Top Banner
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Selain aspek kesehatan dan kandungan gizi, faktor yang menentukan kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek kelezatan / cita rasa serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan untuk menambah zat gizi penting dalam suatu bahan makanan dan meminimalisasi zat gizi yang kurang bermanfaat. Fermentasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi maupun kesehatan pada suatu bahan makanan yang tadinya kurang diminati masyarakat. Fermentasi dapat menjadi salah satu cara untuk memperoleh sumber nutrisi alternatif saat ini. Salah satu makanan fermentasi yang paling dikenal adalah tempe. Masyarakat Indonesia telah dikenal gemar mengkonsumsi aneka makanan olahan dari kedelai seperti tempe dan tahu. Kedua jenis makanan tersebut sudah sangat dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat selain karena mudah didapat dan juga proses pembuatannya yang sederhana, harganya pun juga relatif murah. Meski masyarakat sejak lama terbiasa mengkonsumsi makanan dari kedelai, namun masih banyak yang belum mengetahui dan menyadari bahwa kedelai memiliki kegunaan yang sangat banyak, diantaranya adalah kandungan gizinya yang cukup tinggi. Tempe adalah produk fermentasi kapang golongan Rhizopus yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang lazim dikenal oleh masyarakat adalah tempe kedelai. Tempe merupakan makanan sumber protein nabati serta kandungan gizinya pun lebih tinggi dibandingkan bahan bakunya yakni kedelai. Saat ini tempe merupakan makanan tradisional yang berpotensi sebagai makanan fungsional. Menurut Cahyadi (2006), tempe juga bermanfaat bagi kesehatan, antara lain menurunkan kolesterol, antidiare, antioksidan, antibiotik, serta meningkatkan penyerapan kalsium dan zat besi
38

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

Mar 19, 2019

Download

Documents

lengoc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan

masyarakat. Selain aspek kesehatan dan kandungan gizi, faktor yang

menentukan kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek kelezatan / cita rasa

serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan

untuk menambah zat gizi penting dalam suatu bahan makanan dan

meminimalisasi zat gizi yang kurang bermanfaat. Fermentasi diharapkan dapat

memberikan nilai tambah secara ekonomi maupun kesehatan pada suatu bahan

makanan yang tadinya kurang diminati masyarakat. Fermentasi dapat menjadi

salah satu cara untuk memperoleh sumber nutrisi alternatif saat ini. Salah satu

makanan fermentasi yang paling dikenal adalah tempe.

Masyarakat Indonesia telah dikenal gemar mengkonsumsi aneka

makanan olahan dari kedelai seperti tempe dan tahu. Kedua jenis makanan

tersebut sudah sangat dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat selain karena

mudah didapat dan juga proses pembuatannya yang sederhana, harganya pun

juga relatif murah. Meski masyarakat sejak lama terbiasa mengkonsumsi

makanan dari kedelai, namun masih banyak yang belum mengetahui dan

menyadari bahwa kedelai memiliki kegunaan yang sangat banyak, diantaranya

adalah kandungan gizinya yang cukup tinggi.

Tempe adalah produk fermentasi kapang golongan Rhizopus yang

amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh

berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai

bahan, tetapi yang lazim dikenal oleh masyarakat adalah tempe kedelai.

Tempe merupakan makanan sumber protein nabati serta kandungan gizinya

pun lebih tinggi dibandingkan bahan bakunya yakni kedelai. Saat ini tempe

merupakan makanan tradisional yang berpotensi sebagai makanan fungsional.

Menurut Cahyadi (2006), tempe juga bermanfaat bagi kesehatan, antara lain

menurunkan kolesterol, antidiare, antioksidan, antibiotik, serta meningkatkan

penyerapan kalsium dan zat besi

Page 2: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

2

Selain tempe kedelai, ternyata juga ada jenis tempe non leguminosa,

salah satunya adalah tempe campuran beras dan kedelai (Hidayat, 2008).

Beras yang digunakan sebagai campuran ini dapat berasal dari berbagai jenis

beras yang ada, salah satunya adalah dari beras pera varietas C4. Pemanfaatan

beras dalam pembuatan tempe ini selain untuk mengurangi proporsi konsumsi

kedelai yang digunakan, juga dapat untuk meningkatkan nilai guna beras C4

kualitas rendah, dikarenakan kandungan nutrisinya cukup tinggi meskipun

dengan karakter fisiknya yang keras dan kurang enak, sehingga kurang

diminati oleh masyarakat. Beras C4 memiliki kandungan amilosa sekitar 24 %

(Indrisari, 2009).

Tempe kedelai merupakan makanan asli Indonesia. Melihat berbagai

manfaat tempe untuk kesehatan, sangat disayangkan bahwa sampai saat ini

ternyata negara kita masih belum dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan

kedelai secara optimal dan masih mengimpor dari negara lain guna

mencukupinya. Menurut Widjang (2008), dari kebutuhan dalam negeri

terhadap kedelai sebesar 2 juta ton/th, sebanyak 1,4 juta ton dipenuhi dari

impor. Beberapa tahun terakhir, produksi nasional kedelai memang rendah,

berkisar antara 600-700 ribu ton/th. Dengan melihat permasalahan tersebut,

maka diperlukan suatu substitusi bahan lain, salah satunya dengan

pemanfaatan beras pera.

Untuk menambah kandungan gizi tempe, dapat pula dilakukan suatu

inovasi pengolahan yakni salah satunya dengan penambahan angkak untuk

meningkatkan kandungan antioksidannya. Angkak secara tradisional

diproduksi dengan menggunakan substrat beras yang difermentasi oleh kapang

Monascus sp. sehingga beras menjadi berwarna merah. Beras putih yang

bersifat pera merupakan substrat yang paling cocok dikarenakan kandungan

amilosanya lebih tinggi dibandingkan amilopektinnya (Tisnadjaja, 2006).

Meskipun beras ini sering disebut beras kualitas paling rendah, tetapi dengan

kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan beras tersebut dapat bermanfaat

untuk kesehatan, diantaranya adalah kandungan indeks glikemiknya rendah

yang biasanya terdapat pada beras yang mempunyai tekstur nasi pera

Page 3: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

3

(Indrasari, 2009). Pemakaian beras pera dalam pembuatan tempe ini dapat

pula diasumsikan sebagai substrat pertumbuhan spora Monascus sp. untuk

menghasilkan tempe-angkak sebagai tempe kedelai kaya antioksidan.

Dari berbagai hasil penelitian, ditemukan adanya berbagai senyawa

dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non gizi), tetapi

diyakini aktif secara fisiologis yang disebut sebagai senyawa bioaktif pangan

nabati (phytochemicals) yang dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah

atau mengurangi risiko penyakit. Komponen bioaktif ini umumnya terdapat

secara alami dalam makanan ataupun terbentuk selama proses pengolahan.

Kebanyakan dari kelompok phytochemicals ini berperan sebagai antioksidan

alami. Produk pangan yang mengandung senyawa ini dikategorikan sebagai

makanan fungsional (functional food), dengan fungsi sampingnya juga sebagai

sumber zat gizi (Silalahi, 2006). Tempe kedelai merupakan sumber isoflavon

potensial untuk menunjang kesehatan tubuh dikarenakan bermanfaat sebagai

antioksidan.

Dalam produk tempe, selain mengandung isoflavon sebagai senyawa

antioksidan, juga terdapat kandungan dietary fiber atau serat pangan yang

tinggi. Sekitar setengah dari kandungan karbohidrat dalam kedelai merupakan

serat. Kira-kira hanya sekitar sepertiga sampai setengah dari seluruh serat

kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber (Winarno, 1986). Serat

makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh

enzim-enzim pencernaan pada manusia (Piliang dan Djojosoebagio, 2002).

Selain isoflavonnya, serat pangan (dietary fiber) kedelai juga bersifat

antikanker. Serat melindungi tubuh dari jenis kanker pencernaan seperti

kanker usus dan kanker rektal (Winarsi, 2007).

Oleh sebab itu, diperlukan suatu studi atau penelitian untuk melakukan

modifikasi bahan baku dalam pembuatan tempe dengan menambahkan angkak

dan filler beras sebagai substrat penunjang pertumbuhan spora Monascus sp.

dalam angkak. Hal ini dilakukan guna menghasilkan produk tempe

kedelai – angkak yang memiliki karakteristik baik dan dapat diterima oleh

konsumen serta dapat menghasilkan tempe yang diperkaya kandungan

Page 4: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

4

antioksidannya dari pemanfaatan angkak dan dapat menjadi sumber serat

pangan yang optimal. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini selanjutnya

diharapkan dapat berperan dalam menyediakan alternatif pangan yang sehat

dan juga bergizi tinggi bagi masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Tempe telah dikenal lama sebagai sumber protein, tetapi tempe juga

berpotensi sebagai pangan fungsional (functional food) yang kaya antioksidan.

Pemanfaatan angkak sebagai sumber antioksidan belum banyak diterapkan

pada bahan pangan hasil fermentasi, misalnya tempe. Penambahan angkak

dalam pembuatan tempe dengan filler beras ini perlu dikaji lebih lanjut untuk

mengetahui sinergi (interaksi) antara pertumbuhan miselium kapang tempe

dengan spora Monascus sp. yang terdapat dalam bubuk angkak untuk

menghasilkan tempe – angkak yang disukai dan bergizi. Dari percobaan

pendahuluan, telah didapatkan konsentrasi penggunaan angkak yang dapat

digunakan pada pembuatan tempe adalah 2 % sesuai dengan konsentrasi ragi

yang digunakan. Fermentasi dalam pembuatan tempe telah diketahui akan

meningkatkan kandungan antioksidannya (Retno dan Handayani, 2010),

sedangkan untuk tempe dari bahan baku kedelai – beras yang ditambah

angkak belum diketahui bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap

aktivitas antioksidan serta kandungan dietary fiber yang dihasilkan sebagai

senyawa fungsional dalam tempe. Dari uraian di atas, maka rumusan masalah

yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh variasi penambahan filler beras dan lama

fermentasi terhadap aktivitas antioksidan pada tempe – angkak yang

dihasilkan ?

2. Bagaimanakah pengaruh variasi penambahan filler beras dan lama

fermentasi terhadap kandungan dietary fiber / serat pangan pada

tempe – angkak yang dihasilkan ?

3. Berapakah formulasi yang sesuai dari variasi perlakuan tersebut, yang

mampu menghasilkan aktivitas antioksidan dan kandungan dietary fiber

yang optimal pada tempe ?

Page 5: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh variasi penambahan filler beras dan lama fermentasi

terhadap aktivitas antioksidan pada tempe kedelai – angkak

2. Mengetahui pengaruh variasi penambahan filler beras dan lama fermentasi

terhadap kandungan dietary fiber pada tempe kedelai – angkak

3. Mengetahui formulasi perlakuan yang sesuai dan mampu menghasilkan

aktivitas antioksidan dan kandungan dietary fiber yang optimal pada

tempe yang dihasilkan

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah :

1. Meningkatkan pemanfaatan angkak dalam pembuatan produk makanan

fermentasi untuk meningkatkan kandungan antioksidannya.

2. Memperkenalkan variasi produk tempe kedelai dengan campuran beras

pera sebagai salah satu alternatif bahan campuran dalam pembuatan tempe

kedelai yang aman dan layak dikonsumsi.

3. Memberikan informasi ilmiah mengenai formulasi yang terbaik dalam

menentukan perbandingan filler beras dan kedelai dengan penambahan

angkak dalam pembuatan tempe – angkak yang disukai dan juga bergizi.

Page 6: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

6

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kedelai

Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae,

sub famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai

liar yang disebut Glycine unriensis (Samsudin, 1985). Menurut Ketaren

(1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan

komposisi kimianya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh varietas dan

kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai tersusun tiga

komponen utama, yaitu kulit, daging (kotiledon), dan hipokotil dengan

perbandingan 8:90:2. Bentuk fisik dari polong atau biji kedelai kuning dan

juga tanaman kedelai, dapat pula dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Kedelai (Anonim, 2009b)

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua

spesies, yakni Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa

berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam

berbiji hitam). Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik

seperti RRC dan Jepang selatan. Menurut Tjitrosoepomo, G (1996)

kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi)

diklasifikasikan sbb :

Kerajaan : Plantae

Filum : Magnoliophyta Famili : Fabaceae

Kelas : Magnoliopsida Genus : Glycine

Ordo : Fabales Spesies : Glycine max (L) (Martin dan Leonardo, 1962 dalam Tjitrosoepomo, 1996)

Page 7: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

7

Kedelai merupakan sumber gizi yang penting. Menurut Astuti

(2003 dalam Anonim, 2009c), komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung

varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya.

Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48%

sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%.

Tabel 2.1 Komposisi Kimiawi Kedelai Kering per 100 gr Biji Komposisi Jumlah

Kalori (kkal) 331 Protein (gr) 34,9 Lemak (gr) 18,1 Karbohidrat (gr) 34,8 Kalsium (mg) 227 Fosfor (mg) 585 Besi (mg) 8,0 Vitamin A (SI) 110 Vitamin B1 (mg) 1,1 Air (gr) 7,5

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1972.

Dari Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa kandungan protein kedelai

sedikit lebih tinggi dibandingkan karbohidratnya, sehingga kedelai dapat

dikatakan sebagai sumber protein pangan nabati yang potensial. Selain itu,

dalam kedelai juga terdapat kandungan mineral (kalsium, fosfor, besi) dan

vitamin (Vit. A dan Vit. B1). Sedangkan menurut Snyder and Kwon

(1987), komposisi kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2%

karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5% abu, dan 6,6% air.

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang

banyak disintesa oleh tanaman. Seperti halnya vitamin C, E, dan

karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan

tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Isoflavon

menjadi terkenal karena berdasarkan penelitian diketahui bahwa zat gizi

ini berperan dalam mencegah terjadinya kanker dan gangguan jantung.

Dari beberapa jenis tanaman, kandungan isoflavon yang lebih tinggi

terdapat pada tanaman Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai.

Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat

pada biji kedelai, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan

Page 8: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

8

tumbuh menjadi tanaman. Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4

mg/gr kedelai (Anonim, 2008b). Senyawa isoflavon ini pada umumnya

berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui

ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah Genistin,

Daidzin, Glisitin (Pradana, 2008). Selama proses pengolahan, baik melalui

proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat

mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat

diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi

aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah Genistein, Daidzein, dan

Glisitein (Pawiroharsono, 1995).

2. Tempe

a. Jenis dan Khasiat Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat melalui proses fermentasi

terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan

beberapa jenis kapang Rhizopus sp. seperti Rhizopus oligosporus yang

secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Kapang yang tumbuh pada

kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa

sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat

pangan (dietary fiber), kalsium, vitamin B, zat besi. Berbagai macam

kandungan dalam tempe mempunyai sifat fungsional / fitokimia, salah

satunya adalah senyawa antioksidan sebagai pencegah penyakit

degeneratif. Secara umum tempe berwarna putih karena pertumbuhan

miselium kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk

tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai saat

fermentasi, membuat tempe memiliki rasa dan aroma yang khas

(Anonim, 2010).

Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan

flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang

tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga

disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara

biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen

Page 9: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

9

dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah

fermentasi (Kasmidjo, 1990). Bentuk fisik tempe kedelai dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Produk Tempe (Anonim, 2010)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Tempe Kedelai Komposisi Jumlah ( %)

Nitrogen (db) 7,5 % Air (wb) 61,2 % Abu (db) 4,3 % Minyak kasar (db) 22,2 % Serat kasar (db) 3,4 % Protein kasar (db) 41,5 % Karbohidrat (db) 29,6 %

Sumber : Cahyadi, 2006.

Dari Tabel 2.2, dapat dilihat bahwa jika dibandingkan dengan

komposisi kimia biji kedelai menurut Direktorat Gizi Depkes RI

(1972), ternyata kandungan protein tempe meningkat. Menurut

Kasmidjo (1990), selama proses fermentasi tempe terjadi perubahan

jumlah kandungan asam-asam amino yang secara keseluruhan jumlah

asam-asam amino akan mengalami kenaikan setelah proses fermentasi.

Sedangkan kandungan karbohidratnya sedikit menurun dikarenakan

proses fermentasi tempe akan menyebabkan degradasi komponen

karbohidrat menjadi senyawa gula yang lebih sederhana. Selain itu,

dalam tempe ternyata juga mengandung serat kasar yang bagus untuk

kesehatan.

Menurut Hidayat (2008), selain jenis tempe kedelai ada jenis

tempe yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai dan tempe non

leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe

benguk, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe

Page 10: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

10

kacang hijau, tempe kacang merah, dsb. Sedangkan jenis tempe non

leguminosa diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe

campuran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek,

tempe ampas kacang, tempe tela, dan lain-lain.

Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-3144-1992, tempe

kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh

kapang tertentu. Tempe berbentuk padatan kompak dan berbau khas

serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.

Tabel 2.3 Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut SNI 01-3144-1992 Kriteria Uji Persyaratan

Keadaan · Bau · Warna · Rasa

normal (khas tempe) normal normal

Air (% b/b) maks 65 Abu (% b/b) maks 1,5 Protein (% b/b) Min 20 Cemaran mikroba · E. coli · Salmonela

maks 10 negatif

Sumber : Anonim, 2009a.

Menurut Tabel 2.3, mutu kedelai yang sesuai dengan SNI

tersebut diantaranya adalah keadaan fisiknya, yakni baunya harus khas

tempe, warna dan rasanya juga harus normal yakni tidak ada

penyimpangan rasa maupun warna tempe (putih). Kandungan airnya

maksimal adalah 65 % untuk menghindari kontaminasi jamur lain

yang dapat menyebabkan pembusukan tempe lebih cepat serta

kandungan abunya harus dibawah 1,5 %. Sedangkan kandungan

protein pada tempe dianjurkan untuk di atas 20 % agar dapat menjadi

sumber protein nabati yang potensial. Untuk cemaran mikroba E. coli

tidak boleh lebih dari 10 cfu/gr dan pada tempe juga tidak boleh ada

cemaran mikroba Salmonela.

Kandungan isoflavon aglikon pada tempe ternyata lebih besar

dibandingkan pada kedelai sebelum difermentasi. Kenaikan kandungan

isoflavon aglikon tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4

Page 11: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

11

Tabel 2.4 Kandungan Isoflavon Pada Kedelai dan Tempe

Komponen Kedelai sebelum

difermentasi (mg/100 gram)

Setelah difermentasi R oryzae

(mg/100 gram) R oligosporus

(mg/100 gram) Genistein 1,60 4,94 13,80 Daidzein 1,80 3,80 12,90 Genistin 52,55 19,94 10,00 Daidzin 74,60 21,56 8,06

Sumber : Wuryani, 2009.

Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan isoflavon

selama proses fermentasi. Saat kedelai belum difermentasi, kandungan

isoflavon yang mendominasi adalah isoflavon glikosidanya (Genistin

dan Daidzin). Setelah difermentasi, terutama dengan kapang Rhizopus

oligosporus, ternyata kandungan senyawa isoflavon aglikonnya

(Genistein dan Daidzein) meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa

proses fermentasi kedelai menjadi tempe, ternyata dapat meningkatkan

isoflavon bebas (aglikon) dari perubahan isoflavon glikosida karena

aktivitas enzim β-Glukosidase (Ebata et al., 1972).

Sebagai akibat perubahan fermentasi kedelai, dihasilkan produk

tempe yang lebih enak, lebih bergizi, dan lebih mudah dicerna dari

pada kedelai. Salah satu faktor penting dalam perubahan tersebut

adalah terbebasnya senyawa-senyawa isoflavon dalam bentuk bebas

(aglikon), dan teristemewa hadirnya Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi

isoflavon), yang terdapat pada tempe tetapi tidak terdapat pada kedelai.

Faktor-II ternyata berpotensi 10 kali lebih tinggi (dibanding dengan

jenis isoflavon yang lainnya) sebagai antioksidan dan berperan sebagai

antihemolitik, penurun tekanan darah, anti kanker, dan sebagainya

(Karyadi dan Hermana, 1995).

Tempe merupakan bahan makanan yang kaya senyawa

antioksidan, antara lain senyawa isoflavon (Esaki, et al., 1996 dalam

Susanto, dkk., 1998). Pembuatan tempe akan meningkatkan persentase

penghambatan oksidasi. Selama fermentasi tempe terjadi kenaikan

aktivitas antioksidan yang kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama terhidrolisisnya senyawa isoflavon glikosida pada biji kedelai

Page 12: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

12

menjadi senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon oleh enzim β-

Glukosidase pada saat proses perendaman biji. Enzim ini dihasilkan

pula oleh mikroorganisme Rhizopus oligosporus selama fermentasi.

Menurut Restuhadi (1993), denaturasi enzim β-Glukosidase dengan

cara pemanasan biji kedelai sebelum direndam dan difermentasi

ternyata menghambat hidrolisis glukosida.

Murata et.al. (1967 dalam Susanto dkk., 1998) menyatakan

bahwa kedelai dalam bentuk tempe ternyata lebih stabil terhadap

proses oksidasi lemak dibanding dalam bentuk kedelai rebus. Hal ini

diperkuat pula oleh pernyataan Gyorgy et.al., (1964 dalam Shurtleff

and Aoyagi, 1979), yang mengatakan bahwa Faktor-II merupakan

senyawa paling aktif dibandingkan ketiga isoflavon aglikon lain yang

hanya terbentuk selama fermentasi tempe dan tidak terdapat pada biji

kedelai. Isoflavon merupakan komponen senyawa fenolik. Aktivitas

antioksidan dari isoflavon meningkat seiring dengan waktu fermentasi.

Isoflavon yang terdapat pada biji kedelai dorman adalah dalam

bentuk isoflavon glikosida yaitu daidzin (23 %), genistin (64 %), dan

glisitin (13 %) (Naim, 1973). Isoflavon glikosida tersebut mempuyai

aktivitas fisiologis yang rendah. Selanjutnya pada proses fermentasi

kedelai rendam dengan kapang Rhozopus oligosporus, daidzein dapat

mengalami proses hidroksilasi sehingga menjadi senyawa Faktor-II.

Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan dan antihemolisis yang

lebih baik dari daidzein dan genistein. Menurut Walter (1941), genistin

dan daidzin serta konjugat glukosidanya berada dalam konsentrasi

diatas 3 mg/1 biji kedelai.

Menurut penelitian Barz et al. (1993), setelah fermentasi

Faktor-II akan dibebaskan walaupun jumlahnya sangat kecil. Faktor-II

dipandang sebagai senyawa yang sangat prospektif sebagai senyawa

antioksidan (10 kali aktivitas dari vitamin A dan sekitar 3 kali dari

senyawa isoflavon aglikon lainnya pada tempe). Biosintesis Faktor-II

dihasilkan melalui demetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium

Page 13: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

13

epidermis dan Micrococcus luteus atau melalui reaksi hidroksilasi

daidzein. Senyawa isoflavon aglikon Daidzein dan Genistein dapat

mengalami transformasi lebih lanjut membentuk senyawa baru yaitu

Faktor-II.

Mengingat adanya kandungan isoflavon dalam kedelai dapat

berkhasiat sebagai antioksidan, maka tempe kedelai dapat

direferensikan sebagai bahan baku sumber antioksidan alami.

Disamping itu, isoflavon daidzein, genestein, glisitein, dan Faktor-II

juga mempunyai khasiat lain diantaranya sebagai estrogenik (zat yang

mirip estrogen), anti inflamasi, anti tumor/kanker, anti hemolisis, anti

kontriksi (penyempitan pembuluh darah), anti kolesterol, menurunkan

kadar trigliserida VLDL dan LDL serta meningkatkan HDL

(Pawiroharsono, 1995).

b. Proses Pembuatan Tempe dan Perubahan Gizinya

Pembuatan tempe kedelai melalui tiga tahap, yaitu (1) hidrasi dan

pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk

daerah tropis kira-kira semalam); (2) pemanasan biji kedelai, yaitu

dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh jamur

tempe yang banyak digunakan ialah Rhizopus olygosporus

(Kasmidjo, 1990). Pada akhir fermentasi, kedelai akan terikat kompak.

Proses penempean akan menghilangkan flavour asli kedelai,

mensintesis vitamin B12, meningkatkan kualitas protein dan

ketersediaan zat besi dari bahan (Agosin, 1989).

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu

bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe),

dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam

proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji

kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa

kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus

stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies atau ketiganya) dan

lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal 6.8,

Page 14: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

14

kelembaban nisbi 70-80%. Selain menggunakan kapang murni, laru

juga dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan tempe

(Ferlina, 2009).

Selama ini tempe kedelai yang dikonsumsi oleh masyarakat di

pasaran adalah tempe hasil fermentasi kedelai selama 36-48 jam. Lama

waktu fermentasi tersebut merupakan lama waktu fermentasi kedelai

untuk menghasilkan tempe yang paling optimum dari sisi cita rasa

untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan tempe jika fermentasinya lebih

dari 48 jam maka akan menghasilkan tempe yang mempunyai rasa

agak pahit (over fermented) bila dikonsumsi / diproses lebih lanjut

(Shurtleff and Aoyagi, 1979).

Ciri tempe yang “berhasil” adalah ada lapisan putih di sekitar

kedelai dan pada saat dipotong, tempe tidak hancur. Perlu diperhatikan

agar tempe berhasil yakni alat yang dipergunakan untuk membuat

tempe sebaiknya dijaga kebersihannya. Menjaga kebersihan pada saat

membuat tempe ini sangat diperlukan karena fermentasi tempe hanya

terjadi pada lingkungan yang higienis. Gangguan pada pembuatan

tempe diantaranya adalah tempe tetap basah, jamur tumbuh kurang

baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam dipermukaan tempe, dan

jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat (Hidayat, 2008).

Jenis Rhizopus untuk pembuatan tempe menurut Hidayat (2008)

diantaranya sebagai berikut: (a) R. oligosporus, memiliki aktivitas

protease & lipase paling kuat, aktivitas amilase paling lemah, baik

digunakan untuk tempe dari serealia atau campuran kedelai-serealia;

(b) R. oryzae, memiliki aktivitas amilase paling kuat, tidak baik untuk

tempe serealia, aktivitas protease di bawah R. oligosporus; (c)

R. arrhizus, memiliki aktivitas amilase kedua setelah R. oryzae,

mempunyai aktivitas pektinase; (d) R. stolonifer, tidak memiliki

aktivitas amylase, bagus untuk tempe serealia/kedelai, aktivitas

protease paling rendah, tumbuh pada suhu rendah (2500C); (e)

R. achlamydosporus, memiliki aktivitas protease yang tinggi, memiliki

Page 15: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

15

aktivitas amilase cukup baik, bagus untuk tempe tetapi belum umum;

(f) R. cohnii, baik digunakan untuk tempe koro benguk atau kedelai.

Syarat-syarat untuk pertumbuhan jamur tempe menurut Shurtleff

and Aoyagi (1979), meliputi kandungan oksigen, kelembaban, suhu,

pH, dan komposisi nutrient-nya. Dari segi kapasitas oksigen, tempe

biasanya diproduksi dengan substrat padat dan fermentasinya aerobik

(butuh oksigen). Menurut Roelofsen and Thalens (1964 dalam

Shurtleff and Aoyagi 1979) menemukan bahwa jamur tumbuh baik

pada kedelai saat kelembabannya 64-55 %, sedangkan menurut Wang

et al. (1975 dalam Shurtleff and Aoyagi, 1979), R. Oligosporus

tumbuh baik pada range 40-50%. Untuk syarat suhu pertumbuhannya,

jamur tempe akan tumbuh baik pada kisaran 30 – 370C sedangkan

pada suhu panas 600C, spora jamur akan mati. Syarat pHnya, menurut

Sorrenson and Hesseltine (1966 dalam Shurtleff and Aoyagi, 1979),

R. Oligosporus akan tumbuh baik pada range pH 3,4 – 6. Sedangkan

kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhannya, dibutuhkan sumber karbon

lebih besar dibandingkan sumber nitrogennya.

Page 16: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

16

Ada beberapa tahapan dalam pembuatan tempe. Tahap-tahap

pembuatan tempe menurut Wijayanti (2002) dalam Ali (2008) dapat

digambarkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe (Ali, 2008)

Perebusan pertama bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan

memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk

menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu

perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai.

Penyortiran

Pembungkusan

Pemeraman (Fermentasi)

Penirisan dan Pendinginan

Penginokulasian (Peragian)

Perebusan II

Perendaman

Pengupasan Kulit

Perebusan I

Pencucian

Kedelai

Tempe

Page 17: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

17

Perebusan dilakukan selama 30 menit atau ditandai dengan mudah

terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari tangan (Ali, 2008).

Pengupasan kulit bertujuan untuk membuang kulit kedelai, sebab

bila kulit kedelai tidak dibuang maka kapang tempe tidak dapat

tumbuh pada biji kedelai. Pada pengupasan kulit diusahakan agar

keping lembaga kedelai (kotiledon) terpisah, karena penetrasi

miselium kapang lebih banyak terjadi pada permukaan datar daripada

permukaan yang lengkung. Pengupasan kulit dapat dilakukan dengan

menggunakan mesin maupun tangan. (Ali, 2008).

Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah

pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika

perendaman, pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses

fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam

laktat. Perendaman juga betujuan untuk memberikan kesempatan

kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin

pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak

mempengaruhi pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya

bakteri yang tidak diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air

biasa atau air yang ditambah asam asetat sehingga pH larutan

mencapai 4-5. Perendaman dapat dilakukan selama 12-16 jam pada

suhu kamar (25-30˚C) (Ali, 2008).

Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi,

sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula,

yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman memberi kesempatan

pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan

pH dalam biji menjadi sekitar 4,5–5,3. Dilaporkan bakteri yang

berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei,

Streptococcus faecium, dan Streptococcus epidermidis. Kondisi ini

memungkinkan terhambatnya pertumbuhan bakteri yang bersifat

patogen dan pembusuk yang tidak tahan terhadap asam. Selain itu,

Page 18: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

18

peningkatan kualitas organoleptiknya juga terjadi dengan terbentuknya

aroma dan flavor yang unik (Ali, 2008).

Proses fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri

mempunyai arti penting ditinjau dari aspek gizi. Keuntungan lain dari

kondisi asam dalam biji adalah menghambat kenaikan pH sampai di

atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskan

amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. pH di atas 7,0

dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur

tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap

pemanasan dan larut dalam air yang bersifat menghambat

pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan juga dapat menghambat

aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini menunjukkan

bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk

menghilangkan komponen tersebut (Ali, 2008).

Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji.

Makin tinggi suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya,

tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan

penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam

(Hidayat, 2008). Selain perubahan tersebut, Pawiroharsono (1995),

menyatakan bahwa 99 % isoflavon glikosida yang terdapat pada biji

kedelai, selama proses perendaman dapat terhidrolisis menjadi

isoflavon aglikon dan glukosa. Isoflavon aglikon mempunyai aktivitas

fisiologis yakni aktivitas antioksidan yang tinggi.

Perebusan II bertujuan untuk lebih melunakkan biji kedelai

sehingga memudahkan kapang menembus keping-keping biji kedelai.

Selain itu, dengan perebusan akan membunuh bakteri yang

kemungkinan tumbuh selama perendaman, menonaktifkan tripsin

inhibitor dan beberapa zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan

kapang serta mengurangi zat anti gizi (Ali, 2008).

Biji kedelai harus didinginkan sampai suhu 30˚C sebelum

peragian. Biji kedelai harus benar-benar kering angin pada saat

Page 19: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

19

inokulasi sehingga pada permukaan tidak terjadi gangguan karena

adanya uap air yang dapat mendorong pertumbuhan bakteri yang tidak

diinginkan. Penirisan dan pendinginan bertujuan mengurangi kadar air

dan menurunkan suhu dalam biji sampai sesuai dengan kondisi

pertumbuhan jamur (Samson, 1987).

Kapang memerlukan oksigen yang cukup untuk memacu

pertumbuhannya, apabila kadar oksigen kurang pertumbuhan kapang

pada substrat lambat. Uap air yang berlebihan akan menghambat difusi

oksigen ke dalam kedelai sehingga dapat menghambat pertumbuhan

kapang. Untuk itu pada saat pembungkusan sebaiknya aliran udara

diatur agar tidak terlalu kedap, yaitu dengan memberi lubang apabila

dibungkus dengan plastik. Selain oksigen kapang juga memerlukan

suhu dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhannya. Kedelai

calon tempe harus mengandung cukup air. Apabila terlalu kering dan

kelembaban kurang maka substrat kedelai sukar ditembus dan

dilapukkan oleh miselium kapang. Sebaliknya apabila terlalu basah,

maka akan menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan

miselium kapang terhambat (Ali, 2008).

Selama pembuatan tempe terjadi kenaikan suhu sampai 40˚C

karena adanya pertumbuhan kapang, dan hifa kapang yang akan

melakukan penetrasi ke dalam keping biji kedelai. Fermentasi ini

dilakukan selama 12-24 jam. Apabila kondisi pemeraman sesuai maka

miselium kapang akan tumbuh dan mengeluarkan enzim protease,

lipase, dan amilase ke lingkungan sekitarnya. Enzim-enzim tersebut

akan menguaraikan protein, lemak, dan karbohidrat yang terdapat pada

kepingan biji kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti

asam amino, asam lemak, dan glukosa (Ali, 2008).

Sedangkan menurut Yoneya (2009), fermentasi tempe dilakukan

pada suhu 25oC-37oC selama 36-48 jam. Suhu yang terlalu tinggi, di

atas 42oC, dapat merusak pertumbuhan kapang dan berpotensi

berkembangnya bakteri pembusuk yang tahan panas atau disebut

Page 20: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

20

termofilik. Lamanya fermentasi tempe yang ideal adalah 36 jam.

Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan

perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Perubahan zat gizi

selama proses pembuatan tempe dapat dilihat pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Perbedaan Kandungan Gizi Kedelai & Tempe (100gr) Kandungan Gizi Kedelai Tempe

Protein (gr) 46,2 46,5 Lemak (gr) 19,1 19,7 Karbohidrat (gr) 28,2 30,2 Kalsium (mg) 254 347 Besi (mg) 11 9 Fosfor (mg) 781 724 Vitamin B1 (UI) 0,48 0,28 Vitamin B12 (UI) 0,2 3,9

Sumber : Sutomo, 2008.

Menurut Sutomo (2008), Tabel 2.5 menunjukkan bahwa

komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya

meningkat dibandingkan dengan kedelai. Karena adanya enzim

pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak,

dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam

tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Kandungan protein

pada tempe cukup tinggi yakni di atas 40 %. Proses fermentasi yang

terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa makromolekul

komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan

karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana. Selain itu,

kandungan vitamin B12 dalam tempe juga meningkat tajam

dibandingkan pada kedelai.

3. Kandungan Gizi Beras

Beras adalah butir padi yang telah dibuang kulit luar (sekam) atau

disebut epicarp. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian

besar masyarakat Indonesia. Beras (Oryza sativa) merupakan famili

Gramineae yang komposisi utamanya adalah pati (sekitar 80%).

Page 21: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

21

Tabel 2.6 Nilai Nutrisi Beras Putih (100 gr) Kandungan Nutrisi Jumlah Kandungan Nutrisi Jumlah

Energi 370 kkal Riboflavin 0,055 mg Air 10,46 gr Niasin 2,145 mg Protein 6,81 gr Vitamin B6 0,824 mg Karbohidrat 81,68 gr Folate 0,107 mg Total lemak 0,55 gr Vitamin B12 7 mcg Serat 2,8 gr Asam lemak jenuh 0,111 gr Ampas 0,49 gr Tritophan 0,079 gr Kalsium 11 mg Threonin 0,244 gr Besi 1,6 mg Isoleucine 0,294 gr Magnesium 23 mg Leucine 0,563 gr Phosphor 71 mg Licine 0,246 gr Thiamin 0,18 mg Cystine 0,14 gr

Sumber : Anonim, 2000.

Dari Tabel 2.6, dapat dilihat bathwa kandungan nutrisi pada beras

putih yang paling dominan adalah kandungan karbohidratnya (lebih dari

80 %) sehingga beras sering pula disebut sebagai sumber karbohidrat.

Selain itu, terdapat pula kandungan nutrisi penting yang lain dalam beras

putih yaitu serat, dan beberapa mineral serta vitamin. Menurut Hanny

(2002), komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan

cara pengolahannya. Selain pati, karbohidrat beras juga terdiri dari

sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Dengan

demikian sifat fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia

patinya. Bentuk fisik berbagai macam beras dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Komoditi Beras (Anonim, 2009d)

Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Hampir

90% berat kering beras adalah pati, yang terdapat dalam bentuk granula.

Pati beras terbentuk oleh dua jenis molekul polisakarida yang masing-

masing merupakan polimer glukosa. Kedua molekul pembentuk pati

tersebut adalah amilosa dan amilopektin. Cita rasa dan mutu masak dari

Page 22: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

22

beras terutama ditentukan oleh kadar amilosa dan amilopektinnya.

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat

golongan, yaitu ketan (2-9 %), beras beramilosa rendah (9-20 %), beras

beramilosa sedang (20-25 %), dan beras beramilosa tinggi (25-33 %).

Kadar amilosa berpengaruh terhadap rasa nasi. Perbandingan antara

amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur pera atau tidaknya nasi,

cepat atau tidaknya mengeras, dan lengket atau tidaknya nasi. Makin

tinggi kadar amilosa dalam beras, makin keras dan pera nasi yang

dihasilkan. Beras dengan kadar amilosa tinggi umumnya kurang disukai

untuk dijadikan nasi, sehingga harganya pun lebih murah. Beras yang pera,

misalnya jenis PB, IR. Semeru, Asahan, Hongkong. Siam, dan Birma.

Beras pera mempunyai stabilitas dan tahan untuk tetap utuh dalam

pemanasan yang tinggi sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk

menjadi kuat, tidak mudah hancur atau remuk. Jenis beras yang pulen akan

menghasilkan adonan yang lembek dan lengket (Astawan, 2009).

Beras mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 77 %,

protein 8-9 %, lemak 2 %, serat 1-2 % dan lain-lain 11,1 %. Selain

mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan oleh tubuh seperti

karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu, dan vitamin B, beras juga

mengandung unsur mineral seperti kalsium, magnesium, sodium, fosfor,

garam zink, dll (Nurmala, 1998). Selain itu beras juga termasuk sumber

serealia yang memiliki kandungan serat pangan yang relatif cukup baik

untuk kesehatan meskipun nilai seratnya masih lebih tinggi gandum

(Aminuddin, 2009). Beras patah atau yang biasa disebut dengan beras pera

memiliki kandungan amilosa lebih dari 27 % (beramilosa tinggi)

(Astawan, 2009).

Indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh kadar amilosa,

protein, lemak, serat, dan daya cerna pati. Daya cerna pati merupakan

kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh.

Karbohidrat yang lambat diserap menghasilkan kadar glukosa darah yang

rendah dan berpotensi mengendalikan kadar glukosa darah. Kandungan

Page 23: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

23

pati dan komposisi amilosa/amilopektin berpengaruh terhadap daya cerna

pati beras atau nasi. Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa amilosa

lebih lambat dicerna dibandingkan dengan amilopektin, karena amilosa

merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus. Rantai yang

lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah

tergelatinasi. Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan

dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana, bercabang,

dan struktur terbuka. Berdasarkan karakteristik tersebut maka bahan

pangan yang mengandung amilosa tinggi memiliki aktivitas hipoglikemik

yang lebih tinggi dibanding bahan pangan yang mengandung amilopektin

tinggi. Oleh karena itu, beras dengan kandungan amilosa tinggi cenderung

memiliki indeks glikemik yang rendah dan cocok dikonsumsi oleh

penderita diabetes, contohnya adalah beras C4 dengan kandungan amilosa

± 24 % dan indeks glikemiknya masuk kategori sedang (Indrasari, 2009).

4. Angkak

a. Bahan Baku Pembuatan Angkak

Berbagai varietas beras dapat digunakan sebagai medium

pertumbuhan kapang M. purpureus. Bahan baku yang digunakan pada

proses pembuatan angkak adalah beras pera dengan intensitas amilosa

yang tinggi dan amilopektin yang rendah Beras pera merupakan

substrat yang baik untuk pembuatan angkak. Sedangkan pertumbuhan

kapang M. purpureus pada beras ketan akan terhalang oleh melekatnya

butiran ketan satu sama lain. Beras mempunyai kandungan amilosa

yang berkaitan erat dengan tingkat kepulenannya. Beras pera memiliki

intensitas amilosa yang tinggi yakni 25-30%. Kandungan protein pada

beras umumnya berkisar antara 6-10%. Di samping itu beras juga

mengandung vitamin B1, fosfat, kalium, asam amino, dan garam zinc.

Kandungan senyawa-senyawa ini dapat mempengaruhi produksi

pigmen. M. purpureus Jmba adalah isolat yang diketahui dapat

memproduksi lovastatin sampai 0,92 % ( Kasim, 2006 ).

Page 24: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

24

Kandungan pati dalam beras pera yang paling dominan adalah

amilosa. Amilosa tersusun atas monomer-monomer glukosa yang

dihubungkan oleh ikatan α (1,4) glukosida. Kapang M. Purpureus

menghasilkan enzim amilase yang berfungsi menghidrolisis amilosa

menjadi glukosa dan maltosa melalui pemutusan ikatan α (1,4)

glukosida. Glukosa mudah digunakan untuk metabolisme mikroba

(Santosa, 1985).

Angkak dibuat dengan cara memasukkan sekitar 25 gr nasi ke

dalam cawan petri, yang kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf

pada suhu 1210C selama 15 menit. Tujuan sterilisasi adalah untuk

membunuh semua mikroba agar tidak mengkontaminasi dan

mengganggu proses pembuatan angkak. Setelah didinginkan hingga

suhu sekitar 360C, nasi tersebut diinokulasi dengan 2 gr inokulum

Monascus purpureus. Setelah itu, campuran tersebut diaduk hingga

rata dan diinkubasikan pada suhu 27-320C selama 14 hari. Monascus

memerlukan unsur baik karbon, nitrogen, vitamin, mineral dan faktor

lingkungan seperti pH, oksigen, kelembaban, cahaya dan suhu.

Rentang keasaman bagi produksi pigmen Monascus adalah 3-7,5 dan

kisaran suhu 20°C-370C dengan kondisi optimum 27°C (Vedder,

2008). Menurut Tisnadjaya (2006), beras yang akan diguanakan

sebaiknya direndam dahulu untuk meningkatkan kadar air yang

dibutuhkan sel kapang selama proses fermentasi. Kapang Monascus

sp. merupakan mikroba yang bersifat aerob sehingga persediaan

oksigen (udara) harus memadai.

b. Potensi dan Pemanfaatan Angkak

Angkak dapat dimanfaatkan untuk membuat arak merah yang

terbuat dari beras, sebagai bahan pengawet makanan, dan untuk obat.

Berdasarkan penelitian, angkak mampu menurunkan kadar kolesterol

darah. Kolesterol dikenal sebagai penyebab utama terjadinya

aterosklerosis. Akibatnya, saluran pembuluh darah, khususnya

pembuluh darah koroner, menjadi sempit dan menghalangi aliran darah

Page 25: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

25

di dalamnya. Keadaan ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung

koroner (PJK) dan stroke (Priantono, 2009).

Gambar 2.5 Produk Angkak (Anonim, 2007)

Ekstrak angkak merah mengandung sterol, isoflavon, MUFA

(Mono Unsaturated Fatty Acid) dan Monacolin-K yang merupakan

lovastatin yaitu salah satu obat terapi penurun lipid (kadar kolesterol

dalam darah) (Liu J et al., 2006 dalam Anonim, 2007). Beras yang

semula putih berubah warna menjadi merah gelap (Fitriani, 2006).

Bentuk butiran beras angkak ini dapat dilihat pada Gambar 2.5. Produk

Monascus ini telah lama digunakan sebagai makanan sehat dan

makanan tambahan untuk penderita hiperkolesterolemia yang

penggunaannya telah di setujui oleh Food Drug Administration ( FDA)

sejak 1998 ( Dhanutirto, 2004 ).

Hasil uji toksisitas menunjukkan pigmen angkak cukup aman

digunakan dalam makanan, mengurangi penggunaan nitrit dalam

memperbaiki warna merah daging olahan seperti sosis dan ham daging

sapi, serta menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan perusak

berspora seperti Bacillus cereus dan Bacillus stearothermophilus.

Warna merahnya juga stabil dalam proses pengolahan (Ardiansyah,

2007a). Fungsi inilah yang kemudian menjadikan angkak sebagai

bahan tambahan alami pada produk olahan pangan yang

menguntungkan.

Angkak menghasilkan empat pigmen, dua pigmen utama

berwarna merah bernama monaskorubin dan monaskin. Dengan

fermentasi inilah, manfaat beras ternyata tidak cuma mengenyangkan.

Setelah diberi kapang jenis tertentu, beras berubah warna dan

Page 26: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

26

bertambah senyawa aktifnya, salah satunya monakolin-K yang sifatnya

seperti lovastatin yaitu bisa menghambat produksi kolesterol dalam

tubuh. Jumlah lovastatin angkak merah bervariasi tergantung jenis

kapang yang digunakan. Beras yang telah berganti penampilan itu

ternyata juga menyehatkan tubuh (Fitriani, 2006). Hal inilah yang

menyebabkan angkak dapat berpotensi sebagai sumber antioksidan

alami.

Selain untuk pewarna pangan, angkak juga dapat digunakan

sebagai obat karena kandungan monakolin K-nya. Selain itu juga

memiliki daya antibiotik dan dapat untuk mencegah karsinogenik.

Monascus mampu menghasilkan antioksidan dalam bentuk asam

dimerumat (dimerumic acid) (Taira, et al., 2002).

5. Antioksidan

Senyawa antioksidan berfungsi untuk menangkal serangan radikal

bebas sehingga sangat berguna untuk pencegahan penuaan dini dan

berbagai penyakit degeneratif. Radikal bebas adalah molekul yang

kehilangan elektron sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan

selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Radikal

bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal

seperti asap rokok, hasil penyinaran UV, zat kimiawi dalam makanan dan

polutan lain. Penyakit yang disebabkan radikal bebas bersifat kronis

(Anonim, 2008a). Menurut Ardiansyah (2007b), sumber antioksidan dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang

diperolah dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami

(hasil ekstraksi bahan alami atau dalam makanan).

Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk

menangkap radikal bebas. Senyawa antioksidan yang dihasilkan dari

pangan nabati seperti vitamin C, vitamin E, karoten, golongan fenol

terutama polifenol, dan flavonoid diketahui berpotensi mengurangi risiko

penyakit degeneratif (Prakash, 2001). Radikal bebas adalah molekul yang

sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam

Page 27: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

27

orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan

cara mengikat elektron molekul sel tersebut (Wijaya, 1996). Menurut

Fennema (1985), antioksidan merupakan substansi kimia yang dapat

menghambat permulaan (inisiasi) atau memperlambat kecepatan oksidasi

pada bahan yang mudah teroksidasi sehingga dapat menetralkan senyawa

yang teroksidasi dengan cara menyumbangkan hydrogen atau elektron.

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH

yang merupakan radikal sintetik yang larut dalam pelarut polar seperi

metanol dan etanol (Rohman dan Riyanto, 2005). Metode DPPH dipilih

karena sederhana, efektif, mudah, cepat, peka, dan hanya membutuhkan

sedikit sampel. Metode ini digunakan untuk pengujian pada senyawa

antioksidan yang bersifat free radical scavenger (penangkap radikal

bebas). Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui

mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan terjadinya peluruhan

warna DPPH dari ungu ke kuning yang diukur pada panjang gelombang

517 nm (Blois, 1958 dalam Hanani dkk., 2005). Semakin pudar warna

yang dihasilkan, maka nilai absorbansi sampel semakin rendah dan

aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Menurut Osawa (1981),

penurunan absorbansi terjadi karena penambahan elektron dari senyawa

antioksidan pada elektron yang tidak berpasangan pada gugus nitrogen

dalam struktur senyawa DPPH. Intensitas warna ungu akan menurun

ketika radikal DPPH tersebut berikatan dengan hidrogen.

Untuk memperoleh zat antioksidan alami, dapat dilakukan dengan

cara ekstraksi tanaman menggunakan pelarut organik seperti heksana,

benzena, etil eter, kloroform, etanol atau metanol. Metanol 90 %

merupakan pelarut optimum untuk mengekstrak isoflavon dari kedelai,

namun penggunaanya untuk skala komersial masih perlu dikaji lebih lanjut

karena bersifat toksik. Penelitian dengan menggunakan pelarut etanol

untuk ekstraksi diharapkan dapat mengganti metanol untuk menghasilkan

ekstrak antioksidan alami secara komersial, karena kepolaran etanol

Page 28: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

28

mendekati metanol dan relatif tidak beracun, sehingga etanol dapat

digunakan untuk ekstraksi antioksidan (Ariani, 1997).

Flavonoid terdiri atas struktur dasar 2-fenil-benzo-δ-piran atau inti

flavan dimana dua cincin benzen dihubungkan oleh cincin piran yang

mengandung oksigen. Flavonoid dibagi atas flavanol, flavon, flavan, dan

isoflavon (antioksidan pada kedelai). Flavonoid memiliki sifat antioksidan.

Senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas (free radical

scavenger) karena mengandung hidroksil. Karena bersifat sebagai

reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap

radikal bebas. Senyawa flavonoid ini termasuk kelompok senyawa

polifenol dengan berat molekul yang rendah yang terdistribusi luas dalam

tanaman (Silalahi, 2006).

Menurut Winarsi (2007), flavonoid merupakan salah satu contoh

senyawa antioksidan non-enzimatis / antioksidan primer yang bekerja

dengan cara menangkap radikal babas (free radical scavenger), kemudian

mencegah reaktivitas amplifikasinya. Salah satu jenisnya adalah isoflavon

yang terdapat pada kedelai dan produk olahannya seperti tempe. Dan

menurut hasil penelitian dari Sulistiani (2010), menjelaskan bahwa total

isoflavon dalam biji kedelai kuning mentah adalah sekitar 0,183 gr/100 gr

dan pada produk tempenya yaitu 1,8104 gr/100 gr setelah fermentasi 2 hari

yang merupakan lama fermentasi optimalnya.

Hubungan antara aktivitas antioksidan pada beberapa jenis legume

tidak selalu dipengaruhi oleh jumlah kandungan senyawa isoflavon yang

optimum. Ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang tinggi tidak

selalu mempunyai kandungan isoflavon yang optimum pula. Hal ini

kemungkinan dapat disebabkan adanya senyawa fenolik lain yang bukan

dalam golongan flavonoid/isoflavon tetapi memiliki aktivitas antioksidan.

Sebaliknya, ada beberapa jenis kandungan isoflavon yang tinggi tetapi

aktivitas antioksidannya rendah (Sulistiani, 2010).

Menurut Kumalaningsih (2006), atas dasar fungsinya antioksidan

dapat dibedakan menjadi 5 yaitu :

Page 29: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

29

a. Antioksidan primer : mencegah terbentuknya radikal bebas baru

karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang

berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sampai bereaksi.

Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah

enzim superoksida dismutase (SOD). Enzim ini sangat penting karena

dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan

radikal bebas. Bekerjanya enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral-

mineral seperi mangan, seng, tembaga, dan selenium yang harus

terdapat dalam makanan dan minuman.

b. Antioksidan sekunder : menangkap radikal bebas serta mencegah

terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih

besar. Contoh yang popular dari antioksidan sekunder adalah vit.E,

vit.C, flavonoid dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah.

c. Antioksidan tersier : memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak

karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini

adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang

dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat

untuk memperbaiki DNA pada penderita kanker

d. Oxygen Scavanger yang mengikat oksigen sehingga tidak mendukung

reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

e. Chelators atau Sequesstrants mengikat logam yang mampu

mengkatalisis reaksi oksidasi, misalnya asam sitrat dan asam amino

Mekanisme reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan

adalah DPPH• + AH ® DPPH-H + A•. Reaksi yang cepat dari radikal

DPPH terjadi dengan beberapa fenol, misalnya α-tokoferol, tetapi reaksi

sekunder lambat menyebabkan penurunan absorbansi yang progresif,

sehingga keadaan steady state tidak akan dicapai untuk beberapa jam.

Kebanyakan penelitian yang menggunakan metode DPPH melaporkan

aktivitas scavengingnya setalah reaksi 15 atau 30 menit (Pokorny, 2001).

Page 30: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

30

6. Dietary Fiber

Trowel (dalam Olson et al., 1987) mendefinisikan serat pangan

(dietary fiber) sebagai bagian jaringan tanaman yang tidak dapat dicerna

oleh sistem pencernaan manusia yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa,

pektin dan getah/gum, serta lignin. Selulosa dan lignin dikelompokkan

sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air (suhu 900C), sedangkan

hemiselulosa, pektin, gum dan modifikasinya dikategorikan sebagai serat

pangan yang dapat larut dalam air (suhu 900C). Serat pangan telah diakui

sebagai komponen bahan makanan/minuman yang mempunyai peranan

penting bagi pencernaan dan kesehatan manusia. Sumber utama serat

pangan bagi manusia berasal dari sayur, buah, dan serealia. Bagian utama

serat pangan adalah senyawa polisakarida bukan pati / lignin. Sifat umum

senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah molekulnya berbentuk

polimer dengan ukuran besar, strukturnya kompleks, banyak mengandung

gugus hidroksil dan kapasitas pengikatan airnya besar. Banyaknya gugus

hidroksil bebas yang bersifat polar serta struktur yang tidak kompak

memberi peluang besar bagi terjadinya pengikatan air melalui ikatan

hidrogen.

Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul

kelarutannya. Serat pangan yang larut dalam air sangat mudah

difermentasi dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan lipid.

Sementara serat pangan yang tidak larut berperan memperbesar volume

feses dan mengurangi waktu transitnya dalam kolon (Silalahi, 2006).

Istilah serat pangan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah

serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat

bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat

dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan

kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida

(NaOH 1,25%). Sedang serat pangan adalah bagian dari bahan pangan

yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan pada manusia.

Serat yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada sayuran,

Page 31: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

31

buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air

banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal. Sekitar sepertiga

dari serat pangan total (Total Dietary Fiber, TDF) adalah serat pangan

yang larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang

tidak larut (IDF) (Piliang dan Djojosoebagio, 2002).

Berbagai penelitian menemukan bahwa kandungan serat pangan

pada tempe akan meningkat selama fermentasi karena perkembangan serat

yang kaya pada miselium jamurnya (karena pertumbuhan miselia jamur)

dan sedikit pada padatan lainnya, sehingga akan menaikkan proporsi

kandungan seratnya. Steinkraus et al. (1960 dalam Shurtleff and Aoyagi,

1979), menemukan adanya kenaikan 58 % dari 3,7 % serat pada kedelai

yang tidak digiling atau kedelai yang sudah dikuliti, menjadi 5,85 % dalam

tempe. Apabila lapisan jamur bagian luar dihilangkan dari tempe, ternyata

ada penurunan kandungan serat kasar 2,8 %. Sedangkan miselium yang

dihilangkan mengandung serat kasar 7,1 %. Sedangkan menurut Murata

et al. (1967 dalam Shurtleff and Aoyagi, 1979), kenaikan maksimumnya

adalah 34 % pada kandungan seratnya. Perubahan kandungan dietary fiber

ini memang bervariasi pada saat kedelai sebelum diolah menjadi tempe

maupun pada saat berlangsungnya fermentasi tempe

(Shurtleff and Aoyagi, 1979).

Sedangkan Taguchi et al. (1986 dalam Kasmidjo, 1990), menyatakan

bahwa kandungan dietary fiber tempe sedikit menurun selama fermentasi.

Kandungan serat yang mudah larut meningkat selama fermentasi, tetapi

menurun kembali jika waktu fermentasinya berlanjut, sebaliknya kadar

serat yang tidak larut akan menurun selama 24 jam fermentasi tetapi

sesudahnya tidak menurun lagi.

Selain sumber protein berkualitas tinggi, tempe dikenal juga sebagai

sumber serat pangan (dietary fiber) yang baik. Kandungan serat dalam

tempe cukup tinggi yaitu sekitar 8-10 %. Hal ini berarti bahwa dalam

setiap 100 gr tempe akan menyumbangkan sekitar 30 % dari jumlah serat

yang dianjurkan dikonsumsi oleh National Center Research. Serat dalam

Page 32: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

32

tempe kedelai merupakan komponen karbohidrat yang sulit dicerna

(Siswono, 2003). Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 35 % dimana

hanya 13 % saja yang dapat dimanfaatkan tubuh. Komponen utama terdiri

dari hemiselulosa 15 %, selulosa 4 %, dan sisanya karbohidrat lain

(Wardhanu, 2009). Sedangkan menurut Aminuddin (2009), kadar serat

pangan tertinggi pada bahan serealia ada pada gandum (whole grain)

(15-30 %) dan sumber serealia lain yang dapat dipakai sebagai sumber

serat diantaranya adalah kacang, roti putih, sayur dan buah, umbi, serta

nasi putih (beras).

Page 33: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

33

B. Kerangka Berpikir

TEMPE

KEDELAI

Campuran Kedelai + Beras

Ø Kandungan amilosa tinggi, cocok sebagai substrat pembuatan angkak

Tempe – Angkak ( alternatif functional food )

Terdapat senyawa fungsional yang bermanfaat untuk

kesehatan tubuh

Pengujian aktivitas antioksidan dan kandungan dietary fiber tempe

Variasi lama fermentasi

Variasi penambahan filler beras

ANGKAK

BERAS

Ditambahkan angkak bubuk dengan

% angkak = % ragi Untuk menghindari

persaingan antar jamur

Kaya akan zat gizi dan senyawa

bioaktif (isoflavon dan serat pangan)

Perlu alternatif bahan campuran kedelai

Kenaikan harga tiap tahun dan sebagian

besar impor

Kedelai sebagai bahan baku utamanya

Sbg filler tempe kedelai ® pemanfaatan beras

C4 kualitas rendah Sumber karbohidrat ®

terdapat komponen serat

Kand. Senyawa fungsional ® Antioksidan

Pemanfaatan angkak dalam produk fermentasi ® Tempe

Page 34: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

34

C. Hipotesis

Perbedaan penambahan filler beras dengan variasi perlakuan lama

fermentasi pada pembuatan tempe kedelai – beras yang ditambahkan angkak,

akan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan dan kandungan dietary fiber

tempe yang dihasilkan. Semakin banyak persentase filler beras yang

ditambahkan dan semakin lama waktu fermentasi, maka diduga akan dapat

meningkatkan aktivitas antioksidan dan kandungan dietary fiber tempe

kedelai-beras dengan penambahan angkak.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan Laboratorium

CV. Chem-Mix Pratama, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan

dalam jangka waktu 5 bulan, mulai Maret – Juli 2010.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan untuk membuat tempe dalam

penelitian ini adalah kedelai kuning dan beras C4 (kualitas rendah) yang

diperoleh dari pasar Legi Solo; air; ragi tempe merk ”RAPRIMA”; serta

angkak yang dibeli dari pasar Gede Solo. Sedangkan bahan – bahan yang

digunakan untuk analisis sampel antara lain :

a. Analisa Aktivitas Antioksidan : Ethanol dan larutan DPPH

(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl)

b. Analisa Total Fenol : reagen Folin – Ciocalteau, aquades, Na2CO3

alkalis, standart fenol murni

c. Analisa Dietary Fiber : Reagen ADF dan NDF, larutan α – Amilase,

Aseton, aquades, Sodium Sulphite

2. Alat

Page 35: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

35

Alat yang digunakan untuk pembuatan tempe antara lain panci,

tampah besar, ember, baskom, keranjang, rak bambu, pengaduk kayu,

pengukus, karung goni, kompor dan bahan bakarnya, daun pisang, kertas,

tali, timbangan mekanik, dll. Sedangkan peralatan untuk analisis sampel

antara lain :

a. Analisa Aktivitas Antioksidan : spektrofotometer UV-Vis, timbangan

analitik, erlenmeyer, pipet volume dan pro pipet, mikro pipet,

vortex mixer, sentrifuge, tabung reaksi, kuvet

b. Analisa Total Fenol : spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik,

labu takar 100 ml, pipet volume dan pro pipet, tabung reaksi, kuvet,

erlenmeyer, pengaduk, vortex, gelas ukur

c. Analisa Dietary Fiber : pemanas listrik, pendingin balik, filter gelas

2-G-3, oven, tanur, timbangan analitik, desikator, erlenmeyer, gelas

ukur, cawan porselin, bekker glass, inkubator, reflux

C. Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tempe

Metode dasar yang akan dipakai untuk membuat tempe kedelai pada

penelitian ini merujuk pada referensi dari Cahyadi (2006). Sebelum dibuat

tempe, kedelai perlu mendapatkan perlakuan pendahuluan, yakni harus

direbus dahulu kemudian direndam selama ± 24 jam. Setelah itu, kedelai

ditiriskan dan dicuci dengan air untuk mengupas kulitnya kemudian biji

kedelai dibelah dan dicuci kembali, lalu direbus lagi selama 30 menit. Biji

kedelai rebus ini lalu ditiriskan dan didinginkan sampai suhu 300C.

Sebelum diinokuolasi, kedelai akan dicampurkan dengan filler beras

yang sebelumnya telah mengalami perlakuan pendahuluan seperti dicuci

kemudian direndam semalam (selama ±12 jam) dan ditiriskan. Setelah itu,

beras dikukus setengah matang dan kemudian didinginkan. Campuran

kedelai dengan beras dilakukan dengan perbandingan tertentu (dalam

50gr). Setelah dicampur, kedelai dan beras akan diinokulasi dengan ragi

tempe 2 % (b/b) dan ditambahkan angkak merah bubuk dengan

Page 36: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

36

konsentrasi yang tetap sebanyak 2 % (b/b) kemudian diaduk supaya

tercampur merata. Konsentrasi bubuk angkak yang ditambahkan tersebut

diperoleh berdasarkan percobaan pendahuluan yang telah dilakukan

sebelumnya. Kedelai dan beras yang telah siap, segera dibungkus dengan

daun pisang dan difermentasi selama 30, 36, 42, dan 48 jam pada suhu

250C – 300C (suhu ruang). Tempe yang telah terbentuk dengan baik, akan

dianalisis aktivitas antioksidan, total fenol serta kandungan dietary fiber.

Secara ringkasnya, proses pembuatan tempe – angkak dapat digambarkan

pada diagram alir Gambar 3.1.

Perebusan I (± 20 menit)

Pencucian II

Pemisahan

Pembelahan Biji Kedelai dan Pengupasan

Penirisan dan Pencucian I

Perendaman (± 24 jam)

Air Bersih (± 10 ltr)

Penirisan dan Pendinginan (±30oC)

Perebusan II biji kedelai kupas

(20-30 menit)

Air Bersih (± 5 ltr)

Pencucian (± 1 ltr air)

Perendaman semalam (± 12 jam)

Penirisan

Pengukusan (± 10-15 menit)

Pendinginan

Kedelai (± 1 kg)

Beras pera C4 (±900 gr)

Kedelai + Beras ( K : B ) 100/0 % (kontrol); 60/40 %;

50/50 % dan 40/60 %

Page 37: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

37

* *

Gambar 3.1 Skema Pembuatan Tempe Kedelai – Beras + Angkak

D. Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Rancangan percobaan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor atau

variabel yaitu persentase penambahan filler beras terhadap kedelai (F1–F4)

dengan taraf faktor (kedelai:beras) 100/0 %, 60/40 %, 50/50 %, dan 40/60 %

serta lama fermentrasi (A1–A4) dengan variasi waktu 30, 36, 42, dan 48 jam,

sedangkan konsentrasi angkak yang ditambahkan adalah konstan. Untuk

sampel kontrolnya adalah tempe kedelai 100 % tanpa penambahan konsentrasi

angkak maupun filler beras, sehingga jumlah sampelnya ada 16 buah. Tiap

Pencampuran

Inokulasi

Pembungkusan

Ragi tempe 2 % (b/b)

Daun Pisang

Fermentasi T = 25oC – 30oC

30, 36, 42 dan 48 jam

Tempe Kedelai-Beras + Angkak

Analisis Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Kandungan Dietary Fiber

Angkak merah bubuk konsentrasi 2 %(b/b)

(sampel kontrol tidak ada penambahan angkak)

Page 38: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Kajian...serta aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Fermentasi makanan bertujuan ... dalam makanan yang sebenarnya bukan merupakan zat gizi (non

38

perlakuan, akan dilakukan ulangan sampel dan ulangan analisis kimia

sebanyak 3 kali. Rancangan percobaan dari semua variasi sampel dapat dilihat

pada Tabel 3.1. Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan

menggunakan ANOVA melalui program SPSS untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh perbedaan perlakuan. Jika ada beda nyata dilanjutkan

dengan uji DMRT pada taraf signifikasi α = 0,05. Untuk mengetahui

perlakuan lama fermentasi dan variasi perbandingan konsentrasi filler yang

menunjukkan hasil terbaik, dilakukan analisa one way ANOVA pada taraf

signifikasi α = 0,05.

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian Kedelai / Beras Lama Fermentasi

100/0% (F1)

60/40% (F2)

50/50% (F3)

40/60% (F4)

30 jam (A1) A1F1 A1 F2 A1 F3 A1 F4 36 jam (A2) A2 F1 A2 F2 A2 F3 A2 F4 42 jam (A3) A3 F1 A3 F2 A3 F3 A3 F4 48 jam (A4) A4 F1 A4 F2 A4 F3 A4 F4

E. Metode Analisa

Analisa yang akan dilakukan pada sampel tempe dalam penelitian ini

meliputi uji senyawa fungsional dengan menggunakan beberapa metode

seperti yang tercantum pada Tabel 3.2.

Tebel 3.2 Macam dan Metode Analisa No. Macam Analisa Metode

1 Uji Aktivitas Antioksidan Penangkapan Radikal Bebas DPPH

(Subagio dan Morita, 2001)

2 Uji Total Fenol Folin-Ciocalteau (Senter et al., 1989)

3 Uji Dietary Fiber Penentuan ADF dan NDF

(Morgeau dan Brassard, 1986)