Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini di Indonesia, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hulum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu. Kita sebagai negara yang telah lama merdeka dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum waris sendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 2 Tahun1974), yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan sessuai pula dengan aspirasi yang benar- benar hidup di masyarakat. Karena itu menginggat bangsa Indonesia yang mayoritas beragama islam yang tentunya mengharapkan berlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukum warisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nanti dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yang bersangkutan Menyadari pentingnya posisi hukum islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang dikatakan Joseph Schacht “Hukum islam menempati posisi sentral dan menjadi inti serta jantung dari agama islam itu sendiri”. Karena wajar islam seringkali disebut sebagai agama hukum. Dan dimakalah ini kami akan menguraikan sedikit yang bisa kami pahami tentang hukum waris. Hukum kewarisan islam merupakan persoalan penting dalam
44

Hukum Waris Islam di Indonesia

Feb 27, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hukum Waris Islam di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini di Indonesia, hukum waris yang berlakusecara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3(tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima olehmasyarakat Indonesia, yakni hulum waris yangberdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum PerdataEropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yangdibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk HindiaBelanda dahulu.

Kita sebagai negara yang telah lama merdeka danberdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum warissendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnyahukum perkawinan dengan UU Nomor 2 Tahun1974), yangsesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafahPancasila dan sessuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di masyarakat.

Karena itu menginggat bangsa Indonesia yangmayoritas beragama islam yang tentunya mengharapkanberlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukumwarisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudahselayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nantidapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum warisIslam dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pulapola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yangbersangkutan

Menyadari pentingnya posisi hukum islam dalamkehidupan sehari-hari, seperti yang dikatakan JosephSchacht “Hukum islam menempati posisi sentral danmenjadi inti serta jantung dari agama islam itusendiri”. Karena wajar islam seringkali disebut sebagaiagama hukum. Dan dimakalah ini kami akan menguraikansedikit yang bisa kami pahami tentang hukum waris.Hukum kewarisan islam merupakan persoalan penting dalam

Page 2: Hukum Waris Islam di Indonesia

Islam, dan merupakan tiang diantara tiang-tiang hukumyang secara mendasar tercermin langsung dari teks-tekssuci yang telah disepakti keberadaannya. Satu hal yangtidak dapat dipungkiri, keberadaan hukum kewarisanislam dipresentasikan dalam teks-teks yang rinci,sistematis, konkrit, dan realistis.

Pemaparan tentang kewarisan sampai berimplikasipada keyakinan ulama tradisionalis bahwa hukumkewarisan islam tidak dapat berubah dan menolak segalaide pembaharuan. Hal ini terlihat dari teks kitab-kitabfikih klasik yang menyebut hukum kewarisan islam denganilmu “faraidh”.

Kata faraidh merupakan jamak dari fa-ri-dla yangberarti ketentuan, sehingga ilmu faraidh diartikandengan ilmu bagian yang pasti. Di negara indonesia jugaterdapat hukum positif yang diberlakukan untukmasyarakat. Dalam hukum positif di indonesia,keberlakuan hukum kewarisan telah dengan jelasditunjukan oleh Undang-Undang nomor 7 tahun 1989tentang peradilan agama. Dan ada yang menetapkanketentuan kewarisan hukum islam yang tertuang dalamKeputusan Presiden nomor 1 tahun 1991 tentang kompilasihukum kewarisan islam.1

1 Muhammad salim. hukum waris. (online). http://serbamakalah.blogspot.com/2013/11/hukum-waris_2890.html, diakses tanggal 30 Mei 2014

Page 3: Hukum Waris Islam di Indonesia

2. Rumusan Masalah

1. Apa Ketentuan Umum Hukum Waris Islam berdasarkan

Al Faraidh?

2. Bagaimana Hubungan Hukum Waris Islam dengan Hukum

Nasional?

3. Bagaimana Hukum Waris dalam Kompilasi Hukum Islam?

4. Bagaimana Pengaruh Undang-Undang No 7 Tahun 2009

tentang Peradilan Agama sebagai produk unifikasi

hukum terhadap Hukum Waris Positif di Indonesia?

5. Apa Contoh Kasus Hukum Waris di indonesia?

Page 4: Hukum Waris Islam di Indonesia

3. Tujuan

1. Mengetahui Ketentuan Umum Hukum Waris Islam

berdasarkan Al Faraidh

2. Mengetahui Hubungan Hukum Waris Islam dengan Hukum

Nasional

3. Mengetahui Hukum Waris dalam Kompilasi Hukum Islam

4. Mengetahui Pengaruh Undang-Undang No 7 Tahun 2009

tentang Peradilan Agama sebagai produk unifikasi

hukum terhadap Hukum Waris Positif di Indonesia

5. Mengetahui Contoh Kasus Hukum Waris di indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

Page 5: Hukum Waris Islam di Indonesia

1. KETENTUAN UMUM HUKUM WARIS ISLAM

A. Pengertian Hukum Waris Islam

Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur

pembagian harta peninggalan seseorang yang

berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Terdapat beberapa

pendapat mengenai definisi hukum waris yang dikemukakan

oleh beberapa fuqaha (ahli hukum fiqh) yaitu :

Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah suatu

ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang

menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka,

serta kadar yang diterima tiap-tiap waris dan cara

membaginya.

Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Ilmu

fara’id ialah Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah

fikih dan ilmu hitung yang berkaitan dengan harta

warisan dan orang-orang yang berhak yang

mendapatkannya agar masing-masing orang yang berhak

mendapatkan bagian harta warisan yang menjadi haknya.

Ahmad Zahari, Hukum kewarisan Islam yaitu hukum yang

mengatur tentang peralihan hak milik atas harta

warisan dari pewaris kepada orang-orang yang berhak

menerimanya (ahli waris), barapa besar bagiannya

masingmasing, kapan dan bagaimana cara peralihannya

Page 6: Hukum Waris Islam di Indonesia

sesuai ketentuan dan petunjuk Al-Qur’an, hadist dan

ijtihad para ahli.

Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa hukum

waris islam itu merupakan hukum yang mengatur tentang

pemindahan dan pembagian harta peninggalan dari

seseorang yang meninggal dunia kepada orang-orang yang

masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkan,

orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris),

bagian masing-masing ahli waris maupun cara

penyelesaian pembagiannya.2

B. Sumber Hukum Waris Islam

1.    Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber pokok hukum islam.

Karena itu, kendatipun sumber hukum kewarisan ada tiga,

tetapi kedua hukum sesudah Al-Qur’an (Sunnah Rasul dan

Ijtihad) harus tetap mengacu pada Al-Qur’an. Pertama

kelompok ayat kewarisan inti, yaitu ayat-ayat yang

langsung menjelaskan pembagian waris dan bagian-

bagiannya yang telah ditentukan jumlahnya. beberapa

ayat-ayat tersebut  adalah:

a.   Surat An-Nisa’ ayat 7

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalanibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula)

2 ibid.

Page 7: Hukum Waris Islam di Indonesia

dari harta peninggalan ibu-bapak  dan kerabatnya, baik sedikit ataubanyak menurut bagian yang telah diterapkan”. (Q. S. An-Nisa’;7).

b. Surat An-Nisa’ ayat 12

Artinya: “Dan bagimu (suami-istri) seperdua dari harta yangditinggalkan istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak maka kamu mendapat seperempat hartayang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atausudah dibayar hutang. Para istri memperoleh seperempat harta yangditinggalkan kamu  jika kamu tidak mempunyai anak, jika kamumempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari hartayang kamu tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kamu buat (dan)atau sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki atau perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidakmempunyai anak, tetapi mempunyai saudara laki-laki (seibu saja), makabagi masing-masing kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jikasaudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutudalam sepertiga sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya (dan) atausesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi madharat (kepadaahli waris). Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari’at yangbenar-benar dari Allah. Dan Allah Maha Mengtahui lagi MahaPenyantun”. (Q. S. An-Nisa’; 12).

2.    Sunnah Rasul

Sebagai sumber legislasi yang kedua setelah Al-

Qur’an, sunnah memiliki fungsi sebagai penafsir atau

pemberi bentuk konkrit terhadap Al-Qur’an, pada

akhirnya hadist juga dapat membentuk hukum yang tidak

disebut dalam Al-Qur’an.

Page 8: Hukum Waris Islam di Indonesia

Bentuk nyata dari fungsi hadist sebagai

konkrotisasi Al-Qur’an dalam bidang kewarisan, misalnya

hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a.

Artinya: “Berilah orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan

bagiannya masing-masing, sedangkan kelebihannya diberikan kepada

ashobah yang lebih dekat, yaitu orang laki-laki yang lebih utama.” (HR.

Bukhori-Muslim).

Fungsi sunnah yang lain adalah sebagai pembentuk

hukum yang tidak disebut dalam Al-Qur’an, salah satu

contoh dari fungsi tersebut adalah hadist

tentang wala’ ( warisan bekas budak yang tidak

meninggalkan ahli waris), dalam kasus demikian maka

ahli  warisnya adalah orang yang memerdekakannya (HR.

Bukhori Muslim), sedangkan harta orang yang meninggal

tanpa mempunyai ahli waris adalah milik Baitul al-Mal

(HR. Ahmad dan Abu Daud).

3.    Ijtihad

Sebagian kecil dari ijma’ para ahli, dan beberapa

masalah yang diambil dari ijtihad para sahabat. Ijma’

dan ijtihad sahabat, imam madzhab, dan para mujtahid

dapat digunakan dalam pemecahan-pemecahan masalah

mawaris yang belum dijelaskan oleh nash yang sharih.

Misalnya: “Status cucu yang ayahnya lebih dahulu

meninggal dari pada kakek yang bakal diwarisi yang

mewarisi bersama-sama dengan saudara-saudara ayahnya.

Menurut ketentuan mereka, cucu tersebut tidak mendapat

Page 9: Hukum Waris Islam di Indonesia

bagian apa-apa karena terhijab oleh saudara ayahnya,

tetapi menurut kitab undang-undang hukum wasiat mesir

yang meng-istinbat-kan dari ijtihad para ulama

muqoddimin, mereka diberi bagian berdasarkan wasiat

wajibah”.3

C.   Unsur-unsur Hukum Waris Islam

Dalam hukum waris Islam, terdapat 3 unsur yaitu : 1.    Pewaris (Muwarit)

Pewaris adalah seseorang yang telah meninggal danmeninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepadakeluarganya yang masih hidup.

2.    Ahli Waris (Warits)Ahli Waris adalah orang yang berhak mendapat warisankarena mempunyai hubungan dengan pewaris, berupahubungan kekerabatan, perkawinan atau hubunganlainnya.

3.    Warisan (Mauruts) Warisan adalah sesuatu yang ditinggalkan olehorang yang meninggal dunia, baik berupa bendabergerak maupun benda tak bergerak.4

D. Syarat-syarat Hukum Waris Islam

1.    Meninggalnya pewaris

3 irsan ismail. hukum unmer malang. (online). http://echtheid-irsan.blogspot.com/2012/04/hukum-islam-waris-islam.html, diakses tanggal 31 Mei 2014

4 ibid.

Page 10: Hukum Waris Islam di Indonesia

Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baiksecara hakiki ataupun secara hukum ialah bahwaseseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruhahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonisyang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidakdiketahui lagi keberadaannya. Sebagai contoh, orangyang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secarapasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yangtelah meninggal.Hal ini harus diketahui secara pasti, karenabagaimanapun keadaannya, manusia yang masih hidup tetapdianggap mampu untuk mengendalikan seluruh hartamiliknya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugatoleh siapa pun, kecuali setelah ia meninggal.

2.    Adanya ahli waris yang masih hidupMaksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris

harus kepada ahli waris yang secara syariat benar-benarmasih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memilikihak untuk mewarisi.Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golonganyang berhak saling mewarisi meninggal dalam satuperistiwa --atau dalam keadaan yang berlainan tetapitidak diketahui mana yang lebih dahulu meninggal-- makadi antara mereka tidak dapat saling mewarisi harta yangmereka miliki ketika masih hidup. Hal seperti ini olehkalangan fuqaha digambarkan seperti orang yang sama-sama meninggal dalam suatu kecelakaan kendaraan,tertimpa puing, atau tenggelam. Para fuqaha menyatakan,mereka adalah golongan orang yang tidak dapat salingmewarisi.

3.    Seluruh ahli waris diketahui secara pastiDalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah

diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat,dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan

Page 11: Hukum Waris Islam di Indonesia

pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris. Sebab, dalam hukum waris perbedaanjauh-dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yangditerima. Misalnya, kita tidak cukup hanya mengatakanbahwa seseorang adalah saudara sang pewaris. Akantetapi harus dinyatakan apakah ia sebagai saudarakandung, saudara seayah, atau saudara seibu. Merekamasing-masing mempunyai hukum bagian, ada yang berhakmenerima warisan karena sebagai ahlul furudh, ada yangkarena 'ashabah, ada yang terhalang hingga tidakmendapatkan warisan (mahjub), serta ada yang tidakterhalang.

E. Hal-hal yang Dapat Menggugurkan Warisan

Dalam Hukum Islam, terdapat hal-hal yang dapat

membuat seseorang tidak dapat atau tidak boleh menerima

warisan, yaitu :

1.  Budak

Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak

mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari

saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak,

secara langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu

sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang

telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal),

atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian

pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang

disepakati kedua belah pihak). Alhasil, semua jenis

budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak

Page 12: Hukum Waris Islam di Indonesia

untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak

milik.

2.  Pembunuhan

Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap

pewaris menjadi penghalang baginya untuk menerima

warisan dari pewaris. Hal ini sesuai dengan Hadist

Rasulullah yakni hadits riwayat Ahmad yang artinya :

“Barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat

mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain

dirinya sendiri,(begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya

atau anaknya sendiri, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima

warisan”.

Pada dasarnya pembunuhan adalah kejahatan, namun

demikian ada juga pembunuhan yang dilakukan dalam

keadaan tertentu sehingga pembunuhan bukan menjadi

suatu kejahatan, untuk itu pembunuhan dapat dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu :

Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum , yaitu

pembunuhan yang pelakunya tidak dinyatakan sebagai

pelaku kejahatan atau dosa, dapat dikategori dalam

hal ini; pembunuhan musuh dalam perang, pembunuhan

dalam pelaksanaan hukuman mati, dan pembunuhan dalam

membela jiwa, harta dan kehormatan.

Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum , yaitu

pembunuhan yang dilarang oleh agama dan terhadap

pelakunya dikenakan sanksi dunia dan/atau akhirat,

yang termasuk dalam kategori ini adalah; pembunuhan

Page 13: Hukum Waris Islam di Indonesia

sengaja dan berencana, pembunuhan tersalah,

pembunuhan seperti sengaja, dan pembunuhan seperti

tersalah.

3.  Perbedaan agama

Berbeda agama berarti agama pewaris berbeda dengan

ahli waris, sehingga tidak saling mewaris, misalnya

pewaris muslim, ahli waris non muslim. Hal ini

didasari oleh Hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh

Al Bukhari dan Muslim, yang artinya :

“Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir, dan orang kafirpun tidak dapat mewarisi harta orang Islam “.

F.  Asas-asas Hukum Waris Islam

Asas-asas Hukum Kewarisan Islam dapat digali dari

keseluruhan ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-

Qur’an dan penjelasan tambahan dari hadist Nabi

Muhammad SAW. Dalam hal ini dapat dikemukakan lima asas

yaitu :

1.    Asas   Ijbari

Asas Ijbari adalah peralihan harta dari orang yang

telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup

berlaku dengan sendirinya tanpa tergantung kepada

kehendak pewaris atau ahli waris. Asas Ijbari dalam hukum

kewarisan Islam tidak dalam arti yang memberatkan ahli

waris. Seandainya pewaris mempunyai hutang yang lebih

Page 14: Hukum Waris Islam di Indonesia

besar dari warisan yang ditinggalkannya, ahli waris

tidak dibebani untuk membayar hutang tersebut, hutang

yang dibayar hanya sebesar warisan yang ditinggalkan

oleh pewaris.

2.    Asas   Bilateral

Bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua

belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis

keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan

perempuan.

3.    Asas   Individual

Bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk

dimiliki secara perorangan. Ini berarti setiap ahli

waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa

tergantung dan terikat dengan ahli waris lainnya.

Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai

tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah

tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak

menurut kadar masing-masing. Bisa saja harta warisan

tidak dibagi-bagikan asal ini dikehendaki oleh ahli

waris yang bersangkutan, tidak dibagi-baginya harta

warisan itu tidak menghapuskan hak mewaris para ahli

waris yang bersangkutan.

4.    Asas Keadilan Berimbang

Asas ini dapat diartikan adanya keseimbangan

antara hak dan kewajiban antara yang diperoleh dengan

keperluan dan kegunaan. Secara dasar dapat dikatakan

bahwa faktor perbedaan jenis kelamin tidak menentukan

Page 15: Hukum Waris Islam di Indonesia

dalam hak kewarisan artinya laki-laki mendapat hak

kewarisan begitu pula perempuan mendapat hak kewarisan

sebanding dengan yang didapat oleh laki-laki.

5.    Asas Kewarisan Semata Kematian

Bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain

berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal

dunia dan selama yang mempunyai harta masih hidup maka

secara kewarisan harta itu tidak dapat beralih kepada

orang lain.5

G. Golongan Ahli Waris

1. Golongan Dzawul Furuudh

            Dzawul furuudh yang dimaksud adalah ahli

waris yang mendapat bagian pasti sebagaimana yang telah

ditentukan dalam al-Qur’an maupun al-Hadis.Bagian-

bagian yang telah ditentukan dalam waris Islam tersebut

adalah:

a. Setengah (1/2)

b. Seperempat (1/4)

c. Seperdelapan (1/8)

d. Dua pertiga (2/3)

e. Sepertiga (1/3)

f. Seperenam (1/6)5 Irsan Ismail. hukum unmer malang. (online). http://echtheid-irsan.blogspot.com/2012/04/hukum-islam-waris-islam.html, diakses tanggal 31 Mei 2014

Page 16: Hukum Waris Islam di Indonesia

2. Golongan Ashabah

            Golongan ashabah adalah kelompok ahli waris

yangb menerima bagian sisa,sehingga jumlah bagiannya

tidak tertentu.kelompok ashabah ini kalau mewaris

sendirian,tidak bersama dengan kelompok dzawul

furudh maka bagian warisan diambil semua.Sebaliknya jika

kelompok ini bersama dengan dzawul furuudh dan setelah di

bagi ternyata harta warisan sudah habis,maka

kelompok ashabah ini tidak mendapat apa-apa.

            Adapun macam-macam Ashabah adalah : Ashabah

binafsih ,ashabah bil ghair danashabah ma’al gh

a. Ashabah Binafsih

            Ashabah binafsih yang dimaksud adalah

ashabah dengan sendirinnya dan bukan karena tertarik

oleh ahli waris yang lain atau bersamaan dengan ahli

waris yang lain,tetapi asalnya memang sudah menjadi

ashabah.

            Yang termasuk kelompok ashabah binafsih

antara lain:

1. Anak laki-laki

2. Cucu laki-laki dari anak llaki-laki dan terus

kebawah

3. Ayah

4. Kakek dari pihak ayah dan terus keatas

5. Saudara laki-laki sekandung

6. Saudara laki-laki seayah

Page 17: Hukum Waris Islam di Indonesia

7. Anak saudara laki-laki sekandung

8. Anak saudara laki-laki seayah

9. Paman yang sekandung dengan ayah

10. Paman yang seayah dengan ayah

11. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah

12. Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah

            Apabila orang-orang yang tersebut diatas

semiua ada maka tidak semua mereka di beri bagian,akan

tetapi harus didahulukan orang-orang yang lebih dekat

pertaliannya dengan pewaris,dengan memperhatikan urutan

nomor 1-12 tersebut.

b. Ashabah Bil Ghair

            Ashabah bil ghair adalah kelompok ahli

waris yang asalnya sebagai dzawul furuudh,namun mereka

mendapat bagian ashabah karena tertarik oleh ahli waris

llain yang berstatus ashabah.Yang termasuk kelompok

ashabah bil ghair ini adalah:

1. Anak perempuan menjadi ashabah karena ditarik

oleh anak laki-laki

2. Cucu perempuan dari anak laki-laki menjadi

ashabah karena ditarik oleh cucu laki-laki 

dari anak laki-laki.

3. Saudara perempuan kandung menjadi ashabah

karena ditarik oleh saudara laki-laki kandung.

4. Saudara perempuan seayah menjadi ashabah karena

ditarik oleh saudara laki-laki seayah.

Page 18: Hukum Waris Islam di Indonesia

            Dalam pembagian ashabah ini perlu

diperhatikan pembagian antara laki-laki dan perempuan

dua banding satu,seperti dalam surat an-nisa’ ayat 176

c. Ashabah Ma’al Ghair

            Ashabaah Ma’al Ghair adalah kelompok ahli

waris yang mendapat bagian ashabah karena mewaris

bersama-sama  kelompok dzawul furuudh yang lain.yang

termasuk Ashabah Ma’al Ghair adalah:

1. Saudara perempuan sekandung apabila dia mewaris

bersama dengan anak perempuan atau cucu

perempuan.

2. Saudara perempuan seayah,apabila dia mewaris

bersama dengan anak perempuan atau cucu

perempuan.

3. Golongan Dzawul Arham

            Dzawul arham adalah kelompok yang tidak

disebut dalam dzawul furudh dan ashabah namun mempunyai

hubungan dekat dengan pewaris.Yang termasuk dalam

Dzawul Arham ini adalah:

1. Cucu dari anak perempuan

2. Anak dari saudara perempuan

3. Anak perempuan dari saudara laki-laki

4. Saudara ayah seibu

5. Saudara ibu

6. Saudara perempuan ibu

Page 19: Hukum Waris Islam di Indonesia

7. Saudara perempuan ayah

8. Ayahnya ibu

9. Anak perempuan paman

H. Bagian-Bagian Yang Diterima Ahli Waris

Adapun bagian bagian yang diterima ahli waris sebagai

berikut:

1. Bagian Ayah

Mendapat bagian 1/6 apabila bersama-sama dengan

anak laki-laki atau cucu laki- laki dari anak

laki-laki

Mendapat bagian 1/6 dan ashabah apabila bersama-

sama dengan anak peempuan atau cucu perempuan dan

anak laki-laki

Menjadi ashabah apabila tidak ada anak atau cucu

dari anak laki-laki

2. Bagian Ibu

Mendapat bagian 1/6  apabila bersama-sama dengan

anak atau cucu dari anak laki-laki,atau bersama

dengan dua orang saudara atau lebih,baik saudara

kandung,seayah,atau seibu

Page 20: Hukum Waris Islam di Indonesia

Mendapat 1/3 bagian apabila tidak ada anak,atau

cucu dai anak laki-laki,atau tidak dua orang

saudara atau lebih.

Mendapat 1/3 sisa apabila bersama-sama dengan ayah

beserta suami atau istri.

3. Bagian kakek

Bagian kakek sama dengan bagian ayah karena kakek

di mahjub oleh ayah.

4. Bagian Nenek

Mendapat 1/6 apabila tidak ada ayah (jika nenek

dari pihak ayah) dan tidak ada ibu (jika nenek

dari pihak ibu.

Terhalang oleh ayah,bagi nenek yang dari pihak

ayah

Terhalang oleh ibu,bagi nenek yang dari pihak ibu

5. Bagian Suami

Mendapat ¼ bagian apabila bersama-sama anak atau

cucu dari anak laki-laki

Mendapat ½ bagian apabila tidak ada anak/cucu dari

anak laki-laki

6. Bagian Istri

Mendapat 1/8 bagian apabila bersama-sama dengan

anak atau cucu dari anak laki-laki

Page 21: Hukum Waris Islam di Indonesia

Mendapat ¼ bagian apabila tidak ada anak atau cucu

dari anak laki-laki

7. Bagian Anak Perempuan

Mendapat ½ bagian apabila hanya seorang dan tidak

ada anak laki-laki

Mendapat 2/3 bagian apabila berjumlah dua orang

/lebih dan tidak ada anak laki-laki

Tertarik menjadi ashabah apabila mewaris bersama

dengan anak laki-laki.

8. Bagian Cucu Perempuan Dari Anak Laki-Laki

Mendapat ½ bagian apabila hanya seorang dan tidak

ada anak,serta tidak ada ahli waris lain yang

menariknya menadi ashabah.

Mendapat 2/3 bagian apabila berjumlah dua orang

atau lebih dan tidak ada anak,serta tidak ada ahli

waris lain yang menariknya menjadi ashabah

Mendapat 1/6 bagian apabila mewaris bersama dengan

seorang anak perempuan,yakni untuk menggenapi

bagian 2/3 bagian

Tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari

anak laki-laki

Terhalang oleh anak laki-laki,atau dua anak

perempuan atau lebih

9. Bagian Saudara Perempuan Kandung

Page 22: Hukum Waris Islam di Indonesia

Mendapat ½ bagian apabila hanya seorang,tidak ada

anak,cucu dan ayah,serta tidak ada ahli waris yng

menariknya menjadi ashabah.

Mendapat 2/3 bagian apabila dua orang atau

lebih,tidak ada anak,cucu dan ayah,serta tidak ada

ahli waris yang menariknya menjadi ashabah

Tertarik menjadi ashabah oleh saudar laki-laki

kandung atau oleh kakek (ashabah bil ghair)

Menjadi ashabah ma’al ghair,karena bersama dengan

anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-

laki

Terhalang oleh ayah,anak laki-laki,atau cucu laki-

laki dari anak laki-laki

10. Bagian Saudara Perempuan  Seayah

Mendapat ½ bagian,apabila hanya seorang,tidak ada

anak,cucu,saudara kandung,ayah,sera tidak ada yang

menariknya menadi ashabah

Mendapat 2/3 bagian,apabila dua orang atau lebih

dengan syarat sebagaimana diatas

Mendapat 1/6 bagian,apabila bersama dengan seorang

saudara perempuan kandung,yaitu untuk menggenapi

2/3 bagian

Tertarik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki

seayah atau kakek (ashabah bil ghair)

Page 23: Hukum Waris Islam di Indonesia

Menjadi ashabah ma’al ghair,karena bersama dengan

anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-

laki

11. Bagian Saudara Seibu (laki-laki atau perempuan)

Mendapat 1/6 bagian apabila hanya seorang dan

tidak ada ayah,kakek,anak,atau cucu dari anak

laki-laki

Mendapat 1/3 bagian apabila dua orang atau lebih

dan tidak ada ayah,kakek,anak,atau cucu dari anak

laki-laki.

I. PENGHALANG HAK WARIS

            Dalam istilah hukum waris ialam penghalang

hak waris di sebut dengan Hijab yang berarti tabir atau

dinding yang menghalangi ahli waris untuk memperoleh

harta waris baik sebagian maupun secara utuh.  Hijab

dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Hijab Nuqshan

            Adalah penghalang yang hanya mengurangi

sebagian dari bagian ahli waris,karena adannya ahli

waris lain yang mewaris besamannya.

b.. Hijab Hirman

            Yaitu penghalang yang menutup sama sekali

bagian waris seseorang baik krena adannya sifat atau

perbuatan tertentu, atau karena ada ahli waris yang

lebih dkat dengan pewaris.

Page 24: Hukum Waris Islam di Indonesia

Hijab hirman ini dibedakan  antara bil-washfi dan bis-

shaksi

Bil washfi

Penghalang ahli waris untuk mendapatkan harta

warisan yang disebabkan adannya sifat atau perbuatan

ahli waris itu sendiri.sebab-sebab tersebut antara

lain,pembunuhan dan perbedaan agama.ada cara lain untuk

bisa saling memindahkan hak milik misalnya dengan

wasiat atau hibah.

Bis-Shaksi

            Penghalang ahli waris untuk mendapat harta

waris yang disebabkan adannya ahli waris yang lebih

dekat dengan pewaris.

2.  HUBUNGAN HUKUM WARIS ISLAM DENGAN HUKUM WARIS

NASIONAL

Di indonesia belum ada suatu ketentuan hukumtentang waris yang dapat ditetapkan untuk seluruh warganegaranya. Oleh karena itu, hukum warisan yangditerapkan bagi seluruh warga negara indonesia masihberbeda-beda mengingat penggolongan warga negara.

1. Bagi warga negara golongan indonesia asli, padaprinsipnya berlaku hukum adat, yang sesuai denganhukum adat yang berlaku masing-masing daerah.

Page 25: Hukum Waris Islam di Indonesia

2. Bagi warga negara golongan indonesia asli yangberagama islam di berbagai daerah, berlaku hukumislam yang sangat berpengaruh padanya.

3. Bagi orang arab pada umumnya, berlaku hukum islamsecara keseluruhan.

4. Bagi orang-orang tionghoa dan eropa, berlaku hukumwarisan dari Bugerlijk Wetboek.

Seperti penegasan tentang anak luar kawin dan anakangkat seharusnya juga termasuk dalam bagian ini.Mengenai anak yang lahir diluar perkawinan disebutdalam pasal 186 bahwa ia mempunyai hubungan salingmewarisi dengan ibu dan keluarga pihak ibunya.Sedangkan mengenai anak angkat perlu ada pengesahanbahwa sesuai dengan ketentuan hukum islam anak angkattidak mewarisi orang tua angkatnya. Akan tetapi, anakangkat berhak mendapatkan bagian harta orang tuaangkatnya melalui prosedur lain.6

3. HUKUM WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM

Pengumpulan sumber-sumber hukum islam yang

kemudian di jadikan satu atau di bukukan dapat

digunakan sebagai acuan hukum islam terutama dalam

bidang mawaris. kompilasi hukum nasional dalam hukum

6 Sigit Budiharto.Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia Dan Pengaruhnya Serta Solusinya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif.(oline).http://sigitbudhiarto.blogspot.com/2013/05/perkembangan-politik-hukum-di-indonesia_1089.html. diakses tanggal 30 Mei 2014

Page 26: Hukum Waris Islam di Indonesia

waris islam dapat kita lihat dalam hukum kompilasi

islam yang telah sedikit di terangkan di bagian atas

sebagai dasar hukum nasional yang saat ini mulai di

jalankan dan jadikan sebagai hukum negara misalnya saja

dalam bab waris ini,dimana telah telah tertulis dengan

jelas pada kompilasi hukum islam (KHI) seperti Pewaris

bab1Pasal 171c KHI dan ahli waris pasal 171,173,174,175

KHI, Kompilasi Hukum Islam (KHI) disahkan melalui

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1991 tanggal 10 Juni 1991,KHI memuat   tiga buku yaitu:

Buku I HukumPerkawinan (Pasal 1-170),

Buku II Hukum Kewarisan (Pasal 171-214),

Buku III HukumPerwakafan (Pasal 215-229).7

Dalam rumusn Kompilasi Hukum Islam selanjutnya

disebut KHI ahli waris adalah orang yang pada saat

meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan

perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak

terhalang karena hukum dengan ahli waris Hukum waris

atau hukum Faroid adalah hukum yang mengatur pemindahan

hak pemilikan harta peninggalan ( tirkah ) pewaris

termasuk siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan

berapa bagiannya masing-masing. ( pasal 171 a KHI ).

Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur mengenai masalah-

masalah yang berkaitan dengan:

7 Biyo Toyib.Dasar Hukum Islam. (online). http://biyotoyib.blogspot.com/2012/03/dasar-hukum-waris-islam.html, diakses tanggal 30 Mei 2014

Page 27: Hukum Waris Islam di Indonesia

a. Besarnya bagian ahli waris (pasal 176-191)

b. Tentang Aul dan raad(pasal 192-193)

c. Wasiat(pasal 194-209)

d. Ahli waris pengganti ( pasal 185 KHI ).

(1)  Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari

pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh

anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal

173. (terhalang menjadi ahli waris).

(2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh

melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat

dengan yang diganti.

e. Perihal anak angkat ( pasal 209 KHI ).

(1)  Harta peninggalan anak angkat dibagi

berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193

tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua

angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan

anak angkatnya.

(2)  Terhadap anak angkat yang tidak menerima

wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta

warisan orang tua angkatnya.

f. Perihal Hibah ( pasal 210 KHI ).

(1)  Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya

21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan

dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta

Page 28: Hukum Waris Islam di Indonesia

peninggalannya kepada orang lain atau lembaga

dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki.

(2)  Harta benda yang dihibahkan harus merupakan

hak dari penghibah.

g. Tentang Aul ( meningkat/bertambah – pasal 192

KHI ).

Apabila dalam pembagian harta warisn diantara para

ahli Dzawil Furud menunjukkan bahwa angka

pembilang lebih besar dari pada angka penyebut,

maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka

pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan

dibagi secara aul menurut angka pembilang.

Biasanya sumber utama Aul adalah asal masalah 6,

12, 14.

h. Tentang Rad ( pasal 193 KHI ).

Apabila dalam pembagian harta warisan diantara

para ahli waris Dzawil Furud menunjukkan bahwa

angka pembilang lebih kecil dari pada angka

penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah,

maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan

secara Rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing

ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang

diantara mereka.8

8Anugrahjayautama. Hukum Waris islam.(Online). http://anugrahjayautama.blogspot.com/2012/06/resume-hukum-waris-islam.html, diakses tanggal 30 Mei 2014

Page 29: Hukum Waris Islam di Indonesia

Dalam penyusunan Kompilaso Hukum Islam, ada

beberapa hal yang menjadi catatan karena dirasakan

kurang lengkap, misalkan saja, dalam hal waris pesoala

agama menjadi sangat esensial sehingga haris ada

penegasan bahwa perbedaan agama akan menghilangkan hak

waris, namun mengenai hal ini tidak diketemukan dalam

Kompilasi Hukum Islam. KHI hanya menegaskan bahwa ahli

waris beragama islam pada saat meninggalnya pewaris.

Untuk mengidentifikasi seorang ahli waris beragama

islam, terdapat pada pasal 172. Disamping itu juga

dalam KHI tidak dicantumkan murtad seseorang menjadi

penghalang utama untuk menjadi ahli waris. Adapun porsi

perbandigan pembagian warisan antara bagian wanita dan

laki-laki masih dipertahankan secara ketat perbandingan

dua berbanding satu. ketentuan warisan telah dicatumkan

dalam Kompilasi Hukum Islam, namun keinginan-keinginan

untuk memperbaharui KHI masih tetap ada.

4.      PENGARUH UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERADILAN AGAMA SEBAGAI PRODUK UNIFIKASI HUKUM

TERHADAP HUKUM WARIS POSITIF DI INDONESIA

Pada tahun 1989, pemerintah menetapkan UU No. 7

tahun 1989 yakni UU Peradilan Agama (UUPA). Undang-

Page 30: Hukum Waris Islam di Indonesia

Undang ini menetapkan wewenang Pengadilan Agama untuk

menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan warisan

atau faraid. UUPA telah diamandemen menjadi UU No. 3

tahun 2006. Kewenangan Peradilan Agama diperluas. Tidak

hanya sebatas mengadili masalah perkawinan, waris,

wasiat, hibah, sedekah, wakaf orang Islam, tetapi juga

bidang usaha ekonomi syari’ah. 

Sebelum berlakunya UU tentang Peradilan Agama

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa perkara

waris menurut Hukum Waris KUH Perdata/BW, Hukum Waris

Islam dan Hukum Waris Adat. Dan berlakunya Hukum Waris

Islam di sini terjadi karena adanya permohonan dari

para pihak agar perkara mereka diperiksa dan diputus

dengan menggunakan Hukum Waris Islam.

Sesudah berlakunya UU tentang Peradilan Agama

Setelah berlakunya Undang-Undang No 7 tahun 1989

tentang Peradilan Agama peta Hukum Waris Positif di

Indonesia menjadi diinterpretasi menjadi:

Ø Hukum Waris BW berlaku bagi WNI yang beragama non

Islam, baik yang berasal dari keturunan Eropa maupun

yang berasal dari keturunan Tionghoa. Dan Pengadilan

yang diberi kewenangan untuk memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara di bidang waris adalah Pengadilan

Negeri.

Ø Hukum Waris Adat berlaku bagi WNI Bumi Putera atau

Indonesia Asli yang beragama non-Islam. Dan Pengadilan

Page 31: Hukum Waris Islam di Indonesia

yang diberi kewenangan untuk memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara di bidang waris adalah Pengadilan

Negeri.

Ø Hukum Waris Islam berlaku bagi WNI keturunan Eropa,

keturunan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing lainnya,

Bumi Putera atau Indonesia Asli yang beragama Islam.

Dan Pengadilan yang diberi kewenangan untuk memeriksa,

memutus dan menyelesaikan perkara di bidang waris

adalah Pengadilan Agama.

Pengadilan Negeri hanya berwenang memeriksa

perkara waris menurut Hukum Waris KUH Perdata/BW bagi

orang yang semula tunduk pada KUH Perdata/BW dan Hukum

Waris Adat.

Sedangkan Pengadilan Agama menjadi berwenang untuk

memeriksa dan memutus perkara waris bagi orang-orang

yang beragama Islam. Sehubungan bagi orang-orang yang

beragama Islam selama ini telah terbiasa dengan Hukum

Waris Adat sebagai kebiasaan mereka selama ini, maka

persoalan yang timbul diberi jalan keluar

dalam Kompilasi Hukum Islam.

UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

disebutkan dalam pasal 49 bahwa: “Pengadilan agama

berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara waris bagi

orang yang beragama Islam.”

Dari bunyi pasal di atas dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa:

Page 32: Hukum Waris Islam di Indonesia

1)      UU ini berorientasi tidak ada penggolongan rakyat.

2)      Siapa yang dimaksud dengan mereka yang beragama

Islam.

3)      Dikenalkan opsi hukum / pilihan hukum.

-     Adanya hak memilih, jadi pembentuk undang- undang

menitikberatkan pada aspek keadilan bukan pada aspek

kepastian.

-     Keadilan dipandang adil oleh yang bersangkutan.

-     Implementasi opsi hukum, yaitu memilih hukum dari

waris Islam dan waris adat. Memilih 1 dari 2 opsi

hukum, karena historisnya orang Indonesia dahulu ada

golongan.

4)      Argumentasi opsi hukum itu apa.

5)      Permasalahan keadilan.

-     Masalah yang timbul dari keadilan, antara lain : ahli

waris laki- laki dan perempuan, ahli waris janda dan

anak, ahli waris anak dan anak angkat.

Mengenai opsi hukum / pilihan hukum ini oleh

Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) No 2 tahun 1990 tentang Petunjuk

Pelaksanaan UU No 7 tahun 1989, khususnya pada point

4.2 yang berbunyi: “Perkara-perkara antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang kewarisan yang juga berkaitan dengan

masalah hukum, hendaknya diketahui bahwa ketentuan pilihan hukum

merupakan masalah yang terletak di luar badan Peradilan, dan berlaku

bagi mereka atau golongan rakyat yang Hukum Warisnya tunduk pada

Page 33: Hukum Waris Islam di Indonesia

Hukum Adat dan/atau Hukum Islam, atau tunduk pada Hukum Perdata

Barat/BW dan/atau Hukum Islam di mana mereka boleh memilih Hukum

Adat atau Hukum Perdata Barat/BW yang menjadi wewenang Pengadilan

Negeri atau memilih Hukum Waris Islam yang menjadi wewenang

Pengadilan Agama.”9

Kewenangan Peradilan agama mengadili perkara kewarisan

suhrawardi K, Lubis, S.H.-Komis Simanjuntak, S.H.,

Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis) Edisi

kedua(Jakarta: Sinar Grafika, 2013). Pada tanggal 29

Desember 1989, disahkan dan diundangkan Undang-undang

tentang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 melalui

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49.

Dengan Lahirnya UU ini sekaligus mempertegas kedidikan

dan kekuasaan bagi Peradilan Agama sebagai kekuasaan

kehakiman sesuai dengan lembaga peradilan lainnya.

Tegasnya kedukakan Peradilan Agama ini jelas

diungkapkan dalam konsideran undang-undang tersebut

seperti dirumuskan dalam huruf c, yang dikemukakan

bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keasilan,

kebenaran, dan ketertiban dan kepastian hukum tersebut

adalah melalui Peradilan Agama sebagaimana dimaksud

9 Sigit Budiharto.Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia Dan Pengaruhnya Serta Solusinya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif.(oline).http://sigitbudhiarto.blogspot.com/2013/05/perkembangan-politik-hukum-di-indonesia_1089.html. diakses tanggal 30 Mei 2014

Page 34: Hukum Waris Islam di Indonesia

dalam Undang-Undagan Nomor 14 Tahun 1970 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. 10

Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1

huruf b UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,

salah satu bidang hukum tertentu yang dimasukkan ke

dalam kewenangan mengadili lingkungan Peradilan Agama

adalah mengadili perkara warisan. Perlu untuk meneliti

luas jangkauan kewenangan tersebut mengingat berbagai

permasalahan titik singgung perselisihan yurisdiksi

mengenai perkara warisan antara lingkungan Peradilan

Umum dan Peradilan Agama di masa lalu dan di masa

sekarang, berkaitan dengan putusan Pengadilan Agama

yang diteliti. Oleh karena itu, penulisan tesis akan

mencoba menjajaki keluasan jangkauan itu melalui

pendekatan ketentuan yang digariskan dalam Undang-

Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang No. 3 Tahun

2006 jo. Undang-Undang No. 50 tahun 2009 Tentang

Peradilan Agama.

5. CONTOH KASUS

Kasus 1Pak Ali meninggal dengan para ahli waris sebagaiberikut : seorang istri (bernama Maimunah), seoranganak laki-laki (bernama Budi), dan seorang anak10 Yanels Garsione Damanik. Undang-undang pengadilan agama dan Kompilasi Hukum Islam. (online). http://www.slideshare.net/YanelsGarsione/kewenangan-peradilan-agama-mengadili-perkara-kewarisan#, diakses terakhir tanggal 31 Mei 2014

Page 35: Hukum Waris Islam di Indonesia

perempuan (bernama Wati). Harta warisnya senilai Rp 100juta. Berapakah perhitungan bagian ahli waris masing-masing?

Jawab :

Dalam hukum waris Islam, istri merupakan ash-habulfurudh, yaitu ahli waris yang mendapat bagian hartawaris dalam jumlah tertentu. Istri mendapat 1/4(seperempat) jika suami yang meninggal tidak mempunyaianak, dan mendapat 1/8 (seperdelapan) jika mempunyaianak. (Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Risalah filFaraidh, hal. 7).

Dalam kasus ini suami mempunyai anak, maka bagian istriadalah 1/8 (seperdelapan) sesuai dalil Al-Qur`an :

م ت� رك� ا ت�� م لهن� ال�ث�من� م� د ف�� م ول� ك ان� ل� ن� ك� ا% ف��“Jika kamu (suami) mempunyai anak, maka para istri itumemperoleh seperdelapan dari harta yang kamutinggalkan…” (QS An-Nisaa’: 12).

Sedangkan seorang anak laki-laki dan seorang anakperempuan adalah ashabah, yaitu ahli waris yangmendapat bagian harta waris sisanya setelah diberikanlebih dulu kepada ash-habul furudh.

Kedua anak tersebut mendapat harta sebanyak = 7/8(tujuh perdelapan), berasal dari harta asal dikurangibagian ibu mereka (1 – 1/8 = 7/8).

Selanjutnya bagian 7/8 (tujuh perdelapan) itu dibagikepada kedua anak tersebut dengan ketentuan bagian anaklaki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan sesuaidalil Al-Qur`an :

ن� ي' ي( ث+ ن�� الأ. ظ1 ل ح� ي� ر م� ك� لد� م ل� ولأدك� ي( ا. م ال�له ف� ك ي( وص� ي�(

Page 36: Hukum Waris Islam di Indonesia

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian hartawaris untuk) anak-anakmu, yaitu : bagian seorang anaklelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”(QS An-Nisaa’: 11)

Maka bagian Wati = 1 bagian dan bagian Budi = 2 bagian.Maka harta ashabah tadi (7/8) akan dibagi menjadi 3bagian (dari penjumlahan 1 + 2 ). Atau penyebutnyaadalah 3. Jadi bagian Wati= 1/3 dari 7/8 = 1/3 X 7/8 =7/24 (tujuh perduaempat), dan bagian Budi = 2/3 dari7/8 = 2/3 X 7/8 = 14/24 (empat belas perduaempat).

Berdasarkan perhitungan di atas, maka bagian IbuMaimunah (istri) = 1/8 X Rp 100 juta = Rp 12,5 juta.Bagian Wati = 7/24 x Rp 100 juta = Rp 29,2 juta. Sedangbagian Budi adalah = 14/24 x Rp 100 juta = Rp 58,3juta.

Kasus 2

“Kedudukan Anak Angkat Dalam Faraidh Dan KetentuanMengenai Ahli Waris Yang Membunuh Pewaris” 11

Pada tahun 2009, seorang laki-laki meninggal duniakarena ditusuk oleh salah satu anak laki-lakinyasendiri. Ia meninggalkan tiga orang anak laki-lakikandung, seorang anak perempuan kandung, seorang anaklaki-laki angkat, seorang ibu, seorang nenek, dansaudara laki-laki sekandung. Ketika laki-laki itumeninggal, ia meninggalkan harta sebesar Rp.700.000.000,-. Ternyata sebelum ia meninggal, ia pernahmenyatakan bahwa ia mewasiatkan 1/7 hartanya kepadaanak angkatnya.Bagaimanakah penyelesaian kasusnya?

11 Fitri. Contoh Kasus Perkawinan dan Waris Islam. (online), http://elwildan.wordpress.com/2011/12/13/contoh-kasus-perkawinan-dan-waris-islam/, diakses tanggal 30 Mei 2014)

Page 37: Hukum Waris Islam di Indonesia

Dalam hal ini yang menjadi ahli waris adalah :1.      ibu2.      Dua anak laki-laki      3.      Seorang orang anak perempuan         Satu orang anak laki-laki tidak bisa menjadi ahli

waris ayahnya karena ia telah terbukti membunuh ayahnyasendiri. Hal ini diatur dalam Bab II pasal 173 sub aKHI, “Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusanhakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukumkarena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh ataumenganiaya berat para pewaris”.Selain itu, Rasulullah SAW.Bersabda : “Barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidakdapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selaindirinya, walaupun korban itu bapaknya maupun anaknya. Makapembunuh tidak berhak mewarisi” (H.R. Ahmad).Anak angkat tidak mendapatkan bagian waris karena dalamislam ada ketentuan bahwa anak angkat bukan merupakanbagian dari ahli waris. Sebagaimana disebutkan dalamal-qur’an surat al-Ahzab ayat 4 : “Tidaklah Allah menjadikan pada seseorang dua hati dalam rongganyadan tidaklah isteri-isteri kamu yang telah kamu serupakan punggungnyadari kalangan mereka menjadi ibumu dan tidaklab Dia menjadikan anakyang kamu angkat jadi anakmu benar-benar Itu hanyalah ucapanmudengan mulutmu. Dan Allah mengatakan yang benar dan Dia akanmenunjuki jalan”.

Nenek tidak menjadi ahli waris karena iaterhijab/terhalang oleh ibu.

Saudara laki-laki kandung tidak menjadi ahli wariskarena terhijab/terhalang oleh anak laki-laki kandung.

Bagaimanakah proses pembagian harta benda warisannya?

Pertama, harus dipenuhi dulu wasiat sipewaris,sebagaimana diatur dalam Al-Quran Surat Annisa Ayat11 dan diatur dalam Bab V Tentang Wasiat Dari Pasal 175 ayat (1) sub

Page 38: Hukum Waris Islam di Indonesia

c, “Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah menyelesaikan wasiatpewaris.”Dalam hal ini wasiat kepada anak angkat,wasiatnya sah karena tidak melebihi dari 1/3 dariseluruh harta dan tidak diberikan kepada ahli waris,sebagaimana diatur dalam Bab V pasal 195 ayat (2) KHI, “ Wasiathanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisankecuali apabila semua ahli waris menyetujui.”Dalam kasus waris ini, ibu mendapat bagian 1/6 dariharta yang ditinggalkan karena pewaris/yang meninggalmeninggalkan keturunan, diatur dalam pasal 178 ayat (1)KHI,“Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudaraatau lebih…”dan diatur dalam al-qur’an Surat An Nisa Ayat 11.Dua anak laki-laki mendapat bagian ‘asobah binnafsi,dan satu anak perempuan mendapatkan bagian ‘asobah bilghoir karena ada anak laki-laki.

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut :

Harta peninggalan                                                                                      Rp.700.000.000,00-Wasiat                                     1/7 x Rp.700.000.000,00 =  Rp.100.000.000,00Rp.600.000.000,00-Ibu                                           1/6x Rp.600.000.000,00 =  Rp.100.000.000,00Rp.500.000.000,00-*Dua anak (laki-laki)              ‘asobah binnafsi                Rp.400.000.000,00@ Rp.200.000.000,00Satu anak (perempuan)           ‘asobah bil ghair               Rp.100.000.000,00

Rp.0,00

Ket. : *bagian anak laki-laki sama dengan dua bagiananak perempuan, sebagaimana diatur dalam Al Quran Surat An-Nisa Ayat 11. “Allah mensyari’atkan kepadamu tentang pembagianwarisan untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama

Page 39: Hukum Waris Islam di Indonesia

dengan bagian dua anak perempuan”. Jadi apabila dilihat daricontoh diatas, bagian 3 orang anak itu seolah-olahbagian untuk 5 orang anak, karena 2 anak laki-lakimenjadi 4 bagian ditambah satu bagian anak perempuan.

kasus 3

Ahli Waris Yang Pindah Agama12

Seseorang mengalami kecelakaan berat yangmenyebabkan ia meninggal dunia, namun sebelum iameninggal ia dilarikan ke rumah sakit terlebih dahulu.Sehingga pada saat ia meninggal, pihak rumah sakitmenagih biaya perawatannya selama di rumah sakit. Iameninggalkan seorang isteri, dua orang anak perempuan,seorang ayah, seorang ibu. Namun, ternyata salahseorang anak perempuannya berpindah agama ke dalamagama Kristen. Bagaimanakah pembagian warisannya?

Dalam hal ini, yang menjadi ahli waris adalah :

1. Seorang Isteri2. Seorang anak perempuan3. Seorang ayah4. Seorang ibu

Anak perempuan yang satu lagi tidak menjadi ahli wariskarena ia berlainan agama dengan pewaris.   Rasulullah SAW., bersabda   :

 Isteri mendapat bagian 1/8 dari harta peninggalankarena pewaris meninggalkan keturunan, sebagaimanadiatur dalam pasal 180 KHI yaitu “janda mendapat ¼ bagian bilapewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak

12 Fitri. Contoh Kasus Perkawinan dan Waris Islam. (online), http://elwildan.wordpress.com/2011/12/13/contoh-kasus-perkawinan-dan-waris-islam/, diakses tanggal 30 Mei 2014)

Page 40: Hukum Waris Islam di Indonesia

maka janda mendapat seperdelapan bagian.”seorang anakperempuan mendapat bagian ½ dari harta peninggalan,diatur dalam pasal 176 KHI, “Anak perempuan bila hanya seorang iamendapat separoh bagian ….”. ibu mendapat bagian 1/6,diatur dalam pasal 178 KHI,“Ibu mendapat seperenam bagian bilaada anak atau dua saudara atau lebih….” dan ayah mendapatbagian ‘asobah.

Adapun pembagian warisannya adalah sebagai berikut :

Sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris harusdipenuhi dulu hal-hal yang berkaitan dengan pewaris,dalam kasus ini adalah pembayaran rumas sakit pewarissebelum ia meninggal dunia, kain kafan, upah menggalikuburan, dan lain-lain. Sebagaimana hadits RasulullahSAW., “kafanilah olehmu mayat itu dengan kain ihramnya.”  Selainitu, diatur juga dalam Bab II pasal 175 sub KHI, “Kewajiban ahliwaris terhadap pewaris adalah:a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan,termasuk kewajibanpewaris maupun penagih piutang”.

Kemudian setelah semuanya terpenuhi, barulah dibagikanharta warisan itu kepada ahli waris. Dengan rinciansebagai berikut :

(Asal masalahnya : 24)

1 Anak perempuan              ½         x         24        =          12

Page 41: Hukum Waris Islam di Indonesia

Isteri                                   1/8      x24        =           3

Ibu                                     1/6      x          24        =          4

Ayah                                  ‘asobah                        =          6

BAB III

Page 42: Hukum Waris Islam di Indonesia

PENUTUP

KESIMPULAN

Di negara kita RI ini, hukum waris yang berlakusecara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3(tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima olehmasyarakat Indonesia, yakni hulum waris yangberdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum PerdataEropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yangdibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk HindiaBelanda dahulu.

Karena itu menginggat bangsa Indonesia yangmayoritas beragama islam yang tentunya mengharapkanberlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukumwarisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudahselayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nantidapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum warisIslam dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pulapola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yangbersangkutan

Pemaparan tentang kewarisan sampai berimplikasipada keyakinan ulama tradisionalis bahwa hukumkewarisan islam tidak dapat berubah dan menolak segalaide pembaharuan. Hal ini terlihat dari teks kitab-kitabfikih klasik yang menyebut hukum kewarisan islam denganilmu “faraidh”.

Kata faraidh merupakan jamak dari fa-ri-dla yangberarti ketentuan, sehingga ilmu faraidh diartikandengan ilmu bagian yang pasti. Di negara indonesia jugaterdapat hukum positif yang diberlakukan untukmasyarakat. Dalam hukum positif di indonesia, selainKHI keberlakuan hukum kewarisan telah dengan jelasditunjukan oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 jo.Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50tahun 2009 Tentang Peradilan Agama.

Page 43: Hukum Waris Islam di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zahari, 2008, Hukum Kewarisan Islam, FH Untan Press, Pontianak.

Amir Syarifuddin, 1984, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Gunung Agung, Jakarta.

H.R Otje Salman dan Mustofa Haffas, 2006, Hukum Waris Islam,Refika

Aditama, Bandung.

Muhammad salim. hukum waris. (online). http://serbamakalah.blogspot.com/2013/11/hukum-waris_2890.html, diakses tanggal 30 Mei 2014

Irsan Ismail. hukum unmer malang. (online). http://echtheid-irsan.blogspot.com/2012/04/hukum-islam-waris-islam.html, diakses tanggal 31 Mei 2014.

Sigit Budiharto.Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia Dan Pengaruhnya Serta Solusinya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif

.(oline).http://sigitbudhiarto.blogspot.com/2013/05/perkembangan-politik-hukum-di-indonesia_1089.html. diakses tanggal 30 Mei 2014.

Page 44: Hukum Waris Islam di Indonesia

Biyo Toyib.Dasar Hukum Islam. (online). http://biyotoyib.blogspot.com/2012/03/dasar-hukum-waris-islam.html, diakses tanggal 30 Mei 2014.

Anugrahjayautama. Hukum Waris islam.(Online). http://anugrahjayautama.blogspot.com/2012/06/resume-hukum-waris-islam.html, diakses tanggal 30 Mei 2014.

Yanels Garsione Damanik. Undang-undang pengadilan agama dan Kompilasi Hukum Islam. (online). http://www.slideshare.net/YanelsGarsione/kewenangan-peradilan-agama-mengadili-perkara-kewarisan#, diakses terakhir tanggal 31 Mei 2014.

Fitri. Contoh Kasus Perkawinan dan Waris Islam. (online), http://elwildan.wordpress.com/2011/12/13/contoh-kasus-perkawinan-dan-waris-islam/, diakses tanggal 30 Mei 2014)