IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK FOUR-TIER PADA KONSEP HUKUM NEWTON DAN PENERAPANNYA TERHADAP SISWA KELAS X DI SMAN 5 KOTA SERANG Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Lika Tia Amalia NIM 1111016300024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018
154
Embed
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK
FOUR-TIER PADA KONSEP HUKUM NEWTON DAN PENERAPANNYA
TERHADAP SISWA KELAS X DI SMAN 5 KOTA SERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Lika Tia Amalia
NIM 1111016300024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
i
ii
ii
iii
iii
i
i
ABSTRAK
Lika Tia Amalia, 11110163000024, Identifikasi Miskonsepsi Menggunakan Tes
Diagnostik Four-Tier pada Konsep Hukum Newton dan Penerapannya Siswa
Kelas X Di SMAN 5 Kota Serang, Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep
hukum Newton menggunakan tes diagnostik four-tier. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 1,
X IPA2, dan X IPA 3 di SMAN 5 Kota Serang pada tahun ajaran 2017/2018 yang
berjumlah 90 siswa. Data tes diagnostik four-tier dikumpulkan menggunakan four-tier
untuk mengidentifikasi pemahaman konsep siswa ke dalam paham konsep, tidak
paham, miskonsepsi dan eror (4 Kategori). Pada kategori miskonsepsi terbanyak
terdapat pada indikator yang menjelaskan aplikasi hukum III Newton dalam kehidupan
sehari-hari sebesar 30% dan terendah pada indikator pembelajaran mendeskripsikan
pengertian gaya dengan persentase sebesar 1,66%.
ii
ii
ABSTRACT
Lika Tia Amalia, 11110163000024, The identification of student’s Misconception
on Newton's Laws Concepts and Aplication Using a Diagnostic Test Four-Tier of
Class X at SMAN 5 Serang City, BA Thesis, Study Program of Physic Education,
Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teachers’
Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta 2018.
This study aims to identify student misconceptions on Newton's laws concepts
and aplication using four-tier diagnostic tests. The method used is descriptive method.
The subjects of this study were students of class X IPA 1, X IPA2, and X IPA 3 in SMAN
5 Serang City in the academic year 2017/2018 which amounted to 90 students. Four-
tier diagnostic test data were collected using a four-tier to identify students' conceptual
understandings into conceptual notions, misunderstandings, misconceptions and
errors (4 Categories). In the category of misconception most found in the indicators
that explain the application of Newton's law III in daily life by 30% and the lowest on
the learning indicator describes the sense of style with a percentage of 1.66%.
iii
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatu
Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan
kita nikmat sehat, iman, dan islam kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah di bidang pendidikan dalam bentuk skripsi ini. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya ke jaman yang penuh dengan pengetahuan.
Penulis sangat menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis khususnya Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Listura Samsudin dan
Ibu Kartini yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan saran, memotivasi
dan memberikan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis.
Kakakku Dalillah K.H yang telah memberikan doa dan dukungannya selama
penulis menempuh pendidikan.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK).
3. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dwi Nanto, Ph.D selaku Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Fisika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Fathiah Alatas, M.Si selaku dosen pembimbing dengan kesabaran dan
perhatian telah banyak memberikan saran dan motivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
iv
iv
6. Bapak dan Ibu Dosen, atas ilmu bimbingannya selama penulis mengikuti
perkuliahan di Jurusan Pendidikan IPA.
7. Kepala SMAN 5 Kota Serang Drs. Suparman, M.M yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk penelitian skripsi ini, Ibu Sri Hartini guru fisika SMAN 5
Kota Serang. Serta siswa SMAN 5 Kota Serang atas kerjasamanya dalam
pembuatan instrumen penelitian.
8. Teman-teman fisika angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
semoga kita tetap menjadi keluarga, semangat untuk kita semua.
Fisika adalah ilmu pengetahuan alam yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir analisis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan peristiwa alam sekitar baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dengan menggunakan pendekatan matematis, serta dapat mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri.1
Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
teramat pesat saat ini, telah mempermudah kehidupan manusia. Mengingat begitu
pentingnya peranan ilmu fisika, sudah semestinya ilmu ini dipahami dengan baik
oleh siswa. Upaya siswa dalam mempelajari fisika sering menemui hambatan-
hambatan yang disebabkan adanya anggapan bahwa fisika sebagai pelajaran yang
sulit dipahami, dan didukung oleh pengajaran fisika yang tidak menarik. Salah satu
hambatan yang sering terjadi oleh siswa menyebabkan miskonsepsi pada mata
pelajaran fisika.
Miskonsepsi atau salah konsep menunjukan pada suatu konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian pengertian yang diterima para
pakar dalam bidang tersebut.2 Miskonsepsi juga didefinisikan sebagai pengetahuan
konseptual dan proposional siswa yang tidak konsisten atau berbeda dengan
kesepakatan ilmuwan yang telah diterima secara umum dan tidak dapat
menjelaskan secara tepat fenomena ilmiah yang diamati.3
11Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika SMP
danSMA, Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2003, h. 6 2 2 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, Jakarta:
Gramedia, 2013, h. 4 3 Sukisman Purtadi dan Lis Permana Sari. Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan
Kesetimbangan Kimia pada Siswa SMA, Yogyakarta : staff.uny.ac.id, h.2
2
2
Hukum Newton dan penerapanya merupakan salah satu konsep fisika yang
berkaitan dengan fenomena alam. Fenomena tersebut adalah jatuhnya sebuah
benda selalu mengarah ke bawah, hal tersebut karena adanya gaya gravitasi dan
gerak yang mempengaruhi.4Menurut Ergin ada tujuh miskonsepsi siswa tentang
konsep gaya yaitu siswa beranggapan bahwa benda tidak bergerak maka tidak ada
gaya, ketika gaya GLB membutuhkan gaya yang seimbang, gaya awal akan terus
menerus mempengaruhi seluruh gerak, gaya reaksi dan aksi akan saling
menghilangkan gaya yang keluar, benda yang memiliki massa dan kecepatan lebih
besar akan memberikan gaya yang lebih besar pula, dan kecepatan berbanding lurus
dengan gaya yang diberikan.5 Penelitian yang dilakukan oleh Ana Shaliha
menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi, yaitu siswa
beranggapan bahwa hukum II Newton merupakan kelembaman dan menjelaskan
benda tetap akan bergerak, gaya sebanding dengan massa dan berbanding terbalik
dengan percepatan, ketika massa besar maka percepatan dan gaya semakin besar,
gaya reaksi merupakan gaya yang dikenakan pada benda, arah gerak gaya gesek
searah dengan gerak benda, gaya gesek statis maksimum bernilai nol, dan semakin
besar massa benda gaya yang diperlukan untuk mendorong semakin kecil.6
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa masih banyak sekali
miskonsepsi yang terjadi pada konsep Hukum Newton dan penerapannya. Apabila
siswa tidak memahami dan menguasai konsep hukum Newton maka konsep
selanjutnya akan sulit dipahami, karena konsep hukum Newton merupakan konsep
dasar dalam memahami materi fisika sehingga dibutuhkan perencanaan, prosedural
dan kegiatan yang cocok agar dapat dipahami dengan baik oleh siswa.7
Miskonsepsi yang terjadi pada setiap siswa tidak semua sama. Miskonsepsi
siswa pada Hukum Newton dan penerapannya dapat dialami siswa hanya pada
4 Thornton, R.K., Sokoloff, D.R., Assessing Student Learning of Newton’s Laws: The
Force and Motion Conceptual Evaluation of Active Learning Laboratory and Lecture Curricula,
American Journal of Physics, 1998, h. 338 5Serap Ergin, The Effect of Group Work on Misconceptions of 9th Grade Students abaout
Newton’s Law, Journal of Education and Training Studies, Vol. 4, No.6, 2016, pp.129 6 Ana Shaliha, Identifikasi Miskonsepsi mengunakan Tes Diagnostik Three-tier pada
Hhukum Newton dan Penerapannya, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. 7 Arman, Sutopo, dan Parno, Kesulitan Siswa dalam Memahami Hukum Newton dan Solusi
pada Pembelajaran Sains di SMP, Jurnal FMIPA Universitas Negeri Malang, vol. 1, 2017, h. 3.
3
3
sebagian konsepnya, maka perlu adanya identifikasi miskonsepsi untuk mengetahui
pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa. Alat yang dapat sejauh mana
pemahaman siswa dan miskonsepsi siswa dapat diketahui dengan peta konsep,
wawancara mengenai konsep, dan instrumen tes diagnostik.8
Salah satu cara untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa adalah dengan tes
diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kekuatan
dan kelemahan siswa ketika mempelajari sesuatu, sehingga hasilnya dapat
digunakan sebagai dasar memberikan tindak lanjut. Tes ini dapat berupa sejumlah
pertanyaan atau permintaan untuk melakukan sesuatu.9 Tujuan diagnostik adalah
melihat kemajuan belajar siswa yang berkaitan dengan proses menemukan
kelemahan siswa pada materi tertentu. materi tertentu, tetapi dapat menunjukkan
bagaimana siswa berpikir dalam menjawab pertanyaan yang diberikan meskipun
jawaban mereka tidak benar.10
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Ana, tes diagnostik yang baik dapat
memberikan gambaran akurat mengenai miskonsepsi yang dialami siswa
berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Pertanyaan diagnostik yang baik
tidak hanya menunjukkan miskonsepsi saja namun juga menunjukan siswa tidak
memahami bagian konsep mana. Ana Shaliha menggunakan tes diagnostik three-
tier, ternyata menunjukkan masih banyak terjadi miskonsepsi. Karena pada tes
diagnostik three-tier hanya ada tiga tingkatan yaitu, pertanyaan, alasan, dan tingkat
keyakinan dari kedua pertanyaan tersebut. Pada penetian yang dilakukan Ana
Shaliha masih banyak ditemukan miskonsepsi pada siswa sehingga penulis
beranggapan bahwa tes diagnostik three-tier kurang efektif untuk mengidentifikasi
miskonsepsi. Karena pada three-tier kita tidak mengetahui apakah siswa tersebut
8 Cengiz Tuyuz, Development of Two Tier Diagnostic Instrument and Assess Students’
Understanding in Chemistry, Academic Journal, Vol. 4, No. 6, 2009, h. 627. 9 Ani Rusilowati, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Volume
6, Semarang 2015, h. 1 10 J. F. Law & Treagust D.F., Diagnostic of Stundent Understanding of Content Specific
Science Areas Using On-Line Two Tier Diagnostic Test, Australia: Curtin University of Technology,
2010, h. 2.
4
4
yakin dengan jawaban pertanyaan.11 Dengan demikian perlu adanya tes diagnostik
yang lebih efektif untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ana Shaliha, menginspirasi
penulis untuk melakukan penelitian tentang miskonsepsi yang berhubungan dengan
konsep hukum Newton dan penerapannya menggunakan tes diagnostik four-tier.
Penulis menggunakan tes diagnostik four tier, hal ini dikarenakan tes diagnostik
four-tier lebih efektif untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada
siswa.12 Keunggulan yang dimiliki tes diagnostic four-tier adalah guru dapat: 13
1) Membedakan tingkat keyakinan jawaban dan tingkat keyakinan alasan yang
dipilih siswa sehingga dapat menggali lebih dalam tentang kekuatan
pemahaman konsep siswa
2) Mendiagnosis miskonsepsi yang dialami siswa lebih dalam
3) Menentukan bagian-bagian materi yang memerlukan penekanan lebih
4) Merencanakan pembelajaran yang lebih baik untuk membantu mengurangi
miskonsepsi siswa
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan di atas, penulis tertarik untuk
meneliti miskonsepsi Hukum Newton dan penerapannya. Pada penelitian kali ini
akan mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi di sekolah SMAN 5 Kota Serang ,
dan penulis mengambil judul dalam penelitian ini mengenai “Identifikasi
Miskonsepsi Menggunakan Tes Diagnostik Four-Tier Pada Konsep Hukum
Newton dan Penerapannya Siswa Kelas X Di SMAN 5 Kota Serang”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kesulitan belajar siswa dapat mengakibatkan miskonsepsi pada siswa.
11 Qisthi Fariyani, Ani Rusilowati, dan Sugianto, Pengembangan Four-tier Diagnostic Test
untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika Siswa SMA Kelas X, Journal of Innovative Science
Education, Universitas Negeri Semarang, Vol. 4 No. 2, 2015, h. 42. 12 Ibid, h. 42. 13 Fariyani, loc. cit. h.42
5
5
2. Beberapa siswa mengalami miskonsepsi yang berbeda-beda pada konsep
Hukum newton.
3. Miskonsepsi dapat diidentifikasi menggunakan tes diagnostik four-tier.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, batasan masalah
pada penelitian ini adalah:
1. Miskonsepsi siswa pada konsep Hukum Newton dalam penelitian ini
ditentukan dengan mengacu pada kurikulum 2013 revisi.
2. Aspek kognitif sampai C1-C4 berdasarkan taksonomi Bloom, yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan analisis.
3. Tes diagnostik four-tier yang digunakan berdasarkan Haki Pesman dan Ali
Eryilmaz hasil pengembangan Ismiara Indah Ismail.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas,
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana miskonsepsi yang terjadi pada hukum Newton dan penerapannya
berdasarkan hasil tes siswa?
2. Sub konsep apa yang menunjukkan miskonsepsi paling tinggi dan rendah pada
hukum Newton dan penerapannya?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan umum dari penelitian ini adalah
menjelaskan profil miskonsepsi siswa pada konsep hukum Newton dan
penerapannya berdasarkan hasil tes diagnostik four-tier. Tujuan khusus dari
penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan miskonsepsi yang terjadi pada hukum Newton dan penerapannya
berdasarkan hasil tes siswa.
2. Menunjukkan sub konsep miskonsepsi paling tinggi dan rendah pada hukum
Newton dan penerapannya.
6
6
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai informasi bahwa masih ada miskonsepsi yang dialami oleh siswa pada
hukum Newton dan penerapannya.
2. Data miskonsepsi yang diperoleh dapat dijadikan acuan guru untuk membantu
memperbaiki miskonsepsi siswa dan menjelaskan hukum Newton dan
penerapannya yang benar kepada siswa, sehingga miskonsepsi yang dialami
tidak berlanjut pada siswa.
3. Melalui penggunaan tes diagnostik four-tier ini guru dapat mengukur siswa
yang benar-benar paham, siswa yang tidak paham konsep, siswa mengalami
miskonsepsi, dan siswa yang menjawab error terhadap pengetahuan hukum
Newton dan penerapannya.
7
7
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Teoritik
1. Konsep
a. Definisi Konsep
Konsep adalah ide umum dan kualitas yang terlepas dari keadaannya, yang
diberi nama dan merupakan suatu keseluruhan.14 Konsep merupakan sebuah
abstraksi dari ciri-ciri yang mempermudah komunikasi manusia dan
memungkinkan untuk berpikir.15 Konsep juga dapat diartikan suatu arti yang
mewakili sejumlah objek yang sama.16
Menurut Rosser konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek,
kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama karena orang
mengalami stimulus yang berbeda-beda, orang membentuk konsep sesuai dengan
pengelompokkan stimulus dengan cara tertentu.17 Konsep adalah cara
mengelompokkan dan mengkategorikan secara mental berbagai objek atau
peristiwa yang mirip dalam hal tertentu.18
Dengan demikian, pengertian dari konsep dapat dinyatakan sebagai sesuatu
yang bersifat abstrak yang menggambarkan cirri-ciri suatu objek, fakta, dan atau
gejala yang diterima oleh struktur kognitif kita.
Dari berbagai pengertian tersebut juga, dapat disimpulkan konsep merupakan
suatu objek atau pengetahuan yang memiliki makna dan ciri khas sehingga dapat
menjelaskan kesatuan dari objek atau pengetahuan tersebut.
14 Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, (Yogyakarta: ANDI BPFE), 2018, h.81 15 Yuyu R. Tayubi, Identifikasi miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan
Certainly of Response Index (CRI), Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 24 No. 3,2005,
h. 5. 16 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),
Cet. XIV, h. 63. 17 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),
XIV, h. 63. 18 Jeanne E. Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang,
(Jakarta: Erlangga, 2009), h. 327
8
8
b. Jenis-jenis Konsep
Konsep memiliki jenis yang berbeda-beda. Adapun jenis-jenis konsep tersebut
adalah:19
1) Konsep Konjungtif
Konsep konjungtif adalah konsep yang mudah diajarkan. Pada konsep ini hanya
diperlukan penambahan atribut dan nillai-nilai.
2) Konsep Disjungtif
Konsep disjungtif adalah konsep yang dapat dirumuskan dalam cara-cara yang
berbeda. Atribut dan nilai dapat ditukar antara satu dan lainnya.
3) Konsep Hubungan
Konsep hubunan adalah suatu konsep yang memiliki hubungan-hubungan
khusus antar atribut.
Ketiga konsep tersebut memiliki keterkaitan dalam kehidupan sehari-hari.
Atribut yang ada di sekitar kita menjadi penghubung yng saling berkaitan antara
ketiga konsep tersebut. Terbentuknya suatu konsep juga dikarenakan adanya
atribut-atribut di dalamnya.20
c. Perolehan Konsep
Menurut Ausubel, konsep diperoleh melalui dua cara, yaitu melalui
pembentukan konsep yang terjadi sebelum menerima pelajaran formal (prasekolah)
dan melalui asimilasi konsep yang diperoleh di sekolah. Asimilaasi konsep adalah
jalan utama untuk memperoleh konsep, baik selama dan sesudah sekolah.21
Pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan, paling sedikit
dalam bentuk primitif.22 Dari cara tersebut dapat dipahami bahwa siswa sebelum
masuk ketahap sekolah telah belajar untuk memperoleh konsep-konsep yang ada
19 Yuyu R. Tayubi, Identifikasi miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan
Certainly of Response Index (CRI), Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 24 No. 3,2005,
h. 5. 20 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan System, (Jakarta: Erlangga,
2011), H. 163-164 21 Ratna Wilis Dahar, Op cit,, h. 64-65. 22 Ibid., h.64
9
9
disekitarnya, namun sulit dipastikan apakah pemahaman dari konsep tersebut benar
ataupun salah. Pada tahap asimilasi, siswa dibimbing untuk memahami konsep
sesuai dengan konsep yang dipahami oleh para ahli. Proses tersebut akan menjadi
lebih mudah dengan adanya bimbingan dari guru yang kompeten. Dengan bantuan
guru, siswa dapat memodifikasi dan mengkonstruksi ulang informasi yang
diperoleh dan menghubungkan dengan konsep awal yang didapat saat pembentukan
konsep.
d. Pemahaman Konsep
Pemahaman atau comprehension meupakan salah satu unsur psikologis dalam
belajar yang mengharuskan siswa untuk mengerti secara mental makna dan aplikasi
dari konsep sehingga siswa dapat memahami konsep secara menyeluruh.23
Pendapat lain menyatakan bahwa pemahaman adalah produk dari pembentukan
konseptual yang berasal dari kebutuhan untuk melakukan pemaknaan pada objek
ataupun kejadian yang nyata.24 Siswa yang memahami konsep secara menyeluruh
harus mengetahui berbagai atribut yang dimiliki suatu objek serta hubungan-
hubungannya dengan objek lain. Akan tetapi, setelah mempelajari konsep, siswa
tidak selalu bisa memahami konsep sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Keungkinan yang dapat terjadi saat siswa mempelajari konsep diantaranya: siswa
tidk memahami, samar-samar, segera lupa atau lupa sebagian, atau benar-benar
memahami.25
e. Pencapaian Konsep
Konsep yang diterima dan dipahami oleh seseorang bervariasi berdasarkan
tingkatan pencapaian konsep. Klausmeier mengemukakan empat tingkat
pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul dalam urutan yang intervarian.
23 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.
43. 24 Joul J. Mintzes, et al. Assessing Science Understanding, (California : Elsevier Academic
Press, 2005), h. 3. 25 Rachmadi Widdiharto, Diagnosis Kesulitan Belajar Matmatika SMP dan Alternatif
Proses Remedinya, (Yogyakarta: Depdiknas, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h.14.
10
10
Empat tingkat pencapaian konsep menurut Klausmeier adalah tingkat konkret,
tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan tingkat formal yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:26
1) Tingkat konkret
Ketika siswa memperlihatkan suatu benda dan dapat membedakan berbagai
macam benda dengan stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya, maka siswa
dinyatakan telah mencapai tingkat pencapaian.
2) Tingkat identitas
Siswa dapat mengenali suatu objek: a) sesudah selang waktu tertentu; b) bila
orang itu mempunyai orientasi ruang dari objek tersebut; c) bila orang itu dapat
mengenal benda dengan indra yang berbeda. Pada saat itulah siswa dikatakan telah
mencapai tingkat identitas.
3) Tingkat klasifikasi
Seseorang dikatakan telah mencapai konsep konkret apabila ia telah mampu
mencapai tingkat klasifikasi. Tingkat klasifikasi dicapai apabila seseorang mampu
mengenali equivalence (persamaan) dri dua contoh yang berbeda yang berasal dari
kelas yang sama.
4) Tingkat formal
Siswa yang telah mencapai pemahaman konsep pada tingkat ini sudah harus
dapat menentukan atribut-atribut kriteria yang membatasi konsep. Siswa tersebut
akan dapat memberikan nama konsep itu, mendefinisikan konsep ke dalam atribut-
atribut kriterianya. Mendeskripsikan, dan memberi nama kepada atribut-atribut
yang membatasi, mengevaluasi, serta memberikan contoh dan noncontoh konsep
tersebut secara nonverbal.
2. Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika
a. Definisi Miskonsepsi
Miskonsepsi didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli.Menurut Presman
miskonsepsi dapat diartikan sebagai prasangka atau pemahaman suatu konsep yang
26 Ratna Wilis Dahar, Op cit., h. 70.
11
11
diyakini secara kuat namun konsep yang diyakini tidak sesuai dengan konsep-
konsep ilmiah para ahli.27 Menurut Suparno miskonsepsi atau salah konsep
menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu.28
Berdasarkan para ahli tersebut, maka miskonsepsi dapat dinyatakan sebagai
kekeliruan atau kesalahan terhadap suatu konsep dalam menginrpretasikan
hubungan antar konsep yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga menyebabkan konsep tersebut menjadi tidak benar dan tidak bermakna
bila diartikan dengan konsep-konsep lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan siswa-siswa tingkat sekolah
menengah untuk menemukan miskonsepsi dalam topik-topik: “light, electric and
simple circuits, heat and temperature, force and motion, the gaseous state, the
particulate nature of matter in the gaseous phase, beyond appearances: the
conservation of matter under physical and chemical transformations”, Driver
(1985) mengemukakan hal-hal berikut:29
1) Miskonsepsi bersifat pribadi
Bila dalam suatu kelas siswa disuruh menulis tentang percobaan yang sama,
mereka memberikan berbagai interpretasi. Setiap anak “melihat” dan
menginterpretasikan eksperimen itu menurut caranya sendiri. Setiap anak
menngkonstruksi kebermaknaannya sendiri.
2) Miskonsepsi memiliki sifat yang stabil
Kerap kali terlihat bahwa gagasan anak yang berbeda dengan gagasan ilmiah
ini tetap dipertahankan anak, walaupun guru sudah berusaha memberikan suatu
kenyataan yang berlawanan.
3) Menyangkut koherensi
Bila menyangkut koherensi anak tidak merasa butuh pandangan yang koheren
sebab interpretasi dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa alam praktis
27 Ismiara Indah Ismail, Achmad Samsudin,Endi suhendi, dan Ida Kaniawati, Diagnostik
Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four Tier Test, Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains, Bandung, 2015, h.381 28 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta:
Gramedia, 2013), Cet. 2, h. 4 29Ratna Wilis Dahar, Op cit, h. 154.
12
12
kelihatannya cukup memuaskan. Kebutuhan akan koherensi dan kriteria untuk
koherensi menurut persepsi anak tidak sama dengan yang dipersepsi ilmuan.
b. Penyebab Miskonsepsi
Dalam proses pembelajaran, banyak faktor yang dapat menyebabkan siswa
mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi pada satu materi akan berimbas pada
kesulitan belajar pada materi yang lain. Driver mengemukakan sebagai berikut:30
1) Terbentuknya miskonsepsi disebabkan siswa cenderung mendasarkan
berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu masalah.
2) Dalam banyak kasus, siswa itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu
dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena siswa lebih cenderung
menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat absolut benda-benda bukan
dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.
3) Siswa lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.
4) Bila siswa-siswa menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung
mengikuti urutan kausal linier.
5) Gagasan yang dimiliki siswa mempunyai berbagai konotasi, gagasan siswa
lebih inklusif dan global.
6) Siswa kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk
menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuan digunakan cara yang
sama.
Sedangkan menurut Gabel, miskonsepsi yang dimiliki siswa dapat disebabkan
oleh:31
1) Hasil pengamatan terhadap fenomena alam disekitar siswa, kadang-kadang
perasaan dapat menipu mereka dalam memahami fenomena tersebut.
2) Konsep yang diajarkan tidak terjangkau oleh perkembangan mental siswa.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya miskonsepsi pada
siswa. Faktor tersebut dapat berupa dari dalam diri siswa maupun dari luar.
30 Ratna Wilis Dahar, op.cit., h. 154-155 31 Suwarto,Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajaran, 2013), h.77
13
13
Penyebab miskonsepsi secara garis besar dapat disebabkan karena beberapa hal
dapat dilihat dapa Tabel 2.1.32
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
Sebab Umum Sebab Khusus
Siswa 1. Prakonsepsi
2. Pemikiran asosiatif
3. Pemikiran humanistik
4. Reasoning yang tidak lengkap
5. Intuisi yang salah
6. Tahap perkembangan kognitif siswa
7. Kemampuan siswa
8. Minat belajar siswa
Guru 1. Tidak menguasai bahan, tidak kompeten
2. Bukan lulusan dari bidangnya
3. Tidak memberikan kesempatan siswa untuk
memberikan gagasan
4. Hubungan guru dengan siswa yang tidak baik
Buku teks 1. Penjelasan yang tidak tepat
2. Salah menuliskan rumus
3. Tingkat kesulitan buku cukup tinggi bagi siswa
4. Demi menarik pembaca, terkadang buku sains fiksi
menyimpang daari konsepnya
5. Kartun sering memuat miskonsepsi
Konteks 1. Pengalaman siswa
2. Bahasa sehari-hari berbeda
3. Teman diskusi yang salah
32 Suparno, op.cit., h. 6.
14
14
4. Keyakinan dan agama
5. Penjelasan orang lain yang keliru
6. Konteks hidup siswa
7. Kondisi perasaan siswa
Cara mengajar 1. Hanya ceramah dan menulis
2. Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa
3. Tidak pengoreksi PR yang salah
4. Model analogi
5. Model praktikum
6. Model diskusi
7. Model demonstrasi yang sempit
8. Non-multiple intellegences
c. Teknik Mendeteksi Miskonsepsi
Terdapat beberapa teknik dalam mendeteksi miskonsepsi yang digunakan oleh
para peneliti. Menurut suparno miskonsepsi dapat dideteksi dengan peta konsep, tes
multiple choice dengan reasoning terbuka, tes esai tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam kelas, dan praktikum
dengan tanya jawab.33
Selain teknis di atas, metode yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi dalam penelitian ilmu pendidikan dapat menggunakan salah satu tes
diagnostik berikut:34
1) Interview
Di antara bermacam-macam metode untuk mengidentifikasi miskonsepsi,
interview mempunyai peran penting karena dapat memperoleh seluk beluk inkuiri
dan posibiliti dari elaborasi dengan deskripsi yang lebih lengkap dan mendalam dari
tingkat kognitif siswa. Interview juga dapat mencari tahu apa yang ada di kepala
siswa, apa yang siswa pikir atau apa yang siswa rasakan tentang sesuatu
33 Suparno, op.cit., h.8 34Gurel, Derya Kaltakci, A Riview and Comparation of Diagnostic Instruments to Identify
Students’ Misconception in Science, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, Vol. 11, 2015, h. 992.
15
15
daninterview sangat efektif untuk menemukan miskonsepsi. Akan tetapi interview
hanya bisa digunakan pada sedikit siswa, karena interview pada banyak siswa
memerlukan waktu yang lebih lama dan jawaban yang diperoleh akan bersifat
general.
2) Open-ended tests
Tes open-ended dengan jawaban bebas biasanya juga digunakan pada ilmu
pendidikan untuk mengetahui pemahaman siswa. Metode ini memerlukan waktu
lebih lama karena siswa harus berfikir dan menulis idenya, tetapi hasilnya sulit
untuk dievaluasi. Identifikasi miskonsepsi akan lebih sulit karena Bahasa yang
siswa gunakan beragam dan kalimat yang siswa tulis sangat general.
3) Multiple-choice tests
Tes ini banyak dipilih untuk mengidentifikasi miskonsepsi karena dapat
digunakan kepada banyak siswa dan bukti format validitasnya kuat. Alasan yang
memperkuat tes ini banyak dipilih karena banyak digunakan guru, valid dan
reliabel, kemudahan penskoran, kemudahan administrasi, instrumen menggunakan
kertas dan pensil membuat guru lebih efektif dalam mengukur pemahaman siswa
dalam pengetahuan. Namun kesulitan yang dapat ditemui pada tes ini apabila siswa
tidak berhati-hati saat memilih jawabannya, maka miskonsepsi tidak dapat diukur
karena pilihan siswa tidak bisa menjadi bukti.
4) Multiple-tier tests
Kekurangan yang terjadi pada Multiple-choice tests menciptakan tes yang lebih
efektif untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang bertujuan untuk mengimbangi
keterbatasan-keterbatasan dari Multiple-choice tests, yiatu tes two-tiers, three-tiers,
atau four-tiers.
Tes diagnostik two-tier terdiri dari multiple-choice pada tingkat pertama dan
tingkat kedua berisi alasan memilih tingkat pertama. Tes diagnostik three-tiers
terdiri dari multiple-choice pada tingkat pertama, tingkat kedua berisi alasan
memilih tingkat pertama dan tingkat ketiga keyakinan memilih jawaban pada
tingkat pertama dan kedua. Sedangkan four-tiers berisi multiple-choice pada tingkat
pertama, tingkat kedua keyakinan akan jawaban tingkat pertama, tingkat ketiga
16
16
berisi alasan memilih tingkat pertama dan tingkat keempat berisi keyakinan atas
tingkat ketiga.
3. Tes Diagnostik
a. Definisi Tes Diagnostik
Diagnosis adalah proses yang kompleks dalam suatu usaha untuk menarik
kesimpulan dari hasil-hasil pemeriksaan gejala-gejala, perkiraan penyebab,
pengamatan dan penyesuaian dengan kategori secara baik.35 Dalam bidang
pendidikan diagnosis merupakan keputusan yang diambil setelah dilakukan analisis
dari suatu pengolahan data. Diagnosis dapat berupa keputusan mengenai kesulitan
belajar yang dialami siswa, keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber
penyebab kesulitan belajar siswa, dan keputusan mengenai faktor utama penyebab
kesulitan belajar siswa.
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan siswa ketika mempelajari sesuatu, sehingga hasilnya dapat digunakan
sebagai dasar memberikan tindak lanjut. Tes ini dapat berupa sejumlah pertanyaan
atau permintaan untuk melakukan sesuatu.36 Tujuan diagnostik adalah melihat
kemajuan belajar siswa yang berkaitan dengan proses menemukan kelemahan siswa
pada materi tertentu. Pendekatan yang dilakukan guru dalam mendiagnosis
kesulitan belajar siswa berbeda-beda, tergantung kepada kesulitan belajar yang
dihadapi siswa.
b. Karakteristik Tes Diagnostik
Tes diagnostik memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:37
1) Untuk mendeteksi kesulitan belajar ,karena itu format dan respons yang dijaring
harus didesain memiliki fungsi diagnostik
35Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajaran, 2013), h. 90. 36 Ani Rusilowati, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF)
Volume 6, Semarang 2015, h. 1 37 DEPDIKNAS, Tes Diagnostik, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah – Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2007, h. 3.
17
17
2) Dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau
kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit)
siswa
3) Menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban
singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada
alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya
bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban
tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan
tipe kesalahan atau masalahnya
4) Bila menggunakan bentuk soal selected response, disertai alasan pemilihan
5) disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan
(penyakit) yang teridentifikasi.
4. Tes Diagnostik Four-tier
Pengembangan instrumen four tier test didasarkan pada pola Haki Pesman dan
Ali Eryilmaz dengan menyusun instrumen soal dengan bentuk pengembangan dari
three tier test tipe semi tertutup pada pilihan jawaban bagian alasan.38
Pengembangan instrumen four tier terdapat pada ditambahkannya tingkat
keyakinan siswa dalam memilih jawaban maupun alasan. Jika dijabarkan, maka tes
diagnostik four-tier terdiri dari empat tingkat yaitu:39
a. Tingkat pertama merupakan soal pilihan ganda dengan empat pengecoh dan
satu kunci jawaban yang harus dipilih siswa.
b. Tingkat kedua merupakan tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban.
c. Tingkat ketiga merupakan alasan siswa menjawab pertanyaan, berupa lima
pilihan alasan yang telah disediakan dan satu alasan terbuka.
d. Tingkat keempat merupakan tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban.
38 Ismiara Indah Ismail, Achmad Samsudin, Endi Suhendi, dan Ida Kaniawati Diagnostik
Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four Tier, Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains, 2015, h. 381. 39 Qisthi Fariyani, Ani Rusilowati, dan Sugianto, Pengembangan Four-tier Test untuk
Mengungkap miskonsepsi Fisika Siswa SMA Kelas X, Journal of Innovative Science Education,
Vol. 4 No. 2, 2015, h. 42.
18
18
Keunggulan yang dimiliki tes diagnostik pilihan tingkat adalah melalui tes
diagnostik empat tingkat yaitu: 40
a. Membedakan tingkat keyakinan jawaban dan tingkat keyakinan alasan alasan
yang dipilih siswa sehingga dapat menggali lebih dalam tentang kekuatan
pemahaman konsep.
b. Mendiagnosis miskonsepsi yang dialami siswa lebih dalam.
c. Menentukan bagian-bagian materi yang memerlukan penekanan lebih.
d. Merncanakan pembelajaran yang lebih baik untuk membantu mengurangi
miskonsepsi siswa.
Four tier test merupakan pengembangan dari three tier test yang dipadukan
dengan confidence rating pada alasan jawaban, sehingga lebih akurat tingkat
keyakinan atas jawaban dan alasan jawaban. Adapun kategori dari kombinasi
jawaban four tier test terdapat pada Tabel 2.2.41
Tabel 2.2 Kombinasi Jawaban Four-Tier Test
40 Ibid, h. 42. 41 Ismiara, op. cit., h. 382.
No Kategori
Kombinasi Jawaban
Jawaban
Confidence
Rating
Jawaban
Alasan
Confidence
Rating
Alasan
1
Miskonsepsi
Benar Yakin Salah Yakin
2 Benar Tidak Salah Yakin
3 Salah Yakin Salah Yakin
4 Salah Tidak Salah Yakin
5 Benar Yakin Benar Tidak
19
19
5. Hukum Newton dan Penerapannya
Berdasarkan intuisi, gaya digambarkan sebagai semacam dorongan atau tarikan
terhadap sebuah benda.42Beberapa jenis gaya yaitu gaya berat, gaya normal dan
gaya gesek.
a. Jenis-jenis Gaya
1) Gaya Berat
Gaya berat adalah magnitude gaya neto yang diperlukan untuk mencegah benda
untuk mengalami gerak jatuh bebas, yang diukur oleh seseorang dari atas
permukaan bumi.43Secara matematis gaya berat dirumuskan sebagai berikut:
w = m.g
Arah gaya berat selalu tegak lurus ke bawah, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.1 berikut ini:
42 Douglas C Giancolli, Fisika Edisi Kelima, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2001), h.
90 43 David Halliday, Robert Resnick, Jearl Walker, Fisika Dasar Edisi 7, (Jakarta: Gelora
Aksara Pratama, 2005)h. 105
6
Tidak Paham
Konsep
Benar Yakin Salah Tidak
7 Benar Tidak Benar Yakin
8 Benar Tidak Benar Tidak
9 Benar Tidak Salah Tidak
10 Salah Yakin Benar Tidak
11 Salah Yakin Salah Tidak
12 Salah Tidak Benar Tidak
13 Salah Tidak Salah Tidak
14 Error
Salah Yakin Benar Yakin
15 Salah Tidak Benar Yakin
16 Paham Benar Yakin Benar Yakin
w = mg
w = mg w = mg w = mg
Gambar 2.1 Arah Vektor Gaya Berat
20
20
2) Gaya Normal
Gaya normal adalah gaya reaksi dari gaya berat yang dikerjakan benda terhadap
biang tempat benda berada (benda melakukan aksi, bidang memberikan reaksi),
arah gaya normal N selalu tegak lurus pada bidang.44 Bila bidang sentuh antara dua
benda adalah horizontal maka arah gaya normal N adalah vertikal. Apabila bidang
disentuh vertikal maka arah gaya normal dalah horizontal, dan apabila bidang
sentuh miring membentuk sudut terhadap horizontal maka arah gaya normal N juga
miring.
Gambar 2.2 Arah Gaya Normal
3) Gaya Gesek
Gaya gesek adalah gaya yang melawan gerak relatif antara dua benda, arah gaya
gesek selalu sejajar dengan bidang tempat benda berada dan berlwanan arah dengan
arah gerak benda.45 Besar gaya gesek f berbanding lurus dengan gaya normal N
]dengan suatu konstanta pembanding μ yang dinamakan koefisien gesek. Gaya
gesek pada gerak relatif antara dua benda yang bersinggungan adalah gaya gesek
luncur (kinetik).46
f = μk N
Gaya gesek statik merupakan gaya gaya terkecil yang diperlukan agar benda
dapat bergerak, koefisien gesek statik yang berlaku pada saat benda masih diam.47
f = μs N
44Ganijanti Aby Sarojo, Mekanika Seri Fisika Dasar, (Jakarta: Salemba Teknika, 2002), h.
76. 45 Ibid, h. 76. 46 Ibid, h. 77. 47 Ibid, h. 77.
21
21
Sebuah benda dalam keadaan diam, karena adanya kontak antara benda dan
bidang tempat benda berada, maka akan ada hambatan untuk melawan gerak
relative benda dan bidang.48
μs > μk maka fs > fk
b. Hukum Newton
1. Hukum I Newton
Hukum I Newton menyatakan bahwa:
“ Sebuah benda cenderung untuk tetap diam atau terus bergerak dengan
kecepatan konstan jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda tersebut.”49
Kecenderungan sebuah benda untuk mempertahankan keadaan diam atau
bergerak tetapnya pada garis lurus disebut inersia atau kelembaman.50 Aplikasi
hukum I Newton digunakan untuk menyelasaikan persoalan kesetimbangan
partikel. Rumus matematis hukum I Newton untuk dua dimensi adalah sebagai
berikut:
⅀F = 0
⅀Fx = 0 ; ⅀Fy = 0
2. Hukum II Newton
Hukum II Newton menyatakan bahwa:
“Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja
padanya, dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah percepatan sama
dengan arah gaya total yang bekerja padanya.”
Bentuk persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
a = ⅀𝐹
𝑚 atau ⅀F = m.a
3. Hukum III Newton
Hukum II Newton menyatakan bahwa:
48 Ibid, h.77. 49 Ridwan Abdullah Sani, Fisika Terapan Smart, (Kota Tangerang : Tira Smart, 2017), h. 26 50 Douglas C Giancolli, Fisika Edisi Kelima, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2001), h.
92-93.
22
22
“Pada setiap gaya aksi akan muncul gaya reaksi yang berlawanan arah, namun
dengan besar yang sama.”51
Hukum III Newton tersebut dirumuskan secara matematis dalam persamaan:
F aksi = - F reaksi
c. Penerapan Hukum Newton
1) Penerapan Hukum Newton pada Bidang Datar
Benda bergerak pada bidang datar terdapat dua keadaan, yaitu pada bidang
datar yang kasar dan licin. Apabila bidang datar tersebut licin, maka benda dianggap
tidak mengalami gaya gesek, sedangkan apabila bidang datar tersebut kasar, maka
benda tersebut mengalami gesekan sehingga timbul gaya gesek. Apabila benda
bergerak, maka resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut sama dengan massa
dikali percepatan. Sedangkan apabila benda diam, maka resultan gayanya bernilai
nol. Diagram gaya yang bekerja pada bidang datar dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
d. Penerapan Hukum Newton pada Bidang Miring
51 Ridwan Abdullah Sani, Fisika Terapan Smart, (Kota Tangerang : Tira Smart, 2017), h. 27
F
m.g
fgesek
N
F
m.g
N
Gambar 2 2.3 Diagram Gaya Pada
Bidang Datar Yang Licin
Gambar 1 2.4 Diagram Gaya Pada
Bidang Datar Yang Kasar
23
23
Diagram gaya yang bekerja pada bidang miring dapat dilihat pada gambar
di bawah ini:
Persamaan fisika untuk sebuah benda yang berada pada bidang miring dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Persamaan gaya pada bidang miring
Ketika Benda Diam
Sumbu Y Sumbu X
𝛴Fy = 0
N – w. cos θ = 0
N = w cos θ
𝛴Fx = 0
F + w. sin θ -Fgesek = 0
Ketika Benda Bergerak
Sumbu Y Sumbu X
𝛴Fy = m.a
N – w. cos θ = m.a
𝛴Fx = m.a
F + w. sin θ -Fgesek = m.a
3) Berat saat di Elevator
Ketika orang menimbang beratnya dengan menaruh timbangan pada lantai
elevator, maka angka yang ditunjukkan timbangan menyatakan berat semu orang.
w. sin θ
w w. cos θ
N
w. sin θ
w w.cos θ
fgesek
N
Gambar 2.5 Diagram gaya pada
bidang miring yang licin Gambar 2.6 diagram gaya pada
bidang miring yang kasar
24
24
Berat semu adalah gaya desakan telapak kaki orang pada lantai timbangan (atau
lantai elevator).52
4) Masalah dua buah benda yang dihubungkan dengan katrol
Konsep utama untuk menyelesaikan masalah ini adalah gaya tegangan tali
yang sama selalu sama besar. Dalam kasus ini massa tali diabaikan dan katrol
dianggap licin (artinya tidak ada gesekan).53
5) Masalah Benda Bertumpuk
Permasalahan benda bertumpuk akan mudah dipecahkan dengan
menggambarkan gaya-gaya yang bekerja pada suatu sistem. Jika benda bertumpuk
secara vertikal maka gaya-gaya yang digambarkan adalah gambar gaya yang
bekerja secara vertikal, pun sebaliknya jika benda bertumpuk secara horizontal
maka gaya-gaya yang digambar adalah gaya yang bekerja secara horizontal.
B. Penelitian Relevan
Beberapa hasil penelitian relevan yang dilakukan oleh para ahli adalah sebagai
berikut:
1. Ismiara Indah Ismail, Achmad Samsudin, Endi Suhendi, dan Ida Kaniawati
yang berjudul “ Diagnostik Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four Tier
Test” Berdasarkan penelitian, four tier test dapat mendiagnosis siswa yang
mengalami paham konsep 13,9 %, berpeluang mengalami miskonsepsi 39,9
%, dan tidak paham konsep 44,01 % pada materi listrik dinamis.
2. Qisti Fariyani, Ani Rusilowati dan Sugianto yang berjudul “ Pengembangan
Four Tier Diagnostic Test untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika Siswa
SMA Kelas X.” Berdasarkan penelitian didapatkan hasil berupa 82 temuan
miskonsepsi siswa dari 11 sub pokok bahasan pada materi optik geometri.
Miskonsepsi tertinggi ditemukan pada konsep pemantuan baur. Miskonsepsi
52Marthen Kanginan, Fisika untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013, (Jakarta: Erlangga, 2013),
Cet. 17, h. 178 53Marthen Kanginan, Fisika untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013, (Jakarta: Erlangga,
2013), Cet. 17, h. 182
25
25
terendah ditemukan pada konsep pembesaran bayangan pada lup. Pada
penelitian ini ditemukan bahwa soal berbentuk four tier memiliki keajegan
dalam mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa dan dapat
mengetahui pada bagian mana siswa mengalami miskonsepsi sehingga dapat
dilakukan remediasi sebelum miskonsespsi tertanan kuat pada pemahaman
siswa.
3. Haki Pesman dan Ali Eryilmaz yang berjudul “Development of A Three-Tier
Test To Assess Ninth Grade Student’s Misconceptions About Simple Electric
Circuits.” Berdasarkan menggunakan perhitungan reliabilitas menggunakan
conbrach alfa diperoleh 0,69 dan menunjukkan bahwa tes valid dan reliabel
untuk mengukur pemahaman arus listrik sederhana siswa.
4. Ana Shaliha dalam skripsi yang berjudul “ Identifikasi Miskonsepsi
Menggunakan Tes Diagnostik Three Tier pada Hukum Newton dan
Penerpannya.” Berdasarkan penelitian ditemukan miskonsepsi pada siswa.
Miskonsepsi yang teridentifikasi diantaranya siswa beranggapan bahwa gaya
reaksi merupakan gaya yang dikenakan pada benda, arah gerak gaya gesek
searah dengan gerak benda, gaya gesek statis maksimum sama dengan nol,
dan semakin besar massa benda, gaya yang diperlukan untuk mendorong
semakin kecil.
5. Abidin Pasaribu dan Saparini yang berjudul “Pengembangan Ajar Berbasis
Kontekstual untuk Meremediasi Miskonsepsi pada Materi Gaya dan Hukum
Newton Tentang Gerak. Berdasarkan penelitian dikembangkan bahan ajar
berbasis kontektual untuk meremediasi miskonsepsi pada materi gaya dan
hukum Newton tentang gerak yang praktis.
6. Arman, Sutopo dan Parno melakukan penelitian tentang kesulitan siswa
dalam memahami hukum Newton, yakni memahami konsep-konsep dasar
hukum Newton diantaranya gaya, inersia, kecepatan, percepatan, dan hukum
I, II, III Newton. Penyebab utama siswa mengalami tes diagnostik.Tes
diagnostik dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah atau kesulitan
siswa. Dengan menggunakan tes diagnostik, materi pembelajaran yang
dikuasai oleh siswa atau tidak dapat terlihat sehingga lebih mudah untuk
26
26
mengidentifikasinya dan cara yang digunakan untuk mengatasi siswa yang
belum dan tidak paham konsep lebih tepat.
7. Ria Zulvita, A. Halim, dan Elisa yang berjudul “Identifikasi Dan Remediasi
Miskonsepsi Konsep Hukum Newton Dengan Menggunakan Metode
Eksperimen Di MAN Darussalam.” Berdasarkan penelitian adanya
miskonsepsi pada siswa dengan persentase rata-rata hasil yang di dapat
sebelum melakukan remediasi yaitu, siswa mengalami tahu konsep (TK)
sebanyak 15,4%, siswa yang mengalami Not Confident (NC) sebanyak 7%,
siswa yang mengalami tidak tahu konsep (TTK) sebanyak 30% dan siswa
yang mengalami miskonsepsi (M) sebanyak 44,8%. Dan setelah melalukan
remediasi hasilnya adalah siswa yang tahu konsep (TK) sebanyakk 30%,
siswa yang Mengalami Not Confident (NC) sebanyak 13,2%, siswa yang
mengalami tidak tahu konsep (TTK) sebanyak 27%, daan siswa yang
mengalami miskonsepsi (M) sebanyak 25,6%.
C. Kerangka Berpikir
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dapat berbeda-beda. Hal ini bergantung
terhadap kemampuan siswa dalam memhami konsep. Siswa akan memperoleh hasil
yang baik apabila memahami konsep dengan baik. Namun apabila siswa tidak dapat
memahami konsep dengan baik maka hasil yang diperoleh tidak baik.
Ketidakmampuan siswa dalam memahami konsep disebabkan oleh hambatan atau
kesulitan pada kegiatan pembelajaran.
Kesulitan dan hambatan dalam kegiatan pembelajaranini menyebabkan
miskonsepsi pada siswa. Apabila dibiarkan dan tidak segera diidentifikasi dan
diatasi maka dapat menyebabkan miskonsepsi yang berkelanjutan. Miskonsepsi
yang terjadi pada siswa akibat dari kesulitan siswa dalam memahami konsep dapat
diidentifikasi menggunakan tes diagnostik.
Tes diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi tersebut
dapat berupa interview, open-ended tests, multiple-choice tests, multiple-tier tests
yang salah satunya four tier test. Tes diagnostik four-tier ini memiliki keuntungan
lebih dari tes diagnostik three-tier, selain dapat digunakan pada jumlah siswa yang
27
27
banyak juga dapat mengidentifikasi siswa yang paham, tidak paham, miskonsepsi,
dan error. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 2.3
di bawah ini:
Kegiatan pembelajaran yang
dilakukan siswa untuk
memahami konsep Hukum
Newton dan penerapannya
Permasalahan dalam kegiatan
pembelajaran berupa kesulitan
siswa dalam memahami konsep
selama kegiatan pembelajaran
Mengalami miskonsepsi
bersifat matematis pada konsep
Hukum Newton dan
penerapannya
Untuk mengetahui miskonsepsi
pada siswa dilakukan post test
Adanya upaya untuk mengatasi
miskonsepsi Hukum Newton
Menggunakan instrument tes
diagnostik four-tier pada Hukum
Newton
Diperoleh jumlah hasil tes diagnostik dan
jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi
Identifikasi menggunakan tes diagnostik
four tier untuk mengetahui miskopsepsi
siswa
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Berpikir
28
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 5 Kota Serang, Jalan Ayip Usman No. 26,
Kaligandu Kota Serang. Penelitian ini berlangsung pada semester ganjil tahun
ajaran 2017/2018. Tahap pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada 8 November
sampai 28 November 2017 di kelas X IPA 1, X IPA 2 dan X IPA 3.
B. Metode dan Alur Penelitian
1. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasi objek sesuai apa adanya.54 Hasil penelitian deskriptif dipaparkan
secara lugas dan apa adanya dari penelitian yang dilakukan.
Pada penelitian ini, peneliti menggambarkan kondisi apa adanya dalam
menjelaskan temuan yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Subjek dalam
penelitian ini adalah miskonsepsi siswa pada hukum Newton dan penerapannya
mencakup hukum I, II dan III Newton. Miskonsepsi diungkap melalui tes
diagnostik four-tier.
2. Alur penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Hasil penelitian yang
diperoleh disajikan dalam kata-kata atau frase. Desain penelitian disajikan dalam
bentuk alur penelitian. Alur penelitian merupakan alur yang berisi tahap-tahap
54Sukardi, metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya , (Jakarta : Bumi
Aksara,2013), h. 157
29
29
kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian. Alur
yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tiga tahapan utama, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap akhir.
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti melakuakan penyesuaian soal penelitian Ana Shaliha
dengan kurikulum sekolah yang dituju, yaitu kurikulum 2013 revisi. Kemudian
dilakukan penyesuaian dengan mengganti salah satu soal yang dianggap kurang
sesuai, dan untuk soal yang dianggap sesuai hanya diganti angka jika soal tersebut
hitungan. Setelah soal direvisi berdasarkan kurikulum 2013 revisi dan tersusun
dilakukan validasi soal yaitu dosen fisika. Kemudian peneliti juga mengkaji RPP
guru yang mengajar di sekolah tersebut, apakah sudah sesuai dengan kurikulum
yang berlaku.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti melakukan tes diagnostik four-tier tentang hukum
Newton dan penerapannya kepada siswa kelas X IPA 1, X IPA2, dan X IPA 3
sebanyak 90 siswa. Tes ini dilakukan pada kelas yang sudah mempelajari konsep
hokum Newton dan penerapannya. Tes ini dilakukan untuk menganalisis
miskonsepsi siswa yang berasal dari instrumen yang telah dibuat pada tahap
sebelumnya.
c. Tahap Pengolahan dan analisis data
Data yang diperoleh diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan skor yang
ditetapkan pada jurnal Haki Pesman dan Ali Eryilmaz. Kriteria penilaian four tier
test merupakan pengembangan dari three tier test yang dipadukan dengan
confidence rating pada alasan jawaban, sehingga lebih akurat tingkat keyakinan
atas jawaban dan alasan jawaban. Hasil dari data yang diidentifikasi dan dianalisis
diambil suatu kesimpulan mengenai penelitian yang telah dilakukan.
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa di SMAN 5 Kota Serang,
sedangkan sampel pengambilan data di kelas X IPA 1, 2 dan 3 SMAN 5 Kota
30
30
Serang yang telah belajar mengenai konsep hukum Newton. Siswa yang dijadikan
sampel dalam identifikasi ini sebanyak 90 siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahap kedua dari tahapan penelitian ini, yaitu
tahap pelaksanaan penelitian. Identifikasi miskonsepsi ini menggunakan tes tertulis
dalam bentuk four tier test yang dikembangkan melalui penelitian yang dilakukan
oleh Ana Shalihah bentuk three-tier test.
Tes adalah ujian tertulis, lisan dan wawancara untuk mengetahui pengetahuan,
kemampuan, bakat dan kepribadian seseorang.55 Tes diagnostik four tier yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 butir soal dan setiap soalnya terdiri
dari empat tingkat utama yang diberikan kepada 90 siswa kelas X IPA 1, 2 dan 3 di
SMAN 5 Kota Serang. Tingkat pertama adalah pilihan ganda dengan lima pilihan
jawaban (a, b, c, d, dan e) mengenai konsep materi, tingkat kedua adalah yakin atau
tidak yakin siswa menjawab soal tersebut. Tingkat ketiga siswa memilih alasan
jawaban terhadap tingkat pertama dengan lima pilihan (a, b, c, d dan e), dan tingkat
keempat adalah confidence level atau pertanyaan keyakinan terhadap jawaban
alasan pertanyaan yaitu yakin atau tidak yakin.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik four tier
yang berfungsi untuk mengidentifikasi kemampuan pengetahuan dan miskonsepsi
siswa. Indikator soal yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal yang Digunakan pada Four Tier Test
Indikator Pembelajaran Indikator Soal
(Aspek Kognitif)
55Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Ed. 3,h. 1186.
31
31
C1 C2 C3 C4
Mendeskripsikan pengertian gaya 1 2
Mendeskripsikan pengertian hukum I Newton 3,4
Mendeskripsikan pengertian hukum II Newton 5 6
Mendeskripsikan pengertian hukum III Newton 7
Menjelaskan pengertian gaya gesek 9 8 10
Menganalisis gaya yang bekerja pada bidang datar 11 12
Menganalisis gaya yang bekerja pada bidang
miring
13
14
Menganalisis gaya yang bekerja pada bidang
vertikal (katrol)
15
16
Menjelaskan aplikasi hukum I Newton dalam
kehidupan sehari-hari
17
Menjelaskan aplikasi hukum II Newton dalam
kehidupan sehari-hari
19 18
Menjelaskan aplikasi hukum III Newton dalam
kehidupan sehari-hari
20
Jumlah 5 4 5 6
F. Kalibrasi Instrumen
Dalam penelitian ini tidak ada tahap kalibrasi instrumen, karena penulis
menggunakan instrumen yang di susun oleh saudari Ana Shaliha. Instrumen yang
digunakan hanya mengalami pengembangan saja, dari dalam bentuk three tier
menjadi mentuk four tier. Namun sebaiknya dilakukan kalibrasi seperti validasi
soal, reabilitas dan tingkat kesukaran pada siswa agar instrument yang diberikan
pada siswa sesuai. Pada penelitian ini penulis hanya melakukan validasi dengan
seorang ahli sehingga instrument penelitian yang digunakan kurang sesuai dengan
keadaan siswa di lokasi penelitian.
32
32
G. Teknik Analisis Data
Miskonsepsi pada hukum Newton yang terjadi pada siswa kelas X SMAN 5
Kota Serang dapat diketahui dengan menganalisis data hasil penelitian secara
deskriptif. Penilaian dianalisis berdasarkan penelitian yang dikembangkan oleh
Haki Pesman dan Ali Eryilmaz dalam Ismiara Indah Ismail berupa tabel kriteria
pemahaman siswa. Kriteria untuk menentukan siswa paham konsep, tidak paham
konsep, dan miskonsepsi dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 1 3.2 Kombinasi Jawaban Four-Tier Test
No Kategori
Kombinasi Jawaban
Jawaban
Confidence
Rating
Jawaban
Alasan
Confidence
Rating
Alasan
1
Miskonsepsi
Benar Yakin Salah Yakin
2 Benar Tidak Salah Yakin
3 Salah Yakin Salah Yakin
4 Salah Tidak Salah Yakin
5
Tidak Paham
Konsep
Benar Yakin Benar Tidak
6 Benar Yakin Salah Tidak
7 Benar Tidak Benar Yakin
8 Benar Tidak Benar Tidak
9 Benar Tidak Salah Tidak
10 Salah Yakin Benar Tidak
11 Salah Yakin Salah Tidak
12 Salah Tidak Benar Tidak
13 Salah Tidak Salah Tidak
14 Error
Salah Yakin Benar Yakin
15 Salah Tidak Benar Yakin
16 Paham Benar Yakin Benar Yakin
33
33
Analisis yang dilakukan sesuai dengan Tabel 3.2 untuk mentukan siswa yang
paham, tidak paham, miskonsepsi dan error menggunakan teknik persentase
berikut:
𝑃 =𝑆
𝐽𝑠× 100%
Keterangan:
P = persentase jumlah siswa pada paham konsep, tidak paham konsep,
miskonsepsi dan error
S = banyaknya siswa pada paham konsep, tidak paham konsep, miskonsepsi dan
error
Js = jumlah seluruh siswa peserta tes
34
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Identifikasi Jawaban Benar Siswa
Hasil data tes objektif soal four-tier test sebanyak 20 soal yang meliputi sebelas
indikator, yaitu menjelaskan pengertian gaya, mendeskripsikan pengertian hukum
I Newton, mendeskripsikan pengertian hukum II Newton, mendeskripsikan
pengertian hukum III Newton, menjelaskan pengertian gaya gesek, menganalisis
gaya yang bekerja pada bidang datar, menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada
bidang miring, menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada bidang vertikal (katrol),
menjelaskan aplikasi hukum I Newton dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan
aplikasi hukum II Newton dalam kehidupan sehari-hari, dan menjelaskan aplikasi
hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari. Hasil persentase jawaban benar
siswa dan tingkat keyakinan siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Persentase Jawaban Benar Siswa
No. Soal A B C D E
(%) (%) (%) (%) (%)
1
1.1 1,11 0 98,89* 0 0
1.2 96,67 3,33
1.3 95,56* 0 4,44 0 0
1.4 100 0
2
2.1 0 1,11 91,11* 7,78 0
2.2 88,89 11,11
2.3 1,11 0 98,89* 0 0
2.4 88,89 11,11
3 3.1 1,11 0 97,78* 1,11 0
3.2 81,11 11,11
35
35
3.3 84,44* 2,22 13,33 0 0
3.4 80 20
4
4.1 96,67* 1,11 0 0 2,22
4.2 100 0
4.3 5,56 88,89* 0 5,56 0
4.4 97,78 2,22
5
3,34 0 3,33 0 94,44* 2,22
5.2 67,78 22,22
5.3 4,44 2,22 87,78* 5,56 0
5.4 82,22* 7,78
6
6.1 2,22 1,11 90* 4,44 2,22
6.2 67,78 32,22
6.3 0 90* 2,22 5,56 2,22
6.4 82,22 7,78
7
7.1 58,89* 1,11 40 0 0
7.2 77,78 12,22
7.3 0 8,89 2,22 2,22 86,67*
7.4 81,11 8,89
8
8.1 0 92,22* 6,67 1,11 0
8.2 74,44 25,56
8.3 4,44 88,89* 0 6,67 0
8.4 70 30
9
9.1 1,11 6,67 92,22* 0 0
9.2 90 10
9.3 5,56 6,67 0 87,78* 0
9.4 95,56 4,44
10
10.1 51,11* 45,57 7,78 0 0
10.2 86,67 13,33
10.3 41,11 48,89* 7,78 0 3,33
10.4 90 10
36
36
11
11.1 1,11 3,33 5,56 90* 0
11.2 74,44 25,56
11.3 4,44 2,22 0 92,22* 1,11
11.4 62,22 37,78
12
12.1 0 16,67 0 77,78* 5,56
12.2 64,44 35,56
12.3 0 77,78* 0 3,33 18,89
12.4 75,56 24,44
13
13.1 10 4,44 7,78 73,33* 4,44
13.2 72,22 27,78
13.3 11,11 3.33 6,67 78,89* 1,11
13.4 73,33 26,67
14
14.1 5,56 2,22 12,22 50,56* 24,44
14.2 75,56 24,44
14.3 6,67 81,11* 2,22 5,56 4,44
14.4 81,11 8,89
15
15.1 8,89 15,56 0 55,56* 17,78
15.2 74,44 25,56
15.3 0 18,89 60* 13,33 2,22
15.4 73,33 26,33
16
16.1 2,22 0 1,11 6,67 90*
16.2 81,11 18,89
16.3 70* 8,89 1,11 28,720 0
16.4 71,11 28,89
17
17.1 13,33 83,33* 0 3,33 0
17.2 81,11 18,89
17.3 2,22 0 10 85,56* 2,22
17.4 85,56 14,44
18 18.1 23,15 35,19* 9,26 18,52 13,89
18.2 58,89 41,11
37
37
18.3 23,15 18,52 21,3 18,52* 18,52
18.4 63,33 36,66
19
19.1 1,11 1,11 13,33 84,44* 0
19.2 80 20
19.3 4,44 84,44* 3,33 2,22 6,67
19.4 82,22 17,78
20
20.1 68,89* 10 21,11 0 0
20.2 93,33 6,67
20.3 24,44 3,33 68,89* 2,22 1,11
20.4 70 30
*Jawaban benar
Keterangan:
n.1 = Pertanyaan
n.2 = Tingkat Keyakinan Jawaban
n.3 = Alasan
n.4 = Tingkat Keyakinan Alasan
2. Identifikasi Jawaban Siswa Per Indikator Pembelajaran
Banyaknya siswa yang mengalami tidak paham dan meyakini jawaban yang
salah dapat diartikan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi pada
hukum Newton dan penerapannya, persentase jawaban siswa perindikator
pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa, persentase tingkat
pemahaman siswa terbesar terdapat pada indikator mendeskripsikan pengertian
gaya yaitu pada nomor 1 dan 2 dengan persentase rata-rata sebesar 85,55%. Hal ini
dikarenakan siswa sudah paham terhadap indikator pembelajaran tersebut.
Persentase terkecil terdapat pada indikator Menganalisis gaya yang bekerja pada
bidang vertikal (katrol) terdapat pada soal 15 dan 16 dengan persentase rata-rata
sebesar 37,22%.
Persentase tingkat ketidak pahaman siswa tertinggi terdapat pada indikator
Menjelaskan aplikasi hukum II Newton dalam kehidupan sehari-hari terdapat pada
soal 18 dan 19 dengan persentase rata-rata sebesar 33,33%. Sedangkan persentase
ketidak pahaman siswa terendah terdapat pada indikator Mendeskripsikan
pengertian gaya terdapat pada soal nomor 1 dan 2 dengan persentase tara-rata
sebesar 12,77%.
Siswa yang banyak mengalami miskonsepsi terdapat pada indikator
menjelaskan aplikasi hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari terdapat pada
soal nomor 20 dengan persentase rata-rata sebesar 30%. Sedangkan persentase
terkecil yang mengalami miskonsepsi terdapat pada indikator mendeskripsikan
pengertian gaya terdapat pada soal nomor 1 dan 2 dengan persentase rata-rata
sebesar 1,66%.
40
40
Siswa yang menjawab error terbesar terdapat pada indikator menganalisis gaya
yang bekerja pada bidang miring terdapat pada noomor 13 dan 14 dengan
persentase rata-rata sebesar 10%.
3. Identifikasi Tingkat Pemahaman Siswa Per butir Soal
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh persentase jawaban siswa
berdasarkan kategori-kategori tingkat pemahaman yaitu paham, tidak paham,
miskonsepsi dan error dari setiap soal dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Persentase Pemahaman Per Butir Soal
No.
Soal
Persentase
Paham Tidak Paham Miskonsepsi Error
1 94,44 2,22 3,33 0,00
2 76,67 23,33 0,00 0,00
3 66,67 12,22 8,89 1,11
4 75,56 20,00 4,44 0,00
5 65,56 25,56 8,89 0,00
6 64,44 22,22 10,00 3,33
7 37,78 8,89 16,67 36,67
8 63,33 31,11 4,44 1,11
9 76,67 11,11 10,00 2,22
10 53,33 7,78 38,89 7,78
11 66,67 31,11 1,11 1,11
12 47,67 27,78 25,56 0,00
13 52,22 33,33 12,22 2,22
14 66,67 15,56 11,11 17,78
15 34,44 26,67 31,11 7,78
16 40,00 31,11 24,44 2,22
17 66,11 17,78 15,56 5,56
41
41
18 33,33 47,78 17,78 1,11
19 62,22 18,89 13,33 5,56
20 58,89 17,78 30,00 0,00
Berdasarkan hasil tes tertulis tentang konsep hukum Newton dan penerapannya,
ditemukan bahwa pemahaman siswa mengenai konsep tersebut kurang. Dikatakan
kurang karena ada topik tertentu yang tidak dipahami sama sekali dengan
persentase pemahaman 0%.
B. Pembahasan
1. Menjelaskan pengertian gaya
Soal yang berindikator menjelaskan pengertian gaya terdapat pada butir soal
nomor 1 dan 2. Pada soal nomor 1 terdapat 94,44% siswa yang paham, 2,22%,
3,33% siswa miskonsepsi. Sedangkan pada soal nomor 2 terdapat 76,67% siswa
yang paham, 23,33% siswa tidak paham.
Soal nomor 1 tentang pengertian gaya menimbulkan miskonsepsi, karena siswa
menjawab pilihan A dan jawaban alasan yang dipilih oleh siswa adalah C sehingga
siswa miskonsepsi. Hal ini karena beberapa siswa baranggapan bahwa kecepatan
berubah akibat adanya tarikan. Pengertian gaya sendiri adalah suatu pengaruh yang
dapat mengubah kecepatan suatu benda56.
Soal nomor 1 memiliki kesalahan pada pilihan jawaban A dan B. Jika
berdasarkan pengertian gaya yang merupakan suatu pengaruh yang dapat
mengubah kecepatan suatu benda, maka menambah dan mengurangi kecepatan
pada suatu benda juga bisa mengubah kecepatan suatu benda.
Soal nomor 2 tentang macam-macam gaya tidak terjadi miskonsepsi, siswa
tidak paham sebanyak 23,33% .Siswa yang tidak paham menjawab salah pada soal
pertanyaan dengan memilih jawaban B dan D, menjawab salah pada soal alasan
dengan memilih jawaban A. Siswa yang menjawab salah pada soal pertanyaan dan
56 Jane R Pablico, Misconceptions on Force and Gravity among High School Student, Faculty of
The Lousiana State University and Agricultural and Mechanical Collage, 2010, h. 54
42
42
alasan tersebut berkeyakinan bahwa W dan N bukan termasuk kedalam macam-
macam gaya. Padahal W dan N adalah salah satu macam-macam gaya, dimana W
adalah gaya yang arahnya selalu tegak lurus dengan bidang sentuh.57 Kecepatan
suatu benda yang jatuh di bumi dengan benda yang jatuh di bulan akan berbeda,
karena gaya gravitasi bumi dan bulan berbeda. Maka dapat kita ketahui bahwa gaya
gravitasi mempengaruhi kecepatan benda tersebut. Kemudian N adalah gaya yang
bekerja pada dua buah permukaan yang bersentuhan yang arahnya selalu tegak
lurus pada bidan sentuh, hal ini disebabkan karena arah gaya N selalu menuju pusat
bumi.58 Siswa tidak yakin akan jawaban tersebut maka dikatakan siswa tersebut
tidak paham.
Pada kedua soal ini tidak terdapat banyak miskonsepsi, hal ini dikarenakan
soal nomor 1 dan 2 memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sangat mudah.
Sehingga banyak siswa yang menjawab dengan benar atau paham konsep.
2. Mendeskripsikan pengertian Hukum I Newton
Soal dengan indikator mendeskripsikan pengertian Hukum I Newton terdapat
pada soal nomor 3 dan 4. Pada soal nomor 3 terdapat 66,67% siswa yang paham,
12,22% siswa tidak paham, 8,89% siswa miskonsepsi dan 1,11% siswa eror.
Sedangkan pada soal nomor 4 terdapat 75,56% siswa yang paham, 20% siswa tidak
paham, dan miskonsepsi 4,44%.
Soal nomor 3 tentang bunyi Hukum I Newton terjadi miskonsepsi sebanyak
1,11%. Siswa yang miskonsepsi menjawab salah soal pertanyaan dengan memilih
jawaban D. Siswa yang miskonsepsi tersebut berkeyakinan bahwa bunyi hukum I
Newton adalah percepatan benda sebanding dengan gaya yang bekerja pada benda
dan berbanding terbalik dengan massanya. Padahal bunyi hukum I Newton adalah
jika jumlah gaya yang bekerja pada suatu benda adalah nol maka benda yang
bergerak akan tetap bergerak dan benda yang diam akan tetap diam, karena
terjadinya perubahan kecepatan disebabkan karena adanya gaya dan tidak
57 David Halliday, Robert Resnick, Jearl Walker, Fundamentals of Phyisic, ( United State of
Amaerica: John Walley and Sons, Inc, 2008), h. 106 58 Ganijati Aby Sarojo, Mekanika Seri Fisika Dasar, ( Jakarta: Salemba Teknika, 2002),h. 76
43
43
dipengaruhi oleh massa benda tersebut.59 Jika dilihat dari jawaban salah yang
dipilih siswa dapat kita ketahui bahwa siswa masih belum bisa membedakan bunyi
hukum I Newton dengan bunyi hukum II Newton.
Soal nomor 4 tentang formulasi Hukum I Newton terjadi miskonsepsi. Siswa
yang mengalami miskonsepsi memilih E. Siswa yang memilih jawaban A
berkeyakinan bahwa formulasi hukum I Newton ΣF = 0 berarti tidak ada gaya
yang bekerja pada benda. Padahal walaupun F bernilai 0, bukan berarti tidak ada
gaya bekerja sama sekali.60 Dan siswa yang memilih jawaban C berkeyakinan
bahwa formulasi hukum I Newton adalah a = ΣFm⁄ . Padahal formulasi tersebut
merupakan formulasi hukum II Newton. Maka siswa yang memilih jawaban C
masih belum bisa membedakan hukum I Newton dengan hukum II Newton.
Soal nomor 4 sebaiknya tidak menggunakan kata formulasi rumus sebagai
narasi soal, karena hukum I Newton tidak memiliki formulasi rumus. Formulasi
rumus hukum Newton hanya terdapat pada hukum II Newton.
3. Mendeskripsikan Pengertian Hukum II Newton
Soal dengan indikator mendeskripsikan pengertian hukum II Newton terdapat
pada soal nomor 5 dan 6. Pada soal nomor 5 terdapat 65,56% siswa yang paham,
12,22% siswa tidak paham, 8,89% siswa miskonsepsi dan 1,11% siswa error.
Kemudian pada soal nomor 6 terdapat 64,44% siswa yang paham, 25,56% siswa
tidak paham, 8,89% siswa miskonsepsi, dan 3,33% siswa error.
Soal nomor 5 tentang pengertian formulasi hukum II Newton terdapat
12,22% siswa tidak paham. Siswa yang memilih jawaban B beranggapan bahwa
formulasi hukum II Newton adalah a = ΣF.m, padahal formulasi hukum II newton
adalah ΣF= m.a.61 Hal ini menunjukan bahwa siswa belum mampu memaknai
pengertian hukum II Newton dimana percepatan suatu benda yang disebabkan oleh
suatu gaya sebanding dan searah dengan gaya itu dan berbanding terbalik dengan
massa benda yang kenai oleh gaya tersebut dapat diformulasikan menjaadi ΣF=
60 Izza Auliyatul Muna, Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa PGMI pada Konsep Hukum Newton
Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), Journal of Education and Social Cendikia, Vol.
13, No. 2, Juli-Desember 2015, h. 319 61 Douglas C giancolli, Fisika Edisi Kelima, ( Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2001), h. 95
44
44
m.a . Siswa yang memilih jawaban E beranggapan bahwa ΣF=a/m. Letak
kesalahan siswa yang memilih jawaban B dan E adalah sama yaitu tidak mampu
meletakkan makna sebanding dan berbanding terbalik pada sebuah rumus atau
persamaan.
Pada soal nomor 5 juga terdapat siswa yang miskonsepsi yaitu sebanyak
1,11% atau masih dapat dikatakan miskonsepsi yang terjadi pada soal ini rendah.
Seluruh siswa yang miskonsepsi dalam soal pertanyaan memilih jawaban benar
yaitu D namun tidak yakin, tetapi dalam soal terdapat jawaban yang dipilih siswa
yaitu B dijawab dengan yakin dan E dijawab dengan yakin. Hal ini menunjukan
bahwa siswa memiliki alasan yang salah yang mereka yakini untuk menjawab soal
pertanyaan dengan benar. Pernyataan mengenai percepatan suatu benda yang
disebabkan oleh suatu gaya sebanding dan searah dengan gaya itu dan berbanding
terbalik dengan massa benda yang kenai oleh gaya tersebut dapat diformulasikan
menjaadi ΣF= m.a dianggap sebagai pengertian dari hukum I Newton dan hukum
III Newton oleh siswa yang miskonsepsi. Hal ini menunjukan bahwa siswa masih
belum bisa memahami dan membedakan hukum I, II, dan III Newton.
Dalam soal nomor 6 terdapat siswa yang miskonsepsi, dimana dalam soal
pertanyaan siswa menjawab salah dengan memilih jawaban A dan menjawab benar
dan pada soal alasan siswa menjawab salah dengan memilih jawaban A,D dan E.
Siswa yang memilih jawaban A pada soal pertanyaan berkeyakinan bahwa
berdasarkan tabel percepatan berbanding lurus dengan massa dan berbanding
terbalik dengan gaya, padahal tabel pada soal sesuai dengan hukum II Newton
dimana percepatan berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan
massa.62
Hal ini berarti siswa memiliki pemahaman yang terbalik mengenai hubungan
percepatan dengan massa dan gaya. Miskonsepsi juga terjadi pada siswa yaang
menjawab benar dengan yakin pada soal pertanyaan tetapi menjawab salah dengan
yakin pada soal alasan. Siswa tersebut berkeyakinan bahwa percepatan, gaya dan
62 Nursefriani Marungkil Pasaribu dan H. Kamaludin, Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA
Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton, Jurnal Pendidika Fisika Tadulako (JPFT), Vol. 4,
No. 2, 2016, h. 39
45
45
massa bernilai sebanding atau jika percepatan besar maka gaya yang bekerja juga
besar dan massa benda juga besar.
4. Mendeskripsikan hukum III Newton
Indikator ini berada pada soal nomor 7, dalam soal ini terdapat 37,78% siswa
yang paham, 8,89% siswa tidak paham, dan miskonsepsi 16,67.
Siswa yang menjawab B pada soal pertanyaan dan menjawab C pada soal
alasan berkeyakinan bahwa benda yang dikenai gaya atau aksi akan memberikan
reaksi yang searah, dan siswa yang menjawab D pada soal pertanyaan dan
menjawab A pada soal alasan berkeyakinan bahwa bunyi hukum III Newton adalah
benda yang dikenai gaya atau aksi yang arahnya tegak lurus. Padahal bunyi hukum
III Newton adalah benda yang dikenai gaya atau aksi akan memberikan reaksi yang
arahnya berlawanan.63 Miskonsepsi ini terjadi karena siswa terkecoh dengan
formulasi hukum III Newton dimana Faksi=Freaksi , tanda = dianggap siswa sebagai
pengertian sama dan searah.
5. Menjelaskan pengertian gaya gesek
Indikator kelima ini terdapat pada soal nomor 8,9 dan 10. Miskonsepsi
tertinggi terjadi pada soal nomor 7 sebanyak 16,67% dan miskonsepsi terendah
terjadi pada soal nomor 8 sebanyak 4,44%. Miskonsepsi pada indikator ini sesuai
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dimana pada materi gaya gesek sering
ditemukan miskonsepsi.
Soal nomor 8 adalah tentang keadaan benda yang mengalami gaya gesek
statis maksimum, pada soal ini siswa yang miskonsepsi menjawab salah pada soal
pertanyaan dengan memilih jawaban D dan menjawab salah pada soal alasan
dengan memilih jawaban A. Seluruh siswa yang miskonsepsi ini berkeyakinan
bahwa gaya gesek statis maksimum terjadi saat benda sedang berhenti dan
bergerak lurus. Padahal gaya gesek statis maksimum terjadi saat benda sedang
tepat akan berhenti karena saat benda akan bergerak gaya statis yang diperlukan
63 Nursefriani Marungkil Pasaribu dan H. Kamaludin, Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA
Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton, Jurnal Pendidika Fisika Tadulako (JPFT), Vol. 4,
No. 2, 2016, h. 40
46
46
sangat kecil atau gaya terkecil.64 Kesalahan pemahaman siswa ini terlihat saat
pembelajaran terjadi, dimana pada saat itu guru memberikan contoh mengenai
gaya gesek statis maksimum dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat mobil di rem
mendadak maka gaya gesek statis pada ban terhadap aspal akan bernilai
maksimum. Namun guru tidak menyebutkan kapan tepatnya gaya gesek statis
maksimum itu terjadi, sehingga siswa yang tidak membaca penjelasan didalam
buku akan beranggpan bahwa gaya gesek statis maksimum itu terjadi saat ban
berhenti.
Soal nomor 9 adalah tentang waktu gaya gesek kinetis terjadi pada suatu
benda, pada soal ini juga terdapat banyak miskonsepsi yaitu sebesar 10%. Siswa
yang miskonsepsi menjawab benar dengan yakin pada soal pertanyaan namun
menjawab salah pada soal alasan dengan memilih jawaban E dengan yakin,
miskonsepsi juga terjadi pada siswa yang menjawab salah pada soal pertanyaaan
dengan memilih jawaban E dan jawaban salah pada soal alasan yaitu opsi C. Siswa
yang menjawab soal pertanyaan dengan benar dan yakin namun menjawab soal
alasan salah dengan yakin berkeyakinan bahwa gaya gesek kinetis terjadi pada saat
benda sedang bergerak karena gaya gesek kinetis lebih besar dari pada gaya gesek
kinetis. Padahal sebenarnya gaya gesek kinetis lebih kecil dari pada gaya gesek
statis.65 Miskonsepsi pada nomor 9 ini masih berhubungan dengan miskonsepsi
pada soal nomor 8, siswa beranggapan bahwa pada saat benda bergerak gaya gesek
lebih besar dibandingkan pada saat benda akan berhenti bergerak. Sedangkan siswa
yang miskonsepsi dan memilih jawaban salah pada soal pertanyaan dan soal alasan
berkeyakinan bahwa gaya gesek kinetis terjadi padaa saat benda sedang berhenti
dan bergerak, atau dapat dikatakan bahwa siswa menganggap gaya gesek kinetis
dan statis adalah sama.Soal nomor 9 pilihan alasan untuk menjawab soal tidak
sesuai .
Berbeda dengan soal nomor 8 dan 9, pada soal nomor 10 ini terjadi
miskonsepsi 38,89%. Seluruh siswa yang miskonsepsi pada nomor ini memilih
64 Ganijanti Aby Sarojo, Mekanika Seri Fisika Dasar, (Jakarta: Salemba Teknika, 2002), h. 76 65 Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin, Analisis Miskonsepsi Program Studi Pendidikan
Fisika Menggunakan Certainty of Response Indek (CRI) pada Konsep Gaya, Jurnal Pendidikan
Fisika Tadulako (JFTP), Vol. 4, No. 4, 2016, h. 36
47
47
jawaban benar dan yakin pada soal pertanyaan. Dan pada soal alasan siswa
manjawab salah dengan memilih jawaban A .
Siswa dapat menemukan jawaban yang tepat namun tidak memiliki
keyakinan pada alasan, rumus yang digunakan a =mg−f
m , rumus tersebut
merupakan penjabaran lebih lanjut dari persamaan dasar hukum II Newton.66
6. Menganalisis gaya yang bekerja pada bidang datar
Soal nomor 11 dan 12 merupakan soal yang berindikatorkan menganalisis
gaya yang bekerja pada bidang datar. Dalam indikator ini miskonsepsi yang terjadi
tidak begitu besar yakni hanya sebesar 1,11% disoal nomor 11 dan 25,56% disoal
nomor 12.
Pada soal nomor 11 miskonsepsi terjadi karena siswa menjawab soal
pertanyaan dengan benar namun memilih menjawab soal alasan yang salah. Soal
nomor 11 berisi tentang gaya yang bekerja pada suatu benda, miskonsepsi yang
terjadi pada soal ini adalah siswa beranggapan bahwa gaya f pada Gambar 4.1
searah dengan benda.
Berdasarkan Gambar 4.1, panah nomor 2 adalah gaya f yang arahnya
berlawanan dengan benda. Gaya f berlawanan dengan arah benda karena seperti
yang kita lihat pada Gambar 4.1 posisi gaya f merupakan posisi gaya gesek. Gaya
gesek akan berlawanan arah dengan arah benda.67
66 Douglas C Giancolli, Fisika Edisi Kelima, ( Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2001), h. 95 67 Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin, Analisis Miskonsepsi Program Studi Pendidikan
Fisika Menggunakan Certainty of Response Indek (CRI) pada Konsep Gaya, Jurnal Pendidikan
Fisika Tadulako (JFTP), Vol. 4, No. 4, 2016, h. 32
2
3
1
Gambar Gambar 4.1 ilustrasi gambar pada soal
nomor 11
48
48
Pada soal nomor 12 jawaban siswa yang miksonsepsi terbagi menjadi dua,
yang pertama miskonsepsi terjadi karena siswa menjawab salah pada soal
pertanyaan dengan memilih opsi A dan menjawab salah pada soal alasan dengan
memilih opsi D. Miskonsepsi kedua terjadi karena siswa menjawab benar pada soal
pertanyaan namun menjawab salah pada soal alasan dengan memilih opsi A.
Berikut ini penulis lampirkan soal nomor 12 pada Tabel 4.5
Tabel 4.4 penjabaran soal dan jawaban soal nomor 12
Soal Pertanyaan dan Alasan Jawaban Soal Pertanyaan dan Alasan
Daeng memasukkan baju 7 kg ke dalam
koper yang diletakkan di atas lantai.
Lalu Daeng menekan baju-baju
tersebut dengan gaya 40 N agar bisa
ditutup. Berapakah gaya normal yang
bekerja pada koper tersebut? (g = 9.8
m/s2)
a. 11 N
b. 30 N
c. 79 N
d. 80 N
e. 110 N
Pembahasan :
Diketahui.
m = 5 kg
g = 10m/s2
F = 30 N
Ditanya. N?
Jawab.
∑ Fy = 0
N – w − F = 0
N = w + F
N = (m ∙ g) + F
N = (7×10) + 40
N = 70 + 40 = 110 N ( E )
Manakah alasan dari jawaban anda?
a. Gaya normal searah dengan
gaya berat dan gaya tekan
b. Gaya normal berlawanan arah
dengan gaya berat dan gaya
tekan
Alasan yang tepat adalah :
b. Gaya normal berlawanan arah
dengan gaya berat dan gaya tekan.
49
49
c. Gaya normal searah dengan
gaya berat dan berlawanan
dengan gaya tekan
d. Gaya normal searah dengan
gaya tekan dan berlawanan
dengan gaya berat
e. Gaya normal searah dengan
gaya berat dan tidak
dipangaruhi gaya tekan
Siswa yang menjawab salah pada soal pertanyaan dan alasan beranggapan
bahwa gaya normal searah dengan gaya tekan dan berlawanan arah dengan gaya
berat, hal ini mengakibatkan siswa salah dalam memformulasikan gaya untuk
menjawab soal pertanyaan. Dengan alasan tersebut maka siswa akan mendapatkan
jawaban untuk N adalah 30 N, seperti pada penjelasan dibawah ini.
∑ Fy = 0
N – w + F = 0
N = w - F
N = (m ∙ g) - F
N = (7×10) − 40
N = 70 - 40 = 30 N
Sedangkan siswa yang miskonsepsi dengan menjawab benar pada soal
pertanyaan namun menjawab salah pada soal alasan dengan memilih opsi A
beranggapan bahwa gaya normal searah dengan gaya berat dan gaya tekan. Siswa
yang miskonsepsi kelompok ini juga tidak dapat memformulasikan suatu
pernyataan kedalam rumus, karena jika siswa beranggapan gaya normal searah
dengan gaya berat dan gaya tekan maka seharusnya jawaban yang didapat adalah
50
50
bernilai minus. Dalam konsep yang sebenarya disebutkan bahwa gaya normal
arahnya akan berlawanan dengan gaya berat dan gaya tekan.68
7. Menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada bidang miring
Soal nomor 13 dan 14 merupakan soal yang berindikatorkan menganilis gaya-
gaya yang terjadi pada bidang miring. Pada indikator ini miskonsepsi yang terjadi
sebesar 12,22% pada nomor 13 dan sebesar 11,11% pada soal nomor 14.
Soal nomor 13 merupakan soal mengenai gaya gesek pada bidang miring,
pada soal ini jawaban siswa yang tidak paham menjawab tersebar di beberapa opsi
jawaban, namun sebagian siswa yang tidak paham ini menjawab benar pada soal
pertanyaan dengan memilih opsi D namun tidak yakin dan menjawab benar pada
soal alasan dengan dengan memilih opsi B namun tidak yakin. Hal ini berarti
bahwa siswa tersebut dapat menjawab soal dengan benar namun siswa tidak yakin
atas jawabannya sendiri atau bisa dikatakan siswa masih ragu akan pemahamannya.
Sedangkan miskonsepsi yang terjadi pada soal nomor 13 terjadi karena siswa
memilih jawaban salah pada soal pertanyaan dengan memilih opsi D dan E dan
memilih jawaban salah pada soal alasan dengan memilih opsi E. Siswa yang
miskonsepsi ini beranggapan bahwa benda pada bidang miring yang terdapat pada
soal tidak akan bergerak karena F>fs , atau gaya dorong lebih besar dari pada gaya
gesek. Padahal paham yang benar adalah ketika F > fs maka benda akan bergerak.69
Hal yang sama juga terjadi pada soal nomor 14 dimana banyak siswa yang
tidak paham pada soal yang mengenai besarnya gaya yang bekerja pada bidang
miring ini. Hal ini dikarenakan soal nomor 14 merupakan tipe soal C4 sedangkan
soal nomor 13 merupakan tipe soal C3, atau berbeda satu tingkat dalam tingkat
kesukaran soal.
Siswa yang tidak paham pada soal nomor 14 memilih jawaban salah pada soal
pertanyaan dengan memilih opsi A, B, C dan E dan menjawab salah pada soal
68 Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin, Analisis Miskonsepsi Program Studi Pendidikan
Fisika Menggunakan Certainty of Response Indek (CRI) pada Konsep Gaya, Jurnal Pendidikan
Fisika Tadulako (JFTP), Vol. 4, No. 4, 2016, h. 32 69 Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin, Analisis Miskonsepsi Program Studi Pendidikan
Fisika Menggunakan Certainty of Response Indek (CRI) pada Konsep Gaya, Jurnal Pendidikan
Fisika Tadulako (JFTP), Vol. 4, No. 4, 2016, h. 33
51
51
alasan dengan memilih opsi C, D dan E. Soal nomor 14 merupaka soal hitungan,
siswa yang menjawab salah pada soal pertanyaan disebabkan karena siswa salah
dalam menghitung atau memasukan rumus. Sedangkan pada soal alasan siswa yang
menjawab salah dengan memilih opsi C beranggapan bahwa gaya yang diperlukan
untuk mendorong benda tidak dipengaruhi massa, kemudian siswa yang menjawab
salah dengan memilih opsi D beranggapan bahwa gaya yang diperlukan untuk
mendorong besar sehingga percepatannya kecil, dan siswa yang memjawab salah
dengan memilih opsi E beranggapan bahwa massa semakin besar jika gaya dorong
semakin besar. Padahal pemahaman yang benar adalah semakin besar massa benda
maka gaya dorong yang diperlukan juga semakin besar.70
8. Menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada bidang vertikal (katrol)
Indikator tentang menganalisis gaya-gaya pada bidang vertikal (katrol)
terdapat pada soal nomor 15 dan 16. Pada soal no 15 ini siswa yang tidak paham
yaitu sebanyak 26,67%, sedangkan siswa yang miskonsepsi hanya sebesar 31,11%.
Hal ini terjadi karena soal nomor 15 dan 16 merupakan tipe soal C4 atau soal
dengan tingkat kesukaran tinggi.
Siswa yang tidak paham menjawab salah pada soal pertanyaan dengan
memilih jawaban E dan menjawab salah pada soal alasan dengan memilih jawaban
E. dan sisanya ada siswa yang menjawab benar namun tidak yakin dan ada siswa
yang menjawab salah dengan memilih opsi B pada soal pertanyaan dan menjawab
salah dengan memilih opsi A pada soal alasaan. Berikut ini penulis lampirkan soal
nomor 15 dalam Tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.5 penjabaran soal dan jawaban soal nomor 15
Soal Pertanyaan dan Alasan Jawaban Soal Pertanyan dan Alasan
Dua buah ember A dan B masing berisi
air 7 kg dan 5 kg yang dihubungkan
dengan tali dan tergantung. Berapakah
Diketahui.
mA = 7 kg
mB = 5 kg
70 Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin, Analisis Miskonsepsi Program Studi Pendidikan
Fisika Menggunakan Certainty of Response Indek (CRI) pada Konsep Gaya, Jurnal Pendidikan
Fisika Tadulako (JFTP), Vol. 4, No. 4, 2016, h. 32
52
52
tegangan tali yang dialami kedua
ember?
a. 5,5 N
b. 4,83 N
c. 8,16 N
d. 58,31 N
e. 81,69N
Ditanya. T?
Jawab.
Σ F = m . a
wA − T + T − wB = (mA + mB)a
wA − wB = (mA + mB)a
mA. g − mB. g = (mA + mB)a
(mA − mB)g = (mA + mB)a
(7 − 5) 10 = (7 + 5) a
(2) 10 = 12 a
a =20
12= 1,67 m
s2⁄
tinjau salah satu ember
Σ F = m . a
wA − T = mA. a
T = w − mA. a
T = mA. g − mA. a
T = (7 × 10) – (7 × 1,67)
T = 70 − 11,69
T = 58,1 N ( D )
Manakah alasan dari jawaban anda?
a. Percepatan searah ember A dan
B sebab ember A dan B
seimbang
b. Percepatan berlawanan dengan
ember A dan B sebab ember A
dan B seimbang
Alasan yang tepat adalah opsi C,
yaitu:
A. Percepatan searah ember A
sebab massa ember A lebih
besar dari B
53
53
c. Percepatan searah ember A
sebab massa ember A lebih
besar dari B
d. Percepatan searah ember B
sebab massa ember B lebih
besar dari A
e. Percepatan berlawanan dengan
ember A massa ember A lebih
besar dari B
Siswa yang tidak paham karena memilih jawaban salah pada soal pertanyaan
dan alasan, yaitu memilih opsi E beranggapan bahwa jika ada dua buah benda yang
dihubungkan dengan tali dan tergantung maka percepatan akan berlawanan arah
dengan massa yang lebih besar. Pemahaman ini akan mengakibatkan kesalahan
dalam penggunaan rumus, sehingga pada saat menghitung akan menghasilkan
jawaban yang salah.
Σ F = m . a
wA + T = mA. a
T = w + mA. a
T = mA. g + mA. a
T = (7 × 10) + (7 × 1,67)
T = 70 + 11,69
T = 81,69 N ( E )
Jawaban diatas merupakan jawaban salah yang dipilih siswa yang tidak paham.
Hal yang sama terjadi pada soal nomor 16, walaupun dalam soal ini banyak
siswa yang tidak paham yaitu sebesar 55,56% terjadi karena kebanyan siswa
menjawab benar namun tidak yakin akan jawabannya. Atau dapat dikatakan siswa
ragu akan pemahamannya. Pada soal nomor 16 juga terdapat siswa yang
miskonsepsi yaitu sebanyak 24,44%. Siswa yang miskonsepsi menjawab benar
pada soal pertanyaan dengan memilih opsi E namun menjawab salah pada soal
54
54
alasan dengan memilih opsi E. Siswa yang miskonsepsi ini beranggapan bahwa
gaya normal yang bekerja pada benda hanya dipengaruhi massa. Padahal gaya
normal yang bekerja pada sebuah benda tidak hanya dipengaruhi oleh massa, tetapi
dipengaruhi oleh gaya gravitasi juga. Semakin besar massa benda maka semakin
besar pula gaya normalnya.71
9. Menjelaskan aplikasi hukum I Newton dalam kehidupan sehari-hari
Indikator tentang aplikasi menjelaskan hukum I Newton dalam kehidupan
sehari-hari terdapat pada soal nomor 17. Pada soal ini terjadi miskonsepsi sebanyak
15,56%. Soal nomor 17 tentang peristiwa hukum I Newton dalam kehidupan
sehari-hari yang menanyakan penyebab terdorongnya penumpang yang berada di
dalam sebuah bus yang direm mendadak. Siswa yang miskonsepsi menjawab benar
pada soal pertanyaan dengan memilih opsi B yaitu penumpang terdorong saat bus
direm mendadak merupakan usaha untuk mempertahankan posisi berdirinya,
namun menjawab salah pada soal alasan dengan memilih opsi A dan B, yang
menunjukan bahwa siswa berpendapat bahwa usaha penumpang untuk
mempertahankan posisi disebabkan karena agar penumpang tidak terjatuh ke depan
akibat bus yang tiba-tiba direm dan hal tersebut merupakan hukum aksi reaksi.
Padahal seharusnya jawaban alasan yang benar adalah opsi D, yaitu karena
penumpang cenderung untuk mempertahankan keadaannya. Hal ini sesuai dengan
konsep inersia pada Hukum I Newton, yaitu kecenderungan suatu benda untuk
mempertahankan keadaannya, baik dalam keadaan diam maupun sedang bergerak
pada garis lurus.72
Pada soal nomor 17 aspek kognitif yang diukur bukanlah C3. Soal pada
nomor 17 merupakan soal C2 yaitu pemahaman siswa. Pada soal ini siswa
melakukan pengamatan terhadap peristiwa dan pemahaman siswa terhadap
peristiwa tersebut.
71 Nursefriani, Marungkil Pasaribu dan H. Kamaludin, Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA
Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton, Jurnal Pendidika Fisika Tadulako (JPFT), Vol. 4,
No. 2, 2016, h. 39 72 Douglas C giancolli, Fisika Edisi Kelima, ( Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2001), h. 93
55
55
10. Menjelaskan aplikasi hukum II Newton dalam kehidupan sehari-hari
Soal nomor 18 dan 19 merupakan soal yang berindikator menjelaskan aplikasi
hukum II Newton dalam kehidupan sehari-hari. Pada soal nomor 18 jumlah siswa
yang tidak paham sebanyak 17,78%. Sedangkan pada soal nomor 19 siswa yang
tidak paham hanya sebanyak 13,33%.
Jawaban siswa yang tidak paham pada soal nomor 18 tersebar disemua opsi
jawaban. Menyebarnya jawaban siswa menandakan bahwa pemahaman siswa
dalam memahami hukum II Newton dan aplikasinya belum terfokus. Indikator
pada soal nomor 18 berhubungan dengan indikator pada soal nomor 5 dan 6, dimana
pada soal 5 dan 6 pun banyak siswa yang tidak paham. Walaupun soal nomor 18
dan soal nomor 5 dan 6 saling berkatian, namun jumlah siswa yang tidak paham
pada nomor 18, 2 kali lebih besar dibandingkan jumlah siswa yang tidak paham
pada nomor 5 dan 6. Hal ini disebabkan karena soal nomor 18 merupakan tipe soal
C4 atau soal dengan tingkat kesukaran yang tinggi, sedangkan soal nomor 5 dan 6
merupkan tipe soal C1 atau soal dengan tingkat kesukarang rendah. Berikut soal
nomor 18 terlampir pada Tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.6 penjabaran soal dan jawaban soal nomor 18
Soal Pertanyaan dan Alasan Jawaban Pertanyaan dan Alasan
Bola baseball yang massanya 50 g
dilempar mendekati stickbaseball
dengan kecepatan 30 m/s, bersentuhan
dengan stick selama 5 ms, kemudian
kembali terpantul dengan kecepatan
yang sama. Berapakah gaya rata-rata
stickbaseball yang bekerja pada bola
tersebut dan kemana arahnya?
a. 600 N, searah dengan v0
b. 600 N, berlawanan arah dengan v0
c. 300 N, searah dengan v0
d. 300 N, berlawanan arah dengan v0
Ditanya.
Jawab.
∆v = v − v0 = −30 − 30
= −60 m/s
∆v = a. ∆t ⟹ a =∆v
∆t
a =−60
0,005= −12000 m
s2⁄
F = ma
F = 0,05 × (−12000 )
F = −600 N ( B )
56
56
e. 150 N, searah dengan v0 Tanda negatif menyatakan bahwa gaya
berlawanan arah dengan arah
kecepatan awal bola
Manakah alasan anda untuk menjawab
pertanyaan pertama?
a. Perbandingan gaya (F) dan
kecepatan awal (v0) adalah 1 : 20
b. Perbandingan gaya (F) dan
kecepatan awal (v0) adalah 1 : 12
c. Perbandingan gaya (F) dan
kecepatan awal (v0) adalah 1 : 6
d. Perbandingan gaya (F) dan
kecepatan awal (v0) adalah 20 : 1
e. Perbandingan gaya (F) dan
kecepatan awal (v0) adalah 12 : 1
Alasan yang tepat adalah :
d. Perbandingan gaya (F) dan
kecepatan awal (v0) adalah 20 : 1
Siswa yang tidak paham pada soal nomor 18 memilih jawaban salah pada soal
pertanyaan disebabkan karena kesalahan menghitung dan memasukan rumus yang
benar. Berdasarkan jawaban pada Tabel 4.7 jika F bernilai 600 N dan v0 bernilai 30
m/s, maka perbandingan anatara F dan v0 adalah 600:30 atau 20: 1. Sehingga alasan
yang tepat untuk menjawab soal pertanyaan adalah opsi D yaitu perbandingan gaya
F dengan kecepatan awal v0 adalah 20:1.
Berbeda dengan soal nomor 18, pada soal nomor 19 jumlah siswa yang tidak
paham hanya sebanyak 44,44%. Siswa yang tidak paham pada soal nomor 19
dikarenakan siswa menjawab benar soal pertanyaan dan soal alasan namun tidak
yakin akan jawabannya. Artinya siswa ragu akan pemahamannya sendiri. Pada soal
nomor 19 juga terdapat siswa yang miskonsepsi yaitu sebanyak 13,33%. Siswa
yang miskonsepsi menjawab salah pada soal pertanyaan dengan memilih opsi A
dan menjawab salah pada soal alasan dengan memilih opsi E. Siswa yang
miskonsepsi ini beranggapan bahwa percepatan akan bernilai kecil jika gaya dan
57
57
massa bernilai kecil atau dapat dikatakan bahwa percepatan nilainya sebanding
dengan gaya dan massa. Padahal konsep yang sebenarnya adalah percepatan
sebanding dengan gaya dan berbanding terbalik dengan massa, atau percepatan
akan bernilai besar jika gaya besar dan massanya kecil.73
11. Menjelaskan aplikasi hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari
Soal nomor 20 merupkan soal dengan indikator menjelaskan aplikasi hukum
III Newton dalam kehidupan sehari-hari. Pada soal nomor 20 terdapat sebanyak
58,89% siswa paham, 17,78%siswa tidak paham, 30% siswa miskonsepsi.
Soal nomor 20 merupakan soal mengenai aplikasi prinsip aksi reaksi.
Walaupun soal nomor 20 merupakan tipe soal C3, namun siswa yang tidak paham
maupun miskonsepsi tidak banyak. Hal ini dikarenakan pada indikator menjelaskan
hukum III Newton juga banyak siswa yang paham, sehingga pada indikator ini tidak
banyak siswa yang miskonsepsi.
Soal nomor 20 berisi tentang gaya dorong yang diberikan pada sebuah batu
bata untuk mendorong tembok, siswa yang tidak paham memilih jawaban salah
pada soal pertanyaan dengan memilih opsi E dan menjawab salah pada soal alasan
dengan memilih opsi E beranggapan bahwa batubata menerima aksi dari tembok.
Padahal sesuai dengan isi soal, gaya dorong diberikan pada batu bata untuk
mendorong tembok maka dapat dikatakan batu bata lah yang memberikan aksi pada
tembok dan tembok akan memberikan reaksi pada batu bata. Gaya aksi reaksi
tersebut akan bernilai sama namun arahnya berlwanan, hal ini sesuai dengan konsep
hukum III Newton.74
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukan bahwa four
tier test efektif untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang ada pada siswa.
Miskonsepsi yang teridentifikasi secara keseluruhan setiap indikator pembelajaran
disajikan pada Tabel 4.7berikut ini.
73 Nursefriani Marungkil Pasaribu dan H. Kamaludin, Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA
Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton, Jurnal Pendidika Fisika Tadulako (JPFT), Vol. 4,
No. 2, 2016, h. 39 74 Nursefriani Marungkil Pasaribu dan H. Kamaludin, Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA
Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton, Jurnal Pendidika Fisika Tadulako (JPFT), Vol. 4,
No. 2, 2016, h. 40
58
58
Tabel 4.7 Miskonsepsi yang Terjadi pada Siswa Berdasarkan Indikator pada
Konsep Hukum Newton dan Penerapannya
No Indikator Pembelajaran Nomor
Soal Miskonsepsi yang Teridentifikasi
1 Menjelaskan pengertian
gaya
1 Kecepatan yang berubah hanya akibat
tarikan
2
N adalah gaya yang arahnya menuju
pusat bumi
f adalah bukan gaya kontak pada dua
benda
2
Mendeskripsikan
pengertian hukum I
Newton
3
Jumlah gaya yang bekerja pada benda
tidak sama dengan nol, maka benda
yang bergerak akan tetap bergerak
dan benda yang diam akan tetap diam
Benda yang dikenai gaya dari akan
memberikan reaksi sebesar dua kali
lebih besar dari gaya yang
mengenainya.
4
Tidak ada gaya yang bekerja pada
benda
Gaya pada dua buah benda sama
besar namun berlawanan arah
3
Mendeskripsikan
prinsip penegrtian
hukum II Newton
5
Pengertian hukum II Newton
dianggap sebagai pengertian hukum I
Newton
Hukum II Newton menjelaskan benda
tepat akan bergerak
6
Yang mempengaruhi percepatan pada
benda hanya massa benda itu sendiri
dengan nilai nya yang sebanding
59
59
Percepatan, gaya dan massa nilainnya
sebanding
4 Mendeskripsipengertian
hukum III Newton 7
Benda yang dikenai gaya aksi akan
memberikan reaksi yang searah
Gaya dan aksi tidak berhubungan
5 Menjelaskan pengertian
gaya gesek
8 Gaya gesek statis sama dengan nol
9
Gaya gesek statis sama dengan nol
Gaya gesek statis sama dengan gaya
gesek kinetik
10
Persamaan percepatan pada gaya
gesek adalah a =f−mg
m
6
Menganalisis gaya-gaya
yang bekerja pada
bidang datar
11 F pada gambar soal no 11 searah
dengan benda
12
Gaya normal searah dengan gaya
berat dan gaya tekan
Gaya normal searah dengan gaya
berat dan tidak dipengaruhi gaya
tekan
7
Menganalisis gaya-gaya
yang bekerja pada
bidang miring
13 Benda tidak bergerak ketika F> fs
14 Massa semakin besar jika gaya
dorong semakin besar
8
Menganalisis gaya-gaya
yang bekerja pada
bidang vertikal (katrol)
15
Percepatan searah dengan massa
benda yang lebih besar karena
perbedaan massa dianggap seimbang
16 Besar gaya normal hanya dipengaruhi
oleh massa
9
Menjelaskan aplikasi
hukum I Newton dalam
kehidupan sehari-hari
17
Peristiwa merupakan penerapan
hukum Aksi reaksi
60
60
10
Menjelaskan aplikasi
penerapan hukum II
Newton dalam
kehidupan sehari-hari
18 Perbandingan F dan v0 yang salah
karena kesalahan saat menghitung
19 Percepatan kecil jika gaya dan massa
bernilai kecil
Percepatan besar jika nilai gaya kecil
dan massa besar
11
Menjelaskan aplikasi
penerapan hukum III
Newton dalam
kehidupan sehari-hari
20
Tembok menerima reaksi dari
batubata
Batu bata memberi reaksi pada
tembok
Menurut Caleon dan Subramaniam salah satu keunggulan four tier test adalah
dapat mendiagnosis miskonsepsi lebih dalam sehingga dapat menentukan bagian-
bagian materi mana saja yang memerlukan penekanan lebih.75 Tidak hanya
miskonsepsi saja, dengan menggunkan four tier test kita juag dapat menegetahui
siswa yang paham, tidak paham dan error.76
Siswa yang tidak paham disebabkan pengetahuan yang diperoleh siswa saat
pembelajaran di kelas kurang membantu siswa dalam memahi konsep hukum
Newton dan penerapannya sehingga siswa tidak yakin dengan jawabannya.
Sedangkan siswa yang error adalah siswa yang tidak serius dalam mengerjakan
soal, atau hanya menebak dalam menjawab. Hal ini terlihat ketika pengamatan saat
pengejaan soal berlangsung.
75Imelda S. Caleon & R. Subramaniam, Do Students Know What They Know and What They
Don’t Know? Using a Four Tier Test Diagnostic Test to Assess the Nature of Student Alternative
Conceptions, Reseach Science Education, Vol. 40, 2010, h. 313-337 76 Ismiara Indah Ismail, Achmad Samsudin, Endi Suhendi dan Ida Kaniawati, Diagnostik
Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four Tier Test, Prosiding Simposium Inovasi Sains 2015
(SNIPS 2015), 2015, h. 382-383
61
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dari tes diagnostik four-tier untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep hukum Newton dan penerapannya
terhadap siswa kelas X IPA SMAN 5 Kota Serang dapat disimpulkan bahwa:
1. Miskonsepsi tertinggi teridentifikasi pada indikator menjelaskan aplikasi
hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari sebesar 30%.
2. Miskonsepsi terendah pada indikator mendeskripsikan pengertian gaya dengan
persentase sebesar 1,66%.
B. Saran
Adapun saran peneliti yang ingin disampaikan untuk memperkecil dan
mengurangi miskonsepsi pada konsep hukum Newton dan penerapnnya antara lain
dengan cara :
1. Guru harus mampu menguasai dan memahami konsep pembelajaran dengan
baik, sehingga penyampaian pada siswa akan jelas dan mudah dipahami.
2. Memilih model pembelajaran yang lebih tepat dan efektif untuk menunjang
proses pembelajaran menjadi lebih baik.
3. Menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran agar siswa dapat
memahami konsep dengan baik.
4. Melakukan pre test untuk mengetahui apakah siswa mengalamai miskonsepsi
di awal pembelajaran.
62
62
DAFTAR PUSTAKA
Ana Shaliha, Identifikasi Miskonsepsi mengunakan Tes Diagnostik Three-tier pada
Hhukum Newton dan Penerapannya, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2016.
Ani Rusilowati, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF)
Volume 6, Semarang 2015.
Arman, Sutopo, dan Parno, Kesulitan Siswa dalam Memahami Hukum Newton dan
Solusi pada Pembelajaran Sains di SMP, Jurnal FMIPA Universitas Negeri
Malang, vol. 1, 2017.
Cengiz Tuyuz, Development of Two Tier Diagnostic Instrument and Assess
Students’ Understanding in Chemistry, Academic Journal, Vol. 4, No. 6,
2009.
David Halliday, Robert Resnick, Jearl Walker, Fisika Dasar Edisi 7, (Jakarta:
Gelora Aksara Pratama, 2005).
Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika SMP
danSMA, Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2003.
DEPDIKNAS, Tes Diagnostik, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2007.
Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, (Yogyakarta: ANDI BPFE), 2018,
h.81
Douglas C giancolli, Fisika Edisi Kelima, ( Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2001).
Ganijati Aby Sarojo, Mekanika Seri Fisika Dasar, ( Jakarta: Salemba Teknika,
2002).
Gurel, Derya Kaltakci, A Riview and Comparation of Diagnostic Instruments to
Identify Students’ Misconception in Science, Eurasia Journal of
Mathematics, Science and Technology Education, Vol. 11, 2015.
Imelda S. Caleon & R. Subramaniam, Do Students Know What They Know and
What They Don’t Know? Using a Four Tier Test Diagnostic Test to Assess
63
63
the Nature of Student Alternative Conceptions, Reseach Science Education,
Vol. 40, 2010.
Ismiara Indah Ismail, Achmad Samsudin,Endi suhendi, dan Ida Kaniawati,
Diagnostik Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four Tier Test, Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains, Bandung, 2015.
Izza Auliyatul Muna, Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa PGMI pada Konsep
Hukum Newton Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), Journal
of Education and Social Cendikia, Vol. 13, No. 2, Juli-Desember 2015.
J. F. Law & Treagust D.F., Diagnostic of Stundent Understanding of Content
Specific Science Areas Using On-Line Two Tier Diagnostic Test, Australia:
Curtin University of Technology, 2010.
Jane R Pablico, Misconceptions on Force and Gravity among High School Student,
Faculty of The Lousiana State University and Agricultural and Mechanical
Collage, 2010.
Jeanne E. Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009).
Joul J. Mintzes, et al. Assessing Science Understanding, (California : Elsevier
Academic Press, 2005).
Marthen Kanginan, Fisika untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013, (Jakarta:
Erlangga, 2013), Cet. 17.
Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin, Analisis Miskonsepsi Program Studi
Pendidikan Fisika Menggunakan Certainty of Response Indek (CRI) pada
Konsep Gaya, Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JFTP), Vol. 4, No. 4,
2016.
Nursefriani Marungkil Pasaribu dan H. Kamaludin, Analisis Pemahaman Konsep
Siswa SMA Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton, Jurnal Pendidika
Fisika Tadulako (JPFT), Vol. 4, No. 2, 2016.
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan System, (Jakarta: Erlangga,
2011).
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika,
Jakarta: Gramedia, 2013.
64
64
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Ed. 3.
Qisthi Fariyani, Ani Rusilowati, dan Sugianto, Pengembangan Four-tier Diagnostic
Test untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika Siswa SMA Kelas X, Journal of
Innovative Science Education, Universitas Negeri Semarang, Vol. 4 No. 2,
2015.
Rachmadi Widdiharto, Diagnosis Kesulitan Belajar Matmatika SMP dan Alternatif
Proses Remedinya, (Yogyakarta: Depdiknas, Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008).
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga,