9 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TITEU KECAMATAN TITEU KABUPATEN PIDIE KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan Universitas Ubudiyah Indonesia Oleh : AFLIA WATI NIM : 121010300072 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA BANDA ACEH 2015
51
Embed
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN DIARE ... · PDF filedehidrasi ringan/sedang dan diare dehidrasi berat. Balita memiliki resiko yang ... Diare akut adalah diare yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TITEU
KECAMATAN TITEU KABUPATEN PIDIE
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Syarat
Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan
Universitas Ubudiyah Indonesia
Oleh :
AFLIA WATI
NIM : 121010300072
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA
BANDA ACEH
2015
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah
penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut). Sementara UNICEF (United Nations International Children's
Emergency Fund), Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak
memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia
karena diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena
diare (Widya, 2010).
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai
bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar
sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan
mempunyai waktu buang air masing-masing, ada yang sehari 2-3 kali sehari
atau ada yang hanya 2 kali seminggu. Neonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari
(Hasan, 2007).
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, setiap
tahun 1,5 juta balita meninggal dunia akibat diare. Di Indonesia, menurut hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, diare menjadi penyebab
kematian 25,2% anak usia satu tahun hingga empat tahun (Aditama, 2009).
11
Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih
membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim
digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah angka
kematian balita (Akaba) atau infant mortality rate (IMR). Sesuai dengan
target Milenium Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu pada 2015
Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian balita hingga 17/1000
kelahiran hidup. Data tersebut menggambarkan bahwa upaya untuk
mewujudkan dan menjaga anak Indonesia sehat masih menjadi tantangan
besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia, 2012).
Adapun menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
kematian balita yang paling sering disebabkan oleh diare, ispa pneumonia.
Penyakit diare menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian balita di
Indonesia. Diare adalah buang air besar yang terjadi pada balita yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari,
disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah.
Apabila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi
dehidrasi. Berdasarkan derajat dehidrasi diare dapat dibagi menjadi diare
dehidrasi ringan/sedang dan diare dehidrasi berat. Balita memiliki resiko yang
lebih besar untuk menderita dehidrasi dibandingkan orang dewasa (Depkes
RI, 2012).
Dalam menentukan derajat kesehatan di indonesia, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka
12
kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka
kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan
anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh
bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh
status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak,
faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu, (Hidayat, 2010).
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat
muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang
serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu
keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan
pengetahuan setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian
larutan oralit pada anak yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang
digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk menanggulangi
diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan
angka kematian dan kesakitan karena diare (Maryunani, 2010).
Dalam hal ini faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare
pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita
terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan
perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah
satunya adalah pengetahuan.
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis
13
infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman
E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi
virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan
infeksi jamur (Widjaja, 2009).
Angka kematian diare per 1000 penduduk untuk semua golongan
umur adalah 24,26 % berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1999, sedangkan angka kematian per 1000 penderita adalah 0,021 %,
sedangkan insiden diare pada tahun 2002 berkisar antara 20-40% perduduk
pertahun, dengan proporsi 60-80% anak balita (Depkes RI, 2003).
Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Pengetahuan ibu tentang diare sanget besar
pengaruhnya terhadap terhadap kejadian diare pada anak, upaya
penanggulangan diare yang dapat dilakukan oleh ibu meliputi penggunaan air
bersih, lingkungan tempat yang tidak tercemar dan pengetahuan ibu dalam
mengambil tindakan untuk mencegah atau mengobati terjadinya diare pada
balita (Notoadmojo, 2007).
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis
infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman
E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
14
kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi
virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan
infeksi jamur (Widjaja, 2009).
Di Indonesia, hasil Survey Subdit Diare pada Survey Kesehatan
Rumah Tangga angka kesakitan diare semua umur tahun 2004 adalah
374/1000 penduduk, tahun 2008 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare
pada balita75,3/100.000 balita dan semua umur 23,2/100.000 penduduk
semua umur, dan hasil Riskesda (2010) diare merupakan penyebab kematian
no 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi
diare sebagai penyebab kematian no 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan
pada anak balita (25,2%) (Kemenkes RI, 2011).
Jumlah kasus diare di Provinsi Aceh secara keseluruhan mencapai
256.386 penderita dengan Incidence Rate (IR) 31,35%. Sementera itu, kasus
diare pada bayi rata-rata pertahunnya mencapai 13%, hal ini menunjukkan
bahwa kasus diare pada bayi tinggi di Provinsi Aceh. Data dari Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh, jumlah kasus diare 9.484 kasus, kasus diare
pada bayi mencapai 11,9% (Dinkes Provinsi Aceh, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan dari Kecamatan Titeu terdapat 12 desa,
yaitu desa Meunasah Ule terdapat 72 balita, Pante Siren terdapat 70 balita,
Pulo Raya terdapat 52 balita, Pulo Lhoih 60 balita, Tong Rudeng 83 balita,
Asan 65 balita, Dayah 50 balita, Alue 43 balita, Pante Kulu 44 balita,
Lingkok 54 balita, Dayah 50 balita, Kawe 45 balita. Di Puskesmas Titeu pada
15
2010 ada 2 balita meninggal disebabkan karena diare di desa tong Reudah 1
orang, dan Pante Siren 1 orang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamaatan Titeu, Data yang diperoleh yang berkunjung
pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 yaitu sebanyak 456 balita
sedangkan yang mengalami diare sebanyak 83 balita.
Berdasarkan latar belakang diatas,penulis tertarik untuk meneliti
tentang “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan penelitian tentang “Apakah ada berhubungan Pengetahuan
Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahun dengan kejadian diare Pada
16
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan kejadian diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie Tahun 2015.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan
dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita
2. Bagi tempat penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang
signifikan baik dalam membantu untuk meningkatkan pengetahuan ibu
tentang dampak negatif dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada balita
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam
membimbing dan menambah pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita.
D. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Amalia (2011) Faktor-Faktor Yang
Behubungan Dengan Terjadinya Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
17
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Jenis penelitian ini bersifat Analitik
dengan Desain Cross Sectional Populasi dalam sampel ini adalah ibu yang
memiliki balita dengan diare yang tercatat diwilayah kerja Puskesmas
Kota Sigli tahun 2010 yang berjumlah 430 balita. Sampel dalam penelitian
menggunakan rumus slovin adalah adalah 62 ibu yang memiliki balita,
hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
Pengetahuan dengan terjadinya penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas
Kota Sigli Kabupaten Pidie Dan ada hubungan yang bermakna antara
Upaya Penanggulangan dengan terjadinya penyakit diare di wilayah kerja
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie.
2. Muchsin (2013), dengan judul Hunungan Ketepatan Pemberian MP-ASI
dan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 6-12 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil analisis
menggunakan korelasi Chi-Square menunjukan tidak ada hubungan yang
signifikan antara frekuensi ketepatan pemberian MP-ASI dengan Kejadian
diare pada anak usia 6-12 bulan di Wilayah kerja Puskesams
kedungmundu Semarang , Serta tidak ada hubungan yang signifikan antara
Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Anak usia 6-12 bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terdapat pada metode penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian dan
waktu penelitian.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejadian Diare
1. Pengertian Penyakit Diare
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan
dan kematian anak diberbagai negara termasuk Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang
gizi dan infeksi. Golongan umur yang paling banyak menderita akibat diare
adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah
(Widoyono, 2009).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
buang air besar lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai
perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes, 2009).
Diare suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali dehari
dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006).
19
Diare adalah salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih di kenal dengan “penyakit”, karena dengan sebutan penyakit
diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya (Ngastiyah, 2005).
Diare merupakan simptom, jadi bukan penyakit, sama halnya dengan
demam panas, bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit tertentu, contoh: malaria, radang, paru, influinza, dan lain-lain.
Ada dua jenis diare menurut lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare
kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat serta berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan
diare kronik adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai
kehilangan berat badan atau tidak bertambahnya berat badan. (Widjaja,
2009)
Diare adalah penyebab non-infeksi, tetapi sepsis adalah penyebab
tersering selama periode bayi baru lahir (Meiliya, 2008). Selain itu diare
merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu
yang merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya cairan
tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang
dapat berakibat kematian. Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap
sepele, keadaan ini harus dihadapi dengan serius mengingat cairan banyak
keluar dari tubuh, sedangkan tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari
air, sebab itu bila seseorang menderita diare berat, maka dalam waktu
singkat saja tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus (Masri, 2008)
20
Penyebab serangan ini tidak lain gerakan lambung yang berair dan
sering dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang menginfeksi
perut dan usus. Kuman tertentu yang terlibat tergantung pada daerah
geografis dan tingkat serta kebersihan ( Koplewich, 2005).
Menurut Nagiga (2009) berpendapat bahwa, penyakit diare yang
terjadi tanpa adanya upaya kuratif dan rehabilitatif dapat mengakibakan
gejala perjalanan penyakit yang lebih serius. Diantaranya ialah seperti
disentri, kolera, atau batulisme dan juga dapat menjadi indikasi sindrom
kronis seperti penyakit Crohn (penyakit peradangan menahun pada dinding
usus dengan gejala awal yaitu diare menahun atau diare dalam waktu lama).
Mskipun penderita apenditis umumnya tidak mengalami diare tetapi
kejadian timbunya diare pada penderita apenditis dapat menjadi gejala
umum radang usus buntu.
2. Gejala Klinis
Gejalanya bisa ditandai dengan kejang perut diikuti diare. Beberapa
infeksi karena bakteri diantaranya campylobacter, salmonella, E. coli,
singela dan yersinia juga dapat menyebabkan darah pada kotoran.
Salmonella, shingela dan yersina terdapat pada kotoran mungkin berlendir.
Beberapa bakteri juga dapat Menyebabkan demam, hilang nafsu makan,
rasa mual atau muntah bahkan sakit perut yang parah atau tinja mengandung
darah dan lendir. Kemungkinan besar, semuanya dapat menyebabkan
dehidrasi dan berat badan menyusut.
21
Pada kasus diare ringan, yang disebabkan oleh virus, diare tersebut
sembuh dalam beberapa hari, pada diare karena bakteri, gejala mungkin
berlangsung berhari-hari sampai berminggu-minggu, infeksi karena parasit
bisa menyebabkan diare berlangsung selama berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan ( Koplewich, 2005).
3. Faktor Penyebab Diare
Factor penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Pemberian makanan tambahan
Memberikan makanan tambahan pada anak umur kurang dari enam
bulan dapat menambah risiko kontaminasi yang sangat tinggi. Terdapat
bahaya gastroenteritis yang merupakan penyakit serius pada anak. Adanya
perubahan dalam pola konsumsi terutama konsumsi ASI yang bersih dan
mengandung faktor anti infeksi, menjadi makanan yang sering kali
dipersiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak
hygienis dapat meningkatkan resiko infeksi yang lebih tinggi, terutama
penyakit diare ( Muchtadi, 2006).
Pemberian makanan tambahan seharusnya diberikan pada saat bayi
berumur 6 bulan ke atas. Beberapa enzim pemecahan protein seperti asam
lambung, pepsin, lipase, enzim amylase akan diproduksi sempurna pada
saat bayi berumur 6 bulan. Pada bayi yang berumur 0-6 bulan rentan
terkena diare dikarenakan enzim laktosa dalam usus kerapatannya belum
sempurna sehingga sulit untuk menguraikan kuman-kuman yang masuk
sehingga bayi diare ( Hartono, 2008).
22
b. Faktor infeksi
1) Infeksi enternal yaitu : infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama pada diare anak. Infeksi internal ini meliputi :
a) Infeksi bakteri : Vibro, E.coli, salmonella, shigella,
Campyllobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagaimana.
b) Infeksi Virus : Enteroovirus ( Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,