Page 1
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SISWA TENTANG
PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Andini Novitasari
NIM 11140162000029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
Page 3
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Skripsi berjudul Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa Tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan disusun oleh Andini
Novitasari, NIM. 11140162000029, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak
untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan
fakultas.
Jakarta, 16 April 2020
Yang Mengesahkan,
Pembimbing I
Pembimbing II
Burhanudin Milama, M.Pd
NIP. 19770201 200801 1 011
Dila Fairusi, M.Si
NIP. 19850330 201503 2 003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Burhanudin Milama, M.Pd
NIP. 19770201 200801 1 011
Page 5
v
ABSTRAK
Andini Novitasari, “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa Tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Jurusan Pendidikan Kimia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2020.
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (PPB) menekankan pada kondisi
kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang. Pengetahuan siswa mengenai
PPB penting untuk memperbaiki sikap yang berkelanjutan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan dengan sikap siswa
mengenai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Metode korelasional
digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara variabel pengetahuan
dengan variabel sikap siswa tentang PPB. Penelitian ini dilakukan pada 271 siswa
X-XII IPA SMAN 107 Jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap siswa tentang PPB.
Besarnya kontribusi pengetahuan terhadap sikap siswa mengenai PPB sebesar
53,3%.
Keyword: Pembangunan Berkelanjutan, Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Hubungan, Pengetahuan, Sikap
Page 6
vi
ABSTRACT
Andini Novitasari, "The Relationship of Knowledge with Students' Attitudes
About Education for Sustainable Development". Department of Chemical
Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State
Islamic University Jakarta, 2020.
Education for sustainable development emphasizes the conditions of life in the
present and the future. Students knowledge about sustainable development are
important for improving their sustainable attitudes. The aims of this study was to
find out how the relationship between knowledge with students' attitudes about
education for sustainable development. This study using correlational methods,
which are used to find out how closely the relationship between knowledge
variables with student attitude variables about education for sustainable
development. This research was conducted on 271 students consisting of X-XII
Natural Sciences classes SMAN 107 Jakarta. The research data was analyzed using
product moment correlation. The results showed that there was a significant
relationship between knowledge and students' attitudes about education for
sustainable development. The amount of knowledge contribution for students'
attitudes about education for sustainable development was 53.3%.
Keyword: Sustainable Development, Education for Sustainable Development,
Relationships, Knowledge, Attitude
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohirm Alhamdullilahirobbil‘alamiin. Puji syukur kehadirat
Allah Subhanahuu Wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa Tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam
beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Ucapan
terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tulus ikhlas dan rendah hati
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran
staffnya.
2. Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Burhanudin Milama, M.Pd., Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan
waktu, ilmu, motivasi, semangat bimbingan kepada penulis dengan penuh
kesabaran.
4. Dila Fairusi, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
waktu, ilmu, bimbingan, motivasi, semangat, serta saran dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan dalam penyusunan skripsi ini hingga akhir.
5. Tonih Feronika, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan, waktu, perhatian, motivasi, dan semangat kepada
penulis selama perkuliahan berlangsung.
6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPA, khususnya dosen Program Studi
Pendidikan Kimia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
Page 8
viii
7. mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama penulis menjadi
mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Drs. Kristian M. Tambunan, S.Kom., selaku Kepala SMA Negeri 107
Jakarta dan Dra. Hj. Ai Nurhayati, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri
Cisarua yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian yang Bapak/Ibu pimpin.
9. Ayahanda tercinta (Sunardi) dan Ibunda tersayang (Tri Uji Astuti) yang
selalu memberikan doa, dukungan, semangat, motivasi serta semua yang
penulis butuhkan dalam penyelesaian masa studi ini.
10. Ilham Mahardika sebagai teman yang selalu mengingatkan, memberi
semangat, bertukar pikiran dan sabar mendengarkan keluh kesah penulis
baik dalam menyelesaikan studi maupun dalam menyelesaikan skripsi.
11. Syarifah Meutiah Eka Sari sebagai teman yang selalu meluangkan waktu
membaca skripsi sebelum diberikan kepada dosen pembimbing, selalu
mengingatkan, memberi semangat, bertukar pikiran dan sabar
mendengarkan keluh kesah penulis dalam dalam menyelesaikan skripsi.
12. Harum Ismi Murti sebagai teman seperjuangan skripsi mulai dari awal
pembuatan instrumen, pengambilan data, teman bertukar pikiran, serta
teman pendengar yang baik atas segala keluh kesah penulis.
13. Teman-teman seperbimbingan skripsi dan teman-teman pendidikan kimia
2014 yang sudah lulus maupun yang masih berjuang, terimakasih atas
hiburannya selama menunggu bimbingan didepan jurusan.
14. Teman-teman Kos (Nisa, Ica, Devita, Isfi, Silvi, Umi, Yayang, Hilwa,
Rara, Nunu) yang telah mewarnai hari-hari penulis selama di kostan.
15. Teman-teman pejuang skripsi (Arini, Uut dan Yayang) yang sering
bertukar pikiran, saling membantu serta saling memotivasi baik dalam
menyelesaikan studi.
16. Teman-teman PPKT yang telah membantu penulis selama praktik
mengajar di MA Islamiyah Ciputat.
17. Teman-teman HMPS Pendidikan Kimia 2017 yang telah memberikan
pengalaman bagi penulis selama masa perkuliahan.
Page 9
ix
18. Adik-adik SMA Negeri 107 Jakarta dan SMA Negeri Cisarua, yang telah
membantu penulis dalam memvalidasi serta penelitian.
19. Serta semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi mahasiswa sebagai calon pendidik dan secara umum
bagi pemberdayaan dan peningkatan pendidikan berkualitas untuk generasi masa
depan. Aamiin.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Jakarta, Mei 2020
Penulis
Page 10
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
F. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 9
A. Kajian Teori ................................................................................................ 9
1. Pengetahuan .......................................................................................... 9
2. Sikap .................................................................................................... 13
3. Pembangunan Berkelanjutan (PB) ....................................................... 20
4. Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan (PPB) ....................... 23
B. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 43
C. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 44
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 46
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 46
Page 11
xi
xi
B. Metode Penelitian ...................................................................................... 46
C. Alur Penelitian .......................................................................................... 47
D. Populasi dan Sampel ................................................................................. 48
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 48
F. Instrumen Penelitian ................................................................................. 49
G. Uji Coba Instrumen .................................................................................. 50
H. Teknik Analisis Data ................................................................................ 55
I. Hipotesis Statistik .................................................................................... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN .................................. 59
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 59
1. Pemahaman Awal Siswa Tentang Pembangunan Berkelanjutan dan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................. 59
a. Pengetahuan siswa tentang Pembangunan Berkelanjutan ............ 59
b. Pengetahuan siswa tentang Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan ............................................................................... 60
c. Sumber Informasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ........................... 60
d. Pemahaman tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan ............................................. 61
e. Pemahaman Siswa tentang Konsep Pembangunan Berkelanjutan
........................................................................................................ 61
f. Pemahaman Siswa tentang Tujuan Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan .............................................................................. 63
2. Deskripsi Data .................................................................................... 64
a. Pengetahuan siswa tentang Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan ............................................................................... 64
b. Sikap siswa tentang Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
....................................................................................................... 65
3. Analisis Data ...................................................................................... 65
a. Uji Normalitas .............................................................................. 65
Page 12
xii
xii
b. Uji Homogenitas .......................................................................... 66
c. Uji Linearitas ................................................................................ 67
d. Persamaan Regresi ....................................................................... 67
e. Uji Hipotesis ................................................................................ 68
f. Uji Determinasi ............................................................................ 69
B. Pembahasan .............................................................................................. 69
1. Pemahaman Awal Siswa Tentang Pembangunan Berkelanjutan dan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................. 69
2. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa Tentang Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan .............................................................. 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 78
A. Kesimpulan .............................................................................................. 78
B. Saran ......................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79
LAMPIRAN ........................................................................................................ 88
Page 13
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penskoran Skala Angket .................................................................. 50
Tabel 3.2 Kisi - Kisi Pemahaman Awal tentang Pembangunan Berkelanjutan
dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ....................... 51
Tabel 3.3 Kisi - Kisi Angket Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan Dimensi Sosial ........................ 52
Tabel 4.1 Deskripsi Distribusi Data Pengetahuan Siswa tentang Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan Dimensi Sosial ....................... 64
Tabel 4.2 Deskripsi Distribusi Data Sikap Siswa tentang Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan Dimensi Lingkungan ........................ 65
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ............................. 66
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Data Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ............................. 66
Tabel 4.5 Uji Linearitas Data Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................................ 67
Tabel 4.6 Persamaan Regresi Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................................ 68
Tabel 4.7 Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa tentang Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................................ 68
Tabel 4.8 Uji Determinasi Data Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ............................. 69
Page 14
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses terjadinya sikap .................................................................. 16
Gambar 2.2 Faktor-faktor sikap ....................................................................... 20
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ........................................................................ 45
Gambar 3.1 Alur Penelitian .............................................................................. 47
Gambar 4.1 Diagram Pengetahuan Siswa tentang Pembangunan Berkelanjutan ..
....................................................................................................... 59
Gambar 4.2 Diagram Pengetahuan Siswa tentang Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan ......................................................... 60
Gambar 4.3 Diagram Sumber Informasi tentang Pembangunan Berkelanjutan
dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ..................... 60
Gambar 4.4 Diagram Pemahaman tentang Pembangunan Berkelanjutan dan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ............................ 61
Gambar 4.5 Diagram Pemahaman Siswa tentang Konsep tentang Pembangunan
Berkelanjutan ................................................................................. 62
Gambar 4.6 Diagram Pemahaman Siswa tentang Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
........................................................................................................ 63
Page 15
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan oleh Dosen Ahli (1) ........................ 89
Lampiran 2 Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan oleh Dosen Ahli (2) ...................... 103
Lampiran 3 Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan oleh Dosen Ahli (3) ...................... 117
Lampiran 4 Instrumen Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan Sebelum
Diuji Coba ................................................................................... 133
Lampiran 5 Tabulasi Data Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen ........ 141
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas ...................................... 143
Lampiran 7 Lembar Hasil Uji Validasi Instrumen Pengetahuan dan Sikap tentang
PPB .............................................................................................. 153
Lampiran 8 Instrumen Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan Setelah
Diuji Coba ................................................................................... 156
Lampiran 9 Tabulasi Data Penelitian Instrumen Pemahaman Awal Pemahaman
Siswa Tentang PPB ..................................................................... 165
Lampiran 10 Tabulasi Data Penelitian Instrumen Pengetahuan dan Sikap PPB
Secara Keseluruhan ..................................................................... 174
Lampiran 11 Tabulasi Data Penelitian Instrumen Pengetahuan PPB ............... 183
Lampiran 12 Tabulasi Data Penelitian Instrumen Sikap PPB .......................... 192
Lampiran 13 Lampiran Perhitungan Statistik dengan SPSS ............................. 201
Lampiran 14 Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 205
Lampiran 15 Lembar Uji Referensi ................................................................. 207
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian ................................................................... 231
Lampiran 14 Bukti Penelitian .......................................................................... 233
Page 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai isu kerusakan alam sebagai bentuk kurangnya perhatian
masyarakat terhadap perubahan bumi. Seperti telah dijelaskan dalam Al Quran
dalam surat Ar Ruum ayat 41, yang berarti “Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan seseorang, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”.
Saat ini terdapat tiga isu yang menjadi sorotan, yaitu isu lingkungan,
sosial, dan ekonomi. Contoh isu yang terjadi pada bidang lingkungan, seperti
ditemukannya ikan terdampar dengan sampah di dalam perutnya, mencairnya
gunung es di daerah kutub, menggunungnya tempat pembuangan sampah dan
limbah rumah tangga di sungai merupakan bentuk kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
lingungan dapat mempengaruhi bidang sosial, seperti kesehatan masyarakat
menurun. Kesehatan masyarakat menurun kerena kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap kebersihan diri sendiri dan lingkungan. Jika kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan menurun, maka perekonomian akan menurun.
Namun, masyarakat tetap konsumtif meskipun perekonomian menurun.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menghemat barang yang digunakan
menjadi pemicu banyaknya sampah. Banyaknya limbah industri yang dibuang
ke lingkungan tanpa penyaringan menjadi salah satu pemicu kerusakan
lingkungan (Al-Naqbi, dkk. 2018).
Jakarta Timur merupakan wilayah yang memiliki industri paling banyak
di wilayah DKI Jakarta. Sekitar 30 pabrik dibangun di wilayah Jakarta Timur.
Banyaknya pembangunan industri di wilayah Jakarta Timur menyebabkan
pencemaran air sungai. Terdapat 6 sungai yang melintasi wilayah Jakarta Timur
yaitu Kali Cipinang, Kali Buaran, Kali Sunter, Kali Cakung, Kali Jatikramat,
dan Kali Baru Timur. Menurut Yudo (2014), kualitas air sungai di Cipinang
menurun drastis, hal ini ditanzdai oleh konsentrasi parameter-parameter
Page 17
2
Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan zat
organik lainnya yang melebihi ambang batas. Pencemaran limbah rumah tangga
juga meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah bakteri E.Coli
melebihi mutu yang diperbolehkan. Pencemaran air sungai ini disebabkan oleh
penumpukan sampah rumah tangga di sungai, peningkatan kadar deterjen di
sungai, dan peningkatan kalium permanganat (KMnO4) dan fospat di sungai
akibat dari limbah industri. Pencemaran lingkungan menyebabkan lingkungan
tersebut menjadi tidak nyaman.
Selain pencemaran air, pabrik-pabrik tersebut menyebabkan pencemaran
udara. Tidak hanya pabrik, banyaknya penggunaan kendaraan pribadi menjadi
penyebab meningkatnya pencemaran udara. Menurut Wati dan Fatkhuroyan
(2017), selama periode 1985-2012 terjadi kecenderungan peningkatan indeks
Temperature Humidity Index (THI) dengan signifikansi > 50% di wilayah DKI
Jakarta. Hal ini menunjukkan tingkat kenyamanan di DKI Jakarta cenderung
berkurang. Ketidaknyamanan di DKI Jakarta disebabkan meningkatnya
penggunaan kendaraan pribadi, sehingga terjadi peningkatan emisi karbon
dioksida (CO2). Selain itu meningkatnya penggunaan lahan untuk pembangunan
pemukiman, industri, dan perkantoran menjadi salah satu penyebab kurangnya
lahan terbuka hijau di wilayah DKI Jakarta.
Selain isu lingkungan, isu sosial menjadi sorotan pada masa sekarang.
Kesehatan menjadi salah satu hal yang mendasar, seperti kesehatan diri sendiri,
kesehatan lingkungan, HIV/AIDS dan narkoba. Penyalahgunaan narkoba akhir-
akhir ini sudah mencakup seluruh kalangan masyarakat mulai dari anak-anak
hingga dewasa. Berdasarkan data BNN (Badan Narkotika Nasional), pada tahun
2015 terdapat 4,2 juta orang pengguna narkoba (Tim BNNK Langsa, 2015).
Selain melanggar hukum, narkoba juga dapat mengganggu kesehatan.
Pemakaian jarum suntik bersama dapat menularkan penyakit seperti HIV/AIDS.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit perihal laporan perkembangan Human
Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS)
dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) pada bulan Januari sampai Maret
Page 18
3
tahun 2017 DKI Jakarta menempati urutan ketiga terbanyak pengidap HIV
sebanyak 1.403 orang, sedangkan pengidap AIDS menempati urutan pertama
sebanyak 121 orang. Banyaknya penyebaran HIV/AIDS dan narkoba menjadi
penyebab berkurangnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Isu ekonomi juga menjadi sorotan pada masa sekarang. Berdasarkan
Badan Pusat Statistika (BPS) DKI Jakarta, tingkat kemiskinan di Jakarta
mengalami penurunan 0,02% menjadi 3,55% selama 6 bulan pada tahun 2018.
Hal ini menandakan ada kenaikan pendapatan masyarakat. Namun
meningkatnya pendapatan masyarakat tidak diikuti oleh tingkat pengetahuan
dalam mengelola keuangan yang baik, dan keinginan menabung menurun
(cnnindonesia.com diakses 21 Desember 2014). Hal ini menyebabkan budaya
konsumtif. Maraknya e-commerce meningkatkan budaya konsumtif di
masyarakat. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari budaya konsumtif yaitu
melemahnya rupiah terhadap dollar AS karena konsumsi impor menaikkan
defisit transaksi (Kompas.com diakses pada 6 September 2018).
Dalam hal ini, masyarakat belum memiliki kesadaran dalam menghadapi
kehidupan di masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan menjadi
penting dipahami oleh generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan
merupakan konsep keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan
dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Konsep pembangunan
berkelanjutan menekankan pada kondisi kehidupan pada masa kini dan masa
yang akan datang. Konsep ini memusatkan pada bahasan mengenai masalah
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berhubungan dengan konservasi bumi dan
sumber daya alam (Park, Kim, dan Yu. 2016). Dewasa ini eksplorasi bumi
banyak terjadi di berbagai tempat, dampaknya sudah dirasakan oleh masyarakat.
Hal ini perlu menjadi perhatian berbagai pihak, seperti pemerintah, pendidik,
dan masyarakat dalam menciptakan generasi untuk masa yang akan datang.
Untuk menciptakan generasi mendatang yang berkelanjutan, pendidikan
menjadi salah satu alat untuk memberikan pemahaman dan mengubah sikap serta
perilaku siswa agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap bumi. Perubahan
sikap, perilaku, dan gaya hidup dengan mempertimbangkan masalah-masalah
Page 19
4
lingkungan dapat meningkatkan nilai kehidupan di bumi (Al-Naqbi &
Alshannag, 2018). UNESCO sebagai spesialisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
berfokus dalam bidang pendidikan dipercaya untuk memimpin pembangunan,
perdamaian, dan mendorong keberlanjutan untuk mengoordinasikan Agenda
Pendidikan 2030, yaitu pengembangan (UNESCO, 2017). Melalui pendidikan
setiap seseorang diharapkan dapat mengalami pengubahan sikap dan tata laku
menjadi lebih dewasa yang dilakukan melalui upaya pengajaran dan pelatihan
(Damsar, 2011, hlm. 8). Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan bertugas
membuat konsep pendidikan melalui kurikulum sebagai media mencapai titik
akhir dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia (Hamalik,
2013, hlm. 16). Saat ini kurikulum yang diterapkan di Indonesia mengalami
pengembangan kurikulum menjadi Kurikulum 2013. Hal ini merupakan upaya
peningkatan mutu pendidikan untuk menghasilkan generasi yang kreatif dan
mampu menghadapi kehidupan di masa yang akan datang (Sani dalam Prastowo,
2015, hlm. 5). Namun pada kenyataannya siswa masih dibebankan pada mata
pelajaran yang banyak, sehingga siswa kurang diberi pemahaman dalam
penerapan di masyarakat. Penerapan ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan siswa
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi.
Dalam menerapkan keilmuan yang dimilikinya, siswa diharapkan menjadi
generasi yang berkelanjutan.
Pendidikan yang berkelanjutan sebagai fokus pengajaran di sekolah untuk
menciptakan generasi yang akan datang. Sekolah sebagai sarana pendidikan
yang dirancang secara sistematis dan kritis sehingga pendidikan dapat
mempengaruhi cara berpikir, tindakan, dan perilaku siswa sebagai generasi yang
akan datang (Hanani, 2016, hlm. 15). Sekolah berperan untuk memberikan nilai
dan keterampilan kepada siswa untuk meningkatkan aspek sosial dan aspek
pengetahuan. Sekolah dapat membiasakan siswa untuk menerapkan gaya hidup
yang berkelanjutan. Sekolah memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi bakat
atau kemampuan siswa dalam bidang pengetahuan. Sekolah diharapkan dapat
menciptakan generasi yang akan datang dengan gaya hidup yang berkelanjutan.
Page 20
5
Pendidikan kimia berperan dalam menerapkan pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan karena pentingnya kimia dalam perkembangan
setiap masyarakat. Industri kimia menyediakan sebagian besar bahan baku yang
diperlukan untuk setiap jenis usaha. Kimia adalah dasar dari pasokan energi
modern, pertanian, bahan inovatif, komunikasi, bioteknologi, dan farmasi.
Kimia industri sering berkontribusi pada pencemaran lingkungan, menyebabkan
pencemaran lingkungan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai
perubahan produksi telah membuat kemajuan yang efektif, setidaknya di
masyarakat Barat. Perusahaan kimia saat ini mencari cara yang lebih bersih,
dengan mengurangi jumlah bahan baku yang diperlukan dan selaras dengan
tujuan sosial masyarakat di sekitar perusahaan. Meskipun demikian, kimia
berkelanjutan masih belum diterapkan di seluruh dunia. Di banyak negara,
produksi yang berhubungan dengan kimia masih jauh dari berkelanjutan secara
ekologis, ekonomi, atau sosial. Padahal efek kimia berkelanjutan cukup kuat,
aspek positif dari perkembangan kimia baru-baru ini sering ditekan oleh media
massa. Realitas ini menentukan tujuan baru untuk pendidikan kimia, yaitu harus
berkontribusi untuk mengembangkan sistem pemahaman yang seimbang dan
tercermin dengan baik pada siswa sebagai warga negara masa depan terkait
dengan kimia dan kimia terkait bisnis (Burmeister, 2013).
Pemahaman yang diberikan di sekolah akan mempengaruhi pengetahuan
siswa tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Pengetahuan siswa
tersebut penting untuk memperbaiki sikap yang berkelanjutan. Sikap siswa yang
ditanamkan dari sekarang akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang.
Pengetahuan dan sikap siswa tentang pembangunan berkelanjutan akan
menciptakan keseimbangan antara kehidupan sosial, lingkungan, dan ekonomi.
Keseimbangan tersebut akan menciptakan kehidupan di bumi menjadi aman.
Berdasarkan hasil penelitian Azapagic (2005), menemukan bahwa siswa
memahami jika pembangunan berkelanjutan penting untuk generasi yang akan
datang, siswa relatif akrab dengan standar utama lingkungan yang tercantum
pada perundang-undangan, namun memiliki pengetahuan yang rendah dan
kesenjangan yang signifikan pada dimensi sosial dan ekonomi. Menurut Park,
Page 21
6
dkk (2016), siswa menunjukkan sikap positif terhadap keberlanjutan, namun
mereka menganggap keberlanjutan terkait dengan lingkungan daripada sosial.
Dalam hasil penelitiannya Park juga menyatakan bahwa siswa memiliki
keraguan dalam merubah gaya hidupnya karena kecenderungan pribadi atau
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
Penelitian terdahulu yang dilakukan Park, dkk (2016), Ambusaidi, dkk
(2016), menyatakan bahwa calon guru memiliki komitmen dan persepsi yang
tinggi tentang pendidikan pembangunan untuk berkelanjutan. Dalam hal ini,
tidak ada temuan yang menunjukkan penelitian mengenai hubungan antara
pengetahuan dan sikap siswa tentang pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan. Hubungan antara pengetahuan dan sikap siswa tentang
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan harus dipelajari dan dilaksanakan
untuk menciptakan generasi yang berkualitas di masa mendatang. Selain itu,
guru dapat menciptakan perangkat pendidikan melalui pengetahuan dan sikap
siswa yang terukur.
Siswa sebaiknya memiliki pengetahuan dan sikap yang berkelanjutan
melalui penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Untuk
mewujudkannya, diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan sikap siswa tentang pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan dan mengetahui bagaimana hubungan antara pengetahuan dan
sikap siswa tentang pendidikan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik mengambil judul penelitian
“Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa tentang Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di awal, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
Page 22
7
1. Banyaknya isu kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber energi, penyebaran
virus penyebab penyakit, dan kurangnya lapangan pekerjaan.
2. Rendahnya pemahaman siswa tentang pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan yang mencakup dimensi lingkungan, dimensi sosial dan dimensi
ekonomi.
3. Kurangnya kesadaran siswa untuk menerapkan hidup berkelanjutan sebagai
generasi yang akan datang.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini diperlukan adanya pembatasan masalah agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan pembahasan tidak meluas, maka pembatasan
penelitian ini sebagai berikut:
1. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan diteliti berdasarkan tiga dimensi
pembangunan berkelanjutan. Pertama, yaitu dimensi sosial mencakup
indikator kesehatan diri dan lingkungan, HIV/AIDS, dan narkoba. Kedua,
dimensi lingkungan mencakup indikator energi dan sampah. Terakhir, dimensi
ekonomi mencakup indikator pengurangan kemiskinan, produksi, dan
konsumsi berkelanjutan.
2. Penelitian berfokus pada pengetahuan dan sikap siswa di wilayah industri
daerah Jakarta Timur.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan. Maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat
hubungan antara pengetahuan dan sikap siswa tentang pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan?
E. Tujuan Penelitian
Page 23
8
Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap siswa tentang pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
berkepentingan di antaranya:
1. Bagi peneliti, adalah informasi mengenai hubungan antara pengetahuan dan
sikap siswa tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, sehingga
dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian yang relevan.
2. Bagi guru, adalah sebagai bahan pertimbangan dan motivasi dalam
meningkatkan pembelajarannya agar dalam penyampaian materi mengandung
konsep keberlanjutan.
3. Bagi dunia pendidikan, dapat menjadi pertimbangan dalam menerapkan suatu
pembelajaran berbasis pendidikan pembangunan berkelanjutan dan menambah
khasanah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Page 24
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Di dalam kehidupan seseorang sering berhadapan dengan berbagai
keadaan, objek, benda, peristiwa, dan sebagainnya. Dengan mengamati
segala hal, seseorang akan mendapat pengetahuan tentang sesuatu. Hasil
pengamatan tersebut akan menjadi informasi sebagai pengetahuan dan
pengalaman hidup (Soetyosari, 2013, hlm. 1). Pengetahuan adalah “segala
sesuatu yang diketahui/kepandaian; ataupun segala sesuatu yang diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran) di sekolah” (KBBI, dalam Jalaludin,
2014, hlm. 83).
Dalam bahasa Inggris pengetahuan disebut ”knowledge” yang berarti suatu
hal yang diketahui atau dipahami oleh seseorang. Secara bahasa, knowledge
berarti suatu hal yang berasal dari pengalaman atau pendidikan baik teoritis
maupun praktis suatu subjek sehingga menjadi keahlian dan keterampilan.
Selain itu pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui pada bidang
khusus maupun umum yang berupa fakta dan informasi. Pengetahuan juga
dapat diartikan sebagai kesadaran atau keakraban yang didapat dari
pengalaman suatu fakta atau situasi. (Soetyosari, 2013, hlm. 2).
Menurut Djamaris (dalam Jalaludin, 2014, hlm. 83), pengetahuan
merupakan hasrat ingin tahu. Semakin kuat rasa ingin tahu seseorang maka
semakin banyak pengetahuannya. Menurut Soetyosari (2013. hlm, 2)
pengetahuan adalah semua hal yang sudah diketahui atau dikenali dan
disimpulkan oleh seseorang.
Pengetahuan merupakan pengalaman dan pengamatan seseorang, baik dari
pembelajaran di sekolah maupun lingkungannya. Pengalaman tersebut akan
menimbulkan rasa ingin tahu dan menjadi pengetahuan baru. Pengetahuan
tersebut disimpulkan oleh seseorang dan dipahaminya.
Page 25
10
b. Munculnya Rasa Ingin Tahu
Seseorang dirangsang oleh alam sekitarnya untuk tahu. Setiap orang
memiliki indra yang peka terhadap rangsang. Ada lima indra yang dimiliki
oleh setiap orang yang disebut pancaindra yaitu penglihatan, penciuman,
pendengaran dan perasaan lindah serta perasaan badan. Alat indra inilah yang
pertama kali berinteraksi dengan alam. Interaksi dengan alam inilah yang
disebut pengalaman. Pengalaman bukan merupakan pengetahuan yang
sesungguhnya, pengalaman hanya memungkinkan timbulnya pengetahuan.
Pengetahuan sebenarnya akan timbul, jika seseorang menyimpulkan atas
pengalamannya (Poedjawijatna, 1991, hlm. 12).
Seseorang menyimpulkan atas pengalamannya, maka ia menyadari bahwa
ia tahu. Hal ini menimbulkan dua kemungkinan yaitu seseorang menyadari
bahwa ia tidak tahu sesuatu atau ia menyadari bahwa ia tahu namun ia keliru,
dan mereka bertanya kepada orang lain atau mengadakan penyelidikan
sendiri sehingga ia menjadi tahu. Dengan demikan, ada gejala rasa ingin tahu
yang dimiliki seseorang yaitu, seseorang ingin tahu, seseorang ingin tahu
yang benar, adanya objek rasa ingin tahu baik yang ada maupun yang
mungkin ada, dan seseorang tahu bahwa ia tahu (Poedjawijatna, 1991, hlm.
13).
Orang yang tahu disebut memiliki pengetahuan. Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu. Oleh karena itu, terdapat pengakuan dalam pengetahuan. Ada
dua pengakuan dalam pengetahuan yang disebut dengan subjek dan predikat,
subjek merupakan dasar pengakuan dan predikat merupakan yang diakui
terhadap subjek (Poedjawijatna, 1991, hlm. 14). Ada dua macam pengetahuan
yaitu pengetahuan khusus dan pengetahuan umum. Pengetahuan khusus
merupakan pengetahuan yang memiliki satu pengetahuan saja, sedangkan
pengetahuan umum yaitu pengetahuan yang berlaku bagi seluruh bagian
pengetahuan. Pengetahuan umum dan pengetahuan khusus, keduanya
berdasarkan pengalaman bisa pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain
(Poedjawijatna, 1991, hlm. 15).
Page 26
11
Menurut Piaget (dalam Thalib, 2010, hlm. 50), pada usia 11 – 15 tahun
seseorang mengalami tahap operasi formal yaitu perkembangan proses
penalaran dan kemampuan berpikir anak dalam memecahkan masalah
berdasar pengalamannya langsung. Pada tahap operasi formal, struktur
kognitif seseorang sudah mencapai kematangan, sehingga kualitas penalaran
berpikirnya berkembang maksimum. Setelah tahap operasi formal, pada
perkembangan selanjutnya seseorang tidak lagi mengalami perbaikan
struktural kualitas berpikir. Hal ini bukan berarti pemikiran dengan penalaran
formal sebanding dengan pemikiran aktual orang dewasa, hanya secara
potensial yang sudah tercapai.
Setelah perkembangan operasi formal, seseorang mengalami perubahan
kemampuan penalaran yang bersifat kuantitatif. Penalaran seseorang tidak
banyak mengalami perubahan secara kualitas pada tahap ini. Perkembangan
kuantitatif menekankan pada struktur berpikir logis, namun bukan berarti
pemikiran kualitatif tidak mendukung seseorang setelah masa remaja. Secara
fungsional, pemikiran formal sama dengan pemikiran konkret. Keduanya
bekerja atas dasar operasi logis. Perbedaan utama hanya terletak pada aplikasi
dan jenis operasi logis. Pemikiran konkrit terbatas pada persoalan-persoalan
yang konkret. Anak dengan kemampuan operasi konkret tidak dapat
mengatasi persoalan verbal yang kompleks, termasuk persoalan-persoalan
hipotesis, atau prediksi jauh ke depan. Kemampuan berpikir ilmiah, dan
pengujian hipotesis merupakan tanda terjadinya tahap operasi formal. Pada
tahap ini remaja sudah menyadari jika kemampuan logis mempunyai
ketepatan dan kecermatan mengenai kebenaran faktual (Thalib, 2010, hlm.
51).
c. Sumber Pengetahuan
Menurut Jalaludin (2014, hlm. 86), pada awalnya seseorang hanya ingin
tahu tentang sesuatu melalui proses berpikir alamiah, secara sederhana dan
apa adanya. Proses berpikir inilah seseorang mencoba mengenal,
mempelajari, memahami alam sekelilingnya. Proses memperoleh
pengetahuan sangat sederhana. Diawali dengan mengamati peristiwa di
Page 27
12
sekitar. Pengamatan ini menjadi pengalaman bagi seseorang. Pengalaman,
lingkungan hidup, dan fenomena yang teramati oleh panca indera menjadi
sumber pengetahuan (Jalaludin, 2014, hlm. 83). Setelah dilakukan
pengamatan, seseorang dapat menyimpulkan sesuatu dengan mencari
hubungan sebab akibat. Kesimpulan tersebut dihasilkan tanpa dilakukan
pengujian dan analisis sesuai prosedur terlebih dahulu, sehingga kesimpulan
yang diambil mungkin saja bersifat kebenaran yang sesaat atau kebetulan,
sehingga sulit di pertanggungjawabkan kebenerannya secara empiris
(Jalaludin, 2014, hlm. 87).
Menurut Setyosari (2013, hlm. 1), salah satu sumber pengetahuan
seseorang yaitu pengalaman pribadinya. Seseorang mampu menjelaskan
tentang pribadinya, baik yang berkaitan dengan objek maupun berbagai
peristiwa di sekitarnya. Pengalaman berdasarkan berbagai objek, fakta, dan
peristiwa yang berulang akan disimpulkan sehingga menjadi pengetahuan
baru. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan suatu fakta berdasarkan
pengalaman pribadi seseorang sehingga menjadi pengetahuan yang abstrak.
d. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Poedjawijatna (1991, hlm. 23 – 26), pengetahuan memiliki empat
tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang digunakan orang dalam
kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui alasannya.
2) Ilmu, pada tingkatan ini seseorang tidak menghiraukan gunanya, bisa
saja ia hanya ingin tahu. Tujuan utama dari pengetahuan yang disebut
ilmu ini adalah untuk mendapat pengetahuan yang benar dan mengetahui
alasannya.
3) Sifat ilmiah, pada tingkatan ini seseorang ingin mencari tahu kebenaran
dari ilmu. Bukan lagi gunanya yang dipentingkan, melainkan
kebenarannya. Metodos merupakan cara untuk mencari kebernaran
tersebut. Kebenaran yang sudah ditemukan akan menjadi suatu
kesimpulan, yang dirumuskan secara tertentu pula. Jika seseorang hanya
tahu mengenai yang khusus saja meskipun jumlahnya banyak, maka
Page 28
13
orang tersebut belumlah disebut ilmiah. Metode yang dirumuskan secara
baik digunakan untuk mencapai suatu kebenaran secara menyeluruh.
Seseorang akan merasa puas jika pengetahuannya sudah tercapai
seluruhnya. Salah satu cara yang populer dan konprehensif untuk
mencari kebenaran disebut dengan metode pengetahuan ilmiah. Metofe
pengetahuan ilmiah biasanya digunakan oleh para ilmuwan untuk
menguji berbagai hukum, prinsip, atau generalisasi. Menururt John
Dewey (dalam Setyosari, 2013, hlm. 5) langkah-langkah proses ilmiah,
meliputi: identifikasi suatu masalah, perumusan hipotesis, penalaran dan
deduksi, serta verifikasi, modifikasi, atau penolakan hipotesis
(Soetyosari, 2013, hlm.5).
e. Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan berbeda dengan ilmu pengetahuan. Makna ilmu pengetahuan
lebih luas dari pengetahuan dan menuntut teknik keterampilan berpikir.
Fenomena atau masalah yang diamati dapat dijelaskan oleh ilmu
pengetahuan. Menurut Braithwaite (dalam Setyosari, 2013, hlm. 4) adalah
untuk menetapkan hukum-hukum umum yang mencakup berbagai perilaku,
objek, atau peristiwa yang berdasarkan pengalaman yang berhubungan
dengan masalah keilmuan merupakan tugas dan fungsi dari ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, seseorang dapat menghubungkan pengetahuan
dengan berbagai peristiwa, sehingga dapat memprediksi peristiwa-peristiwa
yang belum terjadi (Soetyosari, 2013, hlm.4). Adapun tujuan ilmu
pengetahuan tidak hanya mencari teoritis, tetapi juga memiliki orientasi untuk
mengembangkan kebaikan bersama (Dua, 2011, hlm.24).
2. Sikap
a. Pengertian Sikap
Menurut Slameto (2010, hlm. 188), sikap merupakan sesuatu yang
dipelajari, sikap dapat menentukan reaksi seseorang terhadap suatu keadaan dan
menentukan sesuatu yang dicari dalam kehidupan. Menurut Mar’at (1981, hlm.
9), proses sosialisasi seseorang akan menghasilkan produk, kemudian produk
tersebut bereaksi dengan rangsangan yang diterima disebut sikap. Sikap akan
Page 29
14
mengarah kepada suatu objek. Objek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan
sosial dan kesediaan seseorang beinteraksi dengan objek sebagai bentuk
penyesuaian diri. Secara operasional sikap dapat diartikan sebagai bentuk
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap rangsangan, sikap selalu dihadapkan
dengan rangsangan dan reaksi yang bersifat emosional.
Ada 11 pengertian sikap menurut Allport (dalam Mar’at, 1981, hlm. 20-21)
sebagai berikut:
1) attitude are learned; sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui
pengalaman dan interaksi lingkungan, bukan diturunkan.
2) attitudes have referent; sikap berhubungan dengan objek, seperti seseorang,
wawasan, peristiwa ataupun ide.
3) attitudes are social learnings; sikap diperoleh melalui interaksi dengan
orang lain dimana pun dan kapan pun.
4) attitudes have readiness to respond; sikap merupakan bentuk kesiapan
seseorang untuk bertindak terhadap suatu objek.
5) attitudes are affective; sikap merupakan perasaan dan rasa kasih sayang,
dalam hal ini seseorang mempunyai pilihan, apakah positif, ragu atau
negatif.
6) attitudes are very intensive; sikap memiliki tingkat insentitas terhadap suatu
objek, seperti kuat atau lemah.
7) attitudes have a time dimension; sikap mungkin cocok pada situasi tertentu
saja, namun belum tentu sesuai pada keadaan yang lain, sehingga sikap
dapat berubah bergantung pada situasi.
8) attiudes have duration factor; sikap bersifat relatif dalam kehidupan
seseorang.
9) attitudes are complex; sikap merupakan bagian persepsi maupun kognisi
seseorang.
10) attitudes are evaluation; sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang
memiliki konsekuensi.
11) attitudes are inferred; proses dan tingkah laku merupakan indikator sikap
yang sempurna.
Page 30
15
Sikap merupakan penilaian terhadap seseorang maupun objek tertentu.
Sikap dipengaruhi oleh hasil belajar seseorang, baik dari pengalaman maupun
pengamatannya. Sikap seseorang berpengaruh terhadap tingkah laku.
b. Proses Terbentuknya Sikap
Seseorang memiliki sikap positif terhadap objek yang menurutnya
bernilai, dan memiliki sikap negatif terhadap objek yang dianggap tidak
bernilai atau merugikan. Sikap tersebut yang menjadi dasar dan mendorong
seseorang melakukan perbuatan tertentu. Sikap memiliki bermacam-macam
objek, meskipun demikian orang hanya memiliki sikap terhadap sesuatu yang
diketahuinya. Jadi seseorang harus memiliki informasi untuk bersikap
terhadap suatu objek. Informasi merupakan keadaan awal sikap. Ketika
seseorang mendapat informasi sehingga timbul perasaan positif atau perasaan
negatif terhadap suatu objek dan cenderung bertingkah laku, maka pada saat
itu terjadinya sikap (Slameto, 2010, hlm. 188).
Menurut Mar’at (1981, hlm. 12) alat indra seperti alat raba, rasa, bau,
penglihatan, dan pendengaran sebagai awal adanya proses yang cukup
kompleks untuk menerima stimulus. Setiap orang mengalami dinamika
sebagai hubungan stimulus fisik dan subjek, seperti perasaan, kebutuhan,
perhatian, motif, dan pengambilan keputusan. Proses tersebut bersifat tertutup
sebagai pembentukan dasar sikap yang akan mencapai suatu batas, sehingga
terjadi tindakan bersifat terbuka yang disebut tingkah laku.
Sikap belum berupa tindakan atau aktifitas, namun berupa suatu
kecenderungan dalam tingkah laku, seperti yang terdapat pada gambar 2.1.
Page 31
16
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Sikap
Sikap merupakan bentuk kesiapan sesorang berinteraksi di lingkungan.
Dengan adanya sistem yang saling berhubungan antar komponen sikap, maka
dapat dilihat adanya keseimbangan antara sikap dan tingkah laku.
Menurut Slameto (2010, hlm. 189), berbagai cara yang dapat membentuk
sikap, antara lain:
1) Melalui pengulangan pengalaman atau suatu pengalaman yang bermakna.
2) melalui peniruan baik sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hal terakhir
individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, di
samping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal
dan mengingat model yang ditiru, peniruan akan terjadi lebih lancar bila
dilakukan secara kolektif daripada perorangan
3) melalui pengaruh yang diberikan oleh seseorang, akan membentuk sikap
tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena
pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa
dalam pandangannya
4) melalui identifikasi, seseorang secara tidak sadar akan meniru orang lain
atau suatu organisasi/ badan tertentu yang didasari oleh keterikatan
emosional sifatnya, meniru dalam hal ini lebih banyak arti berusaha
menyamai, identifikasi seperti ini sering terhadi antara anak dengan ayah,
pengikut dengan pemimpin, siswa dengan guru, antara anggota suatu
\\
= garis tanpa proses, seperti reaksi refleks.
= garis arah/kecenderungan dari sikap.
Rangsang
stimulus Reaksi
Tingkah
laku
(Terbuka)
Proses rangsang
Sikap
(Tertutup)
Page 32
17
kelompok dengan anggota lainnya dalam kelompok tersebut dianggap
paling mewakili kelompok yang bersangkutan.
Aspek afektif tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sangat besar
peranannya dalam pendidikan. Pengukuran aspek afektif sangat berguna untuk
mencapai tujuan pegajaran, guru sebagai pengajar harus mendalami dan
memanfaatkan pengetahuan mengenai karakteristik-karakteristik afektif siswa.
Perubahan sikap tidaklah mudah untuk dirangsang, hal ini karena ada
kecenderungan sikap-sikap untuk bertahan. Menurut Slameto (2010, hlm.190),
beberapa hal yang menyebabkan sulitnya mengubah suatu sikap, antara lain:
1) Faktor lingkungan yang mendukung sikap seseorang, seseorang selalu ingin
mendapatkan respon dan penerimaan dari lingkungan, dan karena itu ia akan
berusaha menampilkan sikap-sikap yang dibenarkan oleh lingkungannya,
keadaan semacam ini membuat orang tidak cepat mengubah sikapnya.
2) Faktor peranan tertentu dari suatu sikap dalam kepribadian seseorang.
3) Faktor kemampuan menerima sesuatu secara cermat, seseorang cenderung
untuk tidak memberikan tanggapan dari data-data baru yang mengandung
informasi yang bertentangan dengan pandangan-pandangan dan sikap-
sikapnya yang telah ada. Kalaupun sampai diberikan tanggapan, biasanya
tidak bertahan lama, yang bertahan lama adalah informasi yang sejalan
dengan pandangan atau sikapnya yang sudah ada.
4) Faktor mempertahankan keseimbangan, bila seseorang disajikan informasi
yang dapat membawa suatu perubahan dalam dunia psikologisnya, maka
informasi itu akan diberikan tanggapan sedemikian rupa, sehingga hanya
akan menyebabkan perubahan-perubahan yang seperlunya saja.
5) Faktor kecenderungan menghindari hal yang bertentangan, seseorang akan
menghindari kontak dengan data yang bertentangan dengan sikap-sikapnya
(misalnya tidak mau menghadiri ceramah mengenai hal yang tidak
disetujuinya).
6) Faktor sikap yang fleksibel, sikap yang tidak kaku cenderung akan
mempertahankan pendapat orang masing-masing.
Page 33
18
Sikap bersifat sukar berubah dan relatif konstan. Sikap akan berubah jika
diberikan tekanan yang kuat melalui proses tertentu. Proses tersebut
mengakibatkan perubahan sikap seseorang (Mar’at, 1981, hlm. 13).
Adapun metode yang dipergunakan untuk mengubah sikap, antara lain:
1) Mengubah komponen kognitif mengenai sikap yang bersangkutan. Dengan
cara memberikan berbagai informasi baru mengenai objek sikap, sehingga
seseorang akan mendapatkan komponen kognitif yang lebih luas.
Komponen kognitif diharapkan dapat merangsang komponen afektif dan
komponen tingkah lakunya.
2) Melakukan kontak langsung dengan objek sikap. Cara ini memberikan
sedikit rangsangan kepada seseorang pada komponen afektif. Seseorang
akan berpikir lebih jauh mengenai objek sikap yang mereka tidak senangi.
3) Melakukan pemaksaan kepada seseorang untuk menampilkan tingkah laku
baru yang berbeda dengan sikap-sikap yang sudah ada. Biasanya perubahan
sikap ini dilakukan melalui kekuatan hukum, sehingga tingkah laku dapat
dirubah langsung.
Pada dasarnya ada banyak faktor yang menyebabkan bertahannya suatu
sikap. Seiring berkembangnya zaman, akan timbul berbagai perubahan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan orang-orang pada saat tertentu. Perubahan
zaman tersebut menimbulkan perubahan-perubahan sikap sebagaimana yang
terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan usaha mengubah
sikap berhubungan dengan keinginan dan kebutuhan orang-orang yang
berusaha mengubah sikapnya, sehingga dapat ditelaah arah perubahan sikapnya.
Biasanya perubahan yang konkuren (misalnya suatu sikap positif ingin dibuat
lebih positif atau sikap negatif akan dibuat lebih negatif) lebih mudah dicapai
daripada perubahan inkonkuren (misalnya sikap yang negatif ingin diubah
menjadi positif atau sebaliknya) (Slameto, 2010, hlm. 191).
Menurut Mar’at (1981, hlm.17) evaluasi terhadap objek terentu akan
menghasilkan sikap, sehingga menciptakan motif untuk bertingkah laku. Hal ini
menunjukkan bahwa sikap memiliki reaksi afektif dan unsur penilaian yang
berlainan dengan motif, namun menghasilkan “motif” tertentu. Motif tersebut
Page 34
19
yang akan menentukan tingkah laku yang bersifat nyata atau terbuka (overt
behavior), sedangkan reaksi afektifnya bersifat reaksi tertutup (cover). Evaluasi
terhadap komponen afeksi seolah-olah dapat menentukan tingkah laku, namun
pergerakkannya tertutup. Sebagai contoh seseorang yang memiliki reaksi
afektif marah, namun karena situasi tertentu ia harus bersikap ramah. Motif
yang dibentuk adalah ia bertingkah laku ramah, sedangkan dalam keadaan
sebenarnya ia bersikap marah secara tertutup.
Sebagian besar sikap merupakan hasil belajar seseorang bukan hasil
perkembangan atau bersifat diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap
diperoleh melalui interaksi sosial, antara seseorang dengan peristiwa sosial atau
objek sosial. Sebagai hasil belajar, sikap dapat dicuhkan, diubah, atau
dikembalikan seperti semula, meskipun dalam waktu yang lama. Maka sikap
merupakan produk dari hasil interaksi, hal ini bersifat “humanistik” karena
kebebasan seseorang dapat ditentukan sesuai keadaan lingkungan yang berlaku
pada kurun waktu tertentu (Mar’at, 1981, hlm. 17).
Para ahli mengatakan bahwa pengajar perlu bertindak seperti trapis untuk
melakukan perubahan sikap pada siswa. Hal yang pertama harus dilakukan
adalah mengetahahui sikap-sikap yang ada dan ingin diubah pada siswa beserta
perasaan-perasaan yang menyertai sikap tersebut. Kemudian diteliti kebutuhan-
kebutuhan apa saja yang ingin dicapai dari perubahan sikap tersebut. Setelah
dilakukan diagnosis dan hasilnya tidak tepat, maka perubahan yang diharapkan
akan sulit terjadi. Dalam hal ini kemungkinan besar kekeliruan akan terjadi,
karena tidak ada pegangan yang pasti untuk menghindarinya. Sebagai saran
untuk mengubah sikap, pengajar harus mengumpulkan informasi selengkap
mungkin mengenai latar belakang dan mempertimbangkan pengarahan masing-
masing komponen sikap siswa (Slameto, 2010, hlm. 192).
c. Komponen Sikap
Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek
tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi
akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang
objek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan
Page 35
20
(senang/tidak senang) terhadap objek. Komponen konasi akan menjawab
bagaimana kesediaan/kesiapan untuk bertindak terhadap obyek. Ketiga
komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa
seseorang merupakan suatu sistem kognitif. Ini berarti bahwa yang dipikirkan
seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya. Masing-masing komponen
tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan interaksi dari komponen-
komponen tersebut secara kompleks. Aspek kognisi merupakan aspek
penggerak perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan
dan kemauan berbuat. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa pendekatan
yang diginakan dalam penulisan ini adalah pendekatan secara kognitif.
Berdasarkan pendekatan ini setiap orang akan berusaha mencari
keseimbangan dalam bidang kognisinya dan terbentuk sikap dari yang
bersangkutan. Apabila terjadi ketidakseimbangan, individu akan berusaha
mengubahnya sehingga terjadi keseimbangan kembali (Mar’at, 1981, hlm.
21).
Gambar 2.2 Faktor-Faktor Sikap
3. Pembangunan Berkelanjutan (PB)
Menurut World Commission (dalam Michalos, dkk 2010), pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
Pengaruh faal
Kepribadian
Faktor eksternal:
• Situasi
• Pengamalan
• Hambatan
Sikap Obyek psikologik
Reaksi
• sikap relatif kontan
• melalui proses belajar
• kesediaan bertindak
reaksi
Page 36
21
mereka sendiri. Kepuasan akan kebutuhan dan keberhasilan seseorang di masa
yang akan datang adalah tujuan utama pembangunan. Di negara berkembang
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pekerjaan, dan
diluar kebutuhan dasar mereka masih belum terpenuhi. Orang-orang ini
memiliki harapan untuk peningkatan kualitas hidup. Pembangunan
membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar untuk semua orang dan
memperluas kesempatan yanng sama agar dapat memberikan kepuasan
sehingga mendapat kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, pemerintah
sepakat bahwa pembanguan dan lingkungan harus dikelola dengan cara yang
saling menguntungkan (Walshe, 2016).
Majelis Umum PBB mengadopsi Agenda 2030 untuk Pembangunan
Berkelanjutan. Inti dari Agenda 2030 adalah 17 Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan. Pembangunan yang universal, transformasional, dan inklusif
menggambarkan tantangan pembangunan utama bagi keseseorangan. Tujuan
dari 17 Pembangunan Berkelanjutan adalah untuk mengamankan kehidupan
yang berkelanjutan, damai, sejahtera, dan adil di bumi untuk semua orang
sekarang dan di masa depan. Tujuannya mencakup tantangan global yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup umat seseorang. Adapun 17 Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan, yaitu:
a. Tidak ada kemiskinan, yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala
bentuknya di mana-mana.
b. Nol kelaparan, yaitu mengakhiri kelaparan, capai ketahanan pangan, dan
gizi yang lebih baik, dan promosikan pertanian berkelanjutan.
c. Kesehatan dan kesejahteraan yang baik dengan memastikan hidup sehat dan
promosikan kesejahteraan untuk semua umur.
d. Pendidikan berkualitas dengan memastikan pendidikan berkualitas inklusif
dan adil dan mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk
semua.
e. Kesetaraan gender yaitu bentuk dari tercapainya kesetaraan gender dan
memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Page 37
22
f. Air bersih dan sanitasi dengan memastikan ketersediaan dan pengelolaan air
dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.
g. Energi yang terjangkau dan bersih dengan memastikan akses ke energi yang
terjangkau, andal, berkelanjutan, dan bersih untuk semua.
h. Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan,
pekerjaan penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua.
i. Industri, inovasi, dan infrastruktur dengan membangun infrastruktur yang
tangguh, promosikan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, dan
bina inovasi.
j. Mengurangi ketimpangan dengan mengurangi ketimpangan di dalam dan di
antara negara-negara.
k. Kota dan komunitas berkelanjutan dengan menjadikan kota dan pemukiman
seseorang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
l. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dengan memastikan pola
konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
m. Aksi iklim dengan mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan
iklim dan dampaknya.
n. Kehidupan di bawah air dengan melakukan konservasi dan pemanfaatan
sumber daya laut, laut, dan laut secara berkelanjutan untuk pembangunan
berkelanjutan
o. Kehidupan di darat dengan melindungi, memulihkan dan mempromosikan
penggunaan ekosistem terestrial yang berkelanjutan, mengelola hutan
secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, dan menghentikan serta
membalikkan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya
keanekaragaman hayati.
p. Perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat dengan mendorong
masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan,
menyediakan akses ke keadilan bagi semua dan membangun institusi yang
efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.
Page 38
23
q. Kemitraan untuk tujuan memperkuat cara implementasi dan merevitalisasi
kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan (UNESCO, 2017).
4. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (PPB)
Menurut UNESCO (2017), pendidikan merupakan sarana untuk mencapai
semua pembangunan berkelanjutan. Ini tidak hanya merupakan bagian integral
dari pembangunan berkelanjutan, tetapi juga merupakan pendukung utama.
Itulah sebabnya pendidikan merupakan strategi penting dalam mengejar tujuan
pembangunan berkelanjutan.
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (PPB) adalah pendidikan
holistik dan transformasional yang membahas konten dan hasil pembelajaran,
pedagogi dan lingkungan belajar. Dengan demikian, PPB tidak hanya
mengintegrasikan konten, seperti perubahan iklim, kemiskinan dan konsumsi
berkelanjutan ke dalam kurikulum; itu juga menciptakan pengaturan
pengajaran dan pembelajaran yang interaktif dan berpusat pada peserta didik .
Yang dibutuhkan PPB adalah pergeseran dari pengajaran ke pembelajaran. Ini
meminta pedagogi transformatif yang berorientasi pada tindakan, yang
mendukung pembelajaran mandiri, partisipasi dan kolaborasi, orientasi
masalah, antar dan transdisipliner dan menghubungkan pembelajaran formal
dan informal. Hanya pendekatan pedagogis yang memungkinkan
pengembangan kompetensi utama yang diperlukan untuk mempromosikan
pembangunan berkelanjutan (UNESCO, 2017).
PPB harus dipahami sebagai bagian integral dari pendidikan berkualitas,
yang melekat dalam konsep pembelajaran seumur hidup. Semua lembaga
pendidikan mulai dari prasekolah hingga tersier pendidikan dan dalam
pendidikan non-formal dan informal dapat dan harus menganggapnya sebagai
tanggung jawab mereka untuk berurusan secara intensif dengan masalah-
masalah pembangunan berkelanjutan dan untuk mendorong pengembangan
kompetensi keberlanjutan. PPB memberikan pendidikan yang penting dan
benar-benar relevan bagi setiap pelajar mengingat tantangan hari ini
(UNESCO, 2017).
Page 39
24
PPB bertujuan untuk mengembangkan kompetensi yang memberdayakan
individu untuk merefleksikan tindakan mereka sendiri, dengan
mempertimbangkan dampak sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan mereka
saat ini dan di masa depan, dari perspektif lokal dan global. Individu juga harus
diberdayakan untuk bertindak dalam situasi yang kompleks secara
berkelanjutan, yang mungkin mengharuskan mereka untuk bergerak ke arah
yang baru; dan untuk berpartisipasi dalam proses sosial-politik, menggerakkan
masyarakat mereka menuju pembangunan berkelanjutan (UNESCO, 2017).
Menurut Walshe (2016) ada dua tujuan utama PPB yang dapat
memfasilitasi kontribusinya bagi pembangunan berkelanjutan. Yang pertama
adalah pandangan instrumentalis bahwa PPB harus secara aktif
mempromosikan sikap positif dan perilaku pro-lingkungan yang merupakan
persyaratan untuk pembangunan berkelanjutan. Tujuan kedua PPB adalah
bahwa ia harus mengembangkan pemahaman kritis siswa tentang
pembangunan berkelanjutan, sehingga memfasilitasi pemikiran kritis siswa
tentang masalah keberlanjutan. Ia menekankan pentingnya menyajikan isu-isu
pembangunan berkelanjutan sebagai masalah yang menjadi perhatian publik
alih-alih hanya berfokus pada perolehan kompetensi individu.
Pembangunan berkelanjutan memiliki nilai dasar dan tujuan untuk
melaksanakan pembangunan yang sifatnya multidimensional (Agung, 2012,
hlm. 42). Tidak hanya membahas dimensi lingkungan, tetapi pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan harus memiliki keseimbangan antara dimensi
lingkungan, dimensi sosial, dan dimensi ekonomi hari (Al-Naqbi, dkk. 2018).
a. Dimensi Sosial
Menurut Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementrian Pendidikan Nasional (2010) dimensi sosial membahas beberapa
aspek, salah satunya aspek kesehatan dan kebersihan baik pada diri sendiri
maupun lingkungan.
1) Kesehatan
Aspek kesehatan merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan
nomor 3 yaitu kesehatan dan kesejahteraan yang baik dengan memastikan
Page 40
25
hidup sehat dan promosikan kesejahteraan untuk semua umur. Sumber daya
manusia adalah modal penting dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga
diperlukan sumber daya manusia tangguh yang memiliki kesehatan fisik
maupun mental karena akan membawa bangsa tersebut mempunyai nilai
yang lebih dibandingkan bangsa lain (IPB, 2015, hlm. 61). Masalah
pembangunan, lingkungan, dan kesehatan sangat terkait. Kesehatan yang
buruk dapat menghambat pembangunan ekonomi dan sosial, memicu
berkontribusi pada penggunaan sumber daya yang tidak berkelanjutan dan
degradasi lingkungan. Populasi yang sehat dan lingkungan yang aman
adalah prasyarat penting untuk pembangunan berkelanjutan. Lingkungan
sekolah harus aman dan sehat. Sekolah harus bertindak tidak hanya sebagai
pusat pembelajaran akademis, tetapi juga sebagai tempat yang mendukung
untuk penyediaan pendidikan dan layanan kesehatan esensial, bekerja sama
dengan orang tua dan masyarakat (UNDESD, 2005).
a) Hidup Bersih
Hidup bersih bagian dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
merupakan salah satu program Pemerintah Indonesia. Pola hidup bersih
harus ditanamkan dirumah maupun disekolah untuk meningkatkan
kesehatan. Pola hidup bersih di rumah dimulai dengan mencuci kedua
tangan sebelum makan, bersih-bersih sebelum tidur, pakai alas kaki
ketika keluar rumah dan ke kamar kecil, dan memakai pakaian yang
bersih. Pola hidup bersih di sekolah dimulai dari dating ke sekolah dalam
keadaan tubuh, pakaian dan sepatu yang bersih, membuang sampah pada
tempatnya, buang air besar dan kecil di toilet serta membersihkannya.
Kebiasaan tersebut harus tertanam sejak dini, sehingga menjadi perilaku
hidup bersih (Purbantara, Purwono, Rustiadi, 2013).
b) Sehat Jiwa dan Raga
Menururut WHO (World Healt Organization) dalam Ayuningtyas,
Misnaniarti dan Rayhani (2018) bahwa kesehatan mental merupakan
komponen mendasar dari definisi kesehatan, Kesehatan mental yang baik
memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi
Page 41
26
tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif, dan
berkontribusi pada komunitas mereka. Selain menjaga kesehatan mental,
kesehatan secara fisik juga penting untuk dijaga. Menjaga kesehatan
secara fisik selain mengatur pola makan, tubuh juga butuh olahraga.
Olahraga merupakan kebutuhan setiap manusia agar kondisi fisik dan
kesehatannya tetap terjaga dengan baik.
c) Menjaga Kebersihan
Kebersihan adalah hal terpenting dalam kehidupan karena
kebersihan berbuhungan erat dengan rutinitas sehati-hari yang dapat
menunjang kelancaran aktivitas manusia. Lingkungan yang bersih
membuat seseorang nyaman dalam menjalani aktivitasnya. Menjaga
kebersihan lingkungan itu sendiri, menciptakan sebuah lingkungan yang
sehat dengan begitu berbagai macam penyakit tidak mudah menyerang
seperti demam berdarah, mentaber, dan lain-lain. Kebersihan
lingkungan mencakup kebersihan tempat tinggal, sekolah, kerja, dan
berbagai sarana umum. Ada banyak macam cara untuk menjaga
kebersihan lingkungan misalnya dengan membuang sampah pada
tempatnya, selalu membersihkan selokan air, memisahkan sampah
kering dan sampah basah, rajin menyapu halaman rumah, mendaur
ulang barang yang tidak terpakai dan masih banyak lagi. Kebersihan
lingkungan menjadikan hidup lebih sehat, udara menjadi sejuk, dan
tempat tinggal yang bersih serta terhindar dari segala penyakit
(Waskitoningtyas, Permatasari, & Prasetya, 2018).
d) Menjaga Kesehatan Lingkungan Sekitar
Masalah kesehatan merupakan masalah yang kompleks dan saling
berkaitan dengan masalah lainnya. Kesehatan dipengaruhi oleh empat
faktor dan saling berpengaruh satu sama lainnya, yaitu keturunan,
lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Kesehatan akan optimal
bila keempat faktor tersebut bekerja secara optimal, jika salah satunya
tertanggu maka akan berpengaruh pada faktor lainnya. Kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi optimal sehingga mempu mewujudkan
Page 42
27
kesehatan yang optimal. Ruang lingkung dari kesehatan lingkungan
sendiri adalah perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan
air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah), rumah
hewan ternak (kandang), dan lain-lain. Sedangkan usaha kesehatan
lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki lingkungan hidup
agar terwujudnya kesehatan yang optimal guna mahluk hidup yang
hidup disekitarnya (Notoatmodjo, 2007, hlm. 165).
2) HIV/AIDS dan Narkoba
Selain itu, dimensi sosial juga membahas HIV/AIDS dan narkoba.
Masalah kesehatan kelompok rentan dan di daerah yang paling rentan, dan
pemahaman tentang bagaimana ketidaksetaraan gender dapat
mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan. Strategi langsung untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, misalnya vaksin, makanan
sehat, aktivitas fisik, kesehatan mental, konsultasi medis, pendidikan,
pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk pendidikan tentang
penghindaran kehamilan dan seks yang lebih aman. Strategi tidak langsung
(kesehatan masyarakat) untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan:
misalnya program politik untuk asuransi kesehatan, harga obat yang
terjangkau, layanan kesehatan termasuk layanan perawatan kesehatan
seksual dan reproduksi, pencegahan obat, transfer pengetahuan dan
teknologi, pengurangan polusi dan kontaminasi , peringatan dini dan
pengurangan risiko. Selain itu, mendirikan tempat informasi di kota,
misalnya pada "Hari AIDS Sedunia" (1 Desember) dengan melibatkan
cerita dari orang-orang dengan penyakit parah, kecanduan narkoba, dll.
Mengorganisasikan pelatihan tentang promosi kesehatan dan strategi
pencegahan penyakit (misalnya berpartisipasi dalam kegiatan fisik,
menyiapkan makanan sehat, menggunakan kondom, memasang kelambu,
mendeteksi dan mengelola sumber penyakit yang ditularkan melalui air
(UNESCO, 2017).
a) Pemahaman tentang HIV/AID
Page 43
28
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit menular yang dapat
menyebabkan kematian pada penderitanya. Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1981 di Amerika Serikat (Rahmayani, Hanif,
Sastri, 2014). AIDS disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang menyerang sel darah putih sehingga merusak sistem
kekebalan tubuh (Octavianty, Rahayu, Rahman, & Rosadi, 2015). Virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV) menyerang sel CD4 yang
menjadikan tempat berkembangnya virus kemudian merusaknya hingga
tidak dapat digunakan lagi. Rusaknya sel darah putih, tubuh tidak
memiliki pelindung dan akan mudah terserang penyakit (Wiarto, 2013,
hlm. 119).
b) Kesadaran diri tentang bahaya HIV/AIDS
Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan
melalui seksual, parental (penerimaan darah atau produk darah,
penyalah guna obat suntik, dan trauma akibat pekerjaan), atau vertikal.
Resiko penularan >90% melalui darah dan produk darah, 14% vertikal,
0,5% - 1% penyalah guna obat suntik, 0,2% - 0,5% membran mukosa
geital, <0,1% membran mukosa nongenital, dan penularan ibu ke anak
lebih tinggi hingga 40% di negara berkembang (Mandal, Wilkins,
Dunbar, dan Mayon-White, 2006, hlm. 200).
c) Cara pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Pencegahan penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat
dimulai dari diri sendiri, yaitu tidak melakukan seks bebas, pastikan
darah dan produk darah telah melalui tes HIV dan standar keamanan
darah, penularan dari ibu ke anak dapat dikurangi melalui pengobatan,
operasi sesar, dan menghindari pemberian ASI (Wiarto, 2013, hlm.
125).
3) Narkoba
Page 44
29
Dalam peta perdagangan narkoba dunia, posisi Indonesia sudah
bergeser dari ‘negara transit’ menjadi ‘negara tujuan’ perdagangan narkoba
ilegal, karena secara geografis letak Indonesia sangat mendukung karena
berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia serta dua, yaitu
Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia (Herindrasti, 2018). Masalah
narkotika saat ini menjadi perbincangan oleh sebagian kalangan masyarakat
Indonesia, mulai dari strata sosial tertinggi sampai pada strata sosial
terendah. Hal ini diketahui dari adanya pemberitaan atau informasi yang
didapat dari media massa ataupun media elektronik tentang bahaya
penyalahgunaan narkotika maupun kejahatan kejahatannya. Berdasarkan
data Deputi Bidang Pemberantasan BNN pada bulan Maret 2017, jumlah
penyalahguna narkoba yang masih berstatus pelajar/mahasiswa cukup
tinggi mengingat pelajar/mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa
yang merupakan harapan bagi bangsa ini untuk bisa lebih maju di masa
mendatang (Sari, 2019).
a) Pemahaman tentang narkoba
Narkoba merupakan zat ketika dimasukkan ke dalam tubuh dengan
cara oral/minum, hirup, maupun suntik dapat mengubah pikiran,
suasana hati, dan perilaku sesorang serta dapat menimbulkan
ketergantungan secara fisik dan psikologi (Amanda, Humaedi, dan
Santoso, 2017). Menurut pakar kesehatan, narkoba merupakan senyawa
psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
operasi.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, istilah yang
sering digunakan adalah NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
adiktif) (Wiarto, 2013, hlm. 67). Berdasarkan Undang-Undang Narkoba
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkoba dibagi 18 dalam 3
jenis yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Narkotika
Menurut Soerdjono Dirjosisworo tahun 1986 adalah suatu zat yang
dimasukkan kedalam tubuh sehingga dapat memberikan pengaruh
tertentu bagi pengguna. Pengaruh yang dirasakan oleh si pengguna bisa
Page 45
30
berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan
halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang
diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan
bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan,
menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.
Psikotropika menurut Soerdjono Dirjosisworo tahun 1986 adalah zat
atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki
khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Zat adiktif menurut Alifia tahun 2008 adalah zat-zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakainya, seperti rokok, alkohol dan minuman yang memabukkan,
tinner (lem kayu, penghapus cat, bensin) (Amanda, dkk, 2017).
b) Kesadaran diri tentang bahaya narkoba
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan dikalangan genersi
muda kian meningkat. Penyimpangan perilaku generasi muda saat ini
membahayakan keberlangsungan langsungan hidup dikemudian hari
(Amanda, dkk., 2017). Penyalahgunaan narkotika dan obatobatan
memiliki dampak negatif terhadap pengguna yang dapat membawa
efek-efek terhadap tubuh. Dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu:
• Euphoria, yaitu perasaan riang gembira yang diakibatkan oleh
narkoba abnormal tidak sesuai dengan keadaan jasmani atau rohani.
Efek euphoria diakibatkan oleh dosis yang tidak terlalu tinggi.
• Delirium, yaitu menurunnya kesadaran mental, disertai dengan rasa
kegelisahan sedikit hebat yang terjadi secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan gangguan koordinasi otot-otot motorik (mal
coordination). Efek delirium diakibatkan oleh dosis yang lebih tinggi
dari efek euphoria.
• Halusinasi, yaitu kesalahan persepsi panca indra, yang
mengakibatkan apa yang dilihat dan didengar tidak sesuai dengan
kenyataan.
Page 46
31
• Weakness, yaitu kelemahan jasmani dan rohani atau keduanya yang
mengakibatkan kecancuan dan ketergantungan terhadap narkoba.
• Drowsiness, yaitu menurunnya kesadaran, seperti keadaan sedang
tidur disertai pikiran yang sangat kacau dan kusut.
• Collapse, yaitu keadaan pingsan yang diakibatkan pemakaian over
dosis, serta dapat mengakibatkan kematian.
Selain dampak yang telah disebutkan di atas, narboka memiliki
akibat lain yang bisa terjadi pada pengguna narkoba, antara lain terjadi
keracunan (toxicity), fungsi-fungsi tubuh yang tidak normal (mal funtion),
terjadinya kekurangan gizi (mal nutrition), kesulitan penyesuaian diri (mal
adjustment), dan kematian (Sasangka, 2003, hlm. 24).
b. Dimensi Lingkungan
Adapun salah satu aspek pada dimensi lingkungan yaitu mengenai energi
dan sampah (Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Aspek energi sesuai dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan nomor 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih
dengan memastikan akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan
bersih untuk semua. Pembahasan penggunaan energi sendiri, misalnya alasan
peringkat penggunaan energi pada dimensi (subyektif) "untuk memenuhi
kebutuhan dasar" (misalnya energi untuk memasak) untuk "untuk gaya hidup
mewah" (misalnya energi untuk kolam renang) (UNESCO, 2017).
a. Energi
1) Mempertahankan Keberadaan Energi
a) Pentingnya energi
Energi memainkan peran yang sangat penting dan strategis dalam
kehidupan. Energi merupakan salah satu indicator pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peranan energi antara lain sebagai
sumber pemerintahan negara, bahan bakar dan bahan baku, penggerak
kegiatan ekonomi, dan peranan penting lainnya. Penggunaan energi
pada sektor industri, rumah tangga, transportasi, jasa, dan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan, sehingga proses pembangunan tidak dapat
Page 47
32
dipisahkan dengan pengembangan sektor energi, sehingga perencanaan
energi yang baik diperlukan untuk menjamin keberhasilan
pembangunan nasional (Kartiasih, Syaukat, & Anggraeni, 2012).
Keterbatasan sumber daya energi dapat menghambat laju dari
pertumbuhan ekonomi, seperti terbatasnya cadangan minyak bumi yang
akan mempercepat suatu negara untuk mengimpor minyak bumi. Oleh
karena itu, untuk memenuhi kebutuhan energi suatu negara dibutuhkan
strategi, antara lain penghematan energi (konservasi) dan penggunaan
energi alternatif (diversifikasi) (Sagala, 2000).
b) Pentingnya mempertahankan keberadaan energi
Upaya mempertahankan keberadaan energi dengan mencari sumber
energi lain dari alam sekitarnya. Hal ini tertuju pada sumber energi yang
memerlukan waktu pembaruan singkat dan melimpah. Sumber energi
tersebut adalah energi terbarukan, seperti energi surya (matahari), energi
air, energi angin, energi biomassa, energi panas bumi, energi hidrogen
(Mediastika, 2013, hlm. 15).
c) Tindakan mempertahankan keberadaan energi
Penghematan energi (konservasi energi) dapat dilakukan melalui
beberapa cara, diantaranya konservasi di sisi pembangkit dengan
didahului oleh audit energi, mengurangi pemakaian listrik (yang bersifat
konsumtif, keindahan, dan kenyamanan), mengganti peralatan yang
tidak effisien, dan mengatur waktu pemakaian peralatan listrik. Selain
penghematan energi (konservasi energi), ada upaya penggunaan energi
alternatif (diversifikasi energi), diantaranya menggagas upaya
mengganti BBM dengan Bio-diesel, mendorong pembangunan PLT
mikro hidro di pedesaan, mengurangi peran pembangkit BBM dan
menggantikannya dengan pembangkit non-BBM (Lubis, 2007).
2) Mengurangi Krisis Energi
a) Penyebab kelangkaan energi
Energi yang digunakan secara terus menerus akan habis, sehingga
perlu adanya peralihan dari energi tidak terbarukan menjadi energi
Page 48
33
terbarukan. Pemanfaatan dan pengembangan energi terbarukan mejadi
sangat penting, karena terbatasnya sumber energi fosil atau sumber
energi non terbarukan (Fandari, Daryanto, Suprayitno, 2014). \
Hingga saat ini, kebutuhan energi Indonesia disuplai oleh energi
berbasis fosil. Energi berbasis fosil, energi yang tidak dapat
diperbaharui, seperti bahan bakar minyak, gas, dan batu bara. Energi
yang saat ini mensuplai dalam memenuhi semua kebutuhan manusia,
suatu saat akan mengalami kelangkaan dan tidak mampu lagi dalam
mencukupi permintaan (Kartiasih, dkk, 2012). Krisis energi terjadi,
ketika kebutuhan energi meningkat, namun persediaan tidak mencukupi
(Mediastika, 2013, hlm. 13).
b) Keutamaan mengurangi kelangkaan energi
Kelangkaan energi dapat meningkatkan kemiskinan, karena untuk
mendapatkan energi harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dari
biasanya sehingga berdampak terhadap perekonomian yang tidak stabil.
Untuk mengurangi tingkat kemiskinan energi di negara berkembang,
pemerintah mengambil strategi untuk menyediakan energi bagi
warganya. Energi terbarukan merupakan alternatif yang dapat
menjembatani kesenjangan antara permintaan dan penawaran jika
dimanfaatkan dengan baik di suatu negara.
Energi terbarukan ini akan mengurangi emisi karbon dan
menyediakan lingkungan yang berkelanjutan. Sejalan dengan hal ini,
beberapa negara telah menetapkan target proporsi total energi yang akan
dihasilkan dari opsi-opsi yang dapat diperbarui pada tahun 2015, 2020
dan 2050 sebagaimana halnya (Akinwale, Ogundari, Ilevbare, &
Adepoju, 2014).
c) Tindakan mengurangi kelangkaan energi
Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional bahwa pemerintah telah berupaya menyusun strategi
pengelolaan energi nasional tahun 2006 hingga 2025 untuk memenhi
pasokan enrgi terbarukan sebanyak 17%. Menurut laporan WWF pada
Page 49
34
tahun 2012 yang berjudul “Igniting the Ring of Fire: A Vision for
Developing Indonesia’s Geothermal Power” bahwa Indonesia memiliki
potensi energi panas bumi sebesar 29 Giga Watt, namun hingga saat ini
baru berkontribusi sebesar 1% dengan perkembangan yang lambat
(Fandari, dkk, 2014).
b. Sampah
Selain itu, pada aspek sampah yang tercantum pada tujuan pembangunan
berkelanjutan nomor 6 yaitu air bersih dan sanitasi dengan memastikan
ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk
semua. Sanitasi merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup
bersih dengan maksud mencegah seseorang bersentuhan langsung dengan
kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan akan menjaga
dan meningkatkan kesehatan seseorang (UNESCO, 2017).
Sampah merupakan benda yang dihasilkan oleh kegiatan manusia, industri,
pertambangan, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, rumah tangga,
perdaganggan yang sudah tidak digunakan dan harus dibuang (Manik, 2016,
hlm. 61). Sampah dan limbah telah menjadi permasalahan nasional di
Indonesia yang berkaitan erat dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan
ekonomi dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Kondisi tersebut
menimbulkan bertambahnya volume, beragamnya jenis, dan karakteristik
sampah serta limbah.
Penanganan sampah ini sejalan dengan target tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (PB) pada tujuan ke 11.6 yaitu pada tahun 2030 mengurangi
dampak lingkungan perkotaan perkapita yang merugikan, termasuk dengan
memberi perhatian khusus pada kualitas udara, penanganan sampah kota yang
diperjelas dalam indikator 11.6.1. (a), bahwa Persentase sampah perkotaan
yang tertangani. Kemudian tujuan ke 12.5, bahwa pada tahun 2030 setiap
negara secara substansial mengurangi timbulan sampah melalui pencegahan,
pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali (Sudirman & Phradiansah,
2019).
Page 50
35
Menurut Jambeck (2015 dalam Purwaningrum, 2016), Indonesia menjadi
peringkat kedua setelah Cina dalam menghasilkan sampah. Sesuai dengan
data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam satu
tahun dari 100 toko Asosiai Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO)
menghasilkan plastik sebanyak 10,95 juta. Timbunan sampah dengan volume
yang besar di tempat pembuangan akhir sampah, berpotensi melepaskan gas
metana (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan
berkontribusi dalam pemanasan global (Zulkifli, 2014, hlm. 99).
1) Pencegahan Sampah
a) Problematika sampah
Sampah menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah
lingkungan. Permasalahan sampah di Indonesia belum terselesaikan
hingga saat ini, ditambah dengan bertambahnya jumlah penduduk maka
bertambah pula volume sampah yang akan dihasilkan (Purwaningrum,
2016).
b) Mendukung pencegahan sampah
Masalah sampah berkaitan erat dengan dengan pola hidup serta
budaya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu penanggulangan sampah
bukan hanya urusan pemerintah semata akan tetapi penanganannya
membutuhkan partisipasi masyarakat secara luas. Setiap tahun jumlah
sampah terjadi peningkatan seiring dengan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat serta kemajuan ilmu
teknologi yang menyebabkan pola hidup masyarakat menjadi konsumtif
(Sahil, Muhdar, Rohman, & Syamsuri, 2016).
c) Tindakan pencegahan sampah
Upaya pencegahan sampah dapat dilakukan dengan reduce, reuse,
dan recycle dan juga memisahkan sampah organik dan anorganik.
Reduce, yaitu meminimalisis sampah dengan menghemat penggunaan
bahan, membatasi konsumsi sesuai dengan kebutuhan, memilih bahan
yang mengandung sedikit sampah. Reuse, yaitu upaya pemanfaatan
sampah dengan menggunakannya kembali sesuai fungsinya. Recycle,
Page 51
36
yaitu mendaur ulang sampah dengan pengomposan dan menjual kembali
sampah yang bernilai ekonomi (Raharjo, Zulfan, Ihsan, Ruslinda, 2014).
2) Pengelolaan Sampah
a) Manfaat pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah adalah kegiatan sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah
secara non teknis, seperti mengorganisir, membiayai, serta melibatkan
masyarakat penghasil limbah agar ikut berpartisipasi dalam penanganan
sampah (Fairus, Novianti, Nursetyowati, Azizi, 2019). Dalam
pembangunan berkelanjutan, mengelola sampah merupakan aktifitas
menjaga lingkungan (Izvercian dan Ivascu, 2015).
b) Mendukung pengelolaan sampah
Penanggulangan sampah merupakan tanggung jawab bersama,
artinya bukan hanya urusan pemerintah tetapi dalam penanganannya
masyarakat wajib berpartisipasi. Kegiatan reduce, reuse, dan recycle
(3R) atau batasi sampah, guna ulang sampah dan daur ulang sampah
adalah segala aktivitas yang mampu mengurangi segala sesuatu yang
dapat menimbulkan sampah, kegiatan penggunaan kembali sampah yang
layak pakai untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain, dan kegiatan
mengolah sampah untuk dijadikan produk baru (Fairus, dkk, 2019).
c) Tindakan pengelolaan sampah
Redahnya pengelolaan sampah menyebabkan pencemaran terhadap
air, tanah, atmosfer, dan berdampak besar pada kesehatan masyarakat
(Singh, Saxena, Bharti, & Singh, 2018). Kegiatan pengelolaan sampah
bermanfaat bagi lingkungan jika dikelola dengan baik. Pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan memisahkan sampah organik dan
anorganik untuk mempermudah ketika dikelola. Sampah yang sudah
dipisahkan kemudian diolah.
c. Dimensi Ekonomi
Sementara itu salah satu aspek pada dimensi ekonomi adalah pengurangan
kemiskinan dan produksi dan konsumsi berkelanjutan (Pusat Penelitian
Page 52
37
Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan
Nasional, 2010). Pengurangan kemiskinan tercantum pada tujuan
pembangunan berkelanjutan nomor 1 yaitu tidak ada kemiskinan, yaitu
mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana. Kemiskinan
merupakan keadaan dimana terjadi ketidamampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan,dan
kesehatan. Sedangkan aspek produksi dan konsumsi berkelanjutan sesuai
dengan tujuan berkelanjutan nomor 12 yaitu Konsumsi dan produksi yang
bertanggung jawab dengan memastikan pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan (UNESCO, 2017).
1) Pengurangan Kemiskinan
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa Pembangunan Nasional adalah
salah satu upaya untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat umum yang adil, makmur dan merata. Dengan demikian,
pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan (Aziz,
Rochaida, & Warsilan, 2016).
Mengurangi kemiskinan merupakan tujuan dari pembangunan
berkelanjutan. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua
negara yang dipandang sebagai ketidakmampuan suatu negara dari segi
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar (Zuhdiyaty, 2017).
Kemiskinan adalah masalah utama yang dialami oleh negara berkembang
(Ikejiaku, 2009). Kemiskinan yang ada di Indonesia menjadi masalah krusial,
bukan hanya kecenderungannya yang semakin meningkat, namun berdampak
pada masalah sosial dan instabilitas politik dalam negeri. Dari 33 provinsi yang
ada di Indonesia, tingkat kemiskinan paling tinggi terdapat di Papua dengan
persentase sebesar 30%, kemudian Papua Barat sebesar 28% dan persentase
tingkat kemiskinan terendah adalah DKI Jakarta, Bali dan Kepulauan Bangka
Belitung. Dengan demikian, pengentasan masalah kemiskinan menjadi prioritas
utama dalam pembangunan ekonomi pada jangka pendek dan panjang
(Pratama, 2014).
Page 53
38
Upaya untuk mengurangi kemiskinan yang terjadi dengan menyediakan
lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dan pemberdayakan masyarakat
melalui pelatihan-pelatihan untuk mengasah kemampuan masyarakat.
Sebagaimana salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pertumbuhan
ekonomi dan pekerjaan yang layak, mendukung perkembangan ekonomi yang
berkelanjutan, lapangan kerja yang produktif serta pekerjaan yang layak untuk
semua orang.
Dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan
adalah perhatian utama dari elemen ekonomi, tetapi harus dipahami dalam
kaitannya dengan tiga elemen lainnya: sosial, lingkungan, dan budaya. Dengan
kata lain, pertimbangan ekonomi, sementara kunci untuk pembangunan
berkelanjutan, adalah faktor penyumbang daripada tujuan menyeluruh
(UNDESD, 2005).
a) Penciptaan Lapangan Pekerjaan
Tingginya tingkat pengangguran disebabkan oleh terbatasnya jumlah
lapangan pekerjaan (Poyoh, Kapantaw, & Mandei, 2018). Tingkat
pengangguran berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan yang ada di Bali
pada tahun 2007-2012 (Putri dan Yuliarmi, 2013). Oleh karena itu, cara
untuk mengurangi kemiskinan dengan menyediakan lapangan pekerjaan.
b) Pemberdayaan Masyarakat
Upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan melalui program-
program berbasis pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kemandirian
berupa pendampingan usaha dan bantuan kredit/modal kerja (Nurmasyitah
& Mislinawati, 2017).
2) Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan
Penyebab utama kerusakan lingungkungan disebabkan oleh pola konsumsi dan
produksi yang tidak berkelanjutan.
a) Produksi Berkelanjutan
Masalah lingkungan pertama kali ditangani di tingkat internasional
di Stockholm pada konferensi internasional "Konferensi PBB tentang
Lingkungan Manusia". Dampak lingkungan dari pertumbuhan ekonomi
Page 54
39
dipelajari dengan cermat. Negara kaya dan miskin melihat masalah secara
berbeda, yaitu negara maju berpendapat bahwa keadaan lingkungan tidak
tergantung pada kondisi sosial-ekonomi, sementara negara-negara
berkembang percaya bahwa kemiskinan adalah akibat dari kerusakan
lingkungan (Szeremlei & Magda, 2015).
Sektor industri merupakan sektor strategis yang diandalkan untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi baik secara nasional maupun regional,
namun juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap
permasalahan lingkungan dan sumberdaya alam (Widodo & Susanto, 2012).
Pembangunan ekonomi yang menggunakan sumber daya alam dengan tidak
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan akan berdampak buruk pada
lingkungan, karena sumber daya alam memiliki kapasitas yang terbatas dan
di kemudian hari akan menimbulkan permasalahan pada pembangunan
(Rahadian, 2016)
Meningkatnya eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan dan
kendali, berdampak buruk pada keseimbangan ekologi dan kualitas
lingkungan yang disebabkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang, laju pertumbuhan pendudukan yang meningkat, serta
rendahnya kesadaran individual dan masyarakat untuk senantiasa menjaga
keseimbangan lingkungan (Widodo & Susanto, 2012). Dengan tersedianya
sumber daya manusia yang mampu berinovasi dan kreatif dalam
menyelesaikan permasalahan global, sehingga dapat memajukan
perekonomian berwawasan lingkungan (Perkasa, Agrippina, &
Wiraningtyas, 2017).
Masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan dengan
mempertimbangkan pencegahan pencemaran dapat dicegah eminimal
mungkin melalui pendekatan produk bersih (Cleaner Product). Pendekatan
produk bersih (Cleaner Product) dilengkapi dengan aspek konsumsi,
sehingga dikenal dengan pendekatan Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan
(Sustainable Consumption and Production/SCP). Pendekatan ini menitik
beratkan keseimbangan produksi dan konsumsi secara berkelanjutan, yaitu
Page 55
40
penggunaan barang dan jasa dengan cara meminimalkan penggunaan
sumber daya alam, bahan beracun, emisi limbah dan polutan selama siklus
hidup, agar tidak membahayakan kebutuhan generasi mendatang (Widodo
& Susnto, 2012).
b) Konsumsi Berkelanjutan
Seiring berjalannya waktu, jumlah dan kualitas dari jasa sumber
daya alam menurun. Bila sumber daya alam tidak lagi dapat menyediakan
jasanya maka kelangsungan hidup manusia menjadi taruhan, kegiatan
ekonomi tidak dapat berkembang, khususnya bagi mereka yang sumber
kehidupannya secara langsung terkait sumber daya alam, dan dalam jangka
panjang kondisi semacam ini memiliki potensi untuk mengguncang
kedaulatan suatu negara.
Konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption) dimana pola
konsumsi barang dan jasa yang tetap memperhatikan keberlangsungan
lingkungan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Konsumsi
berkelanjutan merupaka proses pengambilan keputusan dari konsumen
sebagai tanggung jawab terhadap terhadap lingkungan sesuai dengan
kebutuhan. Menerapkan konsumsi berkelanjutan berarti menjadi seorang
konsumen yang beretika, yaitu merasa bertanggung jawab terhadap isu-isu
sosial dan lingkungan di dunia dan melawan masalah ini dengan pola
perilaku sendiri. Konsumsi Berkelanjutan merupakan penggunaan produk
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menuju kualitas hidup yang
lebih baik, dengan meminimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan
kimia serta pembuangan sampah dan polutan sehingga tidak
membahayakan kebutuhan generasi mendatang.
Prinsip-prinsi konsumsi berkelanjutan yang harus dipahami dan
dapat diterapkan yaitu:
• memahami apa yang kita konsumsi,
• memahami dampak konsumsi terhadap lingkungan dan keselamatan
bumi,
• memahami dampak konsumsi terhadap masyarakat lain,
Page 56
41
• memahami dampaknya terhadap neraca perdagangan, perekonomian
nasional dan industri lokal. (Sari, 2017).
Ilmu pengetahuan alam, sosial, dan humaniora dibutuhkan untuk
memahami prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga nilai dan
sikap dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Al-Naqbi, dkk. 2018).
Pendidikan pembangunan berkelanjutan dapat mendorong perubahan pola
pikir siswa, sehingga akan tercipta dunia yang lebih aman, sehat, dan sejahtera.
Dengan demikian, akan meningkatkan kualitas generasi yang akan datang
(Ambusaidi & Al washahi, 2016). Pendidikan diharapkan dapat menimbulkan
kesadaran dan pemahaman pentingnya pembangunan dan hasil yang dicapai
untuk memperbaiki kehidupan, sehingga mampu mempertahankan, menjaga,
merawat, dan meningkatkan kesinambungan (Agung, 2012, hlm. 42). Namun
masih banyak siswa yang belum mengetahui tentang pembangunan
berkelanjutan dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Sekolah
diharapkan dapat menerapkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan
agar terciptanya generasi masa depan yang berkualitas.
Menurut Al Naqbi (2018) percaya bahwa siswa memperoleh pengetahuan,
sikap, dan perilaku mereka tentang keberlanjutan melalui ranah pembelajaran
kognitif dan afektif mereka. Menurut Stephard, pembelajaran kognitif lebih
terkait dengan pengetahuan dan ranah afektif berhubungan dengan nilai, sikap,
dan perilaku. Pengetahuan adalah kondisi yang diperlukan tetapi tidak
memadai untuk perilaku pro-lingkungan karena adanya faktor eksternal yang
mempengaruhi perilaku seseorang.
Pengetahuan yang baik tentang masalah keberlanjutan selain keterampilan
pedagogis yang diperlukan, nilai-nilai dan sikap akan mendukung kepercayaan
dan kesiapan mereka untuk memberlakukan pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan (Tomas, dkk., 2017). Dalam hal ini, siswa relatif lebih akrab
dengan standar lingkungan utama, peraturan perundang-undangan kebijakan
(Al Naqbi, 2018).
Sebagian besar memahami keberlanjutan berpusat di sekitar tiga pilar
pembangunan berkelanjutan tetapi dengan latar depan yang kuat dari masalah
Page 57
42
lingkungan dengan mengorbankan dimensi sosial dan ekonomi. Studi
longtudinal yang menggunakan buku harian dialogis mengembangkan
pemahaman siswa tentang keberlanjutan. Penggunaan buku harian dialogis
mengembangkan pemahaman siswa tentang pembangunan berkelanjutan,
diskusi di dalamnya terutana berfokus pada prespektif lingkungan dari
pembangunan berkelajutan. Guru-guru mengidentifikasi lingkungan sebagai
fokus untuk pembangunan berkelanjutan (Walshe, 2016).
Menurut Dube (2011) sains telah dianggap sebagai subjek abstrak dan
tidak relevan bagi sebagian besar peserta didik di sekolah, dan banyak peserta
didik merasa terasing oleh sains. Padahal pengajaran sains berbasis konteks
dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan motivasi dan minat.
Motivasi dan minat dapat ditingkatkan lebih jauh jika sains sekolah ingin
memasukkan keberlanjutan, sehingga meningkatkan literasi sains dan
tanggung jawab sosial diantara pelajar; memperlengkap mereka dengan
keterampilan partisipatif untuk mengatasi masalah lokal dan global seperti
penyakit, degadrasi lingkungan, perubahan iklim dan kemiskinan (Dube, dkk.
2011).
Kasanda, Lubben, Gasoeb, Kandjeo-Marenga, Kapenda dan Campbell
(2005) mengungkapkan bahwa kontekstualisasi mempromosikan relevansi,
kepercayaan sosial dan memperdayakan peserta didik untuk menjadi produktif,
menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat. Ini tampaknya
merupakan jenis pendidikan sains yang diperlukan untuk memberdayakan
peserta didik untuk berpartisipasi dalam mengatasi dan mengatasi masalah
keberlanjutan (Dube, dkk. 2011). Pengajaran sains di masa depan bertujuan
untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, perlu untuk
mengintegrasikan PPB dalam pengajaran mereka untuk menginformasikan
perubahan kurikulum (Dube, dkk. 2011).
Page 58
43
B. Penelitian Relevan
Penelitian relevan pada penelitian ini antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ali Khalfan Al Naqbi dan Qasim Al Shanag
(2017) dengan judul The status of education for sustainable development and
sustainabilty knowledge, attitudes, and behaviors UAE University student.
Hasil penelitiannya menunjukkan sisw UAEU memiliki tingkat pemahaman
yang tinggi, sikap positif dan sangat kuat, serta perilaku yang positif terhadap
PPB dan lingkungan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fransisco Borges (2019) dengan judul
Knowledge, Attitudes, and Behaviors Concering Sustainable Development:
A study among Prospective Elementary Teaching. Hasil penelitian
menunjukkan adanya pengetahuan dan sikap yang sangat mendukung
mengenai pembangunan berkelanjutan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Omisore Akinlolu, Babarinde Grace, Bakare
Damilola, Asekun Olarinmoye Esther (2017). Hasil penelitian menunjukkan
rendahnya pengetahuan yang berimplikasi negatif terhadap pembangunan
berkelanjutan.
4. Penelitian yang dilakukan Alex C Michalos, Heather Creech, Christina
McDonald (2010) dengan judul Knowledge, Attitudes and Behaviors.
Concering Education Sustainable Development: Two Exploraty Student.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan memiliki hubungan yang sangat
kuat dengan sikap yang menguntunkan PB dan PPB.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Nicola Walshe (2016) dengan judul An
Interdisclplinary apporoach to enveronmental amd sustainability education:
developing geography student understanding of sustainable development
using poetry. Hasil penelitian menunjukkan pendekatan interdisipliner PPB
mendorong siswa untuk terlibat lebih kritis dan efektif dengan konsep
pembangunan berkelanjutan.
Page 59
44
C. Kerangka Berpikir
Berbagai isu lingkungan, sosial, dan ekonomi beredar di Indonesia.
Seperti maraknya pencemaran lingkungan, penyebaran virus penyebab
penyakit, bencana alam, kelangkaan energi, dan kurangnya lapangan
pekerjaan. Dalam hal ini, Pembangunan Berkelanjutan (PB) dianggap
penting karena membahas mengenai dimensi lingkungan, dimensi sosial,
dan dimensi ekonomi. Jika masyarakat sudah mengetahui pentingnya
pembangunan berkelanjutan, maka masyarakat dapat memperbaiki masa
yang akan datang.
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (PPB) bertujuan untuk
mendukung pemahaman yang lebih baik tentang konsep, konten, dan proses
PPB agar terjadi perubahan mendasar dalam perilaku siswa dan mendorong
terwujudnya masyarakat yang berkelanjutan. Pengetahuan siswa mengenai
PPB dapat menciptakan sikap yang positif terhadap lingkungan, sosial, dan
ekonomi yang berkelanjutan. Dengan demikian, penulis menduga adanya
hubungan pengetahuan dengan sikap siswa mengenai PPB. Adapun
kerangka berpikir pada penelitian ini sebagai berikut:
Page 60
45
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap siswa mengenai Pendidikan
untuk Pembangungan berkelanjutan.
Masalah
1. Banyaknya isu kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber energi,
penyebaran virus penyebab penyakit, dan kurangnya lapangan pekerjaan.
2. Rendahnya pemahaman siswa tentang pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan yang mencakup dimensi lingkungan, dimensi sosial dan
dimensi ekonomi.
3. Kurangnya kesadaran siswa untuk menerapkan hidup berkelanjutan sebagai
generasi yang akan datang.
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(PPB)
Dimensi PPB:
1. Sosial
2. Lingkungan
3. Ekonomi
Pengetahuan PPB Sikap PPB
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap mengenai PPB
Page 61
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA 107 Jakarta tahun pelajaran 2018/2019.
Adapun penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 – 23 Januari tahun 2019.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional. Menurut
Sukmadinata (2005, hlm.56), penelitian korelasional ditujukan untuk
mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel-variabel lain. Hubungan
antara satu dengan beberapa variabel lain dapat dinyatakan dengan besarnya
koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi). Koefisien korelasi
dilambangkan dengan “r”, memiliki rentang interval -1 ≤ r ≤ 1. Semakin
mendekati 1 atau -1 antar variabel yang diteliti semakin kuat (Mahmud, 2011,
hlm.104).
Page 62
47
Hasil Kebutuhan Penelitian
Studi Literatur Pembangunan Berkelanjutan (PB) dan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (PPB)
Penyusunan Instrumen Penelitian
Angket Pemahaman Awal
PB dan PPB
Angket Pengetahuan dan
Sikap PPB
Validitas dan Realibilitas Instrumen
Pengambilan Data
Angket Pemahaman Awal PB dan PPB
Pengetahuan PPB Sikap PPB
Temuan Data
Analisis Data
Kesimpulan:
Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap
mengenai Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
C. Alur Penelitian
Adapun alur penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Penyelesaian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Page 63
48
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Eriyanto (2007, hlm. 61), populasi adalah semua bagian atau
anggota dari objek penelitian yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi
syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan, 2013,
hlm. 11) sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data
(Subagyo, 2004, hlm. 23). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
siswa kelas X, XI, XII IPA di kawasan Industri Jakarta Timur.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau
keadaan tertentu yang akan diteliti. Karena tidak semua data dan informasi
akan diproses dan tidak semua orang akan diteliti melainkan cukup dengan
menggunakan sampel yang mewakilinya (Riduwan, 2013, hlm. 11). Dalam
penelitian ini sampel yang diambil adalah siswa kelas X, XI, dan XII IPA
SMAN 107 Jakarta yang berjumlah 271 siswa. Pengambilan sampel
menggunakan teori terbatas (nonprobability sampling) yakni teknik sampling
yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi
untuk dijadikan anggota sampel (Riduwan, 2013, hlm. 61), dengan teknik
purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
subyektif peneliti, persyaratan dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi sebagai
sampel (Subagyo, 2004, hlm. 23) atau untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2013,
hlm. 63). Berdasarkan latar belakang di atas, maka sampel adalah siswa yang
berada di sekitar kawasan industri. Siswa – siswa kelompok IPA SMAN 107
Jakarta memenuhi kriteria sebagai sekolah yang berada sekitar 4 Km dari
Kawasan Industri Pulogadung.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2007, hlm. 100). Teknik
pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menyebarkan
Page 64
49
angket kepada siswa. Adapun angket yang disebar yaitu angket pemahaman
awal siswa mengenai PPB, angket pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya (Riduwan, 2013, hlm. 69). Penelitian ini menggunakan
instrumen berupa:
1. Angket
Angket merupakan daftar pernyataan yang diberikan kepada orang lain
bersedia memberikan respons (Riduwan, 2013, hlm. 71). Penelitian ini
menggunakan 2 angket, yaitu angket pemahaman awal siswa mengenai
Pembangunan Berkelanjutan (PB) dan Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan (PPB), serta angket pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB.
Angket pemahaman awal siswa mengenai PB dan PPB menggunakan
skala Guttman. Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang
mengiyakan pertanyaan atau pertanyaan yang berbobot lebih berat, maka ia
juga akan mengiyakan pertanyaan atau pertanyaan yang kurang berbobot
lainnya (Nazir, 2009, hlm. 340), sehingga jawaban yang bersifat jelas (tegas)
dan konsisten (Riduwan, 2007, hlm. 16). Skala yang digunakan pada angket
pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB yaitu skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2007, hlm. 12).
Skala Likert menggunakan hanya item yang secara pasti baik dan secara pasti
buruk, tidak dimasukkan yang agak baik, yang agak kurang, yang netral, dan
ranking lain di antara dua sikap yang pasti di atas (Nazir, 2009, hlm. 339).
Kedua angket tersebut merupakan jenis angket tertutup (angket berstruktur
yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden
diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya
dengan memberikan tanda silang (x) atau tanda centang (√ ) (Riduwan, 2013,
hlm. 72). Adapun penskoran dalam angket terdapat dalam tabel 3.2.
Page 65
50
Tabel 3.1 Penskoran Skala Angket
No. Alternatif Jawaban Skor Pernyataan
positif
Skor Pernyataan
Negatif
1 Sangat Setuju 4 1
2 Setuju 3 2
3 Tidak Setuju 2 3
4 Sangat Tidak Setuju 1 4
Angket yang digunakan yaitu angket pemahaman awal siswa mengenai PB
dan PPB, serta angket pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB. Angket
pemahaman awal siswa mengenai PB dan PPB merupakan hasil adaptasi dari
angket Pemahaman tentang PB dan PPB, Park, dkk. (2016). Angket
pemahaman awal PPB digunakan untuk mengukur pemahaman awal mengenai
PB dan PPB. Angket pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB merupakan
pengembangan dari indikator Pusat Penelitian Kebijakan dan Pengembangan
Kementrian Pendidikan Nasional (2010). Angket pengetahuan dan sikap PPB
digunakan untuk mengukur bagaimana pengetahuan dan sikap siswa mengenai
PPB, angket pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB diberikan setelah
mengisi angket pemahaman awal mengenai PB dan PPB.
G. Uji Coba Instrumen
Dalam menyusun sebuah instrumen, instrumen tersebut harus benar-benar
dapat menggambarkan tujuan dari penelitiannya (valid) dan juga dapat konsisten
apabila pernyataan tersebut dijawab dalam waktu yang berbeda (reliabel) (Noor,
2012, hlm.164).
1. Uji Validitas
Validitas instrumen penelitian berguna untuk mengetahui apakah
instrumen itu dapat mengukur apa yang akan diukur (Nurgiyantoro, Gunawan
dan Marzuki, 2012, hlm.338). Validitas instrumen dibedakan ke dalam dua
katagori, yaitu validitas yang pertimbangannya lewat analisis rasional dan yang
kedua berdasarkan analisis empirik (Nurgiyantoro, Gunawan dan Marzuki,
2012, hlm.339).
Page 66
51
Jenis validitas yang pertimbangannya melalui analisis rasional adalah
validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi berguna untuk mengetahui
kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi masalah yang akan
diteliti. Sedangkan validitas konstruk berguna untuk mengetahui apakah butir-
butir pertanyaan dalam instrumen itu telah sesuai dengan konsep keilmuan
yang bersangkutan (Nurgiyantoro, Gunawan dan Marzuki, 2012, hlm.339).
Dalam penelitian ini, instrumen PPB dilakukan validitas isi dan konstruk
kepada lima dosen ahli. Hasil validitas isi dan konstruk terdapat pada lampiran
1, 2, dan 3.
Jenis validitas kedua yang bersifat empirik memerlukan data-data di
lapangan dari hasil uji coba yang berwujud data kuantitatif (Nurgiyantoro,
Gunawan dan Marzuki, 2012, hlm.340). Adapun perhitungan validitas pada
penelitian ini menggunakan SPSS.22. Jika terdapat yang signifikan maka
indikator tersebut dikatakan valid dan sebaliknya jika tidak signifikan maka
indikator tersebut tidak valid (Supriyadi, 2014, hlm.33-38).
Adapun kisi-kisi angket pemahaman awal mengenai PB dan PPB ini
terdapat pada tabel 3.2.
Tabel. 3.2 Kisi-kisi Angket Pemahaman Awal mengenai PB dan PPB
Indikator Nomor
Soal
Butir
soal
Pengetahuan mengenai pembangunan
berkelanjutan (PB) 1 1
Pengetahuan mengenai pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan
(PPB)
2 1
Sumber mendapatkan informasi
mengenai PB dan PPB 3 1
Pemahaman mengenai PB dan PPB 4 1
Pemahaman mengenai konsep PB 5 1
Pemahaman mengenai tujuan PPB 6 1
Adapun kisi-kisi angket pengetahuan dan sikap siswa mengenai PPB
setelah dilakukan validasi.
Page 67
52
Tabel. 3.3 Kisi-kisi Angket Pengetahuan Dan Sikap mengenai PB dan PPB
Dimensi Aspek
Indikator
Nomor Soal
Buti
r
Soal
Positi
f
Negat
if
Sosial Kesehatan Kesadaran diri
untuk hidup
bersih
Mengetahui
konsep
hidup bersih
8 1
Menyenangi
hidup bersih
1 1
Kesadaran diri
untuk sehat
jiwa dan raga
Memahami
pentingnya
sehat jiwa
dan raga
2 1
Menyadari
pentingnya
sehat jiwa
dan raga
16*,1
8
2
Menjaga
kebersihan
Memahami
pentingnya
menjaga
kebersihan
9 1
Mendukung
pentingnya
menjaga
kebersihan
3,17 2
Menjaga
kesehatan
lingkungan
sekitar
Memahami
menjaga
kesehatan
lingkungan
sekitar
9 1
Page 68
53
Mendukung
pentingnya
kesehatan
lingkungan
sekitar
10 14 2
HIV/AIDS Pemahaman
tentang
HIV/AIDS
Memahami
HIV/AIDS
4 1
Kesadaran diri
tentang bahaya
HIV
Menyadari
tentang
bahaya
HIV/AIDS
12 1
Narkoba Pemahaman
tentang
narkoba
Memahami
narkoba
11 1
Kesadaran diri
tentang bahaya
narkoba
Menyadari
bahaya
narkoba
5,6,15 13 4
Lingkunga
n
Energi Mempertahank
an keberadaan
energi
Mengetahui
pentingnya
energi
22,24 26 3
Menyadari
pentingnya
mempertaha
nkan
keberadaan
energi
20,23 32*,3
9
4
Mengurangi
krisis energi
Mengetahui
penyebab
kelangkaan
energi
21 25* 2
Menyadari
pentingnya
mengurangi
kelangkaan
energi
19,30,
33,37
*
4
Page 69
54
Sampah Pencegahan
sampah
Mengetahui
problematik
a sampah
34 1
Mendukung
pencegahan
sampah
29,36 27*,3
8
4
Pengelolaan
sampah
Mengetahui
manfaat
pengelolaan
sampah
28 1
Mendukung
pengelolaan
sampah
31 35 2
Ekonomi
Penguranga
n
Kemiskinan
Penciptaan
lapangan kerja
Mengetahui
tujuan
penciptaan
lapangan
kerja
42 1
Pemberdayaan
masyarakat
Mengetahui
tujuan
pemberdaya
an
masyarakat
40,43 2
Produksi &
konsumsi
berkelanjuta
n
Pengendalian
produksi dan
konsumsi yang
berlebihan
Mengetahui
makna
produksi
berkelanjuta
n
48 50* 2
Menyadari
pentingnya
produksi
berkelanjuta
n
45 46 2
Mendukung
upaya
produksi
41 1
Page 70
55
*soal yang tidak valid.
Validitas instrumen penelitian ini diujikan pada kelas XI IPA 2 dan XI IPA
3 SMAN 1 Cisarua. Siswa diberikan angket pengetahuan dan sikap mengenai
PPB yang terdiri dari 50 item pernyataan. Hasil analisis instrumen menunjukan
bahwa dari 50 item pernyataan terdapat 44 item pernyataan yang valid dan 6
item pernyataan yang tidak valid, hal ini dapat dilihat dari taraf signifikansi hasil
pengolahan SPSS dengan taraf signifikansi 5%. Hasil Validitas empirik
instrument terdapat pada lampiran 5 dan 6.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Deskripsi Data
Data yang diperoleh dideskripsikan dengan menganalisis bagaimana
hubungan pada ukuran pemusatan data pengetahuan dan sikap mengenai PPB
yang terdiri dari nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median) dan modus
(Martono, 2010, hlm. 69). Ukuran pemusatan belum memberikan gambaran
yang mencukupi bagi sekolompok data, data selain memiliki kecenderungan
memusat data juga memiliki kecenderungan memencar (dispersi), oleh
berkelanjuta
n
Mengetahui
makna
konsumi
berkelanjuta
n
49 47 2
Menyadari
pentingnya
konsumsi
berkelanjuta
n
42 1
Jumlah 50
Page 71
56
karena itu dalam penelitian juga dianalisis ukuran pemencaran data
(Wibisono, 2009,hlm. 193). Dalam penelitian ini informasi yang dapat
melengkapi mengenai pemencaran data salah satunya dengan besaran standar
deviasi (Arikunto, 2007, hlm.286).
2. Uji Prasyarat Analisis dan Hipotesis.
Sebelum melakukan teknik statistik parametrik atau non prametrik yang
digunakan untuk menganalisis data, (Arikunto, 2007, hlm. 300).
1) Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini digunakan Kolmogorov smirnov. Jika
probabilitasi > 0,05, maka H0 diterima atau data berdistribusi normal.
Sebaliknya jika probabilitasi < 0,05, maka H0 ditolak atau data berdistribusi
tidak normal (Kadir, 2016, hlm. 157). Dalam penelitian ini uji normalitas
diolah dengan menggunakan program SPSS.22.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kelompok data sampel
yang diteliti berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama
(Supranto dan Limakrisna, 2013, hlm.155). Jika p-value > 0,05, maka H0
diterima atau data homogen. Sebaliknya jika p-value < 0,05, maka H0
ditolak atau data tidak homogen (Kadir, 2016, hlm. 170). Pada penelitian
ini homogenitas diuji dengan menggunakan program SPSS.22.
3) Uji Linieritas
Salah satu syarat melakukan uji hipotesis adalah uji linearitas. Jika p-
value > 0,05, maka H0 diterima atau data linear atau berupa garis linear.
Sebaliknya jika p-value < 0,05, maka H0 ditolak atau data tidak linear
(Kadir, 2016, hlm. 186). Pada penelitian ini dilakukan uji linieritas
menggunakan SPSS 22.
Hipotesis statistik:
H0 : Y = α + βX (regresi linear)
H1 : Y ≠ α + βX (regresi tidak linear)
Page 72
57
4) Analisis Regresi
Analisis regresi mempelajari apakah antara dua variabel atau lebih
mempunyai hubungan atau tidak dan mengukur kekuatan pengaruhnya serta
membuat ramalan yang didasarkan kepada kuat lemahnya
pengaruh/hubungan tersebut (Kadir, 2016, hlm. 176). Jika p-value > 0,05,
maka H0 diterima atau regresi tidak berarti. Sebaliknya jika probabilitasi <
0,05, maka H0 ditolak atau data tidak linear (Kadir, 2016, hlm. 186).
Hipotesis statistik:
H0 : β = 0 (regresi tak berarti)
H1 : β ≠ 0 (regresi tidak berarti)
5) Uji Hipotesis
Uji korelasi digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel
yang tidak menunjukan hubungan fungsional. Uji korelasi tidak
membedakan variabel dependen ataupun variabel independen. Keeratan
hubungan ini dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Nuraida dan
Halid, 2009, hlm.132).
Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment.
Menurut Arikunto (2007, hlm. 237) teknik yang dikemukakan pearson ini
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel
berjenis interval. Teknik korelasi Product Moment dapat digunakan apabila
variabel yang kita korelasikan berbentuk gejala atau data bersifat kontinu,
sampel yang diteliti mempunyai sifat homogen, dan regresinya merupakan
regresi linear (Sudiyono, 2006, hlm. 191).
Menurut Sudiyono (2006, hlm. 193) dalam memberikan interpretasi
secara sederhana terhadap Angka Indeks korelasi “r” Product Moment (rxy)
pada umumnya dipergunakan pedoman atau ancar-ancar sebagai berikut
Page 73
58
Besarnya “r”
Product Moment”
(rxy)
Interpretasi
0,00 – 0,20
Antara Variabel X dan Variabel Y memang
terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat
lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu
diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara
Variabel X dan Variabel Y)
0,20 – 0,40 Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat
korelasi yang lemah atau rendah
0,40 – 0,70 Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat
korelasi yang sedang atau cukupan
0,70 – 0,90 Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat
korelasi yang kuat atau tinggi
0,90 – 1,00 Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat
korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi
6) Uji Determinasi
Uji Determinasi atau koefisien determinasi (Koefisien Penentuan)
dilakukan untuk mengetahui besar kontribusi variabel X terhadap naik atau
turunnya variabel Y. Adapun rumus untuk menghitung koefisien penentuan
adalah sebagai berikut :
KP = r 2 x 100%
Keterangan :
KP : Koefisien penentuan
r : Koefisien korelasi pearson (Supranto, 1995, hlm.146).
I. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik berdasarkan hipotesis yang telah ditetapkan, yaitu:
H0: ρ = 0
H1: ρ ≠ 0
Keterangan :
H0 = terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap siswa mengenai
PB dan PPB.
H1 = tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap siswa
mengenai PB dan PPB.
Page 74
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap siswa tentang PPB.
Pengetahuan dan sikap mengenai PPB memiliki hubungan yang kuat, dengan
Rhitung sebesar 0,730.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi pihak-pihak yang terkait dalam bidang pendidikan, hendaknya
mengintegrasikan PPB dan mencantumkannya di silabus pembelajaran.
2. Bagi guru, sebaiknya meningkatkan pengetahuan mengenai PPB, agar
mampu menerapkan secara efektif dalam pembelajaran sehingga siswa
memahami dan menguasainya. Salah satu cara meningkatkan pemahaman
guru mengenai PPB adalah melakukan pengayaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya meneliti lebih detail terkait aspek-
aspek PPB yang belum ada pada penelitian ini.
Page 75
79
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I. (2012). Strategi Penerapan Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan
(ESD) di Sekolah. Jakarta: Bee Media Indonesia.
Akinlolu G, O., Grace M, B., Damilola, B., dan Esther O, A. (2017). Awarness and
Knowledge of the Sustainable. Ethiop J Health Sci. Sci.2017;27(6):669. DOI
http://dx.doi.org/10.4314/ejhs.v27i6.12.
Akinwale, Y. O., Ogundari, I. O., Ilevbare, O. E., & Adepoju, A. O. (2014). A
Descriptive Analysis of Public Understanding and Attitudes of Renewable
Energy Resources towards Energy Access and Development in Nigeria.
International Journal of Energy Economics and Policy, (4)4, 636-646, ISSN:
2146-4553. www.econjournals.com
Al-Naqbi, A.K., & Alshannag, Q. (2017). The status of education for sustainable
development and sustainability knowledge, attitudes, and behaviors of UAE
University students. Emeraldinsight International Journal of Sustainabilitty in
Higher Education. DOI 10.1108/IJSHE-06-2017-0091.
Amanda, M., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Penyalahgunaan Narkoba Di
Kalangan Remaja (Adolescent Substance Abuse). Jurnal Penelitian & PPM,
4(2), 339-245, ISSN: 2442-448X.
Ambusaidi, A., & Al Washahi, M. (2016). Prospective Teachers’ Perceptions about
the Concept of Sustainable Development and Related Issues in Oman. Journal
of Education for Sustainable Development. 10, (1), 3-19,
10.1177/0973408215625528
Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ayuningtyas, D., Misnaniarti, & Rayhani. M. (2018). Analisis Situasi Kesehatan
Mental Masyarakat di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 9(1), 1-10, p-ISSN 2086-6380, e-ISSN 2548- 7949.
https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10.
Azapagic, A., Perdan, S., dan Shallcross, D. (2005). How much do engineering
students know about sustainable development? The findings of an International
survey and possible implications for the engineering curriculum. European
Page 76
80
Journal of Engineering Education. 30 (1), 1-19, DOI:
10.1080/03043790512331313804.
Aziz, G. A., Rochaida, E., & Warsilan. (2016). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Kemiskin Di Kabupate Kutai Kartanegara. Jurnal Ekonomi Keuangan, dan
Manajemen, 12(1), p-ISSN: 0216-7786, 29-48, e-ISSN: 2528-1097.
http://journal.feb.unmul.ac.id.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2019). Tingkat Kemiskinan dan
Ketimpangan 2018 Di DKI Jakarta. Jakarta: BPS
Borges, F. (2019). Knowledge, Attitudes and Behaviours Concerning Sustainable
Development: A Study among Prospective Elementary Teachers. Canadian
Center of Science and Education. 9 (2), ISSN 1925-4741 DOI
10.5539/hes.v9n2p22.
Burmeister, M., & Eilks, I. (2013). An understanding of sustainability and
education for sustainable development among German student teachers and
traince teachers of chemistry. Science Education International, 24 (2), 167–
194.
Damsar. (2012). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Darmawan, D., & Fadjarajani, S. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap
Pelestarian Lingkungan dengan Perilaku Wisatawan Dalam Menjaga
Kebersihan Lingkungan. Jurnal Geografi. 4 (1), ISSN 1907 – 302.
Dua, M. (2011). Kebebasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sebuah Esei Etikai.
Yogyakarta: Kansius.
Dube, T., dan Lubben, F. 2013. Swazi Teachers’ Views on the Use of Cultural
Knowledge for Interrating Education for Sustainable Development into
Science Teaching. African journal of Research in Mathematucs, Science and
Technology Education. 15 (3), 68-83, DOI:
10.1080/10288457.2011.10740719.
Eriyanto. (2007). Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta: LKis.
Fairus, S., Novianti, M. D., Nursetyowati, P., & Azizi, A. (2019). Komposter
Mandiri Sebagai Bentuk Pemberdayaan Bank Sampah Rw 01 Di Kelurahan
Page 77
81
Cisalak Depok, Jawa Barat. Indonesian Journal of Social Responsibility, 1(1),
1-16.
Fandari, A. E., Daryanto, A., & Suprayitno, G. (2014). Pengembangan Energi Panas
Bumi yang Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 17(1), 68-82.
Hamalik, O. (2013). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanani, S. (2016). Sosiologi Pendidikan Keindonesiaan. Jogjakarta: Ar-Ruz
Media.
Hartini, S., Sudrajat, T., & Pratama, T.S. (2018). Pendidikan Narkoba Terhadap
Pelajar Untuk Mewujudkan Generasi Bebas Narkoba (Prosiding). Seminar
Nasional dan Call Papers. ISBN 978-602-1643-617.
Herindrasti, S. (2018). Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Hubungan Internasional,
(7)1, 19-33. https://doi.org/10.18196/hi.71122.
Ikejiaku, B. V. (2009). The Concept ‘Poverty’ towards Understanding in the
Context of Developing Countries ‘Poverty qua Poverty’: with Some
Comparative Evidence on Britain. Journal of Sustainable Development, 2(2),
3-13.
Irlansari, A., & Hardati, P. (2019). Pelaksanaan Program Adiwiyata Berdasarkan
Komponen Berbasis Lingkungan. Edu Geography, 7 (3), ISSN 2252-6684.
Izverciana, M., & Ivascu, L. (2015). Waste management in the context of
sustainable development: Case study in Romania. Procedia Economics and
Finance, 26, 717 – 721. doi: 10.1016/S2212-5671(15)00825-4.
Jalaludin. (2014). Filsafat Ilmu Pengetahuan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan
Peradaban. Jakarta: Rajawali Press.
Kadir. (2016). Statistik Terapan Konsep Contoh dan Analisis Data dengan
Program SPSS/Lisrel dalam Penelitian Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Press.
Kagawa, F. (2007). Dissonance in students’ perceptions of sustainable development
and sustainability implications for curriculum change. International Journal of
Sustainability in Higher Education. 8 (3), pp. 317-338 DOI
10.1108/14676370710817174.
Page 78
82
Kartiasiha, F., Syaukat, Y., & Anggraeni, L. 2012. Determinan Intensitas Energi di
Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 12(2), 192-214,
ISSN: 1411-5212.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Laporan Perkembangan
HIV-AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan 1 Tahun
2017. Jakarta: Kemenkes.
Listiawati, N. (2013). Pelaksanaan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
Oleh Beberapa Lembaga. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(3), 430-450.
Lubis, A. (2007). Energi Terbarukan Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal
Teknik Lingkungan, 8(2), 155-162, ISSN: 1441-318.
Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Mandal, B. C., Wilkins, E. G., Dunbar, E. M., & Mayon-White, R. T. (2006).
Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.
Manik. (2016). Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP.
Martono, N. (2010). Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta:
Gava Media.
Mar’at. (1981). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Bandung: Ghalia
Indonesia.
Mediastika, C. E. (2013). Hemat Energi dan Lestari Lingkungan Melalui
Bangunan. Yogyakarta: C. V ANDI OFFSET.
Michalos, A.C., Creech, H., McDonald, C., dan Kahlke, P.M.H. (2011).
Knowledge, Attitudes and Behaviours, Concerning Education for Sustainable
Development: Two Explpratory Studies. Soc Indic Res 100:391-413 DOI
10.1007/s11205-010-9620-9.
Mujahidin, E., & Kurniasih, I. (2019). Penanggulangan Sampah dengan Pendekatan
Sosial di Kelurahan Kedung Halang Bogor. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah.
13 (2), 052-061, DOI 10.32832/lpls.v13/2.2634.
Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noor, J. (2012). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Page 79
83
Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nuraida, & Alkaf, H. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Tangerang:
Islamic Research Publishing.
Nurmasyitah, & Mislinawati. (2017). Upaya Pemerintah Dalam Menanggulangi
Kemiskinan. Jurnal Pesona Dasar, 1(5), 30-36, ISSN: 2337-9227.
Nurgiyantoro, B., Gunawan, Marzuki. (2012). Statistik Terapan untuk Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Park, E., Kim, H., & Yu, S. (2016). Perceptions and Attitudes of Early Childhood
Teachers in Korea About Education for Sustainable Development. IJEC, 48,
369-385. DOI 10.1007/s13158-016-0176-y.
Pengelolaan Keungan OJK: Pendapatan Meningkat, Masyarakat Cenderung
Konsumtif. (2014, Desember). CNN Indonesia. Diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141220232435-78-19533/ojk-
pendapatan-meningkat-masyarakat-cenderung-konsumtif
Pengguna Narkoba Bujan Aib, Jangan Malu Bawa Rehab ke BNN. (2015, April).
Tim BNNK Langsa. Diakses dari
http://www.bnn.go.id/read/berita/12801/pengguna-narkoba-bukan-aib-
jangan-malu-bawa-rehab-ke-bnn
Pengelolaan Keungan OJK: Pendapatan Meningkat, Masyarakat Cenderung
Konsumtif. (2014, Desember). CNN Indonesia. Diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141220232435-78-19533/ojk-
pendapatan-meningkat-masyarakat-cenderung-konsumtif
Perkasa, M., & Aznam, N. (2016). Pengembangan SSP Kimia Berbasis Pendidikan
Berkelanjutan untuk Meningkatkan Literasi Kimia dan Kesadaran terhadap
Lingkungan. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (1), 46-57
doi:http://dx.doi.org/10.21831/jipi.v2i1.10269 ISSN: 2406-9205.
Perkasa, M., Agrippina., & Wiraningtyas. (2017). Pembelajaran Kimia Berorientasi
Sustainable Development untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Terhadap
Lingkungan. Jurnal Sainsmat, 6(2), 63-72, E-ISSN: 2579-5686, P-ISSN:
2086-6755. http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat.
Page 80
84
Poedjawijatna. (1991). Tahu dan Pengetahuan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Poyoh, A., Kapantow, G. H. M., & Mandei, J. R. (2017). Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Penggangguran Di Provinsi Sulawesi Utara. Agri
Sosio Ekonomi Unsrat, 12(1A), 55-56, ISSN: 1907– 4298.
Prastowo, A. (2015). Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Tematik Terpadu. Jakarta: Kencana.
Pratama, Y. C. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan
Di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 4(2), 210-223.
Prince, C. (2010). Sowing the seeds: education for sustainability within the early
years curriculum. European Early Childhood Education Research Journal. 18
(3), 423-434, DOI: 10.1080/1350293X.2010.500082 ISSN: 1350-293X.
Purbantara, A., Purwono, E. J., & Rustiadi, T. (2013). Survei Kebersihan Pribadi
Siswa Sekolah Dasar Negeri Dalam Wilayah Pedesaan dan Perkotaan Di
Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013. Journal of Physical
Education, Sport, Health and Recreation, 2(6), 368-371, ISSN: 2252-6773.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/peshr.
Purwaningrum, P. (2016). Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik Di
Lingkungan. Jurusan Taknik Lingkungan, 8(2), 141-147.
Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Pendidikan Nasional. (2010). Model Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan. Jakarta.
Putri, I. A. S. M., & Yuliarmi, N. N. (2013). Beberapa Faktor Yang Memengaruhi
Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Bali. E-Jurnal EP Unud, 2(10), 441-448
ISSN: 2303-0178.
Rahadian, A. H. (2016). Strategi Pembangunan Berkelanjutan. Prosiding Seminar
STIAMI, 3(1), 46-56, ISSN: 2355-2883.
Raharjo, S., Zulfan, M., Ihsan, T., & Ruslinda, Y. (2014). Perencanaan Sistem
Reduce, Reuse Dan Recycle Pengelolaan Sampah Di Kampus Universitas
Andalas Limau Manis Padang. Jurnal Teknik Lingkungan, 11(2), 79-87.
Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Page 81
85
Riduwan. (2013). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru Karyawan dan Peniliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sagala, F. P. (2000). Peran Energi Dalam Pembangunan Nasional Memasuki
Milenium. Widyanuklida, 3(1), 1-5.
Sahil, J., Muhdar, M. H. I. A., Rohman, F., & Syamsuri, I. (2016). Sistem
Pengelolaan dan Upaya Penanggulangan Sampah Di Kelurahan DufaDufa
Kota Ternate. Jurnal BIOeduKASI, 4(2), 478-487, ISSN: 2301-4678.
Sari, M. E. P. (2017). Peran Masyarakat dalam Mencapai Pola Konsumsi
Berkelanjutan. Trias Politika, 1(2), 1-15.
Sari, N. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pelajar/Mahasiswa Dalam
Memperoleh Narkoba (Studi pada Survei Penyalahgunaan Narkoba di
Kelompok Pelajar dan Mahasiswa Tahun 2016). Jurnal Penelitian Hukum DE
JURE, 19(1), 121-136, p-ISSN: 1410-5632, e-ISSN: 2579-8561.
http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2019.V19.121-136.
Sasangka, H. (2003). Narkotika Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung:
Mandar Maju.
Setyosari, P. (2013). Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Grup.
Simarmata, B., Daulae, A.H., & Raihana. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Lingkungan Hidup dengan Sikap Peduli Lingkungan Siswa. Jurnal Pelita
Pendidikan. 6 (4), 204-210, pISSN : 2338 – 3003 eISSN : 2502 – 3217.
Singh, J., Saxena, R., Bharti, V., & Singh, A. (2018). The Importance of Waste
Management to Environmental Sanitation: A Review. Advances in
Bioresearch, 9(2), 202-207, p-ISSN 0976-4585; e-ISSN 2277-1573. DOI:
10.15515/abr.0976-4585.9.2.202207.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Subagyo, J. (2004). Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Page 82
86
Sudirman, F. A., & Phradiansah. (2019). Tinjauan Implementasi Pembangunan
Berkelanjutan: Pengelolaan Sampah Kota Kendari. Sospol: Jurnal Sosial
Politik, 5(2), 291-305.
Sudiyono, A. (2006). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sukmadinata. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Supranto, & Limakrisna, N. (2013). Petunjuk Praktis Ilmiah Untuk Menyusun
Skripsi, Tesis, dan Disertasi Edisi 3. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Supriyadi, E. (2014). SPSS Plus Amos. Jakarta: In Media.
Szeremlei, A. K., & Magda. R. (2015). Sustainable Production And Consumption.
Journal on Bioeconomy and Sustainable Development. 4(2), 57-61. DOI:
10.1515/vjbsd-2015-0013.
Thalib, S. B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Jakarta: Kencana.
Tomas, L., Girgenti, S., dan Jackson, C. 2015. Pre-service teachers’ attitudes
toward education for sustainability and its relevance to their learning:
implications for pedagogical practice. Environmental Education Research.
DOI: 10.1080/13504622.2015.1109065.
Octavianty, L., Rahayu, A., Rahman, F., & Rosadi, D. (2015). Pengetahuan, Sikap
Dan Pencegahan Hiv/Aids Pada Ibu Rumah Tangga. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(1), 53-58, ISSN: 1858-1196. DOI
http://dx.doi.org/10.15294/kemas.v11i1.3464.
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization. (2017).
Education for Sustainable Development Goals Learning Objectives. Prancis:
UNESCO.
Walshe, N. (2016). An interdisciplinary approach to environmental and
sustainability education: developing geography students’ understanding of
sustainable development using poetry. Environmental Education Research.
DOI: 10.1080/13504622.2016.1221887.
Page 83
87
Waskitoningtyas, R. S, Permatasari, B. I., & Prasetya, K. H. (2018). Penyuluhan
Kebersihan Diri Melalui Program Cuci Tangan Sebagai Bentuk Kesadaran
Siswa Pada SDN 014 Balikpapan Barat. Jurnal Terapan Abdimas, 3(1), 44-
53.
Wati, T., dan Fatkhuroyan. (2017). Analisis Tingkat Kenyamanan Di DKI Jakarta
Berdasarkan Indeks THI (Temperature Humadity Index). Jurnal Ilmu
Lingkungan, 15 (1). 57-63, doi:10.14710/jil.15.1.57-63.
Wiarto, G. (2013). Budaya Hidup Sehat. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Wibisono, Y. (2009). Metode Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Widodo, L., & Susanto, J. P. (2012). Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Melalui
Produksi Dan Konsumsi Berkelanjutan. Jurnal Teknik Lingkungan, 127 – 138,
ISSN 1441-318X.
Yudo, S. (2014). Kondisi Pencemaran Air Sungai Cipinang Jakarta. Pusat
Teknologi Lingkungan, JAI 7 (2).
Zuhdiyaty, N. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di
Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir (Studi Kasus Pada 33 Provinsi).
JIBEKA, 11(2), 27-31.
Zulkifli, A. (2014). Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan. Jakarta: Salemba Teknika.