BAB II
TEORI DASAR PEMBORAN BERARAH
Kegiatan pemboran merupakan hal pertama yang dilakukan sebelum
minyak bumi atau gas dapat diproduksikan. Pemboran dilakukan dengan
tujuan untuk membuat saluran antara reservoir dan permukaan agar
minyak bumi atau gas bumi dapat mengalir, karena adanya perbedaan
tekanan di permukaan. Terdapat beberapa macam teknik operasi
pemboran yang umumnya dilakukan yaitu; Pemboran Vertikal, Pemboran
Berarah, dan Pemboran Horizontal.
Saat ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penentuan
teknik pemboran yang tepat pada suatu lapangan. Cadangan minyak
bumi atau gas alam biasanya ditemukan dalam formasi batuan endapan
yang mempunyai karakteristik lapisan yang bertingkat atau berbeda
diantara lapisan yang satu dengan yang lainnya, terdiri dari
lapisan keras, lunak, dan berbentuk kemiringan patahan. Kondisi
lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh tekanan dan kekerasan
lapisan batuan yang akan ditembus karena dengan bertambahnya
kedalaman kemungkinan akan semakin meningkat tekanan yang
dialami.
Berdasarkan lintasan lubang bor terdapat tiga macam jenis
pemboran,
antara lain yaitu;
a. Pemboran Vertikal ( Vertical Drilling )
Pemboran yang memiliki lintasan bor yang menembus secara
tegak
lurus terhadap tempat dan kedudukan menara bor.
15
16
b. Pemboran Berarah ( Directional Drilling )
Teknik pemboran di mana arah pemboran dibelokan mengikuti
lintasan yang telah direncanakan untuk mencapai target yang
telah ditentukan.
c. Pemboran Horizontal ( Horizontal Drilling )
Jenis pemboran ini adalah pengembangan dari teknologi
directional
drilling dengan kemiringan mendekati 90 derajat, atau sejajar
formasi, dan memiliki inklinasi 85-105 derajat.
3.1 Pemboran Berarah ( Directional Drilling )
Pemboran berarah adalah salah satu seni membelokan lubang sumur
untuk kemudian diarahkan ke suatu sasaran tertentu di dalam formasi
yang tidak terletak vertikal di bawah mulut sumur. Di dalam
melakukan pemboran pada suatu formasi, sebenarnya selalu diinginkan
lubang vertikal, karena lubang vertikal operasinya lebih mudah, dan
juga umumnya biayanya lebih murah daripada pemboran berarah. Jadi
pemboran berarah hanya dilakukan karena alesan-alasan dan keadaan
khusus saja.
3.2 Tujuan dan Alasan Penggunaan Pemboran Berarah
Pemboraan berarah dilakukan dengan tujuan memudahkan kita
mencapai formasi yang dituju tanpa harus menembus formasi yang
tidak ingin kita lewati. Dimana mengatasi keadaan disaat sasaran
atau target tidak mungkin dicapai dengan pemboran vertikal,
sehingga diharapkan produksi hidrokarbon akan
3.2.2 Alasan Geologis
Pemboraan berarah pada kondisi ini dilakukan untuk
menghindari
kesulitan apa yang dihadapi apabila dibor secara vertikal,
seperti ;
a. Adanya Saltdome atau kubah garam
Penggunaan metode Directional Drilling karena adanya kubah
garam,
dapat di lihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.5
Pertimbangan Alasan Pembebasan Lahan 10
b. Mengatasi semburan liar (Blow Out) dengan relief well,
seperti pada
Gambar 3.7.
Gambar 3.7
Pertimbangan Alasan Blow Out 10
c. Menghindari garis batas pantai di permukaan, seperti pada
Gambar 3.8.
Gambar 3.8
Pertimbangan Alasan Garis Batas Pantai 10
Gambar 3.9
Pertimbangan Alasan Pemboran Menyimpang 10
3.3 Tipe-Tipe Pemboran Sumur Berarah
Di dalam perencanaan suatu pemboran berarah, lubang bor yang
direncanakan dibuat pada suatu bidang datar dengan sudut arah dan
perubahan sudut kemiringan tertentu. Namun lubang bor tidak akan
terletak pada satu bidang disebabkan pengaruh banyak faktor. Baik
sudut kemiringan maupun sudut arah lubang bor akan selalu
berubah-ubah menyimpang dari yang telah direncanakan. Pada praktek
suatu pemboran berarah, setelah dicapai kedalaman-kedalaman
tertentu (biasanya setiap 50-100 ft pertambahan kedalaman),
dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan sudut arah (dilakukan
survey). Apabila terjadi penyimpangan, lubang bor tadi diarahkan
kembal ke arah yang ditetapkan semula.
24
3.3.1. Build and Hold Trajectory
Pada tipe ini merupakan profil sumur yang umum dan paling
sederhana.
Titik belok pada (Kick Off Point) terletak di kedalaman yang
tidak terlalu jauh dari permukaan tanah (dangkal). Bila sudut
kemiringan dan arah kemiringan yang diinginkan didapat, maka sudut
ini perlu dipertahankan sampai titik sasaran. Pembelokan lubang
dilakukan dengan cara memperbesar sudut kemiringan dan sesuai BUR
(Build Up Rate) yang telah direncanakan. Pembesaran sudut inklinasi
ini dilakukan dengan menggunakan alat pembelok. Tipe ini juga umum
dikenal dengan istilah Slant Type atau menaikkan dan mempertahankan
sudut (Build and Hold). Bentuk dari Build and Hold Trajectory
11dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10
Build and Hold Trajectory
Dari Gambar 3.10 tersebut dapat diperhitungkan dengan persamaan
sebagai berikut:
1. Radius of curvacture
R = %'# !
.................................................................................................(3.1)
25
2. Maximum inclination angle
a. Mencari jarak displacement dari jarak vertikal titik bor
sampai dengan
titik target
X3 =( !! )"!(!!!!
)"............................................................(3.2)
b. Menentukan Inklinasi maksimal (jika X3 < R)
I max = arcsin (( !! ")!!(#"!# ) ) arctan (!!"#"!#
)............................(3.3)
c. Menentukan Inklinasi maksimal (jika X3 > R)
I max = 180 - arctan(!!"#"!# ) !![(!!"#"!# )! ( " (!!"#"!#
))\.(3.4)
3. Panjang lintasan sepanjang bagian pertambahan sudut (L Build
Up
Section).
L build up section = ! !! !!
..........................................................(3.5)
4. Panjang TVD dari titik awal mulai bor sampai dengan L build
up section.
_TVD = R (sin maximum inclination angle sin KOP
angle).............(3.6)
5. Panjang displacement dari jarak vertikal titik bor sampai
dengan titik akhir L build up section.
_D = R (cos maximum inclination angle cos KOP
angle).................(3.7)
6. Measured depth pada akhir build up section.
MD build up = TVD KOP + L Build up
Section...................................(3.8)
7. TVD akhir build up section.
TVD build up section = TVD KOP + R sin I
max.................................(3.9)
8. Horizontal depature pada akhir build up section.
Horizontal depatured build up section = R (1-cos I
max)..................(3.10)
9. Panjang lintasan sepanjang hold section (setelah build up
section).
L tan section = #"!#!"#! !
!.....................................................................(3.11)
10. Total measured depth dari titik mulai bor hingga target.
Total MD = TVD KOP + L build up section + L tan
section............(3.12)
Dimana :
R = Radius of Curvacture.
I = Inclination, deg.
26
BUR = Build Up Rate, /100 feet.
KOP = Kick Of Point, feet.
TVD = True Vertical Depth, feet.
MD = Measured Depth, feet.
3.3.2. Build Hold and Drop (S) Trajectory
Profil ini dilaksanakan pada kondisi tertentu, seperti kasus
kubah garam
atau side tracking. Pembelokan lubang dilakukan jauh di bawah
surface casing, kemudian sudut kemiringannya dipertahankan sampai
ke sasaran. Sumur dengan titik belok KOP (Kick Off Point) yang
dalam mempunyai kelemahan antara lain:
1. Kemungkinan formasi lebih keras dan sulit dibelokan.
2. Operasi tripping lebih banyak dilakukan untuk mengganti
peralatan bawah tanah BHA (Bottom Hole Assembly) selama
pembelokan.
3. Laju Build Up lebih sulit dikontrol, pada jenis ini sering
disebut dengan
S type.
Pada Gambar 3.11 menunjukan tipe Build Hold and Drop (S)
Trajectory.
Gambar 3.11
Build Hold and Drop (S) Trajectory
27
Dari Gambar 3.11 tersebut yang dapat diperhitungkan dengan
persamaan
sebagai berikut:
1. Maximum inclination angle (kondisi r1 + r2 > X4)
_=arctan(##!# !!!#
)-arccos[(! "##!#
) ! [ " (##!# !!!#)\]........(3.13)
2. Maximum inclination angle (kondisi r1 + r2 < X4)
_=180-arctan(##!# !!!#
)-arccos[(! "##!# ) ! [ " (##!# !!!#)\].(3.14)
3. Perhitungan yang lainnya sama seperti tipe Build and Hold,
yang membedakan hanyalah sudut lintasan pemboran.
3.3.3. Build Hold Partial Drop and Hold (Modified S)
Trajectory
Mula-mula sama seperti tipe belok di tempat dangkal, tetapi
kemudian dibelokan kembali ke vertikal. Pada tipe ini sering
disebut dengan Modified S Type. Adapun pemilihan tipe pemboran ini
didasarkan pada lokasi koordinat di permukaan dan jarak antar
lokasi permukaan dengan sasaran atau formasi produktif. Misalnya
apabila jarak sasaran tidak begitu jauh dari sumbu vertikal yang
melalui mulut sumur, maka dipilih tipe belok di tempat dalam. Lain
halnya apabila jarak sasarannya jauh dari sumbu vertikal tadi, maka
dipilih tipe pembelok di tempat dangkal. Pada Gambar 3.12
menunjukan gambaran tipe Build Hold Partial Dropand Hold (Modified
S) Trajectory.
28
Gambar 3.12
Build Hold Partial Dropand Hold (Modified S) Trajectory
3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiringan Dan Arah Lubang
Bor
Lubang bor yang terbentuk pada kenyataannya sering mengalami
perbedaan dengan yang direncanakan pada awalnya, di mana kemiringan
lubang bor dapat terjadi karena adanya lapisan yang dilalui
sepanjang lintasan pemboran memiliki ketebalan dan kekerasan yang
berbeda-beda. Hal lain dapat mempengaruhi terbentuknya kemiringan
sumur.
Dari kedua alasan tersebut, maka secara umum faktor-faktor
yang
mempengaruhi kemiringan lubang bor bisa disebabkan oleh faktor
mekanis dan faktor formasi dari lapisan yang dilalui jalur
lintasan.
3.4.1 Faktor Formasi
Pada formasi yang berlapis-lapis dengan bidang perlapisan yang
miring
maka lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus pada bidang
perlapisan. Penembusan pahat bor pada formasi akan meninggalkan
sebuah baji kecil yang
29
dapat bertindak sebagai baji kecil (Miniature of Whipstock) yang
dapat membelokkan lubang sumur. Teori ini dinamakan Miniature
Whipstock Theory.
Formasi dengan perlapisan yang berganti-ganti dari lunak ke
keras atau
sebaliknya akan menyebabkan bit ditahan dengan berat sebelah
pada kedua sisinya, sehingga pahat akan terperosot ke salah satu
sisi dan mengakibatkan bengkoknya lubang bor. Pada kasus ini
disebut Formation Drillability Theory.
Saat kemiringan lapisan (dip) kurang dari 45_, maka bit akan
tegak lurus (up
dip) dan saat kemiringan bidang perlapisan (dip) lebih dari 45_,
maka bit akan cenderung mengikuti sejajar bidang perlapisan (down
dip), seperti pada Gambar 3.13.
Lapisan lunak lebih mudah di bor daripada lapisan keras sehingga
dapat
menghasilkan lubang yang tidak satu garis lurus dengan lapisan
lunak dan kemungkinan menghasilkan Dogleg yang tajam.
Gambar 3.13
Miniature Whipstock dan Formation Drillability 10
30
Rock drillability menyatakan tingkat kemudahan batuan untuk di
bor. Pada umumnya batuan akan semakin mudah untuk di bor dengan
bertambahnya kedalaman, karena batuan semakin dalam cenderung
semakin kompak (tapi tidak selalu). Rock drillability tergantung
beberapa parameter, antara lain; sifat batuan, lumpur, hidrolika,
dan jenis pahat yang digunakan.
3.4.2 Faktor Mekanis
Bit walk adalah kecenderungan bit untuk bergeser atau menyimpang
dari
arah lintasan yang telah direncanakan dan mengikuti suatu bentuk
lintasan yang berputar. Untuk menentukan arah bit walk, perlu
dipertimbangkan putaran drill string dan perpindahan BHA (Bottom
Hole Assembly).
Faktor-faktor yang mengakibatkan hal tersebut di atas adalah
dikarenakan
drill collar yang tidak cukup kekar sehingga bisa mengakibatkan
kelengkungan. Beban pada pahat (WOB) yang berlebihan sehingga drill
collar melengkung, dan perubahan BHA (Bottom Hole Assembly) yang
akan memberikan bentuk lubang yang berlainan. Faktor-faktor
tersebut akan mengakibatkan perubahan sudut yang tidak diinginkan
dan pada akhirnya menyebabkan kegiatan pemboran tidak dapat
berjalan dengan optimal.
Nilai Weight On Bit Maximum 11 dari suatu rangkaian dapat
dituliskan dalam
persamaan berikut :
Untuk Straight Hole
WOBmax = ( Weight of DC + HWDP ) x BF
...................................................(3.15)
Untuk Directional Hole
WOBmax = ( Weight of DC + HWDP ) x BF x cos I
.......................................(3.16)
31
di mana :
WOBmax = Weight on bit maksimum (klbs).
BF
= Buoyancy factor.
I
= Inclination (deg).
Berat di atas pahat atau Weight On Bit (WOB) merupakan beban
yang diberikan pada mata bor yang arahnya vertikal ke bawah.
Apabila WOB itu telah melampaui kekuatan batuan (Compressive
Strength), maka batuan akan pecah dan pahat menembus formasi.
Semakin besar WOB tidak selalu laju pemboran yang diperoleh ikut
semakin besar.
Akan tetapi penambahan WOB yang tidak diimbangi dengan
pembersihan
lubang bor yang baik justru akan menurunkan laju pemboran. Hal
ini karena pahat menghancurkan serbuk bor berulang kali dan bahkan
mungkin serbuk bor ini termampatkan pada gigi pahat yang dapat
menimbulkan efek Balling.
Besarnya WOB maksimum yang diijinkan 75 % sampai 80 % dari
berat
DC di dalam lumpur. Besar WOB tergantung pada ukuran dan tipe
pahat, karakteristik batuan formasi, dan kapasitas peralatan
pemborannya. Untuk mengetahui WOB yang diberikan pada pahat selama
operasi pemboran berlangsung digunakan Weight Indicator yang
mencatat beban yang diderita oleh Hook.
Besarnya WOB dapat ditambah dengan memasang HWDP (Heavy
Weight
Drill Pipe). HWDP ini mempunyai ukuran yang lebih tebal
dibandingkan dengan drill pipe konvensional dan umumnya mempuyai
berat 2-3 kali daripada Drill Pipe. Dalam menentukan jumlah
rangkain DC (Drill Collar) yang sesuai dengan besarnya WOB sangat
tergantung pada ukuran DC-nya.
32
Selain itu, penggunaan WOB yang terlalu besar juga akan merusak
gigi pahat, karena Stress yang diijinkan pada gigi-gigi pahat
maksimum berkisar 10.000 lbs/in, sedangkan Stress yang melebihi
batasan itu dapat mematahkan gigi pahat. Putaran pahat bertujuan
untuk memberikan gaya horizontal terhadap permukaan batuan dan
apabila gaya ini telah melampaui shear strength batuan, maka batuan
itu akan hancur.
Pada kenyataannya peningkatan perputaran tidak selalu
meningkatkan laju
pemboran. Untuk formasi yang lunak memang meningkatkan RPM akan
meningkatkan laju pemboran asalkan kemampuan membersihkan Cutting
di dasar lubang ditingkatkan pula. Namun untuk formasi keras,
peningkatan RPM yang melewati batas tertentu, sebaliknya akan
menurunkan laju pemboran. Hal ini disebabkan karena pada formasi
yang lunak dengan putaran yang tinggi hanya mengakibatkan getaran
yang kecil, sehingga getaran tersebut tidak mempengaruhi kontak
gigi per satuan waktu terhadap permukaan batuan. Oleh sebab itu
pada formasi lunak dapat digunakan RPM tinggi dengan WOB yang
kecil.
Dalam praktek, bila harga W dan N terlalu besar, maka bisa
menyebabkan
gigi pahat dan bearingnya cepat aus, sehingga harga W sangat
dipengaruhi oleh Stress yang diijinkan untuk gigi pahat sendiri
Dalam pemboran disarankan agar W dan N konstan dalam arti bila
W
naik, maka N turun. Untuk itu perlu dicari beberapa besar harga
W dan N yang optimum yang didasarkan pada rekomendasi pabrik
pembuatan pahat. Data ini dapat dipegang sebagai pertimbangan
optimum WOB dan RPM-nya.
33
3.5 Peralatan Pemboran Berarah
Untuk membuat suatu lubang pemboran berarah maka diperlukan
peralatan pemboran khusus untuk menunjang kegiatan ini.
Peralatan ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : Peralatan
Defleksi (Deflection Tools) dan Bottom Hole Assembly (BHA).
3.5.1 Peralatan Defleksi
Peralatan- peralatan ini digunakan ketika akan mulai membuat
Build Up
Section pada titik belok (KOP). Deflection Tools akan
mengarahkan rangkaian bor dengan kemiringan beberapa derajat sesuai
dengan arah yang telah direncanakan.
Alat- alat pembelok ini adalah :
a. Whipstock
Whipstock (Gambar 3.14) merupakan peralatan pembelok lubang
paling tua dan digunakan pertama kali secara luas untuk membuat
sudut. Peralatan ini terbuat dari baja tuang dan berbentuk baji
konkaf yang melengkung ke dalam sebagai tempat pergerakan pahat.
Whipstock harus ditempatkan pada dasar yang keras agar tidak ikut
berputar selama Drill String berputar. Cara kerja alat ini adalah
Bit yang ukurannya lebih kecil dipasang bersama dengan Whipstock.
Kemudian alat ini diturunkan sampai kedalaman Kickoff-nya. Setelah
itu berat rangkaian pipa bor digunakan untuk mematahkan Shear Pin
yang menahan Whipstock, sehingga pahat tadi membelok sesuai dengan
kemiringan Whipstock.
Alat ini bisa diaplikasikan pada kondisi Open Hole ataupun Cased
Hole. Casing Whipstock biasanya digunakan untuk melakukan
Sidetrack.
34
Gambar 3.14
Whipstock 12
b. Bent sub
Rangkaian pipa yang menggunakan Bent Sub (Gambar 3.15) akan
diturunkan sampai dasar lubang tempat defleksi tersebut
dibutuhkan. Defleksi dari lubang dapat ditingkatkan dan dikontrol
dengan menggunakan Bent Sub yang berbeda- beda sudutnya, berkisar
antara 1,5 sampai 3 derajat.
Gambar 3.15
Bent Sub 12
35
3.5.2 Bottom Hole Assembly (BHA)
Bottom Hole Assembly (BHA) mempunyai fungsi utama untuk
mengarahkan lubang bor pada operasi pemboran berarah sesuai
dengan arah yang dikehendaki, sehingga diperoleh performa yang baik
dalam membentuk kemiringan atau arah lintasan lubang bor. Susunan
Bottom Hole Assembly yang baik digunakan pada suatu sumur belum
tentu baik pula digunakan pada sumur lain, hal ini dikarenakan
pengaruh perbedaan dari formasi yang dibor. Bottom Hole Assembly
terletak di antara Drill Pipe dan Bit dengan pola susunan tertentu
mengikuti prinsip fulcrum, stabilisasi, dan pendulum. Berikut ini
diuraikan mengenai prinsip susunan rangkaian Bottom Hole Assembly
yang pada umumnya digunakan sebagai dasar di dalam pemilihan posisi
Bottom Hole Assembly.
a. Prinsip Fulcrum
Prinsip fulcrum adalah proses menaikkan inklinasi dari
Trajectory yang dibentuk, maka stabilizer yang digunakan harus
diletakkan dekat dengan pahat. Pembentukan Trajectory untuk
menaikan sudut inklinasi dapat dilihat pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16
Prinsip Fulcrum 11
b. Prinsip Pendulum
Prinsip pendulum adalah proses menurunkan inklinasi dari
Trajectory yang dibentuk. Jika ingin menurunkan sudut inklinasi
yang dibentuk, maka stabilizer yang digunakan harus diletakkan jauh
dengan pahat. Pembentukan trajectory untuk menurunkan sudut
inklinasi dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17
Prinsip Pendulum 11
c. Prinsip Stabilisasi
Prinsip stabilisasi adalah proses mempertahankan sudut inklinasi
dari Trajectory yang dibentuk. Jika ingin mempertahankan inklinasi
yang dibentuk, maka rangkaian Bottom Hole Assembly harus dibuat
kaku dan pemasangan stabilizer serapat mungkin. Pembentukan
Trajectory untuk mempertahankan sudut inklinasi dapat dilihat pada
Gambar 3.18.
38
Gambar 3.18
Prinsip Stabilisasi 11
3.5.2.1 Vertical Hole Assembly
Rangkaian ini umumnya disusun untuk membor secara tegak lurus
dari
menara bor di permukaan sebelum dicapainya titik KOP (Kick Off
Point), atau bagian setelah Drop Off (pada saat kembali vertikal
lagi) pada pemboran berarah. Rangkaian BHA yang umum digunakan pada
lubang vertikal ialah sebagai berikut: Circulating Sub - Drill Pipe
- Bit Sub - Bit (Gambar 3.19).
39
Gambar 3.19
Vertical Hole Assembly 4
3.5.2.2 Build Up Assembly
Susunan rangkaian ini menggunakan Stabilizer sebagai titik tumpu
yang
memberikan gaya pada sisi pahat bor. Pada lubang bor yang
mempunyai sudut inklinasi lebih dari 3_ di atas titik pengungkit
akan bersandar pada bagian bawah dari lubang bor, keadaan ini akan
mendorong pahat bor bergerak ke atas dari lubang bor dan memiliki
kecenderungan untuk menaikkan sudut. Rangkaian BHA yang umum
digunakan pada lubang ini ialah sebagai berikut: HWDP Jar - HWDP
-Cross Over NMDC - Slim Pulse NMDC Stabilizer - Float Sub -
Drill Motor - Bit (Gambar 3.20).
40
Gambar 3.20
Built Up Assembly 4
3.5.2.3 Tangent Assembly
Pada bagian Tangent Assembly, rangkaian ini mengkombinasikan
Stabilizer dan Drill Collar pada susunan rangkaian pemboran,
yang mengakibatkan pembelokan pada pipa menjadi sangat minim,
sehingga mengurangi efek fulcrum dan efek pendulum. Rangkaian BHA
yang umum digunakan pada lubang ini ialah sebagai berikut: HWDP -
Jar- NMDC - Slim Pulse NMDC Stabilizer - Float Sub - Drill Motor -
Bit (Gambar 3.21).
41
Gambar 3.21
Tangent Assembly 4
Bottom Hole Assembly merupakan sebuah rangkaian yang terdiri
dari
beberapa peralatan, antara lain sebagai berikut :
Heavy Weight Drill Pipe
Heavy weight drill pipe adalah sejenis dengan Drill Pipe (Gambar
3.22) tetapi lebih berat dan mempunyai bagian yang lebih tebal yang
membuatnya lebih berat 2,5 kali daripada DP standar, seperti Tool
Joint yang berfungsi untuk menahan beban tegangan (Stress Loading)
atau beban puntir (Torsional Load). Berat HWDP berada diantara DP
standar dan DC, sehingga alat ini dapat berfungsi sebagai pengganti
DC pada
42
daerah kelengkungan pemboran horizontal untuk memberikan beban
pada pahat.
HWDP mempunyai panjang rata-rata 30 ft, memiliki Central Up Set
yang bersifat seperti Wear Knot. Wear Knot berfungsi untuk menjaga
DP jauh dari dinding lubang bor pada daerah kurva. Hal ini akan
mengurangi Friksi Rotasi dan Friksi Longitudinal yang akan
menghasilkan Less Sticking. Selain itu, Wear Knot membantu menjaga
Cutting tetap dalam suspensi.
Gambar 3.22
Drill Pipe 12
43
Drill Collar
Drill collar merupakan pipa penyambung antara Bit dengan Drill
Pipe. Selain itu, Drill Collar (Gambar 3.23) berfungsi sebagai
pemberi beban pada Bit. Beberapa jenis Drill Collar biasa dipakai
dalam pemboran adalah :
Non Magnetic Drill Collar berfungsi untuk menangkal gaya
magnetik
bumi dan biasanya dikombinasikan dengan alat survey, agar alat
survei tersebut dapat membaca survei dengan baik.
Spiral Drill Collar berfungsi untuk membantu sirkulasi
pengangkatan
Cutting dalam lubang bor.
Gambar 3.23
Drill Collar 12
44
Float Sub
Float Sub (Gambar 3.24) biasa dipasang di atas motor dan
berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya aliran balik dari dalam
formasi yang melewati Drill Pipe.
Gambar 3.24
Float Sub 12
Stabilizer
Stabilizer dipasang pada BHA untuk mengontrol lintasan lubang
bor dan mencegah BHA di atas bit untuk menyentuh dinding lubang
bor, memperbesar kecepatan penembusan, meluruskan lubang,
mengurangi resiko untuk terjepit. Stabilizer digunakan untuk
mengontrol sudut inklinasi dan arah lubang, untuk menghindari
Differential Sticking, untuk mencegah Dogleg yang berlebihan dan
key seat, untuk melepaskan Cyclic Streesing pada tooljoint atau
sambungan DC. Stabilizer dibuat dalam
45
berbagai desain (Gambar 3.25) seperti; Integral Blade, Welded
Blade, Shunk on Sleeve Strabilizer, Replace Bladed Stabilizer, dan
Non-Rotating Integral Blade. Non-rotating sleeve stabilizer dipakai
untuk mengurangi torsi dan kerusakan lubang bor pada pemboran
lubang yang sangat miring.
Gambar 3.25
Stabilizer 12
Drilling Jar
Peralatan mekanis ini umumnya dipasang pada BHA untuk
membebaskan rangkaian yang terjepit. Ketika suatu tension yang
diset sebelumnya tercapai, maka jar secara otomatis akan melepaskan
mekanisme palu (Hammer). Pengaruh balik (Impak) akan memberikan
gaya pukulan (jar up, jar down) agar rangkaian tersebut bisa bebas.
Jar dapat dipasang untuk mendorong rangkaian lepas ke atas atau ke
bawah.
46
Sperry sun mengeluarkan produk mekanikal jar (Gambar 3.26) yang
dipakai untuk menghindari pipa terjepit, sehingga menghindari
operasi pemancingan (Fishing). Jar ini dapat dioperasikan dengan
arah atas maupun bawah, dimana mengaktifkan proses pelepasan dengan
cara memberikan beban tensional untuk ke arah atas dan memberikan
beban kompresif ke arah bawah.
Mekanikal Jar12
Cross Over (XO Sub)
Alat ini berfungsi untuk menghubungkan dua rangkaian pipa
yang
memiliki diameter dan ukuran Tool Joint yang berbeda.
47
Bit Sub
Panjang alat ini berkisar antara 4 11 feet dan berupa pipa
dengan Head dan Tail yang berbentuk Box. Alat ini biasa digunakan
untuk menghubungkan Bit dengan Drill Collar.
3.5.2.4 Down Hole Mud Motor
Down Hole Mud Motor merupakan alat pemutar pahat bor. Down Hole
Motor berfungsi untuk menggerakkan pahat tanpa harus memutar
rangkaian pipa pemboran. Penggerak utama dari motor adalah fluida
pemboran atau lumpur pemboran yang dipompakan dari permukaan menuju
motor melalui Drill String. Fluida tersebut menggerakkan mekanisme
motor, untuk dapat membelokkan lintasan sumur maka suatu motor
dilengkapi dengan Bent Sub atau Bent Housing yang dipasang di atas
Down Hole Mud Motor. Adanya Bent Sub ini menghasilkan lengkungan
yang halus dan Smooth. Penggunaan Down Hole Mud Motor mempunyai
keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya adalah sebagai berikut
:
a. Mengurangi penggunaan daya di permukaan.
b. Penggunaannya relatif ekonomis dibandingkan dengan
peralatan
pemboran konvensional.
c. Mengurangi laju kerusakan Drill Pipe, karena berkurangnya
puntiran yang
dialami oleh Drill Pipe. WOB yang kecil ini mengakibatkan laju
kerusakan pahat semakin kecil.
d. Memudahkan pengontrolan terhadap arah dan kemiringan
lubang.
48
e. Dapat membuat lengkungan lubang yang halus pada daerah Build
Up dan
daerah Drop Off.
f. Desain Drill Pipe hanya menekan pada perhitungan besarnya
tegangan
saat dilakukannya pengangkatan Drill String.
Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut : a. Pemakaian
fluida dibatasi oleh beberapa kriteria, seperti : lumpur harus
sangat bersih dari material kasar (pasir, clay, dan barite)
karena material ini akan mengikis bagian dalam motor.
b. Pompa lumpur harus bertekanan tinggi untuk dapat memutar
pahat dengan
kehilangan tekanan besar.
c. Pahat harus tahan terhadap abrasi, untuk itu sangat
dianjurkan memakai
Diamond Bit dan PDC.
d. Pemakaian Down Hole Drilling Motor tidak diizinkan untuk
formasi
bertekanan dan temperatur abnormal.
Ada 2 (dua) macam Down Hole Motor yang umumnya dikenal, yaitu
:
1. Turbine Motor
Turbine Motor (Gambar 3.27a) adalah motor hidrolik dengan Multi
Stage (Berjumlah 25 250) yang terdiri dari rotor dan stator. Metode
yang digunakan Turbine Motor untuk menciptakan kekuatan putaran
pada pahat adalah dengan menggunakan momentum fluida. Stator
dihubungkan dengan bagian luar motor dan berfungsi sebagai pengaruh
aliran fluida pemboran ke rotor. Akibat adanya aliran fluida
pemboran yang menumbuk
49
rotor, maka rotor akan berputar, dan perputaran ini akan
diteruskan ke pahat melalui batang penggerak. Jumlah tingkat
tergantung pada besarnya torsi atau kekuatan yang diinginkan.
Turbine motor mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : baik
digunakan pada temperatur tinggi (di atas 300_F), dan Oil Base Mud.
Sedangkan kelemahannya adalah pemeliharaan alat cukup sulit dan
mahal.
2. Positive Displacement Motor (PDM)
Positive Displacement Motor (Gambar 3.27b) digerakkan oleh pompa
dengan rotor berbentuk helisiodal yang berperan sebagai rotor
tersekat di dalam stator. Jika fluida dialirkan, maka rotor akan
berputar untuk memberikan jalan kepada fluida untuk mengalir.
RPM dan torsi yang dihasilkan pada PDM sangat ditentukan
dari
kombinasi rotor dan statornya, di mana semakin banyak jumlah
Lobe akan menghasilkan torsi yang makin tinggi, namun RPM yang
rendah.
PDM ini mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan.
Keuntungan dari pemakaian PDM ini adalah : a. Memusatkan tenaga
putarannya pada Bit sehingga menghasilkan RPM
tinggi.
b. Mengurangi beban torsi pada Drill String.
c. Perawatan sederhana.
d. Dapat mengontrol deviasi pada pemboran lurus dan mudah
dikendalikan pada saat pemboran sumur miring atau
horisontal.
e. Bentuk kelengkungan yang dibuat tidak patah- patah.
50
Sedangkan kelemahan dari pemakaian PDM ini adalah :
a. Tidak dapat digunakan pada temperatur tinggi.
b. Tidak dapat dioperasikan pada lumpur yang mengandung pasir
yang
tinggi.
Gambar 3.27
Down Hole Mud Motor 12
Salah satu fungsi dari BHA adalah untuk menyediakan tekanan atau
berat secukupnya pada pahat bor agar proses pemboran dapat berjalan
dengan baik. Analisa panjang dan berat BHA dilakukan untuk
mendemonstrasikan bahwa panjang minimum BHA yang dibutuhkan
seringkali lebih pendek dari yang digunakan di lapangan. Persamaan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Non Rotating Case 10
L = DF !! ("#! ! ! "
)..............................................................................(3.17)
51
Rotating Case 10
L = DF !! ("#!
).......................................................................................(3.18)
di mana :
WOB = Weight on bit (klbs).
DF = Design factor (DF = 1,2 - 1,3).
= Buoyancy factor.
w
= Unit weight (lb/ft).
= Inclination (deg).
L
= Panjang rangkaian BHA (ft)
3.6 Lumpur Pemboran
Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifatsifat lumpur yang
cocok dengan penanggulangan problem yang ditemui dalam pemboran
berarah. Syarat yang harus dipenuhi sistem fluida pemboran vertikal
dapat berjalan dengan baik tidak berbeda dengan fluida untuk
pemboran berarah (Directional). Dalam hal ini, lumpur yang dipilih
diharapkan memenuhi fungsi lumpur pemboran. Dengan memenuhi fungsi
fungsi sebagai berikut:
Pembersihan lubang yang optimum.
Membentuk Mud Cake yang tipis dan licin.
Menahan Cutting saat sirkulasi terhenti.
Mendinginkan dan melumasi Bit serta rangkaian pipa.
Sebagai media logging dan mengimbangi tekanan formasi.
52
3.7 Peralatan Survey Pemboran Berarah
Ada beberapa macam peralatan survey yang digunakan pada operasi
pemboran berarah, seperti : Gyroscope, MWD, dan LWD. Dengan alat
survey bisa didapatkan parameter-parameter pemboran secara Real
Time, sehingga dari setiap titik pengukuran ini dapat mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama pemboran berlangsung.
Penyimpangan arah dan kemiringan yang terjadi, harus diarahkan
kembali ke jalur lintasan semula.
3.7.1 Gyroscope Instrument
Sudut antara magnet (Azimuth) yang sebagian besar dicatat oleh
peralatan survey banyak mengalami kesalahan akibat dari gangguan
magnetis yang disebabkan oleh casing- casing pada sumur sekitarnya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi gangguan tersebut maka dipakai
Gyroscope, di mana alat ini mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan arahnya, dan tidak terpengaruh oleh medan
magnet.
Bagian dasar dari Gyroscope (Gambar 3.28) adalah sebuah roda
berat
(Weight Wheel) yang dapat berputar secara cepat dan dipasang
pada dua buah gimbal yang saling tegak lurus, sehingga memungkinkan
Gyro tersebut mempertahankan arahnya tanpa dipengaruhi oleh medan
magnet.
53
Gambar 3.28
Gyroscope Instrument 1
3.7.2 Measurement While Drilling (MWD)
Measurement While Drilling merupakan suatu teknik pencatatan
variasi pengukuran dalam lubang bor dan hasil pengukuran
ditransmisikan ke permukaan dengan memanfaatkan sirkulasi lumpur
saat pemboran berlangsung. Alat ini digunakan untuk mengontrol
sudut kemiringan dan sudut arah. Selain itu, MWD juga digunakan
untuk mendeteksi zona bertekanan abnormal, korelasi Logging,
memonitoring WOB serta Torque di pahat bor. Survei ini dapat
dilakukan pada setiap saat yang dikehendaki. Ada 3 (tiga) jenis
sistem transmisi MWD, yaitu :
a. Negative Pulse
Negative pulse ini bekerja dengan suatu actuator yang membuka
dan
menutup sebuah Valve kecil, dan akan menghasilkan gelombang
tekanan
54
dalam fluida ke Drill Pipe dengan membebaskan sejumlah kecil
fluida pemboran ke annulus, hingga menyebabkan turunnya tekanan ke
Drill Pipe dan menghasilkan pulsa-pulsa tekanan yang negatif. Waktu
yang diperlukan untuk mentransmisikan sekelompok data, menjalankan
rangkaian, dan untuk mengecek keseimbangan dari sudut kemiringan
(inklinasi) dan sudut arah (Azimuth) adalah 3 sampai 5 menit.
b. Positive Pulse
Positive Pulse dan Actuator Valve bekerja dengan membatasi
aliran dari
fluida pemboran yang menuju ke Drill String, menghasilkan
gelembung positif yang lebih besar dari Negative Pulse hingga mudah
dideteksi. Waktu yang diperlukan untuk mentransmisikan data kurang
lebih sama dengan waktu yang diperlukan pada Negative Pulse.
c. Continuous Pulse
Digunakan stator dan rotor yang berputar secara berulang-
ulang
menghalangi aliran lumpur dan akan menghasilkan suatu fluktuasi
tekanan yang kontinu dalam tekanan di Stand Pipe. Prinsip kerja
dari MWD adalah dengan mentransmisikan data ke permukaan melalui
aliran lumpur dalam rangkaian pipa pada saat pemboran, yang mana
tekanan pompa sedang diaktifkan. Aliran lumpur yang melalui pipa
bor digunakan untuk membentuk signal tekanan dengan memasang suatu
mekanisme yang dapat atau tidak memberikan tekanan terhadap aliran
lumpur. Informasi yang sampai ke permukaan berupa ada tidaknya
signal tekanan yang disusun dalam kode
55
biner, kemudian diterima oleh Pressure Tranducer di Stand Pipe
dan selanjutnya diproses oleh komputer.
3.7.3 Logging While Drilling (LWD)
Logging While Drilling adalah suatu peralatan yang diletakkan
pada rangkaian di dekat pahat bor yang digunakan untuk mengukur
data dari formasi yang akan dibor dan mengirimkannya ke permukaan
secara langsung, ketika proses pemboran sedang berjalan. Prinsip
LWD sama dengan prinsip kerja dari alat Wireline Logging lainnya,
yang menggunakan emisi sinar gamma untuk mengevaluasi formasi.
Sedangkan jenis log yang mendasari alat ini adalah : GR Log,
Density Log, dan Resistivity Log.
Peralatan LWD mempunyai serangkaian alat yang dapat
menunjang
interpretasi dari formasi. Alat- alat tersebut yaitu :
Compensated Dual Resistivity (CDR), Compensated Density Neutron
(CDN), perangkat keras yang dipasang di permukaan sumur dan
rangkaian peralatan elektronik. Pada dasarnya peralatan CDR dan CDN
dapat dikombinasikan dengan rangkaian peralatan MWD dan
Geosteering, karena MWD akan menginterpretasikan data dasar lubang
seperti WOB, inklinasi, Azimuth, dan data pemboran lainnya.
Sedangkan LWD akan menghasilkan data formasi yang akurat dan secara
langsung dapat mengkorelasikan data yang berasal dari alat perekam
yang dipasang di dasar lubang apabila interpretasi dari penetrasi
pahat bor terdapat kekeliruan.
56
3.8 Metode Perhitungan Survey Lintasan Sumur
Pada saat operasi pemboran dilaksanakan di setiap kedalaman-
kedalaman tertentu maka dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan
arah lubang bor atau yang biasa disebut survei pemboran. Peralatan
survey yang biasa digunakan pada operasi pemboran adalah Gyroscope,
MWD, dan LWD. Dengan alat survei tersebut bisa didapatkan
parameter- parameter pemboran secara Real time sehingga dari setiap
titik pengukuran ini dapat dikoreksi penyimpangan- penyimpangan
yang terjadi selama pemboran berlangsung. Survei tersebut dilakukan
untuk mengarahkan kembali penyimpangan lubang bor ke arah yang
telah dibuat sesuai dengan yang telah direncanakan.
Metode perhitungan lintasan sumur bermacam- macam,
diantaranya
metode Tangential, Balance Tangential, Average Angle, Radius of
Curvature, dan Minimum of Curvature. Namun pada perhitungan yang
digunakan dalam operasi pemboran berarah di sumur BIN-01 dan BIN-02
di lapangan BINTANG adalah dengan menggunakan metode Minimum of
Curvature. Pada perencanaannya, metode yang digunakan adalah Radius
of Curvature dan Minimum of Curvature. Metode ini dipakai karena
memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan
metode yang lainnya.
3.8.1 Metode Radius of Curvature
Pada metode Radius of Curvature, segmen lubang bor dianggap
sebagai
busur suatu lingkaran yang bersifat menyinggung di titik awal
dan akhir suatu interval lubang bor yang memiliki sudut kemiringan
dan sudut arah tertentu.
57
Di dalam perencanaannya pemboran berjalan pada suatu bidang
datar yang memiliki sudut arah tetap.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perhitungan rencana
lintasan
pemboran berarah dengan metode Radius of Curvature 10adalah
:
Penambahan panjang antara dua titik, MD (Measured Depth) :
! 2 1
................................................................................(3.19)
Penambahan sudut pada Build Up Section, Ib :
!! ! ! !
%"...............................................................................(3.20)
Penurunan sudut pada Drop off Section, Id :
!# ! # !
%"....................................................................................(3.21)
Penambahan kedalaman vertikal setelah awal titik lengkungan, TVD
:
Untuk In I(n-1) = 0 : " !
.......................................................(3.22)
Untuk In I(n-1) 0 : " # ! ( ! ! ! !!)
" (! !! !!).......................(3.23)
Penambahan jarak penyimpangan arah, HD (Horizontal Departure)
:
Untuk In I(n-1) 0 : #& "# ( ! ! ! )
" ( ! ).....................(3.24)
Untuk In I(n-1) = 0, dan I 0 : ! ( "
)........................(3.25)
Penambahan arah koordinat Timur (E) dan koordinat Utara (N)
diperoleh
dari persamaan sebagai berikut :
Untuk In I(n-1) 0 dan An A(n-1) 0 :
! (#& )!"# ( ! ! ! )( ! ! ! )
$ !( ! )( ! )............................(3.26)
58
" (#& )!"# ( ! ! ! )( ! )
$ !( ! )( ! )...........................(3.27)
Untuk In I(n-1) 0 dan An A(n-1) = 0 :
! (#& ) "# ( ! ! ! )( )
" ( ! )...........................................(3.28)
" (#& ) "# ( ! ! ! )( ! )
" ( ! )..........................................(3.29)
Untuk In I(n-1) = 0 dan An A(n-1) 0 :
! (#& ) "# ( ! ! ! )( )
" ( ! )..........................................(3.30)
" (#& ) "# ( ! )( )
" ( ! )..........................................(3.31)
Untuk In I(n-1) = 0 dan An A(n-1) = 0 :
! ! ( ")( !")
...................................................................(3.32)
" ! ( ! ")( !")
..................................................................(3.33)
Dogleg Severity (DLS) pada setiap penambahan panjang :
!$ "$ !" " "! ##&! $& "& $"#! #" ( ! #")
........................(3.34)
Dimana DL :
!$ "$ $ " ! !!( ! (!"!!"!!)!! !"!! !" (!!
! ( "! "!!)) ....(3.35)
Dimana :
DL = Dogleg Angle, derajat.
_ TVD = Selisih Vertikal Depth saat di kedalaman (n dan n-1),
feet.
_ HD = Selisih Displacement Horizontal saat di kedalaman (n dan
n-1), feet.
59
_ E = Selisih Displacement arah Timur saat kedalaman (n dan
n-1), feet.
_ N = Selisih Displacement arah Utara saat kedalaman (n dan
n-1), feet.
In= Sudut Inklinasi saat kedalamaan n, derajat.
In-1 = Sudut Inklinasi saat kedalaman di atas kedalaman n,
derajat.
3.8.2 Metode Minimum of Curvature
Pada metode Minimum of Curvature 10, data survey yang dihitung
dikalikan dengan faktor RF yaitu rasio faktor yang ditentukan dari
dog leg pada interval lubang bor yang disurvei.
" "#!( #)" (#!(#$&)")
......................................................................(3.36)
di mana :
(!" ) ! !!( ! (!"!!!!")!! !"!! !" (!! ! ( "! "!!))
( !) (" #&
)...(3.37)
Penambahan kedalaman vertikal pada setiap penambahan panjang
lintasan,
TVD:
" "#"( ! !"!! ! !") "
.......................................................(3.38)
Penambahan jarak penyimpangan arah, HD :
"#"( !"!!! !") "
..........................................................(3.39)
Penambahan arah koordinat Timur (E) dan koordinat Utara (N)
diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
! "#"( !"!! "!! !" ") "
...................................(3.40)
" "#"( !"!! ! "!! !" ! ") "
..................................(3.41)
Perhitungan vertical section :
Closure direction = tan-1( East / North )
.................................................(3.42)
Closure distance = ((North)2 +
(East)2)0.5...............................................(3.43)
Vertical section = closure distance x cos ( target direction
closure direction )
....................................................(3.44)
Dimana :
DL = Dogleg Angle, derajat.
_ TVD = Selisih Vertikal Depth saat di kedalaman (n dan n-1),
feet.
_ HD = Selisih Displacement Horizontal saat di kedalaman (n dan
n-1), feet.
_ E = Selisih Displacement arah Timur saat kedalaman (n dan
n-1), feet.
_ N = Selisih Displacement arah Utara saat kedalaman (n dan
n-1), feet.
n= Sudut Inklinasi saat kedalamaan n, derajat.
In-1 = Sudut Inklinasi saat kedalaman di atas kedalaman n,
derajat.
36
37
Gambar 3.26