1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bangsa Indonesia telah mengalami kemajuan
setiap tahunnya, yang ditandai dengan meningkatnya kualitas
fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh pelosok tanah air,
sehingga setiap kecamatan sudah mempunyai puskesmas bahkan ada yang
lebih dari satu puskesmas, tergantung pada densitas penduduk suatu
kecamatan. Pada tahun 2014 dengan jumlah penduduk 4.906.835 jiwa,
dengan jumlah rumah sakit umum sebanyak 5.500 unit, jumlah rumah
sakit khusus sebanyak 500 unit, jumlah puskesmas rawat inap
sebanyak 14.300 unit, jumlah puskesmas non rawat inap sebanyak
19.400 unit, jumlah puskesmas pembantu sebanyak 29.800 unit, jumlah
posyandu sebanyak 13.350.500 unit, jumlah poskesdes sebanyak
202.900 unit, jumlah poskesdes sebanyak 202.900 unit, jumlah
polindes sebanyak 66.800 unit (Kemenkes RI, 2014).
(1)Hal ini tentu berimplikasi logis pada perbaikan kesehatan
masyarakat. Selain itu, membaiknya kesehatan masyarakat tidak
terlepas dari manifestasi program health education dan kesehatan
lingkungan yang dilakukan pemerintah melalui Dinas kesehatan dan
jajarannya yaitu puskesmas. Program kesehatan “Hidup Sehat”
ditekankan bukan sebagai sebuah slogan saja merupakan perubahan
sikap (Attitude) yang harus mampu menjadi komitmen budaya hidup
sehat (health cultur) yang sesungguhnya bagi seluruh masyarakat
Indonesia, agar kesehatan masyarakat Indonesia secara
berkesinambungan terus meningkat (Kemenkes RI, 2012).
Menurut Kepmenkes RI No. 1428/2006, pengawasan kesehatan
lingkungan merupakan bagian dari mempertahankan dan meningkatkan
kualitas lingkungan yang lebih baik dan bermanfaat bagi umat
manusia. Perbaikan kualitas lingkungan tidak hanya dilaksanakan di
luar (outdoor) lingkungan puskesmas tetapi juga di dalam lingkungan
puskesmas itu sendiri (indoor), karena puskesmas memiliki risiko
besar terhadap terjadinya penularan penyakit antar manusia.
Kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas juga menyebabkan
pencemaran lingkungan, jika pengelolaan limbah medis tidak
ditangani dengan baik.
Perbaikan kesehatan lingkungan puskesmas, selain memberikan
manfaat kesehatan dan kenyamanan petugas puskesmas dan masyarakat
yang datang di puskesmas, juga sebagai contoh untuk memotivasi
masyarakat dan membudayakan lingkungan sehat dan perilaku hidup
bersih dan sehat. Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2012,
kegiatan hidup sehat harus dilakukan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga dapat menjadi pola hidup, tumbuh dan
berkembang, serta melembaga dan membudaya dalam kehidupan
masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas lingkungan
yang sehat di masyarakat (Perpres RI No. 72 tahun 2012).
Menurut Muninjaya (2004) salah satu kegiatan di puskesmas adalah
kegiatan Enviromental Sanitation (ES) dan melakukan pencatatan dan
pelaporan. Pentingnya kegiatan ES di Puskesmas merupakan perwujudan
dari implementasi kebijakan nasional tentang health prevention,
yang bertujuan untuk menciptakan komunitas yang sehat dan bahagia
melalui kesehatan lingkungan.
Tempat pengelolaan limbah medis di Indonesia tahun 2014 yang
memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 383, dimana tempat
pengelolaan limbah mediss terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur.
Sedangkan tempat-tempat umum di Indonesia yang memenuhi persyaratan
kesehatan adalah sebanyak 68,24%, dimana provinsi tertinggi yang
memiliki fasilitas umum yang memenuhi syarat kesehatan adalah
provinsi Sulawesi Tengah dengan jumlah persentase sebanyak 89,41%
(Kemenkes RI, 2014).
Tempat umum di Provinsi Aceh berjumlah 7.751 tempat umum, tempat
umum yang termasuk pada kategori sehat adalah sebanyak 3.931
(53,36%), dan tempat umum yang tidak sehat sebanyak 3.820 (46,64%).
Jumlah puskesmas di Provinsi Aceh tahun 2014 adalah sebanyak 337
puskesmas, dengan jumlah tenaga kesehatan lingkungan adalah
sebanyak 678 orang, jumlah tenaga kesehatan masyarakat sebanyak 255
orang dan jumlah tenaga kesehatan dalam bidang sanitasi adalah
sebanyak 994 orang yang menjaga dan mengontrol kebersihan dan
kesehatan tempat-tempat umum yang ada di provinsi Aceh. Jumlah
tenaga kesehatan terbanyak di Provinsi Aceh berada di Kabupaten
Pidie yaitu sebanyak 144 orang dan jumlah tenaga kesehata
masyarakat di Kabupaten Pidie Sebanyak 120 orang (Dinkes Aceh,
2012).
Jumlah tempat umum di Kabupaten Aceh Barat adalah sebanyak 454
tempat umum, tempat umum yang termasuk pada kategori sehat adalah
sebanyak 200 (70,9%), dan tempat umum yang tidak sehat berjumlah
254 (20,1%). Jumlah tenaga kesehatan dalam bidang sanitasi 30 orang
(Dinkes Aceh, 2012). Jumlah tenaga kesehatan tahun 2013 pada bagian
kesehatan masyarakat adalah sebanyak 21 orang, sedangkan pada
bagian kesehatan lingkungan adalah sebanyak 14 orang (Dinkes Aceh
Barat, 2013). Jumlah puskesmas di Kabupaten Aceh Barat adalah
sebanyak 13 puiskesmas. Jumlah tenaga kesehatan tahun 2014 pada
bagian kesehatan masyarakat adalah sebanyak 26 orang, sedangkan
pada bagian kesehatan lingkungan adalah sebanyak 17 orang.
Berdasarkan hasil survey tim Dinas Kesehatan Aceh Barat
menyatakan bahwa seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Barat
termasuk pada kategori sehat, di lihat dari variabel ketersediaan
air bersih, pengelolaan sampah, pengendalian kebisingan, pengolahan
air limbah. Dimana setiap kali diadakan pemantauan ke setiap
puskesmas sudah ada pemberitahuan sehingga pihak puskesmas
melakukan persiapan dan pembersihan (Dinkes Aceh Barat, 2014).
Sementara menurut Depkes RI (2010) jumlah tenaga kesehatan
lingkungan yang ideal di setiap rumah sakit atau puskesmas adalah
sebanyak 1: 1000 jumlah pendduduk. Dengan demikian jumlah tenaga
kesehatan lingkungan di Kabupaten Aceh Barat masih jauh dari kata
ideal. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat adalah
sebanyak 19.024.400 jiwa, dengan demikian seharusnya jumlah tenaga
kesehatan lingkungan di Kabupaten Aceh Barat yang ideal adalah
sebanyak 19.024 orang. Sedangkan berdasarkan Dinkes Aceh Barat
jumlah tenaga kesehatan lingkungan yang ideal di setiap rumah sakit
atau puskesmas adalah sebanyak 1 orang.
Berdasarkan pengamatan peneliti di 3 Puskesmas yang ada di
Kabupaten Aceh Barat peneliti menemukan bahwa sanitasi yang ada di
puskesmas tersebut masih kurang memadai. Mulai dari penyediaan air
bersih di sekitar kamar mandi, dimana air dalam bak kamar mandi
dalam keadaan keruh tidak bersih. Selain itu tempat pembuangan
sampah yang masih kurang dimana seharusnya setiap ruangan memiliki
1 tempat sampah, akan tetapi masih ada ruangan yang tidak memiliki
tempat sampah.. Sampah-sampah masih banyak yang bertaburan di
sekitar area puskesmas, baik di perkarangan puskesmas maupun di
sekitar puskesmas. Kemudian untuk sampah basah di kumpulkan pada
satu tempat dan akan diangkat selama dua kali dalam seminggu.
Selanjutnya untuk saluran pembuangan air seperti septictank di
puskesmas tidak memiliki selokan, dimana pembuangan limbah air dari
kamar mandi akan di salurkan ke dalam septic tank yang tertutup.
Untuk limbah medis dikumpulkan dalam satu ruangan dan kemudian
selama 2 minggu sekali akan di bawa ke Dinas Kesehatan Aceh Barat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Sanitasi Lingkungan Puskesmas
di Kabupaten Aceh Barat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalahnya adalah
bagaimana Sanitasi Lingkungan Puskesmas di Kabupaten Aceh
Barat”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat Sanitasi Lingkungan
Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk melihat penyediaan air bersih Puskesmas di Kabupaten
Aceh Barat.
b. Untuk melihat pengolahan air buangan dan pengendalian
pencemaran air Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
c. Untuk melihat pengolahan sampah padat di Puskesmas Kabupaten
Aceh Barat.
d. Untuk melihat pencegahan/pengendalian pencemaran tanah
Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
e. Untuk melihat pengendalian kebisingan Puskesmas di Kabupaten
Aceh Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi mengenai Sanitasi
Lingkungan Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat
b. Bagi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai bahan
masukan dan referensi tentang Sanitasi Lingkungan Puskesmas di
Kabupaten Aceh Barat.
1.4.2 Manfaat Teoritis
1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dalam melakukan
penelitian khususnya Sanitasi Lingkungan Puskesmas di Kabupaten
Aceh Barat
1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
sebagai salah satu bahan masukan atau informasi guna menambah bahan
perpustakaan yang dapat digunakan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
1. Bagi pihak lain diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai referensi untuk dipelajari dibangku perkuliahan, dan dapat
membandingkan antara teori dengan praktek yang sesungguhnya di
lapangan khususnya tentang Sanitasi Lingkungan Puskesmas di
Kabupaten Aceh Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Sanitasi
2.1.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu
penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber.
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan
pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009). Sanitasi, menurut
kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan.
Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat
menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik,
kesehatan, dan daya tahan hidup manusia. Sedangkan menurut Chandra
bahwa: “sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang
meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol
dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi
kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia”
(Zafirah, 2011).
2.1.2 Pengertian Sanitasi Tempat-tempat Umum
(7)Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi
kegiatan yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat
hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit,
sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat
dicegah. Sanitasi tempat-tempat umum menurut Mukono (2006),
merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena
tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat
dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab
itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit
terutama penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air.
Dengan demikian sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi
persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tempat-tempat umum harus
mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum, artinya masyarakat umum
boleh keluar masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa
membayar.
2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat
tertentu dimana masyarakat melakukan aktivitas tertentu.
3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari
pengunjung tempat-tempat umum tersebut.
4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut
harus sesuai dengan ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu
yang mutlak diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
tempat-tempat umum. Tempat atau sarana layanan umum yang wajib
menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain, tempat umum atau
sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang
memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan
umum yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat
umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar
tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, salon kecantikan atau
tempat pangkas rambut, panti pijat, taman hiburan, gedung
pertemuan, pondok pesantren, tempat ibadah, objek wisata, dan
lain-lain (Febriyanti 2011).
2.2 Sanitasi Lingkungan
Sanitasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata sanitation yang
diartikan sebagai penjagaan kesehatan. Ehler dan Steel mengemukakan
bahwa sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan
terhadap faktor lingkungan yang dapat menjadi mata rantai penularan
penyakit. Sedangkan menurut Azawar mengungkapkan bahwa sanitasi
adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada
pengawasan teknik terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia
(Entjang, 2000).
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang
berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang
mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (Yula, 2006)
Selanjutnya, Wijono menyatakan bahwa sanitasi merupakan kegiatan
yang mempadukan (colaboration) tenaga kesehatan lingkungan dengan
tenaga kesehatan lainnya. Hal ini dilandasi oleh adanya keterkaitan
peran dan fungsi tenaga kesehatan di dalam kegiatan pelayanan
kesehatan masyarakat yang terpadu dan komprehensif. Colaboration
kegiatan sanitasi dikoordinir oleh tenaga kesehatan lingkungan atau
sanitasi yang memiliki kompetensi dan keahlian mereka di bidang
kesehatan lingkungan. Sedangkan tenaga medis, perawat, bidan,
petugas farmasi, petugas laboratorium dan petugas penyuluh
kesehatan berperan sebagai mitra kerja (Haryanto, 2003).
Sedangkan menurut Notoadmojo, sanitasi itu sendiri merupakan
perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan
buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian dari
sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyedian air bersih dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
:965/MENKES/SK/XI/1992, pengertian sanitasi adalah segala upaya
yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Sanitasi yaitu usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan
yang baik dibidang kesehatan, terutama kesehatan masayarakat.
Sehingga sanitasi lingkungan berarti cara menyehatkan lingkungan
hidup terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan udara
(Anwar, 2003)
Jadi dari pengertian di atas bisa disimpukan bahwa sanitasi
adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan
kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga
melindungi diri agar tetap sehat. Sanitasi lingkungan pada
hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum
pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain
mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan
air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),
rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya.
Sanitasi lingkungan mengutamakan pencegahan terhadap faktor
lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit akan dapat
dihindari. Usaha sanitasi dapat berarti pula suatu usaha untuk
menurunkan jumlah bibit penyakit yang terdapat di lingkungan
sehingga derajat kesehatan manusia terpelihara dengan sempurna
(Azwar, 2003).
Sanitasi lingkungan juga merupakan salah satu usaha untuk
mencapai lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan
fisik khususnya hal-hal yang mempunyai dampak merusak perkembangan
fisik kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Usaha sanitasi
lingkungan menurut Kusnoputranto adalah usaha kesehatan yang
menitik beratkan pada usaha pengendalian faktor lingkungan fisik
yang mungkin menimbulkan dan menyebabkan kerugian dalam
perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia
(Kusnoputranto, 2004).
Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation)
adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia
yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang
merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup
manusia (Umar, 2003).
Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang
ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi
lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia.
Kondisi tersebut mencakup pasokan air yang bersih dan aman;
pembuangan limbah dari manusia, hewan dan industri yang efisien,
perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara
yang bersih dan aman; rumah yang bersih dan aman.
2.3 Ruang Lingkup Sanitasi
Lingkungan Ruang lingkup sanitasi lingkungan terdiri dari
beberapa cakupan. Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan
masyarakat yang menitik beratkan usaha preventif dengan usaha
perbaikan semua faktor lingkungan agar manusia terhindar dari
penyakit dan gangguan kesehatan. Menurut Kusnoputranto ruang
lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi (Bahtiar, 2006) :
1. Penyediaan air bersih
2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.
3. Pengelolaan sampah padat.
4. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah. .
5. Pengendalian pencemaran udara.
6. Pengendalian radiasi.
7. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya- bahaya
fisik, kimia dan biologis.
8. Pengendalian kebisingan.
9. Peru mahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat
dari perumahan penduduk, bangunan- bangunan umum dan institusi.
10. Perencanaan daerah dan perkotaan.
11. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan
darat. 12. Rekreasi umum dan pariwisata.
13. Tindakan - tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan
darurat.
14. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar
lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.
2.4 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya sanitasi dasar
meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan sampah, dan pengelolaan air limbah (Slamet, 2002)
a. Penyediaan Air Bersih
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,
mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di
negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter
per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Ditinjau
dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih
harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air
bersih yang terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di
masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari
berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air
tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar
kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Air yang diperuntukkan bagi
konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman
(Mubarak, 2009).
1. Syarat Kuantitas
Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari
tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak
aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.
Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak
138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci
kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan
rumah 31,4 liter33 .
2. Syarat Kualitas
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikro biologis
dan radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan
Menteri kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang
Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air sebagai berikut : -
Parameter Fisik Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :
416/Menkes/per/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak pakai
sebagai sumber air bersih antara lain harus memenuhi persyaratan
secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh
(jernih) dan tidak berwarna. Penggunaan air yang mengandung bahan
kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi kesehatan dan material
yang digunakan manusia. Syarat-syarat Kualitas Air Bersih
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syarat Fisik : tidak berbau, tidak berasa
b. Syarat Kimia : Kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0
mg/l, kesadahan maksimal 500 mg/l
c. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total koliform dalam 100 ml air
yang diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan
perpipaan dan 10 untuk air yang berasal dari perpipaan.
b. Pembuangan Kotoran Manusia
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus
digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis
kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan
air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki
karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab
timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman,
2002).
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah
yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka
dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi
kesehatan manusia. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran
manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Disamping dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah,
serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-bagian tubuh
kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah
menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi
orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai
dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran
penyakit yang ditularkan lewat oleh tinja. Penyakit-penyakit yang
dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri,
kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing
tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya
(Notoadmodjo, 2003).
c. Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak
dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak
digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli
kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu
yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi
dengan sendirinya (Notoadmodjo, 2003) .
1. Sumber-sumber sampah
a) Sampah yang berasal dari pemukiman Sampah ini terdiri dari
bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah
dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik
pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.
b) Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum Sampah ini
berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan,
terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa
kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.
c) Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah ini dari
perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen,
perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan
mudah terbakar.
d) Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari
pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas, kardus, debu,
batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.
e) Sampah yang berasal dari industri Sampah dari proses industri
ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu,
kaleng, dan sebagainya.
f) Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan Sampah ini
sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa
sayur-mayur, dan sebagainya.
g) Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
2. Jenis-jenis sampah
a) Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya: -
Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya. -
Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,
misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan
sebagainya.
b) Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar - Sampah yang
mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.
Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam
bekas, dan sebagainya.
c) Sampah berdasarkan karakteristiknya - Garbage, yaitu jenis
sampah hasil pengolahan/pembuatan makanan yang umumnya mudah
membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel,
dan sebagainya. - Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik
yang mudah terbakar maupun yang tidak mudah terbakar.
- Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah
terbakar, termasuk abu rokok.
- Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal
dari pembersihan jalan.
- Sampah industri.
- Bangkai binatang (dead animal).
- Bangkai kendaraan (abandoned vehicle)
- Sampah pembangunan (construction waste)
3. Pengelolaan sampah
Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut
(Notoadmodjo, 2007):
a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Pengumpulan sampah
dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut dihasilkan. Dari
lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut
sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu
adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah
dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan lebih efisien,
misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak ke truk pemadat.
Adapun Syarat tempat sampah yg di anjurkan :
- Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, dan tidak mudah
bocor. - Mempunyai tutup yg mudah di buka, dikosongkan isinya,
mudah dibersihkan.
- Ukurannya di atur agar dapat di angkut oleh 1 orang. Sedangkan
syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah sementara
(Mubarak dan Chayatin, 2009) :
b. Pengelolaan Sampah Padat
Sidik et al (2005) mengemukaan bahwa dua proses pembuangan
akhir, yakni: open dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary
landfill (pembuangan secara sehat). Pada sistem open dumping,
sampah ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup,
sedangkan pada cara sanitary landfill, sampah ditimbun secara
berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai
penutup. Dalam Draf Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang
Pengelolaan Sampah oleh Japan International Cooperation Agency
(JICA) disebut bahwa proses sanitary landfill (pembuangan secara
sehat) adalah pembuangan sampah yang didesain, dibangun,
dioperasikan dan dipelihara dengan cara menggunakan pengendalian
teknis terhadap potensi dampak lingkungan yang timbul dari
pengembangan dan operasional fasilitas pengelolaan sampah (JICA
2005). Metode sanitary landfill ini merupakan salah satu metoda
pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik.
Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuanagan Akhir). Kemudian sampah
dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup tanah. Cara ini
akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat tersebut
dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran
limbah cair sampah atau ke lingkungan. Pada metode sanitary
landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas
hasil aktivitas penguraian sampah.
1. Sistem Pengelolaan Air Limbah
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga,
industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung
bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia
serta mengganggu kelestarian lingkungan (Slamet, 2002).
a) Sumber air limbah Air limbah dapat berasal dari berbagai
sumber, antara lain:
- Rumah tangga, misalnya air bekas cucian, air bekas mandi, dan
sebagainya.
- Perkotaan, misalnya air limbah dari perkantoran, perdagangan,
selokan, dan dari tempat-tempat ibadah. - Industri, misalnya air
limbah dari proses industri.
b) Parameter air limbah Beberapa parameter yang dapat digunakan
berkaitan dengan air limbah yaitu, kandungan zat padat (total
solid, suspending solid, disolved solid), Kandungan zat organik,
Kandungan zat anorganik (mis, Pb, Cd, Mg), Kandungan gas (mis, O2,
N, CO2), Kadungan bakteri (mis, E.coli), Kandungan pH,Suhu. c)
Pengelolaan air limbah Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan
akhir harus menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat
melaksanakan pengelolaan air limbah yang efektif perlu rencana
pengelolaan yang baik.
e. Pencegahan/Pengendalian Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan
manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini
biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia
industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya
air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan;
kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah;
air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal
dumping).
Menurut
Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
kerusakan tanah untuk produksi bio massa: “Tanah adalah komponen
lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan
mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia,
biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya.”
Tetapi apa yang terjadi, akibat kegiatan manusia, banyak terjadi
kerusakan tanah. Di dalam PP No. 150 th. 2000 di sebutkan bahwa
“Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah
berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan
tanah”.
Ketika
suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka
ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat
kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat
berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Secara umum, Pencemaran tanah dapat disebabkan limbah
domestik, limbah industri, dan limbah
pertanian .
A. Limbah domestik
Limbah domestik dapat berasal dari daerah: pemukiman penduduk;
perdagang-an/pasar/tempat usaha hotel dan lain-lain; kelembagaan
misalnya kantor-kantor pemerintahan dan swasta; dan wisata, dapat
berupa limbah padat dan cair.
2. Limbah padat berupa sampah anorganik. Jenis sampah ini tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme (non-biodegradable), misalnya
kantong plastik, bekas kaleng minuman, bekas botol plastik air
mineral, dsb.
3. Limbah cair berupa; tinja, deterjen, oli, cat, jika meresap
kedalam tanah akan merusak kandungan air tanah bahkan dapat
membunuh mikro-organisme di dalam tanah.
B. Limbah industri
Limbah indutri atau limbah domestik dapat berasal dari daerah:
pemukiman penduduk; perdagang-an/pasar/tempat usaha hotel dan
lain-lain; kelembagaan misalnya kantor-kantor pemerintahan dan
swasta; dan wisata, dapat berupa limbah padat dan cair.
1. Limbah industri berupa limbah padat yang merupakan hasil
buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari
proses pengolahan. Misalnya sisa pengolahan pabrik gula, pulp,
kertas, rayon, plywood, pengawetan buah, ikan daging dll.
2. Limbah cair yang merupakan hasil pengolahan dalam suatu
proses produksi, misalnya sisa-sisa pengolahan industri pelapisan
logam dan industri kimia lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom,
arsen dan boron adalah zat-zat yang dihasilkan dari proses industri
pelapisan logam.
C. Limbah pertanian
Limbah pertanian berupa sisa-sisa pupuk sintetik untuk
menyuburkan tanah/tanaman, misalnya pupuk urea Pestisida
pemberantas hama tanaman
f. Pengendalian Kebisingan
Bunyi atau suara didengar rangsangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran
dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat
melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi
atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau
timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian
atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan
adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise
is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga
kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).
Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan
sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara
kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara
kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan
faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Buchari, 2008).
Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis
golongan besar (Tambunan, 2005) :
1. Kebisingan tetap (unsteady noise) dipisahkan lagi menjadi dua
jenis, yaitu :
a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency
noise)
Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang
beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.
b. Broad band noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise
sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).
Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang
lebih bervariasi (bukan “nada” murni).
2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi
tiga jenis, yaitu :
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu
tertentu.
b. Intermittent noise
Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah
kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah,
contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive noise
Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas
tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya
suara ledakan senjata api dan alat sejenisnya.
Menurut Pramudianto yang dikutip oleh Babba (2007), pada
prinsipnya pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri
dari:
1. Pengendalian secara teknis
Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising,
media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja.
Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang
sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang
paling tinggi. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain :
a. Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian
yang bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu
buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan
desain peralatan yang lebih baik.
b. Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian
yang bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak.
c. Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari
pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat
barrier/penghalang.
d. Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet
untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya
sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda
e. Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada
ruang kerja. Pemasangan peredam ini dapat dilakukan pada dinding
suatu ruangan bising.
2. Pengendalian secara administratif
Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang
terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau
bagian lain yang lebih rendah, cara mengurangi paparan bising dan
melindungi pendengaran.
3. Pemakaian alat pelindung telinga
Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang
tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat
peralatan. Jenis-jenis alat pelindung telinga (Roestam, 2004) :
a. Sumbat telinga (ear plugs), dimasukkan dalam telinga sampai
menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membrane timpani.
Sumbat telinga dapat mengurangi bising s/d 30 dB.
b. Tutup telinga (ear muff), menutupi seluruh telinga eksternal
dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB.
c. Helmet (enclosure), menutupi seluruh kepala dan digunakan
untuk mengurangi bising maksimum 35dB
2.5 Puskesmas
2.5.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah kesatuan organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat dengan peran
serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna,dengan biaya yang dapat
dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat
kesehatan yang optimal,tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan (Peraturan tentang kesehatan Depkes RI, 2005).
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah Organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,
dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat (
wikipedia, 2000 ). Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan
menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna
mencapai derajat kesehatan.
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu sarana
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.Puskesmas adalah unit pelaksana tehnis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja
(Entjang. 2003).
2.4.2 Fungsi Puskesmas
Fungsi Puskesmas menurut Muninjaya (2003) adalah sebagai
berikut:
a. Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat melalui
pengenalan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dan
mengembangkan upaya-upaya kesehatan untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi.
b. Pusat pembinaan peran serta masyarakat di wilayah kerjanya
dalam rangka meningkatkan kemampuan sehat secara mandiri.
c. Pusat pelayanan kesehatan yang diberikan dalam bentuk
kegiatan pokok.
2.4.3 Program Pokok Puskesmas
Berdasarkan buku pedoman kerja puskesmas yang terbaru (peraturan
Depkes RI,2005.), dalam menjalankan tugasnya puskesmas mempunyai 20
tugas pokok, itupun sangat tergantung kepada faktor tenaga, sarana
dan prasarana, biaya yang tersedia serta kemampuan dari tiap-tiap
puskesmas.
Adapaun kegiatan pokok puskesmas tersebut meliputi :
a. Upaya kesehatan ibu dan anak
b. Upaya keluarga berencana
c. Upaya kesehatan gizi
d. Upaya kesehatan lingkungan
e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
f. Upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat karena
kecelakaan
g. Upaya penyuluhan kesehatan
h. Upaya kesehatan sekolah
i. Upaya kesehatan olah raga
j. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
k. Upaya kesehatan kerja
l. Upaya kesehatan gigi dan mulut
m. Upaya kesehatan jiwa
n. Upaya kesehatan mata
o. Upaya laboratorium sederhana
p. Upaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi
kesehatan
q. Upaya kesehatan usia lanjut
r. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
s. Upaya kesehatan remaja
t. Dana sehat.
2.6 Penelitian Terdahulu
Bersasarkan penelitian Sugiharto dan Oktariana (2014) dimana di
peroleh hasil penelitian bahwa Puskesmas di Kabupaten Tuban belum
optimal melaksanakan seluruh program kesehatan lingkungan. Beda
pukesmas perkotaan dan perdesaan adalah puskesmas perkotaan tidak
semua program kesling dilaksanakan, sedangkan perdesaan
melaksanakan semua program pelaksanaan kesling, tetapi hasilnya
belum maksimal. Ada perbedaan ketersediaan tenaga sanitasi antar
puskesmas termasuk dalam mencapai output dan ada perbedaan antar
puskesmas yang melaksanakan penilaian kinerja dengan memperoleh
feed back hanya 9 (27%) puskesmas saja, dan manfaat feed back belum
berpengaruh pada perbaikan kinerja program kesling. Kurang 50%
puskesmas memperoleh kinerja dengan kategori ”baik” pada penilaian
TTU dan program kesling yang lain masih termasuk kinerja ”kurang
baik”.
Selanjutnya penelitian Ardinal (2009) Kinerja petugas sanitasi
puskesmas dalam program penyehatan air di Kabupaten Solok masih
rendah. Cakupan air bersih oleh kepala keluarga tertinggi di
Puskesmas Jua Gaek. Cakupan inspeksi sanitasi tertinggi di
Puskesmas Sungai Lasi. Proporsi kualitas bakteriologis air bersih
yang memenuhi syarat yang tertinggi tahun 2004 sampel air SGL,
tahun 2005 sampel air PDAM, tahun 2006 sampel air Non PDAM.
Proporsi Pokmair tertinggi tahun 2006 di Puskesmas Talang Babungo.
Proporsi kelompok pemakai air aktif tertinggi tahun 2006 adalah
Puskesmas Selayo. Kemampuan dan keterampilan sanitasi puskesmas
terkendala oleh sarana dan prasarana yang kurang, sehingga sebagian
besar pelaksanaan kegiatan program tidak dapat dilakukan. Pelatihan
program penyehatan air sangat rendah dan tidak sesuai dengan
pelatihan teknis dan manajemen program yang dibutuhkan. Pekerja
dengan masa tugas yang lebih besar dari 5 tahun cendrung berkinerja
baik. Sarana dan prasarana pendukung sangat kurang sehingga
pekerjaan tidak dapat dilakukan dengan baik. Imbalan yang diterima
sangat kurang. Sanitasi mendapat tugas rangkap. Motivasi sanitasi
rendah, perhatian kepala puskesmas kurang, dana opersional,
supervisi tanpa feedback, perubahan perilaku dalam bentuk kinerja
masih kurang.
2.7 Kerangka Teoritis
Kerangka teori ini disimpulkan berdasarkan tinjauan kepustakaan
diatas yaitu menurut Bahtiar (2006) sebagai berikut:
(Penyediaan air bersihPengolahan air buangan dan pengendalian
pencemaran airPengelolaan sampah padatPencegahan/pengendalian
pencemaran tanahPengendalian pencemaran udaraPengendalian
radiasiKesehatan kerjaPengendalian kebisinganPerumahan dan
pemukimanPerencanaan daerah dan perkotaanAspek kesehatan lingkungan
dan transportasi udara, laut, daratRekreasi umum dan
pariwisataTindakan sanitasi yang berhubungan dengan epidemi,
bencana alam, perpindahan penduduk dan bencana alamTindakan
pencegahan yang diperlukan )
(Sanitasi Lingkungan Puskesmas)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber: Bahtiar (2006)
2.8 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
(Penyediaan air bersihPengolahan air buangan dan pengendalian
pencemaran airPengelolaan sampah padatPencegahan/pengendalian
pencemaran tanahPengendalian kebisingan)
(Sanitasi Lingkungan Puskesmas)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode
observasi yang dilakukan pada seluruh puskesmas yang ada di
Kabupaten Aceh Barat, yang bertujuan untuk mengetahui Sanitasi
Lingkungan Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada 13 Puskesmas di Kabupaten
Aceh Barat pada bulan Maret mulai tanggal 14-24 Maret 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh puskesmas di
Kabupaten Aceh Barat yaitu sebanyak 13 puskesmas.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling.
Menurut Notoatmodjo (2005), prosedur pengambilan sampel penelitian
ini adalah pengambilan sampel di ambil dengan cara keseluruhan
yaitu dikarenakan jumlah populasi yang sedikit maka populasi
sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini.
(32)
3.4 Metode Pengumpulan Data
Setelah data dikumpulkan penulis melakukan pengolahan data
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing (memeriksa), yaitu data yang telah didapatkan diedit
untuk mengecek ulang atau mengoreksi untuk mengetahui
kebenaran.
2. Coding, dimana data yang telah didapat dari hasil penelitian
dikumpul dan diberi kode.
3. Transfering data, dimana data yang telah dibersihkan
dimasukkan dalam komputer kemudian data tersebut diolah dengan
program komputer.
4. Tabulating data, data yang telah dikoreksi kemudian
dikelompokkan dalam bentuk tabel.
3.5 Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari peninjauan langsung kelapangan melalui
wawancara dan observasi yang telah disusun sebelumnya.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
3.6 Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
1
Penyediaan air bersih
Tersedianya air bersih di setiap puskesmas
Obser vasi
Pedoman Observasi
1. Baik
2. Kurang Baik
Ordinal
2
Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air
Adanya pembuangan air limbah yang tidak mencemari lingkungan
puskesmas
Obser vasi
Pedoman Observasi
1. Baik
2. Kurang Baik
Ordinal
3
Pengelolaan sampah padat
Tersedianya tempat pembuangan sampah dan kebersihan lingkungan
dari sampah
Obser vasi
Pedoman Observasi
1. Baik
2. Kurang Baik
Ordinal
4
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah
Adanya pencegahan dari pihak puskesmas untuk tidak membuang
sampah baik sampah medis maupun non medis sembarangan
Obser vasi
Pedoman Observasi
3. Baik
4. Kurang Baik
Ordinal
5
Pengendalian kebisingan
Menjaga kententraman dari kebisingan sehingga pasien merasa
nyaman selama berobat
Obser vasi
Pedoman Observasi
1. Baik
3. Kurang Baik
Ordinal
3.7 Aspek Pengukuran Variabel
Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam
penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai
tertinggi ke nilai terendah berdasarkan jawaban responden
(Notoatmodjo, 2010).
1. Faktor penyediaan air bersih
Baik: jika responden mendapat skor nilai > 2
Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2
2. Faktor pengolahan air pembuangan dan pegendaian pencemaran
air
Baik: jika responden mendapat skor nilai > 2
Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2
3. Faktor pengelolaan sampah padat
Baik: jika responden mendapat skor nilai > 2
Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2
4. Faktor pencegahan/pengendalian pencemaran tanah
Baik: jika responden mendapat skor nilai > 2
Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2
5. Faktor pegendalian kebisingan
Baik: jika responden mendapat skor nilai > 2
Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Aceh, yang beribu kota di Kota Meulaboh. letak geografis Kabupaten
Aceh Barat secara geografis terletak pada 04°06'-04°47' Lintang
Utara dan 95°52'- 96°30' Bujur Timur dengan luas wilayah 2.927,95
km² (BPS Aceh Barat, 2015).
Batasa-batas wilayah Kabupaten Aceh Barat adalah:
Sebelah Utara
: Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten
Pidie
Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia dan Kabupaten Nagan
Raya
Sebelah Barat
: Samudera Indonesia
Sebelah Timur
: Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten
NaganRaya
Suhu udara rata – rata di Kabupaten Aceh Barat 28,780 C,
suhu minimum mencapai 25,70 C, terjadi pada bulan
November, Sedangkan suhu maksimum 28,600 C, sampai 30,900
C terjadi pada bulan Juni. Menurut keadaan drainase, maka wilayah
yang tidak pernah tergenang meliputi lahan seluas 896.199 ha;
tergenang periodik, meliputi lahan seluas 94.025 ha; dan tergenang
terus menerus, seluas 20.242 ha (BPS Aceh Barat, 2015).
(36)
4.2. Hasil Penelitian
4.1.1 Analisis Univariat
1. Penyediaan Air Bersih
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan
penyediaan air bersih di puskesmas Kabupaten Aceh Barat dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut dibawah ini:
Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penyediaan Air Bersih
Di Puskesmas Kabupaten Aceh Barat
No
Nama Puskesmas
Baik
Kurang Baik
1
Johan Pahlawan
√
2
Suak Ribee
√
3
Meureubo
√
4
Kuala Bhee
√
5
Pasi Mali
√
6
Tangkeh
√
7
Kuta Padang Layung
√
8
Drien Rampak
√
9
Kajeng
√
10
Cot Seumeureung
√
11
Meutulang
√
12
Peureumeu
√
13
Pante Ceureumen
√
Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.1 di ketahui bahwa jumlah puskesmas yang
memiliki ketersediaan air bersih baik dilihat dari kondisi air
maupun tempat atau bak penampungan air yang di kategorikan bersih
sebanyak 3 puskesmas (23,1%) dan yang termasuk kategori kurang
bersih sebanyak 10 puskesmas (76,9%).
2. Pengolahan Air buangan dan Pengendalian Pencemaran Air
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan
Pengolahan Air buangan dan Pengendalian Pencemaran Air di puskesmas
Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut dibawah
ini:
Tabel 4.2.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penyediaan Pengolahan
Air Buangan Dan Pengendalian Pencemaran Air di Puskesmas Kabupaten
Aceh
No
Nama Puskesmas
Baik
Kurang Baik
1
Johan Pahlawan
√
2
Suak Ribee
√
3
Meureubo
√
4
Kuala Bhee
√
5
Pasi Mali
√
6
Tangkeh
√
7
Kuta Padang Layung
√
8
Drien Rampak
√
9
Kajeng
√
10
Cot Seumeureung
√
11
Meutulang
√
12
Peureumeu
√
13
Pante Ceureumen
√
Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.2 di ketahui bahwa jumlah puskesmas yang
Pengolahan Air Buangan dan Pengendalian Pencemaran Air yang di
kategorikan baik sebanyak 13 puskesmas (100%).
3. Pengelolaan Sampah Padat
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan
Pengelolaan Sampah Padat di puskesmas Kabupaten Aceh Barat dapat
dilihat pada tabel 4.3 berikut dibawah ini:
Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengelolaan Sampah
Padat di Puskesmas Kabupaten Aceh
No
Nama Puskesmas
Baik
Kurang Baik
1
Johan Pahlawan
√
2
Suak Ribee
√
3
Meureubo
√
4
Kuala Bhee
√
5
Pasi Mali
√
6
Tangkeh
√
7
Kuta Padang Layung
√
8
Drien Rampak
√
9
Kajeng
√
10
Cot Seumeureung
√
11
Meutulang
√
12
Peureumeu
√
13
Pante Ceureumen
√
Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.3 di ketahui bahwa jumlah puskesmas yang
Pengelolaan sampah padat yang di kategorikan baik sebanyak 6
puskesmas (46,2%) dan Pengelolaan sampah padat yang di kategorikan
kurang baik sebanyak 7 puskesmas (53,8%).
4. Pencegahan Pengendalian Pencemaran Tanah
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan
Pencegahan pengendalian pencemaran tanah di puskesmas Kabupaten
Aceh Barat dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut dibawah ini:
Tabel 4.4.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencegahan
Pengendalian Pencemaran Tanah di Puskesmas Kabupaten Aceh
No
Nama Puskesmas
Baik
Kurang Baik
1
Johan Pahlawan
√
2
Suak Ribee
√
3
Meureubo
√
4
Kuala Bhee
√
5
Pasi Mali
√
6
Tangkeh
√
7
Kuta Padang Layung
√
8
Drien Rampak
√
9
Kajeng
√
10
Cot Seumeureung
√
11
Meutulang
√
12
Peureumeu
√
13
Pante Ceureumen
√
Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.4 di ketahui bahwa jumlah puskesmas yang
pencegahan pengendalian pencemaran tanah yang di kategorikan baik
sebanyak 13 puskesmas (100%)
5. Pengendalian Kebisingan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan
pengendalian kebisingan di puskesmas Kabupaten Aceh Barat dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut dibawah ini:
Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengendalian
Kebisingan di Puskesmas Kabupaten Aceh
No
Nama Puskesmas
Baik
Kurang Baik
1
Johan Pahlawan
√
2
Suak Ribee
√
3
Meureubo
√
4
Kuala Bhee
√
5
Pasi Mali
√
6
Tangkeh
√
7
Kuta Padang Layung
√
8
Drien Rampak
√
9
Kajeng
√
10
Cot Seumeureung
√
11
Meutulang
√
12
Peureumeu
√
13
Pante Ceureumen
√
Sumber: data primer 2016
Berdasarkan tabel 4.5 di ketahui bahwa jumlah puskesmas yang
pencegahan pengendalian kebisingan yang di kategorikan baik
sebanyak 10 puskesmas (76,9%), sedangkan puskesmas yang pencegahan
pengendalian kebisingan yang di kategorikan kurang baik sebanyak 3
puskesmas (23,1%).
4.2.2 Hasil Lapangan
4.2.2.1 Penyediaan Air Bersih
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Johan Pahlawan setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna agak keruh, kuning kecoklatan,
selanjutnya air tersebut juga berbau, seperti bau karatan dan amis.
Selain itu keadaan bak mandi di puskesmas kurang bersih, hal ini
tampak dari kotoran yang ada di dalam bak, serta bagian bak ada
yang berwarna kecoklatan. Sedangkan sumber air bersih berasal dari
sumur bor yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus
Angsatrine atau leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Suak Ribee setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas Suak Ribee bersih, akan tetapi keadaan
bak mandi di puskesmas kurang bersih, hal ini tampak dari bak yang
kotor berwarna cokelat. Sedangkan sumber air bersih berasal dari
sumur bor yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus
Angsatrine atau leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Meureubo setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di toilet
Puskesmas berwarna kuning, kecoklatan, selanjutnya air tersebut
juga berbau, seperti bau karatan air sumur galian yang kuning, bau
amis dan seperti bau karatan besi. Selain itu keadaan bak mandi di
puskesmas lumayan bersih, hal ini tampak dari dalam yang kotor
berwarna cokelat. Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur
bor yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine
atau leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Kuala Bhee setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air
tersebut tidak berbau. Sedangkan untuk bak air dan lantai toilet
kotor, berwarna kecoklatan dan pada toilet tidak ada gayung, akan
tetapi pengganti gayung digunakan bekas tempat KFC yang tidak
dipakai lagi. Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur bor
yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau
leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Pasi Mali setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di salah satu
toilet Puskesmas berwarna putih jernih, akan tetapi air tersebut
berbau seperti bau amis. Sedangkan untuk bak air dan lantai toilet
kotor, berwarna kecoklatan. Sedangkan sumber air bersih berasal
dari sumur bor yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus
Angsatrine atau leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Tangkeh setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di salah satu
toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air tersebut tidak
berbau. Sedangkan untuk bak air dan lantai toilet kotor, berwarna
kecoklatan. Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur bor yang
ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau
leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Kuta Padang Layung setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air
tersebut tidak berbau. Sedangkan untuk bak air dan lantai toilet
kotor, berwarna kecoklatan. Sedangkan sumber air bersih berasal
dari sumur bor yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus
Angsatrine atau leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Drien Rampak setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air
tersebut tidak berbau. Sedangkan di dalam bak air kotor, berwarna
kecoklatan. Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur bor yang
ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau
leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Kajeng setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di salah satu
toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air tersebut tidak
berbau. Sedangkan untuk bak air toilet juga bersih. Sedangkan
sumber air bersih berasal dari sumur bor yang ada di Puskesmas.
Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau leher angsa (Water
Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Cot Seumereung setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air
tersebut tidak berbau. Sedangkan untuk bak air toilet bersih.
Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur bor yang ada di
Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau leher angsa
(Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Meuntulang setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air
tersebut tidak berbau. Sedangkan untuk bak air toilet bersih.
Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur bor yang ada di
Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau leher angsa
(Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Peureumeu setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di salah satu
toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air tersebut tidak
berbau. Sedangkan untuk bak air toilet kotor, karena berwarna
kecoklatan . Sedangkan sumber air bersih berasal dari sumur bor
yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya adalah Kakus Angsatrine atau
leher angsa (Water Seal Laterine).
Ketersediaan air bersih di Puskesmas Pante Ceureumen setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa air di
salah satu toilet Puskesmas berwarna jernih, selanjutnya air
tersebut tidak berbau. Sedangkan untuk bak air dan lantai toilet
kotor, karena berwarna kecoklatan. Sedangkan sumber air bersih
berasal dari sumur bor yang ada di Puskesmas. Jenis jambannya
adalah Kakus Angsatrine atau leher angsa (Water Seal Laterine).
4.3.2.2 Pengolahan Air Buangan dan Pengendalian Pencemaran
Air
Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air di
Puskesmas Johan Pahlawan setelah observasi dilakukan di lapangan
peneliti menemukan bahwa pengelolaan air buangan dan pengendalian
pencemaran air ada dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di
salurkan ke Septic tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Suak Ribee
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Meureubo
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Kuala Bhee
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Pasi Mali
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Tangkeh
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Kuta Padang
Layung setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan
bahwa pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Drien
Rampak setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan
bahwa pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank sehingga tidak mencemari sumber air bersih.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Kajeng
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di serapkan dan tidak
mencemari sumber air bersih.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Cot
Seumereung setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti
menemukan bahwa pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran
air ada dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke
Septic tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Meuntulang
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air diresapkan dan tidak mencemari
sumber air bersih.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Peureumeu
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air ada
dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke Septic
tank.
Pengolahan air buangan dan pengendalian di Puskesmas Pante
Ceureumen setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti
menemukan bahwa pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran
air ada dilakukan di puskesmas, di mana air buangan di salurkan ke
Septic tank.
4.3.2.3 Pengelolaan Sampah Padat
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Johan Pahlawan setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
dikumpulkan 2 hari sekali, lalu di angkut oleh mobil pengangkut
sampah.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Suak Ribee setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di sampah di
kumpulkan 2 hari sekali, lalu di angkut oleh mobil pengangkut
sampah.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Meureubo setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa pengelolaan sampah
padat ada dilakukan di puskesmas, di sampah dikumpulkan 2 hari
sekali.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Kuala Bhee setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
padat di kumpulkan setiap hari yaitu pagi dan siang hari. Sampah
medis dan sampah lainnya di pisahkan, akan tetapi sampah medis yang
dipisahkan adalah hanya bekas tempat impus saja, sedangkan sampah
medis lainnya bercampur dengan sampah yang lain.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Pasi Mali setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana
pengendalian sampah padat dilakukan dengan mengumpulnya di tempat
sampah dan membakar sampah tersebut, akan tetapi di puskesmas
tersebut mempunyai tempat penampungan sampah yang khusus sehingga
untuk semua sampah di kumpul di tempat tersebut kemudian di
bakar.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Tangkeh setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa pengelolaan sampah
padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah padat di kumpulkan
setiap pagi hari dan dibakar di halaman belakang puskesmas.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Kuta Padang Layung setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
dikumpulkan setiap hari yaitu pada pagi dan siang hari dan kemudian
jika sudah banyak maka akan dibakar.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Drien Rampak setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
di tumpuk di belakang puskesmas, baik sampah padat maupun sampah
medis dan jika sudah banyak baru dibakar. Akan tetapi masih banyak
sampah yang berserakan di lingkungan puskesmas.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Kajeng setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa pengelolaan sampah
padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah padat dikumpulkan
setiap hari yaitu pagi dan siang hari. Lalu di bakar belakang
halaman puskesmas.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Cot Seumereung setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
dikumpulkan setiap hari pagi dan siang hari ada sampah yang dibakar
dan ada yang belum dibakar, akan tetapi di puskesmas tersebut ada
tempat penampungan sampah khusus.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Meuntulang setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
dikumpulkan setiap hari yaitu pagi dan siang hari, akan tetapi
karena habis banjir maka sampah terlihat berserakan. Untuk sampah
medis di bakar dengan mesin inisiator.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Peureumeu setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
dikumpulkan 2 kali sehari, akan tetapi untuk sampah medis di
kumpulkan dan di bakar dengan mesin inisiator. Untuk pengolahan
sampah medis di puskesmas tidak ada masalah, akan tetapi untuk
sampah padat masih banyak yang berserakan di halaman belakang
puskesmas.
Pengelolaan sampah padat di Puskesmas Pante Ceureumen setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengelolaan sampah padat ada dilakukan di puskesmas, di mana sampah
dikumpulkan setiap hari yaitu pada pagi dan siang hari, akan tetapi
tidak ada tempat penampungan sampah di luar puskesmas sehingga
sampah di bakar di halaman belakang puskesmas, akan tetapi untuk
sampah medis di kumpulkan dan di bakar dengan mesin inisiator.
4.4.2.4 Pencegahan/ Pengendalian Pencemaran Tanah
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Johan
Pahlawan setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan
bahwa pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana menumpukkan sampah dan membuangnya di tempat
sampah, serta mengaliri air limbah ke Septic tank..
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Suak Ribee
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana air limbah tidak dialiri ke tanah akan tetapi
dialiri ke subsiteng dan sampah dikumpulkan setiap hari yaitu pagi
dan siang hari, lalu 1 minggu 2 kali diangkut oleh mobil
pengangkutan.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Meureubo
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah dikumpulkan 2 hari sekali dan dikumpulkan
di halaman belakang serta di bakar, selain itu air limbah di aliri
ke Septic tank..
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Kuala Bhee
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah dikumpul dan ditumpuk untuk kemudian di
bakar, selain itu air limbah dialirikan ke Septic tank.. Akan
tetapi untuk pengelolaan sampah yang masih kurang.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Pasi Mali
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di puskesmas, di mana
Pencegahan/ pengendalian pencemaran tanah dilakukan dengan
mengumpulnya di tempat sampah dan membakar sampah tersebut, serta
mengaliri limbah ke Septic tank.. Akan tetapi untuk pengelolaan
sampah ada tempat penampungan khusus sehingga semua sampah baik
sampah padat maupun sampah medis di buang ketempat penampungan
tersebut.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Tangkeh
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/ pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah kumpulkan dan dibakar di halaman belakang
puskesmas, serta air limbah dialiri ke Septic tank..
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Kuta
Padang Layung setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti
menemukan bahwa Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada
dilakukan di puskesmas, di mana sampah dikumpulkan setiap hari dan
kemudian jika sudah banyak maka akan dibakar, selain itu air limbah
di aliri ke Septic tank..
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Drien
Rampak setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan
bahwa Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah di tumpuk di belakang puskesmas dan
dibakar jika sudah banyak.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Kajeng
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/ pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah dikumpulkan setiap hari yaitu pagi dan
siang hari, selain itu air limbah di buang di Septic tank..
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Cot
Seumereung setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti
menemukan bahwa Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada
dilakukan di puskesmas, di mana sampah dikumpulkan setiap hari, dan
air limbah di aliri ke Septic tank.. Akan tetapi sampah tersebut
dibakar dan sampah tersebutpun bercampur dengan sampah medis dan
dibakar di tempat penampungan khusus yang ada di puskesmas.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Meuntulang
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/ pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah dikumpulkan setiap hari dan memisahkan
sampah yang dapat diuraikan dan tidak diuraikan, selain itu air
limbah dialiri ke Septic tank..
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Peureumeu
setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada dilakukan di
puskesmas, di mana sampah dikumpulkan 2 kali sehari, serta air
limbah dialiri kesubsiteng. Sampah medis di kumpulkan dan dibakar
dengan mesin inisiator.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di Puskesmas Pante
Ceureumen setelah observasi dilakukan di lapangan peneliti
menemukan bahwa Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah ada
dilakukan di puskesmas, di mana sampah dikumpulkan setiap hari
yaitu pada pagi dan siang hari, dan di bakar dan air limbah dialiri
ke Septic tank..
4.2.2.5 Pengendalian Kebisingan
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Johan Pahlawan setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
pengendalian kebisingan ada ada dilakukan di puskesmas, di mana
ditanami pohon di depan puskesmas serta menciptakan ruangan yang
tenang dan tidak bising.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Suak Ribee setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana menanam
pohon di depan puskesmas dan melarang karyawan puskesmas untuk
menghidupkan musik serta menciptakan ruangan yang tenang dan tidak
bising.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Meureubo setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa Pengendalian
kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana menanam pohon di
depan puskesmas dan menciptakan ruangan tenang dan tidak bising,
akan tetapi karena letak puskesmas yang ada di pinggir jalan
sehingga kebisingan tetap ada dengan suara kendaraan sehingga
pasien tetap merasa terganggu.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Kuala Bhee setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana
dilakukan penanaman pohon di depan puskesmas akan tetapi pohon
tersebut tidak banyak hanya beberapa batang pohon saja, dan letak
puskesmas pun dekat dengan jalan raya sehingga kebisingan tetap
mengaggu ketenangan pasien.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Pasi Mali setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa Pengendalian
kebisingan di puskesmas, di mana Pengendalian kebisingan dilakukan
dengan melarang karyawan menghidupkan musik, selain itu
pengendalian kebisingan kendaraan tidak perlu dilakukan karena
letak puskesmas yang jauh dari jalan raya.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Tangkeh setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa Pengendalian
kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana pengecualian
kebisingan sebenarnya tidak perlu dilakukan karena puskesmas
letaknya jauh dari jalan raya, akan tetapi pihak puskesmas tetap
melakukan penanaman beberapa pohon bunga dan melarang karyawan
menghidupkan musik yang keras serta menciptakan ruangan yang tenang
dan tidak bising.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Kuta Padang Layung setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas. Di mana
melakukan penanaman pohon di depan puskesmas dan menciptakan
ruangan tenang dan tidak bising, walaupun puskesmas tersebut dekat
dengan jalan raya namun tidak menganggu ketenagan pasien.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Drien Rampak setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas, namun karena
puskesmas berada dekat dengan jalan raya sehingga kebisingan tetap
ada dan menganggu ketenagan pasien walaupun ada menanam pohon di
sekitar .
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Kajeng setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa Pengendalian
kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana pihak puskesmas
menciptakan ruangan tenang dan tidak bising, dan letak puskesmas
pun jauh dari jalan sehingga tidak mengganggu ketenagan pasien.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Cot Seumereung setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana adanya
penanaman pohon di depan puskesmas, selain itu bangunan puskesmas
jauh dari jalan sehingga kebisingan akibat kendaraan tidak ada dan
tidak mengganggu kenyamanan pasien yang berkunjung kepuskesmas.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Meuntulang setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana pihak
puskesmas ada menanam pohon di depan puskesmas dan melarang
karyawan dan pasien menghidupkan musik, dan walaupun puskesmas
tersebut berada di dekat jalan raya akan tetapi tidak mengganggu
kenyamanan pasien karena adanya pohon yang rimbun.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Peureumeu setelah observasi
dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa Pengendalian
kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana penanaman pohon di
depan puskesmas sehingga kebisingan bisa terlindungi oleh
pohon-pohon yang ada di depan puskesmas, walaupun puskesmas dekat
dengan jalan raya.
Pengendalian kebisingan di Puskesmas Pante Ceureumen setelah
observasi dilakukan di lapangan peneliti menemukan bahwa
Pengendalian kebisingan ada dilakukan di puskesmas, di mana adanya
penanaman pohon di depan puskesmas sehingga kebisingan bisa
terlindungi oleh pohon-pohon yang ada di depan puskesmas, walaupun
puskesmas dekat dengan jalan raya.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti melihat bahwa
puskesmas yang penyediaan air bersihnya baik dilihat dari air dan
bak air serta toilet adalah puskesmas Kajeng, puskesmas Cot
Seumereung, dan Puskesmas Meuntulang. Selanjutnya penyediaan air
bersihnya tidak baik dilihat dari air dan bak air serta toilet
adalah Puskesmas Johan Pahlawan, puskesmas Suak Ribee, puskesmas
Meureubo, puskesmas Kuala Bhee, puskesmas Pasi Mali, puskesmas
Tangkeh, puskesmas Kuta Padang Layung, puskesmas Drien Rampak,
puskesmas Peureumeu, dan puskesmas Pante Ceureumen.
Berdasarkan pengamatan di lapangan penyediaan air bersih pada
puskesmas di kategorikan tidak baik karena kebersihan bak yang
kurang, terlihat dari warna bak dan keadaan toilet yang kotor
sehingga walaupun air bersih akan tetapi bak dan keadaan toilet
kotor maka akan mengganggu kebersihan air tersebut menurut
peneliti.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih
antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak
berbau, tidak berasa, tidak keruh (jernih) dan tidak berwarna
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Selintung, dkk
(2013) hasil analisis menunjukkan bahwa proyeksi kebutuhan air
bersih masyarakat Pulau Barrang Lompo pada tahun 2022 adalah
sebesar 4,156 liter/detik. Berdasarkan hasil survei mengenai
kualitas fisik air, lebih dari 50% responden menyatakan air yang
diterima sedikit berbau, 23,68% menyatakan air berasa sedangkan
81,58% menyatakan air yang diterima jernih. Berdasarkan uji
laboratorium, parameter rasa, kandungan klorida dan nitrat tidak
sesuai dengan persyaratan Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 sebagai
air bersih, sedangkan untuk pengaliran air bersih 94,73% responden
menyatakan bahwa air mengalir selama 13-18 jam sehari. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kuantitas air bersih dapat memenuhi kebutuhan air
bersih namun tidak mengalir secara kontinu selama 24 jam. Ketiga
parameter tersebut menjadi faktor penilaian dimana 52,63% responden
menyatakan kinerja Sistem Penyediaan Air Bersih kurang
memuaskan.
4.3.2 Pengolahan Air Buangan dan Pengendalian Pencemaran
Lingkungan
Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti melihat bahwa
puskesmas yang pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran
lingkungan baik dilihat dari keadaan puskesmas adalah seluruh
puskesmas termasuk pada kategori baik dalam hal pengelolaan air
buangan dan pengendalian pencemaran lingkungan, hal ini dikarenakan
pembuangan air limbah di aliri ke Septic tank. sehingga tidak
mencemarai tanah dan tidak menimbulkan bau pada lingkungan
sekitar.
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga,
industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung
bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia
serta mengganggu kelestarian lingkungan (Slamet, 2002).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Idawati (2011)
hasil analisis menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen lingkungan
di rumah sakit khususnya pengelolaan air limbah sudah sesuai dengan
kebijakan rumah sakit itu sendiri dan sesuai dengan
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
4.3.3 Penanganan Sampah Padat
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan peneliti melihat
bahwa puskesmas yang penanganan sampah padat baik di puskesmas yang
termasuk pada kategori baik adalah puskesmas Johan Pahlawan,
puskesmas Suak Ribee, puskesmas Pasi Mali, puskesmas Kajeng,
puskesmas Cot Seumeureung dan puskesmas Pante Ceureumen. Sedangkan
puskesmas yang tidak termasuk kategori baik pada penagananan sampah
padat adalah puskesmas Meureubo, puskesmas Kuala Bhee, puskesmas
Tangkeh, puskesmas Kuta Padang Layung, puskesmas Drien Rampak
puskesmas Meuntulang, puskesmas Pureumeu.
Berdasarkan pengamatan dilapangan puskesmas yang termasuk tidak
baik dalam pengelolaan sampah padat karena keadaan sampah yang
berserakan di lingkungan puskesmas, sampah yang di tumpuk di
belakang puskesmas termasuk sampah padat atau juga sampah medis
akan mengakibatkan banyaknya bakteri penyebab penyakit. Selain itu
keadaan sampah yang berserakan, serta limbah medis yang dibuang di
luar seperti jarum infus, suntik, sarung tangan, bekas botil obat
akan menyebabkan bahaya penyakit lainnya.
Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Pengumpulan sampah dimulai
di tempat sumber dimana sampah tersebut dihasilkan. Dari lokasi
sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut sampah.
Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu adanya
suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah dipindahkan
dari alat angkut yang lebih besar dan lebih efisien, misalnya dari
gerobak ke truk atau dari gerobak ke truk pemadat (Notoatmodjo,
2007)
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Widiartha (2012)
Pelaksanaan pengelolaan limbah medis Puskesmas di Kabupaten Jember
sesuai dengan syarat-syarat pengelolaan limbah medis yang
ditetapkan oleh Depkes RI, akan tetapi ada beberapa hal yang kurang
terpenuhi dengan sempurna antara lain belum terdapatnya logo limbah
medis pada tempat sampah medis pada sebagian Puskesmas di Kabupaten
Jember, tidak semua Puskesmas di Kabupaten Jember menggunakan alat
angkut limbah medis berupa gerobak atau troli, penggunaan kendaraan
pengangkut yang digunakan untuk mengangkut limbah medis adalah
ambulance pada sebagian Puskesmas di Kabupaten Jember.
4.3.4 Pencegahan/ Pengendalian Pencemaran Tanah
Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti melihat bahwa
puskesmas yang pencegahan/pengendalian pencemaran tanah di
puskesmas yang termasuk pada kategori baik adalah semua puskesmas,
hal ini dikarenakan setiap air limbah dialiri ke subsiteng, selain
itu pengolahan sampah, sampah tetap dikumpulkan dan di bakar atau
di tumpuk walaupun pengelolaan sampah tidak baik akan tetapi
setidaknya ada kegiatan pengendalian pencemaran tanah.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang
Pengendalian kerusakan tanah untuk produksi bio massa: “Tanah
adalah salah atu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi
yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai
sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.”
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Widiartha (2012)
Pelaksanaan pengelolaan limbah medis Puskesmas di Kabupaten Jember
sesuai dengan syarat-syarat pengelolaan limbah medis yang
ditetapkan oleh Depkes RI, akan tetapi ada beberapa hal yang kurang
terpenuhi dengan sempurna antara lain belum terdapatnya logo limbah
medis pada tempat sampah medis pada sebagian Puskesmas di Kabupaten
Jember, tidak semua Puskesmas di Kabupaten Jember menggunakan alat
angkut limbah medis berupa gerobak atau troli, penggunaan kendaraan
pengangkut yang digunakan untuk mengangkut limbah medis adalah
ambulance pada sebagian Puskesmas di Kabupaten Jember.
4.3.5 Pengendalian Kebisingan
Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti melihat bahwa
puskesmas yang pengendalian kebisingan di puskesmas yang termasuk
pada kategori baik adalah 10 puskesmas (76,9%) dan yang termasuk
kategori kurang baik adalah sebanyak 3 puskesmas (46,2%), hal ini
dikarenakan setiap puskesmas ada yang menanam pohon, letak
puskesmas yang jauh dari jalan raya, serta adanya peraturan
melarang petugas menghidupkan musik dalam ruangan serta menciptakan
ruangan yang tenang dan nyaman. Sedangkan puskesmas yang tidak baik
karena walaupun menanam pohon di depan puskesmas akan tetapi karena
letak puskesmas yang dekat dengan jalan raya sehingga tetap
menganggu kenyamanan pasien.
Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan
sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara
kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara
kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan
faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Buchari, 2008).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Sulastri (2012)
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang dilakukan
diruang kelas IX.5,. didapat tingkat kebisingan tertinggi terjadi
pada hari senin, 16 Maret 2009 sebesar 58,7 dB. Sedangkan tingkat
kebisingan terendah terjadi pada hari Rabu, 18 Maret 2009 sebesar
56,9 dB, dan rata-rata tingkat kebisingan perhari yaitu sebesar
57,1 dB. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di ruang
kelas IX.5 sudah melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan
sesuai dengan Permenkes RI No.718/Men.Kes/
Per/XI/1987, yaitu minimum sebesar 45 dB dan maksimum sebesar
55 dB.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti menyimpulkan bahwa
:
1. Puskesmas yang ketersediaan air bersih baik hanya 3 puskesmas
(23,1%), sedangkan untuk pengolahan air buangan dan pengendalian
pencemaran air di kategorikan baik adalah sebanyak 13 puskesmas
(100%), selanjutnya pengelolaan sampah padat termasuk pada kategori
baik hanya 6 puskesmas (46,2%), kemudian untuk pengendalian
pencemaran tanah di kategorikan baik adalah sebanyak 13 puskesmas
(100%), dan untuk pengendalian kebisingan di kategorikan baik
adalah sebanyak 10 puskesmas (76,9%).
2. Sanitasi di puskesmas Kabupaten Aceh Barat belum sepenuhnya
termasuk pada kategori baik. Hanya 2 puskesmas saja yang termasuk
pada kategori baik dari 5 variabel yang menjadi pokok perhatian
peneliti yaitu puskesmas Kajeng dan puskesmas Cot Semeureung.
5.2 Saran
1. (62)Diharapkan kepada petugas kesehatan dan petugas
kebersihan di seluruh puskesmas Aceh Barat agar dapat memperhatikan
kebersihan lingkungan dengan mengumpul sampah dan membuat tempat
sampah khusus di belakang halaman puskesmas, selain itu tidak
membuang sampah medis secara sembarangan karena dapat mendatangkan
suatu penyakit dan dapat pula membahayakan pasien yang berkunjung
ke puskesmas tersebut.
2. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat di harapkan agar
dapat melakukan pematauan secara khusus tentang sanitasi lingkungan
puskesmas seluruh Kabupaten Aceh Barat.
3. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian
yang sama dengan variabel dan metode analisis data yang berbeda
sehingga hasil yang didapatkan yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2003 Sanitasi Makanan Dan Minuman Pada Institusi
Pendidikan Tenaga Sanitasi, Pusat Pendidikan Tenaga Sanitasi, Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta.
Ardinal. 2009. Kinerja Sanitarian Puskesmas. KESMAS, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 3, No. 5, April 2009. Dinas
Kesehatan Kabupaten Solok Sumatera Barat
Arifin. 2009. Sanitasi Lingkungan dalam Universitas Sumatera
Utara. Skripsi. Universitas USU.
Babba, J., 2007. Hubungan Antara Intensitas Kebisingan di
Lingkungan Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada
Karyawan PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan).
Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Bahtiar. 2006. Kondisi Sanitasi Lingkungan K