Top Banner
1 I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas Bumi Indonesia II. NAMA PENULIS Irfan Hariz dan Samuel Zulkhifly, Departemen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung. III. ABSTRAK Teknologi pemboran sumur-sumur panas bumi banyak mengadopsi teknologi pemboran sumur-sumur minyak dan gas (Falcone dan Teodoriu, 2008). Kebanyakan sumur-sumur geothermal didesain mengikuti pola dan prinsip sumur-sumur minyak dan gas. Sumur-sumur panas bumi biasanya dibor dengan diameter lebih besar, lebih dalam dan ditujukan untuk waktu produksi lebih panjang daripada sumur minyak dan gas. Meskipun dalam beberapa hal reservoir panas bumi tampak serupa dengan reservoir minyak, namun kenyataannya terdapat cukup banyak perbedaan antara kedua sistem tersebut yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan sumur panas bumi. Hal ini menyebabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di dunia panas bumi tidak seluruhnya sama dengan yang dilakukan di sektor minyak dan gas. Maka dari itu, dibutuhkan analisis mengenai perbedaan antara sumurpanas bumi dan sumur minyak/gas. Tantangan utama dari pemboran sumur panas bumi adalah berhubungan dengan batuan beku dan metamorf yang dihadapi yang tidak dihadapi di sumur minyak/gas, temperatur tinggi (gradient temperatur sumur minyak/gas sekitar 5 o F/100 ft sedangkan gradient temperatur sumur panas bumi berkisar antara 12 o -13 o F/100 ft), dan kebanyakan sumur yang tekanannya telah turun (Ullah and Bukhari, 2008). Penelitian dalam makalah ini membahas tentang fluida pemboran, casing, pipa pemboran yang umum digunakan dalam pemboran panas bumi. Sebelumnya, akan dibahas mengenai karakteristik lapangan panas bumi yang penting untuk mendefinisikan perbedaan utama dengan sumur minyak/gas. Desain casing menjadi topik pembahasan utama karena banyak kegagalan casing pada sumur panas bumi. Keywords: Pemboran Panas Bumi, Teknologi Panas Bumi, Panas Bumi di Indonesia. ABSTRACT Drilling technology in geothermal fields adopts from oil and gas drilling technology. Most geothermal wells are designed following the same principles as those used in oil and gas industry. Some simple comparisons between wells used
16

I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

Feb 01, 2018

Download

Documents

lamnguyet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

1

I. JUDUL

Terobosan Pengembangan Teknologi Panas Bumi Indonesia

II. NAMA PENULIS

Irfan Hariz dan Samuel Zulkhifly, Departemen Teknik Perminyakan Institut

Teknologi Bandung.

III. ABSTRAK

Teknologi pemboran sumur-sumur panas bumi banyak mengadopsi

teknologi pemboran sumur-sumur minyak dan gas (Falcone dan Teodoriu, 2008).

Kebanyakan sumur-sumur geothermal didesain mengikuti pola dan prinsip

sumur-sumur minyak dan gas. Sumur-sumur panas bumi biasanya dibor dengan

diameter lebih besar, lebih dalam dan ditujukan untuk waktu produksi lebih

panjang daripada sumur minyak dan gas.

Meskipun dalam beberapa hal reservoir panas bumi tampak serupa

dengan reservoir minyak, namun kenyataannya terdapat cukup banyak perbedaan

antara kedua sistem tersebut yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan

sumur panas bumi. Hal ini menyebabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di

dunia panas bumi tidak seluruhnya sama dengan yang dilakukan di sektor minyak

dan gas. Maka dari itu, dibutuhkan analisis mengenai perbedaan antara

sumurpanas bumi dan sumur minyak/gas. Tantangan utama dari pemboran

sumur panas bumi adalah berhubungan dengan batuan beku dan metamorf yang

dihadapi yang tidak dihadapi di sumur minyak/gas, temperatur tinggi (gradient

temperatur sumur minyak/gas sekitar 5oF/100 ft sedangkan gradient temperatur

sumur panas bumi berkisar antara 12o-13

oF/100 ft), dan kebanyakan sumur yang

tekanannya telah turun (Ullah and Bukhari, 2008).

Penelitian dalam makalah ini membahas tentang fluida pemboran, casing,

pipa pemboran yang umum digunakan dalam pemboran panas bumi. Sebelumnya,

akan dibahas mengenai karakteristik lapangan panas bumi yang penting untuk

mendefinisikan perbedaan utama dengan sumur minyak/gas. Desain casing

menjadi topik pembahasan utama karena banyak kegagalan casing pada sumur

panas bumi.

Keywords: Pemboran Panas Bumi, Teknologi Panas Bumi, Panas Bumi di

Indonesia.

ABSTRACT

Drilling technology in geothermal fields adopts from oil and gas drilling

technology. Most geothermal wells are designed following the same principles as

those used in oil and gas industry. Some simple comparisons between wells used

Page 2: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

2

for geothermal applications with those for oil or gas production shows that the

former need to be larger bore, deeper and be in operation for longer time.

Although geothermal reservoir and oil/gas reservoir are similar, but the

facts show that there are several differences that could not be ignored. When

drilling procedures in oil/gas fields are applied to geothermal fields, those

differences give bad significant impact to geothermal drilling if they are done

without consider them. Therefore, it is necessary to define the main differences

between geothermal fields and oil/gas fields, and then consider those to make

better geothermal drilling design. The main challenges associated with drilling

geothermal wells are related mostly to hardness of igneous and metamorphic

rocks being drilled that are not commonly found in oil/gas well drilling, the

unusually high temperature of the formation (average temperature gradient for a

oil/gas well ia 5oF/100 ft and 12

o - 13

o F/100 ft or could be more for geothermal

well) and the typically under-pressured strata (Ullah and Bukhari, 2008).

This paper summaries the drilling fluid, cement, casing, drillstring, that

commonly used in geothermal drilling. Formerly, defining main characteristics of

geothermal field also important to define those differences, and make a different

design to geothermal drilling in order to minimize bad impacts, such as casing

failure, cement failure, drilling fluid failure and etc, caused by high temperature.

Casing design will be more discussed due to many casing failure problem in

geothermal industry as oil/gas principal`. The last, geothermal drilling in some

countries will be updated in this paper, in order to gives us some update news and

suggestion to our geothermal industry.

Keywords: Geothermal Drilling, Geothermal Technology, Geothermal in

Indonesia.

IV. PENDAHULUAN

Sistem panas bumi dihasilkan melalui perpindahan panas di bawah

permukaan oleh konduksi atau konveksi. Konduksi terjadi melalui batuan,

sedangkan konveksi disebabkan oleh kontak antara air dan sumber panas. Air

panas yang kontak dengan sumber panas akan lebih ringan dan bergerak ke atas,

mendorong air yang lebih dingin. Selain suhu tinggi, karakteristik lain dari

lapangan panas bumi adalah adanya fracture atau rekahan, yang menyebabkan

masalah hilangnya sirkulasi saat pemboran. Jenis batuan yang sering dijumpai di

sumur panas bumi ini adalah batuan beku. Batuan yang keras ini akan

mempengaruhi bit dan tingkat penetrasi pemboran. Fluida reservoir panas bumi

biasanya adalah uap atau air panas, berbeda dengan minyak atau gas reservoir.

Biasanya di panas bumi, terdapat manifestasi panas bumi di permukaan, seperti

mata air panas, danau panas, mata air panas, dll.

Gradien temperatur rata-rata reservoir minyak dan gas sekitar 3 oC/100 m,

sedangkan reservoir panas bumi, gradien bisa lebih dari itu, mencapai 10 oC/100

m atau bisa sampai sepuluh kali gradien suhu reservoir minyak dan gas. Di Eropa,

kedalaman 4-5 km akan mencapai suhu 200-300 oC, di Amerika Serikat 300-

Page 3: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

3

400oC dan lebih dari 500

oC di Jepang (Teodoriu et al., 2009.). Saat ini,

pengembangan panas bumi semakin meningkat sejak 1970-an. Teknologi

pemboran panas bumi ini diadopsi dari teknologi pada kondisi tekanan tinggi suhu

tinggi pada pengeboran minyak dan gas. Perbedaan utama, yaitu suhu, fluida

produksi, dan jenis batu, membawa beberapa modifikasi desain dalam fluida

pengeboran, drillstring, casing, semen dan alat-alat pengeboran. (Falcone dan

Teodoriu, 2008).

Indonesia dikenal sebagai "cincin api" karena kehadiran lebih dari 200

gunung berapi di sepanjang Sumatera, Jawa, Bali dan timur Indonesia.

Berdasarkan data Badan Geologi Nasional Indonesia (NGAI), potensi panas bumi

di Indonesia sekitar 27.000 MW (setara dengan 13 miliar minyak, yang

merupakan terbesar di dunia. Ada 256 daerah potensial panas bumi, 84 lokasi

terletak di Sumatera, 76 lokasi terletak di Jawa, 51 lokasi terletak di Sulawesi, 21

lokasi terletak di Nusa Tenggara, 3 lokasi terletak di Papua, 15 lokasi terletak di

Maluku, dan 5 lokasi terletak di Kalimantan. Saat ini, ada 7 wilayah kerja panas

bumi telah dikembangkan dengan total kapasitas 1.196 MW, yang berada di

Darajat (260 MW), Dieng (60 MW), Kamojang (200 MW), Gunung Salak (377

MW), Sibayak (12 MW), Lahendong (60 MW), dan Wayang Windu (227 MW)

Antara tahun 1974. - 2009, 430 sumur telah dibor (Darma et al., 2010)

Biaya pengeboran sumur panas bumi berkisar antara 2-5 kali lebih tinggi

daripada sumur gas/minyak dengan kedalaman yang sama.. Faktor utama yang

mempengaruhi biaya pemboran kedalaman, diameter, casing desain dan

karakteristik lokasi (Agustinus et al., 2010).

V. TUJUAN

Secara umum, teknologi pemboran sumur panas bumi di Indonesia masih

meniru negara lain di dunia. Indonesia masih belum mampu menciptakan

teknologi terkait pengembangan panas bumi. Dalam makalah ini, dibahas

mengenai teknologi pengembangan panas bumi di dunia, dengan harapan

Indonesia mampu meneliti dan mengembangkan teknologinya sendiri.

Gambar 1. Impor teknologi panas bumi Indonesia

Page 4: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

4

Gambar 2. Ekxpor teknologi panas bumi Indonesia

Gambar 3. Ranking negara importir teknologi panas bumi dunia

1. Menganalisis potensi energi panas bumi di Indonesia.

2. Menganalisis proses dan teknologi pemboran panas bumi di beberapa

negara Eropa, Amerika dan Asia.

3. Melakukan penelitian dan studi literatur serta kuliah-kuliah yang telah

dilakukan tentang pemboran panas bumi.

4. Memberikan rekomendasi pada pembaca dan Pemerintah terkait

pengembangan panas bumi di Indonesia.

Page 5: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

5

VI. METODE

1. Studi literatur melalui jurnal, bahan kuliah, data ESDM dan data Industri.

2. Wawancara dengan Dosen dan Mahasiswa Magister program studi teknik

panas bumi Institut Teknologi Bandung.

3. Wawancara dengan ahli dari perusahan panas bumi di Indonesia.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII.1. FLUIDA PEMBORAN

Fungsi fluida pemboran yang utama adalah untuk mengangkat cutting

(serpihan pemboran) yang dihasilkan selama proses pemboran ke permukaan dan

mengimbangi tekanan formasi, sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan

gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada sumur geothermal biasanya

adalah air, polymer, water based bentonitic (atau selain bentonite) mud, aerated

water, dan stiff foam. Reservoir geothermal umumnya terdapat pada daerah

vulkanik, dimana batuan yang sering ditemukan adalah batuan beku, granit, dan

terdapat pula batuan sedimen. Sering pula terdapat patahan lokal dan regional

pada reservoir geothermal yang mengakibatkan permeabilitasnya besar sehingga

seringkali menimbulkan fenomena kehilangan sirkulasi (lost circulation) saat

proses pemboran.

Dalam pemboran panas bumi, fluida pemboran menjadi salah satu kunci

sukses keberhasilan (Sakuma dan Uchida, 1997). Untuk itu, fluida pemboran

geothermal harus mampu untuk mengontrol tekanan formasi, mengangkat cutting

ke permukaan, menstabilkan lubang bor, mendinginkan dan melubrikasi bit serta

rangkaian pipa pemboran, mengurangi korosi, mengatasi zona lost circulation dan

tidak menyebabkan fenomena swelling. Semakin tinggi temperatur, akan

mengurangi akan mengurangi viskositas fluida pemboran. Untuk kapasitas fluida

pemboran seperti yang disebutkan, dibutuhkan aditif-aditif seperti :

Aditif untuk mencegah fenomena swelling adalah aditif yang

mengandung garam (Cl).

Aditif untuk mencegah dan mengatasi lost circulation adalah LCM (lost

circulating material) seperti fiber, flakes, chemical agent : cellulose fiber,

mica flakes.

Aditif untuk mengurangi korosi adalah inhibitor korosi/corrosion reducer

seperti produk yang mengandung amine- or phosphate.

Aditif untuk zona temperatur tinggi (temperatur stability agent ) seperti

acrilyc polymers, sulfonated polumers, and copolymers. Contoh : lignite,

lignosulfonate, dan tannin based additives.

Aditif untuk mempertahankan sifat reologi lumpur (viskositas) pada

temperatur tinggi seperti CMC-LV, Polyplus, Chemtroll X (Nur et al,

2005).

Page 6: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

6

Temperatur formasi menjadi salah satu parameter penting yang perlu

diketahui ketika sedang melakukan pemboran. Untuk mengetahui temperatur

formasi (borehole), dapat dilakukan dengan cara berikut :

Mengukur temperatur fluida pemboran saat masuk sumur (Mud

Temperatur In) dan temperatur fluida pemboran saat keluar dari annulus

(Mud Temperatur Out).

Thermometer Survey yang ditempatkan di BHA untuk mengukur

temperatur ketika sedang melakukan pemboran.

MWD temperatur survey

Saat melakukan pemboran pun, panas dari formasi dipindahkan melalui

fluida pemboran, sehingga temperatur fluida pemboran di permukaan setelah

keluar dari annulus akan lebih tinggi daripada temperatur ketika masuk pipa

pemboran. Untuk itu, fluida pemboran di permukaan perlu didinginkan fluida

pemboran dengan sistem pendingin, dengan menggunakan semacam conventional

mud coolers, untuk mendinginkan return mud. (Sakuma dan Uchida, 1997)

Gambar 4. Contoh skematik sistem pendinginan fluida pemboran (Sakuma

dan Uchida, 1997)

Kebanyakan sumur geothermal adalah sumur yang tekanannya telah turun

(underpressured), dimana sering ditemui permasalahan kehilangan sirkulasi (lost

circulation) selama operasi pemboran dan penyemenan (Sutter, 1979).

Page 7: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

7

Gambar 5. Rentang densitas setiap jenis fluida pemboran (Leading Edge

Advantages, 2002)

Untuk pemboran sumur geothermal , dapat diterapkan metoda pemboran

underbalance. Pada dasarnya, UBD (underbalanced drilling) adalah teknik

pemboran dengan tekanan hidrostatik fluida pemboran lebih kecil daripada

tekanan formasi. Maka, kuncinya adalah mengatur tekanan hidrostatik fluida

pemboran sekecil mungkin dibandingkan tekanan formasi. Keuntungan

penggunaan teknik pemboran underbalanced, secara umum adalah sebagai

berikut:

Mempercepat ROP, karena tekanan formasi jauh lebih tinggi daripada

tekanan hidrostatik lumpur pemboran. UBD dapat diterapkan pada formasi

batuan keras (hard rock formation) seperti batuan granit di reservoir panas

bumi, dan mampu meningkatkan ROP hingga 10 kali pemboran

konvensional.

Adanya problem lost circulation bila dilakukan pemboran konvensional

(overbalanced) di reservoir panas bumi karena tekanannya rendah

(depleted). Dengan UBD, tidak ada fluida pemboran yang mengintrusi

formasi, sehingga meminimalkan bahkan menghilangkan efek kerusakan

formasi (skin damaged), sehingga produktivitas sumur meningkat.

Mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan pipa terjepit

(differential pipe sticking).

Meningkatkan umur bit, karena meminimalisir kontak antara bit dan

batuan formasi. RPM bit lebih sedikit dibandingkan dengan pemboran

konvensional, namun kedalaman yang dicapai lebih dalam dariapada

pemboran konvensional.

Kita dapat melakukan evaluasi formasi secara real time, karena fluida dari

formasi mengintrusi lubang bor dan ikut mengalir bersama aliran fluida

pemboran di annulus menuju permukaan, sehingga dapat dideteksi zona

interest yang berpotensi mengalirkan fluida panas bumi.

UBD akan lebih baik lagi diterapkan untuk sumur horizontal. Karena,

sumur horizontal yang kerusakan formasinya kecil (bahkan tidak ada) akan

sangat meningkatkan produktivitas formasi. Namun, untuk sumur

horizontal, terdapat tantangan lain, yaitu jarak horizontal yang dicapai

Page 8: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

8

terbatas dan efek gesekan (drag) yang terjadi sangat tinggi bila fluida yang

digunakan bukan fluida cair (OBM).

VII.2. SEMEN

Dalam pemboran panas bumi, seringkali dihadapi permasalahan yang

berkaitan dengan penyemenan. Casing harus disemen dan selama pemboran,

sering terjadi permasalahn lost circulation. Operasi penyemenan adalah salah satu

operasi yang paling penting dalam operasi pemboran untuk menguatkan

kedudukan casing. Salah sastu cara menghadapi zona lost circulation, adalah

menyemen daerah zona loss tersebut yang dapat memakan waktu lama tergantung

dari rentang kedalaman zona yang akan disemen. Namun, saat ini untuk

fenomena loss yang sedikit, jarang dilakukan penyemenan, kecuali untuk zona

total loss circulation. Penyemenan casing yang baik dilakuakan dengan metode

yang disebut inner-string cementing method yang dilakukan tepat sampai zona

loss. Air yang dipompakan dari permukaan menjaga agar zona loss circulation

tetap terbuka sampai dilakukan operasi squeeze cementing, dengan memompakan

cement slurry melalui annulus sampai ke zona loss. Baru-baru ini "reverse"

cementing telah berhasil diterapkan untuk menangani zona lost circulation,

dimana semua semen dipompa melalui annulus, bukan dari drillstring

sebagaimana operasi penyemenan lazimnya dilakukan. Di beberapa negara,

"foam" cement telah digunakan untuk mengurangi densitas semen untuk

mengurangi efek loss circulation saat operasi penyemenan, dan juga ditambahkan

lost circulation material, seperti serpihan mika untuk menangani zona loss

terebut. Penyemenan casing string yang sangat panjang dilakukan secara bertahap

(biasanya 2 tahap, tergantung dari panjang casing), dengan peralatan yang dapat

membuka port ke annulus untuk proses penyemenan tahap kedua setelah

dilakukannya tahap penyemenan pertama. Packer yang dapat dikembangkan

ditempatkan dibawah peralatan, dan sering digunakan pada sumur yang memiliki

zona loss tinggi. terkadang, liner yang digantung di sumur, disemen, dan dipakai

sebagai pump chamber, atau sebagai second section dari casing yang

digantungkan sampai ke permukaan yang biasa disebut “tie-back casing string”.

Semen harus mampu bertahan pada lingkungan temperatur tinggi,

sehingga ditambahkan banyak zat kimia pada campuran semen. Semen yang

paling banyak digunakan dalam pemboran geothermal, dan juga pemboran

minyak dan gas adalah semen API kelas G dengan penambahan 40% silica flour

(ground quartz, -325 mesh). Silica flour memberikan kekuatan pada semen untuk

bertahan pada temperatur tinggi dan pada beberapa kasus, silica flour juga

digunakan saat semen slag atau semen fly ash digunakan pada proses pemboran.

Perusahaan service penyemenan sumur migas biasanya juga dilibatkan

pada pelaksanaan operasi penyemenan sumur geothermal. Mereka membawa

campuran semen mereka sendiri dan peralatan pemompaan serta material yang

dibutuhkan untuk pekerjaan penyemenan ini. Untuk mengurangi biaya, beberapa

kontraktor pengeboran melaksanakan operasi penyemenan dengan peralatan

mereka sendiri dan menggunakan semen lokal. Aditif seperti temperature

Page 9: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

9

retarders, fluid loss, friction reducer dan antifoam, seringkali digunakan

berdasarkan waktu pemompaan yang dibutuhkan, yang merupakan fungsi dari

suhu, ukuran pekerjaan, dan lainnya. Di Iceland, expanded perlite (bahan vulkanik

yang mengembang seperti pop-corn bila dipanaskan dengan cepat) telah

digunakan untuk mengurangi densitas semen menjadi 1.7 g/cm3 dan di negara-

negara lain glass "microspheres" atau "foaming" slurry dengan injeksi gas atau

udara juga sering digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan

collapse yang diberikan pada casing dari kolom semen dan untuk mengurangi

kemungkinan fluida formasi masuk ke formasi dan terjadinya loss circulation.

Semen pada sistem geothermal yang sering digunakan telah diajukan kepada

National Bureau of Standards (NBS) untuk diuji dan diverifikasi. Jenis semen

tersebut tertera di bawah ini:

Kelas G + 35% silika flour + 54% H2O

Kelas B + 35% silika flour + 54% H2O

Kelas J + 44% H2O

Kelas G + 35% silica flour + 2% bentonite + 8,5% perlite + 116% H2O

Kelas G + 35% silica flour + 15% diatomaceous earth+ 91% H2O

Kelas G + 100% silika flour + 2% sodium silikat extender + 136% H2O

Penambahan Lignosulfonate sebanyak 0.2% berat semen pada setiap suhu,

membawa pengaruh positif pada semen. Compressive strength cement naik

seiring temperatur naik, dan bila temperatur konstan, compressive strength semen

pun cenderung untuk naik (Satiyawira and Fathaddin, 2010). Semen foamed

adalah semen yang terbuat dari bubur semen (cement slurry) konvensional API

kelas G, foaming agents dan gas (biasanya nitrogen). Terdapat gelembung-

gelembung kecil (seringkali berukuran mikroskopik) dalam semen foamed, namun

tidak saling terhubung (interconnected). Karena itu, semen foamed memiliki berat

lebih ringan dibandingkan semen konvensional sehingga dapat mengurangi

permasalahan kehilangan sirkulasi (lost circulation) selama proses penyemenan

tahap pertama/primer (primary cementing). Semen foamed mampu menahan

tekanan dari sekliling sumur (well bore) lebih baik daripada semen konvensional,

karena ikatannya lebih kuat dan young modulusnya lebih tinggi dibandingkan

dengan semen konvensional. Kapasistas insulasi-yaitu kemampuan menahan

aliran panas dari sekeliling sumur-dari semen foamed dua hingga sepuluh kali

lebih baik daripada semen konvensional. Semen yang biasa digunakan untuk

kedalaman dalam adalah semen kelas G, 40% silicaflour dan microsilica, aditif

fluid loss, retarder/accelerator (jika dibutuhkan). Untuk menyemen zona dangkal

(shallow), maka digunakan accelerator calcium cloride, dan untuk zona dalam,

digunakan syntetic liquid retarder. Biaya (cost per barrel )semen foamed sedikit

lebih mahal daripada semen konvensional, namun hasilnya lebih baik (Niggemann

et al, 2010).

Page 10: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

10

Gambar 6. Microphotograph sampel semen foamed (Niggemann et al, 2010)

VII.3. BIT/MATA BOR

Tipe bit yang digunakan dalam pemboran geothermal sangat bervariasi mulai

dari simple steel tooth, standard tricones, hingga carbide inserts. Dalam pemboran geothermal , dibutuhkan bit dengan kualitas baik untuk menghadapi zona batuan beku maupun metamorf yang sangat keras. Biasanya, umur bit pada pemboran sumur geothermal lebih singkat dibandingkan dengan pemboran minyak dan gas sehingga biaya pemboarn geothermal menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pemboran geothermal . Hal ini khususnya dipengaruhi oleh tingginya temperatur, banyaknya guncangan/getaran, meningkatnya torsi seiring kedalaman, dan berat dari drill collar yang akan menyebabkan lebih cepatnya kerusakan pada bearing dan teeth, terutama rubber akibat pengaruh panas. Matrix yang digunakan pada diamonds bit tidak dapat bertahan pada zona temperatur tinggi. Kontraktor dalam industri pemboran panas bumi, lebih sering menggunakan bit rotary cone (tricone bit), karena formasi batuan yang keras dan temperatur tinggi. Bit PDC, yang paling banyak digunakan dalam pemboran sumur minyak dan gas, karena performanya yang baik ketika digunakan untuk menembus formasi batupasir, siltstone, dan formasi shale, namun, jarang digunakan dalam pemboran sumur geothermal , namun, banyak penelitian di dunia dilakukan untuk membuat bit PDC yang cocok, dalam hal ini mampu bertahan pada temperatur ekstrim dan menghadapi batuan keras dalam pemboran geothermal (Taylor, 2007).

Umur bit pemboran terus ditingkatkan, terutama jenis bearing dengan "gigi" logam keras. Bit dengan tipe ini jauh lebih mahal, namun dapat diputar lebih dari satu juta putaran dan pengeboran sampai dengan 1000 m tanpa diganti. Hal ini sangat menguntungkan karena dibutuhkan sedikit pergantian bit, bahkan hanya dibutuhkan satu kali pergantian bit di bagian akhir, sehingga mengurangi biaya bit. Polycrystalline Diamond (PCD) bit telah digunakan dalam beberapa pengeboran panas bumi. Bit jenis ini bisa membor dengan cepat bahkan tanpa motor lumpur, tetapi biasanya menghasilkan torsi yang lebih tinggi dan masa hidup lebih pendek jika dibandingkan dengan tri-cone bit.

Inovasi lain dalam bit di dunia geothermal adalah menggunakan replaceable drilling bit. Bit ini dimodifikasi khusus agar dapat membawa muatan cutter cadangan

Page 11: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

11

dimana sebuah mekanisme khusus diterapkan pada bit ini agar bias mengganti cutter bit yang lama dengan cutter bit baru yang disimpan di dalam bit. Mekanisme ini sendiri memanfaatkan tekanan dari fluida pemboran. Dengan adanya inovasi ini, maka tidak diperlukan adanya tripping in dan tripping out sehingga dapat mengurangi rig time. Dengan berkurangnya rig time, diharapkan dapat mengurangi biaya pemboran yang dibutuhkan.

Dalam pemboran panas bumi, biasanya digunakan peralatan yang tahan

temperatur tinggi (high temperatur downhole tools), seperti PDM(Positive

Downhole Motor) untuk peralatan MWD, dan peralatan lain yang mampu

bertahan pada suhu tinggi. Namun, mendinginkan BHA (Bottom Hole Assembly)

dan bit ketika proses pengeboran pun dapat dilakukan untuk memperpanjang usia

bit, BHA dan kinerja BHA dapat lebih baik dibandingkan pada suhu sangat tinggi.

Cara mendinginkan BHA ketika sedang melakukan pengeboran adalah

menghentikan sementara pemboran setiap beberapa titik kedalaman, lalu

mensirkulasikan lumpur selama beberapa waktu agar bisa mendinginkan pipa

pemboran, BHA dan bit (Sakuma dan Uchida, 1997).

Gambar 7. Penggunaan jenis bit pada pemboran geothermal (Hagen Hole)

VII.4. PIPA PEMBORAN DAN CASING

Pipa pemboran API S-135 adalah pipa baja yang paling kuat. Pipa

pemboran E-75 adalah jenis pipa yang paling sering digunakan dalam pemboran

geothermal , namun karena masalah ketersediaan di pasar (availability), kalangan

industri menggunakan pipa jenis G-105 sebagai penggantinya. Teknologi

pemboran panas bumi, banyak mengadopsi teknologi pemboran minyak dan gas,

hingga penggunaan drill pipe standard API.

Salah satu teknologi yang tergolong baru dalam penggunaan pipa

pemboran adalah IDP. Insulated Drill Pipe atau IDP adalah gabungan pipa dari

Page 12: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

12

liner (OD 3.5 in dan ID 3.068 in) yang dimasukkan ke dalam pipa pemboran (drill

pipe 5 in) konvensional. Annulus antara liner dan pipa pemboran diisi insulating

material yang mampu mengisulasi panas dari sekliling sumur geothermal . Dalam

proses pemboran geothermal , fluida pemboran akan mengalami kenaikan suhu

ketika melewati bagian dalam pipa pemboran akibat proses konduksi, sehingga

akan menaikkan suhu fluida pemboran ketika mencapai dasar sumur. Dengan

IDP, fluida pemboran yang melewati bagian dalam IDP akan sedikit terkena

pengaruh kenaikan temperatur akibat efek konduksi dibandingkan pipa pemboran

konvensional. Konsekuensinya, dengan menggunakan IDP temperatur fluida

pemboran yang telah melewati annulus lubang sumur menuju permukaan pun

akan mengalami sedikit pula penurunan suhu dibandingkan dengan drill pipe

konvensional yang lebih banyak mengalami efek konduksi. Oleh karena itu,

dibutuhkan sistem pendingin (mud coolers) di permukaan. Keuntungan IDP

adalah mampu memindahkan lebih banyak panas di dasar sumur (temperatur

fluida yang masuk IDP hingga nozzle bit hanya sedikit mengalami kenaikan) ke

permukaan. Dengan begitu, peralatan logging, MWD dan peralatan lainnya dapat

beroperasi lebih baik dengan berkurangnya temperatur dasar sumur.

Namun, IDP (liner OD 3.5 in, ID 3.068 in, drill pipe 5 in) memiliki berat

33 lb/ft, lebih besar dibandingkan dengan pipa pemboran (drill pipe) 5 in

konvensional dengan berat 19.5 lb/ft. Dengan berat yang lebih besar, maka akan

menambah biaya secara signifikan. Ukuran diameter dalam (ID) IDP pun lebih

kecil daripada pipa pemboran 5 in konvensional, sehingga kehilangan tekanan

(pressure drop) yang terjadi lebih besar. Konsekuensinya, dibutuhkan tenaga

hidraulik pompa yang lebih besar. Penelitian laboratorium dan tes lapangan telah

menunjukkan IDP dapat bekerja dengan baik dalam pemboran geothermal . IDP

masih dalam tahap penelitian dan pabrikasi untuk mencari konfigurasi yang

ekonomis (Finger et al., 2002).

Gambar 8. Skema IDP (Anderson, 2010)

Teknologi lainnya adalah ADP. Aluminium alloy drill pipe atau ADP

adalah pipa dengan material aluminium yang telah digunakan di Rusia sejak

beberapa tahun lalu (1960). ADP sering disebut LADP (lightweight aluminium

drill pipe) dimana ADP ringan dan memiliki kekuatan yang baik. Keuntungan

ADP adalah diameternya yang lebih besar dan lebih tebal dibandingkan pipa

pemboran (drill pipe) API, akan meningkatkan kecepatan aliran fluida anulus dan

mengurangi kehilangan tekanan (pressure loss), sehingga kapasitas pompa yang

dibutuhkan lebih kecil. ADP memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan pipa

pemboran konvensional API, sehingga mengurangi derrick load, hook load, dan

kapasitas rig yang dibutuhkan pun lebih kecil, atau mampu dipakai membor lebih

dalam. Berat ADP yang lebih kecil dibandingkan pipa pemboran API (steel)

Page 13: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

13

untuk diameter tertentu, akan meningkatkan bouyancy, sehingga mengurangi axial

dan bending stress. Namun, ADP memiliki kekurangan, yaitu koefisien termal

konduktivitas aluminium yang lebih tinggi daripada baja (steel), sehingga akan

mengurangi kemampuan buckling load dan burst strength. Kekurangan lainnya

adalah yield strength ADP akan berkurang secara signifikan terhadap penambahan

temperatur, dibandingkan dengan pipa pemboran (baja) API (Anderson, 2010).

Konfigurasi casing dalam pemboran geothermal berbeda dengan pemboran

minyak dan gas, walaupun tipe yang digunakan sama-sama API. Biasanya, casing

terakhir dalam desain sumur panas bumi (production casing) berukuran 9-5/8”

(244 mm). Untuk casing ukuran tersebut, dibutuhkan ukuran surface casing 13-

3/8” (340 mm), seperti sering digunakan di USA dan Jepang. Di Eropa,

kebanyakan sumur geothermal dibor dengan kedalaman lebih dari 4000 m, dan

menggunakan surface casing 18-5/8” (473 mm). Ukuran casing yang besar ini

dibutuhkan karena diinginkan volume fluida panas bumi yang besar untuk

diproduksikan. Untuk sistem panas bumi yang cukup besar seperti ini, dibutuhkan

production casing 13-3/8” (340 mm), namun akan berdampak langsung pada

peningkatan biaya.

Gambar 13. Konfigurasi casing sumur geothermal (Saptadji, Teknik Panas

Bumi)

Sumur geothermal dengan ukuran besar (big bore well), dengan

menggunakan casing lebih besar (surface casing 20 inchi, 13 5/8 in) dan liner 9

5/8 in, akan meningkatkan biaya pemboran kira-kira 17% dan waktu pemboran

7%, namun mampu meningkatkan produksi hingga 66% dibandingkan dengan

casing kecil (13 3/8 in, casing 9 5/8 in) dan liner 7 in. (Bush and Siega 2010)

Penerapan teknologi sumur panas bumi banyak mengadopsi langsung dari

teknologi sumur minyak dan gas, begitu pula dengan casing yang digunakan.

Casing yang banyak digunakan di sumur panas bumi adalah casing dengan grade

J-55, dan untuk sumur dalam digunakan K-55 sebagai penggantinya. Casing

Page 14: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

14

dengan grade N-80 pun sering digunakan, dan untuk sumur geothermal yang

terdapat H2S, digunakan L-80. Casing grade lainnya adalah C-95, yang saat ini

banyak diganti dengan T-95, atau S-95. Casing grade P-110 digunakan untuk

sumur geothermal yang tidak terdapat H2S, namun jarang digunakan. Untuk

lingkungan ekstrim (temperatur tinggi), sering digunakan casing 9 Chrome L-80

dan 13 Chrome L-80. Casing Titanium (Beta-C Titanium) digunakan untuk

beberapa kondisi, namun harganya sangat mahal.

Casing-casing yang sering digunakan untuk sumur minyak dan gas

seringkali biayanya menjadi lebih mahal bila digunakan di sumur panas bumi.

Casing-casing tersebut seringkali digunakan untuk sumur-sumur minyak dan gas

yang temperaturnya tinggi, namun untuk kedalaman yang tidak terlalu dalam.

Penggunaan casing-casing tersebut untuk sumur dalam akan berdampak pada

penambahan biaya teknologi pemasangan.

Tantangan utama pada komplesi sumur panas bumi adalah kualitas dan

ketahanan semen, kriteria pemilihan casing hanger (mampu untuk bertahan pada

temperatur tinggi) dan stress dari termal. Casing fatigue dan integritas semen

adalah permasalahan sumur-sumur panas bumi yang umum dihadapi yang berbeda

dari sumur minyak dan gas, akibat stress dari temperatur yang tinggi (Teodoriu et

al., 2009).

Komplesi sumur panas bumi relatif lebih mudah dilakukan daripada

sumur minyak dan gas. Untuk penggunaan air sebagai fluida pemboran, sumur

tidak membutuhkan pembersihan yang rumit, namun bila fluida pemboran yang

digunakan adalah lumpur konvensional, yang mengandung bentonite dan aditif

lainnya, dibutuhkan pembersihan dengan brine (air asin) setelah proses pemboran

dan logging. Setelah pembersihan dengan air asin, khususnya pembersihan slotted

liner, maka rig pemboran dipindahkan dan BOP diganti dengan X-mass tree

(Cromling, 1973).

Sambungan pipa model API LTC tidak cocok digunakan untuk kondisi

beban tekanan/tegangan tinggi (Brunetti and Mezzeti, 1970). Semua penggunaan

model sambungan API LTC dilaporkan mengalami kerusakan pada kondisi

temperatur tinggi. Model sambungan yang lebih baik dari LTC adalah API

Buttress, meskipun memiliki resiko kebocoran gas dan fluida pada kondisi

tekanan rendah. Model sambungan premium lebih baik daripada API Buttres,

namun biayanya lebih mahal, yang dapat memperbesar biaya pemboran panas

bumi. Hingga saat ini, penggunaan model sambungan pada pipa masih diteliti, dan

masih mengadopsi teknologi pemboran minyak dan gas untuk pemboran panas

bumi.

Page 15: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

15

VIII. KESIMPULAN

1. Meskipun mengadopsi teknologi pemboran panas bumi dari pengeboran

minyak/gas gas, ada beberapa perbedaan yang tidak dapat diabaikan, seperti

suhu, jenis batuan dan jenis produksi cairan. Perbedaan itu harus

dipertimbangkan dalam merancang sumur panas bumi.

2. Kehilangan sirkulasi sering terjadi dalam pengeboran panas bumi, sehingga

diusulkan untuk menggunakan metode pengeboran underbalanced.

3. Desain casing pada pemboran minyak/gas dapat digunakan dalam desain

casing panas bumi dengan beberapa koreksi yang disebabkan oleh suhu

ekstrim. Faktor suhu harus dimasukkan dalam desain casing panas bumi.

4. Analisis tentang fluida pengeboran, semen, drillpipe dan casing dalam

pengeboran panas bumi telah dilakukan dalam rangka memperluas wawasan

pembaca.

IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Augustine, Chad et al. 2006. A Comparison of Geothermal with Oil and

Gas Well Drilling Cost. 7PROCEEDINGS, Thirty-First Workshop on

Geothermal Reservoir Engineering. Stanford University, Stanford,

California, January 30-February 1 (2006)

2. Albertsson, Albert et al. 2003. The Iceland Deep Drilling Project: Fluid

Handling, Evaluation, and Utilization. International Geothermal

Conference, Reykjavík (2003)

3. Anderson, Erin A., 2010. Aluminium Alloy Drill Pipe in Geothermal

Drilling. Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia,

25-29 April (2010)

4. Brikisson, Strula F. and Hagen, Hole. 2007. Aerated Fluids for Drilling of

Geothermal Wells. Proceedings European Gothermal Congress 2007

Unterhaching, Germany, 30 May – 1 June (2007)

5. Bush, John and Siega, Christine, 2010. Big Bore Well Drilling in New

Zealand – A Case Study. Proceedings World Geothermal Congress, Bali,

Indonesia, 25-29 April (2010)

6. Cromling, John., 1973. Geothermal Drilling in California. SPE Paper.

California.

7. Dahl, Thomas and Vos, Bart. 1999. Underbalanced Drilling Manual.

Baker Hughes. Version 1.0.

8. Darma, Surya et al. 2010. Geothermal Energy Update: Geothermal Energy

Development and Utilization in Indonesia. Proceedings World Geothermal

Congress 2010 Bali, Indonesia, 25-29 April (2010)

9. Elders, Wilfred A. and Fridleifsson, Guðmundur Ó. Drilling for Deep

Geothermal Resources in Iceland.

10. Falcone, G. and Teodoriu, C., 2008. Oil and Gas Expertise for Geothermal

Exploitation : the Need for Technology Transfer. SPE Europec/EAGE

Annual Conference and Exhibition, Rome, Italy, 9-12 June (2008)

Page 16: I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas · PDF fileDalam makalah ini, dibahas ... sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada

16

11. Finger, J.T, Jacobson, R.D. and Champness, A.T., 2002. Development

and Testing of Insulated Drill Pipe.SPE Paper. New Orleans (2002)

12. Fournier, R.O. (1999) Hydrothermal processes related to movement of

fluid from plastic into brittle rock in the magmatic-epithermal

environment. Economic Geology 94: 1193-1211).

13. Hole, Hagen. Developments and Economics of Geothermal Drilling.

Presentation. Geothermal Consultants New Zealand Limited.

14. Hólmgeirsson, Sveinbjörn et al. 2010. Drilling Operations of the First

Iceland Deep Drilling Well (IDDP). Proceedings World Geothermal

Congress 2010 Bali, Indonesia, 25-29 April (2010).

15. Kočiš, Ivan and Krištofič, Tomáš. 2009. Ultra Deep Drilling Technologies

for Geothermal Energy Production. Conference and Summer School,

International Geothermal Days Slovakia (2009)

16. Lazzarotto, Alessandro and Sabatelli, Fabio. 2005. Technological

Developments in Deep Drilling in the Larderello Area. Proceedings World

Geothermal Congress 2005 Antalya, Turkey, 24-29 April (2005)

17. Leading Edge Advantages.,2002, Introduction to Underbalanced Drilling.

18. Niggeman, Kim et al., 2010. Foamed Cementing Geothermal 13 3/8.

Intermediate casing : NGP 61-22. Proceedings World Geothermal

Congress 2010, Bali, Indonesia, 25-29 April (2010)

19. Nur, Suhascaryo., Nawangsidi, Dody., Sri Rejeki, Handayani. 2005.

Laboratory Study of High Temperatur Additive to Rheology Properties of

Drilling Mud under Dynamic Conditions. Proceedings World Geothermal

Congress 2005 Antalya, Turkey, 24-29 April (2005)

20. Rybach, Ladislaus. 2010. The Future of Geothermal Energy. Proceedings

World Geothermal Congress 2010 Bali, Indonesia, 25-29 April (2010)

21. Sakuma, S., Uchida, T., 1997. Frontier Geothermal Drilling Operations

Succeed at 500oC BHST. SPE Paper. Amsterdam, Netherland.

22. Saptadji, Nenny Miryani., Teknik Panas Bumi. Diktat Kuliah. Bandung.

23. Satiyawira, Bayu et al., 2010. Effects of Ligonulfonate and Temeparture

on Compresive Strength of Cement. Proceedings World Geothermal

Congress 2010, Bali, Indonesia, 25-29 April (2010)

24. Sutter, V.E., 1979. The Application of Petroleum Engineering to

Geothermal Development. SPE Paper. California.

25. Taylor, Mark A. 2007. The State of Geothermal Technology. A

Publication by the Geothermal Energy Association for the U.S.

Department of Energy.

26. Teodoriu, C. et al., 2009. Drilling Deep Geothermal Reservoir : the Future

of Oil and Gas Business. Beitrag Der Geothermiekongress, Bochum,

Germany, 17-19 November (2009)

27. Thorhallsson, Sverrir et al. 2010. Well design and drilling plans of the

Iceland Deep Drilling Project (IDDP). Proceedings World Geothermal

Congress 2010 Bali, Indonesia, 25-29 April (2010)

28. Ullah, Syeid Zahoor and Bukhari, Syed Rehan Shah. 2008. Geothermal

Reservoirs : A Renewable Source of Energy and an Extension of

Petroleum Engineering. SPE Papers (SPE 114718)