyawa tidak mudah rusak dan alat yang digunakan sederhana (Khopkar, 2002).
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan senyawa metabolit sekunder
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Senyawa
yang polar atom-atom penyusunnya mempunyai perbedaan keelektronegatifan
yang tinggi. Sebaliknya senyawa yang nonpolar, atom-atom penyusunnya
mempunyai perbedaan keelektronegatifan yang rendah. Oleh karena itu senyawa
polar akan mempunyai dua kutub yang berbeda sehingga sering disebut sebagai
dipol, di mana kutub pertama akan bermuatan parsial positif dan kutub lain akan
bermuatan parsial negatif. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan senyawa
polar hanya akan larut dengan senyawa polar dan senyawa non polar akan larut
dengan senyawa non polar (Ronald dan Paul, 2001).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel pada pelarut organik
dalam waktu yang relatif lama, pada suhu ruang, dan terlindungi dari cahaya.
Pelarut yang digunakan pada maserasi seperti metanol, etil asetat, n-heksana, dan
aseton. Pelarut yang digunakan pada maserasi akan masuk ke dalam sel melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
Page 26
12
di dalam dan di luar sel. Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi akan terdesak
keluar dan diganti oleh pelarut yang memiliki konsentrasi rendah (Harbone,
1996).
2.5 Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS/MS)
Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS/MS) merupakan teknik
kromatografi cair dengan detektor spektrometer massa. Penggunaan LC-MS/MS
untuk penelitian dibidang bio-analisis dimulai pada akhir 1980-an (Bowers,
1989). LC-MS/MS berfungsi untuk memisahkan campuran senyawa berdasarkan
kepolarannya, setelah senyawa terpisah akan diidentifikasi berat molekulnya
melalui detektor massa. Data yang diperoleh adalah berat molekul ditambah
muatan ion (Audrey, 2003). Gambar instrumentasi LC-MS/MS dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Instrumentasi LC-MS/MS (Audrey, 2003)
Metode LC-MS/MS telah banyak digunakan sebagai metode pemisahan dan
identifikasi bagi kebanyakan senyawa obat atau organik. Metode ini sangat
Page 27
13
sensitif dan selektif dibandingkan metode deteksi dengan detektor UV (Ortelli dan
Rudaz, 2000). Setelah pemisahan analit pada kolom HPLC, analit akan masuk ke
detektor massa. Pada detektor ini, analit akan mengalami ionisasi menjadi ion
dalam fase gas. Ion-ion tersebut akan terpisah berdasarkan rasio mass to charge
(m/z) dan akan terdeteksi berdasarkan kelimpahan masing-masing ion.
2.6 Metabolomik
Metabolomik adalah salah satu bagian penelitian omik yang berfokus pada
mengidentifikasi molekul metabolit pada suatu tanaman (Krastanov, 2011).
Metabolomik dapat diaplikasikan untuk mempelajari korelasi antara bioaktivitas
dan profil kimia yang pada akhirnya dapat digunakan untuk mengidentifikasi
komponen bioaktif pada tanaman (Yuliana et al., 2011).
Banyaknya data yang dihasilkan dari profil kimia menyebabkan analisis
statistik pada studi metabolomik harus menggunakan data multivariat. Salah satu
analisis data multivariat yang dapat digunakan untuk melihat korelasinya adalah
dengan orthogonal projection to letan structure (OPLS) (Maser et al., 2017).
Aplikasi analisis data multivariat yang umunya digunakan adalah SIMCA dan
Unscramble. Aplikasi ini digunakan untuk mengelompokkan senyawa metabolit
sekunder hasil fraksinasi menggunakan alat bantu seperti Liquid Chromatography
Mass Spectrometry (LC-MS/MS) dan Gas Chromatography Mass Spectrometry
(GC-MS).
Terdapat 2 model analisa multivariat dalam metabolomik, yaitu :
1. Metabolomik Prediktif
Page 28
14
Prinsip dari metabolomik prediktif adalah pemodelan statistic dimana profil
metabolit berperan sebagai variabel penjelas dan aktivitas fungsionalnya berperan
sebagai variabel respon. Analisis multivariate yang paling umum digunakan untuk
analisis prediktif adalah pendekatan berbasis Projection to Latent Structure (PLS)
(Putri et al., 2013).
2. Metabolomik Diskriminatif
Metatabolomik diskriminatif merupakan anilisi yang digunakan untuk
membedakan sampel tanpa memanfaatkan model statistik ataupun evaluasi
pathway hipotetik (Cevallos dan Reyes, 2012). PCA merupakan metode analisis
multi-variat yang paling umum digunakan dalam mengidentifikasi besarnya
signifikansi perbedaan antar marker secara statistik (Kobayashi et al., 2012).
Perhitungan analisis dengan menggunakan metode PCA adalah pemecahan
masalah persamaan Eigen. Adapun algoritma PCA secara umum sebagai berikut
(Johnson dan Wichern, 2007):
1. Rumus matriks kovarian dengan persamaan berikut:
𝐶𝑜𝑣 (𝑥𝑦) = ∑ 𝑥𝑦
𝑛− (x̄)(ȳ)
2. Rumus nilai eigen dengan persamaan berikut:
(𝐴 − 𝜆𝜄) = 0
Dimana A merupakan matriks data, 𝜆 merupakan nilai eigen, dan 𝜄 adalah
matriks identitas.
3. Rumus vektor dengan menyelesaikan persamaan berikut:
[𝐴 − 𝜆𝜄][𝑋] = 0
4. Variabel baru (PCA) dengan mengalikan variable asli dengan vektor eigen.
Page 29
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2019 sampai dengan bulan
Maret 2020. Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (Jl. Ir. H. Juanda, No. 95, Jl. Ciputat Raya No.15412,
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten
15412) dan Laboratorium Riset Unggulan IPB (Jl. Raya Dramaga, Babakan,
Dramaga, Bogor, West Java 16680).
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortar, alat-alat gelas, botol
vial, pipet tetes, corong, pipet mikro, timbangan analitik, vaccum rotary
evaporator Heidolph, Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-
MS/MS)(UHPLC Vanquish Tandem Q Exactive Plus Orbitrap HRMS Thermo
Scientific), Spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer Lambda 25), Compound
Discoverer dan Unscramble X.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemangi yang berasal dari
daerah Bogor dan Pandeglang, metanol, asetonitril (LC-MS grade), metanol (LC–
MS grade) dan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) (MUG).
Page 30
16
3.3 Diagram Alir Penelitian
Maserasi dengan
metanol
Evaporasi pelarut
Ekstrak Pekat
Uji Antioksidan
dengan metode
DPPH
Analisis LC-MS/MS
Analisis profiling
dengan Unscramble
Maserat
Daun Kemangi
Pemilihan sampel dan
penentuan titik lokasi
sampling
Page 31
17
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Sampling Tanaman Kemangi
Sampel kemangi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daunnya yang
diambil dari pertanian daerah Kecamatan Leuwiliang (Kabupaten Bogor) dan
Kecamatan Saketi (Kabupaten Pandeglang). Masing – masing daerah dilakukan
pengambilan sampel sebanyak 7 daun dari tanaman kemangi. Pengambilan
sampel dilakukan pada suatu lahan pada waktu pagi hari. Sampel diambil pada
secara acak dan harus ada jarak antara satu sampel tanaman dengan sampel
tanaman lainnya seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi pengambilan sampel tanaman kemangi Bogor dan Pandeglang
3.4.2 Ekstraksi Sampel
Masing - masing sampel daun kemangi basah sebanyak 8 g dibersihkan dan
dihaluskan. Sampel halus daun kemangi dimaserasi selama 1 x 24 jam
menggunakan pelarut metanol sebanyak 100 mL terhadap seluruh sampel dan
dilakukan pada waktu yang bersamaan. Maserat dipisahkan dengan cara disaring
Page 32
18
kemudian dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator hingga
sampel berbentuk pasta. Ekstrak pekat metanol daun kemangi kemudian
dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan dianalisis profil
senyawa kimianya dengan LC-MS/MS.
3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan diukur dengan metode DPPH dari kemampuannya
menstabilkan senyawa radikal DPPH menjadi DPPH non-radikal. Uji aktivitas
antioksidan diperlukan beberapa tahap diantaranya yaitu:
3.4.3.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,002%
Pembuatan larutan DPPH 0,002% dilakukan dengan cara melarutkan 2 mg
DPPH bubuk dengan 100 mL metanol. Proses pembuatan larutan DPPH 0,002%
dilakukan ditempat gelap.
3.4.3.2. Pembuatan Larutan Sampel Uji
Larutan induk ekstrak metanol daun kemangi dibuat dengan konsentrasi 1000
ppm dengan cara sebanyak 2,5 mg ekstrak metanol ditambahkan dengan 250 mL
metanol kemudian dibuat deret dengan konsetrasi 800; 400; 200; 100; 50; 25;
12,5; dan 6,25 ppm.
3.4.3.3. Pemindaian Nilai Panjang Gelombang Maksimum
Larutan DPPH 0,002% dilakukan scanning panjang gelombang yang
menghasilkan nilai absorbansi paling tinggi pada rentang panjang gelombang 200-
Page 33
19
700 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer Lambda 25).
3.4.3.4. Pengukuran % Inhibisi dan Nilai IC50 dengan Spektrofotometer UV
– Vis
Larutan sampel ekstrak daun kemangi Bogor dan Pandeglang dengan
berbagai konsentrasi sebanyak 2 mL ditambah 2 mL larutan DPPH 0,002%,
campuran divorteks kemudian didiamkan selama 30 menit di ruangan gelap.
Penentuan absorbansi diukur menggunakan panjang gelombang hasil scanning
dan dilakukan secara duplo. Sebagai blanko digunakan 2 mL metanol yang
ditambahkan dengan 2 mL DPPH 0,002%. Aktivitas antioksidan dihitung
menggunakan rumus berdasarkan Zhao et al. (2011) yang dinyatakan dalam
persentase inhibisinya terhadap radikal DPPH:
% Inhibisi = A. blanko − A. sampel
A. blanko x 100 %
% inhibisi sebagai ordinat (y) dan konsentrasi ekstrak sebagai absis (x) dan
persamaan regresi linier. Nilai IC50 ditentukan menggunakan persamaan regresi
linier yaitu y = ax + b, dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi.
3.4.4 Analisis Senyawa Kimia dengan LC-MS/MS
Sebanyak 1 mg ekstrak pekat daun kemangi Bogor dan Pandeglang
dilarutkan dalam pelarut metanol. Sampel kemudian diinjeksikan sebanyak 20 μL
ke dalam LC-MS/MS (UltiMate 3000 RSLCnano) fase gerak asetonitril:metanol
(1:1) (isokratik), kolom C18 (RP18) superco, panjang kolom 50 mm, diameter
Page 34
20
dalam kolom 2,1 mm, ukuran partikel 1,8 μm dengan kecepatan alir diatur 0,2
mL/menit, suhu kolom 40 oC. Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk
kromatogram, spektrum MS1, dan spectrum MS2 (Cuyckens dan Claeys, 2004).
3.4.5 Pengolahan Data LC-MS/MS dengan Pendekatan Metabolomik
Data kromatogram LC-MS/MS selanjutnya diolah menjadi data statistik
dengan bantuan aplikasi Compound Discoverer. Data statistik berupa group area
yang diperoleh tersebut kemudian diolah menjadi score plot dan loading plot
berbentuk Principal Component Analysis (PCA) dengan bantuan aplikasi
Unscramble untuk profiling senyawa kimia.
Page 35
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel kemangi pada penelitian ini diperoleh dari dua daerah, yaitu Bogor
dan Pandeglang yang memiliki kondisi geografis dan lingkungan yang berbeda.
Sampel dihaluskan terlebih dahulu dengan metode cacah sebelum masuk ke tahap
ekstraksi. Sampel dibersihkan dengan cara dicuci untuk menghilangkan pengotor
yang terdapat pada sampel, sementara penghalusan dilakukan untuk meningkatkan
luas permukaan sampel agar proses ekstrasi dapat berlangsung maksimal.
Tabel 1. Kondisi topografi daerah sampel (Website Resmi Provinsi Banten, 2012 ; Portal
Resmi Kabupaten Bogor, 2019)
Nama daerah
sampel
Ketinggian
(mdpl)
Suhu
(°C)
Curah Hujan
(mm/tahun)
Bogor 500 - 1000 20 – 30 2500 - 5000
Pandeglang 0 - 200 22 – 32 833 - 2712
Komposisi metabolit sekunder yang terdapat di dalam suatu tanaman
dipengaruhi oleh kondisi geografis dari daerah tanaman tersebut. Pada Tabel 1
dapat dilihat bahwa kondisi geografis dari daerah Bogor dan Pandeglang memiliki
perbedaan. Perbedaan geografis dari suatu daerah mempengaruhi kandungan
unsur hara yang terdapat di dalam tanah (Maser et al., 2017).
4.1 Ekstraksi Metabolit Sekunder Sampel Daun Kemangi
Sampel diekstraksi menggunakan metode maserasi, yaitu perendaman sampel
dengan pelarut dalam kurun waktu tertentu. Metode maserasi memungkinkan
pelarut mengambil kandungan senyawa metabolit yang terdapat di dalam sampel
(Prasetyorini et al., 2011). Maserasi juga tidak menggunakan pemanasan atau
Page 36
22
suhu tinggi, sehingga dapat mencegah terjadinya denaturasi senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada sampel.
Pelarut yang digunakan untuk maserasi daun kemangi, yaitu metanol yang
bersifat polar. Metanol dipilih sebagai pelarut karena besifat universal dan dapat
menarik seluruh senyawa yang bersifat nonpolar maupun polar. Metanol memiliki
struktur kimia yang kecil dan kepolaran yang tinggi sehingga mudah masuk ke
dalam sel yang akhirnya bisa melisiskan sel dan melarutkan seluruh kandungan
metabolit yang terdapat di dalam sitoplasma.
Gambar 6. Ekstrak kemangi Bogor dan Pandeglang hasil maserasi
Maserasi sampel kemangi dilakukan dalam keadaan tertutup agar pelarut
yang digunakan tidak menguap. Maserat seluruh sampel kemangi memiliki warna
hijau kehitaman dengan aroma yang segar dan pedas (Gambar 6). Ekstrak metanol
kemangi kemudian dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator.
Pemekatan bertujuan menghilangkan pelarut yang terdapat dalam ekstrak.
Page 37
23
Tabel 2. Hasil maserasi kemangi asal Bogor dan Pandeglang
Sampel Massa
Sampel (g)
Massa
Ekstrak (g)
Kemangi Bogor 1 8 0,83
Kemangi Bogor 2 8 0,88
Kemangi Bogor 3 8 1,33
Kemangi Bogor 4 8 0,76
Kemangi Bogor 5 8 0,99
Kemangi Bogor 6 8 0,59
Kemangi Bogor 7 8 0,77
Kemangi Pandeglang 1 8 1,63
Kemangi Pandeglang 2 8 1,18
Kemangi Pandeglang 3 8 0,82
Kemangi Pandeglang 4 8 0,7
Kemangi Pandeglang 5 8 0,67
Kemangi Pandeglang 6 8 1,43
Kemangi Pandeglang 7 8 2,01
Pada Tabel 2, ekstrak kemangi Pandeglang 7 memiliki massa ekstrak paling
tinggi yaitu sebesar 2,01 gram. Hasil ekstraksi daun kemangi pada setiap sampel
memiliki massa ekstrak yang berbeda-beda.
4.2 Identifikasi Profil Metabolit Kemangi
Pencarian mengenai banyaknya senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak
metanol kemangi dilakukan menggunakan LC-MS/MS. Informasi tersebut
digunakan untuk mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder dari kemangi
yang diperoleh dari dua daerah yang berbeda. Gambar 7 dan 8 menunjukkan
kromatogram ion total dari kemangi Bogor 1 dan Pandeglang 1, dengan intensitas
ion sebagai sumbu y dan waktu retensi sebagai sumbu x. Kromatogram yang
dihasilkan oleh masing-masing sampel memiliki kemiripan pola dan secara umum
ditunjukkan pada Lampiran 4.
Page 38
24
Gambar 7. Kromatogram kemangi Bogor 1
Gambar 8. Kromatogram kemangi Pandeglang 1
Data hasil analisis LC-MS/MS memiliki beberapa puncak kromatogram pada
waktu retensi tertentu. Satu puncak kromatogram dapat mewakili ion molekul dari
berbagai senyawa akibat terjadinya koelusi pada saat proses pemisahan. Profilling
metabolit sekunder kemangi dengan LC-MS/MS menghasilkan tiga data yang
berukuran sangat besar dan kompleks, diantaranya intensitas puncak, waktu
retensi, dan nilai rasio massa terhadap muatan (m/z). Data tersebut dapat diperoleh
dengan pemrosesan data menggunakan perangkat lunak Compound Discoverer
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
14.22
6.91
1.13
5.89
9.07
12.9012.64
11.527.61
12.09 13.974.093.25 9.778.584.230.25 10.765.371.54 6.241.80 7.92 13.7910.304.032.87
NL:9.80E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_1
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lativ
e A
bu
nd
an
ce
6.90
1.13
5.90
12.92
12.66
12.07
7.61
5.4513.986.21 11.82 13.068.273.26 5.28 11.4910.764.400.31 13.291.56 4.230.90 7.88 10.518.56 14.098.84 9.205.171.80 3.852.952.56
NL: 1.04E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_1
Page 39
25
yang menghasilkan tabel mass array (Theodoridis et al., 2008). Tujuan
dilakukannya pemrosesan data adalah untuk mengurangi derau (noise) dan
geseran pada garis dasar (background) pada kromatogram, sehingga dapat
meningkatkan hasil analisis kemometrik (Darusman et al. 2007).
Kromatogram LC-MS/MS yang diperoleh diubah menjadi data dalam bentuk
RAW File agar lebih mudah diolah. Selanjutnya, kumpulan data tersebut diproses
lebih lanjut untuk memisahkan puncak kromatogram yang berupa sinyal dan noise
(pengganggu) dengan melakukan koreksi baseline. Tahap berikutnya, yaitu
deteksi puncak untuk mengidentifikasi dan kuantifikasi sinyal yang terkait dengan
molekul dalam sampel, serta mereduksi kompleksitas data, sehingga analisis data
tersebut menjadi lebih mudah. Tahap deisotop bertujuan menyederhanakan
matriks data untuk tahap analisis berikutnya, dengan cara menyederhanakan
informasi yang melimpah. Tahap alignment merupakan tahap yang penting untuk
membandingkan sifat metabolit sekunder dari sampel yang dianalisis dengan cara
mencocokkan dan mengelompokkan puncak yang dihasilkan sampel, sebelum
memasuki tahap analisis secara statistika. Tahap gap filling diperlukan untuk
mendeteksi puncak dengan intensitas yang sangat rendah, kualitas bentuk yang
kurang baik, atau adanya kesalahan dalam mendeteksi puncak, sehingga dapat
mencegah terjadinya penarikan simpulan yang kurang tepat. Data yang telah
diidentifikasi mengalami normalisasi untuk mengoreksi dan menyempurnakan
data. Normalisasi dapat dilakukan melalui menghilangkan bias sistematik yang
tidak diinginkan dalam pengukuran (Castillo et al., 2011).
Hasil pemrosesan kromatogram LC-MS/MS yang diperoleh berupa tabel
mass array yang mengandung informasi mengenai intensitas puncak
Page 40
26
ternormalisasi, waktu retensi, dan massa akurat dari puncak yang terdeteksi.
Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan puncak merupakan langkah
penting karena sangat berpengaruh terhadap hasil akhir analisis. Perlakuan
perangkat lunak berbeda untuk kumpulan data yang sama dapat menyebabkan
hasil akhir analisis yang berbeda pula (Theodoridis, 2008).
Dalam penelitian ini diperoleh data spektrum MS2 yang merupakan fragmen
spesifik dari suatu senyawa (Lampiran 4). Pendugaan komposisi senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak metanol kemangi dilakukan dengan
mencocokkan nilai m/z dan pola fragmentasi metabolit sekunder pada database
MassBank (mona.fiehnlab.ucdavis.edu).
Tabel 3. Area (max) metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang
Senyawa
Area (Max)
BGR
1
BGR
2
BGR
3
BGR
4
BGR
5
BGR
6
BGR
7
PDL
G 1
PDL
G 2
PDL
G 3
PDL
G 4
PDL
G 5
PDL
G 6
PDL
G 7
trans-
beta-
Ocime
ne
209
976
6.0
97
274
589
8.9
84
143
105
9.7
36
250
378
7.5
8
122
331
1.3
93
200
760
3.8
37
161
877
3.3
92
179
082
2.8
53
170
321
0.0
05
193
521
5.2
25
247
124
6.3
19
252
974
7.1
1
161
201
6.8
19
227
317
2.4
53
Thym
ol
493
170
.03
83
0 0
401
764
.78
46
0
356
543
.48
22
0
353
100
.05
88
385
417
.46
34
540
153
.84
8
710
152
.91
92
229
143
2.8
29
323
153
.75
07
245
998
3.9
19
Salvig
enin
864
327
12.
31
158
179
200
.1
899
445
18.
25
140
448
198
.7
794
613
37.
12
100
221
148
.6
893
696
84.
55
117
675
192
.5
793
240
58.
16
807
817
82.
02
129
661
065
.4
148
898
016
.9
621
182
21.
12
130
487
426
.4
p-
Cimen
e
399
425
8.5
48
309
848
4.1
44
167
151
6.5
98
330
880
1.5
91
853
748
.65
69
130
702
4.9
42
544
662
.59
29
224
838
9.5
61
308
940
3.0
49
333
143
5.6
43
523
497
0.1
9
699
703
1.0
85
328
058
6.6
98
808
986
8.0
68
Nevad
ensin
510
049
56.
42
844
013
93.
94
353
014
61.
33
814
649
06.
45
319
431
14.
59
557
892
37.
4
390
215
83.
34
636
457
29.
17
511
556
46.
75
579
710
34.
26
800
648
88.
48
112
289
852
.9
400
022
03.
18
993
800
17.
54
Nepet
oidin
A
536
074
1.2
25
135
469
6.3
99
427
513
.10
52
197
328
4.4
18
443
540
.01
9
816
969
.36
12
295
000
.37
45
161
321
8.5
39
359
062
4.1
63
617
573
7.7
63
714
465
2.0
7
123
522
85.
46
554
368
7.8
03
190
566
54.
13
Luteol
in
103
271
0.3
22
103
144
1.6
88
740
935
.52
82
137
992
5.6
7
564
549
.94
63
119
179
7.1
04
553
662
.83
37
145
015
4.7
11
126
099
7.4
46
111
292
0.4
9
227
023
6.0
76
125
211
6.7
39
612
386
.95
41
936
708
.18
57
Page 41
27
Tabel 4. Area (max) metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan)
Hidro
morfo
n
221
384
2.1
12
114
146
58.
51
0
525
459
0.8
15
0
166
718
95.
28
0
515
936
9.0
12
0
192
251
5.6
31
670
402
9.1
64
273
499
4.6
36
0 0
Germa
kren-
D
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
413
853
.61
79
0
339
350
.80
74
Gerani
l
asetat
0 0 0 0 0 0 0 0 0
757
69.
862
12
0
378
067
.82
02
0
448
704
.15
39
Gerani
al
279
653
7.8
75
477
463
.23
34
116
698
0.6
08
192
787
9.6
93
605
622
.39
91
110
418
2.2
74
529
276
.82
7
171
956
2.0
03
199
660
6.0
62
236
694
9.4
04
421
307
6.6
64
585
147
6.9
54
217
429
2.3
95
585
770
8.8
26
Genk
wanin
216
669
4.0
55
495
901
0.1
84
364
900
9.5
01
501
702
0.8
193
050
8.8
63
354
427
0.6
03
444
419
7.2
59
285
260
5.8
35
195
642
2.7
21
194
389
8.9
25
323
801
4.3
15
425
750
7.9
28
288
607
8.1
72
302
432
5.0
55
Garde
nin B
137
063
15.
94
268
733
66.
8
768
609
6.8
3
222
337
05.
2
878
534
1.3
147
592
16.
7
121
537
76.
67
153
109
99.
94
100
654
55.
89
108
864
11.
8
188
955
54.
45
281
649
65.
64
680
445
2.7
63
224
765
73.
02
Eugen
ol
275
881
.34
41
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
210
197
.73
34
102
834
.64
2
118
214
.74
Asam
D-
Manur
onat
0
463
170
.70
62
350
469
.83
36
368
904
.78
79
0
460
430
.23
36
0
599
981
.69
98
333
624
.98
65
0
707
452
.46
73
0 0
358
432
.36
59
Dekstr
ometo
rfan
260
311
5.6
02
0 0 0 0 0 0 0 0
133
582
.56
38
0
168
804
9.8
16
889
446
.28
12
770
310
.79
37
Asam
Betuli
nat
123
080
0.4
67
986
934
.51
31
527
325
.19
46
903
444
.56
47
786
361
.36
9
814
937
.34
24
791
527
.99
56
901
021
.63
72
106
895
9.8
38
141
853
1.2
79
206
148
0.1
88
333
307
3.3
06
118
441
4.9
38
336
305
6.5
9
Basilo
l
180
815
.29
86
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Apige
nin
7,4'-
dimeti
l eter
997
910
0.6
09
165
199
13.
87
0
623
453
3.7
79
461
910
7.4
68
135
075
67.
98
114
296
86.
44
572
452
0.6
29
160
909
1.7
29
379
242
8.8
45
416
398
6.6
82
140
690
17.
91
0
566
066
0.5
29
Page 42
28
Tabel 5.Area (max) metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan)
4-
Metok
si
sinam
aldehi
d
105
265
.64
5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
363
233
.75
48
0
321
169
.80
32
1-epi-
bisiklo
seskui
feland
rena
661
771
4.7
13
197
475
6.7
39
472
263
.25
59
0
979
926
.97
52
122
196
1.9
59
134
333
9.9
95
183
562
6.0
73
279
369
1.5
36
381
959
1.7
51
805
206
6.6
19
877
549
2.9
36
385
862
9.8
24
644
921
2.8
39
1,8-
Cineol
e
358
164
.04
27
227
052
.47
17
0
222
662
.66
79
0 0 0
159
598
.03
18
223
638
.77
79
313
363
.60
57
539
789
.04
97
592
670
.11
98
298
660
.91
47
485
009
.33
74
Murol
ene
141
977
4.2
2
161
839
2.8
61
484
056
.61
73
103
891
6.6
54
287
597
.11
01
715
905
.50
59
227
053
.70
45
785
866
.79
05
775
367
.74
37
105
157
0.0
39
157
455
2.5
72
187
883
6.2
79
107
614
7.7
1
164
995
6.2
06
Hasil identifikasi menunjukkan sekitar 23 senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada ekstrak metanol kemangi (Tabel 6). Terdapat kemiripan komposisi
metabolit sekunder pada masing-masing sampel, akan tetapi memiliki Area (max)
yang bervariasi. Hal ini diduga karena adanya perbedaan geografis dan faktor
lingkungan tumbuh tanaman dapat berpengaruh terhadap komposisi kimianya.
Tabel 6. Kandungan metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang
Kode Gambar
(Lampiran 5) Senyawa
Rumus
Molekul m/z
RT
(min)
Area
(Max)
MS
2
Sumber
Sitasi
Senyawa 1 trans-beta-
Ocimene C10H16
136.1
249 6.079
26287
3.5 22
Klimank
ova et al,
2008
Senyawa 2 Thymol C10H14O 150.1
042 3.651
25229
97 7
Bunrathe
p et al,
2007
Senyawa 3 Salvigenin C18H16O6 328.0
935 6.956
1.78E
+08 15
Roberto
et al,
2003
Senyawa 4 p-Cimene C10H14 134.1
093 1.819
80898
68 8
Bunrathe
p et al,
2007
Senyawa 5 Nevadensin C18H16O7 344.0
883 5.93
1.23E
+08 2
Roberto
et al,
2003
Page 43
29
Tabel 7. Kandungan metabolit sekunder kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan)
Senyawa 6 Nepetoidin A C17H14O6 314.0
786 4.892
36672
188 18
Lee et al,
2005
Senyawa 7 Luteolin C15H10O6 286.0
473 4.175
40289
20 16
Renee et
al, 2004
Senyawa 8 Hidromorfon C17H19NO3 285.1
357 6.47
18170
640 25
Klimank
ova et al,
2008
Senyawa 9 Germakren-D C15H18O2 230.1
304 1.729
41385
3.6 10
Oliveira
et al,
2009
Senyawa 10 Geranil asetat C12H20O2 196.1
461
5.751 44870
4.2
0 Oliveira
et al,
2009
Senyawa 11 Geranial C10H16O 152.1
199
1.819 14889
587
2 Bunrathe
p et al,
2007
Senyawa 12 Genkwanin C16H12O5 284.0
68
6.024 11229
464
18 Renee et
al, 1996
Senyawa 13 Gardenin B C19H18O7 358.1
042
7.627 30369
773
27 Renee et
al, 1996
Senyawa 14 Eugenol C10H12O2 164.0
836
7.166 27588
1.3
11 Lee et al,
2005
Senyawa 15 Asam D-
Manuronat
C6H10O7 194.0
42
1.224 70745
2.5
3 Klimank
ova et al,
2008
Senyawa 16 Dekstrometorfan C18H25NO 271.1
93
7.576 26031
16
1 Oliveira
et al,
2009
Senyawa 17 Asam Betulinat C30H48O3 456.3
593
10.37
6
59894
10
5 Lee et al,
2005
Senyawa 18 Basilol C37H52O4 560.3
875
10.62
9
20716
3.2
18 Bunrathe
p et al,
2007
Senyawa 19 Apigenin 7,4'-
dimetil eter
C17H14O5 298.0
833
8.272 16519
914
0 Renee et
al, 1996
Senyawa 20 4-Metoksi
sinamaldehid
C10H10O2 162.0
678
2.229 36323
3.8
11 Oliveira
et al,
2009
Senyawa 21 1-epi-
bisikloseskuifela
ndrena
C15H24 204.1
874
8.641 91154
34
1 Lee et al,
2005
Senyawa 22 1,8-Cineole C10H18O 154.1
354
2.005 83915
4.3
6 Bunrathe
p et al,
2007
Senyawa 23 Murolene C15H24O 220.1
824
4.152 27251
63
5 Oliveira
et al,
2009
Page 44
30
Secara keseluruhan, kemangi asal Bogor dan Pandeglang memiliki jumlah
metabolit sekunder yang cukup bervariasi dan intensitas yang berbeda (Tabel 3).
Perbedaan intensitas kandungan metabolit sekunder pada sampel tersebut
kemungkinan diakibatkan dari perbedaan topografi daerah sampel. Kemangi
Bogor dan Pandeglang memiliki Area (Max) yang cukup besar pada sinyal
metabolit dominan. Kandungan metabolit sekunder paling tinggi dimiliki oleh
sampel tersebut adalah salvigenin dan nevadensin. Keduanya masing masing
memiliki m/z 328.0935 dan 344.0883.
4.3 Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kemangi
Uji bioaktivitas ekstrak metanol daun kemangi dengan metode DPPH
bertujuan untuk menunjukkan adanya keragaman senyawa metabolit daun
kemangi dari dua daerah yang berbeda berdasarkan aktivitas antioksidannya.
Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun kemangi dinyatakan dengan nilai IC50
pada Tabel 8. Nilai IC50 dapat ditentukan dengan menggunakan metode regresi
linier antara nilai absorbansi dan konsentrasi sampel (Lampiran 3).
Tabel 8. Nilai IC50 kemangi asal Bogor dan Pandeglang
Sampel IC50
(ppm)
Kemangi Bogor 1 88.65
Kemangi Bogor 2 44.35
Kemangi Bogor 3 47.25
Kemangi Bogor 4 82.33
Kemangi Bogor 5 44.35
Kemangi Bogor 6 45.16
Kemangi Bogor 7 88.11
Kemangi Pandeglang 1 46.81
Kemangi Pandeglang 2 44.22
Page 45
31
Tabel 9. Nilai IC50 kemangi asal Bogor dan Pandeglang (lanjutan)
Kemangi Pandeglang 3 46.14
Kemangi Pandeglang 4 45.29
Kemangi Pandeglang 5 44.37
Kemangi Pandeglang 6 86.61
Kemangi Pandeglang 7 43.35
Menurut Molyneux (2004), suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan
sangat kuat jika nilai IC50 (< 50 μg/mL), kuat (50-100 μg/mL), sedang (100-150
μg/mL), dan lemah (151-200 μg/mL). Ekstrak metanol daun kemangi yang diuji
pada penelitian ini memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat kecuali pada
ekstrak Kemangi Bogor 1, Kemangi Bogor 4, Kemangi Bogor 7, dan Kemangi
Pandeglang 6 yang memiliki nilai IC50 80 ppm. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan intensitas dan variasi senyawa yang terdapat pada sampel kemangi
(Tabel 8).
Kemangi Bogor dan Pandeglang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
kuat, seperti kemangi Bogor 5 dan Pandeglang 7 serta sampel yang mempunyai
nilai IC50 yang kurang dari 50 ppm. Golongan senyawa metabolit sekunder yang
dapat berperan sebagai antioksidan, yaitu senyawa fenolik hidrokuinon, flavonoid,
dan fenil propanoid merupakan senyawa yang dapat mendonorkan proton yang
dapat menstabilkan radikal bebas seperti halnya DPPH. Senyawa pada kemangi
seperti timol, salvigenin, nevadensin, genkwanin, luteolin, dan eugenol
merupakan senyawa antioksidan karena memiliki gugus proton OH yang dapat
mereduksi senyawa radikal bebas. Reaksi senyawa antioksidan dengan DPPH
pada Gambar 3.
Page 46
32
Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif, yaitu suatu keadaaan
dimana jumlah radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh tidak seimbang.
Stres oksidatif berperan penting dalam patofisiologis terjadinya proses penuaan
dan berbagai penyakit degeneratif. Sehingga untuk mencegah hal tersebut,
antioksidan sangat diperlukan oleh tubuh (Werdhasari, 2014).
O
O
O
OH
O
O
Gambar 9. Struktur senyawa salvigenin (Bernhardt et al., 2015)
O
O
O
OH
O
HO
O
Gambar 10. Struktur senyawa nevadensin (Bernhardt et al., 2015)
Pada sampel kemangi Bogor dan Pandeglang diketahui memiliki 2 senyawa
dominan, yaitu salvigenin (Gambar 9) dan nevadensin (Gambar 10). Salvigenin
dan nevadensin merupakan senyawa golongan flavonoid. Menurut Heim et al.
(2002), senyawa flavonoid dapat bertindak sebagai antioksidan karena memiliki
Page 47
33
gugus OH yang dapat menyumbangkan proton kepada senyawa radikal seperti
DPPH. Oleh karena itu diduga nilai aktivitas antioksidan yang tinggi pada sampel
kemangi Bogor dan Pandeglang disebabkan senyawa dominan salvigenin dan
nevadensin.
4.4 Pengenalan Pola Metabolit Kemangi dengan Teknik PCA
Perbedaan kandungan metabolit sekunder yang signifikan dari sampel daun
kemangi berdasarkan letak geografisnya dilakukan dengan teknik analisis
multivariat Principal Component Analysis (PCA). Teknik PCA merupakan suatu
metode analisis peubah ganda yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya
dengan teknik diferensiasi sehingga visualisasi pengelompokkan data antar
kelompok menjadi lebih mudah. Data yang digunakan untuk melakukan analisis
PCA dapat berupa luas area (Area Max) dari suatu sampel (Maslakhah, 2018).
Pendekatan kemometrik PCA diaplikasikan terhadap tabel mass array ekstrak
metanol daun kemangi. Teknik PCA ditujukan untuk mereduksi dimensi data
menjadi lebih mudah dan memberi gambaran pengelompokkan data melalui
komponen utama (PC) yaitu PC 1, PC 2, PC 3, dan seterusnya (Theodoridis et al.,
2012).
4.4.1 Analisis Plot Skor PCA
Hasil analisis PCA ditampilkan sebagai plot skor yang menggambarkan
penyebaran sampel. Plot skor PCA digunakan untuk menentukan keunikan profil
metabolit masing-masing sampel daun kemangi berdasarkan letak geografisnya.
Setiap titik yang berada di skor plot (Gambar 11) mewakili sampel tunggal, dan
Page 48
34
sampel yang menunjukkan kemiripan akan berkelompok menjadi satu (Kim et al.,
2010). Sampel kemangi Bogor diberi kode BGR dan sampel kemangi Pandeglang
diberi kode PDLG. Hasil analisis PCA dapat dikatakan baik apabila dengan
jumlah komponen utama yang sedikit mampu menggambarkan total variasi yang
banyak. Plot skor yang diperoleh dari data mass array hasil analisis dengan LC-
MS/MS menjelaskan 98% keragaman total (PC 1 = 90% dan PC 2 = 8%). Pada
plot skor PCA terdapat nilai intensitas yang digunakan untuk mengelompokkan
sampel berdasarkan nilai dari Area (Max) yang dimiliki sampel tersebut. Sampel
dengan label yang sama dikelompokkan dengan posisi berdekatan. Sampel
tunggal yang tidak memberikan gambaran yang baik (berjauhan dari yang lain)
disebut sebagai data outlier, seperti Bogor 2.
Gambar 11. Analisis plot skor PCA
Reduksi data outlier pada Gambar 12 ditujukkan agar visualisasi
pengelompokkan data menjadi lebih baik. Pengelompokkan sampel kemangi
didasarkan pada nilai Area (Max) yang dimiliki oleh masing masing sampel,
sehingga dapat dikatakan sampel yang berada di dalam 1 kelompok memiliki
kemiripan nilai Area (Max). Hasil reduksi plot skor diperoleh pada gambar yang
Page 49
35
menjelaskan bahwa profil metabolit daun kemangi dibedakan menjadi empat
kelompok berdasarkan kemiripan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di
dalam sampel (Gambar 12). Pengelompokkan ini didukung oleh data hasil analisis
antioksidan ekstrak metanol daun kemangi (Tabel 5).
Gambar 12. Pengelompokkan sampel kemangi Bogor dan Pandeglang
Pada Gambar 12 hasil analisis plot skor PCA kemangi Bogor dan Pandeglang
dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari kemangi Bogor 4, Bogor 6,
Pandeglang 1 dan Pandeglang 4. Kelompok 2 terdiri dari kemangi Bogor 3, Bogor
5, dan Bogor 7. Kelompok 3 terdiri dari kemangi Bogor 1, Pandeglang 2,
Pandeglang 3, dan Pandeglang 6. Kelompok 4 terdiri dari kemangi Pandeglang 5
dan Pandeglang 7. Adanya jarak antar sampel di dalam 1 kelompok disebabkan
karena pada setiap sampel memiliki Area (Max) yang berbeda.
Karakteristik metabolit daun kemangi Bogor dan Pandeglang memiliki
kemiripan (Gambar 12). Adanya proses pengelompokkan ini bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai senyawa penciri (biomarker) dengan bantuan
analisis plot loading PCA. Apabila analisis kemometrik memiliki puncak-puncak
Page 50
36
nilai yang besar, maka nilai tersebut dapat digunakan dalam menentukan senyawa
penciri yang berperan dalam mengklasifikasikan sampel dengan PCA
(Theodoridis, 2008).
4.4.2 Analisis Plot Loading PCA
Analisis PCA digunakan dalam mengelompokkan senyawa metabolit sekuder
yang dimiliki oleh suatu sampel yang dikenal sebagai plot loading. Plot loading
juga digunakan untuk menentukan pemetaan senyawa yang terdapat di dalam
suatu sampel (Gambar 13).
Gambar 13. Analisis plot loading PCA
Page 51
37
Gambar 14. Penentuan senyawa penciri (biomarker) kemangi Bogor dan
Pandeglang
Dalam plot loading (Gambar 14) menggambarkan bahwa senyawa metabolit
sekunder terletak pada suatu titik pada kuadran tertentu. Penempatan senyawa
metabolit sekunder pada suatu kuadran didasarkan oleh besarnya area max.
Senyawa metabolit sekunder yang memiliki area max tinggi cenderung terpisah
dengan senyawa metabolit sekunder lainnya. Pemisahan tersebut digunakan untuk
mencari suatu senyawa penciri (biomarker) yang terdapat pada sampel.
4.4.3 Analisis Biplot PCA
Analisis biplot PCA merupakan suatu teknik statistika yang digunakan untuk
melihat senyawa penciri yang terdapat pada suatu sampel. Analisis ini
menggabungkan antara plot skor dan plot loading menjadi satu dimensi. Tujuan
dari analisis biplot PCA adalah untuk mengetahui senyawa penciri (biomarker)
yang terdapat pada sampel yang diuji (Theodoridis, 2008).
Page 52
38
Gambar 15. Analisis biplot PCA kemangi Bogor dan Pandeglang
Data loading plot menunjukkan dugaan senyawa penciri (biomarker) dari
sampel yang terdapat pada plot skor (Maslakhah, 2018). Dalam biplot (Gambar
15) menggambarkan bahwa klasifikasi daun kemangi berdasarkan letak
geografisnya dipengaruhi oleh variasi kandungan senyawa metabolit yang
terdapat dalam masing-masing sampel. Menurut Saifudin et al. (2011), senyawa
penciri dari suatu sampel dapat berupa senyawa dominan secara kuantitatif
meskipun senyawa tersebut belum tentu bertanggung jawab langsung terhadap
aktivitas farmakologi. Kelompok daun kemangi 1 teridentifikasi memiliki
senyawa penciri yaitu salvigenin yang mempunyai nilai m/z sebesar 328.09346.
Kelompok daun kemangi 4 (Pandeglang 5 dan 7) memiliki senyawa penciri
nevadensin yang memiliki nilai m/z sebesar 344.08833.
Page 53
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai
berikut :
1. Nilai IC50 uji antioksidan pada sampel daun kemangi asal Bogor dan
Pandeglang memiliki aktivitas yang sangat kuat dengan range nilai IC50, yaitu
43,35 ppm – 88,65 ppm. Nilai IC50 tertinggi terdapat pada sampel kemangi
Pandeglang 7 sebesar 43,35 ppm.
2. Senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi pada daun kemangi daerah
Bogor dan Pandeglang berjumlah 24 senyawa. Diantara senyawa tersebut
terdapat golongan senyawa terpenoid, fenolik, flavonoid, dan fenilpropanoid.
3. Senyawa penciri (biomarker) yang terdapat pada sampel kemangi asal Bogor
adalah salvigenin dan kemangi asal Pandeglang adalah nevadensin.
5.2 Saran
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai hubungan antara senyawa penciri
(biomarker) dan nilai aktivitas antioksidan. Membandingkan hasil aktivitas
antioksidan dengan metode lain seperti ABTS dan FRAP, serta mengisolasi
senyawa penciri (biomarker) dari daun kemangi Bogor dan Pandeglang untuk
mengetahui nilai IC50 dari senyawa tersebut.
Page 54
40
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. 2007. Artikel Iptek: Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan.
http: www.beritaiptek.com. Akses 18 November 2007
Audrey R.E. 2003. Liquid Chromatoghraphy–Mass Spectrometry: an
Introduction, New York (USA) : John Wiley & Sons.
Baseer M dan Jain K. 2016. Review of Botany, Phytochemistry, Pharmacology,
Contemporary applications and Toxicology of Ocimum sanctum. Int. J.
Pharm. Life Sci. 7 (2) : 4918-4929.
Bernhardt B, Bernáth J, Gere A, Kókai Z, Komáromi B, Tavaszi-Sárosi S, Varga
L, Sipos L, Szabó K. 2015. The Influence of Cultivars and Phenological
Phases on the Accumulation of Nevadensin and Salvigenin in Basil
(Ocimum basilicum). Nat Prod Commun. 10 (10) : 1699-702.
Bowers L.D. 1989. High-Performance Liquid Chromatography/Mass
Spectrometry : State of The Art for The Drug Analysis Laboratory. Clin
Chem. 35: 1282–7.
Bunrathep S, Palauvej C, Ruangrungsi N. 2007. Chemical compositions and
antioxidative activities of essential oils from four Ocimum species
endemic to Thailand. J Health Res. 21 : 201–6.
Castillo S, Gopalacharyulu P, Yetukuri L, Oresic M. 2011. Algorithms and tools
for the preprocessing of LC-MS metabolomics data. Chemometrics and
Intelligent Laboratory Systems. 108 : 23-32.
Cevallos-Cevallos J.M dan Reyes-De-Corcuera J.I. 2012. Metabolomics in food
science. Advance in Food and Nutrition Research. 67 : 1–24.
Cuyckens F dan Claeys M. 2004. Mass spectrometry in the structural analysis of
flavonoids. Journal of Mass Spectrometry. 39: 1–15.
Dadang dan Prijono. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan
Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Bogor: IPB.
Darusman L.K, Heryanto R, Rafi M, Wahyuni WT. 2007. Potensi daerah sidik jari
spektrum inframerah sebagai penanda bioaktivitas ekstrak tanaman obat.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 12 (3) : 154-162.
Page 55
41
Dorothée D.T, Pius T.M, Damase N.V.O, Blaise M.M, Koto-te-Nyiwa N, Damien
S.T.T, Matthieu K.B, Kalulu M.T, Teddy K.K. 2014. Antisickling
activity of butyl stearate isolated from Ocimum basilicum (Lamiaceae).
Asian Pac J Trop Biomed. 4 (5) : 393-398
Evelyn C.P. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT
Gramedia.
Farag M, Weigned M, Luebert F, Brokamp G, Wassjohann L. 2013.
Phytochemical, Phylogenetic, and Anti-inflammatory evaluation of 43
Urtica accessions (stinging nettle) Based on UPLC-Q-TOF-MS
Metabolomic Profiles. Phytochemistry. 170-183.
Gurav S, Deshkar N, Gulkari V. 2007. Free Radical Scavenging Activity of
Poligala chinensis Linn. Pharmacology. 2 : 245-253.
Harbone J.B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan Edisi I : 9 – 10. Bandung : ITB.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Jakarta : Badan Litbang
Kehutanan.
Heim K.E, Tagliaferro A.R, Bobilya D.J. 2002. Flavonoid antioxidant: Chemistry,
Metabolism and Structure – Activity Relationship. J.NutrBiochem. 10 :
572-584.
Huang D, Ou B, Prior R.L. 2005. The Chemistry behind Antioxidant Capacity
Assays. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53 : 1841-1856.
Humrawali H dan Ali M.M. 2012. Penunjuk Biolipid di Muara Sungai Selangor,
Selangor: Analisis Prinsip Komponen (PCA) Sterol dan Alkohol Lemak.
Journal of Tropical Marine Ecosystem. 2 : 13-28.
Ivanova E dan Ivanov B. 2000. Mechanisms of extracellular antioxidant defend.
Exp Pathol and Parasitol. 4 : 49-59.
Johnson dan Wichern. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis Edisi
Keenam. Pearson Pretice Hall.
Karyadi E. 1997. Antioksidan: Resep Awet Mudat dan Umur PanjangFrom
Uji Aktivitas Antiradikal Dengan Metode DPPH dan Penetapan
Kadar Fenol Total Ekstrak Daun Keladi Tikus (Thyponium divaricatum
(Linn) Decne). Pharmacon. 2 : 51-56.
Page 56
42
Kemenag. 2014. Tafsir Ilmi Qur’an Surah Abasa: 24-32.
https://quran.kemenag.go.id/index.php/sura/80. Akses 8 November 2019.
Kim J.Y, Park J.Y, Kim O.Y, Ham B.M, Kim H.J, Kwon D.Y, Jang Y, Lee J.H.
2010. Metabolic profiling of plasma in overweight/obese and lean men
using ultra performance liquid chromatography and Q-TOF mass
spectrometry (UPLC-Q-TOF MS). J. Proteome Res. 9 : 4368–4375.
Klimankova E, Holadova K, Hajslova J, Cajka T, Poustka J, Koudela M. 2008.
Aroma profiles of five basil (Ocimum basilicum L.) cultivars grown
under conventional and organic conditions. Food Chem. 107 : 464–72.
Khopkar S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Kobayashi S, Putri, S.P, Yamamoto Y, Donghyo K, Bamba T, Fukusaki E. 2012.
Gas chroma-tography-mass spectrometry based metabolic profiling for
the identification of discrimina-tion markers of Angelicae Radix and its
application to gas chromatography–flame ionization detector system.
Journal of Bioscience and Bioengineering. 114: 232–236.
Krastanov A. 2011. Metabolomics the state of art. Biotecnol & Biotechnol. 24:
1537-1543
Lee S.J, Umano K, Shibamoto T, Lee K.G. 2005. Identification of volatile
components in basil (Ocimum basilicum L.) and thyme leaves (Thymus
vulgaris L) and their antioxidant properties. Food Chem. 91:131–7.
Martiningsih N.W dan Suryanti I.A.P. 2017. Skrining Fitokimia dan Aktivitas
Antijamur Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum sp.). Seminar
Nasional Riset Inovatif. ISBN: 978-602-6428-11-0.
Maser W.H, Rusmarilis H, Yuliana N.D. 2017. Aplikasi Metabolomik Berbasis
HPLC Untuk Mengidentifikasi Waktu Retensi Komponen Antibakteri
Stapylococcus aureus Pada Ekstral Bunga Kecombrang (Etlingera
elatior). Alchemy : 241-251.
Maslakhah N.F. 2018. Metabolite Profiling Bagian Akar, Batang, Daun, dan Biji
Helianthus annuus L. Menggunakan Instrumen UPLC-MS. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim : Malang.
Page 57
43
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal
of Science and Technology. 26 (2) : 211-219.
Oliveira J.S, Porto L.A, Estevam C.S, Siqueira R.S, Alves P.B, Niculau E.S,
Blank F.A. 2009. Phytochemical screening and anticonvulsant property
of Ocimum basilicum leaf essential oil. Boletin Latinoamericano Caribe.
Plant Med Aromat. 8 : 195–202.
Ortelli D dan Rudaz S. 2000. Enantioselective Analysis of Methadone in Saliva
by Liqued Chromatography-Mass Spectrometry. Journal of
Chromatography. 271 (1-2) : 163-72.
Osman H, Nasarudin R, Lee S.L. 2004. Extracts of Cocoa (Theobroma cacao l.)
Leaves an Their Antioxidation Potential. Food Chem. 86 : 41-86.
Portal Resmi Kabupaten Bogor. 2019. Letak Geografis Kabupaten Bogor.
https://bogorkab.go.id/pages/letak-geografis. Akses 20 Oktober 2020.
Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity,
phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal
plants. African Journal of Biotechnology. 5 (11) : 1142-1145.
Prasetyorini, Wiendarlina I.Y, Peron A.B. 2011. Toksisitas beberapa ekstrak
rimpang cabang temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada larva
udang (Artemia salina Leach.). Fitofarmaka. 1 (2) : 14-21.
Pratt D.E dan Hudson.1992. Natural Antioxidant Not Exploited Commercially.
Food Antioxidant, Elsevier Applied Science. London : 99-170.
Putri S.P, Yasumune N, Fumio M, Takato U, Shizu K, Atsuki M, Fukusaki E.
2013. Current metabolomics: practical applications. Journal Bioscience
and Bioengineering. 115 (6) : 579-589.
Putri S.P, Nusantara F.J.P, Fumio M, Putri S.E. 2017. Aplikasi Pendekatan
Metabolomik untuk Ilmu Pangan dan Mikrobiologi. Review Article.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia.
Renee J.G, Roberto F.V, Anna M.P, Geoffrey C.K, James E.S, Alan J.P. 2004.
Characterization of cultivars within species of Ocimum by exudate
flavonoid profiles. Biochemical Systematics and Ecology. 32 : 901–913
Page 58
44
Renee J.G, Sarah E.B, Nigel C.V, Fiona J.G, Alan P, Eckhard W. 1996. External
Flavones in Sweet Basil, Ocimum Basilicum, and Related Taxa.
Phytocheraistry. 43 (5) : 1041-1047.
Restiyani A, Yuniarni U, Hazar S. 2015. Uji Aktivitas Antiinflamasi dari Ekstrak
Etanol Kemangi (Ocimum Americanum L.) Terhadap Tikus Jantan
Wistar. Prosiding SPeSIA. 2460-6472.
Roberto F.V, Renee J.G, Alan J.P. 2003. Chemical profiling of Ocimum
americanum using external flavonoids. Phytochemistry 63 : 555 – 567.
Ronald J.G dan Paul L.A.P. (2001). Chemical Bonding and Molecular Geometry.
New York: Oxford University Press.
Saifudin A, Rahayu V, Teruma H.Y. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarah S.M dan Lamia A.M. 2015. Estimation of the phitochemical constituens
and biological activity of iraqi Ocimum sanctum L .extracts. Int J Pharm
Bio Science. 6 (1) : (B) 999 –1007.
Siemonsma J.S dan Piluek K. 1994. Plant Resources of South-East Asia
(PROSEA) Vegetables. Bogor : Prosea Foundation.
Sudarsono, Gunawan D, Wahyuono S, Donatus I.A, Purnomo. 2002.
Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan).
Yogyakarta : Pusat Studi Obat Tradisional-Universitas Gadjah Mada.
Sukandar D, Hermanto S, Amelia, E.R. 2015. Penapisan Bioaktivitas Tabnaman
Pangan Fungsional Masyarakat Jawa Barat dan Banten. Jakarta : Cinta
Buku Media.
Tatiana S.W dan Ria S. 2020. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
dan Uji Sitotoksik Terhadap Sel Kanker Payudara T47D Pada Ekstrak
Daun Kemangi. Jurnal Farmasetis. 9 (1) : 51 – 64.
Theodoridis G.A, Gika H.G, Wilson I.D. 2008. LC-MS-based methodology for
global metabolite profiling in metabonomics/metabolomics. Trends in
Analytical Chemistry. 27 (3) : 251-260.
Theodoridis G.A, Gika H.G, Want E.J, Wilson I.D. 2012. Liquid
chromatography-mass spectrometry based global metabolite profiling: a
review. Analytica Chimica Acta . 711 : 7-16.
Page 59
45
Website Resmi Provinsi Banten. 2012. Letak Geografi Provinsi Banten.
https://www.bantenprov.go.id/profil-provinsi/geografi. Akses 20
Oktober 2020
Werdhasari A. 2014. Peran antioksidan bagi kesehatan. Jurnal Biotek Medisiana
Indonesia. 3 : 59-68.
Winarti C. dan Nurdjanah N. 2005. Peluang Tanaman Rempah dan Obat Sebagai
Sumber Pangan Fungsional, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. J. Litbang Pertanian. 24 (2) : 47-55.
Yuliana N.D, Khatib A, Choi Y.H, Verpoort R. 2011. Metabolomic for
Bioactivity Assesment of Natural Products. Phytother Res. 25 (2) : 157-
169.
Zabka M, Roman P, Evzenie P. 2014. Antifungal Activity and Chemical
Composition of Twenty Essential Oils against Significant Indoor and
Outdoor Toxigenic and Aeroallergenic Fungi. Chemosphere. 112 : 443–
48.
Zhao H, Wang Z, Cheng C, Yao L, Wang L, Lu W, Yang X, Ma F. 2011. In-Vitro
Free Radical Scavenging Activities of Anthocyanins from Three Berries
Journal of Medicinal Plants Research. 5 (32) : 7036-7042.
Page 60
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji antioksidan daun kemangi Bogor dan Pandeglang
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 1
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.237 0.238 0.2375 0
88.64849
6.25 0.225 0.218 0.2215 6.736842
12.5 0.211 0.205 0.208 12.42105
25 0.181 0.188 0.1845 22.31579
50 0.141 0.15 0.1455 38.73684
100 0.086 0.094 0.09 62.10526
200 0.005 0.003 0.004 98.31579
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 2
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.242 0.244 0.243 0
44.34771
6.25 0.212 0.225 0.2185 10.0823
12.5 0.176 0.193 0.1845 24.07407
25 0.142 0.15 0.146 39.9177
50 0.093 0.101 0.097 60.0823
100 0.002 0.009 0.0055 97.73663
y = 0.4822x + 7.2537
R² = 0.9729
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150 200 250
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 1
Series1
Linear (Series1)
Page 61
47
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 3
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.289 0.293 0.291 0
47.24498
6.25 0.281 0.278 0.2795 3.95189
12.5 0.243 0.233 0.238 18.21306
25 0.199 0.202 0.2005 31.09966
50 0.111 0.115 0.113 61.16838
100 0.013 0.004 0.0085 97.07904
y = 0.9416x + 8.2422
R² = 0.9673
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 2
Series1
Linear (Series1)
y = 0.9862x + 3.407
R² = 0.978
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 3
Series1
Linear (Series1)
Page 62
48
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 4
konsentrasi simplo duplo rata -
rata % inhibisi IC50
0 0.243 0.246 0.2445 0
82.32759
6.25 0.228 0.221 0.2245 8.179959
12.5 0.206 0.201 0.2035 16.76892
25 0.188 0.183 0.1855 24.13088
50 0.136 0.141 0.1385 43.35378
100 0.078 0.076 0.077 68.50716
200 0.002 -0.002 0 100
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 5
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.236 0.235 0.2355 0
44.34771
6.25 0.203 0.191 0.197 16.3482
12.5 0.173 0.188 0.1805 23.35456
25 0.144 0.153 0.1485 36.94268
50 0.088 0.073 0.0805 65.81741
100 0.01 0.003 0.0065 97.23992
y = 0.4878x + 9.8406
R² = 0.9537
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150 200 250
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 4
Series1
Linear (Series1)
Page 63
49
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 6
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.244 0.245 0.2445 0
45.15576
6.25 0.212 0.221 0.2165 11.45194
12.5 0.188 0.193 0.1905 22.08589
25 0.165 0.173 0.169 30.87935
50 0.089 0.093 0.091 62.78119
100 0.002 0.006 0.004 98.36401
y = 0.9332x + 9.815
R² = 0.9629
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 5
Series1
Linear (Series1)
y = 0.9643x + 6.4563
R² = 0.9789
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 6
Series1
Linear (Series1)
Page 64
50
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Bogor 7
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.237 0.238 0.2375 0
88.10905
6.25 0.229 0.222 0.2255 5.052632
12.5 0.202 0.191 0.1965 17.26316
25 0.179 0.171 0.175 26.31579
50 0.142 0.141 0.1415 40.42105
100 0.088 0.095 0.0915 61.47368
200 0.013 0.005 0.009 96.21053
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 1
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.273 0.275 0.274 0
46.80736
6.25 0.259 0.263 0.261 4.744526
12.5 0.235 0.228 0.2315 15.51095
25 0.185 0.183 0.184 32.84672
50 0.093 0.101 0.097 64.59854
100 0.014 0.007 0.0105 96.16788
y = 0.4631x + 9.1967
R² = 0.9568
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150 200 250
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Bogor 7
Series1
Linear (Series1)
Page 65
51
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 2
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.277 0.276 0.2765 0
44.22026
6.25 0.251 0.248 0.2495 9.764919
12.5 0.218 0.202 0.21 24.05063
25 0.169 0.177 0.173 37.43219
50 0.101 0.098 0.0995 64.01447
100 0.006 0.011 0.0085 96.92586
y = 0.9889x + 3.7122
R² = 0.9675
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 1
Series1
Linear (Series1)
y = 0.9475x + 8.1013
R² = 0.9635
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 2
Series1
Linear (Series1)
Page 66
52
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 3
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.268 0.275 0.2715 0
46.14081
6.25 0.255 0.257 0.256 5.709024
12.5 0.233 0.228 0.2305 15.10129
25 0.181 0.178 0.1795 33.88582
50 0.089 0.091 0.09 66.85083
100 0.012 0.009 0.0105 96.1326
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 4
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.243 0.255 0.249 0
45.29035
6.25 0.229 0.231 0.23 7.630522
12.5 0.208 0.215 0.2115 15.06024
25 0.166 0.175 0.1705 31.5261
50 0.083 0.077 0.08 67.87149
100 0.002 0.004 0.003 98.79518
y = 0.9907x + 4.2883
R² = 0.96
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 3
Series1
Linear (Series1)
Page 67
53
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 5
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.249 0.245 0.247 0
44.37408
6.25 0.233 0.229 0.231 6.477733
12.5 0.211 0.202 0.2065 16.39676
25 0.177 0.165 0.171 30.76923
50 0.066 0.073 0.0695 71.86235
100 0.003 -
0.001 0.001 99.59514
y = 1.0143x + 4.062
R² = 0.967
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 4
Series1
Linear (Series1)
y = 1.0332x + 4.1527
R² = 0.955
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 5
Series1
Linear (Series1)
Page 68
54
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 6
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.245 0.247 0.246 0
86.60628
6.25 0.236 0.239 0.2375 3.455285
12.5 0.218 0.215 0.2165 11.99187
25 0.191 0.188 0.1895 22.96748
50 0.148 0.137 0.1425 42.07317
100 0.088 0.079 0.0835 66.05691
200 0.002 0.005 0.0035 98.57724
Data Uji Antioksidan Daun Kemangi Pandeglang 7
konsentrasi simplo duplo rata - rata % inhibisi IC50
0 0.236 0.235 0.2355 0
43.35266
6.25 0.218 0.203 0.2105 10.61571
12.5 0.188 0.199 0.1935 17.83439
25 0.135 0.143 0.139 40.97665
50 0.087 0.077 0.082 65.18047
100 -0.002 0.003 0.0005 99.78769
y = 0.4935x + 7.2598
R² = 0.9547
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150 200 250
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 6
Series1
Linear (Series1)
Page 69
55
Lampiran 2. Kromatogram LC-MS/MS kemangi Bogor dan Pandeglang
Ion negatif
Blanko
y = 0.9885x + 7.1459
R² = 0.9641
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150
Axis
Tit
le
Axis Title
Kemangi Pandeglang 7
Series1
Linear (Series1)
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
9.419.24
10.23
8.64
9.59
7.72
8.42
7.93
1.12
11.681.26 11.834.754.68 4.86 5.63 5.84 6.73 6.974.193.593.321.61 2.720.47 10.87 12.8712.99 13.47 14.88
NL:2.49E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS blanko
Page 70
56
Bogor 1
Bogor 2
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
8.35
9.16
9.96
1.55
8.56
9.37
4.24 7.527.66
1.92
3.06 4.111.223.66 4.41
7.764.83 5.875.36
6.9214.93
0.30 0.54 11.36 11.646.502.40 11.21 11.97 14.0312.70 13.25
NL:3.80E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_1
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.55
4.42
8.47
9.24
1.28
4.25 9.107.494.11 10.051.85
1.22
5.906.90
9.38
5.39
4.69
14.7710.473.625.97 6.76
7.702.966.38
7.8010.75 13.860.37 4.750.57 11.61 11.72
11.473.382.23 14.4812.33 12.77 12.95
NL:2.57E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_2
Page 71
57
Bogor 3
Bogor 4
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
8.35
9.11
8.94 9.927.47
1.55 8.52
1.287.64
4.4110.701.22
7.75
4.241.82 4.10
5.895.15
6.91 11.134.66 11.313.650.57 6.592.42 3.54 11.99 12.14 12.84 13.39 14.75
NL:3.70E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_3
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.55
4.42
1.28
4.25
4.08 9.29
9.115.90
7.536.94 8.51 10.11
5.359.43
4.69 8.621.82 11.93
3.63 14.861.928.23 10.46
2.96 6.804.831.027.740.57 7.143.522.09 2.51 10.99 11.39 13.9312.44 12.62
NL:3.04E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_4
Page 72
58
Bogor 5
Bogor 6
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.53
9.30
9.12
8.5210.08
7.53
9.40
1.33
1.225.91 8.62
4.406.92
4.09
1.81
5.35
11.338.27 11.5511.19
0.50 7.704.68 6.79 11.947.062.02 6.40 8.093.632.12 4.782.61 12.02 14.03
12.68 12.82 14.66
NL:1.08E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_5
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
9.29
9.11
4.431.84
1.56
8.51 10.07
7.53
4.251.29 4.09
5.89
1.228.626.93
4.67
14.915.37
6.79
10.453.62 7.70
1.09 8.306.410.33 0.75 11.92
11.672.962.46 14.005.09 12.033.41 10.77
12.36 12.58 14.5813.13
NL:1.16E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_6
Page 73
59
Bogor 7
Pandeglang 1
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
9.299.11
8.51
10.07
7.53
8.61
9.435.91
1.54
6.96
4.124.40
1.33 1.82
14.891.19
5.36
7.70 10.461.12
11.936.79 8.26 11.436.430.26 0.754.512.13 3.952.27 12.033.56 14.04
10.78
12.25 12.62 14.63
NL: 1.10E8
Base Peak m/z= 50.00-1530.00 F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_7
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.55
1.28
4.42
9.464.25 9.25
7.664.11
8.64 10.285.88
9.571.85 6.89
5.36 8.754.661.92
3.66 10.498.251.022.96
14.156.364.830.37 7.13 11.9510.563.55 11.032.862.44 14.7912.12 12.64 13.97
NL: 2.68E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_1
Page 74
60
Pandeglang 2
Pandeglang 3
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.55
1.31
9.40
9.224.41
4.24 7.63 10.228.58
1.213.06 4.10
1.919.54
8.72
5.875.383.65 6.88
10.364.86
8.37 11.951.05 12.237.800.40 10.507.496.53 14.18
2.50 11.0012.67 13.96 14.79
NL: 2.22E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_2
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.55
3.06
9.371.91 8.56
4.231.31
10.169.20
4.10
7.614.401.22
9.528.704.85
3.655.89
5.37 6.90
10.378.35
2.430.5412.156.48 7.26 11.97 12.26
14.1310.6612.74 13.95 14.77
NL: 1.71E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_3
Page 75
61
Pandeglang 4
Pandeglang 5
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.54
9.314.24
8.54
9.173.04 10.134.411.31 1.90 7.56
4.08
9.455.893.66
5.376.89
4.85
14.95
7.76
10.372.411.02 10.840.53 6.3711.897.10 14.0812.1710.94
13.9712.69
NL: 2.60E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_4
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
8.44
9.23
1.9210.04
1.54
1.214.24
8.58 9.419.10
3.04
4.847.53
4.11
7.703.66
5.906.90
5.39
4.412.42 7.84
14.9111.61 11.790.40 10.396.28 7.0013.9812.18 12.40 13.17
NL: 3.09E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_5
Page 76
62
Pandeglang 6
Pandeglang 7
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
8.47
9.24
1.5510.06
8.61
9.429.101.924.25
7.55
3.074.08
1.31 7.69
1.214.843.66
5.37
5.897.83
4.42 6.91
0.4711.562.40 7.27 11.42 11.676.07 6.42
12.17 12.62 14.1313.10 14.89
NL: 2.13E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_6
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.55
1.93
9.23
8.47
10.043.05 4.86
1.21
4.25
8.60
9.417.525.89
4.093.67
6.895.38
7.69
2.40
4.4214.87
7.80
1.02
0.710.36 6.75 11.977.10 10.39 11.29 13.9912.11 12.52 12.96
NL: 2.46E8
Base Peak F: FTMS - p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_7
Page 77
63
Ion positif
Blanko
Bogor 1
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
7.206.99
7.356.786.465.75
7.459.677.635.61
8.120.210.31
8.27 8.411.11 5.369.01
0.93 5.298.515.121.56 9.15
4.87
4.734.52
4.459.85
4.353.96
3.75 10.0713.3010.78
3.61 10.173.47
1.73 2.42 3.19
2.15
10.89
11.08
11.22
14.28
14.6011.44 14.18
13.9311.59
11.92 13.08
NL:4.58E7
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS blanko
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
14.22
6.91
1.13
5.89
9.07
12.9012.64
11.527.61
12.09 13.974.093.25 9.778.584.230.25 10.765.371.54 6.241.80 7.92 13.7910.304.032.87
NL:9.80E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_1
Page 78
64
Bogor 2
Bogor 3
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.92
5.88
1.17
1.10
12.6412.9312.06
7.58 11.77
6.23 13.08 14.975.44 13.8110.775.37 10.498.241.530.31 4.26 4.403.05 4.101.80 8.70 9.19 9.36
NL:1.33E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_2
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.92
1.13
5.87
12.64
5.17
12.08 13.5614.8811.76
7.590.28 10.751.54 6.68 7.73 8.085.07 8.82 10.504.57 9.553.803.202.02
NL:7.69E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_3
Page 79
65
Bogor 4
Bogor 5
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.92
1.175.89
1.10
12.6012.05
12.90
7.59
6.235.44 8.25 11.815.30 13.0410.47 13.951.540.28 3.26 4.40 11.481.80 8.425.20 8.95 9.56 14.542.81
NL:1.25E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_4
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.91
1.171.10
5.86
12.07
12.62
12.88
11.75
7.58 13.0610.74 13.760.35 10.496.495.61 7.75 8.254.87 8.754.774.041.55 3.582.32 14.16
NL:7.03E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_5
Page 80
66
Bogor 6
Bogor 7
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.88
5.88
1.17
12.0512.59
12.896.43 7.58 14.0213.5111.76
5.291.54 11.48 14.170.31 8.254.31 10.474.24 8.855.00 8.953.05 9.482.802.13
NL:8.37E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_6
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.91
5.86
12.60
12.051.14
13.9513.55
11.807.58
6.70
0.31 10.7610.478.255.445.163.02 8.741.55 9.204.522.11 3.86 9.70
NL: 7.47E8
Base Peak m/z= 50.00-1530.00 F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Bogor_7
Page 81
67
Pandeglang 1
Pandeglang 2
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.90
1.13
5.90
12.92
12.66
12.07
7.61
5.4513.986.21 11.82 13.068.273.26 5.28 11.4910.764.400.31 13.291.56 4.230.90 7.88 10.518.56 14.098.84 9.205.171.80 3.852.952.56
NL: 1.04E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_1
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.941.16
5.89
12.91
12.69
10.7712.078.677.61
13.9811.970.246.234.53 11.4910.484.12 5.431.56 3.25 7.335.37 8.00 13.091.80 9.13 9.20 9.63 14.233.952.702.21
NL: 6.85E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_2
Page 82
68
Pandeglang 3
Pandeglang 4
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.92
1.17
5.87
12.90
12.68
14.22
8.657.59
12.09 13.97
4.12 4.25 11.996.220.38 10.783.25 5.461.57 1.80 7.35 10.505.39 13.087.73 8.58 8.90 10.939.22 11.489.893.08 3.872.662.31 14.79
NL: 8.02E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_3
RT: 0.00 - 15.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.91
5.87
1.131.20
12.89
12.63
7.58 12.088.66
13.994.133.26 6.21 8.59 11.985.46 10.781.56 5.354.23 10.50 13.070.25 11.761.79 11.510.45 8.27 13.295.29 9.09 10.299.43 14.243.05 3.892.57
NL: 1.08E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_4
Page 83
69
Pandeglang 5
Pandeglang 6
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.92
5.89
1.16
14.24
12.899.05
7.58 12.64
12.093.266.235.37 13.96
4.128.59 11.52
10.761.55 4.251.81 13.074.520.310.86 9.78 10.946.57 8.212.24 2.96 14.855.17 10.483.61
NL: 1.32E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_5
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
1.17
14.226.93
5.87
12.63
12.89
9.05
10.7812.08
0.35 7.60 13.9710.9311.511.54 4.230.86 7.296.79 8.59 13.304.101.80 7.814.513.26 5.745.28 9.76 9.904.03 14.8713.782.742.28
NL: 5.84E8
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_6
Page 84
70
Pandeglang 7
Lampiran 3. Hasil interpretasi data LC-MS/MS
Kode Gambar Struktur Senyawa Senyawa Golongan
Senyawa 1 H
trans-beta-Ocimene Terpenoid
Senyawa 2
OH
Timol Fenolik
Senyawa 3
O
O
O
OH
O
O
Salvigenin Flavonoid
RT: 0.00 - 15.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Time (min)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Re
lative
Ab
un
da
nce
6.91
5.88
1.16
14.22
12.90
12.64
7.61
3.27 9.04 12.10 14.004.244.10 6.225.36
10.7611.991.56 1.82 13.3111.498.590.25 4.51 4.570.97 6.81 13.832.18 2.25 7.96 9.78 10.485.154.00
14.85
NL: 1.11E9
Base Peak F: FTMS + p ESI Full ms [100.0000-1500.0000] MS Pandeglang_7
Page 85
71
Senyawa 4
p-Cimene Terpenoid
Senyawa 5
O
O
O
OH
O
HO
O
Nevadensin Flavonoid
Senyawa 6
O
O
O
H
H
H
H
O
H
H
O
O
H
H
Nepetoidin A
Fenilpropan
oid
Senyawa 7
O
O
OH
OH
HO
OH
Luteolin Flavonoid
Senyawa 8 OH
O
H
O
NH
H
Hidromorfon Fenantrena
Senyawa 9
H
H
H
Germakren-D Terpenoid
Senyawa 10
O
O
H
Geranil asetat Terpenoid
Senyawa 11
O
H
H
Geranial Terpenoid
Page 86
72
Senyawa 12
O
OH
OOH
O
Genkwanin Flavonoid
Senyawa 13
O
OH
OOH
O
O
O
Gardenin B Flavonoid
Senyawa 14 OH
O
Eugenol Fenolik
Senyawa 15
O
OH
HO
HO
OH
O
OH
Asam D-Manuronat Karbohidrat
Senyawa 16
HO
H
HN
Dekstrometorfan fenantrena
Senyawa 17
O
H
H
H
HH
O
O
H
Asam Betulinat Terpenoid
Senyawa 18
HO
H
H
O
O
H
O
Basilol Terpenoid
Senyawa 19
O
O
OOH
O
Apigenin 7,4'-dimetil
eter Flavonoid
Page 87
73
Senyawa 20 O
H
H
HO
4-Metoksi
sinamaldehid
Fenilpropan
oid
Senyawa 21
1-epi-
bisikloseskuifelandre
na
Terpenoid
Senyawa 22
O
1,8-Cineole Terpenoid
Senyawa 23
H
H
Murolene Cadinene
Page 88
74
Lampiran 4. Data spektrum fragmentasi senyawa metabolit sekunder kemangi Bogor dan Pandeglang
trans-beta-Ocimene
Timol
Page 89
75
Salvigenin
p-Cimene
Page 90
76
Nevadensin
Nepetoidin A
Page 91
77
Luteolin
Hidromorfon
Page 92
78
Germakren-D
Geranil asetat
Page 93
79
Geranial
Genkwanin
Page 94
80
Gardenin B
Eugenol
Page 95
81
Asam D-Manuronat
Dekstrometorfan
Page 96
82
Asam Betulinat
Basilol
Page 97
83
Apigenin 7,4'-dimetil eter
4-Metoksi sinamaldehid
Page 98
84
1-epi-bisikloseskuifelandrena
1,8-Cineole
Page 100
86
Lampiran 5. Pola fragmentasi MS2 senyawa biomarker kemangi
Pola Fragmentasi Senyawa Salvigenin
O
OOH
H3CO
H3CO
OCH3
+H
[M+H] m/z 329.1016
O
OOH
H3CO
-O
OCH3
+H
[M+H] m/z 314.0780
O
OOH
-O
H3CO
OCH3
O
OOH
H3CO
H3CO
O-
atau
atauO
OOH
HO
-O
OH+H
[M+H] m/z 296.0676
- CH3
- 2CH2
O
OOH
-O
HO
OH
O
OOH
HO
HO
O-
atau
atau
Page 101
87
O
OOH
HO
-O
OH+H
[M+H] m/z 296.0676
O
OOH
-O
HO
OH
O
OOH
HO
HO
O-
atau
atau
O
OH
HO
-O
OH+H
[M+H] m/z 268,0726
O
OH
-O
HO
OH
O
OH
HO
HO
O-
atau
atau
- CO
Page 102
88
Pola Fragmentasi Senyawa Nevadensin
O
OOH
H3CO
HO
OCH3
OCH3
+H
[M+H] m/z 345.0960
O
OOH
H3CO
HO
OCH3
OH
+H
[M+H] m/z 331.0757
O
OOH
H3CO
HO
OHOCH3
O
OOH
HO
HO
OCH3
OCH3
atau
atauO
OOH
H3CO
HO
O-O-
+H
[M+H] m/z 315.0492
- CH2
- 2CH3
O
OOH
-O
HO
O-OCH3
O
OOH
-O
HO
OCH3
O-
atau
atau