I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor buah jeruk terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton, sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Timur Tengah. Ekspor buah jeruk nasional masih sangat kecil tersebut membuka peluang pemacuan produksi buah jeruk nasional karena disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi buah dan juga akan dapat meningkatkan devisa ekspor nasional. Impor buah jeruk segar yang terus meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk yang prima namun belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri (Anonimous, 2013). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas buah jeruk adalah dengan menyediakan bibit unggul. Bibit unggul didapatkan dari tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, atau gabungan antara vegetatif untuk batang atas dan generatif untuk batang bawah. Bibit seperti ini dinamakan dengan okulasi. Pengadaan bibit secara okulasi sudah banyak dikembangkan, terutama dalam usaha menciptakan bibit-bibit jeruk unggul yang cepat menghasilkan dan tahan terhadap kemungkinan serangan hama dan penyakit. Secara umum bibit okulasi selama ini paling diminati karena merupakan perpaduan dua sifat unggul tetuanya, baik untuk bibit batang bawah maupun untuk batang atas merupakan bibit yang terpilih sifat unggulnya (Pracaya, 2009). Okulasi dilakukan dengan menggunakan
63
Embed
I. PENDAHULUAN - umpalangkaraya.ac.id · buah jeruk segar yang terus meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor buah jeruk terbesar kedua
di Asia Tenggara setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton,
sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunei
Darusalam, dan Timur Tengah. Ekspor buah jeruk nasional masih sangat kecil
tersebut membuka peluang pemacuan produksi buah jeruk nasional karena
disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja,
konsumsi buah dan juga akan dapat meningkatkan devisa ekspor nasional. Impor
buah jeruk segar yang terus meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar
(konsumen) tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk yang prima
namun belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri (Anonimous, 2013).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas buah jeruk adalah dengan
menyediakan bibit unggul. Bibit unggul didapatkan dari tanaman yang
diperbanyak secara vegetatif, atau gabungan antara vegetatif untuk batang atas
dan generatif untuk batang bawah. Bibit seperti ini dinamakan dengan okulasi.
Pengadaan bibit secara okulasi sudah banyak dikembangkan, terutama dalam
usaha menciptakan bibit-bibit jeruk unggul yang cepat menghasilkan dan tahan
terhadap kemungkinan serangan hama dan penyakit. Secara umum bibit okulasi
selama ini paling diminati karena merupakan perpaduan dua sifat unggul tetuanya,
baik untuk bibit batang bawah maupun untuk batang atas merupakan bibit yang
terpilih sifat unggulnya (Pracaya, 2009). Okulasi dilakukan dengan menggunakan
2
mata tunas (mata tempel) yang diambil dengan sedikit kulitnya dari cabang entres
pohon induk, kemudian ditempelkan pada batang bawah yang telah disayat
kulitnya (Nugroho dan Roskitko, 2005).
Mata tempel dari batang atas (entres) yang digunakan dalam okulasi harus
dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan (Abdurrahman,
Sudiyanti, dan Basumo. 2007). Kondisi ini terjadi pula pada petani penangkar
bibit buah-buahan di Kalimantan Tengah, karena petani dengan modal yang tidak
terlalu besar umumnya tidak atau belum mampu memiliki Blok Fondasi (BF) dan
atau Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) ditempat pembibitannya, sehingga
harus mengambil entres dari tempat lain pada balai benih benih milik pemerintah,
swasta dan penangkar-penangkar bibit yang sudah memiliki BF dan BPMT,
walaupun jaraknya cukup jauh dari tempat pembibitan penangkar.
Sering kali entres tidak segera diokulasikan karena terhambat waktu dan
jarak, hal ini dihawatirkan dapat menurunkan kualitas entres yang akan diokulasi.
Resiko penundaan okulasi entres tersebut dapat diatasi dengan teknologi
penyimpanan entres. Selama ini entres disimpan dengan media pembungkus agar
kelembaban dan kesegaran entres dapat terjaga dengan baik (Abdurrahman et al.,
2007). Hasil penelitian Anindiawati (2011), penyimpanan entres sampai 3 hari
dengan bahan pembungkus alumunium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak
mampu menghasilkan bibit okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78 %.
Bertolak dari kondisi yang terjadi tersebut, kiranya perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap
keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis (Citrus sinensis L.).
3
1.2. Perumusan Masalah
Saat melakukan okulasi mata tempel hendaknya entres yang digunakan
dalam kondisi segar, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat dipenuhi karena
sering terhambat jarak maupun waktu. Untuk waktu simpan entres yang tidak
terlalu lama dapat diatasi dengan penyimpanan entres pada jenis pembungkus
yang sesuai, agar kelembaban maupun kesegaran mata tempel tetap terjaga.
Berdasarkan hal ini dapat ditarik perumusan masalah yaitu :
a. Apakah perbedaan lama penyimpanan dan jenis pembungkus entres
mengakibatkan perbedaan keberhasilan okulasi tanaman jeruk?
b. Apakah entres dapat disimpan dan mampu bertahan untuk digunakan sebagai
bahan okulasi?
c. Jenis pembungkus entres manakah yang mampu mempertahankan kondisi
entres untuk dapat dipakai sebagai bahan okulasi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaruh lama simpan dan pembungkus entres terhadap
keberhasilan okulasi tanaman jeruk.
b. Untuk mengetahui lama penyimpanan entres yang dilakukan agar
keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis dapat dipertahankan.
c. Untuk mengetahui jenis pembungkus entres yang baik agar keberhasilan
okulasi tanaman jeruk manis dapat ditingkatkan.
4
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
a. Terdapat interaksi pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres
terhadap keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk manis.
b. Semakin lama entres disimpan akan berakibat menurunkan tingkat
keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk manis.
c. Jenis pembungkus entres dari kertas koran yang dibasahi akan mampu
mempertahankan tingkat keberhasilan okulasi yang lebih tinggi pada tanaman
jeruk manis.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Jeruk
Jeruk manis banyak ditanam di daerah 20-400 0LU dan 20-400 0LS. Di
daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl,
sedangkan di katulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2000 m dpl (Pracaya,
2009).
Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara 25-300C. Aktivitas
pertumbuhan tanaman jeruk sangat terganggu jika suhu kurang 130C, tetapi masih
dapat bertahan pada suhu 380C. Untuk jeruk keprok temperatur rata-rata yang
diperlukan adalah 200C (Soelarso, 1999).
Tanaman jeruk membutuhkan penyinaran matahari, sekitar 50-70%.
Keadaan udara yang lembab akan menimbulkan lebih banyak penyakit cendawan,
sebaliknya keadaan udara yang kering akan menimbulkan lebih banyak serangan
hama terutama kutu perisai dan kutu penghisap lainnya. Di daerah-daerah jeruk di
Indonesia rata-rata kelembabannya berkisar 50-85% dan 70-80% (Joesoep, 1993).
Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi
liat 7-27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik.
Jenis tanah andosol dan latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk (Pracaya,
2009).
Jeruk siam membutuhkan pH antara 5-7,5. Hasil maksimum diperoleh
pada pH 6. Tanah yang ber pH dibawah kisaran tersebut, tanaman jeruk
memperlihatkan gejala yang sama dengan defisiensi unsur hara: daun menguning
dan buahnya tidak dapat berkembang dengan baik. Sedang kan pada tanah yang
6
mempunyai pH diatas kisaran tersebut, tanaman jeruk memperlihatkan gejala
seperti kekurangan unsur borium pada pucuk-pucuk daun. Jika terpaksa menanam
pada tanah diluar kisaran pH tersebut, maka perlu dilakukan netralisasi tanah
(Anonimous, 2004).
2.2. Perbanyakan Secara Okulasi
Okulasi sering juga disebut dengan menempel, oculatie (Belanda) atau
budding (Inggris). Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai
kelebihan jika dibandingkan dengan stek dan cangkok. Kelebihannya adalah hasil
okulasi mempunyai mutu lebih baik dari pada induknya. Bisa dikatakan demikian
karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan
tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang
mempunyai rasa buah yang lezat, tetapi mempunyai perakaran kurang baik.
Tanaman yang mempunyai perakaran baik digunakan sebagai batang bawah.
Sedangkan tanaman yang mempunyai buah lezat diambil mata tunasnya untuk
ditempelkan pada batang bawah dikenal dengan sebutan batang atas (Nalia, 2009)
Okulasi merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan memadukan bibit
yang baik dari batang atas dan batang bawah. Pelaksanaannya akan terjadi
pertautan batang atas dan batang bawah melalui proses dua tahap, yaitu
pembesaran dan pembelahan sel kambium baru yang menghubungkan kambium
batang atas dan batang bawah, pembentukan jaringan vaskuler yang mengalirkan
nutrisi dan air dari batang bawah ke batang atas, sel kambium baru dan vaskuler
(Yuniastuti et al, 1992).
7
Pemilihan batang atas pada okulasi ditunjukkan pada pemilihan mata
tempel yang akan dipasang pada batang bawah. Penentuan cabang sebagai entres
merupakan syarat pengambilan mata tempel pada tanaman yang memiliki sifat
yang unggul. Mata tempel yang terletak di ketiak daun yang mempunyai daun
besar lebih baik dari pada yang berasal dari ketiak daun yang daunnya berukuran
lebih kecil. Mata tempel yang berasal dari ranting yang terlalu muda akan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk tumbuh. Mata tempel yang baik
digunakan sebagai okulasi adalah yang terletak di bagian tengah dan sedikit
pangkal sedangkan bagian yang terletak di ujung tidak dapat dipakai karena masih
berbentuk sudut sehingga kulit sukar dikupas (Jamnah, 1996).
Untuk memperoleh mata tempel yang mempunyai kualitas baik maka
sebaiknya mata tempel ini diambil dari pohon induk yang benar-benar mempunyai
kualitas yang baik pula. Syarat pohon induk yang baik yaitu bebas penyakit serta
hasil dari micrografting yang berada pada pengawasan Blok Pengadaan Mata
Tempel (BPMT) dan disertifikasi BPSB (Susanto et al, 2004).
Entres harus segera digunakan untuk okulasi atau untuk sambung, karena
penundaan okulasi dan penyambungan yang lebih dari satu hari sejak
pengambilan entres akan menurunkan persentase bibit jadi dan memperlambat
pertumbuhan. Ukuran mata tempel diusahakan sama atau sedikit lebih kecil dari
batang bawah. Pada saat penempelan, bagian bawah dan salah satu sisinya harus
rapat dengan salah satu sisi jendela batang bawah. Mata tempel yang sudah
diambil segera ditempelkan pada jendela okulasi batang bawah, kemudian diikat
dengan menggunakan tali yang telah disiapkan (Sumarsono dan Lasimin, 2002).
8
Keberhasilan penempelan memerlukan kompatibilitas antara batang bawah
dan mata tempel serta kemampuan mata tempel itu sendiri untuk pecah dan
tumbuh. Adanya kelambatan pecah tunas pada mata tempel sering dikaitkan
dengan kondisi dorman dari mata tempel di pohon induknya (Evan dan Sharp,
1981) dalam Supriyanto (1995) dalam Anindiawati (2011).
Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini menurut Ashari
(1995) adalah sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada saat
tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau daun-
daunnya belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman.
Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman. Budding dapat
menghasilkan sambungan yang lebih kuat, terutama pada tahun-tahun pertama
daripada metode grafting lain karena mata tunas tidak mudah bergeser.
Perbanyakan secara okulasi, batang bawah jeruk yang sering digunakan
adalah batang bawah Rough Lemon dan Japanese Citroen. Kedua kultivar ini
dipilih karena berbagai macam keunggulan yang dimiliki. Selain itu ada juga
varietas lain yang cukup menjanjikan dan telah banyak digunakan di luar negeri,
diantaranya : Flying Dragon, Citumelo, Volkameriana dan Rangpur Lime
(Susanto et al., 2004).
Menurut Soegondo (1996) (dalam Lukman, 2004) bahwa keberhasilan
penyambungan bibit ditentukan oleh kondisi tanaman (umur, besar, kesegaran dan
pertumbuhan) batang bawah dan batang atas (entres) serta curah hujan dan
kelembaban di sekitar pembibitan. Lama penyimpanan dan media penyimpanan
batang atas sebelum dilakukan penyambungan juga berpengaruh dalam
9
keberhasilan, selain itu tingkat ketrampilan dari teknisi juga menentukan tingkat
keberhasilan.
Penggunaan batang bawah yang beragam dapat mempengaruhi keserasian
dengan batang atas sehingga kualitas buah yang dihasilkan beragam, dan
akibatnya sulit bersaing di pasar internasional. Dari delapan sifat mutu jeruk yang
diamati, hanya warna kulit buah dan kadar air buah yang tidak dipengaruhi oleh
batang bawah. Batang bawah yang baik adalah batang bawah yang serasi dengan
batang atas, terutama dari varietas komersial. Ketidakserasian antara batang atas
dan batang bawah dapat terjadi dengan gejala antara lain pertumbuhan vegetatif
terhambat, pertumbuhan batang bawah dan batang atas terlalu cepat, daun
menguning pada akhir pertumbuhan dan tanaman mati sebelum waktunya
(Martias et al, 1997).
Menurut Hartman dan Davis, Jr ,1990 (dalam Mansyah, 1998) menyatakan
bahwa mekanisme kompatibilitas harus dilihat berdasarkan sifat fisiologi,
biokimia dan sistem anatomi secara bersamaan. Cadangan nutrisi batang bawah
lebih menentukan keberhasilan okulasi atau penyambungan daripada nutrisi yang
dikandung oleh entres. Okulasi dua tanaman yang serasi akan menghasilkan
tanaman yang kuat dan berumur panjang.
Tingkat keberhasilan okulasi dapat mencapai 100% apabila pemeliharaan
atau perawatan selama okulasi dan setelah pemangkasan batang bawah sangat
diperhatikan. Selain perawatan atau pemeliharaan, keberhasilan okulasi juga
dipengaruhi oleh keserasian batang atas dan bawah, umur, kemampuan mata
10
tempel untuk pecah dan tumbuh, iklim, dan keterampilan teknis okulator itu
sendiri (Anonimous, 2007).
2.3. Penyimpanan Entres
Dalam pelaksanaan okulasi seringkali mengalami kendala, yaitu bila mata
tempel (entres) diambil dari tempat yang cukup jauh. Padahal keberhasilan okulasi
salah satu faktor yang mempengaruhi adalah keadaan dari mata tempel saat akan
ditempel. Mata tempel yang digunakan dalam okulasi harus dalam keadaan segar,
tetapi di lapangan sering terjadi penundaan bahan entres yang sudah diambil.
Entres tidak segera diokulasikan karena terhambat waktu dan jarak dengan lokasi
pembibitan. Penundaan ini dapat diatasi dengan menyimpan entres dalam media
pembungkus agar kelembaban dan kesegaran entres dapat terjaga dengan baik
(Abdurahman et al., 2007).
Cabang entres harus dalam kondisi segar saat disambungkan atau
ditempelkan di batang bawah. Oleh karena itu, setelah dipotong harus segera
disambungkan atau ditempelkan di batang bawah yang telah disiapkan. Apabila
entres didatangkan dari lokasi yang berjauhan dengan lokasi batang bawah,
diperlukan perlakukan khusus agar entres tetap segar. Potong entres sepanjang 20-
30 cm, lalu rompes seluruh daunnya untuk mengurangi terjadinya penguapan yang
dapat menyebabkan entres kehilangan air sehingga menjadi keriput dan layu. Jika
lokasi pengambilan entres sangat jauh, sebaiknya bungkusan entres dilapisi
dengan pelepah pisang. Pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga-
rongga udara sehingga dapat menghambat masuknya panas dari luar ke bagian
dalam entres. Apabila diinapkan, letakkan entres di dalam ruang yang
11
menggunakan Air Conditioning (AC) tetapi jangan menyimpannya di dalam
lemari pendingin karena dapat menyebabkan mata tunas entres mati (Ardianto,
2009 dalam Anindiawati 2011).
Menurut Sukarmin et al. (2010) pengambilan entres dari jarak jauh dapat
dilakukan dengan cara membungkus entres dengan kertas koran yang
dilembabkan kemudian baru dibungkus dengan plastik dan diikat dengan tali baru
dimasukkan ke dalam kardus. Cara pengemasan ini dimaksudkan agar
kelembaban entres tetap terjaga. Entres yang layu atau kurang segar dikarenakan
kadar airnya berkurang akibat penguapan selama penyimpanan. Entres yang
kurang segar ini sangat mempengaruhi proses pertautan antara batang atas dan
batang bawah sehingga dapat mempengaruhi persentase keberhasilan okulasi.
Untuk itu perlu diperhatikan kriteria entres yang baik yaitu tidak terlalu tua/muda,
kondisi entres tidak flushing (pupus), bentuk bulat tidak pipih, dorman dan sehat.
Penyimpanan entres dalam penelitian ini, selain menggunakan pelepah
pisang dan kertas koran juga akan dicobakan styrofoam. Styrofoam atau plastik
busa masih termasuk golongan plastik. Umumnya Styrofoam berwarna putih dan
terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan. Sebenarnya Styrofoam
merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow Chemical
untuk polystyrene foam. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat
khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah,
mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang
tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator
panas yang baik dan dapat mempertahankan kelembaban (Yosef, 2013).
12
2.4. Kondisi Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan
luka jaringan mata tempel dan semaian batang bawah. Oksigen, temperatur dan
kelembapan mempunyai peranan penting dalam mengatur proses penyatuan
jaringan. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara pengikatan okulasi yang
tidak terlalu kencang, temperatur optimal berkisar 20 – 30 oC dan kelembapan
udara dipertahankan di atas 70% (Setiono dan Supriyanto, 2004)
13
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Sukarno-Hatta, Kelurahan Kasongan
Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian
dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juni 2014.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah batang bawah jeruk
jenis Javanshe citroen (JC), batang atas (entres) jeruk varietas Siam Banjar Kelas
Benih Pokok (BP), pelepah batang pisang, styrofoam, kertas koran, tali plastik,
pupuk urea, tanah, polibag ukuran 15 cm x 25 cm, kain lap pembersih, label
percobaan. Sedangkan alat yang digunakan adalah gunting pangkas tanaman dan
pisau okulasi, kamera digital, penggaris, timbangan analitik, jangka sorong, dan
alat tulis.
3.3. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan, faktor pertama adalah lama
peyimpanan entres (S) terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu:
S0 = okulasi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 9 jam sejak
dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk.
S1 = okulasi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 30 jam sejak
dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk
14
S2 = okulasi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 52 jam sejak
dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk.
S3 = okulsi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 78 jam sejak
dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk.
Faktor kedua adalah jenis pembungkus entres (B) meliputi 3 taraf , yaitu:
- B1 = pelepah pisang
- B2 = styrofoam
- B3 = kertas koran
Dari kedua faktor perlakuan tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan
seperti pada Tabel 1. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali
sehingga diperoleh 36 satuan percobaan (Gambar Lampiran 21), sedangkan
masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman, sehingga jumlah seluruh
tanaman untuk percobaan ini adalah 360 tanaman.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan lama penyimpanan entres (S) dan jenis pembungkus entres (B).
Menurut Yitnosumarto (1993), model linier aditif yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y ijk = µ + Si + Bj + (SB)ij + Ɛ ijk
dimana:
Y ijk = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan lama simpan (S) taraf ke-i (0,1,2,3), perlakuan jenis pembungkus entres (B) taraf ke- j (1,2,3) pada ulangan ke-k (k=1,2,3).
15
µ = Nilai tengah (rata-rata) umum
Si = Pengaruh perlakuan lama simpan taraf ke-i (i=0,1,2,3).
Bj = Pengaruh jenis pembungkus entres taraf ke-j (j=1,2,3).
(SB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan lama simpan pada taraf ke-i dan jenis pembungkus entres taraf ke-j.
Ɛijk = Galat percobaan dari perlakuan lama simpan pada taraf ke-i dan jenis pembungkus entres pada taraf ke-j yang mendapat ulangan ke-k.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Penyiapan Batang Bawah
Supaya okulasi berhasil dengan baik dicari tanaman yang kulitnya mudah
dikupas dari kayunya, yaitu tanaman yang masih aktif dalam pertumbuhan sel-sel
kambium aktif dalam pembelahan diri dan akan segera membentuk jaringan baru
bila kulit diambil dari kayunya (Pracaya, 2009).
Batang bawah yang digunakan adalah jenis Jeruk Javansche citroen (JC)
(Tabel Lampiran 1) berumur 6 bulan (Gambar Lampiran 22), dengan diameter
batang pada ketinggian 20 cm dari permukaan media tanam rata-rata 0,42 cm
(Tabel Lampiran 3), batang bawah ditanam pada polybag ukuran 15 cm x 25 cm,
yang berisi media tanah jenis tanah Podsolik, dan diatas media tanah diberi
penutup tanah berupa sekam padi yang bertujuan untuk mencegah media tanam
tidak cepat kering, yang diakibatkan oleh sinar matahari yang berlebih dan
mencegah cipratan media tanam oleh air hujan ke batang dan daun tanaman yang
akan mengakibatkan timbulnya jamur, Satu minggu sebelum okulasi batang
bawah diberi pupuk urea 2 gram setiap tanaman, bertujuan supaya pada saat
okulasi kulit dan kayu batang bawah jeruk tidak keras dan mudah diiris.
16
3.4.2. Penyiapan Batang Atas
Batang atas yang digunakan adalah jeruk manis varietas Siam Banjar
(Tabel Lampiran 2), dengan kelas Benih Pokok (BP) yang diambil dari Blok
Perbanyakan Mata tempel (BPMT) berumur 2 tahun (Gambar Lampiran 24),
berlokasi di Balai Benih Hortikultura Keruing, yang beralamat di Desa Keruing,
Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan
Tengah.
Entres diambil dari BPMT yang berada didalam screen house (Gambar
Lampiran 23), diambil dari beberapa tanaman dengan varietas yang sama, setiap
tanaman dipilih entres yang lurus dan dipotong 30 cm dari pucuk tanaman yang
terkena sinar matahari, entres berupa ranting dari cabang skunder pertama
berwarna hijau (Gambar Lampiran 25).
3.4.3. Pengemasan Cabang Entres
Entres yang telah dipotong langsung, di rompes daunnya (Gambar
Lampiran 26) dan seharusnya di okulasi pada hari itu juga, namun karena pada
penelitian ini jarak antara sumber entres dengan batang bawah yang akan
diokulasi cukup jauh sekitar 70 km, sehingga terdapat perlakukan dimana entres
disimpan beberapa jam kemudian baru dilakukan pengokulasian, maka entres
dikemas terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut:
1. Potong cabang entres sepanjang 30 cm sebanyak 48 entres , setiap 4 entres
diikat menjadi satu menggunakan tali plastik, sampai mendapatkan 12 ikat
(Gambar Lampiran 27)
17
2. Ambil 4 ikatan entres, kemudian setiap 1 ikat dibungkus pelepah pisang lalu
masukan dalam kantong plastik, setiap bungkus diberi tanda tulisan 9 jam, 30
jam, 52 jam dan 78 jam (Gambar Lampiran 28).
3. Ambil 4 ikatan entres, kemudian setiap 1 ikat dibungkus kertas Koran yang
dilembabkan/dibasahi air lalu masukan dalam kantong plastik, setiap bungkus
diberi tanda tulisan 9 jam, 30 jam, 52 jam dan 78 jam (Gambar Lampiran 30)
4. Ambil 4 ikatan entres, kemudian setiap ikat langsung di beri tanda tulisan 9
jam, 30 jam, 52 jam dan 78 jam,dan masing-masing ikatan dimasukan dalam
dalam box styorofoam (Gambar Lampiran 29).
5. Masukan kedalam dus, kemasan yang menggunakan pelepah pisang dan kertas
koran yang dilembabkan/dibasahi, kecuali yang dikemas styrofoam.
6. Ambil semua kemasan dan bawa ketempat pembibitan untuk di okulasi
dengan menggunakan angkutan sepeda motor (Gambar Lampiran 31)
7. Simpan seluruh kemasan untuk lama penyimpanan 30, 52 dan 78 jam
diletakan di bawah naungan paranet kecuali kemasan penyimpanan 9 jam
langsung di okulasi.
3.4.4. Pengerjaan Okulasi
Lama pengerjaan okulasi untuk masing-masing perlakuan S0, S1, S2 dan
S3 kurang lebih satu jam. Okulasi dilakukan dengan cara batang bawah dikupas
beserta kayunya secara vertikal sepanjang 1-2 cm sedalam 0,2-0,5 cm dengan
lebar 0,2-0,4 cm. Mata tunas dari cabang entres jeruk dikupas dengan kayunya
sepanjang 1-2 cm, selanjutnya mata tunas disisipkan pada kupasan batang bawah
kemudian diikat dengan tali plastik tranparan. Pengikatan dilakukan mulai dari
18
bawah ke atas (seperti susun sirih) tujuannya agar pada waktu hujan atau
penyiraman air tidak masuk kedalam balutan okulasi, yang akan menyebabkan
okulasian busuk dan mati, proses tahapan okulasi tanaman jeruk diperlihatkan
pada Gambar Lampiran 38.
Balutan plastik transparan okulasi dibuka 21 hari setelah okulasi (HSO),
mata tunas yang berwarna hijau menandakan bahwa okulasian berhasil hidup
(jadi). Batang bawah kemudian di potong diatas okulasian sepanjang 2-3 cm.
Mata tunas yang berwarna coklat atau kering atau busuk menandakan okulasian
gagal/tidak jadi.
3.4.5. Pemeliharaan Tanaman
Tanaman disiram 2 hari sekali apabila tidak turun hujan, agar media tanah
tetap lembab, tumbuhan penggangu seperti rumput atau gulma yang tumbuh di
polibag (Gambar Lampiran 38 dan 39) dan sekitar lahan percobaan di bersihkan
dengan cara dicabut, sehingga tidak menggangu tanaman utama. Tunas yang
tumbuh pada batang bawah dibuang, supaya tunas hasil okulasi yang sudah
tumbuh cukup mendapat makanan dan tumbuh dengan baik (Gambar Lampiran 32
dan 33).
3.5. Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup (%)
Persentase keberhasilan okulasi dihitung pada saat pembukaan plastik
okulasi dari mata tempel yaitu 21 Hari Setelah Okulasi (HSO) atau 3 minggu
setelah okulasi. Bibit ditandai dengan tunas okulasi yang berwarna hijau.
19
Persentase keberhasilan okulasi hidup dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah tanaman okulasi yang hidup Persentase (%) = X 100 % Jumlah tanaman okulasi 2. Persentase Tumbuh kalus (%)
Persentase pertumbuhan kalus pada sayatan batang bawah dihitung pada
saat pembukaan plastik okulasi dari mata tempel yaitu 21 HSO atau 3 minggu
setelah okulasi. Tumbuhnya kalus ditandai dengan ada nya penebalan kulit
tanaman berwarna putih pada bekas irisan okulasi dilukai. Persentase tumbuh
kalus dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah irisan okulasi tumbuh kalus Persentase (%) = X 100 % Jumlah tanaman okulasi 3. Waktu Pecah Tunas (hari)
Waktu pecah tunas, dihitung dari hari saat pelaksanaan okulasi sampai
pecah mata entres pecah tunas. Kriteria pecah mata tunas dilihat dari saat
kuncup mata entres okulasi yang tadinya ditutupi oleh dua kelopak berwarna
kecokelatan telah membuka.
4. Jumlah Daun (helaian)
Jumlah daun hasil okulasi tumbuh pada mata tempel dihitung pada umur
60 hari setelah okulasi, kriteria daun yang di hitung adalah daun yang sudah
terbuka.
20
5. Diameter Batang Tunas (cm)
Diameter batang tunas diukur menggunakan jangka sorong dari satu cm
dari bagian pangkal tunas. Pengamatan dilakukan pada umur 30, 45 dan 60
hari setelah okulsi.
6. Panjang Tunas (cm)
Panjang tunas okulasi diukur dari pangkal tunas sampai pangkal daun
terakhir. Pengukuran dilakukan pada umur 60 hari setelah okulasi.
7. Persentase Okulasi Tumbuh (%)
Persentase okulasi tumbuh dihitung pada saat 60 hari setelah okulasi (HSO).
Persentase okulasi tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah tanaman okulasi Tumbuh Persentase (%) = X 100 % Jumlah tanaman okulasi 3.6. Analisis Data
Mengetahui pengaruh perlakuan yang di uji dilakukan analisis secara
statistik dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf α = 5 % dan α =
1%. Apabila perlakuan berpengaruh nyata dan sangat nyata dilanjutkan dengan uji
beda rata-rata dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf α = 5%.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis ragam pada semua variabel pangamatan
diketahui bahwa interaksi perlakuan lama simpan dan jenis pembungkus entres
tidak berpengaruh nyata, sedangkan perlakuan faktor tunggal lama simpan
mamberikan pengaruh sangat nyata pada variabel pengamatan persentase
keberhasilan okulasi hidup unur 21 HSO dan persentase okulasi tumbuh umur 60
HSO dan memberikan pengaruh nyata pada waktu pecah tunas. Adapun
perlakuan faktor tunggal jenis pembungkus entres memberikan pengaruh nyata
pada variabel pengamatan persentase keberhasilan okulasi hidup umur 21 HSO
dan persentase okulasi tumbuh umur 60 HSO. Tidak nyata pengaruh interaksi
kedua faktor perlakuan terhadap semua variabel yang diamati, diduga salah satu
perlakuan pengaruhnya kurang optimal khususnya pada faktor perlakuan jenis
pembungkus. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata pada semua variabel pengamatan,
diketahui hasil rata-rata pengaruh jenis pembungkus lebih rendah dibandingkan
nilai rata-rata lama simpan.
4.1. Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup dan Okulasi Tumbuh
Data hasil pengamatan persentase keberhasilan okulasi hidup 21 HSO dan
Persentase Okulasi Tumbuh 60 HSO dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4, dan 6,
sedangkan analisis ragamnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5, dan 7. hasil
analisis ragam menunjukan bahwa interaksi pengaruh lama simpan dan jenis
pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis
mengakibatkan tidak berpengaruh nyata, tetapi masing-masing faktor tunggal
22
lama simpan dan jenis pembungkus menunjukan pengaruh sangat nyata dan
berpengaruh nyata pada persentase keberhasilan okulasi hidup 21 HSO dan
persentase okulasi tumbuh 60 HSO.
Tabel 2. Nilai Rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup dan persentase okulasi tumbuh pada okulasi tanaman jeruk manis
Lama Simpan
(S) Jenis Pembungkus (B)
Rata-rata B1
(Pelepah Pisang) B2
(Styrofoam) B3
(Kertas Koran) Persentase keberhasilan okulasi hidup umur 21 HSO (%)
S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam)
83,33 90,00 80,00 100,00
76,67 83,33 80,00 100,00
90,00 90,00 93,33 100,00
83,33 a 87,78 a 84,44 a 100,00 b
Rata-rata 88,33 ab 85,00 a 93,33 b BNJ 5% S = 8,67 ; B = 6,79
Persentase okulasi tumbuh umur 60 HSO (%) S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam)
76,67 83,33 70,00 90,00
73,33 83,33 80,00 100,00
90,00 90,00 80,00 100,00
80,00 a 85,56 ab 76,67 a 96,67 b
Rata-rata 80,00 a 84,17 ab 90,00 b BNJ 5% S = 10,83 ; B = 8,49
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai rata-rata persentase
keberhasilan okulasi hidup 21 HSO dan persentase okulasi tumbuh 60 HSO pada
tanaman jeruk manis akibat pengaruh lama simpan menunjukkan lama simpan 78
jam memberikan nilai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 100% dan 96,67% dan
yang rendah yaitu 83,33% dan 80,00% pada lama simpan 9 jam, sedangkan
pengaruh nyata jenis pembungkus menunjukan jenis pembungkus kertas koran
memberikan nilai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 93,33% dan 90,00%, sedangkan
23
nilai rata-rata yang rendah 85,00% dan 80,00% pada jenis pembungkus styrofoam
dan pelepah pisang.
Terdapat kecendrungan entres jeruk disimpan sampai dengan 78 jam dan
jenis pembungkus kertas koran memperlihatkan rata-rata persentase keberhasilan
okulasi hidup dan okulasi tumbuh yang tinggi, jika dihubungkan dengan hipotesis
kedua yang diajukan dalam penelitian bahwa semakin lama entres disimpan
berakibat menurunkan keberhasilan okulasi hal ini tidak terbukti.
Keberhasilan okulasi hidup (Gambar 1) dan tumbuh pada tanaman jeruk
akibat pengaruh lama simpan, entres yang mengalami penyimpanan sampai
dengan 78 jam keberhasilan hidup ternyata lebih tinggi, hal ini diduga pada saat
entres diambil dari induknya dalam keadaan tidak aktif dalam pembelahan sel,
serta adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi entres bisa bertahan disimpan,
diantaranya adalah pengaruh kelembapan dan suhu pada pembungkus, serta
adanya dukungan kompatibilitas yang baik dari batang bawah.
Menurut Supriyanto (1995, dalam Anindiawati, Hartati dan Samanhudi,
2011). Keberhasilan okulasi (penempelan) memerlukan kompatibilitas antara
batang bawah dan kemampuan batang atas (mata tempel) itu sendiri untuk pecah
dan tumbuh. Selain itu menurut Mansyah 1998 dalam Anindiawati 2011,
keberhasilan okulasi penempelan juga sangat ditentukan oleh mekanisme
kompatibilitas itu sendiri, misalnya sifat fisiologi, boikimia dan sistem anatomi
secara bersamaan. Dengan demikian dapat diketahui adanya okulasi hidup dan
gagal atau mati (Gambar 2) tidak semata-mata disebabkan oleh perlakuan lama
penyimpanan dan jenis pembungkus entres akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor
24
lingkungan seperti kelembapan, cahaya matahari, atau pun suhu selain itu juga
bisa disebabkan dari faktor teknis saat pelaksanaan okulasi itu sendiri.
Temperatur dan kelembaban yang optimal akan mempertinggi
pembentukan jaringan halus, yang sangat diperlukan untuk berhasilnya suatu
tempelan. Temperatur yang diperlukan dalam penempelan berkisar antara 7,2-32,0
0C, bila temperatur kurang dari 7,2 0 C pembentukan kalus akan lambat. Bila lebih
dari 32 0C pembentukan kalus juga lambat dan dapat mematikan sel-sel pada
sambungan. Temperatur optimum pada penyambungan adalah 25-30 0C.
Penempelan memerlukan kelembaban yang tinggi, bila kelembaban rendah akan
mengalami kekeringan, dan menghambat/menghalangi pembentukan kalus pada
sambungan karena banyak sel-sel pada sambungan mati. Cahaya; Cahaya
matahari berpengaruh pada waktu pelaksanaan penempelan berlangsung. Oleh
karena itu penyambungan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari
pada saat matahari kurang kuat memancar dan sinarnya. Cahaya yang terlalu
panas akan mengurangi daya tahan batang atas terhadap kekeringan, dan dapat
merusak kambium pada daerah sambungan. (Anonimous, 2013).
Faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan okulasi adalah keahlian,
kecepatan menyambung merupakan pencegahan paling baik terhadap infeksi
penyakit dan kerusakan pada kambium dan kesempurnaan alat dalam
penyambungan diperlukan ketajaman dan kebersihan alat, tali pengikat yang tipis
dan lentur (Anonimous, 2013)
25
Gambar 1. Keberhasilan okulasi hidup
Gambar 2. Hasil okulasi gagal/ mati
Pengaruh jenis pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi hidup
dan okulasi tumbuh terdapat kecendrungan entres yang dibungkus dengan
pembungkus kertas koran secara rata-rata masing-masing keberhasilan okulasi
Okulasi berhasil hidup, mata entres terlihat hijau
Okulasi gagal/ mati mata entres kering, keriput dan warna coklat
26
menunjukan hasil yang tinggi, diduga kertas koran memiliki fungsi dan peran
lebih baik untuk mempertahankan kelembaban sehingga kondisi kesegaran entres
tetap terjaga dibandingkan jenis pembungkus lainnya, jika dihubungkan dengan
hipotesis ketiga yang diajukan pada penelitian ini jenis pembungkus koran
mampu memepertahankan keberhasilan okulasi, hal ini terbukti dengan hasil
penelitian.
Bibit yang hidup dan mampu tumbuh setelah okulasi berasal dari mata
entres yang mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan okulasi
memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan batang atas (mata entres)
serta kemampuan mata entres tersebut untuk pecah dan tumbuh dengan adanya
hormon sitokinin, gibelarin dan auksin yang berfungsi merangsang pembelahan
dan pemanjangan sel. Menurut Supriyanto et al. (1995) dalam Anindiawati et al
(2011). Pecahnya mata tunas dikendalikan oleh keseimbangan asam absisik
(ABA) dan sitokinin, dimana pecahnya mata tunas (entres) akan terjadi pada
konsentreasi asam absisik mulai menurun dan sitokinin yang meningkat. Setelah
pecah mata tunas, tunas akan melakukan pertumbuhannya seperti pemanjangan
tunas, dan pertumbuhan daun. Dengan demikian bibit hasil okulasi tersebut dapat
melakukan fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat untuk pertumbuhannya
dan mampu bertahan hidup.
4.2. Persentase Tumbuh Kalus
Data hasil pengamatan persentase tumbuh kalus 21 HSO dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 8, sedangkan analisis ragamnya tidak dapat dilanjutkan
disebabkan data hasil pengamatan menunjukan hasil rata-rata yang sama (tidak
27
ada keragaman) yaitu semua sayatan batang bawah baik okulasi yang hidup
maupun yang gagal/mati semuanya terdapat tumbuh kalus, hanya saja kalus yang
tumbuh pada sayatan batang bawah yang berhasil hidup lebih tebal dibandingkan
kalus yang tumbuh pada sayatan batang bawah yang mati lebih tipis, seperti
diperlihatkan pada Gambar 3 dan 4.
Tabel 3. Rata-rata persentase tumbuh kalus pada okulasi tanaman jeruk manis
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%
Dari Tabel 4, diketahui bahwa nilai rata-rata waktu pecah tunas okulasi
tanaman jeruk dari pengaruh lama simpan menunjukan lama simpan 52 jam
memberikan nilai rata-rata waktu pecah tunas lebih cepat yaitu 24 HSO sedangkan
waktu pecah tunas lebih lambat yaitu 26 HSO terdapat pada lama simpan 9 jam,
meskipun demikian secara rata-rata entres yang diperlakukan dengan
penyimpanan menunjukan kecepatan waktu pecah tunas lebih cepat dibandingkan
dengan entres yang tidak disimpan yaitu perlakuan lama simpan 9 jam.
Laju pertumbuhan pecah mata tunas dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya tingkat kompatibilitas batang bawah dan batang atas, yang
mengakibatkan penyaluran nutrisi makanan dari batang bawah akan lancar masuk
30
menuju batang atas melalui jaringan yang telah menempel sempurna baik melalui
akar dan daun.
Gambar 5. Mata Tunas Okulasi Mulai Pecah
Menurut Nahansyah (1990) dalam Sutami et al. (2009), perbedaan tingkat
kecepatan mata tunas pecah diduga karena kemampuan tanaman yang berbeda
untuk membentuk pertautan okulasi yang berhubungan dengan jumlah kecepatan
pembentukan kalus. Menurut Hartmann dan Kesler (1978) dalam Sutami et.al.
2009. Bahwa proses pembentukan kalus diperlukan hormon dalam jumlah yang
cukup. Hormon ini berfungsi untuk memulai proses pembentukan jaringan dengan
menggunakan karbohidrat dan gula untuk pecah tunas.
4.4. Panjang tunas dan jumlah daun
Data hasil pengamatan panjang tunas dan jumlah daun dilihat pada Tabel
Lampiran 11,dan 13, sedangkan analisis ragam nya dapat dilihat pada Tabel
Lampiran 12, dan 14. Hasil analisis ragam menunjukan dari interaksi pengaruh
31
lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap panjang tunas dan jumlah
daun mengakibatkan tidak berpengaruh nyata, begitu pula masing-masing faktor
tunggal lama simpan dan jenis pembungkus menunjukan tidak berpengaruh nyata.
Tabel 5. Rata-rata panjang tunas dan jumlah daun pada okulasi tanaman jeruk manis
Lama Simpan
(S) Jenis Pembungkus (B)
Rata-rata B1
(Pelepah Pisang) B2
(Styrofoam) B3
(Kertas Koran) Panjang tunas (cm)
S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam)
11,76 12,13 11,93 12,06
12,56 12,22 13,28 13,35
11,05 13,28 12,26 11,64
11,79 12,54 12,49 12,35
Rata-rata 11,97 12,85 12,06 BNJ 5% -
Jumlah daun (helai) S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam)
12,53 12,99 13,28 13,65
12,86 12,75 14,12 14,20
12,61 12,96 13,82 13,23
12,67 12,90 13,74 13,69
Rata-rata 13,11 13,48 13,16 BNJ 5% -
Tabel 5 menunjukan terdapat kecendrungan bahwa perlakuan entres yang
disimpan 30, 52 dan 78 jam rata-rata panjang tunas lebih panjang dan rata-rata
jumlah daun lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan entres yang tidak
disimpan atau penyimpanan entres kurang dari 24 jam yaitu penyimpanan 9 jam,
semakin cepat waktu pecah tunas semakin cepat pula pertumbahan panjang tunas
dan jumlah daun seperti diperlihatkan pada Gambar 6.
32
Gambar 6. Panjang tunas dan jumlah daun umur 60 HSO
Laju pertumbuhan tunas sangat dipengaruh oleh ketersediaan karbohidrat.
Daun-daun yang telah terbentuk akan segera melakukan fungsinya untuk
berfotosintesis. Dari sini akan dihasilkan karbohidrat dan zat pengatur tumbuh
(ZPT). Karbohidrat maupun ZPT baik auksin maupun sitokinin ditransfer dengan
peranan molekul air menuju daerah meristematis, diantara ujung tunas. Sel-sel
pada daerah tersebut akan memperbanyak diri dan memperpanjang ukuran
sehingga mengakibatkan pemanjangan tunas. Diduga adanya pertambahan daun
seiring dengan penambahan panjang tunas, semakin panjang tunas maka akan
menghasilkan pertambahan nodus-nodus yang berfungsi sebagai tempat keluarnya
daun. Perbedaan jumlah daun akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan pada
tanaman, karena di dalam daun terdapat klorofil dan tempat terjadinya sintesis
fotosintat yang dibutuhkan oleh semua bagian tanaman (Septyarini, 2007 dalam
Anindiawati et al, 2011).
33
4.5. Diameter batang Tunas
Data diameter batang tunas hasil okulasi yang tumbuh, diamatai mulai 30
HSO, 45 HSO dan 60 HSO, data pengamatan diameter batang tunas disajikan
pada Tabel Lampiran 15, 17 dan 19, sedangkan analisis ragamnya disajikan pada
Tabel Lampiran 16, 18 dan 20. Hasil analisis ragam menunjukan interaksi
pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap diameter batang
tunas 30 HSO, 45 HSO dan 60 HSO tidak berpengaruh nyata, begitu pula
masing-masing faktor tunggal lama simpan dan jenis pembungkus juga menunjuk
kan tidak berpengaruh nyata.
Tabel 5. Rata-rata diameter batang tunas umur 30, 45 dan 60 HSO pada hasil okulasi tanaman jeruk manis
Lama Simpan
(S) Jenis Pembungkus (B)
Rata-rata B1
(Pelepah Pisang) B2
(Styrofoam) B3
(Kertas Koran) Diameter batang tunas umur 30 HSO
S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam
0,20 0,21 0,16 0,19
0,20 0,20 0,19 0,16
0,20 0,21 0,20 0,16
0,20 0,21 0,19 0,17
Rata-rata 0,19 0,19 0,19 BNJ 5% -
Diameter batang tunas umur 45 HSO S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam
0,26 0,27 0,26 0,26
0,28 0,26 0,25 0,25
0,25 0,27 0,27 0,25
0,26 0,27 0,26 0,25
Rata-rata 0,26 0,26 0,26 BNJ 5% -
Diameter batang tunas umur 60 HSO S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam
0,29 0,32 0,31 0,34
0,32 0,32 0,30 0,32
0,30 0,32 0,32 0,31
0,30 0,32 0,31 0,32
Rata-rata 0,32 0,31 0,31 BNJ 5% -
34
Berdasarkan Tabel 5, terdapat kecendrungan rata-rata entres yang
mengalami penyimpanan ( 30, 52 dan 78 jam) menghasilkan diameter batang
tunas yang besar dibandingkan yang tidak disimpan (9 jam). Diameter batang
dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat yang dihasilkan dari fotosintesis
melalui daun, semakin banyak jumlah daun pada hasil okulasi semakin banyak
karbohidrat yang dihasilkan oleh tanaman tersebut yang akan disuplai untuk
pembesaran batang tunas tanaman, keadaan batang tunas seperti diperlihatkan
Gambar 7.
Umur 30
Umur 45 HSO
Umur 60 HSO
Gambar 7. Diameter Batang Tunas Umur 30, 45 dan 60 HSO.
Pertumbuhan yang baik diindikasikan dengan kemampuan tanaman untuk
berfotosintesis lebih tinggi dan hasil fotosintesis (karbohidrat) yang dihasilkan
lebih banyak. Karbohidrat yang dihasilkan lebih banyak ditraslokasi lewat floem
dan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan termasuk perluasan sel batang
dan diindikasikan dengan diameter batang yang lebih lebar. Menurut Gardner,
Fearce dan Michell, (1991), munculnya daun diawali dengan sel-sel tentu didalan
kubah ujung, yang membelah menjadi meristematik dan menghasilkan
pembengkakan pada ujung batang. Pembengkakan tersebut meluas dan
35
melingkari daerah ujung, terutama primordia pelepah daun, setelah leherdaun
terbentuk, sel-sel pada subhipodermis menjadi meristematik dan menghasilkan
suatu tunas ketiak, pertumbuhan yang berikutnya yaitu helai daun dan tangkai dan
ruas batang berasal dari meristem yang terdapat diantara jaringan yang
terdiferensiasi (interkalar).
Pertumbuhan tinggi batang terjadi didalam meristem interkalar dari ruas,
ruas itu memanjang sebagai akibat peningkatan jumlah sel. Pertumbuhan karena
pembelahan sel terjadi pada dasar ruas (yaitu interkalar) dan bukan pada meristem
ujung. Walaupun demikian aktivitas meristematik interkalar itu didistribusikan
keselururuh panjang lamina daun, selubung daun, dan ruas pada tahapan
primordia, dengan meningkatnya kedewasaan, aktivitas meristem berpindah ke
daerah basal dan kemudian berhenti (Sharman, 1942 dalam Gardner dkk, 1991).
36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini disimpulkan sebagai
berikut:
a. Adanya perlakuan lama simpan entres jeruk manis sampai 78 jam mampu
menghasilkan rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup sampai 100%
dan persentase okulasi tumbuh sampai 96,67%.
b. Perlakuan jenis pembungkus entres dengan menggunakan kertas koran mampu
menghasilkan rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup sampai 93,33%
dan persentase okulasi tumbuh sampai 90,00%.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
dilakukan lama peyimpanan yang lebih lama lagi, agar dapat mengetahui
seberapa lama daya simpan entres jeruk mampu bertahan disimpan dan dapat
tumbuh dengan baik pada perbanyakan bibit dengan teknik okulasi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Sudiyanti dan Basuno. 2007. Teknik Okulasi Jeruk Manis dengan Perlakuan Masa Penyimpanan dan Media Pembungkus Entres yang Berbeda. Buletin Teknik Pertanian (12)1. www.pustaka.litbang.deptan.go.id. (14 Februari 2014).
Anindiawati, Y., Hartati,S. dan Samanhudi, 2011. Pengaruh Perlakuan Masa
Penyimpanan dan Bahan Pembungkus Entris Terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Jeruk (Citrus sp.) Secara Okulasi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Anonimous. 2013. Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk. Lembaga
Penelitian Pengembangan Pertanian http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b3jeruk. (13 Februari 2014).
Anonimous. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Okulasi
http://syarattumbuh.blogspot.com/2013/05/faktor-yang-berpengaruh-terhadap.html#sthash.HhX5memw.dpuf (19 Januari 2015).
Direktorat Jendral Hortikultura. Kementrian Pertanian. Jakarta Anonimous, 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Cet. I. Agromedia
Pustaka, Jakarta. Anonimous. 2004. Budidaya Tanaman Jeruk. Aksi Agri Kanisius, Yogyakarta. Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta. Barus, A. dan Syukri, 2008. Agroteknologi Tanaman Buah-Buahan. USU-Press,
Medan. Gardner, Franklin P., Pearce R. Brent, Mitchel Roger L. 1991. Fisiologi
Tanaman Budidaya. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI.Pers), 1991, X ; 428 halaman.
Jamnah. 1996. Pengaruh Lama Penyimpanan Bahan Entres terhadap Pertumbuhan
Okulasi Durian (Durio zibethinus). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Borobudur, Jakarta.
Joesoef, M., 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Penerbit Bhratara, Jakarta.
Lukman, W. 2004. Teknik Sambung Pucuk Menggunakan Stadium Entres yang Didefoliasi pada Jambu Mete. Buletin Teknik Pertanian, (9)1.
Mansyah, Ellina, M. Jawal, A. Susiloadi, dan I. Muas. 1998. Kompatibilitas
Manggis dengan Tiga Spesies Kerabatnya sebagai Batang Bawah. Jurnal Hortikultura 8(3):1163-1169.
Martias, I. Sutarto, dan S. Hadiati. 1997. Keserasian Beberapa Jenis Batang
Bawah dan Batang Atas Rambutan Komersial. Jurnal Hortikultura 7(1):524-529.
Nalia, A. 2009. Perbanyakan Tanaman Jeruk Keprok (Citrus Nabilus L. Dengan
Teknik Okulasi. http://digilib.uns.ac.id. (14 Februari 2014). Nugroho, H.P. dan J.M. Roskitko. 2005. Teknik pembibitan dan perbanyakan
vegetatif tanaman buah. World Agroforestry Centre/ICRAF International, Bogor.
Pracaya. 2009. Jeruk Manis: Varietas, budidaya dan pascapanen. Penebar
Swadaya, Depok. Setiono dan Supriyanto. 2004. Keunggulan Teknik Perbanyakan Okulasi Iriisan
pada Tanaman Jeruk. Jurnal Teknik Pertanian, (6) 1. Soelarso, R. B., 1999. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Sukarmin, Ihsan F, Edriyanto. 2009. Teknik Perbanyakan F1 Mangga dengan
Menggunakan Batang Bawah Dewasa Melalui Sambung Pucuk. Bul Tekn Petani. 14 (2) : 58-61
Sumarsono dan Lasimin. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian Pada Stadia Entres
dan Model Mata Tempel yang Berbeda. Jurnal Teknik Pertanian, (7) 1. Susanto, S., K. Suketi, Mukhlas dan L. Rachmawati. 2004. Penampilan
pertumbuhan jeruk besar (Citrus grandis L. Osbeck) CV. Cikoneng pada Beberapa Interstock. Bul. Agronomi. 32(2):7-1.
Sutami, Athaillah.M., dan Gusti M. S. N, 1990. Pengaruh Umur Batang Bawah
dan Panjang Entres Terhadap Keberhasilan Sambung Bibit Jeruk Siam Banjar Label Biru.Buletin 16 (2)
Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Rancangan, Analisa dan Interpretasinya.
Lampiran 1. Deskripsi Jeruk Batang Bawah Varietas Japansche citroen
Uraian Deskripsi Asal Silsilah Golongan tanaman Tinggi tanaman Bentuk tajuk tanaman Bentuk penampang batang Diameter batang Warna batang Bentuk daum Ukuran daun Warna daun Bentuk bunga Warna kelopak bunga Warna mahkota bunga Warna kepala putik Warna benang benang sari Waktu berbunga Waktu panen Bentuk buah Ukuran buah Warna kulit buah Ketebalan kulit buah Warna daging buah Rasa daging buah Warna biji Bentuk biji Ujung biji Kadar gula Kadar vitamin C Kadar asam Jumlah juring perbuah Berat perbuah Jumlah buah pertandan Berat buah pertandan Daya simpan buah pada suhu 23-25 0C Hasil buah Identitas pohon induk tunggal Kode aksesi Perkiraan umur pohon induk Keterangan Pengusul Peneliti
Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika Seleksi pohon induk Klon 3,3 meter Menyebar Bulat berlekuk 8,2 cm Hijau kecoklatan Lonjong Panjang 7,6 – 11,5 cm, lebar 3,8 – 5,5 cm Hijau tua Bulat panjang Hijau kecoklatan Putih kemerahan Putih kekuningan Kuning Awal musim hujan Ritmik (tidak terus menerus berbunga) Bulat Tinggi 5,2 – 6,4 cm, diameter 5,1 – 6,6 cm Hijau Kekuningan 0,15 – 0,30 cm Kuning Asam Coklat keputihan Memanjang sampai agak bulat Runcing 5,6 brix 43,3 mg/100 g 0,59 % 8 – 10 juring 89 -100 g 210 – 450 buah 35 – 75 kg 5 – 7 hari setelah panen 30 -75 kg/ pohon/ tahun Koleksi Plasma nurfah Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Subtropika ICS.04.01.0175 9 tahun Beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 300 – 900 dpl Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika Chaereni Martasari, Hardiyanto, Nirmala F.Devy, Karsinah, Hadi Mulyanto (Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika)
Sumber : Departemen Pertanian (2011)
41
Lampiran 2. Deskripsi Jeruk Varietas Siam Banjar
Uraian Deskripsi Nama Daerah Asal Tanaman Tinggi Tanaman Lebar Tajuk Bentuk Tanaman Percabangan Warna Batang Bentuk Batang Lingkar Batang Warna Daun Bagian Atas Warna Daun Bagian Bawah Lebar Daun Panjang Daun Tepi Daun Bentuk Bunga Jumlah Bunga/ Tandan Jumlah Bunga Jadi Buah Warna Buah Muda Warna Buah Matang Bentuk Buah Lingkar Buah Diameter Buah Tebal Kulit Buah Warna Daging Buah Jumlah Septa Tiap Buah Jumlah Biji Tiap Buah Berat Buah Utuh Berat Buah Kupasan Rasa Buah Aroma Buah Sifat Buah Kandungan Air Batang Bawah Produksi Buah/Pohon/Musim Perbanyakan Ketahanan Terhadap Hama Peneliti/ Pengusul
Jeruk Siam Banjar Kampung Sungai Madang, Desa Gudang Hirang, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan 3 – 3,75 meter 2,5 – 2,7 meter Payung Melengkung Keatas Kecoklatan Bulat 20 cm Hijau Muda Hijau 3 - 5 cm 6 – 9 cm Bergerigi Seperti Lonceng 8 – 10 buah 6 -8 buah Hijau Orange kehijauan Bulat agak gepeng 22 – 24 cm 6,5 – 7,5 cm 1,3 – 1,7 mm kulit yang tebal mudah dikupas Orange 10 -13 6 – 9 biji 160 -175 g 150 – 165 g Manis segar Lebut Tahan dalam pengangkutan 86,44% JC 500 – 600 buah Cangkok, Okulasi Cukup tahan terhadap kutu daun jeruk (Aphids sp) Tidak Tahan Terhadap Kutu Dompolan (Planococcus citri) dan Kutu Medalion Jeruk (Aleuro canthus spineferus) Yayat Hidayat Hendarin, Hamidah, M. Syarbaini, Sri Setyasno, Surachmat Kusumo
Sumber : Departemen Pertanian (2011)
42
Lampiran 3 . Data Diameter Batang Bawah Jeruk Javansche citroen Umur 6 Bulan
Pengukuran Diameter Batang Bawah Jeruk Jenis Javaneshe citroen (cm)
Jenis Pembungkus (B) 0.0001 2 0.00 0.08tn 3.40 5.61
Interaksi (SB) 0.003 6 0.00 0.80tn 2.51 3.67
Galat 0.015 24 0.00
Total 0.021 35
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata
52
Lampiran 21. Denah Tata Letak Satuan Percobaan
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S2B1 (I) S0B1 (II) S2B3 (I) S3B1 (III)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S0B3 (II) S1B1 (III) S3B3 (I) S1B2 (II)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S0B2 (I) S2B2 (II) S0B1 (III) S3B2 (II)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S2B3 (III) S1B3 (I) S0B2 (II) S3B1 (I)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S0B1 (I) S2B1 (II) S3B3 (II) S1B1 (I)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S0B2 (III) S1B3 (II) S3B2 (I) S0B3 (III)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S2B2 (I) S3B3 (III) S2B1 (III) S1B2 (I)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S3B2 (III) S3B1 (II) S1B3 (III) S1B2 (III)
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S0B3 (I) S1B1 (II) S2B2 (III) S2B3 (II)
Keterangan :
- S0 = disimpan 9 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi - S1 = disimpan 30 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi - S2 = disimpan 52 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi - S3 = disimpan 78 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi - B1 = pelepah pisang - B2 = Styrofoam - B3 = kertas koran dilembabkan/dibasahi - (I), (II), (III) = ulangan - X X X X X = Jumlah Tanaman
U
53
Lampiran 22. Batang Bawah Jeruk Javaneshe citroen umur 6 Bulan Setelah Tanam.
Lampiran 23. Screen House BPMT Jeruk Varietas Siam Banjar sebagai Bahan Entres
Milik Balai benih Hortikultura Kerung.
54
Lampiran 24. BPMT Tanaman Jeruk Varietas Siam Banjar didalam Screen House
Sebagai Bahan Entres.
Lampiran 25. Pengambilan Entres Jeruk pada Cabang pertama
55
Lampiran 26. Perompesan Daun Enres Jeruk
Lampiran 27. Entres yang Sudah dirompes
56
Lampiran 28. Pengemasan Entres Jeruk Menggunakan Pelepah Pisang
Gambar 29. Pengemasan Entres Jeruk Menggunakan Styrofoam
57
Lampiran 30. Pengemasan Enres Menggunakan Kertas Koran
Lampiran 31. Kemasan di Angkut Menggunakan Sepeda Motor
58
Lampiran 32. Batang Bawah yang Tumbuh Tunas
Lampiran 33. Tunas yang Tumbuh pada Batang Bawah sudah dibuang
Tunas Hasil Okulasi
Tunas yang tumbuh dari batang bawah
59
Lampiran 34. Pengaruh Pembungkus Entres Terhadap Keberhasilan Okulasi Tumbuh 60 HSO
60
Lampiran 35. Pengaruh Lama Simpan Terhadap Keberhasilan Okulasi Tumbuh 60 HSO
61
Lampiran 36. Gulma Rumput Teki (Cyperus rotundus. L) yang Muncul di Tempat
Penelitian Jeruk.
Lampiran 37. Gulma Babadotan (Agratum conyzoides. L) yang Muncul di Tempat
Penelitian Jeruk.
62
1. Siapkan batang bawah Javansche
citroen (JC)
2. Kulit batang bawah dikupas
beserta kayunya
3. Ambil entres jeruk varietas
Siam Banjar
4. Kupas entres yang ada matanya
sepanjang
5. Mata entres yang sudah
dikupas dengan kayunya.
6. Tempelkan mata entres pada
sayatan batang bawah
7. Mata entres telah disisipkan pada
irisan batang bawah.
8. Ikat mata enres dan batang
bawah dengan plastik trasparan mulai dari bawah keatas
9. Proses okulasi selesai
Lampiran 38. Proses Tahapan Okulasi Tanaman Jeruk.