1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gunung Merapi yang berada pada kawasan propinsi DIY dan Jawa Tengah memiliki ketinggian sekitar 2.968 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7’32.5’ Lintang Selatan dan 110’ 26.5’ Bujur Timur, secara administrative terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali. Merapi merupakan gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi Merapi yang berulangkali terjadi pada tahun 2006 menyebabkan terjadinya kerusakan pada sektor pertanian. Erupsi Merapi yang berulangkali terjadi pada bulan Mei tahun 2006 selain menyebabkan terjadinya kerusakan pada sektor pertanian juga memberikan keuntungan bagi sektor pertanian kaitannya dengan tingkat produktivitas tanah. Berdasarkan studi FAO (2006), BPTP DIY (2006) dan BPTP Jawa Tengah (2006) erupsi Merapi berpengaruh langsung terhadap kegagalan panen sayuran, tanaman pangan, penurunan harga ternak, pencemaran/polusi air, penurunan ketersediaan air serta kelangkaan hijauan pakan ternak (HPT). Berdasarkan beberapa studi sebelumnya bahwa erupsi Merapi tahun 2006 menimbulkan kerusakan tanaman akibat abu vulkanik khususnya tanaman pangan dan hortikultura berkisar antara 20- 40% meliputi areal di wilayah Kecamatan Srumbung, Sawangan dan Dukun Kabupaten Magelang (BPTP DIY, 2006), sedangkan di sektor perkebunan kerusakan yang ditimbulkan akibat abu vulkanik lebih rendah atau kurang dari 10%, namun kerusakan akibat dampak awan panas sebagian mengalami kebakaran cukup besar
27
Embed
I. PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82351/potongan/S3-2014... · kerusakan akibat dampak awan panas sebagian mengalami kebakaran cukup besar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Gunung Merapi yang berada pada kawasan propinsi DIY dan Jawa Tengah
memiliki ketinggian sekitar 2.968 meter dari permukaan laut. Secara geografis
terletak pada posisi 7’32.5’ Lintang Selatan dan 110’ 26.5’ Bujur Timur, secara
administrative terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman,
Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali. Merapi merupakan
gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi Merapi yang berulangkali terjadi
pada tahun 2006 menyebabkan terjadinya kerusakan pada sektor pertanian. Erupsi
Merapi yang berulangkali terjadi pada bulan Mei tahun 2006 selain menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sektor pertanian juga memberikan keuntungan bagi sektor
pertanian kaitannya dengan tingkat produktivitas tanah.
Berdasarkan studi FAO (2006), BPTP DIY (2006) dan BPTP Jawa Tengah
(2006) erupsi Merapi berpengaruh langsung terhadap kegagalan panen sayuran,
tanaman pangan, penurunan harga ternak, pencemaran/polusi air, penurunan
ketersediaan air serta kelangkaan hijauan pakan ternak (HPT). Berdasarkan beberapa
studi sebelumnya bahwa erupsi Merapi tahun 2006 menimbulkan kerusakan tanaman
akibat abu vulkanik khususnya tanaman pangan dan hortikultura berkisar antara 20-
40% meliputi areal di wilayah Kecamatan Srumbung, Sawangan dan Dukun
Kabupaten Magelang (BPTP DIY, 2006), sedangkan di sektor perkebunan kerusakan
yang ditimbulkan akibat abu vulkanik lebih rendah atau kurang dari 10%, namun
kerusakan akibat dampak awan panas sebagian mengalami kebakaran cukup besar
2
khususnya kerusakan dilahan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Kerusakan
disektor perkebunan dan tanaman keras lainnya dominan terjadi di wilayah
Kecamatan Kemalang kabupaten Klaten, sebagian Kecamatan Cangkringan dan
pakem, Sleman, dan sebagian di wilayah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
khususnya di Desa Tlogolele.
Kerugian erupsi Merapi karena. terjangan awan panas pada erupsi Merapi
tahun 2006 telah memusnahkan areal hutan seluas 1.346,8 hektar milik Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah (Anonimus, 2006). Selain itu, hujan abu yang
menyertai erupsi juga mengganggu produksi pertanian hingga seluas 5.258 hektar
(Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi Jawa Tengah, 2006). Secara umum,
kerusakan vegetasi hutan seperti pinus, akasia, bintamin, puspa, dadap, dan semak-
semak. Kerusakan lebih luas lagi terjadi di sektor pertanian, dimana abu vulkanik
telah menutupi tanaman pangan dan hortikultura sehingga sehingga mengganggu
proses fotosintesis dan akhirnya terjadi penurunan produksi, penurunan kualitas
tanaman dan sebagian juga terjadi gagal panen. Sebaliknya erupsi yang terjadi pada
bulan Oktober 2010, tingkat kerusakan cukup tinggi diatas 80% baik di sektor
pertanian, perkebunan maupun lingkungan usahatani. Kerusakan yang ditimbulkan
tidak hanya dari abu vulkanik saja melainkan dampak awan panas/wedul gembel
yang memusnahkan lebih dari 60% lahan usaha petani, Inhutani dan sebagian hutan
lindung TNGM.
Selain abu vulkanik, awan panas, perubahan suhu tinggi, juga lahar panas
yang dikeluarkan saat erupsi Merapi tahun 2010 sangat besar dan mengalir deras di
sebagian besar kali di DIY (Kali Gendol, Kuning, Opak). Namun karena besarnya
3
erupsi Merapi, lahar panas yang ditimbulkan selain mengalir ke sungai, karena tidak
mampu menampung lahar panas ini maka meluber sampai lahan pertanian dan
pemukiman masyarakat di wilayah sebagian besar Desa di Kecamatan Cangkringan
dan Pakem Kabupaten Sleman serta sebagian ke wilayah Kecamatan Kemalang
kabupaten Klaten; hal ini berakibat terjadi kerugian besar di sektor pertanian,
pemukiman, infrastruktur dan kurban kematian manusia, ternak dan kolam ikan.
Berdasarkan data BNPB (2010) korban jiwa sebanyak 242 orang di wilayah DIY dan
97 orang di wilayah Jawa Tengah.
Sektor pertanian memberikan kontribusi tinggi dalam mendukung
perekonomian rumah tangga petani di sekitar Merapi, baik di wilayah DIY maupun
Jawa Tengah. Wilayah yang berada di bawah kawasan Merapi dan merupakan daerah
ring adalah Kecamatan Cangkringan dan Pakem Kabupaten Sleman, DIY sedangkan
yang masuk pada wilayah Jawa Tengah adalah Kecamatan Srumbung, Dukun dan
Sawangan Kabupaten Magelang, kemudian wilayah kabupaten Klaten meliputi
Kecamatan Kemalang serta kecamatan Selo dan Cepogo Kabupaten Boyolali.
Pengaruh erupsi tahun 2006 menyebabkan kerugian di sektor ini baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Dampak erupsi berpengaruh terhadap
perekonomian di wilayah ini karena lebih dari 60% penduduknya masih
menggantungkan pada sektor pertanian khususnya tanaman pangan, sayuran,
hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan (Badan Pusat Statistik Propinsi
DIY, 2005-2007 ; Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, 2005-2007)
Terdapat dua macam penyebab terjadinya kerugian erupsi Merapi tahun 2006
dibidang pertanian, yakni lahar panas dan abu vulkanik. Lahar panas antara lain
4
menyebabkan tertutupnya sumber air dan rusaknya saluran, sehingga mengganggu
suplai air ke daerah pertanian dan untuk kebutuhan domestik. Rehabilitasi daerah
hulu diperlukan untuk memperbaiki fungsi hidrologisnya. Menurut hasil penelitian
Balai Besar Sumber Daya Lingkungan (BBSDL, 2006), baku mutu air akibat erupsi
Merapi masih dalam kategori bagus /memenuhi baku mutu air Golongan B (air yang
dapat dipergunakan sebagai air baku untuk keperluan rumahtangga).
Perlu diketahui pula bahwa material lahar panas yang terakumulasi di daerah
puncak Merapi bila terkena air hujan akan meluncur ke daerah yang lebih bawah
sebagai lahar dingin, dan ini dapat menimbulkan masalah. Dengan rusaknya tanggul
alam, maka aliran lahar dingin mungkin tidak melewati jalur yang pada tahun-tahun
sebelumnya merupakan jalur peluncuran lahar dingin. Antisipasi ini diperlukan untuk
mengurangi dampak kerusakan sumberdaya lahan akibat turunnya lahar dingin.
Berdasarkan hasil analisis citra satelit rekaman bulan Mei-Juni 2006 dan peta
rupabumi skala 1:25.000 tampak bahwa erupsi Merapi memiliki prakiraan sebaran
abu vulkanik di Kabupaten Sleman + 6.561 ha (BBSDL, 2006 dalam Widodo et al.,
2006). Sebaran terbesar terjadi di bagian atas yakni pada penggunaan lahan diatas
700 m dpl dengan luas sebaran abu vulkanik sebesar 4.767 ha, sedangkan untuk
ketinggian tempat dibawah 700 m dpl luas sebaran abu vulkanik sebesar 1.794 ha.
(BBSDL, 2006).
Luas areal pertanian di Kabupaten Sleman seluas 57.634 ha terdiri dari lahan
sawah 23.555 ha dan lahan non sawah (lahan kering, pekarangan, ladang) seluas
34.079 ha (Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman, 2006). Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa sebaran abu vulkanik dan lahan panas serta dingin
5
terbesar pada 3 kecamatan Cangkringan, Pakem dan Turi (Widodo et al., 2006).
Berdasarkan laporan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman (2006) serta hasil
penelitian Widodo et al. (2006), dampak erupsi Merapi berpotensi terhadap
kerusakan areal sawah sekitar 250 ha, atau setara dengan 1.375 ton gabah dengan
rerata produktivitas 5,5 ton/ha, dengan potensi kehilangan penerimaan sebesar Rp
2,201 milyar/musim.
Daerah lain yang terkena karena abu vulkanik G. Merapi adalah kabupaten
Magelang. Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah
yang merupakan sentra penghasil sayuran. Munurut BPS Kabupaten Magelang
(2006) dan BPTP Jawa Tengah (2006) di Kabupaten Magelang memiliki areal
pertanian seluas + 75.820 ha terdiri dari sawah (+ 37.491 ha) dan lahan kering tegalan
(+ 38.329 ha). Areal pertanian yang berada pada kawasan bahaya I oleh semburan
abu merapi tersebar di Kecamatan Srumbung, Dukun dan Sawangan, seluas + 13.362
ha terdiri dari lahan kering + 5.217 ha dan sawah + 8.145 ha (BBSDL, 2006). Namun
demikian, pada letusan merapi 2006 ini, hampir semua kecamatan di Kabupaten
Magelang terkena dampak semburan abu merapi dari tingkat ringan sampai berat.
Selain merusak lahan pertanian, erupsi Merapi juga menyebabkan kerusakan
hutan dan perkebunan pada lokasi di puncak Merapi terutama di sekitar Kaliadem.
Secara tidak langsung erupsi merapi juga merusak saluran irigasi dan tandon air
didaerah atas. Berdasarkan analisis Mardjianto (2006) dinyatakan bahwa material
Merapi tidak membahayakan wilayah perkotaan. Hal ini disebabkan karena material
tersebut telah dikendalikan oleh 44 dam SABO di sungai Gendol, sungai Opak,
sungai Kuning, sungai Boyong dan sungai Krasak. Selain itu normalisasi sungai dan
6
aktivitas penambangan pasir didaerah hulu mampu menambah kapasitas tampung
penampang sungai.
Hal ini sejalan dari hasil survai tim BBSDL (2006), bahwa material yang
mengalir paska erupsi Merapi adalah material halus, termasuk debu vulkanik,
material hasil pencucian (wash load) pasir dan batu erupsi Merapi yang mengalir
hingga hilir. Secara umum bahwa wash load tidak berbahaya bagi masyarakat,
meskipun berpotensi mencemari air; material kedua adalah pasir dan batu yang
memiliki energi merusak. Menurut Mardjianto (2006) pasir dan batu bisa mengalir
hingga sungai Opak, tetapi tetap pada jalurnya dan daya rusaknya berkurang.
Menurut Bahagia (2006) dari pelaksana Harian Bidang PBA, Dinas P3BA Sleman
bahwa yang perlu diwaspadai adalah ancaman banjir lahar Merapi adalah wilayah
Kecamatan Turi, Tempel, Cangkringan, Ngemplak, Pakem, Ngaglik dan Kalasan,
dimana sungai Gendol merupakan ancama terbesar.
Erupsi Merapi selain menimbulkan kerugian bagi masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap usahatani yang dilakukan, juga berdampak
pada kerusakan kawasan hutan lindung di sekitar Merapi. Untuk diketahui bahwa
hutan lindung mempunyai multi fungsi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ditinjau dari berbagai macam peruntukan, maka wilayah hutan lindung di sekitar
Merapi merupakan wilayah yang produktif, seperti untuk penyimpan air hujan (water
researvoir), mencegah erosi tanah dan air (soil and water), pemanfaatan wisata,
pendidikan, tanaman hutan/kayu, keanekaragaman hayati, plasma nutfah, kelestarian
hewan disekitar hutan, kualitas dan kuantitas udara dan lain sebagainya. Tingginya
produktivitas primer disekitar Merapi dan sekitar hutan lindung Merapi
7
memungkinkan tingginya produktivitas sekunder seperti pemanfaatan lahan untuk
budidaya tanaman pangan, hortikultura, tanaman keras/perkebunan, tanaman
kayu/hutan dan peternakan khususnya ternak sapi perah. Adanya beberapa faktor
yang menyebabkan degradasi ekosistem selain karena faktor perubahan fungsi
pemanfaatan hutan lindung di kawasan Merapi dan siklus erupsi Merapi yang terjadi
terus menerus yang sulit diantisipasi manusia maka alangkah bijaksananya
pemerintah harus memperhatikan masalah ini baik tindakan langsung pembinaan
kepada masyarakat, sosialisasi masalah fungsi dan antisipasi bencana yang
ditimbulkan, dan kompensasi bilamana diperlukan agar kawasan hutan lindung dan
masyarakat disekitar Merapi sehingga kawasan ini tetap terjaga dengan baik dan
berkesinambungan (sustainability) dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang untuk
generasi mendatang.
Dalam pelestarian hutan lindung di wilayah Merapi, faktor terpenting adalah
perencanaan, pelaksanaan dan kontrol/ evaluasi dari program yang sudah dilakukan
oleh pemerintah agar dicapai sustainability kawasan ini. Dalam hal pelestarian hutan
lindung di kawasan Merapi ini selain Pemerintah, masyarakat sekitarnya partisipasi
swasta belum banyak terlibat, namun justru LSM lebih banyak berkecimpung di
kawasan ini (www.merbabu.org). Seperti halnya dari hasil penelitian dalam
pelestarian hutan di wilayah di Teluk Benoa Bali, salah satu faktor terpenting adalah
dalam model perencanaan pembuatan keputusan dalam pelaksanaan pembangunan
dari sektor publik dan swasta yang kurang memperhatikan strategi dan nilai ekonomi
total yang terdapat dalam ekosistem tersebut (Wiradharma dan Antara , 2006).