JADWAL KULIAH SEMESTER GANJIL
PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Pertambangan memberi kontribusi ekonomi penting bagi banyak
daerah sedang berkembang di wilayah tropis. Hal yang menarik
perhatian adalah banyak lokasi tambang di tropis berada pada pulau
yang memiliki area daratan terbatas. Sementara itu, area daratan
yang terbatas menghendaki adanya pertimbangan untuk mebuang
tailings ke laut, dimana hal lain yang penting untuk dikenali yaitu
masyarakat lokal tergantung pada laut sebagai pemasok utama sumber
protein. Pengkajian dampak dari buangan tailings ke laut biasanya
dibatasi oleh dana dan waktu, dimana hasil yang diperoleh juga
terbatas untuk memahami resiko lanjutannya ke rantai makanan dan
ekosistem laut, mencakup interaksi antara ekosistem perairan dalam
dan dangkal.
Areal penambangan emas Newmon Minahasa Raya (NMR) memiliki
sebesar 527.448 hektar yang mencakup Kecamatan Minahasa dan Bolaang
Mongondow Sulawesi utara, dan merupakan penambangan dengan system
terbuka. Saham sebesar 80% dari Pertambangan emas Newmont Minahasa
Raya (NMR) dimiliki oleh US-Newmont Mining Korporasi, yang
merupakan perusahaan pertambangan paling besar di dunia, dan 20%
lainnya dimiliki oleh Tanjung Serapung Indonesia (JATAM,2001).
Tahun 1986, NMR menandatangani kontrak penambangan emas dengan
pemerintah Indonesia. Dalam kontraknya ternyata tidak ada
perjanjian yang dibuat dengan masyarakat lokal (orang) Ratatotok,
dan perusahaan tidak memiliki rencana manajemen lingkungan yang
sesuai. Sebelum NMR, orang Desa Ratatotok mekalukan aktivitas
bertani di bukit-bukit yang subur dan orang Desa di Teluk Buyat
memancing pada perairan biru yang jernih. Akan tetapi semenjak NMR
memulai penambangan emas, maka gaya hidup masyarakat yang berbasis
subsisten itu mengalami hancur. Terkait upaya menunjang aktivitas
penambangannya, PT. NMR melakukan kegiatan pembangunan, yaitu
penyiapan lahan penambangan, fasilitas penujang operasi yang
menghendaki pembukaan lahan. Selain itu, NMR membangun jalan yang
menyebabkan genangan-genangan parah yang menghancurkan hutan bakau
dan kerusakan rumah penduduk. Denagn demikian, muncul pertanyaan,
yaitu bagaimana dampak kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan
penambangan emas NMR tersebut.Pada Maret 1996, kegiatan penambangan
NMR mulai produksi dan masyarakat mengalami penderitaan akibat
dampaknya. Mereka tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan
keputusan terhadap aktivitas-aktivitas pertambangan, malahan
menjadi korban akibat penyerobotan lahan serta dipaksa
menandatangani surat pelepasan lahannya, serta menerima kompensasi
terhadap lahan yang dicaplok. Suatu pernyaaan penting yang perlu
dilacak yaitu sejauh mana pencemaran perairan Teluk Buyat akibat
operasi Submarine Tailing Disposal (STD) dari penambangan emas NMR
ini.
Gambar 1. Stasiun Choke NMR di Teluk Buyat (Sumber : Glynn,
2002).1.2. Tjuan dan KegunaanPada dasarnya, tugas ini bertujuan
mengidentifikan (1). Kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan
penambangan emas NMR, dan (2). Pencemaran perairan Teluk Buyat
akibat Operasi Pemnuangan Tailings Bawah Laut (Submarine Tailing
Disposal Operasion) dari kegiatan penambangan emas NMR Sulawesi
Utara.
METODE PENULISANTugas dengan judul Identifikasi Kerusakan Dan
Pencemaran Lingkungan Pesisir Teluk Buyat Akibat Penambangan Emas
P.T. Newmon Minahasa Utara di Provinsi Sulawesi Utara ini disusun
melalui suatu penelusuran data dan informasi yang terdapat pada
berbagai artikel ilmiah, laporan penelitian atau kajian yang
dilakukan, serta surat kabar yang memuat masalah pencemaran Teluk
Buyat akibat pertambangan emas P.T. Newmon Minahasa Utara, terutama
operasi dari Submarine Tailing Disposal (STD). Data dan informasi
dari berbagai sumber tersebut dicuplik dengan menyebutkan sumbernya
untuk mengembangkan narasi menyangkut pembahasan tugas ini.
3. URAIAN HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. Kerusakan Lingkungan Akibat
Penambangan Eemas NMR.Penambangan emas Newmont Minahasa Raya (NMR)
adalah suatu penambangan terbuka, dimana dalam menunjang aktivitas
penambangannya diawali dengan kegiatan land clearing daerah
penambangan dan daerah pembangunan fasilitas penunjang. Pembangunan
fasilitas penunjang dimaksud adalah jaringan jalan menunju lokasi
penambangan, fasilitas pengolahan biji emas, tailing dump, jaringan
pembuangan limbah, termasuk Submarine Tailing Disposal (STD),
pembangunan perumahan bagi staf pimpinan perusahaan, karyawan dan
pekerja tambang emas tersebut. Selain itu, pembangunan jaringan
jalan menunju lokasi penambangan juga menghendaki adanya upaya
pembukaan lahan sepanjang jalur jalan yang direncanakan.Pada
dasarnya penyiapan lokasi penambangan dan pembangunan fasilitas
penunjang penambangan emas NMR dimaksud menyebabkan perubahan
bentangan alam, yang diikuti oleh berbagai dampak kerusakan
lingkungan. Melalui hasil-hasil kajian, pendekatan teoritis dan
pengalaman yang dimiliki, maka dampak dari kegiatan penambangan
emas NMR terhadap lingkungan dapat diuraikan berikut ini. 3.1.1.
Kerusakan Lingkungan Akibat Land Clearing Areal Penambangan
Kegiatan land clearing (penggusuran) pada areal rencana penambangan
dan areal pembangunan fasilitas penunjang penambangan emas NMR
menyebabkan lahan menjadi terbuka. Kerusahan lingkungan yang
terjadi akibat penggusuran tersebut dapat dikemukakan seperti
berikut ini : Bila terjadi hujan, maka lahan yang terbuka akan
mengalami erosi, yaitu kulit tanah dan tanah bagian atas akan
tercuci dan terbawa air hujan dari lahan atas yang berbukit-bukit
menunju lahan bawah yang datar di daerah pesisir pantai. Sedimen
yang tererosi ini akan menutupi kumunitas-kumunitas atau ekosistem
di lahan bawah, seperti vegetasi daratan, ekosistem mangrove di
Teluk Buyat, serta pemukiman dan atau rumah-rumah penduduk.
Erosi tanah saat hujan tersebut terbawah ke sungai/kali sekitar
dan mengalir ke muara, dimana akhirnya masuk ke perairan Teluk
Buyat, sehingga terjadi sedimentasi pada perairan Teluk Buyat.
Dampak lanjutannya adalah terjadi kerusakan dalam hal perubahan
kondisi lingkungan fisik, kimia (kualitas air) dan biologis
perairan Teluk Buyat, dengan dampak turunan berikutnya adalah
mempengaruhi mata pencaharian, pendapatan penduduk, serta kondisi
sosial dan budaya masyarakat di lingkungan pesisir Teluk Buyat.
Pada musim panas, besar kemungkingan partikel tanah yang halus akan
terbawa angin ke udara dalam bentuk debu halus dan menyebabkan
kerusakan lingkungan, yaitu pencemaran udara pada daerah-daerah
sekitar lahan penambangan emas yang dilakukan oleh PT. NMR ini.
3.1.2. Kerusakan lingkungan akibat Pembangunan Jaringan
Jalan.
Pembangunan jaringan jalan untuk menunjang aktivitas penambangan
emas NMR menyebabkan sejumlah kerusakan lingkungan. Kerusakanan
lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan jaringan jalan
tersebut, diantaranya :
Mengingat jaringan jalan yang dibangun adalah jalan tanah, maka
terjadi genangan-genangan air yang parah bila terjadi hujan.
Terjadinya kehancuran hutan bakau akibat pembangunan jalan dan
sedimen atau lumpur yang menumpuk saat terjadi hujan, dengan dampak
lanjutannya adalah terjadi kematian anakan mangrove ataupun
mengrove dewasa karena akar nafasnya tertututup sedimen, serta
kematian biota penghuni hutan mangrove.
Terjadi kerusakan rumah-rumah penduduk sepanjang jalur jalan
akibat ditimpah sedimen dan getarab dump-Truck yang beroperasi
selama kegiatan penambangan. Terjadi peningkatan debu di udara pada
musim panas yang menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
di sekitar jalur jalan dan masyarakat.3.1.3. Perubahan kondisi
sosial masyarakat akibat kegiatan penambangan Berdasarkan data yang
tersedia, ternyata kegiatan penambangan emas NMR yang mulai
produksi pada bulan Maret 1996 telah sejumlah masalah social
kemasyarakat dari penduduk sekitar areal penambangan, diantaranya
:
Masyarakat pada dan sekitar areal penambangan tidak pernah
dilibatkan dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas
pertambangan, sehingga mereka menjadi korban penyerobotan lahan dan
dipaksa menandatangani surat untuk melepaskan lahannya, serta
menerima kompensasi terhadap lahan yang diambil. Masyarakat
mengalami penderitaan, terurama kesehatan masyarakat akibat dampak
berbagai kegiatan penambangan emas dengan derivate-derivatnya yang
menurunkan kualitas lingkungan pemukiman pendduduk sekitar.
3.2. Pencemaran Perairan Teluk Buyat Akibat Operasi STD3.2.1.
Buangan Tailling Bawa Laut (STD) Newmont Minahasa RayaPada tahun
1996, masyarakat Teluk Buyat pertama kali menderita konsekuensi
Submarine Tailings Disposal (STD) atau Tailings Pembuangan Bawah
Laut di Minahasa Raya. NMR membuang 2,000 ton ltailing tambang
emasnya setiap hari ke dalam Buyat Bay. Dalam jangka waktu lima
tahun, penambangan emas Newmont telah membuang 2.8 juta ton limbah
melalui tailings ke dalam Teluk Buyat (JATAM, 2001). Secara visual
tailings dari tambang emas NMR teridentifikasikan berwarna merah
muda hingga ke warna coklat karatan (Gambar 2), dan secara kimiawi
dicirikan oleh kelimpahan relatif dari trace element yang berbeda
dalam tailings, terutama perbandingan sangat tinggi dari As dan Sb
terhadap logam lebih ringan seperti Cr, Cu, Co, dan Ni, yang
ditemukan dalam konsentrasi yang kira-kira sama dalam fluvial yang
dihasilkan, referensi, dan sedimen sebelum penambangan (Edinger et
al., 2007). Tailings juga ditemukan di dalam sedimen terumbu karang
tepi pada kedalaman 20 m (Edinger et al., 2007), dan karang
dibungkus lapisan dalam bentuk butiran halus warba merah menyerupai
tailings yang teramati di kedalaman air 10 m.
Gambar 2. Foto tailing yang terambil dengan grap sampler, june
2002 di Teluk Buyat
NMR memakai sianida untuk melarutkan bijih emas dari batuan yang
dihancurkan. NMR kemudian konon katanya menghilangkan sianida,
arsenik dan mercury melalui proses penawaran serta mengungsikan
tailings di bawah tekanan ruang hampa untuk meminimumkan gelembung
oksigen. Tailings dibuang melalui suatu pipa yang mengalir dari
lubang galian Mesel ke pantai dan kemudian dari pantai berjarak
8,000 meter ke dalamk Teluk Buyat pada kedalaman air 82 meter di
bawah permukaan laut (JATAM, 2001). Kedalaman ini hanya dua meter
di bawah level minimum yang bisa diterima untuk STD
membebaskan/memecat. Rakyat setempat dibiarkan berada dalam
ketidaktahuan menyangkut seluk-beluk pengkajian dampak lingkungan.
Berkaitan dngan kajian tersebut, maka Environmental Impact
Monitoring Agency (BAPEDAL) mengeluarkan satu pernyataan, yaitu
limbah buangan tailing NMR adalah tidak sah.
Gambar 3. Pipa buangan 2000 ton tailing NMR per hari ke Teluk
Buyat (Sumber : Glynn, 2002)Seorang pakar toksikologi, yaitu
Professor Rizal Max Rompas dari Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT),
yang melakukan suatu penelitian tahun 1999 menyimpulkan:
Aktivitas-aktivitas pertambangan PT. Newmont Minahasa Raya perlu
ditinjau. Terdapat sejumlah bahan beracun yang terdeteksi telah
berada dalam konsentrasi yang tinggi di Teluk Buyat. Sejumlah bahan
beracun dalam air laut telah melewati ambang batas yang kemungkinan
dapat ditolerir oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Polusi Air. Selanjutnya, penelitian telah
menemukan beberapa indikasi pencemaran plankton dan ikan pelagis
yang hidup di Teluk Buyat tersebut (JATAM, 2000).
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa kandungan bahan beracun
yang tinggi di Teluk Buyat, yaitu dengan bioakumulatif dan
karsinogenik alami. (Rompas, 1999). Melalui laporan ini ditemukan
bahwa terdapat beberapa kandungan logam yang meliputi mercury,
timah, arsenik, tembaga, dan kadmium dalam Teluk Buyat. Rompas
merekomendasikan suatu evaluasi dan rancang ulang sistem buangan
tailing, tetapi rekomendasinya itu tidak pernah diimplementasikan.
Hasil penelitian Pusat Studi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan UNSRAT
menemukan air dari daerah mulut pipa mengandung konsentrasi mercury
sebesar 34 ppb. Konsentrasi merucury ini telah melebihi ambang
batas konsentrasi mercury yang ditetapkan sebesar 2 ppb dalam PP.
No. 20 Tahun 1990 (JATAM, 2001).
Dalam ringkasan Edinger (2012) yang melakukan studi kasus
tambang emas Newmont Minahasa Raya telah menyoroti adanya bahaya
dari STD tambang emas ini berikut ini :
1. Orang desa lokal mengamati ikan mati tidak lama sesudah STD
mulai operasi, dan mereka juga mencatat sedimen berwarna merah dari
tailings menutupi karang pada terumbu karang yang terletak sekitar
lokasi pembuangan tailings.
2. Tailings dari tambang ini tersebar dari kedalaman STD 82 m
sampai sekitar terumbu karang, dan luas semburannya sampai 3.5 km
dari ujung pipa.
3. Fase arsenik tidak stabil pada tailings sekitar 32% dari
total arsenik dalam tailings tambang, dan 90% berukuran < 74 )
agar tidak dibuang di dasar laut. Jika NMR harus melanjutkan proses
penambangan emasnya, maka pipa buangan harus meluas atau jauh ke
laut. Akan tetapi, sebelum laporan diterbitkan, NMR berhasil
meyakinkan Pemerintah Provinsi untuk mengumumkan temuan
penelitiannya cacat. Dokumentasi video bawah air oleh WALHI, yang
dimulai pada kedalaman 10 meter, ditemukan tailling NMR telah
menyebar, dan mengendap hampir di seluruh bagian Teluk Buyat.
Rekaman Video tersebut memperlihatkan adanya dampak serius dari
sebaran tailing yang mengendap tersebut, yaitu : (1). Rumput laut
menjadi rusak dan mati, serta terumbu karang yang mati, serta (2).
Derah-daerah penangkapan ikan lokal ditutupi lumpur dan sedimen
dari mulut pipa. Tim penyelam WALHI berencana mendokumentasikan
area pipa sampai kedalaman 82 meter, tetapi mereka terpaksa
menghentikan pembuatan film bawah air pada kedalaman 30 meter
karena jarak pandang yang sangat rendah akibat partikel limbah dan
elemen materi yang diselimuti lendir menyerupai penghalang.3.2.5.
Pipa Pecah Dan Krisis Kesehatan
Pipa tailling NMR yang menuju Teluk Buyat telah mengalami
insiden pecah dan terjadi genangan berkali-kali di berbagai tempat,
serta terjadi pelepasan sejumlah besar logam berat pada tingkat
kedalaman laut berbeda. Bau yang tercium di udara memberi suatu
peringatan bagi orang-orang desa tentang pecahnya pipa tailing yang
lain. Berkaitan dengan kenyataan ini, maka perusahaan dipaksa untuk
menunda operasinya karena pipa tailing mengalami kerusakan. Warga
masyarakat telah memprotes permasalahan pipa pecah ini ke NMR.
Kandungan logam berat yang tersebar dalam air dapat mengkontaminasi
ikan di perairan Teluk Buyat, yang secara potensial dapat melebar
ke masyarakat dalam tingkat mercury tinggi. Rompas memiliki sampel
ikan yang memperlihatkan dampak dramatis dari polusi tetapi
temuannya telah dianggal NMR15. Khususnya, di Sulawesi Utara, orang
senang makan bekasang, yaitu makanan dibuat dari hati dan perut
ikan. Contoh darah diambil secara acak dari anggota masyarakat dan
dianalisa 26 Oktober 2000 menunjukkan tingkat darah tak dapat
terima arsenik dan mercury.16 Dibandingkan dengan nilai kisaran
dari referensi yang ditetapkan Specialty Laboratorium, Michigan,
yaitu mercury < 5.0 mg/L dan arsenik < 11.0 mg/L, dimana
tingkat kontaminasi dalam sistem ini berada jauh di luar batas yang
dapat ditolerir. Sembilan belas orang dari contoh (95%) mempunyai
tingkat arsenik di atas nilai toleransi dan tigabelas (65%)
mempunyai tingkat mercury di atas nilai toleransi, senhingga
menjadi satu ancaman serius bagi kesehatan mereka (masyarakat).
Tampaknya anggota masyarakat telah menderita permasalahan
kesehatan. WALHI melaporkan bahwa dari bulan April-Mei 1999, hampir
50 nelayan menderita penyakit kulit. Banyak warga masyarakat,
terutama para wanita dan anak-anak di pantai Buyat menderita
penyakit kulit dan penyakit mengerikan lainnya.17
Gambar 6. Anak-anak Teluk Buyat menderita berbagai masalah
kesehatan, mencakup penyakit kulit menyakitkan akibat STD-NMR
(Sumber : Glynn, 2002).
Suatu survei medis yang dilakukan terhadap masyarakat di Teluk
Buyat bulan Desember 2000 ditemukan berbagai penyakit yang diderita
sebagai hasil dari makan ikan yang terkontaminasi, yaitu : (1).
Orang kadang-kadang menderita sakit kepala yang disertai menggigil
dan berbicara sendiri; (2). Ketidakteraturan fungsi mental termasuk
gagap dalam berbicara, hilang memor, dan membuat pingsan; (3).
Ketidakteraturan perasaan termasuk lemah penglihatan mata, kurang
mendengar, mata bengkak dan penyakit mata lain; (4). Komplikasi
pangkal tenggorokan dan kesukaran menelan; (5). Ketidakteraturan
fungsi pencernaan meliputi syarat-syarat perut serius; (6). Tumor
pada kepala, kaki dan pangkal tenggorokan; (7). Ketidakteraturan
air seni pria; (8). Demam dan gejala dingin/kaku; (9). Sakit pada
pergelangan tangan, tangan serta kaki; (10). ruam dan sores; (11).
timbulnya kelumpuhan sementara dan tidak mungkin lagi (Siregar,
2001). BAPEDAL tidak pernah mengeluarkan ijin kepada NMR untuk
membuang tailingsnya ke laut. Pada bulan Juni 2000, menteri
lingkungan, Sonny Keraf memerintahkan NMR untuk melakukan satu
kajian resiko lingkungan dan pada detoxify tailings sebelum
membuangnya ke laut. Akan tetapi NMR telah menghasilkan suatu
pengkajian resiko lingkungan sesuai dan Keraf pada bulan Mei 2001
menolak pengkajian NMR yang berbasis pada penggunaan teknologi
cacat. Keraf (2001) sebagai pimpinan BAPEDAL, mengakui ada
pengeluaran ijin kepada NMR untuk membangun tailings bawah laut
pada lokasi pertambangannya tidak berbasis suatu studi yang
seksama. Bagaimanapun, selanjutnya NMR membuang 2,000 ton tailings
per hari ke dalam Teluk Buyat dan telah mendatangkan pakar yang
diharapkan mempromosikan penggunaan STD. George W. Pling dari
konsultan Canada-based Rescan Environmental Services Kanada,
menyatakan bahwa resiko dari penempatan limbah penambangan ke dalam
laut adalah kurang dibanding resiko menempatkannya pada lahan
daratan.20 Pernyataan ini tergolong ironis karena kenyataannya
buangan limbah penambangan ke dalam laut secara efektif menimbun di
Kanada. (Lihat: Legislation Kanada terhadap Submarine Tailings
Disposal.)
3.2.6. Perhatian Dan Aksi-Aksi Masyarakat
Masyarakat telah banyak menunjukan perhatiannya pada pemerintah
Indonesia menyangkut pembuangan tailing ke perairan Teluk Buyat.
Perhatian ini meliputi peningkatan sejumlah silt di dalam laut,
penurunan tangkapan ikan, dan hilangannya beberapa spesies ikan.
Pada tanggal 20 September, 1999, Lembaga Bantuan hukum Manado dan
YSN Tomohon menyelenggarakan suatu pertemuan dengan warga
masyarakat di Teluk Buyat untuk mendiskusikan dampak STD dan
permintaan mereka untuk melawan perusahaan. Anton yang adalah
seorang warga Teluk Buyat dalam orasi protesnya kepada NMR tanggal
25 November 1999 mengemukakan 5 pernyataan sebagai berikut : (1).
Anda semua pendusta, (2). Anda mengatakan laut tidak tercemar,
tetapi mengapa ikan mati dan mengapa pantai yang digunakan begitu
indah, tetapi sekarang ini penuh dengan lumpur? (3). Mengapa baru
sekarang kita menemukan berbagai kesulitan menangkap ikan? (4).
Kulit anak-anak kita mengalami gatal-gatal (Gambar 7), dan (5).
Adalah benar anda semua suka memutar-balikan fakta.
Gambar 7. Anak-anak yang hidup sepanjang garis pantai Teluk
Buyat Bay tidak lagi berenang dan bermain laut (Sumber : Glynn,
2002).Pada tanggal 2 Juli, 1998, sebanyak 300 orang masyarakat
Teluk Buyat menduduki kantor NMR selama tujuh jam. Mereka menuntut
semua tenaga kerja NMR serta kewajiban lingkungan seperti ditulis
dalam kontrak pekerjaan adalah ful-filled. Mereka juga menuduh
perusahaan mengesankan kenakan denda terhadap buruh tambang kecil
dan menuntut NMR membayar pajak terhadap materi lain yang
dihilangkan dari areal pertambangan. Mengikuti hal ini, warga
memprotes berkali-kali sebagai respons terhadap kematian ikan dan
pipa tailing yang pecah atau rusak. Pos polisi telah dibangun di
sekitar Ratatotok untuk mengamankan kehadiran NMR di areanya.
Kepolisian Provinsi ditempatkan diluar kantor Humas NMR. Pada tahun
1997, NMR membangun satu pos polisi besar secara langsung di depan
jalan menuju ke lokasi pertambangan. Kepolisian provinsi bertindak
sebagai satu kekuatan keamanan unofficial untuk NMR. NMR telah
memberikan uang kepada sekelompok orang, menyebabkan persilisihan
di antara orang di dalam masyarakat.3.2.7. Update Penutupan
penambangan Newmont Minahasa Raya
Rencana penutupan NMR pada tahun 2003, meninggalkan enam lubang
tambang terbuka pada total area lebih dari 26 hektar. NMR telah
membuat rencana reklamasi terbatas untuk area tertentu, mencakup
hanya satu lubang terbuka dan tidak untuk lima lubang terbuka
lainnya. Artinya rencana NMR hanya terhadap perolehan kembali 15.4%
dari area pertambangannya. NMR juga telah menyatakan bahwa dasar
laut Teluk Buyat akan kembali normal setelah tujuh tahun mempunyai
2,000 ton buangan limbah per hari di dalamnya. Sampai sekarang
tidak ada rencana menyangkut ekonomi alternatif untuk masyarakat
lokal di sekitar daerah pertambangan.DAFTAR PUSTAKAEdinger, E.N.
2008. Environmental impacts of nickel mining: Four case studies,
three continents, and two centuries. Pp. 103124 in Mining Town
Crisis : Globalization, Labour, and Resistance in Sudbury. D.
Leadbeater, ed.,
Edinger, E. 2012. Gold mining and submarine tailings disposal:
Review and case study. Oceanography Vol.25(2):184199,
http://dx.doi.org/10.5670/oceanog.2012.54.Glynn, T., 2002. Coastal
communities under attack by Newmont The Peoples of Sulawesi and
Sumbawa are being victimized by Newmonts Submarine Tailings
Disposal operations. STD Toolkit: Indonesia Case Studies, A Joint
Publication of Project Underground and Mining Watch Canada. 8
pp.Howard, L.S., and B.E. Brown. 1984. Heavy metals and reef
corals. Oceanography and Marine Biology Annual Review
22:195210.JATAM, 2000. Buyat Suffers. The Ugly Face of The
Submarine Tailing Disposal Policy of Newmont in Indonesia.JATAM,
2001. Petaka pembuangan Tailing ke Laut, P 42.Lasut, M.T, Y.
Yasuda, E.N. Edinger and J.M. Pangemanan, 2009. Distribution and
Accumulation of Mercury Derived from Gold Mining in Marine
Environment and Its Impact on Residents of Buyat Bay, North
Sulawesi, Indonesia. Water Air Soil Pollut. Springer Science +
Business Media B.V, Published Online : 04 April 2009. DOI
10.1007/s11270-009-0155-0 : 12 pp.Keraf, S., 2001. No more permits
for submarine tailings placements says Sonny Keraf. Petromindo.
Kurmurur, V.A. and M.T. Lasut, 2001. Submarine Tailings Disposal
of Newmont Minahasa Raya at Buyat Bay, North Sulawesi, Indonesia:
The Impacts on Seabed Contour and Fishing Grounds. Presented at
International Submarine Tailings Conference, April 2001.
Reichelt-Brushett, A. 2012. Risk assessment and ecotoxicology:
Limitations and recommendations for ocean disposal of mine waste in
the Coral Triangle. OceanographyVol.25(4):4051,
http://dx.doi.org/10.5670/oceanog.Rompas, R.M. 1999. Dampak
Penempatan Tailing di Dasar Laut Terhadap Ekosistem Pantai, Materi
Seminar Penempatan Tailing di Dasar Laut. Manado. Siregar, R.,
2001. Survey Response on Impact of Submarine Tailings Disposal:
Hindered by Poor Law Enforcement and Limited Government Concerns,
Presented at the International Submarine Tailings Conference.
WALHI, North Sulawesi, Community Participative Mapping, 2000.
Minamata to Minahasa. Environmental Pollution in Buyat Bay as a
Result of PT Newmont Minahasa Raya Mining. p. 24. Online:
www.jatam.org.PAGE 1